BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS A. Kajian Teori
Sejak dimulainya kompetisi olimpiade pada tahun 1896 lompat jauh telah menjadi bagian dari Olimpiade modern. Lompat jauh adalah salah satu nomor perlombaan cabang olahraga atletik yang merupakan kelompok nomor lompat, yaitu; lompat jauh, lompat jauh, lompat tinggi dan lompat tinggi galah. Lompat jauh merpakan perpaduan antara lari dan lompatan atau tolakkan yang bertujuan untuk mendapatkan hasil lompatan sejauh-jauhnya. Untuk mendapatkan tujuan hasil dari tujuan lompat jauh itu sendiri memerlukan kajian dan latihan yang memadai yang berpegang pada prinsip-prinsip latihan itu sendiri. Untuk itu perlu kajian yang menyeluruh untuk mendapatkan hasil yang maksimal. 1. Lompat Jauh Lompat jauh adalah suatu akivitas gerakan yang dilakukan dengan menggunakan satu kaki sebagai tumpuan untuk mencapai lompatan yang sejauh-sejauhnya. Tujuan lompat jauh adalah untuk menjangkau suatu jarak horisontal maksimal dengan sekali lompatan (IAAF:2003:33). Menurut Aip Syarifuddin (1992:90) bahwa, ”Lompat jauh adalah suatu bentuk gerakan melompat mengangkat kaki ke atas dan ke depan dalam upaya membawa titik berat badan selama mungkin di udara (melayang di udara) yang dilakukan dengan cepat dan dengan jalan melakukan tolakan pada satu kaki untuk mencapai jarak sejauh-jauhnya”. Sedangkan menurut Engkos Kosasih (1985:76), “Lompat jauh adalah lompat untuk mencapai jarak yang sejauhjauhnya yang mempunyai unsur-unsur pokok meliputi awalan, tolakan, sikap badan ketika berada di udara, sikap badan pada waktu jatuh atau mendarat.
10
11
Gerakan lompat jauh merupakan perpaduan gerakan lari dan lompatan atau tolakan yang bertujuan memindahkan titik berat badan untuk mencapai jarak horisontal sejauh mungkin. a.
Unsur-Unsur Dasar Lompat Jauh Tujuan lompat jauh adalah untuk mencapai jarak lompatan ke depan (horisontal) sejauh mungkin. Untuk mencapai jarak lompatan yang diinginkan diperlukan kondisi fisik dan penguasaan teknik yang memadai. Menurut Gunter Bernhart (1993:45), “Unsur-unsur dasar bagi suatu prestasi pada lompat jauh dan pembangunnya adalah: 1) Faktor-faktor jasmani (fisik): terutama kecepatan, tenaga lompat dan tujuan yang diarahkan pada keterampilan 2) Faktor-faktor teknik: ancang-ancang persiapan lompat dan perpindahan fase melayang dan mendarat”. Hasil lompat jauh tergantung pada kecepatan ke depan (kecepatan horisontal), kekuatan dan kecepatan vertikal. Jess Jarver (2005:24) mengemukakan bahwa, “Jauhnya lompatan tergantung pada kecepatan lari, kekuatan dan percepatan pada saat take of (memindahkan kecepatan horisontal ke gerakan bersudut)”. Kecepatan horisontal yang dilakukan sewaktu lari awalan dan daya vertikal hasil dari kekuatan kaki tolak yang optimal akan memberikan konstribusi positif terhadap hasil lompatan yang sejauh-jauhnya.
b. Teknik Dasar Lompat Jauh Yang menjadi tujuan dari lompat jauh adalah mencapai jarak lompatan sejauh-jauhnya dengan memperhatikan unsur-unsur atau teknikteknik pokok lompat jauh. Lompat jauh pada dasarnya merupakan gabungan antara berlari cepat dan kemampuan untuk mendapatkan ketinggian lompatan. Adapun teknik-teknik pokok dalam lompat jauh adalah: lari awalan, tumpuan / tolakan, melayang di udara, mendarat.
12
IAAF (1993: 35) menyebutkan bahwa, “lompat jauh terdiri dari empat tahap: ancang-ancang/awalan, bertolak, melayang, dan mendarat”. 1) Tahap Awalan Awalan
dalam
lompat
jauh
adalah
usaha
untuk
mendapatkan kecepatan horisontal setinggi-tingginya sebelum kaki mencapai balok tumpuan. Awalan atau ancang-ancang merupakan gerakan permulaan dalam bentuk lari untuk mendapatkan kecepatan horisontal yang akan digabungkan dengan kecepatan vertikal pada saat melakukan tolakan yang menghasilkan gerakan ke atas dan ke depan. Mark Guthrie (2008:150) mengemukakan bahwa, “Tujuan awalan adalah untuk mengembangkan gerakan naik yang konsisten sambil mencapai kecepatan maksimum saat bertolak”. Konsistensi dalam mengembangkan gerakan naik dalam melakukan awalan harus terjaga dengan baik sehingga pada saat melakukan tolakan, kecepatan maksimum yang didapat
tetap terkontrol sehingga pelompat jauh
dapat mengendalikan lompatan dengan baik untuk mendapatkan tolakan optimum yang menghasilkan dorongan masa ke depan yang lebih besar saat badan melayang di udara. Selain
mengembangkan
teknik
lari
awalan
perlu
diperhitungkan dengan baik tentang lintasan awalan. Panjang ancangancang/awalan harus disesuaikan dengan masa periode atlet yang dapat dikategorikan dalam tabel berikut:
13
Tabel 1. Memilih Panjang Ancang-Ancang Periode
Remaja Putri
Remaja Putra
Prestasi top
28 – 38 meter
32 – 50 meter
(16 – 22 langkah)
(16 – 24 langkah)
Persiapan
24 – 34 meter (14 – 26 langkah)
28 – 40 meter (16 – 22 langkah)
Dasar
20 – 26 meter (12 – 16 langkah)
20 – 18 meter (12 – 18 langkah)
(Gunter Benhard, 1993: 66) Dari tabel di atas menjelaskan bahwa untuk atlet putra dan atlet putri secara periodik mempunyai kebutuhan yang berbeda dalam jumlah langkah dalam mengambil awalan/ancang-ancang. 2) Tahap Tumpuan/Tolakan
Gambar 1: Gerakan Menolak pada Lompat Jauh (IAAF, 1993: 37) Tumpuan adalah perpindahan dari gerakan horisontal ke gerakan vertikal, perpindahan yang sangat cepat antara gerakan lari awalan dan gerakan melayang di udara. Tumpuan sendiri mempunyai arti merubah gerakan lari menjadi lompatan. Jess Jarver (1982:36) mengemukakan bahwa,”Tumpuan adalah melakukan lompat tegak lurus sambil mempertahankan kecepatan horisontal”.
14
Tolakan lompat jauh dilakukan dengan menjejakkan salah satu kaki untuk menumpu tanpa langkah melebihi papan tumpu untuk mendapatkan tolakan ke depan atas yang besar. Gerakan tolakan harus dilakukan dengan tungkai yang kuat agar tercapai tinggi lompatan yang cukup tanpa kehilangan kecepatan maju. Kecepatan maju yang penuh pelompat harus mengarahkan gerakannya dari balok tolakan ke atas dengan sudut terbaik 45° (Roji, 1996:41). 3) Tahap Melayang Gerakan melayang pada saat setelah meninggalkan balok tumpuan diupayakan keseimbangan tetap terjaga dengan bantuan ayunan kedua tangan sehingga bergerak di udara. Sikap dan gerakan badan di udara sangat erat kaitannya dengan kecepatan awalan dan kekuatan
tolakan.
Mark
Guthrie
(2003:154)
menyebutkan
bahwa,”Kecepatan saat awalan dan sudut tolakan menentukan jarak yang ditempuh”. Pada tahap melayang, pelompat harus berusaha membuat sikap tertentu di udara untuk mepertahankan diri supaya tidak cepat jatuh ke tanah. Tujuannya adalah untuk mendapatkan sebuah posisi yang memaksimalkan jarak tempuh lompatan. Untuk melakukan usaha gerak mempertahankan diri udara ini terdapat beberapa teknik, yaitu: a) Teknik/Gaya Jongkok (sit down in the air)
Gambar 2: Gerakan Teknik Gaya Jongkok (IAAF, 1993: 36)
di
15
Cara melakukannya yaitu mengangkat lutut kaki ayun setinggi-tingginya kemudian diikuti oleh kaki tumpu dan sebelum mendarat kedua kaki di bawa ke arah depan. b) Teknik/Gaya Menggantung (Hanging inTthe Air/Snapper)
Gambar 3: Gerakan Teknik Gaya Menggantung (IAAF, 1993: 38) Cara melakukanya yaitu waktu menumpu kaki ayun dibiarkan tergantung lurus, badan tegak kemudian disusul oleh kaki tumpu dengan sikap lutut ditekuk sambil pinggul didorong ke depan yang kemudian kedua lengan direntangkan ke atas. Keseimbangan badan perlu diperhatikan agar tetap tepelihara hingga mendarat. c) Teknik/Gaya Berjalan di Udara (Walking inTthe Air)
Gambar 4: Gerakan Teknik Gaya Berjalan di Udara (IAAF, 1993:40) Gaya berjalan di udara terlihat seolah-olah atlet berjalan di udara. Gaya berjalan di udara merupakan suatu transisi yang lebih alami yaitu dari lari bergerak naik dengan tetap
16
menggerakkan kaki seperti orang berjalan. Kaki terus berputar seperti berjalan sambil lengan memutar ke atas dan ke bawah dalam gerak memutar. Atlet mempertahankan posisi/gerakan ini yang diakhiri dengan menggerakkan kaki ayun belakang ke depan dijulurkan bersama kaki tumpu dan selanjutnya siap mendarat. 4) Mendarat
Gambar 5: Gerakan Mendarat Lompat Jauh (IAAF, 1993: 41) Mendarat merupakan gerakan terakhir dari rangkaian gerak lompat jauh yang ikut menentukan hasil lompatan. Karena kesalahan dalam melakukan pendaratan akan berakibat tidak optimalnya hasil lompatan bahkan berakibat gagalnya prestasi yang diharapkan. Jess Jarver (1982:42) menyebutkan,”Mendarat bertujuan mendapatkan suatu posisi dengan kedua kaki menyentuh pasir sejauh mungkin di depan pusat dari gaya berat tubuh pelompat”. Prinsip dasar pelaksanaan pendaratan adalah menjaga agar badan tidak jatuh ke belakang. Karena itu, ketika sedang melakukan pendaratan, atlet perlu melenturkan pinggangnya, yang menyebabkan kepala, pundak, dan lengan bergerak maju. Gerakan ini menyebabkan reaksi dengan tubuh bagian bawah, batang kaki, dan bola kaki menjulur ke depan. Tumit menyentuh pasir dan lutut ditekan untuk memungkinkan pangkal paha bergerak ke depan sehingga badan akan terdorong ke depan.
17
c.
Peningkatan Prestasi Lompat Jauh Kecepatan merupakan komponen kondisi fisik yang sangat esensial dalam berbagai cabang olahraga, karena kecepatan melibatkan unsur-unsur fisik dasar seperti kekuatan (strength) dan daya tahan (endurance). Termasuk di dalamya cabang olahraga atletik khususnya lompat jauh dimana kecepatan lari awalan memegang peranan yang besar dalam keberhasilan prestasi lompat jauh. Para pelatih biasanya menganggap bahwa atlet lari yang paling cepat adalah calon terbaik untuk lompat jauh, tapi sebenarnya nomor ini tidak sesederhana itu. Perlu waktu dan latihan yang lama bagi atlet untuk menguasai tahapan lompat jauh. Lompat horisontal yaitu lompat jauh memerlukan mekanisme lari yang bagus dan juga kecepatan optimal saat melakukan tolakan. 1) Kecepatan Faktor penting dalam pencapaian hasil lompatan lompat jauh adalah kecepatan. Rangkaian gerakan awalan, tolak, melayang di udara dan mendarat semua mengandalkan kecepatan sebagai salah satu faktor penentu dalam mencapai prestasi lompatan yang maksimal. Kecepatan merupakan kualitas kondisional yang memungkinkan sesorang olahragawan untuk bereaksi secara cepat bila dirangsang dan untuk melakukan gerakan secepat mungkin. Menurut Harsono (1988:216), “kecepatan adalah kemampuan untuk melakukan gerakangerakan yang sejenis secara berturut-turut dalam waktu yang sesingkat-singkatnya”. Kecepatan adalah kemampuan untuk berjalan atau bergerak berpindah tempat pada semua atau bagian dari tubuh dalam waktu yang sangat cepat. Seperti semua kemampuan biomotorik, kecepatan dapat dirinci menjadi beberapa tipe/macam, yaitu: a) Kecepatan lari maksimal; seperti dalam lari sprint
18
b) Kecepatan optimal; seperti dalam lari ancang-ancang pada event lompat c) Kecepatan anggota badan, seperti lengan pelempar dalam event tolak peluru atau lempar cakram, atau kaki menumpu pada event lompat (IAAF, 1993:73). Menurut Nossek (1982:65), kualitas kecepatan dibagi menjadi tiga macam, yaitu; a) Kecepatan reaksi (reaction speed); adalah kecepatan
untuk
merespon suatu rangsangan b) Kecepatan bergerak (speed of movement); adalah kemampuan kecepatan kontraksi otot secara maksimal dalam suatu gerakan yang teputus (gerakan non siklik/gerakan eksplosif) c) Kecepatan lari cepat (sprinting speed);adalah kemampuan unuk bergerak maju ke depan dengan kekuatan dan kecepatan maksimal. Sedangkan menurut Bomba (1999:368), kecepatan dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu: a) Kecepatan Umum Adalah kapasitas untuk melakukan beberapa macam gerakan (reaksi motorik) dengan cara yang tepat. Persiapan fisik secara umum maupun khusus dapat memperbaiki kecepatan umum. b) Kecepatan Khusus Kecepatan khusus adalah kapasitas untuk melakukan suatu latihan atau keterampilan pada kecepatan tertentu. Kecepatan khusus adalah khusus untuk tiap-tiap cabang olahraga dan sebagian besar tidak dapat ditransferkan. Kecepatan khusus hanya mungkin dikembangkan melalui metode khusus, namun
19
demikian perlu dicari bentuk latihan alternatifnya. Seseorang tidak bisa berharap akan mendapat transfer positif, kecuali jika memperbaiki
struktur
gerakan
yang
mirip
dengan
pola
keterampilannya. 2) Analisis Lari Awalan Lompat Jauh Lari awalan dalam lompat jauh tidak hanya membutuhkan kecepatan lari yang maksimal saja seperti lari jarak pendek (sprint) tetapi juga kecepatan yang menguntungkan untuk gerakan lanjutan yaitu gerakan lompat (take off). “Lari ancang-ancang pada event lompat dibutuhkan kecepatan optimal”, IAAF (1993:73). Selanjutnya Mark Guthrie (2008:149) mengemukakan bahwa, “lompat jauh dan lompat jauh, memerlukan mekanisme lari yang bagus dan kecepatan yang optimal saat take off (bertolak)”. Peningkatan kemampuan kecepatan lari awalan/ancangancang yang optimal dalam lompat jauh merupakan perpaduan dari sekian banyak kemampuan yang dibangun dalam waktu yang cukup lama melalui proses latihan . Nossek (1982:89) mengemukakan bahwa, “Dengan menggunakan latihan kecepatan yang berulang-ulang juga memberikan sumbangan kepada perbaikan kecepatan” . Menurut Nossek (1982:71), latihan kecepatan asiklik dan non asiklik berpedoman pada prinsip-prinsip: a) Otot-otot dipersiapkan dengan baik selama intensitas pemanasan yang intensif, penguatan dan pengenduran otot-otot berlangsung 30 menit. b) Latihan kecepatan dilatih di dalam permulaan bagian utama unit latihan, jika otot-otot belum mengalami kelelahan. c) Intensitas maksimal dan sub maksimal harus diterapkan. Latihan dengan intensitas tinggi memerlukan konsentrasi penuh dan kualitas daya kehendak.
20
d) Jarak antara 30 - 80 meter dipandang menguntungkan untuk pengembangan kecepatan lari secara umum. e) Volume berjumlah 10 – 16 ulangan dalam 3 – 4 seri f) Kekuatan ekspolif dilakukan dengan beban tidak lebih dari 20% dari beban maksimal, meskipun demikian kekuatan ditingkatkan dengan mengorbankan kecepatan. g) Jarak waktu antara ulangan tunggal sampai 3 menit, sedangkan jarak waktu rekaveri antara seri-seri sampai 6 menit. h) Interval adalah aktif, agar selalu menjaga organisme dalam keadaan siap yang efektif untuk bebean berikutnya. i) Kecepatan dapat dilatih setiap hari, bahkan untuk yang bukan pelari cepat. Namum demikian, tidak setiap latihan yang berturutturut harus dilaksanakan sampai intensitas maksimal. Biasanya untuk yang bukan spesialis 2 – 3 unit per minggu sudah cukup. j) Dalam latihan tahunan, prinsip peningkatan kecepatan secara bertahap harus diikuti dengan dengan tegas. k) Cara-cara latihan utama adalah metode ulangan dan interval intensif. 3) Peningkatan Kecepatan Lari Awalan Lompat Jauh Menurut pendapat beberapa ahli banyak faktor yang mempengaruhi kecepatan lari seseorang. Menurut Jarver (1974:45), bahwa faktor yang mempengaruhi kecepatan lari adalah: 1) koordinasi neuromuskuler, 2) power, 3) elastisitas otot, 4) mobilitas dan kualitas teknik, dan 5) produksi energi secara biomekanika. Menurut Rushal & Pyke (1990:269), latihan lari cepat sebagai metode latihan fisik dapat dibedakan menjadi 3 macam latihan, yaitu: 1) Ultra short Interval sprint training 2) Short interval sprint training, dan3) Sustained sprint training. Selanjutnya Rushal
21
&Pyke (1990:269-271) mengemukakan bahwa, untuk meningkatkan kecepatan lari mengikuti pedoman sebagai berikut: a) Jika latihan tergolong “Ultra short Interval sprint training”, maka pedoman yang dipakai adalah: (1) durasi periode kerja : 3 – 6 detik (2) intensitas kerja
: 100% (maksimal)+
(3) durasi pulih asal
: 30 – 45 detik
(4) repetisi
: sampai penampilan mulai memburuk
(5) sistem energi
: alactacid (ATP-PC)
b) Jika latihan tergolong “Short Interval sprint training”, maka pedoman yang dipakai adalah: (1) durasi periode kerja
: 6 – 15 detik
(2) intensitas kerja
: 100% (maksimal)
(3) durasi pulih asal
: 1 – 2 menit
(4) repetisi
: sampai lelah atau penampilan
memburuk (5) sistem energi
: alactacid (ATP-PC) dengan sedikit lactacid pada interval yang lama
c) Jika latihan tergolong “Sustained sprint training”, maka pedoman yang dipakai adalah: (1) durasi periode kerja: 20 – 45 detik (2) intensitas kerja
: 95%
(3) durasi pulih asal
: 3 – 5 menit
(4) repetisi
: 5 - 10
(5) sistem energi
: alactacid (ATP-PC), lactacid dan sedikit aerobic pada interval yang lama.
22
d. Peningkatan Keterampilan Gerak Lari Awalan Lompat Jauh Kecepatan yang diperlukan dalam awalan lompat jauh adalah kecepatan optimal. Selain mengembangkan kecepatan maksimal, pelatih dituntut mengembangkan kecepatan yang terkontrol . Lebih lanjut optimal bisa diartikan sebagai usaha mengembangkan kecepatan maksimal dan mengembangkan biomekanika keterampilan gerak yang menguntungkan untuk gerakan selanjutnya yaitu take off (bertolak). Dalam pengelompokan keterampilan gerak, lompat jauh merupakan
kelompok
keterampilan
kombinasi
asiklik,
dimana
keterampilan teknik ini dihasilkan atas hubungan gerakan siklik (gerakan lari dalam ancang-ancang) ke gerakan asiklik (gerakan melompat). Walaupun begitu semua aksi tersebut merupakan sebuah mata rantai (gerakan yang utuh). Menurut Sugiyanto, dkk. (1998:289), keterampilan gerak bisa diartikan sebagai kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas gerak tertentu dengan baik. Semakin baik penguasaan gerak keterampilan, maka pelaksaaanya akan efesien. Dengan kata lain bahwa efesiensi pelaksanaan diperlukan untuk melakukan gerakan keterampilan, efisiensi pelaksanaan bisa dicapai apabila secara mekanis gerakan dilakukan dengan benar. Puncak keterampilan gerak adalah fase otonom, dimana keterampilan gerak dapat dilakukan walaupun pada saat bersamaan melakukan aktivitas kognitif yaitu melakukan perencanaan gerak dan urutan rangkaian gerakan yang akan dilakukan. Gerak otonom ini dapat terbentuk melalui proses berlatih atau praktik berulang-ulang dalam waktu yang relatif lama (Sugiyanto, 2007:94). Peningkatan prestasi lompat jauh akan dapat dicapai dengan mengembangkan
awalan
dengan
maksimal
yaitu
selain
untuk
mendapatkan kecepatan maksimal pada saat menolak dibutuhkan gerakan awalan yang mengembangkan gerakan naik yang konsisten.
23
Karena itu perlu dikembangkan metode latihan yang bisa menghasilkan kecepatan maksimal sekaligus mendapatkan gerakan awalan yang menguntungkan untuk gerakan selanjutnya.
2.
Latihan Fisik Latihan fisik merupakan kegiatan sistematis yang terencana dan terukur dalam upaya meningkatkan atau mencapai prestasi yang optimal. Seperti yang dikemukakan oleh Bompa (1990:3) bahwa, “Latihan merupakan suatu aktifitas olahraga yang sistematik dalam waktu yang lama, ditingkatkan secara progresif dan individual, yang mengarah pada ciri-ciri fungsi fisiologis dan psikologis manusia untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan”. Melalui latihan kemampuan seseorang dapat meningkatkan sebagian besar sistem fisiologi, keampuan tersebut sebagai wujud dari adaptasi tubuh terhadap
beban
yang
diberikan.
Selanjutnya
Bompa
(1990:23)
mengemukakan bahwa, “Secara fisiologi latihan fisik bertujuan untuk memperbaiki sistem dan fungsi organ tubuh agar dapat menghasilkan kinerja yang lebi baik, sehingga dapat berprestasi lebih baik”. Defenisi lain juga dikemukakan oleh para ahli mengenai pengertian dari latihan, Nosseck (1982:10) menyatakan bahwa, “Latihan adalah suatu proses atau dengan kata lain periode yang berlangsung selama beberapa tahun sampai atlet tersebut mencapai standar penampilan yang tinggi”. Menurut Harsono (1988:101), “Latihan adalah proses yang sistematis dari berlatih atau bekerja, yang dilakukan secara berulang-ulang, dengan kian hari kian menambah jumlah beban latihan atau pekerjaannya”. Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, bisa diuraikan bahwa latihan fisik adalah suatu aktifitas fisik yang dilakukan secara sistematis, dengan cara berulang-ulang dengan periode yang lama dan berkelanjutan ditingkatkan secara
progresif dan individual
dengan
tujuan untuk
meningkatkan respon fisiologi terhadap intensitas, durasi dan frekuensi
24
latihan, yang mengarah pada ciri-ciri fungsi fisiologis dan psikologis manusia dengan pola dan metode tertentu bertujuan memperbaiki sistem dan fungsi organ tubuh agar dapat menghasilkan kinerja yang lebih baik untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan yaitu meningkatkan prestasi atlet. a. Tujuan Latihan Fisik Upaya latihan seseorang yang maksimal harus memiliki tujuan yang hendak dicapai baik secara khusus maupun umum.
Menurut
Harsono (1988:100) menyebutkan bahwan tujuan serta sasaran utama dari latihan fisik
adalah untuk
membantu
atlet
meningkatkan
keterampilan dan prestasinya semaksimal mungkin. Keberhasilan dalam penampilan gerak di dalam berlatih tidak hanya ditentukan oleh pencapaian domain fisik saja, melainkan mencakup semua aspek baik psikomotor, afektif maupun kognitif. Secara umum Bompa (2009:4) menjelaskan bahwa tujuan latihan adalah: 1) Untuk mencapai dan memperluas perkembangan fisik seseorang secara menyeluruh 2) Untuk menjamin dan memperbaiki perkembangan fisik khusus 3) Untuk memoles dan menyempurnakan teknik olahraga yang dipilih 4) Mmeperbaiki dan menyempurnakan strategi yang penting yang dapat diperoleh dari belajar taktik lawan berikutnya 5) Menanamkan kualitas kemauan 6) Untuk mempertahankan keadaan kesehatan setiap atlet 7) Untuk mencegah cidera 8) Untuk menambah pengetahuan setiap atlet b. Prinsip-Prinsip Latihan Seluruh program latihan sebaiknya menerapkan prinsip-prinsip latihan. Dengan mengetahui prinsip-prinsip latihan diharapkan prestasi seorang atlet akan cepat meningkat. Menurut Fox, Bowers & Foss
25
(1988:286), “prinsip dasar dalam program latihan adalah: 1) mengetahui sistem energi utama yang dipakai untuk melakukan suatu aktivitas, dan 2) kemudian, melalui prinsip overload untuk menyusun satu program latihan yang akan mengembangkan sistem energi yang khusus yang lebih daripada yang lain”. IAAF (1993:61) menyebutkan untuk menghasilkan program jangka panjang yang efektif, memerlukan tiga azas/ prinsip yang paling penting, yaitu 1) Hukum Beban lebih/Overload 2) Hukum Kompensasi/ Reversibility 3) Hukum kekhususan/specificity. 1) Hukum Beban Lebih (overload) Latihan beban lebih bisa diterapkan terhadap semua unsur latihan, yaitu terhadap latihan teknik, taktik, fisik maupun mental. Prinsip beban lebih merupakan prinsip yang sangat mendasar yang perlu diketahui dan diterapkan
dalam latihan cabang olahraga.
Yusuf Hadisasmita & Aip Syaifuddin (1996:131) mengemukakan bahwa prinsip beban lebih adalah ”latihan yang menekankan pada pembebanan latihan yang lebih berat daripada yang mampu dilakukan oleh atlet”. Beban latihan berfungsi sebagai suatu stimulus dan mendatangkan suatu respon dari tubuh atlet. Apabila beban latihan lebih berat daripada beban normal pada tubuh maka tubuh akan mengalami kelelahan sehingga tingkat kebugaran akan menjadi lebih rendah dari tingkat kebugaran normal. Jika pembebanan optimal (tidak terlalu ringan dan juga tidak terlalu berat) maka setelah pemilihan penuh tingkat kebugaran akan meningkat lebih tinggi daripada tingkat sebelumnya. Di dalam prinsip beban lebih (overload) terdapat beberapa faktor
yang
dapat
mempengaruhi
keberhasilan
program
26
latihan.Faktor-faktor tersebut menurut Fox, Bowers & Foss (1988:289) adalah: a) Intensitas Latihan (Intensity of training) Intensitas latihan adalah dosis beban latihan yang harus dilakukan atlet dalam suatu program latihan tertentu. Intensitas yang diberikan tidak boleh terlalu rendah atau terlalu ringgi. Apabila intensitas terlalu rendah maka pengaruh latihan sangat kecil atau bahkan tidak ada sama sekali. Sebaliknya apabila terlalu tinggi dapat berakibat terjadinya cedara atau sakit.
Jadi
dalam
menentukan
intensitas
latihan
harus
memperhatikan kemampuan maisng-maing atlet. Dalam menentukan dosis latihan ada tiga cara yang bisa dicapai sebagai patokan ambang rangsang, yaitu : denyut nadi, asam laktat, dan ambang rangsangan anaerobik. Cara yang temudah adalah dengan pengukuran perhitungan denyut nadi. b) Frekuensi Latihan (Frequency of training) Yang dimaksud dengan frekuensi latihan adalah jumlah latihan intensif yang dilakukan dalam satu minggu. Untuk menentukan frekuensi latihan harus memperhatikan kemampuan seseorang, sebab kemampuan setiap orang tidak sama dalam beradaptasi dengan program latihan. Bila frekuensi latihan terlebih dapat mengakibatkan cedera, tetapi bila frekuensi kurang maka tidak memberikan hasil karena otot sudah kembali pada kondisi semua sebelum latihan Jumlah frekuensi latihan tergantung pada jenis, sifat dan karakter olahraga yang dilakukan. Latihan sebaiknya dilakukan 3 kali dalam satu minggu untuk memberikan kesempatan bagi tubuh beradaptasi dengan beban latihan. Sajoro (1995 : 35) mengemukakan bahwa : Program yang dilaksanakan 4 kali
27
setiap minggu selama 6 minggu cukup efektif, namun para pelatih cenderung melaksanakan 3 kali setiap minggu untuk menghindari terjadinya kelelahan yang kronis, dengan lama latihan yang dilakukan selama 6 minggu atau lebih. c) Lama Latihan (Duration of training) Lama latihan atau durasi latihan adalah beberapa minggu atau bulan program latihan itu dijalankan, sehingga seorang atlet dapat mencapai kondisi yang diharapkan. Lama latihan tertentu berdasarkan kegiatan latihan per minggu, per bulan atau aktivitas latihan yang dilakukan dalam jangka waktu per menit atau jam. Lama latihan berbanding terbalik dalam intensitas latihan. Bila intensitas latihan tinggi maka durasi latihan lebih singkat, sebaliknya bila intensitas latihan rendah maka durasi latihan lebih panjang. Fox dan Sajoto (1995:7) menyatakan bahwa “lama latihan hendaknya dilakukan 4–8 minggu”. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Pate R.R (1993:318) lama pelatihan 6–8 minggu akan memberikan efek yang cukup baik yang berlatih. Sedangkan Harsono (1988:117) berpendapat bahwa “ untuk tujuan olahraga prestasi, lama latihan 45 – 120 menit dan untuk olahraga kesehatan lama latihan 20 – 30 menit dan “traning zone” 2) Hukum Kompensasi / Reversibility Bila atlet tidak melakukan latihan secara teratur maka tidak ada pembebanan dan tubuh tidak perlu untuk menyesuaikan diri. Bila pelatih menerapkan beban latihan yang sama terus menerus kepada seorang atlet maka terjadi penambahan awal dalam kesegeran/fitness ke suatu tingkat dan kemudian akan tetap pada tingkat itu.
28
Pemberian beban latihan yang berbeda akan memberikan pengaruh yang berbeda pula terhadap kondisi fisik seorang atlet. Peningkatan pembebanan progresif dan dilakukan secara teratur akan mengarah ke penyesuaian yang progresif dan kompensasi lebih ke tingkat fitness yang lebih tinggi. 3) Hukum kekhususan / specificity Hukum kekhususan adalah bahwa beban latihan yang alami menentukan efek latihan. Latihan harus secara khusus untuk efek yang diinginkan. Metode latihan yang diterapkan harus sesuai dengan kebutuhan latihan. Beban latihan menjadi spesifik ketika itu memiliki rasio latihan (beban terhadap latihan) dan struktur pembebanan (intensitas terhadap beban latihan) yang tepat. Intensitas latihan adalah kualitas atau kesulitan beban latihan. Mengukur intensitas tergantung pada atribut khusus yang dikembangkan atau diteskan. Kecepatan berlari diukur dalam meter per detik (m/dtk) atau langkah per detik (m/sec). kekuatan diukur dalam pound, kilogram, atau ton. Lompat dan lempar diukur oleh tinggi, jarak, atau jumlah usaha. Intensitas usaha berdasarkan pada persentase usaha terbaik seseorang, Volume latihan yaitu jumlah seluruh latihan (dalam istilah) waktu, jarak, akumulasi berat dan sebagainya ketika durasi beban adalah porsi beban yang disediakan untuk satu unit atau tipe latihan.
c. Sistem Energi Latihan Menurut Fox, Bowers & Foss (1988:286), “prinsip dasar dalam program latihan adalah 1) mengetahui sistem energi utama yang dipakai untuk melakukan suatu aktivitas, dan 2) kemudian, melalui prinsip overload
untuk
menyusun
satu
program
latihan
yang akan
29
mengembangkan sistem energi yang khusus yang lebih daripada yang lain”. Menurut Fox (1984 : 34-36), sistem energi berdasarkan waktu penampilan olahgara secara umum dibedakan menjadi 4 (empat) bidang, yaitu : 1) Bidang I, semua aktivitas yang memerlukan waktu penampilan kurang dari 30 detik. Sistem energi utama yang terlibat adalah ATPCP, contoh olahraganya adalah lari 100 m, pukul dalam tenis dan golf, gerakan lari pemain belakang sepakbola. 2) Bidang 2, semua aktivitas yang memerlukan waktu penampulan antara 30 detik sampai 1 ½ menit. Sistem energi utama yang terlibat adalah ATP-PC dan asam laktat. Contoh olahraganya adalah lari 200 meter dan 400 meter, renang gaya bebas 100 meter. 3) Bidang 3, semua aktivitas yang memerlukan waktu penampilan antara 1 ½ menit sampai 3 menit. Sistem energi utama yang terlibat adalah asam laktat dan Oksigen, contoh olahraganya adalah lari 800 meter dan 1500 meter, renang gaya bebas 200 dan 400 meter, nomor-nomor senam, tinju (3 menit tiap ronde) dan gulat (2 menit tiap babak) 4) Bidang 4, semua aktivitas yang memerlukan waktu penampilan lebih dari 3 menit. Sistem energi utama yang terlibat adalah Oksigen. Contoh olahraganya adalah lari marathon, renang gaya bebas 1500 meter dan jogging. Berdasarkan pendapat diatas, lompat jauh merupakan olahraga yang masuk pada bidang I, karena lompat jauh menggunakan rangkaian aktivitas awalan berupa lari cepat, gerakan menolak dengan menggunakan power otot tungkai yang cepat dan gerakan selanjutnya juga dilakukan dengan sangat cepat kurang dari 30 detik, sehingga sistem energi utama untuk lompat jauh adalah ATP-PC.
30
Sedangkan karakteristik umum dari sistem energi tersebut, dapat dilakukan dalam tabel dibawah ini : Tabel 2: Karakterisitik Umum Sistem Energi (Fox, 1984: 22) Sistem APT-PC Anaerobik (tanpa oksigen) Sangat cepat Bahan bakar kimia : PC
Produksi ATP sangat terbatas Penyimpanan / penimbunan di otot terbatas Menggunakan aktivitas lari cepat atau berbagai power yang tinggi, waktu aktivitasnya pendek
3.
Sistem Lactid Acid
Sistem Oksigen
Anaerobik
Aerobik
Cepat Bahan bakar makanan : Glikogen
Lambat Bahan bakar makanan : glikogen dan protein Produksi ATP tidak terbatas Dengan memproduksi, tidak melelahkan Menggunakan daya tahan atau aktivitas dengan durasi panjang
Produksi ATP terbatas Dengan memproduksi Lactid Acid menyebabkan kelelahan Menggunakan aktivitas dengan lama 1-3 menit
Metode Latihan untuk Peningkatan Prestasi Lompat Jauh Membahas peningkatan prestasi lompat jauh tidak bisa lepas dari beberapa unsur dasar dan pembangunnya. Kondisi fisik dan penguasaan teknik yang memadai sangat diperlukan dalam upaya usaha itu. Dari sekian unsur yang ada, kecepatan memiliki peran yang besar dalam pencapaian prestasi lompat jauh yang maksimal. Seperti yang dikemumakan oleh Jarver (1974:52), bahwa: “Kecepatan meyakinkan menyumbang dalam prestasi lari cepat (sprint) dan lompat horisontal”. Menurut Edward. L. Fox, Bowers and Foss (1988:315), metode latihan menurut sistem energi yang digunakan terbagi menjadi beberapa kelompok menurut jarak yang akan digunakan. Untuk melatih kecepatan lari jarak pendek, melalui metode: 1) Acceleration Sprints, 2) Hollow Sprints, 3) Interval Training, 4) Sprint Training.
31
Dari uraian tersebut di atas peneliti menggunakan metode latihan acceleration sprint dan sprint training sebagai upaya meningkatkan kecepatan lari yang optimal yaitu untuk mendapatkan kecepatan maksimal yang terkontrol dalam lari awalan lompat jauh. Kedua metode ini mempunyai kesamaan dan perbedaan karakteristik. Selain itu keduanya juga mempunyai kelebihan dan kelemahan, sehingga diharapkan dengan metode latihan ini akan didapatkan kecepatan awalan yang ideal untuk lari awalan lompat jauh. a. Metode Latihan Acceleration Sprint Metode latihan acceleration sprint adalah bentuk latihan lari yang mengembangkan perpindahan kecepatan lari secepat mungkin untuk mencapai kecepatan maksimum. “Peningkatan kecepatan yang secepat mungkin disebut sebagai akselerasi” (Nossek:1982:90). Menurut Harsono (1998:218), adalah, “Latihan acceleration sprint adalah latihan lari mulai
lambat makin lama makin
cepat“.Sedangkan Fox, Bowers & Foss (1988:314) mendefinisikan bahwa, “lari cepat akselerasi adalah peningkatan secara bertahap pada kecepatan lari dari lari lambat (jogging) ke langkah lebih cepat (striding) kemudian lari cepat (sprinting) yang berjarak 50 yard, 110 yard, atau 120 yard pada masing-masing bagian diikuti berjalan (walking) sebagai rekaverinya”. Menurut definisi para ahli tersebut di atas mengemukakan bahwa metode latihan acceleration sprint memiliki beberapa komponen yang terdiri dari: Jogging, striding, sprinting, dan walk yang akan diuraikan sebagai berikut: Jogging adalah lari dengan peralahan-lahan hampir tanpa tenaga,
dilakukan
dengan
santai
tetapi
bukan
berjalan
(Syarifudin:1985:51). Joging biasanya dilakukan dalam tempo yang tenang, langkah kaki tidak dilakukan dengan eksplosif, fase melayang
32
singkat dan kaki mendarat pada seluruh bagian telapak kaki, mulai dari tumit kemudian menuju ke ujung kaki. Selain gerakan kaki, faktor lain yang penting dalam joging adalah gerakan lengan. Gerakan lengan membantu meminimalkan rotasi batang tubuh. Ayunan lengan harus santai dan bergerak seirama dengan langkah kaki. Makin cepat seseorang bergerak maju, makin intensif gerakan lengannya dan ini berlaku sebaliknya, semakin lengan digerakan kuat dan cepat akan mempengaruhi gerakan kaki bergerak lebih cepat. Menjaga gerakan lengan penting dilakukan ayunkan lengan keatas dan kebawah ke arah tulang dada dan pinggang dengan gerakan sedang. Striding adalah teknik lari dengan menggerakan/mengayunkan kaki ke depan lebih lebar dengan mengangkat paha lebih tinggi. Momentum ayunan lutut akan menarik badan ke depan yang akan meningkatkan kecepatandibanding jogging. Stridingpada lari dilakukan dengan gerakan melangkahkan kaki, striding yang baik adalah yang panjang, teratur dan efisien, laju kedepan tidak terlalu meloncat-loncat, kaki depan dilemparkan dan diayunkan sedikit kedepan di depan lutut, tidak dibelakang lutut dan tungkai bawah, dan tidak sampai lurus (Syarifudin, 1985:61). Komponen sprint dan walk tidak diuraikan di sini karena akan diuraikan di bab berikutnya. Pada latihan acceleration sprint yang lebih ditekankan adalah melatih panjang langkah dengan intensitas semakin lama semakin tinggi. Pendesainan sebuah program pelatihan untuk mengembangkan energi yang spesifik menjadi satu hal yang perlu diperhatikan, sebuah program pelatihan harus terseleksi untuk meningkatkan kapasitas fisiologi dari sistem energi yang dirancang. Prestasi yang meningkat sering hasil dari suatu program latihan yang direncanakan dengan teliti yang bertujuan meningkatkan kemampuan dari sistem energi khusus dan otot-otot (PASI:1993:20)
33
Metode latihan lari cepat akselerasi mengembangkan sistem energi: 1) ATP-PC dan LA sebesar 90%, 2) LA dan O2 sebesar 5%,3) O2 sebesar 5%. (Fox, Bowers & Foss, 1988:316). Dan menurut Wilt in Falls (1968:407) bahwa latihan cepat akslerasi mengembangkan: 1) kecepatan sebesar 90%, 2) daya tahan anaerobik sebesar 5% dan, 3) daya tahan aerobik 5%. Selain itu acceleration sprint memiliki dan mngembangkan karakteristik biomekanika umum, diantaranya adalah: Tabel 3: Biomekanika Umum Acceleration Sprint Postur saat berlari Lebar langkah
Condong ke depan Lebih pendek
Frekuensi lamgkah
Sub maksimum
Sudut lutut minimum mendekati mid support
Lebih kecil
Hyperextension pada pinggul
Lebih kecil
Waktu kontak dengan tanah/lantai
Lebih panjang
(KOI-ASCA, 2010: 6) Penerapan metode acceleration sprint dalam satu unit latihan memiliki keuntungan dan kelemahan yang antara lain sebagai berikut:
34
Tabel 4: Keuntungan dan Kekurangan Metode Latihan Acceleration Sprint Keuntungan Efektif
untuk
Kelemahan
mengembangkan Kurangnya frekuensi latihan ke-
langkah (stridle lenght) pada lari cepatan dengan intensitas makcepat, frekuensi langkah pada lari simal karena dalam pelaksanaan cepat dan pengembangan kekuatan hanya sekitar sepertiga dari jarak otot.
yang ditempuh yang merupakan kecepatan
denang
intensitas
maksimal. Resiko kemungkinan cedera otot kecil, karena peningkatan kecepatan sedikit demi sedikit dari lari pelan (jogging)
ke
langkah
panjang
(striding) dan akhirnya lari cepat (sprint). Penguasaan tercapai,
teknik
karena
lebih
dalam
cepat metode
latihan acceleration sprint terdapat session latihan dengan intensitas yang berbeda yang mungkin bisa untuk memperbaiki teknik yang salah
b. Metode Latihan Sprint Training Latihan sprint training adalah pengembangan skill yang dilakukan dengan kecepatan tinggi yang dilakukan dengan teratur dengan kecepatan maksimum yaitu berlari dengan jarak-jarak pendek dengan
35
sekuat tenaga. Fox, Bowers & Foss (1988:315), mendifinisikan sprint training adalah lari cepat yang dilakukan dengan kecepatan maksimal, berulang-ulang dengan diselingi periode pulih asal (recavery) dengan sempurna diantara ulangan yang dilakukan. Metode latihan lari
sprint training mempunyai pengertian
yang sama dengan Short sprint training yang merupakan salah satu metode latihan yang mengembangkan kecepatan (sistem ATP-PC) dan kekuatan otot. Tipe latihan sprint training terdiri dari lari cepat dengan beberapa ulangan dengan kecepatan maksimal. Metode ini menggunakan jarak tertentu, kecepatan yang konstan dan periode pulih asal yang panjang guna mempertahankan bentuk dan tingkat kualitas yang diperlukan. Durasi ulangan harus dilakukan dengan singkat yaitu 5-10 detik, agar kecepatan maksimal dapat dicapai tanpa terjadi kelelahan dini. Ada beberapa literatur mengenai pulih asal untuk sprint training sangat beragam, diantaranya sebagai berikut: 1) Menurut Nossek (1982:71), lari cepat berulang 10-16 kali ulangan dalam 3-4 seri pada jarak 30-80 meter dengan kecepatan maksimal dapat diselingi pulih asal aktif diantara ulangan yang dilakukan, 2) Menurut Hazeldine (1985:103), lari cepat berulang pada jarak 20-70 meter dengan kecepatan maksimal dan diselingi pulih asal joging diantara ulangan yang dilakukan, 3) menurut Fox, Bowers & Foss (1988:315), lari cepat berulang-ulang pada jarak 60-70 yard dengan pulih asal sempurna diantara ulangan yang dilakukan. Metode sprint trainingmengembangkan sistem energi: 1) ATPPC dan LA sebesar 90%, 2) LA dan O2 sebesar 6%,3) O2 sebesar 4%. (Fox, Bowers & Foss, 1988:316). Dan menurut Wilt in Falls (1968:407) bahwa latihan sprint training mengembangkan: 1) kecepatan sebesar 90%, 2) daya tahan anaerobik sebesar 6% dan, 3) daya tahan aerobik 4%.
36
Sprint training juga memiliki karakteristik sendiri yang berbeda dengan metode latihan dalam mengembangkan kecepatan, diantaranya adalah: Tabel 5: Biomekanika Umum Sprint Training Postur saat berlari
Tegak
Lebar langkah
Lebih panjang
Frekuensi lamgkah
Maksimum
Sudut lutut minimum mendekati mid support
Lebih besar
Hyperextension pada pinggul
Lebih besar
Waktu kontak dengan tanah/lantai
Lebih pendek
(KOI-ASCA, 2010: 6) Sama dengan acceleration sprint, sprint training juga memiliki karakteristik sendiri yang berbeda dengan metode latihan dalam mengembangkan kecepatan,penerapan metode latihan inidalam suatu unit latihan juga memiliki keuntungan dan kekurangan seperti metode latihan sebelumnya, yaitu sebagai berikut:
37
Tabel 6: Keuntungan dan Kekurangan Latihan Sprint Training Keuntungan
Kekurangan
Efektif mengembangkan panjang Kurang efektif mengembangkan langkah pada lari awalan lompat frekuensi langkah pada lari awalan jauh
lompat jauh
Efektif untuk mengembangkan Kurang efektif mengembangkan kecepatan
maksimum
kekuatan otot
dan kecepatan reaksi terutama pada saat
perpindahan
kecepatan
horisontal ke kecepatan vertikal Resiko cidera otot kaki bagi atlet pemula tinggi, karena atlet berlari dengan kecapatan maksimum sejak awal
4.
Power Otot Tungkai a. Power Sebagai aktifitas fisik, lompat jauh
memerlukan
power
sebagai komponen penentu dalam pencapaian prestasi maksimal. Aktifitas gerak yang dihasilkan merupakan adanya otot, tulang, persendian, ligamen, tendon yang bekerja secara sinergis melalui tarikan otot serta jumlah otot yang diaktifkan. Beberapa pendapat berkaitan dengan power disampaikan oleh beberapa ahli diantaranya adalah:Harsono (1988:200) menyatakan bahwa, “Power adalah kemampuan otot untuk mengerahkan kekuatan
38
maksimal dalam waktu yang sangat cepat”. Menurut Rushall & Pyke (1992:252) bahwa, ”Power dideskripsikan sebagai fungsi dari kekuatan dan kecepatan dari gerakan”. Sedangkan menurut Suharno (1993:59) bahwa,”Power adalah kemampuan otot atlet untuk mengatasi tahanan beban dengan kekuatan dan kecepatan maksimal dalam satu gerak yang utuh”. Power adalah kekuatan otot yang bekerja dalam waktu singkat. Menurut Bompa (1999: 61), power adalah kemampuan otot untuk mengeluarkan kekuatan maksimal dalam waktu yang amat singkat. Rumus yang digunakan dalam power adalah: power atau daya ledak otot= kerja atau waktu= kekuatan x jarak tempuh. Kekuatan adalah kemampuan komponen fisik seseorang dalam mempergunakan otot untuk menerima beban sewaktu bekerja, sedangkan Kecepatan adalah kemampuan untuk melakukan gerakan yang sejenisnya secara berturut-turut dalam waktu yang singkat.
Dari batasan-batasan di atas dapat disimpulkan bahwa power adalah kemampuan untuk mengerahkan kekuatan otot dan kecepatan otot dalam waktu singkat. Kualitas power tercermin dari perbaduan dua unsur komponen fisik yaitu antara kekuatan otot dan kecepatan otot dalam menghasilkan gerak yang kuat dan cepat. Semakin kuat dan cepat tenaga yang dimiliki semakin besar daya yang dihasilkan. b. Otot Tungkai Otot adalah jaringan yang mempunyai kemampuan khusus yaitu berkontraksi. Gerakan akan terjadi apabila otot-otot pada tubuh berkontraksi sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Di dalam tubuh dikenal ada tiga jenis otot, yaitu: 1) Otot rangka (Skeletal muscle)
Otot rangka merupakan sejenis otot berstria yang menghubungkan antara satu tulang ke tulang yang lain. Otot rangka digunakan untuk pergerakan dan menjaga sikap badan. 2) Otot polos (Smooth muscle)
39
Otot polos ditemukan dalam dinding-dinding organ dan struktur seperti kerongkongan , lambung , usus , bronchi , rahim , uretra , kandung kemih , pembuluh darah , dan pili arrector di kulit Tidak seperti otot rangka, otot polos tidak berada di bawah kendali kesadaran. 3) Otot jantung (Cardiac muscle)
Otot jantung juga merupakan "otot polos" tapi lebih mirip dengan struktur otot rangka, dan ditemukan hanya dalam jantung. Tungkai manusia terdiri dari dua, yaitu: tungkai atas dan tungkai bawah. Yang dimaksud dengan tungkai adalah anggota gerak tubuh bagian bawah yang terdiri dari tulang anggota gerak bebas (sceleton extremitas inferior liberae), yang terdiri dari: 1) Tulang paha (os femur) 2) Tulang tempurung (os patella) 3) Tungkai bawah (crus/crural) a) Os Tibia b) Os Fibula 4) Ossa tarsalia, terdiri dari: a) Os talus b) Os calcaneus c) Os cuboideus d) Os naviculare pedis e) Os cuneiforme I, II, dan III 5) Ossa metatarsalea; yaitu tulang-tulang telapak kaki yang terdiri dari 5 buah tulang 6) Ossa palangea digitarium pedis; yaitu tulang jari yang masingmasing jari terdiri dari 3 ruas tulang kecuali ibu jari hanya terdiri dari 2 ruas tulang.
40
Sebagai tulang anggota gerak bawah bebas, tungkai bawah mempunyai tugas penting dalam melakukan aktifitas gerak yang secara sistematis dalam sistem penggerak yang melibatkan komponen otot, tulang, sendi dan sistem syaraf. Otot yang dimaksud adalah otot rangka (Skeletal muscle) yang berfungsi sebagai penggerak. Terdapat tiga otot penggerak tungkai, dimana masing-masing penggerak terdiri dari beberapa otot, yaitu: 1) Otot penggerak paha, yaitu:
Gambar 6: Komponen Otot Tungkai Atas Bagian Anterior dan Posterior, (http://www.infofisoterapi.com/wp. content/ uploads/ 2010/04)
2) Otot penggerak tungkai bawah, yaitu:
Gambar 7: Komponen Otot Penggerak Tungkai Bawah Bagian Anterior dan Posterior, (http://www.infofisoterapi.com/ wp. content/ uploads/2010/04)
41
3) Otot penggerak telapak kaki, yaitu: tibialis anterios, gastrocnemius, soleus, peroneus longus, peroneus brevis, tibialis posterior, peroneus tertius.
Gambar 8: Komponen Otot Penggerak Telapak Kaki Bagian Anterior dan Posterior, (http://www.infofisoterapi.com/wp.content/ uploads/2010/04)
Kekuatan otot tungkai dan kecepatan otot tungkai memiliki konstribusi yang besar dalam terciptanya power otot tungkai. Power otot tungkai dibutuhkan hampir disemua cabang olahraga, seperti lari, lompat, loncat, renang dan olahraga lain yang melibatkan kerja otot tungkai yang dikerahkan secara maksimal dan dengan waktu yang singkat. c.
Peranan Power Otot Tungkai dalam Lompat Jauh Dalam pencapaian prestasi olahraga, power otot tungkai memiliki konstribusi dan peranan yang sangat besar. Hampir semua cabang olahraga, dari cabang atletik sampai dengan cabang olahraga permainan, baik olahraga individu maupun olahraga beregu. Besarnya power otot tungkai yang diperlukan pada masingmasing cabang olahraga tentunya berbeda-beda. Tergantung jenis dan cabang olahraga tersebut dalam melibatkan power otot tungkai. Olahraga bola voli berbeda dengan bola basket, olahraga badminton tentunya
42
berbeda dengan nomor-nomor cabang olahraga atletik dan seterusnya. Karena setiap cabang olahraga memiliki karakterikstik yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya dalam penggunaan power otot tungkai. Menurut Harsono (1988: 48) bahwa “seorang individu yang mempunyai power adalah orangyang mempunyai: (1) a high decree muscular strength,(2) a hingh degree ofspeed, (2) a high decree a skill in integrating speed and muscular strength”. Faktor utama daya ledak otot adalah kekuatan dan kecepatan, semua faktor yang mempengaruhi kedua hal tersebut diatas akan mempengaruhi tenaga ledak otot. Power otot juga dipengaruhi oleh ketrampilan teknik dan koordinasi gerakan yang baik. Power otot tungkai dapat ditingkatkan dengan memberikan latihan kecepatan dan kekuatan otot serta meningkatkan efisiensi dan koordinasi gerakan. 1)
Fase Awalan
Fungsi fase awalan dalam lompat jauh adalah usaha untuk mendapatkan kecepatan horisontal yang maksimum dan mengembangkan gerakan perpindahan dari gerakan horisontal ke gerakan vertikal. Mark Gutrhrie (2008:150) mengemukakan bahwa, “Tujuan awalan adalah untuk mengembangkan gerakan naik yang konsisten sambil mencapai kecepatan maksimum saat bertolak”. Power otot tungkai seorang pelompat juga merupakan komponen kondisi fisik penting yang ikut menentukan pencapaian prestasi maksimal bagi seorang pelompat. Lari
awalan
lompat
jauh
pada
hakekatnya
merupakan
penampilan kecepatan dan kekuatan dari otot tungkai. Meningkatnya kecepatan dan kekuatan (power) otot tungkai akan menyebabkan koordinasi kerja neuromuskuler menjadi lebih baik, sehingga peningkatan frekuensi langkah dalam segi waktu yang disebabkan oleh meningkatnya kecepatan dan peningkatan panjang langkah yang disebabkan oleh meningkatnya kekuatan otot tungkai akan menghasilkan kecepatan lari. 2) Fase Lompatan Dalam lompat jauh fungsi daya ledak otot tungkai sangat berpengaruh. Dalam melompat, tungkai untuk melangkah lebih lebar
43
kearah depan. Sehingga dalam melompat, seorang pelompat harus mempunyai daya ledak otot tungkai yang besar. Hal ini karena daya kekuatan otot tungkai yang besar akan sangat membantu seorang pelompat untuk dapat mengarahkan tenaga pada saat melakukan awalan, berakselrasi, kecepatan dan mempertahankan kecepatan sampai tujuan. Kemampuan seseorang melakukan lompat jauh gaya jongkok dengan jarak lompatan yang maksimal dipengaruhi oleh kemampuan teknik dan kondisi fisik. Untuk melakukan tolakan yang maksimal harus dilakukan dengan kuat dan cepat. Aip Saifudin (1992: 91) mengemukakan, tolakan adalah perubahan atau perpindahan gerakan dari gerak horizontal ke gerakan vertikal yang dilakukan dengan secara cepat, di mana sebelumnya testee sudah mempersiapkan diri untuk melakukan tolakan sekua-kuatnya pada langkah yang terakhir, sehingga seluruh tubuh terangkat ke atas melayang di udara. Perpaduan kecepatan dan kekuatan sangat penting untuk melakukan tolakan yang maksimal mungkin agar tubuh dapat melayang tinggi dan jauh di udara agar tolakan dapat mencapai hasil nilai yang maksimal. 3) Fase Melayang di Udara Pada fase melayang di udara lompat jauh gaya menggantung membutuhkan keseimbangan badan yang baik agar tetap tepelihara hingga mendarat. Dibutuhkan
power otot tungkai yang dapat
melakukan perubahan gerakan yang cepat setelah meninggalkan balok tumpuan dari tolakan kaki ke atas depan dengan sudut 45 derajat kemudian menarik kedua kaki ke belakang untuk mendapat kan momentum gerakan. Dengan bantuan ayunan kedua tangan kedua kaki diayunkan ke depan yang selanjutnya bisa mendorong badan kedepan sejauh mungkin dengan tetap menjaga keseimbangan sehingga badan tetap melayang dengan posisi yang stabil sehingga bisa melakukan pendaratan dengan baik.
44
4) Fase Mendarat Mendarat merupakan gerakan terakhir dari rangkaian gerak lompat jauh yang ikut menentukan hasil lompatan. Kemampuan teknik mendarat harus dikuasai. Prinsip dasar pelaksanaan pendaratan adalah menjaga agar badan tidak jatuh ke belakang. Dibutuhkan power otot tungkai dan koordinasi yang bagus untuk mengendalikan gerakan mendarat agar tidak terjadi kesalahan yang menyebabkan hasil lompatan yang tidak maksimal. Kemampuan power otot tungkai untuk meredam tahanan badan setelah melayang di udara diperlukan sekaligus kecepatan reaksi otot tungkai untuk melakukan gerakan dorongan ke depan. Karena itu, ketika sedang melakukan pendaratan, testi perlu melenturkan pinggangnya, yang menyebabkan kepala, pundak, dan lengan bergerak maju. Gerakan ini menyebabkan reaksi dengan tubuh bagian bawah, batang kaki, dan bola kaki menjulur ke depan. Tumit menyentuh pasir dan lutut ditekan untuk memungkinkan pangkal paha bergerak ke depan sehingga badan akan terdorong ke depan. Kemampuan teknik yang harus dikuasai meliputi awalan, menolak, melayang dan mendarat. Sedangkan kondisi fisik yang harus dipunyai dengan baik diantaranya kecepatan, power otot tungkai dan keseimbangan
dinamis.
Perpaduan
dari
unsur-unsur
tersebut
dikoordinasikan menjadi gerakan yang baik dan sempurna akan menghasilkan sesuatu yang diharapkan yaitu hasil yang maksimal. Dengan melihat karakteristik lompat jauh ini, power tungkai seorang pelompat juga merupakan salah satu komponen kondisi fisik penting yang ikut menetukan pencapaian prestasi maksimal bagi seorang pelompat. Dengan memperhatikan uraian tersebut, maka dapat di tentukan bahwa daya ledak otot tungkai mempunyai hubungan yang positif dengan prestasi. Hasil kecepatan lari dan kemampuan menolak pada hakekatnya merupakan penampilan
power dari otot tungkai karena kecepatan
optimum dalam melakukan awalan dan kekuatan tolakan akan menentukan
45
arah lompatan yang sesuai dengan gerak parabola dari titik gravitasi, yang pada akhirnya akan menghasilkan prestasi lompatan yang maksimal.
B. Penelitian yang Relevan Penelitian yang berkaitan dengan kecepatan lari dan lompat jauh sudah banyak dilakukan, beberapa hasil temuan penelitian yang menarik dan memiliki relevansi yang dekat dengan penelitian ini, akan diungkap kembali sebagai berikut: 1. Drs. Bambang Sujiono, Endang Darajat, dan Darmili (2006), tentang hubungan antara waktu tempuh lari 40 meter dan daya tolakan terhadap hasil lompat jauh gaya gantung, yang menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang berarti antara waktu tempuh lari 40 meter dengan hasil lompat jauh, terdapat hubungan yang berarti antara waktu tempuh lari 40 meter dan daya tolakan terhadap hasil lompat jauh. 2. Rihandoyo (2008), tentang pengaruh metode latihan latihan lari cepat terhadap peningkatan kecepatan lari, yang menyimpulkan ada perbedaan pengaruh signifikan antara latihan lari cepat akselerasi dan repetisi dalam meningkatkan kecepatan lari, terdapat interaksi signifikan antara latihan lari cepat dan tingkat power otot tungkai terhadap peningkatan kecepatan lari.
C. Kerangka Berfikir Berdasarkan tinjauan pustaka yang dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan kerangka berfikir sebagai berikut: 1.
Perbedaan pengaruh metode latihan acceleration sprint dengan sprint training terhadap peningkatan prestasi lompat jauh. Kecepatan diyakini memberikan konstribusi positif dalam prestasi lari cepat dan lompat jauh. Dalam nomor lompat horisontal khususnya lompat jauh memerlukan mekanisme lari yang bagus dan juga kecepatan optimal saat
46
melakukan take off (bertolak). Dari 4 unsur utama dalam lompat jauh awalan merupakan unsur dominan dalam pencapaian prestasi yang maksimal dibanding unsur lainnya. Tujuan awalan lompat jauh adalah untuk mengembangkan gerakan lari yang konsisten sambil mencapai kecepatan maksimal saat bertolak. Pengembangan gerakan lari yang konsisten adalah dalam upaya untuk mendapatkan kecepatan yang optimal dan efektif . Oleh karena itu diperlukan metode latihan yang tepat. Metode latihan acceleration sprint dengan sprint training yang dilakukan secara sistematis, berulang-ulang dan kontinyu akan berakibat pada perubahan biokimia, biokmekanika, sistem otot rangka, kardiorespirasi dan perubahan mekanisme organisasi sistem syaraf yang mengarah pada peningkatan dalam kemampuan kerja yang berpengaruh terhadap peningkatan prestasi lompat jauh. Metode latihan acceleration sprint memiliki beberapa komponen terdiri dari: Jogging, striding, sprinting, dan walking, latihannya lebih ditekankan adalah melatih frekeunsi langkah dengan intensitas semakin lama semakin
tinggi.
Sedangkan
metode
latihan
sprint
training
adalah
pengembangan skill yang dilakukan dengan kecepatan tinggi yang dilakukan dengan teratur dengan kecepatan maksimum yaitu berlari dengan jarak-jarak pendek Dua metode latihan ini mempunyai karakteristik biomekanik umum yang berbeda.
47
Tabel 7: Perbedaan Biomekanika Umum Biomekanika Umum Postur saat berlari Lebar langkah Frekuensi langkah
Saat Akselerasi
Kecepatan Maksimal
(Acceleration Sprint)
(Sprint Training)
Condong ke depan
Tegak
Lebih pendek
Lebih panjang
Sub maksimum
Maksimum
Lebih kecil
Lebih besar
Lebih kecil
Lebih besar
Lebih panjang
Lebih pendek
Sudut lutut minimum mendekati mid support Hyperextension pada pinggul Waktu kontak dengan tanah/lantai (KOI-ASCA, 2010: 6) Selain perbedaan karakteristik biomekanika umum di atas, latihan lari cepat acceleration sprint dan sprint training mempunyai beberapa kesamaan. Kedua latihan tersebut sama-sama mengembangkan kecepatan dan kekuatan otot. Dengan pemulihan yang mendekati 100% (untuk acceleration sprint)dan pemulihan 100% (untuk sprint training), latihan ini juga merupakan latihan kecepatan murni, karena unsur daya tahan (endurance) dihindari. Sistem energi sama-sama menggunakan 90% ATP-PC and LA, penggunaan LA and O2 dan O2 keduanya tak jauh berbeda. Dalam lari awalan lompat jauh tidak hanya dibutuhkan kecepatan maksimal tetapi diperlukan kecepatan optimal, artinya seorang pelompat jauh dalam melakukan awalan/ancang-ancang
tidak hanya membutuhkan
kecepatan lari yang maksimum tetapi juga membutuhkan kecepatan lari yang terkontrol untuk mendapatkan momentum yang tepat dalam melakukan perpindahan kecepatan, dari kecepatan horisontal ke kecepatan vertikal (saat melakukan tolakkan) dengan maksimal.
48
Dengan beberapa kesamaan dan perbedaan karakteristik metode latihan tersebut di atas, maka metode latihan acceleration sprint dan sprint training diduga akan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap peningkatan prestasi lompat jauh. Metode latihan acceleration sprint mempunyai keuntungan
efektif untuk mengembangkan langkah (stridle
lenght) dan frekuensi langkah sehingga pengembangan awalan lompat jauh lebih tercapai dengan baik, karena terdapat session metode latihan dengan intensitas berbeda bisa memberi kesempatan untuk memperbaiki teknik yang salah, sedangkan metode latihan sprint training memang mempunyai kelebihan efektif mengembangkan kecepatan maksimum tetapi kurang efektif mengembangkan frekuensi langkah dan kecepatan reaksi terutama pada saat perpindahan kecepatan horisontal ke kecepatan vertical, sehingga metode latihan acceleration sprin tmemiliki pengaruh yang lebih baik daripada dengan metode latihan sprint training terhadap peningkatan prestasi lompat jauh. 2.
Perbedaan peningkatan prestasi lompat jauh antara siswa yang memiliki power otot tungkai baik, power otot tungkai sedang dan power otot tungkai kurang baik . Power otot tungkai dibutuhkan hampir disemua cabang olahraga, seperti lari, lompat, loncat, renang dan olahraga lain yang melibatkan kerja otot tungkai yang dikerahkan secara maksimal dan dengan waktu yang singkat. Besarnya power otot tungkai yang diperlukan pada masing-masing cabang olahraga tentunya berbeda-beda. Tergantung jenis dan cabang olahraga tersebut dalam melibatkan power otot tungkai. Lompat jauh adalah serangkaian lari ancang-ancang, tolakan, melayang, dan mendarat yang dilakukan secara berkesinambungan yang komponen
dasarnya
adalah
kecepatan
dan
kekuatan
otot
tungkai.
Meningkatnya kecepatan lari dan power otot tungkai akan menyebabkan koordinasi kerja neuromuskuler menjadi lebih baik, sehingga selain
49
menghasilkan kecepatan lari yang optimal akan menambah kekuatan dan kecepatan daya tolak pada saat melakukan awalan dan tolakan. Power otot tungkai yang dimiliki seseorang tidaklah sama, ada yang baik, sedang dan ada kurang baik. Tingkat kemampuan ini tentunya akan berpengaruh pada kecepatan lari dan kemampuan melakukan tolakan. Seseorang yang memiliki power otot tungkai yang baik akan mudah mengembangkan kecepatan lari awalan (kecepatan horisontal) dan melakukan gerakan tolakan (kecepatan vertikal) dengan baik dibanding dengan seseorang yang memiliki power otot tungkai sedang, maupun power otot tungkai kurang baik. 3.
Pengaruh interaksi antara metode latihan dan power otot tungkai terhadap peningkatan prestasi lompat jauh Kecepatan lari yang optimal yang digunakan dalam awalan yang merupakan rangkaian gerakan lompat jauh adalah kemampuan seseorang untuk melakukan gerakan lari yang maksimal sekaligus menguntungkan untuk aktifitas gerak selanjutnya. Ada bebapa hal harus diperhatikan dalam usaha meningkatkan kecepatan lari awalan lompat jauh, salah satu diantaranya adalah dengan menggunakan metode latihan yang tepat sehingga hasil yang diperoleh akan maksimal. Metode latihan yang dapat digunakan untuk meningkatkan kecepatan yang optimal lari awalan lompat jauh adalah melalui metode latihan acceleration sprint dan metode latihan sprint training. Kedua metode latihan ini sama-sama mengembangkan kecepatan dan kekuatan otot tungkai selain itu metode latihan acceleration sprint dan metode latihan sprint training memiliki bentuk yang berbeda baik aktivitas, teknik pelaksanaan, komponen bentuk aktivitas, dan pengaruh dari bentuk aktivitas yang dilakukan maupun dalam pengembangan sistem energi yang digunakan. Power otot tungkai memberikan konstribusi yang sangat besar dalam pelaksanaan teknik lari awalan yang efesien dan kecepatan seseorang.
50
Peran power otot tungkai dalam kecepatan lari awalan lompat jauh akan menjadi lebih baik, apabila metode latihan yang digunakan mempunyai efek adaptasi terhadap otot-otot penunjang gerakan lari awalan. Perbedaan power otot tungkai yang dimiliki seseorang juga memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kecepatan lari awalan. Oleh karena itu, diperkirakan terdapat interaksi antara metode latihan dan power otot tungkai terhadap peningkatan prestasi lompat jauh. Siswa yang memiliki power otot tungkai baik dan sedang yang mendapat perlakuan metode latihan sprint training menunjukkan hasil lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang memiliki power otot tungkai baik dan sedang yang mendapat metode latihan acceleration sprint. Sedangkan siswa yang memiliki power otot
tungkai
kurang baik yang mendapat perlakuan metode latihan acceleration sprint memiliki peningkatan prestasi lebih tinggi dibanding siswa yang memiliki power otot tungkai baik dan sedang yang mendapat metode latihan sprint training terhadap peningkatan prestasi lompat jauh.
D. Hipotesis Penelitian Berdasarkan butir-butir dalam kerangka berfikir maka dirumuskan hipotesis penenlitian sebagai berikut: 1.
Ada perbedaan pengaruh antara metode latihan acceleration sprint dengan sprint training terhadap peningkatan prestasi lompat jauh. Metode latihan acceleration sprin tmemiliki pengaruh yang lebih baik daripada dengan latihan sprint training.
2.
Ada perbedaan peningkatan prestasi lompat jauh pada siswa yang memiliki power otot tungkai baik, power otot tungkai sedang dan power otot tungkai kurang baik. Siswa
yang memiliki power otot tungkai baik memiliki
peningkatan prestasi lompat jauh yang lebih baik daripada siswa yang memiliki power otot tungkai kurang baik
51
3.
Ada pengaruh interaksi antara metode latihan acceleration sprint dengan sprint training ditinjau dari tinggi rendahnya power otot tungkai terhadap peningkatan prestasi lompat jauh. Siswa yang memiliki power otot tungkai baik dan sedang yang mendapat perlakuan metode latihan sprint training menunjukkan hasil lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang memiliki power otot tungkai baik dan sedang yang mendapat metode latihan acceleration sprint. Sedangkan siswa yang memiliki power otot
tungkai
kurang baik yang mendapat perlakuan metode latihan acceleration sprint memiliki peningkatan prestasi lebih tinggi dibanding siswa yang memiliki power otot tungkai baik dan sedang yang mendapat metode latihan sprint training terhadap peningkatan prestasi lompat jauh.