BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS
A. Kajian teori 1.
Pemahaman SejarahLokal di Kalimantan Selatan
a.
Pemahaman Sejarah Pemahaman
merupakan proses yang dilalui seorang individu untuk
menjadikan suatu pengetahuan menjadi milik dirinya dan pada akhirnya akan mempengaruhi proses berfikir dan bertindak individu tersebut. Menurut Suharsimi Arikunto (2003:17) pemahaman (comprehension) mempunyai arti mempertahankan, membedakan, menduga (estimates), menerangkan, memperluas, menyimpulkan,
menggeneralisir,
memberikan
contoh,
menulis
kembali,
ranah
kognitif,
memperkirakan. Bloom
(1956)
memasukkan
pemahaman
dalam
pemahaman menempati tingkat kedua setelah pengetahuan, ini berarti memahami lebih dari sekedar mengetahui, memahami lebih mendalam dari sekedar mengetahui. Dapat dikatakan bahwa pemahaman adalah gabungan antara mengetahui dan menghayati sesuatu yang menyebabkan seseorang mendapatkan pemahaman secara utuh. Winkel
(2004:274)
menjelaskan
bahwa
pemahaman
mencakup
kemampuan untuk menangkap makna dan arti dari bahan yang dipelajari. Hal ini berarti bahwa pemahaman melibatkan beberapa proses, yaitu proses mengetahui,
14
15
menghayati pengetahuan tersebut, dan kemudian menangkap makna yang terkandung di dalamnya. Dari penjelasan teori di atas dapat disimpulkan bahwa konsep pemahaman merupakan proses mengetahui dan menghayati sesuatu yang akan mempengaruhi proses berpikir seseorang untuk menangkap makna dan arti dari bahan yang dipelajari. Jika dihubungkan dengan pemahaman sejarah, berarti seseorang dapat memiliki pemahaman sejarah apabila sebelumnya telah mengetahui konsep sejarah, kemudian menghayati peristiwa sejarah tersebut, dan kemudian dari penghayatan tersebut akan mampu menangkap makna yang terkandung dalam peristiwa tersebut. Sejarah merupakan suatu proses perjuangan manusia dalam mencapai gambaran tentang segala aktivitasnya yang disusun secara ilmiah dengan memperhatikan urutan waktu, diberi tafsiran dan analisa kritis, sehingga mudah dimengerti dan dipahami. Sejarah dapat memberikan gambaran dan tindakan maupun perbuatan manusia dengan segala perubahannya. Perubahan inilah yang dikaji oleh sejarah. Lebih jauh lagi Taufik Abdullah & Abdurrachman Surjomihardjo (1985:27) menyebutkan bahwa sejarah bukan semata-mata suatu gambaran mangenai masa lampau, tetapi sebagai suatu cermin masa depan. Konsep sejarah dewasa ini makin ilmiah dan komprehensif. Sejarah bukan sekedar rangkaian peristiwa atau untaian pasir, melainkan lingkaran peristiwa yang terentang pada benang-benang gagasan. Secara umum diyakini bahwa gagasan merupakan dasar semua tindakan dan berada di balik semua setiap
16
kejadian sehingga perannya sangat penting. Gagasan telah menjadi pertimbangan dalam tindakan manusia dari abad ke abad. Gagasan merupakan kekuatan yang memotivasi manusia untuk mengambil tindakan. Sejarah mengkaji kekuatan di balik tindakan tersebut dan menghadirkan gambar tiga dimensi tentang manusia di masa lampau. Sesuai dengan konsep modern, sejarah tidak hanya berisi tentang sejarah raja dan ratu, pertempuran dan jenderal, tetapi juga tentang orang biasa – rumah dan pakaiannya, ladang dan pertaniannya, usaha yang terus menerus untuk melindungi rumah dan jiwanya dan untuk mendapatkan pemerintahan yang adil, aspirasinya, prestasi, kekecewaan, kekalahan dan kegagalannya (Kochhar, 2008: 10-11). Konsep sejarah tersebut menjelaskan bahwa sejarah adalah sebuah ilmu yang memiliki misi yang sangat besar untuk memperbaiki peradaban umat manusia, sejarah banyak memberikan pelajaran tentang konsep-konsep penting dalam menghadapi kehidupan yang akan datang. Sejarah juga mengajarkan kita bagaimana kita memahami manusia dalam konteks masa lalu untuk membuat sejumlah keputusan di masa yang akan datang. Hal tersebut menjelaskan bahwa sejarah tidaklah sesederhana hanya sekedar nama, peristiwa, waktu dan tempat kejadian. Sejarah harus dipandang sebagai upaya penyadaran individu dan masyarakat agar mampu menjadi warga Negara yang baik. Penjelasan sejarah mampu menjadi ukuran bertindak dalam kehidupan, seperti dijelaskan oleh Dilthey; life only takes on a measure of transparency in the light of historical reason(Sartono Kartodirdjo,1959:60). Berbagai perubahan dan keberlanjutan yang disajikan dalam penjelasan sejarah akan memberikan
17
gambaran tentang kehidupan dan menunjukkan nilai-nilai penting yang selayaknya menjadi ukuran dalam bertindak. Sejalan dengan hal tersebut diatas, selayaknya sejarah bukan hanya dipahami sebagai sebuah mata pelajaran(subject matter), akan tetapi lebih jauh dari itu. Sejarah adalah jalan untuk menuju pemahaman yang realistis terhadap keadaan masa sekarang, sebagai hasil mempelajari masa lalu yang akan menjadikan manusia menjadi lebih bijak dalam membuat keputusan-keputusan hidup. Dengan demikian pemahaman sejarah merupakan pemahaman tentang perubahan kehidupan manusia di masa lalu melalui gagasan-gagasannya yang mempunyai akibat terhadap kehidupan kita dimasa sekarang dan akan datang. Other qualities which should be develop in history education are historical knowledge and understanding. These qualities as much as important as those historical thinking and skills. It is adequate to say that there will be no other cognitive nor affective qualities can be developed and constitute students personalities when they have knowledge of historical fact and terms. In this perspective, student should be knowledgeable about historical facts, interpretation, analysis, reconstruction, historical accounts, criticism, bias, cause and effect, continuity and change, terms related to historical events which are essential for the development of historical understanding, and subsequently is prerequisite for the development of historical thinking and skills. (Said Hamid Hasan, 2010: 4)
Sejarah bukan saja berkisah tentang peristiwa tetapi juga mengulas persepsi dan pandangan masyarakat (Asvi Warman Adam, 2005: xii). Pemahaman sejarah perlu dimiliki setiap orang sejak dini agar mengetahui dan memahami makna dari peristiwa masa lampau sehingga dapat digunakan sebagai landasan sikap dalam menghadapi kenyataan pada masa sekarang serta menentukan masa yang akan datang. Artinya sejarah perlu dipelajari sejak dini oleh setiap individu baik secara formal maupun nonformal. Keterkaitan individu dengan masyarakat
18
atau bangsanya memerlukan terbentuknya kesadaran pentingnya sejarah terhadap persoalan kehidupan bersama seperti: nasionalisme, patriotisme, persatuan, solidaritas dan integritas nasional. Terwujudnya cita-cita suatu masyarakat atau bangsa sangat ditentukan oleh generasi penerus yang mampu memahami sejarah masyarakat atau bangsanya. Dalam konteks ini, sejarah adalah cara dalam menanamkan konsepkonsep; nasionalisme, patriotisme, persatuan, solidaritas dan integritas sosial tersebut. Konsep tersebut dapat kita temukan dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia melawan kolonialisme dan imperialisme bangsa lain. Patriotisme dalam tataran ini adalah ideologi perjuangan bangsa Indonesia dalam melawan kolonialisme dan imperialisme. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pemahaman sejarah adalah pemahaman terhadap ‗pengalaman holistik sebagai sistem peristiwa masa lalu(Collingwood, 1985:186) dalam hubungannya dengan kehidupan manusia di masa kini dan masa akan datang, yang di dalamnya terdapat nilai dan karakter perjuangan tiap bangsa. Menurut Frederick & Soeri Soeroto (2005), beberapa unsur pemikiran sejarah yang merupakan proses untuk memahami masa lampau yang pertama adalah pengertian waktu, sebagai pangkal pemikiran sejarah waktu dapat diuraikan sebagai sesuatu yang mutlak dalam sejarah. Unsur selanjutnya adalah kesadaran akan sifat dasar fakta, yaitu kerumitannya. Fakta harus dilihat dari berbagai sudut, sebanyak mungkin, serta diperlakukan dengan hati-hati sekali dan akhirnya harus diputuskan pada bagian atau dalam pengertian yang seperti apa
19
yang paling mendekati kebenaran. Unsur ketiga ialah tekanan pada sebabmusabab, bukan saja kapan suatu kejadian itu terjadi, apa yang sesungguhnya telah terjadi dan bagaimana terjadinya, tetapi juga mengapa. Terakhir, meskipun sejarah unik akan tetapi jangkauan topiknya bisa sangat luas dalam artian bisa apa saja dalam segi kehidupan manusia. Pemahaman
sejarah
merupakan
kecenderungan
berpikir
yang
merefleksikan nilai-nilai positif dari peristiwa sejarah dalam kehidupan seharihari, sehingga kita menjadi lebih bijak dalam melihat dan memberikan respon terhadap berbagai masalah kehidupan. Pemahaman sejarah memberi petunjuk kepada kita untuk melihat serangkaian peristiwa masa lalu sebagai sistem tindakan masa lalu sesuai dengan jiwa jamannya, akan tetapi memiliki sekumpulan nilai edukatif terhadap kehidupan sekarang dan akan datang. Berpikir sejarah mengharuskan kita mempertemukan dua pandangan yang saling bertentangan: pertama, cara berpikir yang kita gunakan selama ini adalah warisan yang tidak dapat disingkirkan, dan kedua, jika kita tidak berusaha menyingkirkan warisan itu, mau tidak mau kita harus menggunakan ―presentisme" yang membuat buntu kita pikiran itu, yang melihat masa lalu dengan kacamata masa sekarang (Wineburg, 2006: 18). Berpikir sejarah membuat kita untuk berpikir seimbang; menyadari dan meyakini kejadian dimasa lalu kemudian menyelaraskannya dengan fakta-fakta serta kejadian-kejadian yang terjadi dimasa sekarang. Seseorang yang memiliki pemahaman sejarah tidak akan terjebak pada kecenderungan ―presentism‖ tersebut, akan tetapi tidak juga menihilkan adanya
20
sekumpulan konsep dan kausalitas sistemik sebagai pembentuk kehidupan masa sekarang dan arah bagi kehidupan pada masa yang akan datang. b.
Sejarah Lokal Sejarah lokal menurut Taufik Abdullah (2010:15) memberikan sebagai
‖sejarah dari suatu tempat‖, suatu locality, yang batasannya ditentukan oleh perjanjian penulis sejarah. Sedangkan, Widja (1989:11), bahwa sejarah lokal bisa dikatakan sebagai suatu bentuk penulisan sejarah dalam lingkup yang terbatas yang meliputi suatu lokalitas tertentu. Dari dua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sejarah lokal adalah suatu penulisan sejarah dari suatu tempat tertentu yang batas-batasnya ditentukan oleh perjanjian penulis sejarah. Jadi, pengertian sejarah local lebih ditekankan pada unsur wilayah (unsur spatial). Istilah sejarah ‖lokal‖ harus dibedakan dengan sejarah ‖daerah‖ karena di dalamnya terdapat beberapa pengertian yang tidak mudah dirangkul begitu saja. Abdullah (2010, 13-14) menjelaskan, dalam pengertian administratif ‖daerah‖ merupakan kesatuan territorial yang ditentukan jenjamg hierarkinya, ‖daerah‖ terbawah adalah bagian dari ‖daerah‖ yang di atasnya. Sedangkan dalam pengertian politik ‖daerah‖ biasanya dipertentangkan dengan ‖pusat‖, yang dianggap ‖nasional‖. Kesulitan sesungguhnya terletak pada kenyataan bahwa daerah sebagai unit adinistratif sering tidak sesuai dengan ‖daerah‖ dalam pengertian etnis-kultural. Jika Bali masih dianggap sebagai kesatuan etniskultural, maka ‖daerah‖ administratif Sumatera Utara adalah jelas kumpulan dari beragam ‖daerah‖ etnis-kultural. Dan ketidaksesuaian itu akan terus berlanjut
21
apabila diperhitungkan pula bahwa daerah etnis-kultural akan selalu bergerak, mobil, dinamis, dan tidak ditentukan oleh suatu putusan yang telah dipertimbangkan. Sedangkan ruang lingkup sejarah lokal menurut Widja, (1989:12-13) pengertian sejarah lokal adalah keseluruhan lingkungan sekitar yang dapat berupa kesatuan wilayah seperti desa, kecamatan, kabupaten, kota kecil, dan lain-lain kesatuan wilayah seukuran itu beserta unsur-unsur institusi sosial dan budaya yang berada di lingkungan itu seperti keluarga, pola pemukiman, mobilitas penduduk, kegotongroyongan, pasar, teknologi pertanian, lembaga pemerintahan, perkumpulan kesenian, monumen dan lain-lain. Penulisan sejarah lokal bersifat elastis dimana penulis mempunyai kebebasan menentukan batasan penulisannya, apakah dengan skope geografis, etnis, yang luas atau sempit. Sejarah lokal bisa berbicara mulai hanya mengenai suatu desa, kecamatan, kabupaten, tempat tinggal suatu etnis, suku bangsa, yang ada dalam satu daerah atau beberapa daerah. Dengan kata lain, ruang sejarah lokal merupakan lingkup geografis yang dapat dibatasi sendiri oleh sejarawan dengan alasan yang dapat diterima oleh semua orang. Dalam Seminar Sejarah Lokal, tanggal 77- 20 September 1984, di Medan, dalam seminar itu dikemukakan lima tema pokok, yaitu: (1) dimanika masyarakat pedesaan, (2) Pendidikan sebagai faktor dinamisasi dan integrasi sosial, (3) Interaksi suku bangsa dalam masyarakat majemuk, (4) Revolusi nasional di tingkat lokal, dan (5) Biografi tokoh lokal (Kuntowijoyo, 2003:145).
22
Corak studi sejarah lokal yang telah dilakukan tentang Indonesia menurut Taufik Abdullah (2010:28) dapat dibedakan menjadi empat golongan, yakni: 1. Studi yang difokuskan pada suatu peristiwa tertentu (studi peristiwa khusus atau apa yang disebut evenemental l’evenement, 2. Studi yang lebih menekankan pada struktur, 3. Studi yang mengambil perkembangan aspek tertentu dalam kurun waktu tertentu (tematis), dan 4. Studi sejarah umum yang menguraikan perkembangan daerah tertentu (propinsi, kota, kabupaten) dari masa ke masa. Sejarah lokal lebih bersifat demokratis, sebab ia berangkat dari fenomena setempat, berbeda dengan sejarah daerah yang dibatasi secara administratif politik. Namun, bisa saja sebuah sejarah daerah merupakan sejarah lokal, misalnya tentang Sejarah Bali. Bali adalah wilayah administratif yang mempunyai latar belakang sosial budaya yang relatif sama. Hal ini berbeda ketika kita berbicara tentang Sejarah Daerah Jawa Tengah. Harus diingat, bahwa Jawa Tengah bagian Barat merupakan masyarakat yang mempunyai latar belakang sosial budaya suku Sunda, yang secara kultur berbeda dengan masyarakat Jawa Tengah (Solo atau Semarang). Sejarah lokal mempunyai keleluasaan yang lebih independen dalam menentukan wilayah kajiannya. Kajian sejarah lokal yang intensif dan diversif, akan mampu memunculkan realitas lokal yang lebih heterogen dan bermakna. Dalam penelitian ini, penulis lebih fokus dalam menjabarkan sejarah lokal Kalimantan Selatan. Sejarah lokal di Provinsi Kalimantan Selatan memiliki
23
berbagai macam sejarah tertulis baik masa pra sejarah sampai masa kemerdekaan. Dalam penelitian ini penulis lebih mengacu pada buku tentang Bejarah Banjar karya Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan dengan Tim dosen Universitas Lambung Mangkurat. Dalam buku tersebut penulis mengambil sebagian berupa sejarah dari masa awal berdirinya Kerajaan Banjar Masa Hindu Budha, Islamisasi di Kalimantan Selatan, Sistem Pemerintahan Kerajaan Banjar hingga Meletusnya Perang Banjar sampai perjuangan masa revolusi fisik masyarakat Kalimantan Selatan. 2.
Kemampuan Berpikir Kritis dan Berpikir Kreatif a. Pengertian Berpikir Arti kata dasar ―pikir‖ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia‖ (2010: 767)
adalah akal budi, ingatan, angan-angan. ―Berpikir‖ artinya menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu, menimbang-nimbang dalam ingatan (Wowo Sunaryo, 2011: 1). Dalam mendefiniskan soal berpikir ini terdapat adanya beberapa macam pendapat, di antaranya ada yang menganggap berpikir sebagai suatu proses asosiasi saja, ada pula yang memandang berpikir sebagai proses penguatan hubungan antara stimulus dan respons, ada yang mengemukakan bahwa berpikir itu merupakan suatu kegiatan psikis untuk mencari hubungan antara dua objek atau lebih, bahkan ada pula yang mengatakan bahwa berpikir merupakan kegiatan kognitif tingkat tinggi (higher level cognitive), sering pula dikemukakan bahwa berpikir itu merupakan aktivitas psikis yang intensional.
24
Berpikir adalah serangkaian, gagasan, idea atau konsepsi-konsepsi yang diarahkan kepada suatu pemecahan masalah. Jika melihat arti berpikir seperti ini maka dapat dipahami bahwa pengertian ini merujuk berdasarkan hasil berpikir dan tujuan berpikir. Jika diuraikan adalah sebagai berikut: Penulis mendefenisikan berpikir adalah suatu proses pencarian gagasan, ide-ide, dan konsep yang diarahkan untuk pemecahan masalah. Dikatakan sebagai proses karena sebelum berpikir kita tidak mempunyai gagasan maupun ide, dan sewaktu berpikir itulah ide bisa datang sehingga melahirkan berbagai pemikiran, diantaranya adalah pemikiran kreatif. Berpikir juga dapat diartikan dengan bertanya tentang sesuatu, karena disaat kita berpikir yang ada diotak kita adalah berbagai pertanyaan analisa diantaranya adalah: apa, mengapa, kenapa, bagaimana, dan dimana. Pengertian berpikir, menurut etimologi yang dikemukakan, memberikan gambaran adanya sesuatu yang berada dalam diri seseorang dan mengenai apa yang menjadi ―nya‖. Sesuatu yang merupakan tenaga yang dibangun oleh unsurunsur dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas. Seseorang akan, melakukan aktivitas setelah adanya pemicu potensi, baik yang bersifat internal maupun eksternal (ibid: 2) Para ahli keterampilan berpikir memberikan definisi
berpikir sangat
beragam, di antaranya berpikir didefinisikan sebagai : (1) kegiatan akal untuk mengolah pengetahuan yang telah diterima melalui panca indra dan ditunjukan untuk mencapai suatu kebenaran; (2) penggunaan otak secara sadar untuk mencari sebab, berdebat, mempertimbangkan, memperkirakan, dan merefleksikan suatu
25
subjek; (3) kegiatan yang melibatkan penggunaan konsep dan lambang sebagai pengganti objek atau peristiwa; (4) berbicara dengan dirinya sendiri di dalam batin dengan cara mempertimbangkan, merenungkan, menganalisis, membuktikan suatu, menunjukkan alasan-alasan, menarik kesimpulan, meneliti suatu jalan pikiran, mencari suatu hal yang berhubungan satu sama lain, mencari tau mengapa dan untuk apa sesuatu terjadi, dan membahas suatu realitas dengan menggunnakan konsep atau berbagai pengertian (Adun Rusyna, 2014: 1). Konsep berpikir 1) Edward de Bono (1976) Keterampilan berpikir ini memungkinkan manusia melihat berbagai perspektif untuk memecahkan masalah dalam situasi tertentu. 2) Kwek (1910) menegaskan : Berpikir diakibatkan karena adanya situasi keraguan atau masalah yang timbul. Berpikir merupakan aktifitas psikologi dalam suatu proses yang dialami untuk digunakan memecahkan masalah dalam situasi tertentu. 3) Menurut
pandangan
islam,
berpikir
adalah
fungsi
akal
yang
memperhatikan tenaga agar otak manusia dapat bekerja dan beroperasi. Tenaga itu diperoleh melalui tafakkur (Adun Rusyna, 2014 : 2). Fungsi berpikir 1) Mengambil keputusan (decision making) 2) Memecahkan masalah (problem solving) 3) Menghasilkan sesuatu yang baru (creativity) bersifat orisinil, dan realistis.
26
4) Sebagai filter/pengendali : (a) bawah sadar (nilai;nilai, budaya/warisan, agama), (b) bertahan hidup, (c) sosial (Adun Rosyna, 2014 : 5).
b. Pengertian Berpikir Kritis Ahmad Susanto (2013:121), berpikir kritis adalah suatu kegiatan melalui cara berpikir tentang ide atau gagasan yang berhubung dengan konsep yang diberikan atau masalah yang dipaparkan. Berpikir kritis juga dapat dipahami sebagai kegiatan menganalisis idea atau gagasan ke arah yang lebih spesifik, membedakannya secara tajam, memilih, mengidentifikasi, mengkaji, dan mengembangkannya ke arah yang lebih sempurna. Berpikir kritis berkaitan dengan asumsi bahwa berpikir merupakan potensi yang ada pada manusia yang perlu dikembangkan untuk kemampuan yang optimal. Menurut Halpen (Ahmad Susanto, 2013:122), berpikir kritis adalah memberdayakan keterampilan atau strategi kognitif dalam menentukan tujuan. Proses tersebut dilalui setelah menentukan tujuan, mempertimbangkan, dan mengacu langsung kepada sasaran. Berpikir kritis merupakan bentuk berpikir yang perlu di kembangkan dalam memecahkan masalah, merumuskan kesimpulan, mengumpulkan berbagai kemungkinan, dan membuat keputusan ketika menggunakan semua keterampilan tersebut secara efektif dalam konteks dan tipe yang tepat. Berbeda lagi menurut Susan (2015) dalam tulisannya menyebutkan bahwa; Critical thinking is a way of approaching any subject, content, or problem in which the thinker is deliberate about the process of thinking and reasoning and imposes intellectual standards upon his or her thinking (Susan FW, 2015 : 275).
27
Dari penjelasannya dapat dilihat bahwa berpikir kritis merupakan cara dalam pemecahan masalah yang mana cara berpikirnya masuk dalam tingkat atas atau melebihi standar berpikir untuk menemukan suatu permasalahan yang sedang hangat diperbincangkan. Selain itu, berpkir kritis adalah mode berpikir – mengenai hal, substansi atau masalah apa saja – dimana saja si pemikir meningkatkan kualitas pemikirannya dengan menangani secara terampil struktur-struktur yang melekat dalam pemikiran dan menerapkan standar-standar intelektual padanya (Alec Fisher, 2008 : 4). Dalam jurnal Springer US dimana menurut Norbert (2012)―Critical Thinking is process of evaluating the accuracy, credibility, and worth of information arguments individual differences in the disposition to think critically‖. Kutipan tersebut menjelaskan bahwa berpikir kritis adalah sebuah proses mengevaluasi secara akurat, terpercaya dan kaya akan informasi dari perbedaan setiap argumen individu. Berpikir
kritis
juga
merupakan
kegiatan
mengevaluasi,
mempertimbangkan kesimpulan yang akan di ambil manakala menentukan beberapa faktor pendukung untuk membuat keputusan. Selanjutnya pendapat yang dikemukakan oleh Anggelo (dalam Ahmad Susanto, 2013:122), bahwa berpikir kritis adalah mengaplikasikan rasional, kegiatan berpikir yang tinggi, yang meliputi kegiatan menganalisis, menyintesis, mengenal permasalahan dan pemecahannya, menyimpulkan, dan mengevaluasi.
28
Marzano (dalam Ida Bagus, 2006: 14-15), mengemukakan 4 aspek berpikir kritis berikut ini: 1) Dalam berpikir kritis, berkait erat keinginan. Untuk menghasilkan sesuatu yang diinginkan untuk melakukan diperlukan pemikiran. 2) Berpikir menghasilkan sesuatu yang berbeda dari yang telah ada. Orang yang berpikir kritis berusaha mencari sesuatu yang baru dan memberikan alternatif terhadap sesuatu yang talah ada. Pemikir kritis tidak pernah puas terhadap apa yang telah ada atau ditemukan sebelumnya. Mereka selalu ingin menemukan sesuatu yang lebih baik dan lebih efisien. 3) Berpikir kritis lebih memerlukan evaluasi internal dibandingkan eksternal. Pemikir kritis harus percaya pada standar yang telah ditentukan sendiri. 4) Kritis meliputi ide yang tidak dibatasi. Pemikir kritis harus bisa melihat suatu masalah dari berbagai aspek (sudut pandang) dan menghasilkan solusi yang baru dan tepat.). Keuntungan yang diperoleh dari proses belajar yang memberi kepuasan pada keterampilan berpikir kritis dalam Wirandana (2011:15) yaitu : 1) Belajar lebih ekonomis, artinya bahwa apa yang diperoleh dari proses pembelajaran bertahan lama dalam benak siswa. 2) Cenderung menambah semangat belajar, gairah belajar baik pada guru maupun siswa. 3) Siswa memiliki sikap ilmiah, dan
29
4) Siswa mempunyai kemampuan memecahkan masalah, baik pada saat pembelajaran di kelas maupun dalam menghadapi permasalahan nyata dalam kehidupan sehari–hari. Tapilouw (dalam Ahmad Susanto, 2010: 122), berpikir kritis merupakan cara berpikir disiplin dan dikendalikan oleh kesadaran. Cara berpikir ini mengikuti alur logis dan rambu–rambu pemikiran yang sesuai dengan fakta atau teori yang di ketahui. Tipe berpikir ini mencerminkan pikiran yang terarah. Edward Glaser (Yusuf Rosikin, 2013:18) salah seorang dari penulis Waston – Glaser Chriticai Thinking Appraisal (uji keterampilan berpikir kritis yang paling banyak dipakai seluruh dunia). Glaser mendefinisikan berpikir kritis sebagai: 1) Suatu sikap mau berpikir secara mendalam tentang masalah–masalah dan hal–hal yang berada dalam jangkauan pengalaman orang; 2) Pengetahuan tentang metode – metode pemeriksaan dan penalaran yang logis; 3) Semacam suatu keterampilan untuk menerapkan metode–metode tersebut. Berpikir kritis menuntut upaya keras untuk memeriksa setiap keyakinan atau pengetahuan asumtif berdasarkan bukti pendukungnya dan kesimpulan– kesimpulan lanjutan yang diakibatkan. Berpikir kritis adalah suatu konsep. Setiap orang memiliki atribut dan satu konsep dibedakan dari konsep lainnya berdasarkan atribut yang dimilikinya dan struktur atribut tersebut. Menurut Robert Harris (2001) dalam Hamid Hasan (2012:131), kemampuan berpikir kritis memiliki empat atribut. Seseorang baru dapat
30
dikatakan memiliki kemampuan berpikir kritis apa bila menguasai atau memiliki kemampuan keempat atribut tersebut. Keempatnya adalah analisis, perhatian atau attention, kesadaran atau awareness, dan pemberian pertimbangan yang independen. Berdasarkan paparan tersebut, berpikir kritis merupakan upaya untuk mencari alternatif atau kemungkinan alternatif yang dapat menjelaskan atau menjadi alasan dari suatu keadaan tertentu. Selain itu berpikir kritis juga memerlukan kecenderungan afektif untuk melakukan selalu melakukan evaluasi yang seperti dijelaskan sebelumnya evaluasi yang dilakukan lebih cenderung evaluasi internal bukan eksternal, dengan kata lain peserta didik diharuskan untuk pandai membuat pertimbangan atas apa yang mereka pelajari dan mereka lakukan selama kegiatan pembelajaran.
c. Pengertian Berpikir Kreatif Berpikir kreatif masuk dalam bagian dari berpikir lateral (berpikir divergen) yaitu : 1) tipe berpikir selektif dan kreatif yang menggunakan informasi bukan hanya untuk kepentingan berpikir tetapi juga untuk hasil dan dapat menggunakan informasi yang tidak relevan atau boleh salah dalam beberapa tahapan untuk mencapai pemecahan yang tepat, 2) jenis berpikir yang keluar dari berbagai ide dan persepsi yang sudah ada untuk menemukan ide-ide baru; 3) jenis berpikir yang bertujuan untuk mengeksplorasi dan mengembangkan persepsi baru. Berbagai ide yang kita miliki diciptakan dari berbagai pengalaman yang
31
cenderung dipertahankan, sehingga kita melihat dunia melalui berbagai persepsi yang sudah ada (Adun Rusyna, 2014: 115). Berpikir Kreatif bukanlah suatu yang baru. Ahli-ahli pikir kreatif telah ada ribuan tahun yang lalu, mungkin jauh sebelum menusia menemukan api dan roda. Para ahli pikir tersebut memberdayakan akal pikirannya dan kemampuan kreatifitasnya untuk menghasilkan sesuatu yang baru. Maka dari itu bukan tidak mungkin bagi kita untuk memaksimalkan kemampuan kreatifitas kita sehingga menghasilkan prestasi. Berpikir Kreatif adalah menghubungkan ide atau hal-hal yang sebelumnya tidak berhubungan. Dalam kenyataan teknik modern timbul semboyan yang menarik (jargon) atau istilah khas yang menjadi bahasa golongan tertentu. Begitu pula tak terkecuali Berpikir Kreatif yang memiliki empat kata khas yaitu imajinatif. Tidak dapat diramalkan. Divergen dan lateral. Berpikir lateral mengikuti pola berpikir yang tidak simetris. Humor adalah contoh berpikir lateral yang sangat bagus. Perubahan persepsi dalam humor akan terasa lebih hebat apabila bisa berhubungan dengan emosi, prasangka, dan berbagai peristiwa yang aktual. Dalam berpikir lateral, kita akan mengembangkan dengan sengaja berbagai teknik untuk menyeberang ke jalur simpang. Begitu kita sampai dijalur simpang maka jalur kembali ketitik awal sudah jelas. Itulah sebabnya berbagai ide kreatif yang berharga terlihat logis saat kita melihat kebelakang (ibid). Berpikir kreatif adalah berpikir secara konsisten dan terus menerus menghasilkan sesuatu yang kreatif/orisinil sesuai dengan keperluan. Penelitian
32
Brookfield (1987) menunjukkan bahwa orang yang kreatif biasanya (1) sering menolak teknik yang standar dalam menyelesaikan masalah, (2) mempunyai ketertarikan yang luas dalam masalah yang berkaitan maupun tidak berkaitan dengan dirinya, (3) mampu memandang suatu masalah dari berbagai perspektif, (4) cenderung menatap dunia secara relatif dan kontekstual, bukannya secara universal atau absolut, (5) biasanya melakukan pendekatan trial and error dalam menyelesaikan permasalahan yang memberikan alternatif, berorientasi ke depan dan bersikap optimis dalam menghadapi perubahan demi suatu kemajuan. Marzano (1988) mengatakan bahwa untuk menjadi kreatif seseorang harus: (1) bekerja di ujung kompetensi bukan ditengahnya, (2) tinjau ulang ide, (3) melakukan sesuatu karena dorongan internela dan bukan karena dorongan eksternal, (4) pola pikir divergen/ menyebar, (5) pola pikir lateral/imajinatif. Berfikir kreatif adalah cara-cara baru yang non konvensionil untuk menemukan dan menggali ide baru yang berguna.makalah ini memberikan penjelasan dan pedoman singkat mengenai cara berfikir tersebut, berserta contohcontoh yang menarik dari kehidupan yang nyata. Pandangan tentang keterampilan berpikir kreatif dapat dilihat dari tiga perspektif, yaitu: (1) perspektif supranatural, (2) perspektif rasional, dan (3) perspektif pengembangan (Piaw dalam Adun Rusyna, 2014 : 116). Dalam Jurnal Brian Tracy menulis bahwa Ilmuan dan Fisikawan Asal Jerman pernah berkata, “Every child is born a genius.” But the reason why most people do not function at genius levels is because they are not aware of how creative and smart they really are. Hal diatas dapat mengimplikasikan bahwa semua manusia yang lahir sebenarnya sudah membawa masing-masing kejeniusan, tetapi terkadang banyak
33
alasan yang menghambat proses berjalannya kejeniusan tersebut. Diantaranya adalah mereka kurang menyadari dan memahami kejeniusan yang mereka miliki sehingga mereka tidak bisa menjadi kreatif dan cerdas secara sungguh-sungguh. Selanjutnya, dalam jurnal tersebut dipaparkan juga bahwa dalam penelitiannya bahwa konsep berpikir kreatif adalah simpel atau mudah yaitu perbaikan. Seperti dikutip : Let’s start off with the definition of creativity. In my estimation, after years of research on this subject, the very best definition of creativity is, simply, “improvement.” You don’t have to be a rocket scientist or an artist in order to be creative. All you have to do is develop the ability to improve your situation, wherever you are and whatever you are doing. All great fortunes were started with ideas for improving something in some way. In fact, an improvement needs to be only 10 percent new or different to launch you on the way to fame and riches. Dalam kutipan diatas dipaparkan bahwa kreatifitas merupakan hal yang simpel atau mudah untuk dipahami. Disana bagaimana seorang akan memulai dengan definisi kreatifitas sederhana dan kreatifitas berarti ―Memperbaiki‖. Disana disinggung bahwa kita tidak dapat menjadi seorang ilmuan atau seorang pekerja seni yang kreatif tanpa mengembangkan kemampuan dan memperbaiki kondisimu, baik dimanapun kamu berada atau terserah apa yang akan kamu lakukan. Dari paparan tersebut dapat kita ambil garis merahnya bahwa kreatifitas seseorang sebenarnya sudah ada semenjak dia lahir kedunia, akan tetapi kreatifitas tersebut terhambat oleh berbagai macam faktor seperti kurangnya menyadari akan potensi diri, dan sebagainya. Konsep berpikir kreatif sebenarnya perlu dikembangkan karena dengan memiliki pola tersebut, seorang ilmuan atau dalam lingkup kecil adalah siswa akan selalu mendapatkan inovasi atau temuan baru
34
yang berbeda dari kebanyakan orang dan semuanya dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan fakta dan hasil uji empiris. The importance of creative thinking today needs no emphasis. In your profession or sphere of work you will have a competitive advantage if you develop your ability to come up with new ideas. In your personal life, too, creative thinking can lead you into new paths of creative activity. It can enrich your life – though not always in the way you expect (John Adair, 2007 : 2). Hal yang paling penting dalam berpikir kreatif diperlukan tanpa tekanan. Dalam hal ini, misalnya dalam suatu pekerjaan seseorang dituntut bagaimana dia harus berpikir kreatif dalam mengembangkan suatu desain atau produk maka hendaknya tidak ada tekanan dalam hal tersebut, tetapi tuntutan dan kompetisi yang sportif yang menjadi pemicu proses tersebut. Dengan kata lain, seorang yang berpikir kreatif hendaknya tidak dapat dipaksakan sesuai kehendak dari guru atau pemimpin, dalam lingkungan pembelajaran misalnya siswa dituntut berpikir kreatif seperti mengembangkan argumen atau masalah-masalah yang sudah berlangsung maka guru hanya sebagai fasilitator dan sebagai penengah dari hasil pemikiran mereka tersebut. Creative thinking often involves a leap in the dark. You are looking for something new. By definition, if it is really novel, neither you nor anyone else will have had that idea. Often you cannot get there in one jump. If you can hit upon an analogy of what the unknown idea may be like you are halfway there (John Adair, 2007 : 17). Berpikir kreatif sering melibatkan sebuah lompatan atau tindakan didalam kegelapan. Dari uraian tersebut dapat diartikan bahwa seorang yang berpikir kreatif selalu menemukan hal atau sesuatu yang baru, dari ide-ide baru tersebut ia akan kembangkan untuk menemukan pemecahan masalah yang baru sehingga
35
didapatkan alternatif pilihan yang lebih tepat sesuai tuntutan jaman dan sumber yang empiris. Dalam pembelajaran sejarah, konsep berpikir kreatif disini dapat kita lihat dari proses pemecahan masalah dalam pembelajaran dikelas. Pada proses pembelajaran siswa dituntut untuk mengembangkan pemikirannya dengan cara masing-masing untuk menyikapi suatu masalah atau peristiwa dalam pelajaran tersebut. Siswa dibebaskan untuk mendalami materi yang ada dengan berbagai literatur dan guru hanya sebagai fasilitator atau penengah dalam pembelajaran tersebut. Hal itu bisa juga disebut sebagai independent judgement dimana siswa dibebaskan menanggapi suatu peristiwa berdasarkan pemikiran mereka sendiri dan sumber-sumber yang akurat sehingga pola pikir dan hasil dari pembelajaran tersebut dapat ditemukan hal-hal yang tersirat dan mendapatkan sebab-akibat suatu peristiwa secara implisit dan eksplisit. Berdasarkan pemaparan tersebut terdapat beberapa kecenderungan dalam berpikir kreatif, kecenderungan tersebut antara lain; (1) adanya kecenderungan untuk melakukan eksplorasi atau pencarian hal-hal baru, (2) berpikir dengan berbagai sudut pandang, (3) diiringi dengan upaya untuk mencoba dan memperbaiki kesalahan, dan (4) memiliki kecenderungan untuk meninjau ulang langkah—langkah atau pemikiran sebelumnya. Dengan demikian dalam proses pembelajaran
kemampuan
memperbanya
aktivitas
berpikir
kreatif
dapat
siswa
dalam
menemuciptakan
mengkomunikasikannya secara efektif.
dikembangkan ide
dengan dan
36
Menurut Norris dan Ennis (dalam Brookhart, 2010: 125-126), terdapat perbedaan mendasar antara berpikir kritis dan berpikir kreatif. Berpikir kreatif itu masuk akal, produktif dan nonevaluatif, sedangkan berpikir kritis itu masuk akal, reflektif, dan evaluatif.Keduanya memiliki kesamaan yaitu masuk akal sebagai ciri pemikiran yang baik.Sedangkan perbedaannya dapat dijelaskan bahwa; (1) berpikir kreatif itu produktif, dalam pengertian ini adalah adanya sesuatu yang dibuat baik berupa konseptual atau fisikal. (2) setiap pemikiran kritis itu bersifat reflektif, sedangkan berpikir kreatif dapat bersifat reflektif atau non reflektif. (3) berpikir kreatif itu bersifat nonevaluatif sedangkan berpikir kritis itu evaluatif, dengan kata lain berpikir kreatif itu menghasilkan sesuatu sedangkan berpikir kritis itu menilai apakah sesuatu itu baik. Selain perbedaan di atas berdasarkan klasifikasi Huitt‘s (1992) serta Springer & Deutsch‘s (1993) dapat dibuat perbandingan berpikir kritis dan kreatif. Tabel 1: Perbandingan Berpikir Kritis dan Berpikir Kreatif. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Berpikir Kritis Analitis Mengumpulkan Hirarkis Peluang Memutuskan Memusat Obyektif Menjawab Otak kiri Kata-kata Sejajar Masuk Akal Ya, akan tetapi….
Berpikir Kreatif Mencipta Meluaskan Bercabang Kemungkinan Menggunakan keputusan Menyebar Subyektif Sebuah jawaban Otak kanan Gambaran Hubungan Kekayaan, kebaruan Ya, dan ………
37
Klasifikasi di atas menjelaskan bahwa kedua kemampuan berpikir tersebut memiliki wilayah kognitif yang berbeda, sehingga dalam pembelajaran keduanya dapat dikembangkan dengan pendekatan dan model yang berbeda pula. Meskipun demikian kedua kemampuan tersebut sebenarnya saling berhubungan dan dalam banyak hal akan saling mempengaruhi.
3. Sikap Patriotisme a. Pengertian Sikap Sikap atau ―attitude‖ sudah lama menjadi konsep yang dianggap penting dalam psikologi dan bahkan ilmu sosial pada umumnya. Berbagai perumusan konseptual telah dikemukakan oleh para ahli yang tentunya memiliki pijakan yang berbeda sesuai dengan latar belakang ilmunya (Nining kristanti, 2011: 20). Istilah sikap yang dalam bahasa Inggris disebut attitude pertama kali digunakan oleh Herbert Spencer, yang menggunakan kata ini untuk menunjuk suatu status mental seseorang (Heri Susanto, 2014: 18). Menurut Chava, Bagardus, La Pierre, Mead dan Gordon Allport (Dalam Heri Susanto) bahwa sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu. Kesiapan dimaksud merupakan kecendrungan potensial untuk bereaksi terhadap suatu keadaan sesuai dengan stimulus yang menghendaki respon tersebut. Respon hanya akan timbul apabila individu tersebut dihadapkan pada stimulus yang menghendaki timbulnya reaksi individu. Hal ini berarti bahwa sikap hanya akan nampak apabila terdapat sejumlah stimulus yang menyebabkan
38
seseorang individu dihadapkan pada suatu keadaan untuk memberikan suatu respon tertentu (Heri Susanto, 2014: 19). Sikap berkaitan dengan motif dan mendasari tingkah laku seseorang dan pengertian sikap sebagai suatu keyakinan, kebiasaan pendapat atau konsep. Menurut koentjoroningrat sikap adalah suatu disposisi atau keadaan mental didalam jiwa atau diri seseorang individu untuk bereaksi terhadap lingkungan, baik lingkungan manusia atau masyarakat baik fisik maupun non fisik. Sikap itu biasanya dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya yang senantiasa terarah pada suatu hal atau objek (Notonegoro dalam Nining Kristanti, 2011: 20). Sikap adalah keadaan internal seseorang yang dapat mempengaruhi tingkah lakunya terhadap suatu objek atau kejadian disekitarnya. Sikap ini merupakan suatu bentuk hasil belajar tersendiri yang selalu diharapkan di dalam suatu proses belajar, meskipun untuk mempelajarinya diperlukan waktu yang relatif lama (Toeti Soekamto, 1996: 68). Intensitas dan arah sikap dapat bervariasi dari yang positif sampai yang negatif. Meskipun pada umumnya tujuan pendidikan adalah menanamkan sikap positif, tetapi di dalam beberapa hal dalam diri mahasiswa justru perlu dikembangkan
sikap yang bersifat negatif, misalnya terhadap kecerobohan,
plagiat, menyontek, dan sebagainya (ibid). Menurut Winkel, sikap adalah kecendrungan untuk bereaksi secara positif (menerima) atau secara negatif (menolak) suatu objek berdasarkan penilaiannya, berguna atau tidak berguna baginya (Winkel, 2005: 188). Hal tersebut serupa dengan pengertian sikap dari Muhibbin Syah dimana dalam bukunya
39
mendefinisikan sikap sebagai gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecendrungan untuk mereaksi atau merespon dengan cara yang relatif tetap terhadap objek orang, barang dan sebagainya baik secara positif maupun negatif (Muhibbin Syah, 2004). Peranan dan kinerja ketiga komponen tersebut dapat dijelaskan bahwa kognisi dari suatu objek terdiri dari kepercayaan individu tentang objek apakah sesuai atau tidak untuk dirinya. Kognisi yang paling kritis terdapat dalam sikap adalah kepercayaan penilaian yang melibatkan atribut baik atau tidak baik. Komponen afeksi atau perasaan berkaitan dengan emosi terhadap objek-objek akan terasa menyenangkan atau tidak menyenangkan. Sedangkan komponen konasi atau kecendrungan bertindak meliputi semua kesiapan tingkah laku yang dikaitkan dengan sikap. Dengan demikian sikap peserta didik terhadap patriotisme dapat positif atau negatif sesuai dengan persepsinya, berguna atau tidak patriotisme baginya. Dalam bukunya, Winkel mengungkapkan bahwa ―seseorang mempunyai sikap tertentu, cenderung untuk menerima atau menolak suatu objek berdasarkan penilaiannya, apakah objek itu berguna/berharga baginya atau tidak. Bila dinilai baik untuk saya, dia akan memiliki sikap positif‖ (W.S Winkel, 2005). Pengertian sikap pada dasarnya mengacu pada tiga kerangka pemikiran, yaitu : (1) Ahli Psikologi, sikap diartikan sebagai suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek mendukung atau memihak maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak terhadap suatu objek, (2) Ahli psikologi sosial dan psikologi kepribadian, sikap merupakan kesiapan untuk
40
bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon, (3) Kelompok yang berorientasi pada triadik, sikap merupakan konstelasi komponen-komponen kognitif, afektif dan konatif yang saling berinteraksi dalam memahami, merasakan dan berprilaku terhadap objek (Saifudin Azwar, 1995: 4-5). Intensitas dalam sikap dimaksudkan bahwa kekuatan sikap pada seseorang belum tentu sama dengan orang lain. Keluasan pada sikap menunjukkan luas tidaknya cakupan aspek objek sikap yang disetujui atau tidak disetujui seseorang dapat luas ataupun sempit. Konsistensi dalam sikap dimaksudkan sebagai kesesuaian antara pernyataan sikap yang dikemukakan oleh objek atau responnya terhadap objek sikap (Nining Kristanti, 2011: 22). Sikap belum merupakan perbuatan, akan tetapi baru berupa predesposisi tingkah laku. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek dilingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek tersebut. Objek ini dapat berupa benda, orang, peristiwa, pandangan, nilai dan sebagainya. Sikap dipengaruhi oleh pemikiran, keyakinan pengetahuan dan hasil evaluasi (Nining Kristanti, ibid).
b. Patriotisme Nilai patriotisme menjadi sangat penting karena dalam perkembangan dunia yang mengglobal, tantangan kehidupan berbangsa dan bernegara semakin mudah dipengaruhi oleh budaya luar yang lebih banyak telah menggerogoti nilai-
41
nilai patriotisme. Patriotisme sering disamakan atau digabungkan dengan sikap nasionalisme. Secara substansial patriotisme adalah sikap rela berkorban serta kepeloporan terhadap bentuk perlawanan terhadap kolonialisme dan sekaligus memuat prinsip-prinsip atau nilai-nalai yaitu kesatuan, kebebasan, persaudaraan dan hasil usaha. Patriotisme adalah sikap yang berani, pantang menyerah dan rela berkorban demi bangsa dan negara. Patriotisme berasal dari kata ―patriot‖ dan ―isme‖ yang berarti sikap kepahlawanan atau jiwa pahlawan, atau ―heroism‖ dan dalam bahasa inggris ―patriotism‖ (Jurnal RR. Ardiningtiyas Pitaloka, M. Psi. Jakarta, 18 Februari 2004). Patriotisme memiliki perbedaan dengan nasionalisme. Nasionalisme lebih bernuansa dominasi, superioritas atas kelompok bangsa lain, sedangkan patriotisme lebih menekankan pada dua hal yaitu blind and constructive patriotism yaitu patriotisme buta dan patriotisme konstruktif. Patriotisme konstruktif menurut pendapat ini adalah sebuah keterikatan bangsa dan negara dengan ciri khas mendukung adanya kritik dan pertanyaan dari anggotanya terhadap barbagai kegiatan yang dilakukan/terjadi sehingga diperoleh suatu perubahan positif terhadap barbagai kegiatan yang dilakukan untuk mencapai kesejahteraan bersama (Blank, 2003 : 76). Dari pendapat ini dijelaskan bahwa patriotisme merupakan bentuk kerelaan atas sikap yang dimiliki sebagai sebuah ikatan dari warga negara untuk bersikap ikhlas berkorban demi kelompok atau ikatan sebagai warga dan bagian masyarakat. Ketika makna secara umum didefinisikan, kata patriotisme sebagai
42
bentuk kerelaan berkorban demi nusa dan bangsa dalam berperang menghadapi lawan. Namun ketika negara ini telah merdeka, maka patriotisme bernuansa lain, yakni sebagai bentuk kerelaan untuk mengabdi kepada kepentingan negara dan bangsa atau dalam ikatan kelompok dalam masyarakat (Sarijo, 2010: 14). Dalam pendapat lain, patriotisme merupakan sebuah keterkaitan (attachment) seseorang pada kelompoknya (suku, bangsa, partai politik) dan lain sebagainya. Keterkaitan ini nampak dalam hal kerelaan atas ikatan seseorang dalam mengidentifikasikan dirinya pada suatu kelompok sosial agar menjadi sebuah sikap loyal atau kesetiaan. Lahirnya patriotisme dan nasionalisme tidak dapat dilepaskan dari cita-cita kemerdekaan dan harga diri manusia yang telah diwariskan atau juga diterapkan oleh pendahulu bangsa ini. Cita-cita kemerdekaan inilah yang mendorong lahirnya negara dan bangsa. Dalam setting patriotisme dan nasionalisme tersebut mengungkapkan bahwa selama berabad-abad dahulu kesetiaan orang ditunjukkan kepada negara, berbangsa, organisasi politik, raja feodal, suku, negara kota, kerajaan dinasti dan golongan (Staub, 1997: 65). Patriot berarti pecinta atau pembela tanah air, sedangkan patriotisme adalah semangat cinta tanah air, yaitu sikap seseorang yang bersedia mengorbankan segala-galanya untuk kejayaan dan kemakmuran tanah airnya (Lukman Ali, 1995: 737). Sikap patriotisme berkaitan dengan cara pandang terhadap negara dan bangsa. Kita mengetahui bahwa indonesia merupakan suatu kesatuan yang utuh, yaitu kesatuan politik; sosial budaya; ekonomi; dan pertahanan keamanan.hal tersebut merupakan esensial dan falsafah negara yaitu pancasila dan UUD 1945 (Muadjat, 1991: 24).
43
Guru perlu memiliki sikap patriotisme yang kuat. Hal ini disebabkan sebagai posisi guru seperti halnya pendidikan, merupakan sektor yang amat penting dan strategis bagi pemerintah, keluarga, dan individu dalam kapasitasnya masing-masing. Hal tersebut berarti bahwa perencanaan pendidikan selain harus mampu mengakomodasi aspirasi pendidikan yang tumbuh dan berkembang di masyarakat;
memperhatikan
relevansinya
dengan
kebutuhan
masyarakat,
berorientasi pada ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedang dan akan berkembang, juga perlu memperhatikan keutuhan bangsa dan negara (Nining Kristanti, 2011: 26). Selanjutnya, dikemukakan bahwa jiwa nasionalisme dan patriotisme menyatu dalam suatu sumber energi untuk menjayakan bangsa, mengelola tanah air demi kemajuan dan kemakmuran bersama. Jiwa nasionalisme dimiliki setiap bangsa di dunia, baik negara kuat maupun negara lemah, negara besar maupun negara kecil. Lebih lanjut dikemukakan bahwa jiwa patriotisme adalah jiwa cinta dan kesetiaan sesama bangsa dan jiwa cinta dan kesetiaan terhadap tanah air (Roeslan Abdulgani, 1998: 13). Jiwa patriotisme tidak dapat dibeli atau dipisahkan. Dia akan tumbuh sendiri atas dasar kesadaran dan penuh rasa tanggung jawab. Kesadaran akan identitas nasional merupakan unsur-unsur dasar dari patriotisme. Jiwa nasionalisme dan patriotisme tidak pernah menjadi usang dan kolot, dan selalu relevan sepanjang masa. Di negara maju nasionalisme dan patriotisme tetap dikembangkan sekalipun gejala saling ketergantungan semakin menonjol, kerjasama antar negara tumbuh dimana-mana serta paham kewilayahan ada
44
diberbagai kawasan dunia. Jiwa patriotisme dan nasionalisme tercermin dalam sikap mandiri, meningkatkan kualitas manusia. Selanjutnya,
Ruslan
Abdulgani
(1998:
13)
menyebutkan
bahwa
patriotisme memiliki tiga unsur pokok, yaitu : (1) merupakan iman terhadap Tuhan Yang Maha Esa, (2) hasrat untuk mengelola tanah air dengan kekayaan alamnya, (3) kesediaan membela tanah air. Lebih lanjut dikatakan bahwa ilmu sejarah merupakan salah satu sumber jiwa patriotisme dan nasionalisme mempunyai peranan penting dalam menggerakkan sejarah. Yaitu merupakan dorongan bagi semangat perjuangan untuk mewujudkan cita-cita nasional. B. Penelitian Yang Relevan Sunardi (2002) dalam penelitian yang berjudul, Hubungan Sikap Terhadap Pembauran dan Pemahaman Sejarah Nasional Indonesia dengan Sikap Patriotisme Siswa, Penelitian pada Siswa Sekolah Menengah Umum (SMU) Kristen se-Kota Salatiga. Meskipun ketiga variabel penelitian tidak sama persis, akan tetapi terdapat variabel yang relevan dengan penelitian ini yaitu pemahaman sejarah dan sikap patriotisme. Pemahaman sejarah dalam penelitian sunardi adalah pemahaman Sejarah Nasional Indonesia, sedangkan dalam penelitian ini diarahkan pada pemahaman Sejarah Masa Revolusi Fisik yang merupakan bagian dari sejarah daerah Kalimantan Selatan. Sedangkan variabel Sikap Patriotisme dalam penelitian Sunardi adalah Sikap Patriotisme Siswa Sekolah Menengah Umum, sama seperti dalam penelitian ini juga menggunakan sikap patriotisme siswa sekolah menengah atas. Hasil penelitian Sunardi menunjukkan antara variabel bebas dan variabel terikat mempunyai hubungan positif yang berarti, baik
45
antara variabel X1 dengan Y, X2 dengan Y, maupun antara variabel X1, dan X2 dengan Y. Heri Susanto (2012). Hubungan Pemahaman Sejarah Masa Revolusi Fisik di Kalimantan Selatan dan Persepsi terhadap Keberagaman Budaya di Kalimantan Selatan dengan Sikap Nasionalisme Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1) Ada tidaknya hubungan pemahaman sejarah masa revolusi fisik di Kalimantan Selatan dengan sikap Nasionalisme, 2) Ada tidaknya hubungan persepsi terhadap keberagaman budaya di Kalimantan Selatan dengan sikap Nasionalisme, 3) Ada tidaknya hubungan pemahaman sejarah masa revolusi fisik di Kalimantan Selatan dan persepsi terhadap keberagaman budaya di Kalimantan Selatan dengan sikap Nasionalisme Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Unlam Banjarmasin. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif korelasional untuk memecahkan masalah. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Unlam Banjarmasin yang berjumlah 290 mahasiswa. Sampel dalam penelitian ini diambil dengan proportional
probability
sampling
sebanyak
158
mahasiswa.
Teknik
pengumpulan data menggunakan tes untuk variabel pemahaman sejarah, untuk variabel persepsi terhadap keberagaman budaya dan sikap nasionalisme menggunakan angket. Teknik analisis data menggunakan teknik analisis korelasi
46
product moment dan regresi linier ganda dengan uji prasyarat analisis yaitu uji normalitas, uji linearitas, dan uji independensi. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpukan: (1) Ada hubungan yang positif dan signifikan antara pemahaman sejarah masa revolusi fisik di Kalimantan Selatan dengan sikap Nasionalisme Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Unlam Banjarmasin (rhitung > rtabel atau 0,984 > 0,159 pada taraf signifikansi 5 %), sehingga hipotesis yang dikemukakan teruji kebenarannya, (2) Ada hubungan yang positif dan signifikan antara persepsi terhadap keberagaman budaya di Kalimantan Selatan dengan sikap Nasionalisme Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Unlam Banjarmasin (rhitung > rtabel atau 0,981 > 0,159 pada taraf signifikansi 5 %), sehingga hipotesis yang dikemukakan teruji kebenarannya, (3) Ada hubungan yang positif dan signifikan antara pemahaman sejarah masa revolusi fisik di Kalimantan Selatan dan persepsi terhadap keberagaman budaya di Kalimantan Selatan secara bersama-sama dengan sikap Nasionalisme Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Unlam Banjarmasin (rhitung > rtabel atau 0,985 > 0,159 pada taraf signifikansi 5 %), sehingga hipotesis yang dikemukakan teruji kebenarannya. C. 1.
Kerangka Berpikir
Ada hubungan positif atara pemahaman sejarah lokal dengan sikap patriotisme. Pada kerangka ini penulis menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara pemahaman sejarah lokal dengan sikap patriotisme. Hal tersebut dapat dilihat dari bagaimana siswa memahami sejarah lokal daerah mereka
47
terutama sejarah lokal Kalimantan Selatan tentang Kerajaan Banjar. Dalam materi tersebut terdapat asal mula munculnya Kerajaan Banjar, masa pemerintahannya, masa revolusi fisik melawan penjajah hingga keruntuhan Kerajaan Banjar tersebut. Seperti yang kita ketahui Kerajaan Banjar adalah kerajaan Islam di pulau kalimantan dengan wilayah kekuasaannya meliputi sebagian besar daerah kalimantan pada saat sekarang ini. Pusat Kerajaan Banjar yang pertama adalah daerah di sekitar Kuin Utara (sekarang di daerah Banjarmasin), kemudian dipindah ke martapura setelah keraton di Kuin dihancurkan oleh Belanda. Kerajaan ini berdiri pada september 1526 dengan Sultan Suriansyah (Raden Samudera) sebagai Sultan pertama Kerajaan Banjar. Kerajaan Banjar runtuh pada saat berakhirnya Perang Banjar pada tahun 1905. Perang Banjar merupakan peperangan yang diadakan kerajaan Banjar untuk melawan kolonialisasi Belanda. Raja terakhir adalah Sultan Mohammad Seman tahun 1862 - 1905, yang meninggal pada saat melakukan pertempuran dengan Belanda di Puruk Cahu. Kemunculan
Kerajaan
Banjar
tidak
lepas
dari
melemahnya
pengaruh Negara Daha sebagai kerajaan yang berkuasa saat itu. Tepatnya pada saat Raden Sukarama memerintah Negara Daha, menjelang akhir kekuasaannya dia mewasiatkan tahta kekuasaan Negara Daha kepada cucunya yang bernama Raden Samudera. Akan tetapi, wasiat tersebut ditentang
oleh
ketiga
anak
Tumenggung dan Bagulung.
Raden
Sukarama
yaitu
Mangkubumi,
48
Setelah proses islamisasi Kerajaan Banjar menjadi kerajaan Islam terbesar di kalimantan yang dapat mempersatukan beberapa kerajaan kecil di wilayah Kalimantan seperti Kerajaan Paser dan Kerajaan Kutai di kalimantan Timur, Kerajaan Kotawaringin di Kalimantan Tengah, serta Kerajaan Qodriah, Kerajaan Landak, dan Kerajaan Mempawah di Kalimantan Barat. Kerajaan Banjar juga mempunyai sejarah cukup panjang, karena diawali dari masa yang jauh sebelum masuknya pengaruh Islam, yaitu masa yang ditandai dengan berdirinya Candi Laras dan Candi Agung pada masa Hindu-Budha. Selain membahas masalah Kerajaan Banjar, siswa juga dihadapkan pada permasalahan mempertahankan daerah kekuasaan atau revolusi fisik melawan penjajah. Dalam materi soal tersebut siswa dihadapkan pada pola memahami
bagaimana
perjuangan
pahlawan
daerah
mereka
dalam
membebaskan daerah mereka dari cengkraman tangan penjajah. Disana siswa di ajak memahami bagaimana mengetahui tokoh-tokoh pejuang revolusi fisik, memahami usaha mereka melawan penjajah dan gerakan-gerakan atau strategi dalam melawan penjajah terutama saat melawan penjajah Belanda. Dari berbagai materi yang telah di pahami siswa seperti materi diatas, maka siswa semakin masuk dan mulai mengerti akan sejarah lokal daerah mereka khususnya sejarah lokal Kalimantan Selatan. Selanjutnya hasil pemahaman tadi dimasukkan dalam kerangka berpikir untuk melihat hubungan antara variabel X1 yaitu pemahaman sejarah lokal dengan variabel Y yaitu sikap patriotsme.
49
Untuk mengetahui hubungan tersebut maka perlu diadakannya penelitian disekolah berupa penyebaran angket dan soal, setelah selesai maka hasilnya dapat diketahui dengan hitungan statistik. Asumsi sementara penulis terdapat hubungan positif signifikan dari variabel pemahaman sejarah lokal (X1) dengan sikap Patriotisme (Y). Atas dasar asumsi tersebut, dapat dilihat bagaimana siswa yang memahami sejarah lokal atau sejarah daerahnya terutama sejarah Kalimantan Selatan dan mereka mengetahui serta memahami bagaimana awal munculnya Kerajaan Banjar hingga perjuangan merebut kekuasaan dari tangan penjajah membuat rasa cinta tanah air dan menghargai jasa-jasa pahlawan juga semakin tinggi sehingga dapat diasumsikan ada hubungan positif signifikan antara pemahaman sejarah lokal dengan sikap patriotisme. 2.
Ada hubungan positif antara kemampuan berpikir kritis dengan sikap patriotisme. Dalam keragka berpikir kedua ini, kita akan mengasumsikan hubungan positif antara kemampuan berpikir kritis dengan sikap patriotisme. Kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan untuk berpikir pada level yang kompleks dan menggunakan proses analisis dan evaluasi. Berpikir kritis melibatkan
keahlian
berpikir
induktif
seperti
mengenali
hubungan,
manganalisis masalah yang bersifat terbuka, menentukan sebab dan akibat, membuat kesimpulan dan mem-perhitungkan data yang relevan. Sedang keahlian berpikir deduktif melibatkan kemampuan memecahkan masalah yang bersifat spasial, logis silogisme dan membedakan fakta dan opini.
50
Keahlian berpikir kritis lainnya adalah kemampuan mendeteksi bias, melakukan evaluasi, membandingkan dan mempertentangkan. Dari pemaham diatas dapat diketahui bahwa kemampuan berpikir kritis adalah suatu kemampuan berpikir secara tajam dan selalu mencari celah atau mempertanyakan hal-hal yang dianggap kurang pas atau masih dianggap kurang dari berbagai sudut pandang. Siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis justru akan lebih sering mempertanyakan tentang kebenaran suatu fakta terutama dalam hal sejarah. Disamping itu, berpikir kritis harus selalu mengacu dan berdasar kepada suatu standar yang disebut universal intelektual standar. Universal intelektual standar adalah standardisasi yang harus diaplikasikan dalam berpikir yang digunakan untuk mengecek kualitas pemikiran dalam merumuskan permasalahan, isu-isu, atau situasi-situasi tertentu. Universal intelektual standar meliputi: kejelasan (clarity), keakuratan/ ketelitian (accuracy),
ketepatan (precision), relevansi/ keterkaitan (relevance),
kedalaman (depth). Dari paparan tersebut siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis adalah siswa yang mampu dalam melakukan pemikiran atau berpikir intelektual, berpikir terampil, berpikir spesifik dan berpikir tajam. Siswa yang berpikir intelektual mampu dan selalu mencari kejelasan dalam memahami atau menerima materi terutama materi sejarah lokal Kerajaan Banjar. Selain itu siswa yang berpikir kritis juga mampu berpikir terampil atau mencari jalan keluar dan mapu merelevansikan pikirannya dengan hal-hal yang terjadi
51
sekarang atau kontekstual, dimana siswa tidak hanya memahami suatu peristiwa sejarah hanya dari satu sudut pandang saja. Selanjutnya, dalam kemampuan berpikir kritis siswa juga mampu melakukan suatu bagian pemikiran yaitu berpikir spesifik, siswa yang berpikir spesifik mampu membedakan atau mengklasifikasikan bagaimana suatu peristiwa didaerah Kalimantan Selatan dengan daerah Jawa, dengan kata lain siswa yang memiliki kemampuan ini dapat mengetahui peristiwa yang satu dengan peristiwa yang lain atau mengklasifikasikan tokoh dalam perjuangan di Kalimantan dengan tokoh perjuangan di Jawa. Terakhir siswa yang memilki kemampuan
ini
juga
mampu
berpikir
secara
tajam
atau
selalu
mempertanyakan kebenaran suatu fakta dan mencari dari berbagai sumber untuk dijadikan sebagai acuan dalam menemukan suatu fakta baru. Dengan berbagai macam proses berpikir tersebut dapat diduga bahwa siswa yang memilki kemampuan berpikir kritis dengan berbagai macam jenis berpikirnya mampu dan berpengaruh terhadap tingginya sikap patriotisme. Sikap patriotisme disini seperti rasa cinta tanah air, rasa persatuan dan kesatuan, kebagsaan nasional, semangat bela negara dan identitas nasional. Siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis mampu juga dalam meningkatkan sikap patriotismenya terhadap negara Indonesia. Untuk mengetahui hubungan tersebut maka perlu diadakannya penelitian disekolah berupa penyebaran angket dan soal, setelah selesai maka hasilnya dapat diketahui dengan hitungan statistik. Atas dasar asumsi
52
tersebut, dengan demikian ada hubungan antara kemampuan berpikir kritis dengan sikap patriotisme. 3.
Ada hubungan positif antara kemampuan berpikir kreatif dengan sikap patriotisme. Kerangka selanjutnya adalah kerangka berpikir kemampuan berpikir kreatif dengan sikap patriotisme. Berpikir kreatif adalah berpikir secara konsisten dan terus menerus menghasilkan sesuatu yang kreatif/orisinil sesuai dengan keperluan. Orang yang kreatif biasanya : sering menolak teknik yang standar dalam menyelesaikan masalah, mempunyai ketertarikan yang luas dalam masalah yang berkaitan maupun tidak berkaitan dengan dirinya, mampu memandang suatu masalah dari berbagai perspektif,
cenderung
menatap dunia secara relatif dan kontekstual, bukannya secara universal atau absolut,
biasanya
melakukan pendekatan trial and error dalam
menyelesaikan permasalahan yang memberikan alternatif, berorientasi ke depan dan bersikap optimis dalam menghadapi perubahan demi suatu kemajuan. Siswa yang memiliki kemampuan berpikir kreatif adalah siswa yang memiliki kejeniusan karena selalu berpandangan kedepan dan tidak terkungkung pada kondisi yang ia rasakan saat ini. Dalam penelitian ini siswa yang berpikir kreatif memiliki empat sub kemampuan yaitu : mampu menemukan ide baru, mampu berpikir selektif, mampu berpikir eksploratif dan mampu mengembangkan gagasan baru.
53
Bagian pertama untuk siswa yang memiliki kemampuan berpikir kreatif adalah mampu menemukan ide baru, ide baru disini dapat berupa menemukan suatu pemecahan atau solusi dalam mempelajari sejarah lokal dan melihat secara luas bagaimana mereka dalam menghargai jasa pahlawannya. Sub bagian kedua adalah mampu berpikir secara selektif dengan kata lain siswa yang memiliki kemampuan berpikir kreatif mampu menyeleksi atau mengklasifikasikan antar peristiwa satu dengan yang lain, tokoh satu dengan yang lain serta mampu mengkriteriakan berbagai macam peristiwa sejarah baik lokal, nasional maupun dunia. Sub bagian ketiga adalah kemampuan berpikir eksploratif, siswa yang memiliki kemampuan berpikir kreatif justru mampu berpikir eksploratif atau menggali dan mengeksplorasi segala materi yang dipelajari sehingga selalu kurang puas dengan materi yang ada dan selalu menggali lebih dalam dan dalam lagi suatu fakta untuk dikembangkan
menjadi
hal
baru.
Terakhir,
setelah
siswa
mampu
mengeksplorasi maka siswa juga mampu mengembangkan gagasan baru dimana setelah ia berhasil dalam menggali atau mencari suatu kedalaman fakta sebuah materi, maka setelah itu siswa juga mampu mengembangkan hasil ekplorasinya dalam sebuah materi dan dijadikan sebagai perkembangan sebuah hasil dari gagasan baru. Untuk mengetahui bagaimana kemampuan berpikir kritis siswa disekolah maka diadakan tes berupa soal tentang pertanyaan Kerajaan Banjar yang berstandar pada kemampuan berpikir kreatif. Selanjutnya di hubungkan dengan hasil angket dari sikap patriotisme. Dalam kerangka berpikir ketiga
54
dimana dalam kerangka ini akan dicari apakah ada hubungan antara variabel X3 yaitu kemampuan berpikir kreatif dengan variabel Y yaitu sikap patriotisme. Hasil tes dan angket selesai dan hasilnya dapat diketahui dengan hitungan statistik. Atas dasar asumsi tersebut, dengan demikian diduga ada hubungan antara kemampuan berpikir kreatif dengan sikap patriotisme. 4.
Ada hubungan positif antara pemahaman sejarah lokal, kemampuan berpikir kritis dan kemampuan berpikir kreatif dengan sikap patriotisme. Kerangka berpikir terakhir adalah kerangka berpikir dimana mencari hubungan antara variabel X1, X2, X3 dengan Y. Pada kerangka ini penulis menyatakan bahwa ada hubungan positif antara pemahaman sejarah lokal, kemampuan berpikir kritis dan kemampuan berpikir kreatif dengan sikap patriotisme. Hal tersebut dapat dilihat dari bagaimana siswa memahami sejarah lokal daerah mereka terutama sejarah lokal Kalimantan Selatan tentang Kerajaan Banjar. Dalam materi tersebut terdapat asal mula munculnya Kerajaan Banjar, masa pemerintahannya, masa revolusi fisik melawan penjajah hingga keruntuhan Kerajaan Banjar tersebut. Selanjutnya, kemampuan berpikir kritis adalah suatu kemampuan berpikir secara tajam dan selalu mencari celah atau mempertanyakan hal-hal yang dianggap kurang pas atau masih dianggap kurang dari berbagai sudut pandang. Siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis justru akan lebih sering mempertanyakan tentang kebenaran suatu fakta terutama dalam hal sejarah.
55
Siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis adalah siswa yang mampu dalam melakukan pemikiran atau berpikir intelektual, berpikir terampil, berpikir spesifik dan berpikir tajam. Siswa yang berpikir intelektual mampu dan selalu mencari kejelasan dalam memahami atau menerima materi terutama materi sejarah lokal Kerajaan Banjar. Selain itu siswa yang berpikir kritis juga mampu berpikir terampil atau mencari jalan keluar dan mapu merelevansikan pikirannya dengan hal-hal yang terjadi sekarang atau kontekstual, dimana siswa tidak hanya memahami suatu peristiwa sejarah hanya dari satu sudut pandang saja. Selanjutnya, dalam kemampuan berpikir kritis siswa juga mampu melakukan suatu bagian pemikiran yaitu berpikir spesifik,
siswa
yang
berpikir
spesifik
mampu
membedakan
atau
mengklasifikasikan bagaimana suatu peristiwa didaerah Kalimantan Selatan dengan daerah Jawa, dengan kata lain siswa yang memiliki kemampuan ini dapat mengetahui peristiwa yang satu dengan peristiwa yang lain atau mengklasifikasikan tokoh dalam perjuangan di Kalimantan dengan tokoh perjuangan di Jawa. Terakhir siswa yang memilki kemampuan ini juga mampu berpikir secara tajam atau selalu mempertanyakan kebenaran suatu fakta dan mencari dari berbagai sumber untuk dijadikan sebagai acuan dalam menemukan suatu fakta baru. Kemampuan terakhir adalah kemampuan berpikir kreatif. Siswa yang memiliki kemampuan berpikir kreatif adalah siswa yang memiliki kejeniusan karena selalu berpandangan kedepan dan tidak terkungkung pada kondisi yang ia rasakan saat ini. Dalam penelitian ini siswa yang berpikir kreatif
56
memiliki empat sub kemampuan yaitu : mampu menemukan ide baru, mampu berpikir selektif, mampu berpikir eksploratif dan mampu mengembangkan gagasan baru. Bagian pertama untuk siswa yang memiliki kemampuan berpikir kreatif adalah mampu menemukan ide baru, ide baru disini dapat berupa menemukan suatu pemecahan atau solusi dalam mempelajari sejarah lokal dan melihat secara luas bagaimana mereka dalam menghargai jasa pahlawannya. Sub bagian kedua adalah mampu berpikir secara selektif dengan kata lain siswa yang memiliki kemampuan berpikir kreatif mampu menyeleksi atau mengklasifikasikan antar peristiwa satu dengan yang lain, tokoh satu dengan yang lain serta mampu mengkriteriakan berbagai macam peristiwa sejarah baik lokal, nasional maupun dunia. Sub bagian ketiga adalah kemampuan berpikir eksploratif, siswa yang memiliki kemampuan berpikir kreatif justru mampu berpikir eksploratif atau menggali dan mengeksplorasi segala materi yang dipelajari sehingga selalu kurang puas dengan materi yang ada dan selalu menggali lebih dalam dan dalam lagi suatu fakta untuk dikembangkan
menjadi
hal
baru.
Terakhir,
setelah
siswa
mampu
mengeksplorasi maka siswa juga mampu mengembangkan gagasan baru dimana setelah ia berhasil dalam menggali atau mencari suatu kedalaman fakta sebuah materi, maka setelah itu siswa juga mampu mengembangkan hasil ekplorasinya dalam sebuah materi dan dijadikan sebagai perkembangan sebuah hasil dari gagasan baru.
57
Dari paparan diatas dimana siswa yang memilki pemahaman akan sejarah lokal, memiliki kemampuan berpikir kritis dan kreatif akan dihubungkan dengan sikap patriotismenya. Untuk mengetahuinya diadakan tes untuk variabel bebas dan angket untuk variabel terikatnya. Atas dasar asumsi tersebut, dengan demikian diduga ada hubungan antara pemahaman sejarah lokal, kemampuan berpikir kritis dan kemampuan berpikir kreatif dengan sikap patriotisme. Secara skematis dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 1. Bagan Hubungan Antar Variabel
D. Hipotesis Berdasarkan rumusan masalah dan kajian teori serta kerangka berpikir maka terungkap jawaban sementara terhadap masalah dalam penelitian ini dirumuskan dalam tiga hipotesis penelitian sebagai berikut:
58
1.
Ada hubungan positif pemahaman sejarah lokal dengan sikap patriotisme siswa SMA Negeri kelas XI se Kabupaten Banjar.
2.
Ada hubungan positif kemampuan berpikir kritis dengan sikap patriotisme siswa SMA Negeri kelas XI se Kabupaten Banjar.
3.
Ada hubungan positif kemampuan berpikir kreatif dengan sikap patriotisme siswa SMA Negeri kelas XI se Kabupaten Banjar.
4.
Ada hubungan positif pemahaman sejarah lokal, kemampuan berpikir kritis dan kemampuan berpikir kreatif secara simultan dengan sikap patriotisme siswa
SMA
Negeri
kelas
XI
se
Kabupaten
Banjar.
50