BAB II KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
A. Kajian Teori 1. Hakikat Keterampilan Menulis Karya Ilmiah a. Pengertian Menulis Bahasa merupakan sarana utama menulis untuk mengungkapkan gagasan, ide, atau perasaan pada orang lain. Menulis sebagai salah satu keterampilan berbahasa yang tidak dapat dilepaskan dari aspek-aspek keterampilan berbahasa lainnya, yaitu keterampilan menyimak, berbicara, dan membaca. Keempat keterampilan itu saling berkaitan. Pengalaman dan masukan yang diperoleh dari menyimak, berbicara, dan membaca, akan memberikan kontribusi terhadap menulis. Begitu pula sebaliknya, apa yang diperoleh dari menulis akan berpengaruh pula terhadap ketiga keterampilan berbahasa tesebut. Dengan kata lain menulis merupakan suatu proses kreatif untuk menemukan sesuatu dalam bentuk bahasa tulis sehingga menambah pengetahuan dan wawasan. Hasil dari kreatif menulis ini biasa disebut dengan istilah tulisan atau karangan. Kedua istilah tersebut mengacu pada hasil yang sama meskipun ada pendapat yang mengatakan kedua istilah tersebut memiliki pengertian berbeda. Istilah menulis sering dilekatkan pada proses kreatif yang berjenis ilmiah. Sementara, istilah mengarang sering dilekatkan pada proses kreatif yang berjenis non ilmiah. Pada
16
17
dasarnya menulis merupakan suatu bentuk penuangan pikiran dan perasaan yang dimiliki oleh manusia dengan tulisan. Mengenai pengertian menulis ini telah banyak diungkapkan oleh para ahli. Menurut Nurgiyantoro (2001: 298) menulis menrupakan aktivitas produktif dalam mengemukakan gagasan melalui media bahasa. Lebih lanjut Nurgiyantoro (2001: 271) menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang aktif, produktif, kompleks, dan terpadu yang berupa pengungkapan dan yang diwujudkan secara tertulis. Menulis juga merupakan keterampilan yang menuntut penulis untuk menguasai berbagai unsur di luar kebahasaan itu sendiri yang akan menjadi isi dalam suatu tulisan. Sedangkan Tarigan (1993: 4) menyatakan bahwa menulis merupakan kegiatan yang bersifat mengungkapkan gagasan, buah pikiran, dan perasaan kepada pihak atau orang lain. Oleh karena itulah, menulis merupakan suatu kegiatan produktif dan ekspresif, di mana dalam suatu tulisan merupakan hasil dari suatu ungkapamn perasaan penulis. Menulis merupakan ekspresi diri dalam menuangkan pikirannya dari apa yang didengar dan apa yang dilihat berdasarkan pengalama pribadi atau melalui pengalaman orang lain dengan menggunakan bahasa tulis, dan menulis merupakan
suatu
keterampilan
berbahasa
yang
dipergunakan
untuk
berkomunikasi secara tidak langsung. Hal itu sesuai dengan pendapat Tarigan (2008: 3) bahwa menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung dan tidak secara tatap muka dengan orang lain.Kegiatan komunikasi itu dikatakan tidak langsung karena media yang digunakan dalam kegiatan menulis adalah tulisan. Hal ini
18
memungkinkan tidak terjadi kontak secara langsung antara pembaca dan penulis, namunproses komunikasi antara penulis dan pembaca tetaplah terjadi. Di samping itu Tarigan (2008: 22) menjelaskan bahwa menulis adalah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafis yang mengungkapkan suatu perasaan dengan bahasa yang dipahami oleh seseorang. Di dalam menulis tidak hanya sekedar menuangkan lambang-lambang grafis, namun menuangkan ide-ide yang merupakan buah pikiriran melalui kalimat-kalimat yang dirangkai secara utuh dan jelas sehingga dapat disampaikan dan diterima
pembaca secara baik. Dalam artikata lain apa yang dipahami
pembaca sama dengan apa yang dimaksud penulis. Oleh karena itu di samping harus menguasai topik dan permasalahan yang akan ditulis, penulis dituntut dapat menguasai komponen lainnya, seperti grafologi, struktur, kosakata, penggunaan ejaan dan tanda baca yang tepat, sehingga apa yang ditulis menjari koheren dan kohesi. Pendapat yang lain dikemukakan oleh Cremin (2009: 86) yang menyatakanbahwa menulis merupakan sebuah aksi dari penciptaan sebuah desain kreatif yang dalam penciptaan makna tidak hanya melalui kata-kata, tetapi juga dengan tata letak visual dan dalam tata letak visual, tulisan perlu mendapatkan penekanan. Hal ini terjadi karena tata letak visual dapat mempengaruhi keterbacaan sebuah tulisan. Oleh karena itu, untuk mendapatkan makna dari sebuah tulisan, pembaca harus memperhatikan kata-kata yang terintegrasikan dalam tata letak visual tersebut. Sebaliknya sebuah tulisan akan mempunyai
19
makna yang jelas dan mudah dipahami oleh pembaca apabila di dalam menulis juga memperhatikan tata letak visual. Menulis merupakan suatu kemampuan berbahasa yang memerlukan kemampuan berbahasa dan kecerdasan. Kecerdasan Bahasa adalah kemampuan menggunakan kata-kata secara efektif, baik secara lisan maupun tulisan. Kecerdasan ini meliputi kemampuan menggunakan tata bahasa, bunyi bahasa, makna bahasa, dan penggunaan praktis bahasa. Dalam kehidupan sehari-hari kecerdasan bahasa bermanfaat untuk berbicara, mendengarkan, membaca dan menulis. Adapun kemampuan yang terkait dengan kecerdasan bahasa adalah antara lain kelancaran berbicara dan bercerita, penguasaan kosakata yang bervariasi, serta kemampuan pada permainan kata dan bahasa. Dalam kaitannya dengan kemampuan berbahasa dan kecerdasan di dalam menulis, Gardner (1993: 73) memandang kemampuan bahasa termasuk kecerdasan majemuk, yaitu kecerdasan linguistik dalam pengertian kemampuan yang dimiliki manusia untuk berpikir dalam bentuk kata-kata dan penggunaan bahasa sebagai alat ekspresi. Kegiatan kreatif berbahasa dapat dilihat dalam penggunaan bahasa, baik secara lisan maupun tulisan. Gagasan-gagasan yang muncul dalam tulisan merupakan cermin bagi penulisnya karena dalam tulisan tersebut, penulis sedang berupaya mengkomunikasikan pikiran-pikirannya,yang dilakukan secara konvergen maupun divergen. Pemikiran konvergen adalah suatu proses yang menggabungkan ide-ide yang berlainan berdasarkan tema yang tertentu dalam satu struktur yang tersusun dan mudah dipahami, sedangkan pemikiran divergen merupakan pemikiran secara
20
kreatif untuk mencari ide baru yang disesuaikan untuk dapat menyelesaiakan masalah dan mempunyai berbagai jawaban. Pengertian yang lain tentang menulis diungkapkan oleh Sudaryanto (2011: 2) yang menyatakan bahwa menulis adalah membuat orang mengetahui apa yang ditulis oleh penulis itu sendiri. Pendapat tersebut secara implisit menyatakan bahwa menulis memerlukan unsur ide yang terorganisasi sedemikian rupa sehingga komunikasi antara pembaca dengan penulis dapat terjadi. Pengorganisasian gagasan dalam tulisan yang dilakukan oleh penulis akan sangat membantu karya tulis untuk memudahkan pembaca dalam memahami pesan yang terdapat di dalam tulisan tersebut. Oleh karena itu, ketika pembaca tidak dapat menangkap pesan yang disampaikan oleh penulis, dapat dikatakan tulisan tersebut tidak baik. Sebaliknya apabila pembaca dapat menangkap pesan yang disampaikan oleh penulis, maka tulisan tersebut dikatakan baik. Menulis diartikan pula sebagai suatu kegiatan penyampaian pesan (komunikasi) dengan menggunakan bahasa tulis sebagai alat atau medianya (Suparno dan Yunus, 2007:1-3). Sementara itu, menurut Tarigan (2008: 4),dalam kegiatan menulis, penulis haruslah terampil memanfaatkan grafologi, struktur bahasa, dan kosa kata. Hal ini sejalan dengan pendapat Santoso dan Nurhidayah (2006:6) yang merumuskan bahwa menulis lebih dipahami sebagai keterampilan, bukan sebagai ilmu, yang berarti bahwa menulis membutuhkan latihan. Hal tersebut senada dengan pendapat Slamet (2008: 97) berikut. Menulis bukan hanya berupa melahirkan pikiran atas perasaan saja, melainkan juga merupakan pengungkapan ide, pengetahuan, ilmu, dan pengalaman hidup seseorang dalam bahasa tulis. Oleh
21
karena itu, menulis bukanlah merupakan kegiatan yang sederhana dan tidak perlu dipelajari, tetapi justru dikuasai. Mc Crimon (1984: 2) mengungkapkan, “writing is a form of thinking, but it is thinking, for a particular audience, and for a particular occasion. One tasks more important as a writer to master the principles are those of invention, arrangement,and style”. Menulis merupakan kegiatan menggali pikiran dan perasaan mengenai suatu subjek, memilih hal-hal yang akan ditulis, menentukan cara menuliskannya sehingga pembaca dapat memahaminya dengan mudah dan jelas.Sejalan dengan pernyataan tersebut, D'Angelo (1980: 5) menyatakan bahwamenulis adalah bentuk pemikiran yang ditujukan untuk orang tertentu dan kondisi tertentu. Tugas penting sebagai penulis adalah menguasai tiga prinsip, yaitu penemuan, pengaturan, dan gaya. Nurjamal, Sumirat, dan Darwis (2011:69) mengemukakan bahwa menulis sebagai sebuah keterampilan berbahasa seseorang dalam mengemukakan gagasan, perasaan, dan pemikiran-pemikirannya kepada orang atau pihak lain dengan menggunakan media tulisan. Pada dasarnya, menulis itu bukan hanya melahirkan pikiran atau perasaan, melainkan merupakan pengungkapan ide, pengetahuan, ilmu dan pengalaman hidup, serta untuk dapat memecahkan masalah yang dituangkan dalam dalam bahasa tulis. Writing can help to think critically. It can enable to perceive relationships, to deepen perception, to solve problems, to give order to experience. It can helpto clarify your thoughts (D'Angelo 1980: 4). Menulis dapat membantu untuk berpikir kritis. Menulis dapat memungkinkan untuk melihat hubungan, untuk memperdalam persepsi, untuk memecahkan masalah, untuk memberikan urutan pengalaman. Menulis dapat membantu
22
menuangkan pikiran. Jadi dengan menulis dapat menghasilkan sebuah karya yang merupaka hasil dari pengembangan gagasan dan perasaan pribadi. Suparno dan Yunus (2007: 13) menyatakan bahwa menulis merupakan suatu kegiatan penyampaian pesan (komunikasi) dengan menggunakan bahasa tulis sebagai alat atau medianya. Sebuah tulisan dapat dikatakan berhasil apabila tulisan tersebut dapat dipahami dengan mudah oleh pembaca. Artinya, segala ide dan pesan yang disampaikan oleh penulis dapat dipahami secara baik oleh pembacanya serta tafsiran pembaca sama dengan maksud penulis (Semi, 1990: 8). Dalam menulis tidak terlepas dari munculnya suatu ide-ide atau gagasan yang merupakan suatu aktifitas bekerjanya otak. Hal itu sesuai dengan pendapat De Porter dan Hernacki (2006: 179) menjelaskan bahwa menulis adalah aktivitas seluruh otak yang menggunakan belahan otak kanan (emosional) dan belahan otak kiri (logika). Dalam hal ini yang merupakan bagian logika adalah perencanaan, outline, tata bahasa, penyuntingan, penulisan kembali, penelitian, dan tanda baca. Sementara itu yang termasuk bagian emosional ialah semangat, spontanitas, emosi, warna, imajinasi, gairah, ada unsur baru, dan kegembiraan. Di dalam aktivitas menulis dibutuhkan suatu kerjasama antara otak kiri dan otak kanan. Menulis adalah sebuah kesempatan untuk menyampaikan sesuatu tentang diri sendiri, mengkomunikasikan ide-ide kepada orang lain di luar lingkungan penulis, dan mempelajari hal baru yang tidak penulis mengerti (Mc Crimmon, 1984: 6).Selanjutnya menurut Alwasilah (2005: 152) menulis merupakan curahan ide-ide, gagasan atau ilmu yang dituliskan dengan struktur yang benar, adanya koherensi yang baik antarparagraf, dan bebas dari kesalahan-kesalahan mekanik
23
seperti tanda baca. Sementara itu, menurut Semi (2007: 14) menulis adalah suatu proses memindahkan gagasan-gagasan ke dalam lambang-lambang tulisan. Hal tersebut dapat diartikan bahwa menulis mempunyai tiga aspek utama, yaitu: (1) adanya tujuan atau maksud tertentu yang hendak dicapai; (2) adanya gagasan yang hendak dikomunikasikan; (3) adanya sistem pemindahan gagasan, yang berupa sistem bahasa. Adapun tujuan menulis antara lain: (1) untuk menceritakan sesuatu; (2) untuk memberikan petunjuk atau pengarahan; (3) untuk menjelaskan sesuatu; (4) untuk merangkum (Semi, 2007:14). Lebih lanjut di dalam menulisatau dalam membuat suatu tulisan diperlukan beberapa unsur yang perlu diperhatikan. Menurut The Liang Gie (1992: 17-18), unsur menulis terdiri atas gagasan, tuturan (narasi, deskripsi, eksposisi, argumentasi, dan persuasi), tatanan, dan wahana. 1) Gagasan, yaitu topik yang berupa pendapat, pengalaman, atau pengetahuan seseorang. Gagasan seseorang tergantung pengalaman masa lalu atau pengetahuan yang dimilikinya.
2) Tuturan, yaitu merupakan pengungkapan gagasan yang dapat dipahami pembaca. Ada bermacam-macam tuturan, antara lain narasi, deskripsi, dan eksposisi, argumentasi, dan persuasi.
3) Tatanan, yaitu tatanan merupakan aturan yang harus diindahkan ketika akan menuangkan gagasan. Berarti ketika menulis tidak sekedar menulis harus mengindahkan aturan-aturan dalam menulis
4) Wahana, yaitu wahana juga sering disebut dengan alat. Wahana berupa kosakata, gramatika, retorika (seni memakai bahasa). Bagi penulis pemula, wahana sering menjadi masalah., karena dalam menggunakan kosakata,
24
gramatika, retorika yang masih sangat terbata, dan untuk mengatasi hal tersebut, penulis pemula harus memperkaya kosakata yang belum diketahui artinya. Penulis pemula harussering melakukan latihan menulis dan membaca. Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa di dalam unsur-unsur menulis terdiri dari pengungkapkan gagasan, tuturan yang digunakan penulis dalam menyampaikan tulisannya, tatanan dalam penulisan, dan wahana yang berupa kosakata, serta ejaan dan tanda baca. Menulis merupakan aktivitas yang bermanfaat selain bagi orang lain juga bagi diri penulis sendiri. Sehubungan dengan manfaat menulis, menurut Akhadiah (2003: 1) ada beberapa manfaat, yaitu: (1) dapat mengenali kemampuan potensi diri. Dalam hal ini penulis dapat mengetahui sampai di mana pengetahuan dan penguasaan tentang topik. Penulis juga harusberpikir serta menggali pengetahuan dan pengalamannya yang sering sekali tersimpan di alam bawah sadarnya; (2) dapat mengembangkan berbagai gagasan. Dalam hal ini penulis terpaksa bernalar dengan cara menghubunghubungkan serta membandingkan fakta-fakta yang tidak pernah dilakukan jika tidak menulis; (3) memaksa penulis lebih banyak menyerap, mencari, dan menguasai informasi yang berkaitan dengan topik; (4) dapat mengorganisasikan gagasan. Berdasarkan pendapat para ahli yang telah dikemukakan dapat disintesiskan bahwa menulis adalah kegiatan produktif dan ekspresif dalam menggali pikiran, ide, gagasan dan perasaan secara kritis dan kreatif dengan bahasa tulis melalui kalimat-kalimat yang dirangkai secara utuh dan jelas untuk menyampaikan pesan
25
atau informasi dengan menggunakan bahasa tulis. Dalam mengungkapkan ide-ide yang akan dituangkan di dalam suatu tulisan harus terorganisir dan dengan gaya yang tepat, karena hal itu akan dapat memudahkan pembaca menangkap dan memahami apa yang dimaksut penulis, oleh karena itu di dalam menulis harus daapat menghubungkan antara penulis sebagai penyampai informasi dan pembaca sebagai penerima infoemasi. Menulis merupakan aktivitas membentuk simbol-simbol bahasa tulis yang berupa bunyi-bunyi bahasa yang dilambangkan dengan huruf atau kombinasi huruf sehingga membentuk kata, kata membentuk kalimat,
kalimat menjadi
paragraf, dan paragraf menjadi wacana utuh. Di samping itu menulis merupakan keterampilan yang melibatkan keterpaduan logika dan emosional, oleh karena itu dengan menulis
seseorang akan mampu
mengenali potensi diri dan dapat
berpikir untuk memecahkan suatu permasalahan dengan menggunakan logikanya sebagi sarana untuk mempertimbangkan suatu keputusan yang disajikan dalam suatu kalimat yang tersusun secara logis.
b. Tahapan Dalam Menulis Membuat suatu tulisan atau menulis merupakan suatu proses yang memiliki tahapan-tahapan. Ada beberapa tahapan yang harus dilalui agar dapat menghasilkan tulisan yang baik.Menurut Mc Crimmon (1984, 10-11) adatiga tahapan dalam menulis: (1) planing (perencanaan), yakni prosedur yang sistematis untuk menghasilkan karya yang diinginkan. Perencanaan dapat pula dipahami sebagai serangkaian strategi yang didesain untuk menemukan dan memproduksi
26
berbagai informasi yang diperlukan dalam kegiatan menulis; (2) drafting (pembuatan draf), yakni prosedur untuk menghasilkan gambaran awal dari tulisan.Hal ini dapat diartikan pula sebagai serangkaian strategi yang didesain untuk mengorganisasikan dan menyusun sebuah tulisan secara berkelanjutan, dan (3) revising (revisi), yakni prosedur untuk mengembangkan atau mengoreksi sebuah tulisan. Revisi sebagai langkah final adalah serangkaian strategi yang didesain untuk memeriksa kembali dan mengevaluasi pilihan yang digunakan untuk menghasilkan sebuah karya tulis. Ketiga tahapan di atas merupakan inti dari proses menulis yang dapat diurai lebih rinci. Sementara itu, Cooper (1993: 415-427) menyatakan bahwa tahapan dalam menulis terdiri atas 5 tahap yaitu: (1) tahap pemilihan topik; (2) tahap penyusunan draf; (3) tahap revisi dan perbaikan; (4) tahap koreksi catatan percobaan; dan (5) tahap pemajangan. Penjelasan kelima tahap tersebut dapat dilihat pada uraian berikut. Pada tahap pemilihan topik, guru atau dosen dapat membantu siswa / mahasiswa dengan menyodorkan daftar topik yang dapat mereka pilih untuk dikembangkan menjadi tulisan. Apabila diperlukan, siswa / mahasiswa diberi kesempatan untuk menambah daftar topik. Selanjutnya beri kesempatan siswa / mahasiswa untuk memilih salah satu topik dari berbagai topik yang didaftarkannya
dan
beri
dorongan
kepada
siswa
/
mahasiswa
untuk
mempertimbangkan pilihannya secara matang. Guru / dosen dapat memberikan komentar positif dan meyakinkan siswa/mahasiswa bahwa mereka mampu melakukannya.
27
Proses penyusunan draf meliputi dua langkah, yaitu perencanaan dan pengembangan. Penulis yang baik selalu memikirkan apa yang akan ditulis dan bagaimana pengorganisasiannya. Selain itu, penulis juga harus mempertimbangkan tujuan yang akan dicapai dan siapa yang akan membaca tulisannya.Untuk itu, penulis perlu mengembangkan topikmenjadi gagasan-gagasan yang relevan sehingga menghasilkan kerangka karangan yang berkualitas. Langkah berikutnya adalah penulis mengembangkan kerangka karangan tersebut menjadi tulisan utuh. Setelah disusun tulisan secara utuh, langkah selanjutnya adalah revisi, maliputi: ekspresi gagasan, kalimat yang efektif dan komunikatif, serta ejaan yang benar. Tahapan berikutnya adalah tahap koreksi catatan percobaan.Tahapan ini merupakan tahapan mengecek keseluruhan tulisan terutama pada struktur kalimat, kosa kata, serta penulisan ejaan. Apabila tulisan sudah dianggap tepat, maka tulisan siap untuk dipublikasikan atau disebut tahap publishingatau pemajangan. Tidak jauh berbeda dengan uraian di atas, Tompkins dan Hoskisson (1991:211) menyatakan, “The fokus in the writing process is on what student think and do as they write and the five stage are prewriting, drafting, revising, editing, and publishing.”Proses menulis terdiri dari lima tahap, yaitu (1) pramenulis, (2) membuat draf, (3) merevisi, (4) menyunting, dan (5) mempublikasikan. Pramenulis adalah tahap persiapan menulis untuk memperoleh dan menata ide, gagasan, serta masalah yang berkaitan dengan topik karangan. Kegiatan yang dilakukan penulis adalah memilih topik, mempertimbangkan tujuan, bentuk, dan sasaran
pembaca,
serta
menyusun
ide-ide.Melalui
kegiatan
pramenulis,
28
mahasiswa melakukan kegiatan berbicara, menggambar, membaca, dan bahkan menulis untuk mengembangkan informasi yang diperlukan. Menyusun draf adalah menata ide-ide tulisan agar menjadi runtut. Penulis perlu menyusun ide-ide tulisan dalam bentuk kerangka karangan. Kerangka karangan tersebut digunakan penulis untuk mempersiapkan diri ketika menulis. Merevisi adalah perbaikan karangan yang dilakukan oleh penulis atau orang lain untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang dilakukan. Merevisi lebih fokus pada penambahan, pengurangan, penghilangan, dan penyusunan kembali isi karangan sesuai dengan kebutuhan pembaca. Menyunting adalah kegiatan merevisi atau
memperbaiki tulisan.
Penyuntingan di sini meliputi perbaikan unsur mekanik dan isi. Penyuntingan bersifat lebih kompleks karena berkaitan dengan perbaikan secara tekstual dan kontekstual.
Publikasi
adalah
merupakan
tahap
terakhir,
berupa
menginformasikan tulisan untuk memberikan pesan atau informasi kepada orang lain. Media publikasi dapat berupa media cetak maupun media elektronik, tergantung sasaran pembacanya. Karangan mahasiswa yang sudah direvisi dapat dipublikasikan dengan meng-upload di blog atau dikirim ke media cetak/koran. Di samping itu, berkaitan dengan proses menulis, Denovan dan McPkelland (1980:4) menjelaskan bahwa proses menulis terdiri atas tiga tahap, yaitu pelatihan (rearsing), pengedrafan (drafting), dan perevisian (revising), sedangkan Brown (1984: 208-210) juga menyatakan tiga tahap dalam kegiatan menulis, yaitu penulisan awal (prewriting), penulisan paragraf (writing paragraphs), perevisian (revising).Apabila tahapan dalam menulis telah terpenuhi
29
maka akan menjadi suatu tulisan yang baik. Selanjutnya, ciri tulisan yang baik menurut Tarigan (2008, 7) adalah: (1) jelas: pembaca dapat mengenali teks dan mampu menangkap maknanya tanpa harus membaca ulang dari awal untuk menemukan makna yang ditulis oleh penulis; (2) kesatuan dan organisasi: pembaca dapat mengikuti dengan mudah isi bacaan karena bagian-bagiannya saling berhubungan dan runtut; (3) ekonomis: dalam menulis tidak digunakan kata atau bahasa yang berlebihan; (4) pemakaian bahasa dapat diterima: menggunakan bahasa yang baik dan benar. Selanjutnya ciri tulisan yang baik menurut Rosidi (2009: 10) berikut: (1) Kesesuaian judul dengan isi tulisan. Penulis harus pandai memilih atau menentukan judul tulisannya. Judul yang sudah ditentukan dapat diubah di tengah jalan atau setelah menyelesaikan sebuah tulisan apabila hal itu dianggap perlu. Dalam menentukan judul perlu diperhatikan kemenarikannya. Dengan kata lain judul harus provokatif agar dapat memancing keinginan seseorang untuk membaca sebuah tulisan; (2) Ketepatan penggunaan ejaan dan tanda baca: sebuah tulisan dibangun atas paragraf-paragraf dan paragraf-paragraf itu terbangun atas beberapa kalimat. Penggunaan ejaan dan tanda baca dengan tepat dalam sebuah kalimat dapat membantu pembaca dalam memahami sebuah tulisan. Penggunaan ejaan dan tanda baca dapat membedakan makna yang ada dalam sebuah kalimat. Dengan demikian, kesalahan penggunaan ejaan dan tanda baca dapat mengubah makna sebuah kalimat yang diinginkan seorang penulis; (3) Ketepatan dalam struktur kalimat: kalimat-kalimat yang ada dalam tulisan sebaiknya komunikatif. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan struktur
30
kalimat yang tepat. Apabila kalimat tersebut merupakan kalimat pasif hendaknya disusun berdasarkan pola kalimat pasif, begitu juga sebaliknya; (4) Kesatuan, kepaduan, dan kelengkapan dalam sebuah paragraf. Paragraf yang baik mengandung satu gagasan utama dan memiliki koherensi, artinya kalimat yang satu dengan kalimat yang lainnya memilikikepaduan. Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disintesiskan bahwa tahapan menulis meliputi (1) perencanaan dengan mengumpulkan gagasan (ide), yaitu merupakan
tahapan merencanakan hal-hal pokok yang akan mengarahkan
penulis dalam seluruh kegiatan penulisan, (2) pemilihan topik, yaitu membuat draf beberapa topik dan menentukan topik yang akan dijadikan sebagai sebuah tulisan(3) penyusunan draf, yaitu menyusun gagasan dan
ide dalam suatu
kerangka tulisan (4) merevisi, yaitu membuat perubahan yang substantif pada draft pertama dan draft berikutnya, sehingga menghasilkan draft akhir (5) menyunting (mengedit), yaitu meyuntingan tulisan untuk kejelasan penyajian serta bahasa dalam tulisan agar sesuai dengan sasarannya yang terkait dengan masalah komunikasi. (6) publikasi (pemajangan.), yaitu menginformasikan hasil tulisan kepada orang lain melalui media cetak maupun media elektronika. Untuk mendapatkan tulisan yang baik, penulis dapat melakukan dengan (a) mengulang kata atau kelompok kata yang sebelumnya disebutkan, (b) mengganti kata yang sebelumnya disebutkan dengan kata lain yang sama maknanya, atau (c) menggunakan kata ganti dan penunjuk. Di samping itu, sebuah paragraf harus mengandung satu kalimat utama dan beberapa kalimat penjelas.
31
Oleh karena itu, harus dihindari sebuah paragraf yang dibangun hanya dengan satu atau dua kalimat. c. Pengertian Keterampilan Menulis Keterampilan
menulis
merupakan
keterampilan
multiaspek,
yaitu
keterampilan yang melibatkan berbagai ragam keterampilan lain, tidak hanya melibatkan kegiatan fisik yang berkaitan dengan motorik, tetapi juga melibatkan kegiatan mental yang bersifat kognitif. Menurut Syah (2000: 119) keterampilan berkaitan dengan kemampuan intelektual yang berkenaan dengan kecakapan orang dalam mendayagunakan segala fungsi mental/kognitifnya untuk mencapai hasil secara maksimal. Dengan demikian, keterampilan yang dimaksud di sini bukanlah keterampilan motorik yang berhubungan dengan otot tubuh. Berkaitan dengan keterampilan menulis menurut The Liang Gie (2002:3), adalah keterampilan dalam pembuatan huruf, angka, nama, suatu tanda bahasa apapun, dengan suatu tulisan pada suatu halaman tertentu. Menurut Tarigan (2008: 3), keterampilan menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang bersifat produktif dan ekspresif yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung dan tidak secara tatap muka dengan pihak lain. Sementara itu, menurut Byrne (dalam Slamet, 2009: 107) keterampilan menulis adalah kemampuan menuangkan buah pikiran ke dalam bahasa tulis melalui kalimat-kalimat yang dirangkai secara utuh, lengkap, dan jelas sehingga buah pikiran tersebut dapat dikomunikasikan kepada pembaca dengan berhasil. Lebih lanjut, menurut Abbas (2006:125), keterampilan menulis adalah kemampuan mengungkapkan gagasan, pendapat, dan perasaan kepada pihak lain
32
melalui bahasa tulis. Ketepatan pengungkapan gagasan harus didukung dengan ketepatan bahasa, kosakata, aspek gramatikal, dan penggunaan ejaan. Dari uraian yang telah dikemukakan maka dapat disintesiskan bahwa keterampilan menulis merupakan keterampilan dalam menuangkan ide dan gagasan dalam bentuk bahasa tulis yang baik dan benar sebagai informasi yang dapat dipahami dengan baik oleh pembaca tentang isi tulisan tersebut, tafsiran pembaca sama dengan maksud penulis. Di samping itu keterampilan menulis digunakan untuk dapat meyakinkan dan mempengaruhi sikap pembaca. Keterampilan menulis menuntut kemampuan menggunakan pola-pola bahasa secara tertulis untuk mengungkapkan suatu gagasan. Keterampilan menulis
ini
menggunakan
mencakup
berbagai
unsur-unsur
mengorganisasikan
wacana
kemampuan,
bahasa dalam
secara bentuk
seperti tepat,
karangan,
(a) (b) (c)
kemampuan kemampuan kemampuan
menggunakan gaya bahasa dan pilihan kata yang tepat, (d) kemampuan untuk menemukan masalah yang akan ditulis, (e) kemampuan memahami kondisi dan situasi pembaca, (f) kemampuan menggunakan bahasa indonesia, (g) kemampuan memulai menulis, dan (h) kemampuan memeriksa karangan sendiri. Kemampuan tersebut akan berkembang apabila ditunjang dengan kegaiatan membaca dan kekayaan kosakata serta latihan. d. Penilaian Keterampilan Menulis Dalam proses pembelajaran dibutuhkan penilaian untuk dapat mengukur ketercapaian proses pembelajaran yang berlangsung. Penilaian merupakan hal penting yang dilakukan setelah pelaksanaan proses pembelajaran. Penilaian dapat
33
digunakan untuk menentukan tindak lanjut dari proses pembelajaran yang telah dilakukan.Nurgiyantoro (2010: 7) mendefinisikan penilaian sebagai proses sistematis dalam pengumpulan, analisis, dan penafsiran informasi untuk menentukan seberapa jauh peserta didik dapat mencapai tujuan pendidikan. Menurut Sudjana dan Ibrahim (2007: 220) penilaian adalah suatu kegiatan menginterpretasi dengan cara membandingkan antara kriteria dan kenyataan dalam konteks situasi tertentu. Definisi penilaian ini sejalan dengan pendapat Suwandi (2011: 6) yang menyatakan penilaian sebagai suatu proses untuk mengetahui apakah proses dan hasil dari suatu program kegiatan telah sesuai dengan tujuan dan kriteria yang telah ditetapkan. Adapun acuan
penilaian
menurut Suwandi (2006: 12-13) meliputi: (1) isi, (2) organisasi isi, (3) gramatika, (4) diksi, (5) ejaan, (6) notasi. Dalam penilaian keterampilan menulis, Brown (2000: 342) memberikan enam katagori penilaian, yaitu (1) isi, (2) organisasi, (3) wacana, (4) sintaksis, (5) kosakata, dan (6) mekanik. Senada dengan pendapat Brown, Djiwandono (2008: 61-62) berpendapat bahwa penilaian dilaksanakan dengan komponen: (1) isi, (2) organisasi,
(3)
penggunaan
bahasa,
(4)
kosa
kata,
dan
(5)
teknik
penulisan.Johnson (2008: 213) menyatakan bahwa aspek penilaian menulis meliputi isi dan ide, tata bahasa, ketepatan waktu pengumpulan, memenuhi persyaratan, organisasi, struktur, komunikasi, dan penampilan. Dalam penelitian ini penilaian dalam menulis karya ilmiah menggunakan penilaian menurut Suwandi.
34
2. Hakikat Karya Ilmiah Karya ilmiah merupakan suatu karya yang berbentuk tulisan yang bersifat ilmiah. Karya ilmiah merupakan karya tulis yang berisi suatu pembahasan ilmiah yang dilakukan oleh seorang penulis untuk memberitahukan sesuatu hal secara logis dan sistematis kepada para pembaca. Karya ilmiah biasanya ditulis untuk mencari jawaban mengenai sesuatu hal dan untuk membuktikan kebenaran tentang sesuatu yang terdapat dalam objek tulisan. Istilah karya ilmiah disini adalah mengacu kepada karya tulis yang menyusun dan penyajiannya didasarkan pada kajian ilmiah dan cara kerja ilmiah dalam penulisannya. Penyusunan dan penyajian karya semacam itu didahului oleh studi pustaka dan studi lapangan. Ada banyak pendapat yang menyatakan hakekat karya ilmiah. Djuroto dan Supriyadi (2002: 87) berpendapat bahwa karya ilmiah adalah salah satu jenis karangan yang berisi serangkaian hasil pemikiran yang diperoleh sesuai dengan sifat keilmuannya. Gagasan lebih rinci dikemukakan oleh Gatot (2009: 27) yang mengatakan bahwa karya ilmiah adalah karya tulis yang menyajikan gagasan, deskripsi atau pemecahan masalah secara sistematis, disajikan secara objektif dan jujur, dengan menggunakan bahasa baku, serta didukung oleh fakta, teori, dan atau bukti-bukti empirik. Sementara itu, menurut Brotowidjoyo (2002: 46), karya ilmiah merupakan karangan ilmu pengetahuan yang menyajikan fakta dan ditulis menurut metodologi penulisan yang baik dan benar. Karya ilmiah dapat berwujud dalam bentuk makalah, kertas kerja, laporan akhir, skripsi, tesis, dan disertasi
35
yang pada dasarnya merupakan produk dari kegiatan ilmuwan (Dwiloka, 2005: 57). Bertolak dari beberapa definisi dan berdasarkan karakteristik karya ilmiah, yang dimaksud karya ilmiah dalam tulisan ini adalah suatu tulisan yang menyajikan gagasan, deskripsi atau pemecahan masalah secara sistematis berdasarkan fakta, teori, dan bukti-bukti empirik dengan menggunakan bahasa baku. Karya ilmiah adalah suatu karya yang dapat dihasilkan oleh satu orang atau lebih yang bekerja bersama-sama dengan mengikuti kaidah-kaidah dan persyaratan tertentu dalam penulisannya.Mengenai hal ini ada berbagai pendapat yang dapat dikaji. Danial (2001: 4) mengemukakan bahwa karya ilmiah adalah berbagai macam tulisan yang disusun oleh seseorang atau kelompok dengan menggunakan tata cara ilmiah. Tata cara ilmiah adalah suatu sistem penulisan yang didasarkan pada sistem, masalah, tujuan, teori, dan data untuk memberikan alternatif pemecahan masalah tertentu.Senada dengan pendapat tersebut, Djuroto dan Supriyadi (2003: 12) mengatakan bahwa karya tulis ilmiah adalah suatu tulisan yang membahas suatu masalah. Pembahasan itu dilakukan berdasarkan penyelidikan, pengamatan, dan pengumpulan data yang didapat dari suatu penelitian, baik penelitian lapangan, tes laboratorium, ataupun kajian pustaka. Karya ilmiah adalah hasil pemikiran seorang ilmuwan (yang berupa hasil pengembangan) yang ingin mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni yang diperoleh melalui kepustakaan, kumpulan pengalaman, penelitian, dan pengetahuan orang lain sebelumnya (Dwiloka, 2005:2). Menurut Pateda
36
(1993:91), karya ilmiah adalah hasil pemikiran ilmiah pada suatu disiplin ilmu tertentu yang disusun secara sistematis, ilmiah, logis, benar, bertanggungjawab, dan menggunakan bahasa yang baik dan benar.Sejalan dengan pendapat di atas, menurut Sudjiman dan Sugono (1991: 1-3), karya ilmiah adalah suatu karya tulis yang penyusunannya didasarkan pada kajian ilmiah dan penyusunannya didahului oleh penelitian pustaka dan/atau penelitian lapangan. Karya ilmiah pada dasarnya berbeda dengan karya tulis yang nonilmiah. Brotowidjoyo (1998: 3-6) membedakan adanya dua golongan karangan, yaitu karangan ilmu pengetahuan yang bersifat ilmiah (karya ilmiah), dan karangan ilmu pengetahuan yang bersifat nonilmiah (karya nonilmiah). Karya ilmiah adalah karangan yang ditulis berdasarkan fakta umum, yaitu fakta yang dapat dibuktikan benar tidaknya. Meskipun demikian, tidak semua fakta umum bernilai ilmiah. Karya nonilmiah adalah karangan yang ditulis berdasarkan fakta pribadi, yaitu fakta yang ada pada diri seseorang atau ada dalam batin seseorang dan bersifat subjektif. Penggolongan karangan atas karya ilmiah dan karya nonilmiah tidak saja didasarkan pada sifat fakta yang disajikan, tetapi juga didasarkan pada cara penulisan. Sebuah karangan yang menyajikan fakta umum, tetapi jika penulisannya tidak menggunakan metode penulisan yang baik dan benar, karangan itu tidak dapat digolongkan sebagai karangan ilmiah. Dengan demikian, karya ilmiah adalah karangan ilmu pengetahuan yang menyajikan fakta umum dan ditulis menurut metode penulisan karangan ilmiah.Pengungkapan pikiran dalam karya ilmiah didasarkan pada fakta dengan berpedoman pada ciri-ciri dalam
37
penulisan ilmiah, yaitu: (1) pengungkapan masalah dan pemecahannya dilakukan secara ilmiah; (2) pengungkapan pendapat didukung oleh fakta; (3) bersifat tepat dan lengkap; (4) pengembangannya secara sistematis dan logis; serta (5) bersifat netral dan tidak emosional. Berkaitan dengan ciri-ciri yang menjadi katagori sebuah karya ilmiah, Maimunah (2007: 26) mengungkapkan bahwa karakteristik penulisan karya ilmiah meliputi: fokus gagasan, keterbacaan, teknik penulisan, dan perujukan. Menurut Sugiyono (2005: 45) dalam proses penyusunan karya ilmiah diperlukan adanya kreativitas gagasan. Kreativitas gagasan adalah sebuah kemampuan untuk memikirkan dan menemukan sesuatu yang baru, menciptakan gagasan-gagasan
baru
dengan
cara
mengombinasikan,
mengubah
atau
menerapkan kembali ide-ide yang telah ada (Gie, 2003: 14). Lebih lanjut menurut Rahmat (2005: 27) kreativitas gagasan adalah sebuah perilaku menerima perubahan dan kebaruan, kemampuan bermain-main dengan berbagai gagasan dan berbagai kemungkinan, cara pandang yang fleksibel, dan kebiasaan menikmati sesuatu. Sementara itu, menurut Drost (2000: 8) kreativitas gagasan adalah proses kerja keras dan berkesinambungan dalam menghasilkan gagasan dan pemecahan masalah yang lebih baik, serta selalu berusaha untuk menjadikan segala sesuatu lebih baik. Hal ini berkenaan dengan proses eksplorasi untuk melahirkan ide dan gagasan yang inovatif dan solutif. Menurut Kamdi (2002: 19) kegiatan berpikir kreatif adalah suatu kegiatan berpikir secara kensisten dan terus-menerus menghasilkan suatu gagasan yang kreatif/orisinil sesuai dengan keperluan.
38
Hossoubafi (2004: 71) menunjukkan bahwa karakteristik dari kreativitas adalah: (1) mempunyai keterkaitan yang luas dengan masalah yang berkaitan atau tidak berkaitan dengan dirinya; (2) mampu memandang suatu masalah dari berbagai perspektif; (3) cenderung menatap dunia secara relatif dan kontekstual, bukan secara universal atau absolut; (4) biasanya melakukan pendekatan mencoba dan belajar dalam menyelesaikan permasalahan yang memberikan alternatif, berorientasi ke depan dan bersikap optimis dalam menghadapi perubahan demi suatu kemajuan. Hal-hal yang menjadi indikator penilaian pada aspek kreativitas gagasan adalah: (1) komprehensif, menarik, aktual, dan unik; (2) struktur gagasan yang didukung
oleh
argumentasi
ilmiah;
(3)
keaslian
gagasan,
penjelasan
pengungkapan ide, sistematika pengungkapan ide; (4) gagasan bersifat asli diungkapkan secara menyeluruh dan terstruktur yang memperlihatkan keunikan dan keaslian gagasan yang didukung dengan argumentasi ilmiah yang jelas. Menurut Pateda dan Pulubuhu (1993: 95), ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar suatu tulisan layak disebut sebagai karya ilmiah. Syarat-syarat itu antara lain: (1) komunikatif,artinya uraian yang disampaikan dapat dipahami pembaca, (2) kata dan kalimat yang disusun penulis hendaknya bersifat denotativesehingga tidak menimbulkan penafsiran ganda pada pembaca. Pemahaman penulis hendaknya sama dengan pemahaman pembaca, (3) bernalar, artinya tulisan itu harus sistematis, berurutan secara logis, ada kohesi dan koherensi, dan mengikuti metode ilmiah yang tepat, dipaparkan secara objektif, benar, dan dapat dipertanggungjawabkan, (4) ekonomis, artinya kata atau kalimat
39
yang ditulis hendaknya diseleksi sedemikian rupa sehingga tersusun secara padat berisi, (5) Berdasarkan landasan teoretis yang kuat, artinya suatu hasil karya ilmiah, bukan subjektivitas penulisnya, tetapi harus berlandaskan teori-teori tertentu yang dikuasai secara mendalam oleh penulis. Penulis melakukan kajian berdasarkan teori-teori tersebut, (6) tulisan harus relevan dengan disiplin ilmu tertentu, artinya tulisan ilmiah itu ditulis oleh seseorang yang menguasai suatu bidang ilmu tertentu. Penguasaan penulis pada disiplin ilmu tertentu akan tampak melalui teori, pendekatan, pemaparan yang selalu berlandaskan pada prinsipprinsip ilmu tertentu, (7) memiliki sumber penopang mutakhir, artinya tulisan ilmiah harus mempergunakan landasan teori berupa teori mutakhir (terbaru). Penulis ilmiah harus mencermati teori-teori mutakhir melalui penelusuran internet atau jurnal ilmiah, (8) bertanggungjawab, artinya sumber data, buku acuan, dan kutipan harus secara bertanggungjawab disebutkan dan ditulis dalam karya ilmiah. Teknik penulisan yang tepat serta penggunaan bahasa yang baik dan benar juga termasuk bentuk tanggungjawab seorang penulis karya ilmiah. Di samping adanya syarat-syarat dalam karya tulis ilmiah, ada ciri-ciri dalam karya ilmiah, seperti yang diungkapkan oleh Maimunah (2007: 26) yang mengemukakan bahwa ciri karangan ilmiah adalah: (1) pengungkapan masalah dan pemecahannya dilakukan secara ilmiah; (2) pengungkapan pendapat didukung oleh fakta; (3) bersifat tepat dan lengkap; (4) pengembangannya secara sistematis dan logis; dan (5) bersifat netral dan tidak emosional. Ciri karya tulis ilmiah yang lain adalah menggunakan kalimat efektif, yaitu kalimat yang secara tepat dapat mewakili gagasan atau perasaan pembicara atau penulis dan sanggup
40
menimbulkan gagasan yang sama tepatnya dalam pikiran pendengar atau pembaca seperti yang dipikirkan oleh pembicara atau penulis (Suwardjono, 2004: 1). Berkaitan dengan masalah tersebut, Keraf (1993: 36-48) merinci lebih lanjut, bahwa kalimat efektif mempunyai: kesatuan gagasan, koherensi yang baik dan kompak, penekanan, variasi, paralelisme, dan penalaran atau logika. Senada dengan pendapat itu, Indriati (2006: 34) mengatakan bahwa tulisan yang efektif harus mengandung unsur-unsur: (1) singkat dalam arti tidak perlu menambahkan hal-hal di luar isi pokok tulisan dan tidak mengulang-ulang yang sudah dijelaskan (redundant). (2) jelas, kejelasan (clarity) dalam arti tidak mempunyai arti ganda (ambiguous), (3) tepat (precise) dalam arti pemilihan kosa kata harus tepat menggambarkan apa yang dimaksudkan penulis. (4)aliran logika (logical flow) lancar dalam arti paparan ide pokok didukung oleh penjelasan dan kesimpulan. (5) koheren dalam arti, ide-ide pokok harus saling berkaitan mendukung ide utama sehingga seluruh bagian tulisan merupakan kesatuan yang saling berhubungan (coherence). Banyak unsur yang membentuk karangan / tulisan ilmiah. Hal itu dikatakan oleh Langan dalam Pateda (1993: 96) bahwa karangan/tulisan ilmiah itu terbentuk oleh adanya unsur: (a) kata, (b) kalimat, (c) paragraf, (d) keutuhan, (e) kohesi-koherensi, dan (f) diksi. Unsur (a) sampai dengan (c) berhubungan dengan struktur bahasa, sedangkan unsur (d) hingga (f) berkaitan dengan unsur yang membentuk tulisan secara menyeluruh. Menurut Hasimoto, dkk. (1982: 87), suatu karya ilmiah harus memiliki koherensi, yaitu mempunyai keterpaduan yang menyeluruh, di mana tidak ada
41
unsur atau bagian-bagian tulisan terabaikan yang memungkinkan pembaca bertanya-tanya atau kehilangan jejak dalam memahami isi tulisannya. Adapun tujuan dari koherensi adalah untuk membantu para pembaca melihat bagaimana penulis memaparkan pokok-pokok pikiran secara utuh dan jelas: bagaimana ide yang satu dikaitkan dengan ide yang lainnya. Senada dengan pendapat Hosimoto, Syamsudin, dkk. (1998:78) menyatakan bahwa suatu wacana yang baik memiliki kohesi dan koherensi. Kohesi adalah adanya hubungan yang serasi antara unsur yang satu dengan unsur yang lain sehingga tercipta pengertian yang koheren. Kohesi merujuk pada pertautan bentuk, sedangkan koherensi merujuk pertautan makna. Unsur terakhir pada karangan / tulisan ilmiah adalah diksi. Diksi adalah kemahiran penulis memilih kata dan kalimat yang mendukung beberan pikiran. Kata atau kalimat yang dipilih harus efektif dan bermakna. Kata dan kalimat yang dipilih harus betul-betul berfungsi. McCrimmon (1984, 271), diksi yang baik adalah pemilihan kata-kata yang dapat dipergunakan untuk mengkomunikasikan maksud penulis dengan baik kepada pembaca. Lebih lanjut menurut McCrimmon (1984: 271-282), terdapat tiga kualitas yang menggambarkan sebuah pemilihan kata yang baik, yaitu: (1) kesesuaian atau ketepatan kata: kata-kata yang tepat adalah kata-kata yang sesuai dengan tujuan yang dimaksud penulis. Termasuk di dalamnya analisis penulis terhadap situasi dan sasaran yang dituju, (2) kekhususan: kata-kata khusus yang dimaksud dalam sebuah tulisan adalah katakata yang secara spesifik mengacu pada orang, objek, atau acara tertentu, (3) pencitraan: terdapat dua arti yang umum, yaitu imaji-imaji atau gambar-gambar
42
yang diciptakan oleh kata-kata konkret dan bahasa-bahasa kiasan misalnya simile dan metafora. Terkait dengan bahasa, menurut Suriasumantri dalam (Waluyo, 2014: 23)
yaitu sebagai sarana berpikir keilmuan dan sarana komunikasi keilmuan.
Sebagai sarana keilmuan bahasa diperkuat dengan logika, matematika, dan statistika. Logika mengatur bahasa yang digunakan supaya memiliki keberaturan, keruntutan, proses penalaran yang benar, dan alur pemikiran yang lancar dan lurus. Matematika menjadi dasar pemikiran deduktif, bahwa setiap menulis karya ilmiah harus didasarkan pada teori-teori pakar-pakar pendahulu yang dikutip sesuai dengan kaedah keilmuan dan etika keilmuan. Statistika merupakan dasar pemikiran bahwa karya keilmuan harus menampilkan data-data empirik sesuai dengan masalah yang hendak dijawab atau diuji dalam penyimpulan. Gambaran langkah penyimpulan sudah terbayang oleh penulis ilmiah karena harus didukung data yang sesuai dengan apa yang akan disimpulkan.Alur deduktif harus memaparkan teori-teori yang kuat, yang mendukung argumentasi untuk hipotesis atau menjadi pedoman bagi penyimpulan. Kedalaman dan keluasan substansi keilmuan seseorang ditandai dengan pustaka acuan yang diajukan. Alur pemikiran induktif dalam karya ilmiah tercermin di dalam hasil laporan penelitian yang diperoleh dari data-data yang dikumpulkan
43
3. Definisi Konseptual Keterampilan Menulis Karya Ilmiah Berdasarkan uraian di atas dapat disusun definisi konseptual atau konstruk bahwa keterampilan menulis karya ilmiah adalah suatu kemampuan menggunakan unsur-unsur bahasa secara tepat dalam membuat tulisan berdasarkan fakta, menggunakan metode penulisan ilmiah, menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, menggunakan EYD serta penyusunannya didasarkan pada kajian ilmiah dan yang didahului oleh penelitian pustaka dan / atau penelitian lapangan. Di samping itu di dalam menulis karya ilmiah penulis harus memahami etika penulisan karya ilmiah secara baik. Etika ini berkaitan dengan pengutipan, perujukan, perijinan terhadap bahan yang digunakan dan penyebutan sumber data ataupun informan. 4. Menulis Makalah a. Pengertian Makalah Makalah adalah suatu tulisan yang berdasarkan pada kebenaran empiris yang dipublikasikan secara umum. Makalah juga merupakan sebagai karangan yang dijadikan sebagai tugas mahasiswa selama mengikuti pendidikannya di perguruan tinggi. Banyak kajian yang berusaha untuk menjelaskan pengertian tentang makalah.Diantaranya, Dwiloka (2005:5-7) mengemukakan, makalah merupakan suatu karya ilmiah yang menyajikan suatu masalah yang pembahasannya berdasarkan kajian pustaka atau data di lapangan yang bersifat empiris objektif, serta melalui pemikiran deduktif atau induktif.Makalah disusun untuk memenuhi tugas-tugas dalam mata
44
kuliah tertentu.
Alek dan Achmad (2010: 112) mengemukakan, makalah
adalah karya tulis yang memuat pemikiran tentang suatu masalah atau topik tertentu yang ditulis secara sistematis dan disertai analisis yang logis dan objektif, serta disampaikan di muka umum dalam bentuk seminar, diskusi, atau lokakarya. Lebih lanjut menurut Alek dan Achmad (2010: 120-121) ciri – ciri makalah adalah: (1) Logis, yaitu keterangan, uraian, pandangan dan pendapat dapat dikaji; (2) Objektif, yaitu mengemukakan keterangan dan penjelasan apa adanya; (3) Sistematis, yaitu apa yang disampaikan disusun secara runtut dan berkesinambungan; (4) Jelas, yaitu keterangan, pendapat dan pandangan yang dikemukakan jelas dan tidak membingungkan; (5) Kebenaran dapat diuji, yaitu pernyataan, pandangan, serta keterangan yang dipaparkan dapat diuji, berdasarkan pernyataan yang sesungguhnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa makalah merupakan salah satu tugas dalam perkuliahan yang berbentuk karya tulis yang membahas pokok persoalan tertentu yang ditulis secara sistematis serta melalui analisis yang logis, objektif, dan teruji kebenarannya. Menurut Djuhari dan Suherli (2001: 68) makalah adalah karya tulis ilmiah mengenai suatu topik tertentu yang tercakup dalam ruang lingkup suatu perkuliahan. Adapun karakteristik makalah adalah sebagai berikut: (1) merupakan hasil kajian literatur dan atau laporan pelaksanaan suatu kegiatan lapangan seperti penelitian, penyuluhan, dan pelatihan yang sesuai dengan cakupan permasalahan suatu perkuliahan; (2) mendeskripsikan pemahaman
45
penulis tentang permasalahan teoretik yang dikaji atau kemampuan mahasiswa dalam menerapkan suatu prosedur, prinsip, atau teori yang berhubungan dengan perkuliahan; (3)
menunjukkan kemampuan penulis
terhadap isi dari berbagai sumber yang digunakan; dan (4) menunjukkan kemampuan penulis meramu berbagai sumber informasi dalam suatu kesatuan sintesis yang utuh. Dari pendapat di atas dapat disintesiskan bahwa makalah ilmiah adalah suatu karya tulis ilmiah
yang membahas permasalahan tertentu dengan
analisis yang logis dan objektif, ditulis dengan sistematis, bertujuan untuk menyakinkan pembaca bahwa topik yang ditulis merupakan suatu hasil yang berdasarkan kebenaran, dilengkapi dengan penalaran logis dan merupakan tulisan formal. Penulisan makalah ilmiah menggunakan sejumlah sumber, mengkaji secara mendalam dan kemudian mengemukakan persoalan dalam cakupan yang lebih sempit. Sumber-sumber itu memberikan fakta-fakta yang terpercaya dan pendapat para ahli untuk mendukung suatu pandangan atau gagasan, untuk memberikan alasan, perspektif historis, atau untuk menganalisis dan menjelaskan. b. Sistematika Makalah Makalah sebagai suatu tulisan yang dipaparkan dengan sistematika tertentu
yang
meliputi
bagian-bagian
yang
dituliskan
secara
berurutan.Sistematika dalam penulisan makalah dikemukakan oleh Dwiloka (2005:95), terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian awal, bagian inti, dan bagian akhir. Bagian awal terdiri dari halaman sampul, daftar isi, dan daftar
46
tabel.Bagian inti terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan makalah, pembahasan, dan kesimpulan.Bagian akhir terdiri dari daftar rujukan. Berikut adalah penjelasan mengenai bagian awal sebuah makalah. Halaman sampul memuat judul makalah, maksud penulisan makalah, nama penulis makalah, serta tempat dan waktu penulisan makalah. Daftar isi berisi tentang penomoran halaman yang berfungsi sebagai panduan mengenai keseluruhan isi makalah. Ketentuan penulisan daftar isi adalah sebagai berikut. (1) Judul bagian makalah ditulis dengan menggunakan huruf kecil (kecuali awal kata selain kata tugas ditulis dengan huruf besar); (2) Penulisan judul bagian dan judul subbagian dilengkapi dengan nomorhalaman tempat pemuatannya dalam makalah; (3) Penulisan daftar isi menggunakan spasi tunggal dengan antar bagian dua spasi. Daftar gambar dan tabel dicantumkan untuk mempermudah pembaca mencermati tabel dan gambar yang ada dalam makalah. Penulisan daftar tabel dan gambar (berupa nomor dan nama) dituliskan secara lengkap. Jika tabel dan gambar lebih dari satu maka penulisannya dilakukan secara terpisah. Namun, jika hanya terdapat satu tabel atau gambar, maka daftar tabel dan gambar disatukan dengan daftar isi makalah. Bagian pendahuluan suatu makalah menjelaskan latar belakang penulisan makalah, perumusan masalah, dan tujuan penulisan makalah. Butir yang menandai latar belakang masalah adalah hal-hal yang melandasi perlunya makalah itu ditulis. Paparan latar belakang masalah dapat berupa
47
paparan teoretis atau paparan praktis. Latar belakang masalah harus menunjukkan kepada pembaca bahwa masalah atau topik yang diangkat penulis memang perlu untuk dibahas. Rumusan masalah merupakan bagian penting dalam sebuah sebuah pendahuluan. Makalah yang telah dideskripsikan dalam bentuk pertanyaan pada perumusan masalah tidak terbatas pada persoalan yang memerlukan pemecahan, tetapi juga meliputi persoalan yang memerlukan penjelasan lebih lanjut. Masalah hendaknya menarik untuk dibahas lebih lanjut, tidak terlalu asing bagi penulis, dan bahan untuk membahas masalah tersebut cukup tersedia bagi penulis. Tujuan penulisan merupakan bagian akhir dari pendahuluan makalah. Tujuan penulisan berkaitan dengan fungsi yang ingin dicapai melalui penulisan makalah tersebut. Penulisan makalah memiliki dua tujuan, yaitu tujuan bagi penulis makalah dan tujuan bagi pembaca. Bagi penulismakalah, tujuan mengarahkan pada kegiatan penulisan makalah lebih lanjut, khususnya dalam pengumpulan bahan penulisan. Bagi pembaca makalah, tujuan penulisan memberi informasi mengenai hal-hal yang disampaikan dalam makalah tersebut. Pembahasan merupakan bagian inti dalam makalah. Pembahasan merupakan jawaban dari setiap butir perumusan masalah. Jika dalam perumusan masalah ada tiga masalah yang ingin diuraikan penulis, maka pembahasan merupakan jawaban dari tiga masalah tersebut. Kemampuan menulis setiap penulis makalah akan terlihat melalui bagian pembahasan.
48
Tinggi rendahnya kualitas tulisan seseorang akan terlihat melaui uraian-uraian kalimat yang terdapat dalam pembahasan. Penulisan pembahasan yang baik adalah jika seorang penulis dapat membahas masalah secara mendalam dan tuntas dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar. Dalam hal ini penalaran, kohesi-koherensi, kalimat efektif, dan hal lain yang bertalian dengan bahasa yang baik dan benar mutlak dikuasai oleh seorang penulis makalah. Setelah pembahasan selesai dilakukan, penulisan makalah diakhiri dengan bagian penutup berupa kesimpulan dan saran. Isi bagian akhir berupa daftar pustaka atau rujukan dan lampiran (jika ada). Daftar pustaka atau rujukan ditulis sebagai sarana untuk memberikan gambaran sumber-sumber yang disitasi dan sekaligus sebagai penghargaan bagi para pencetus teori serta memenuhi kode etik penulisan makalah ilmiah. Lampiran berupa data yang tidak dimasukkan dalam inti makalah, tetapi dipandang sangat penting oleh penulis terhadap isi makalah tersebut. Di samping tiga bagian yang telah dijelaskan di atas, makalah juga mencakup beberapa ketentuan, yaitu format, kebahasaan, kreativitas gagasan, topik, data dan sumber informasi, analisis, sintesis, dan simpulan. Format makalah merupakan bagian dari proses penulisan makalah. Format makalah adalah bentuk, gaya, atau kerangka penulisan makalah sesuaikan dengan lingkungan penulisan ilmiah di masing-masing perguruan tinggi (Suwardjono, 2008: 4). Adapun yang perlu diperhatikan dalam format makalah adalah: (1) tata tulis, yang terdiri dari: ukuran kertas, tipografi, kerapian ketik, tata letak, jumlah halaman; (2) sistematika penulisan, yang meliputi: ketetapan dan
49
kejelasan ungkapan; (3) format penulisan daftar pustaka, disesuaikan dengan gaya selingkung. Tata tulis dan semua unsur pengungkapan dipenuhi dengan cermat di seluruh naskah dan mengikuti pedoman penulisan karya ilmiah. Hal lain dalam penulisan makalah adalah aspek kebahasaan. Kebahasaan merupakan aspek yang perlu diperhatikan ketika menlis suatu makalah. Aspek kebahasaan yang dimaksud adalah penggunaan ragam bahasa ilmiah, sehingga setiap informasi dalam karya ilmiah dapat diungkapkan dengan sejelas-jelasnya serta tidak menimbulkan pertanyaan dan keraguraguan di dalam benak pembaca. Menurut Dwiloka dan Riana (2005: 33) bahasa yang digunakan dalam bahasa ilmiah adalah bahasa pasif, yaitu bahasa yang mengungkapkan bahwa penulis hanya berperan sebagai media penyampaian maksud, dan bukan sebagai pelaku. Bahasa ilmiah juga bersifat informatif, yaitu memberikan sebuah informasi pengetahuan yang diungkapkan secara langsung dan berdasarkan fakta. Ide atau informasi tersebut benar-benar sesuai dengan fakta yang diterima, serta dapat dibuktikan secara nyata. Pada saat membuat sebuah karya tulis ilmiah sudah selayaknya mahasiswa menggunakan ragam bahasa tulis ilmiah. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penulisan makalah terkait dengan aspek kebahasaan adalah: (1) penggunaan ejaan yang disempurnakan (EYD), pemilihan kata baku, dan notasi ilmiah; (2) penyusunan kalimat yang bersifat eksplisit, denotatif, efektif, dan tidak ambigu; (3) memperhatikan kohesi dan koherensi antarkalimat dan
50
antarparagraf; (4) bahasa dalam karya ilmiah harus baku, artinya harus sesuai dengan bahasa yang dijadikan tolok ukur atau standar penggunaan bahasa yang baik dan benar. Topik dan isi makalah disesuaikan dengan judul tulisan, aktual, dan memberikan kontribusi pada pengembangan keilmuan. Margono (2000: 21) mengemukakan bahwa sumber topik diperoleh keputusan dan penentuan terakhir terletak pada mahasiswa itu sendiri. Oleh karena itu, sebelum topik ditentukan, mahasiswa harus mempertimbangkan: (a) apakah topik tersebut dapat dijangkau atau dikuasai (manageable topic)?; (b) apakah data-data tersedia cukup (obtainable data)?; (c) apakah topik tersebut penting untuk diteliti (sifnificance of topic)?; (d) apakah topik tersebut cukup menarik minat untuk diteliti dan dikajikan (interested topic)?. Suatu penelitian tidak akan berhasil dengan memuaskan bilamana mahasiswa tidak mempunyai bekal pengetahuan dan kecakapan tentang caracara mencari dan mengolah data yang telah terkumpul. Topik yang baik belum menjadi jaminan bahwa data-data yang tersedia telah mencukupi di dalam penelitiannya, karena data sangat dibutuhkan, baik untuk mengembangkan maupun menguji hipotesis. Selanjutnya untuk mengembangkan hipotesis, tidak hanya data semata-mata yang dibutuhkan, tetapi juga buku-buku, buletin, majalah, koran, dan sebagainya. Demikian pula guna menguji kebenaran hipotesis, mahasiswa harus pergi ke lapangan. Indikator penelitian untuk aspek topik yang dikemukakan adalah: (1) pemilihan isi / masalah / ide; (2) relevansi judul dengan tema, topik yang
51
dipilih dan isi karya tulis; (3) aktualitas topik dan fokus bahasan yang dipilih; (4) sifat topik, rumusan judul, dan kesesuaian dengan ikhwal bahasan. Menurut Mujiono (2005: 16) data atau informasi yang dikumpulkan harus relevan dengan topik, sumber resmi, baik diperoleh dari sumber primer (hasil survei) maupun sumber sekunder. Data dan informasi berhubungan satu sama lain dan mendukung uraian pembahasan/analisis serta sesuai dengan sumber acuannya. Informasi merupakan data yang diolah menjadi bentuk yang berguna untuk membuat keputusan. Menurut Mc. Leod (2001: 5) informasi adalah data yang telah diolah menjadi bentuk yang memiliki arti bagi si penerima dan bermanfaat bagi pengambilan keputusan saat ini atau mendatang. Senada dengan Mc. Leod, Sutabri (2005: 31) berpendapat informasi adalah data yang telah diklasifikasikan atau diolah atau diinterpretasikan untuk digunakan dalam proses pengambilan keputusan. Lebih lanjut, menurut Jogiyanto (1999: 692) informasi dapat didefinisikan sebagai hasil dari pengolahan data dalam suatu bentuk yang lebih berguna dan lebih berarti bagi penerimanya yang menggambarkan suatu kejadian (event) yang nyata (fact) yang digunakan untuk pengambilan keputusan. Di samping itu, Kadir (2002: 31) mendefinisikan informasi sebagai data yang telah diproses sedemikian rupa sehingga meningkatkan pengetahuan seseorang yang menggunakan data tersebut. Informasi dalam hal ini sudah melalui tahapan proses pengolahan sehingga informasi yang disajikan dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan. Pengertian tersebut juga
52
sejalan dengan pendapat Bodnar (2000: 1) yang menyatakan informasi adalah data yang diolah sehingga dapat dijadikan dasar untuk mengambil keputusan yang tepat. Sukmadinata (2009: 27) menyampaikan bahwa sumber informasi terdiri dari sumber informasi primer dan sumber informasi sekunder. Sumber informasi primer biasanya dihasilkan oleh orang-orang yang terlibat langsung dalam suatu peristiwa, kegiatan, atau kehidupan seseorang. Sumber sekunder digunakan
sebagai
sarana
untuk
mengajukan
pendapat
ataupun
mengungkapkan pernyataan yang mendukung pendapat penting dari seseorang maupun kelompok tertentu. Beberapa contoh sumber informasi primer adalah skripsi, tesis, disertasi, kamus, artikel majalah atau jurnal, artikel internet, ensiklopedia, indeks, dan abstrak. Menurut Nursalam (2008: 6) informasi berguna untuk membuat keputusan karena informasi menurunkan ketidakpastian (meningkatkan pengetahuan). Informasi menjadi penting karena berdasarkan informasi itu para penulis dapat mengetahui kondisi objektif di lapangan. Informasi tersebut merupakan hasil pengolahan data atau fakta yang dikumpulkan dengan metode ataupun cara-cara tertentu. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dari aspek penelitian data dan sumber informasi adalah (1) relevansi data dengan informasi yang diacu; (2) keakuratan dan integritas data dan informasi; (3) kemampuan menghubungkan berbagai data & informasi; (4) penulisan sumber kutipan; (5) penulisan footnote, bodynote, dan endnote; dan (6) kesesuaisan kutipan dengan daftar pustaka.
53
Setelah data terkumpul, perlu ada proses pemilihan data dan kemudian dianalisisis serta diinterprestasikan dengan teliti dan cakap sehingga diperoleh suatu kesimpulan yang objektif dari suatu penelitian. Analisis data adalah kegiatan untuk memaparkan data, sehingga dapat diperoleh suatu kebenaran atau ketidakbenaran dari suatu hipotesis. Batasan ini diungkapkan oleh Moleong (2003: 103) bahwa analisis data adalah proses yang merinci usaha secara formal untuk menemukan tema dan merumuskan ide seperti yang disarankan oleh data sebagai usaha untuk memberikan bantuan pada tema dan ide. Bentuk sintesis adalah penyatuan unsur-unsur atau bagian-bagian ke dalam suatu menyeluruh. Sintesis dalam hal ini diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam mengaitkan dan menyatukan berbagai elemen dan unsur pengetahuan yang ada sehingga terbentuk pola baru yang lebih menyeluruh. Pada tataran ini mahasiswa dituntut untuk dapat menghasilkan sesuatu yang baru dengan jalan menggabungkan berbagai faktor yang ada. Hasil yang diperoleh dari kegiatan sintesis ini dapat berupa: (a) tulisan dari hal-hal yang bersifat sporadik, tidak sistematis, ataupun sistematis, kemudian dibuat simpulan; (b) rencana dan mekanisme penulisan. Semakin baik sintesis itu dibuat, semakin baik pula rencana atau penulisan kerja itu (Nursalam, 2002: 4). Selanjutnya menurut Sukadji (2000: 18) simpulan merupakan hasil akhir dari suatu pembahasan yang dapat digunakan untuk mengabstraksikan temuan
menjadi
sebuah
teori
yang
dapat
dipertanggung
jawabkan
54
kebenarannya, sesuai dengan hakikat karya ilmiah, yaitu mencari kebenaran secara empiris melalui proses pengkajian, penelitian, dan penjabaran. Bahasan dalam makalah haruslah mengandung unsur analisis, sintesis, dan penarikan simpulan. Diakhir tulisan disampaikan kemungkinan/prediksi transfer gagasan dan proses adopsi. Adapun hal-hal yang perlu dipertimbangkan terkait dengan aspek analisis, sintesis, dan penarikan simpulan adalah: (1) kemampuan menganalisis dan menyintesis; (2) kemampuan menyimpulkan bahasan; (3) kemampuan memprediksi dan mentransfer gagasan untuk dapat diadopsi; (4) kemampuan menganalisis dan menyintesis serta merumuskan simpulan. Makalah adalah karya ilmiah yang pembahasannya berdasarkan data lapangan yang bersifat empiris-objektif. Makalah disusun untuk memenuhi tugas-tugas mata kuliah tertentu atau memberikan saran pemecahan tentang masalah tertentu secara ilmiah. Makalah dapat juga berupa hasil penelitian yang disusun untuk dibahas dalam pertemuan ilmiah, misalnya seminar atau lokakarya. Makalah biasanya terdiri dari tiga bagian yaitu bagian awal, bagian inti, dan bagia akhir, bagian awal terdiri dari halaman sampul, daftar isi, dan daftar tabel atau gambar (jika ada) bagian inti berupa isi materi yang hendak dibahas dalam makalah tersebut. Bagian inti terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan makalah, pembahasan, kesimpulan dan saran. Bagian akhir terdiri dari daftar rujukan dan lampiran (jika ada).
55
Halaman sampul memuat judul makalah, maksud ditulisnya makalah, nama penulis makalah, tempat dan waktu penulisan makalah. Maksud penulisan makalah dapat berupa misalnya untuk memenuhi tugas matakuliah A yang diampu oleh dosen X. tempat dan waktu dapat berisi nama lembaga (fakultas, jurusan, program studi, universitas), kota, bulan, dan tahun ditulisnya makalah tersebut. Contoh sampul makalah dapat dicermati dalam lampiran. Daftar isi berfungsi sebagai panduan mengenai keseluruhan isi makalah. Ketentuan penulisan daftar isi seperti dikemukakan Bambang Dwiloka (2005:99) adalah sebagai berikut: (1) judul bagian makalah ditulis dengan menggunakan huruf kecil (kecuali awal kata selain kata tugas ditulis dengan huruf besar) (2) penulisan judul bagian dan judul sub bagian dilengkapi dengan nomor halaman dan tempat pemuatannya dalam makalah, dan (3) penulisan daftar isi dilakukan dengan menggunakan spasi tunggal dengan antar bagian dua spasi. Daftar gambar dan tabel dicantumkan untuk mempermudah pembaca mencermati tabel dan gambar yang ada dalam makalah. Penulisan daftar tabel dan gambar (berupa nomor dan nama) dituliskan secara lengkap. Jika tabeltabel dan gambar lebih dari satu, maka penulisannya dilakukan secara terpisah. Namun, jika hanya terdapat satu tabel atau gambar, maka daftar tabel dan gambar disatukan dengan daftar isi makalah. Bagian pendahuluan suatu makalah menjelaskan mengenai latar belakang penulisan makalah, perumusan masalah, dan tujuan penulisan
56
makalah. Butir yang menandai latar belakang masalah adalah hal-hal yang melandasi perlunya makalah itu ditulis. Paparan latar belakang masalah dapat berupa paparan teoretis atau paparan praktis. Yang perlu dicermati dalam latar belakang masalah adalah menunjukkan kepada pembaca bahwa masalah atau topic yang diangkat penulis perlu dibahas. Masalah yang telah dideskripsikan dalam bentuk pertanyaan pada perumusan masalah tidak terbatas pada persoalan yang memerlukan pemecahan, tetapi juga meliputi persoalan yang memerlukan penjelasan lebih lanjut, tidak terlalu asing bagi penulis, dan bahan untuk membahas masalah tersebut cukup tersedia bagi penulis. Tujuan penulisan merupakan bagian akhir dari pendahuluan makalah. Tujuan penulisan berkaitan dengan fungsi yang ingin dicapai melalui penulisan makalah tersebut. Biasanya penulisan makalah memiliki dua tujuan, yaitu tujuan bagi penulis makalah dan tujuan bagi pembaca. Bagi penulis makalah, tujuannya mengarahkan kegiatan yang harus dilakukan selanjutnya dalam menulis makalah, khususnya dalam pengumpulan bahan penulisan. Bagi pembaca makalah, tujuan penulisan memberikan informasi mengenai hal-hal yang disampaikan dalam masalah tersebut. Pembahasan merupakan bagian inti dalam makalah. Pembahasan merupakan jawaban dari setiap butir perumusan masalah. Jika dalam perumusan masalah ada tiga masalah yang ingin diuraikan penulis, maka pembahasan merupakan jawaban dari tiga masalah tersebut. Setiap penulis akan terlihat kemampuan ketrampilan menulisnya melalui penulisan pada
57
bagian pembahasan. Tinggi rendahnya yang baik adalah jika seorang penulis dapat membahas masalah secara mendalam dan tuntas dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar. Dalam hal ini penalaran, kohesi, koherensi, kalimat efektif dan sebagainya yang bertalian dengan bahasa yang baik dan benar mutlak dikuasai oleh seorang penulis makalah. Setelah pembahasan selesai dilakukan, penulisan makalah diakhiri dengan bagian penutup berupa kesimpulan dan saran. Isi bagian akhir berupa daftar pustaka/rujukan dan lampiran (jika ada). Lampiran merupakan pelengkap dalam penulisan makalah. Lampiran berupa data yang tidak dimasukkan dalam inti makalah, tetapi dipandang sangat penting oleh penulis bagi susunan makalah tersebut. c. Penilaian Makalah Baik atau buruknya suatu makalah dinilai dari berbagai segi atau sudut pandang.Penilaian
dari
segi
isi
dilihat
dari
kemampuan
untuk
mengidentifikasi, merumuskan gagasan, dan mengkoorganisasikan pokok pikiran. Pokok-pokok pikiran disusun menurut urutan yang logis dan sistematis. Sehingga, gagasan yang disajikan dapat diterima dengan baik oleh pembaca. Pengungkapan seluruh gagasan dan pokok pikiran memerlukan penguasaan berbagai aspek komponen bahasa, yaitu perlu ditemukan sejumlah kosakata yang sesuai dengan isi dan makna yang akan disampaikan. Kalimat perlu disusun berdasarkan rangkaian kata yang lugas dan jelas, serta memenuhi persyaratan dan aturan tatabahasa.Di samping itu, dalam teknik
58
penulisan, perlu diperhatikan penggunaan tanda baca yang tepat. Demikian pula dalam penggunakan gaya bahasa harus sesuai dengan sifat dan tujuan penulisan. Sujana (1995: 14) berpendapat bahwa makalah yang baik adalah yang berisi data rasional dan empiris serta memuat hasil penelitian lapangan, yaitu isi makalah harus memaparkan hasil studi pustaka dari berbagai sumber, baik buku, majalah, internet, maupun fakta-fakta yang berkembang di masyarakat dan didukung berbagai narasumber. Selanjutnya, penilaian karya ilmiah menurut Cooper dan Odell (1977: 4) dapat dilakukan secara holistik dan sepintas maupun analitik. Namun, penilaian pada umumnya dilakukan secara holistik dan sepintas. Tetapi apabila penilaian itu lebih dibutuhkan untuk keperluan yang bersifat diagnostik dan edukatif maka yang dipandang lebih tepat adalah penggunaan metode annalitik. Menurut Chapman (1983: 120-121)
komponen-komponen yang
dinilai meliputi: (1) fokus, yaitu kejelasan dan konsistensi gagasan utama; (2) perluasan (elaboration), yaitu kecukupan penjelasan terhadap argumenargumen dan kesimpulan; (3) perorganisasian, yaitu kejelasan dan adanya keterkaitan antaride; (4) konvensi, yaitu ketepatan dalam penggunaan ejaan, tatabahasa, dan tanda baca. Selanjutnya, menurut Suwandi (2006: 11), komponen-komponen yang dinilai dalam karangan ilmiah adalah sebagai berikut. (1) Isi, meliputi relevansi, tesis yang dikembangkan, keeksplisitan analisis, dan ketepatan simpulan; (2) Organisasi, meliputi keutuhan, perpautan, keterkembangan
59
paragraf, dan organisasi karangan; (3) gramatika, meliputi ketepatan bentuk kata dan keefektifan kalimat; (4) diksi, meliputi ketepatan kata (gagasan), kesesuaian kata (konteks), kebakuan kata; huruf, penulisan
(5) ejaan meliputi: pemakaian
kata, pemakaian pungtuasi; (6) notasi ilmiah, meliputi
penulisan sumber kutipan dan daftar pustaka. Dari beberapa pendapat tersebut dapat disintesiskan bahwa penilaian makalah mencakup beberapa hal: kalimat disusun secara lugas dan efektif, runtut, adanya keterpautan antar ide, rasional dan empiris, serta berdasarkan pada studi pustaka. Adapun acuan penilaian karya ilmiah dalam disertasi ini mengacu pada pendapat Suwandi (2006: 9-10), sebagai berikut: isi, organisasi isi, gramatika, diksi, ejaan, notasi ilmiah. Masing-masing komponen tersebut diberi bobot skor 30%, 30%, 15%, 15%, 5%, dan 5%. 5. Hakikat Kemampuan Berpikir Logis a. Pengertian Berpikir Berpikir merupakan perilaku kognitif yang menjadi salah satu bentuk aktivitas yang dilakukan oleh manusia. Setiap saat tidak ada satupunkegiatann yang dilakukan
manusia tanpa tanpa melakukan
aktivitas berpikir, misalnya bagaimana memecahkan masalah, bagaimana cara mencapai tujuan, bagaimana cara mencari alasan, dan bagaimana cara pengambilan keputusan dalam menyelesaikan masalah. Menurut Dewey (dalam Bolton, 1972: 8),“thinking is a directed activity which inevitably involves some form of experimentation, however rudimentary”.
60
Artinya, berpikir adalah suatu pengarahan aktivitas yang tidak terlepas dari beberapa bentuk percobaan, walaupun yang paling sederhana/dasar. Diungkapkan juga “thinking is therefore essentially a matter of judging and evaluating objects and events: we judge some things as related to one another, others as contradictory one event as implying another, and so on”. Artinya berpikir adalah sesuatu yang utama dari penilaian dan evaluasi objek dan kejadian: kita menilai beberapa hal yang dihubungkan dengan satu sama lain, peristiwa lain yang berlawanan yang menggambarkan kondisi yang lainnya, dan sebagainya". Berpikir adalah berbicara dengan dirinya sendiri dalam batin yang merupakan kegiatan akal yang khas dan terarahuntuk mempertimbangkan, merenungkan, menganalisis, membuktikan sesuatu, menunjukkan alasanalasan, menarik kesimpulan, meneliti sesuatu jalan pikiran, dan mencari bagaimana berbagai hal itu berhubungan satusama lain (Mukhayat, 2004:3; Poepoprodjo & Gilarso, 1989:4). Selanjutnya, Santrock (2009: 7) menjelaskan bahwa “berpikir” melibatkan kegiatan memanipulasi dan mentransformasi
informasi
dalam
memori.
Pendapat
lain
juga
dikemukakan oleh Suriasumantri (1993: 42) yang menyatakan bahwa berpikir merupakan suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang benar. Di samping pendapat di atas, menurut Mehra dan Burhan (1986: 12), berpikir adalah suatu kegiatan jiwa untuk mendapatkan pengetahuan, sesuatu yang telah diketahui merupakan data atau bahan pemikiran,
61
sedangkan sesuatu yang belum diketahui merupakan konklusi yang akan diperoleh dari pemikiran. Melalui aktivitas berpikir, dapat dikaji perihal benda-benda, gejala-gejala, dan peristiwa-peristiwa untuk kemudian menarik kesimpulan berupa ilmu pengetahuan. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa berpikir merupakan kegiatan akal yang dilakukan oleh manusia untuk menemukan pengetahuan yang benar Kegiatan berpikir berkaitan dengan penalaran karena penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam bentuk menarik kesimpulan yang berupa
pengetahuan.
pengetahuan
Pengetahuan
yang
dihasilkan
yang benar. Kegiatan berpikir untuk
merupakan menghasilkan
pengetahuan yang benarberbeda-beda karena apa yang disebut benar bagi tiap orang tidak sama. Setiap jalan pikiran memiliki kreteria kebenaran dan kriteria kebenaran itu merupakan landasan bagi proses penemuan kebenaran tersebut (Suriasumantri, 1993: 42). Penalaran merupakan suatu proses berpikir manusia untuk menghubungkan data atau fakta yang ada sehingga sampai pada satu kesimpulan (Arifin dan Amran Tasai, 1991: 160). Sementara itu, menurut Waluyo (1989: 3), penalaran merupakan kegiatan berpikir yang mempunyai
karakteristik
tertentu
dalam
menemukan
kebenaran.
Selanjutnya, dinyatakan bahwa sebagai suatu kegiatan berpikir, penalaran memiliki ciri-ciri penanda: (1) adanya suatu pola berpikir yang secara luas disebut logika, (2) mempunyai sifat analitik dalam proses berpikirnya.
62
Poespoprojo dan Gilarso (1985: 8) berpendapat bahwa penalaran adalah pengambilan suatu kesimpulan yang didasarkan pada alasan-alasan dan langkah-langkah tertentu dalam menjelaskan suatu hal yang saling berkaitan atau berhubungan antara satu dengan yang lain. Sejalan dengan pendapat tersebut, penalaran merupakan suatu kegiatan berpikir, tersusun urutan yang saling berhubungan untuk sampai pada kesimpulan (Suhendar dan Supinah, 1992: 22). Dari beberapa pendapat di atas, dapat disintesiskan bahwa berpikir adalah
memahami suatu yang dialami dan mencari jalan keluar dari
persoalan yang sedang dialami dengan membandingkan, menggolongkan, menghubungkan, mengevaluasi, menafsirkan, dan menarik kesimpulan. Dalam arti kata lain berpikir merupakan suatu aktivitas berbicara dengan dirinya sendiri yang tidak terlepas dari proses bernalaryang dapat menghasilkan pengetahuan, agar pengetahuan yang dihasilkan dalam bernalar ini mempunyai dasar kebenaran, maka proses berpikir harus dilakukan
dengan
cara
tertentu,
yaitu
dengan
merenungkan,
mempertimbangkan, dan menganalisis, untuk mengambil suatu keputusan atau kesimpulan dari suatu objek kejadian.Suatu penarikan kesimpulan baru dianggap valid (sahih) apabila proses penarikan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan logika, dimana logika secara luas dapat diartikan sebagai cara pengkajian untuk berpikir secara valid.
63
b. Kemampuan Berpikir Logis Kemampuan adalah suatu kesanggupan atau kecakapan seorang individu dalam menguasai suatu keahlian. Kemampuan ini dapat berupa kesanggupan bawaan sejak lahir, yang memerlukan suatu latihan dan praktek (Chapin, 2000:11). Dalam kaitannya dengan berpikir logis, kemampuan merupakan kecakapan menggunakan penalaran
dalam mengambil suatu
keputusan. Kata logis sering digunakan seseorang ketika pendapat orang lain tidak sesuai dengan pengambilan keputusan (tidak masuk akal) dari suatu persoalan. Hal ini berarti bahwa dalam kata logis tersebut termuat suatu aturan tertentu yang harus dipenuhi. Menurut (Mukhayat, 2004:3; Poespoprodjo & Gilarso ( 1989:4 ) kata logis mengandung makna besar atau tepat berdasarkan aturan-aturan berpikir dan kaidah-kaidah atau patokanpatokan umum yang digunakan untuk dapat berpikir tepat. Konsep bentuk logis adalah inti dari logika. Konsep itu menyatakan bahwa kesahihan (validitas) sebuah argumen ditentukan oleh bentuk logisnya, bukan oleh isinya. Dalam hal ini logika menjadi alat untuk menganalisis argumen, yakni hubungan antara kesimpulan dan bukti atau bukti-bukti yang diberikan (premis) Berpkir logis mempunyai kaitan dengan sikap dan sifat analitis. Pendapat yang logis merupakan hasil analisis yang seksama dan cermat, itulah yang merupakan salah satu sebab bahwa pendapat yang logis mempunyai keberterimaan bagi siapapun (Kafie, 1989: 41). Logika adalah ilmu bernalar secara cepat. Hal itu mempunyai arti bahwa ilmu bernalar berusaha menemukan dan menyatakan kaidah-kaidah
64
sesuai dengan kegiatan berpikir yang dapat dinilai baik atau buruk, benar atau salah, dan bernalar atau tidak bernalar (Leonard, 1967: 11-12). Sementara itu, menurut Eysenck (1993: 140) logika adalah teori tentang penyimpulan yang sah atau sistem penalaran yang menelaah tentang prinsip-prinsip penyimpulan yang sah, oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa kegiatan penalaran merupakan suatu proses berpikir logis, dimana berpikir logis dapat diartikan sebagai kegiatan berpikir menurut pola tertentu atau menurut logika tertentu. Logika diartikan sebagai cara penarikan kesimpulan yang sahih menurut cara tertentu (Suriasumantri, 1984: 46).Sementra itu, menurut Mundiri (1996: 15) logika membantu manusia berpikir lurus, efisien, tepat dan teratur untuk mendapatkan kebenaran dan menghindari kekeliruan. Keseluruhan informasi merupakan suatu sistem yang bersifat logis, karena itu science tidak melepaskan kepentingan terhadap logika. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa manusia menggunakan logika dalam proses berpikir, bertindak, dan bersikap objektif. Bila seseorang memiliki pikiran yang tepat sesuai dengan logika maka dapat dikatakan orang tersebut memiliki pemikiran yang logis. Hal ini sesuai dengan pendapat Poespoprodjo dan T. Gilarso (1985: 4) yang menyatakan bahwa suatu jalan pikiran yang tepat dan jitu, yang sesuai dengan patokan-patokan dalam logika disebut “logis”. Berpikir logis merupakan kegiatan berpikir menurut pola-pola dan sesuai dengan aturan-aturan berpikir. Logis dalam bahasa sehari-hari dapat dikatakan masuk akal. Menurut Suriasumantri (1985: 43) berpikir logis
65
adalah kegiatan berpikir berjalan menurut pola tertentu dengan menggunakan penalaran. Sementara itu, menurut Stevens (1996: 6) berpikir logis adalah proses
mengurutkan
(ordering),
membandingkan
(comparing),
mengontraskan (contrasting), mengevaluasi (evaluating), dan menyeleksi (selecting). Maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir logis adalah kemampuan seseorang untuk memecahkan masalah menggunakan penalaran atau logika melalui proses mengurutkan, membandingkan, mengontraskan, mengevaluasi, dan menyeleksi untuk mencapai suatu tujuan. Albrecht (2009: 19) menyatakan, “logical thinking is the process in which one uses reasoning consistently to come to a conclusion. Problems or situations that involve logical thinking call for structure, for relationships between facts, and for chains of reasoning that “make sense.” Artinya, pemikiran logis adalah proses penggunaan penalaran secara konsisten untuk mengambil sebuah kesimpulan. Permasalahan atau situasi yang melibatkan pemikiran logis memerlukan struktur, hubungan antara fakta-fakta, dan hubungan penalaran yang "bisa dipahami." Agardapat berpikir logis, maka harus dipahami dalil logika yang merupakan peta verbal yang terdiri dari tiga bagian dan menunjukkan gagasan progresif, yaitu: (1) dasar pemikiran atau realitas tempat berpijak, (2) argumentasi atau cara menempatkan dasar pemikiran bersama, dan (3)simpulan atau hasil yang dicapai dengan menerapkan argumentasi pada dasar pemikiran (Saragih, 2007: 15). Adapun cara pengukuran kemampuan berpikir logis menurut Amthauer (1970&1973), melalui tes struktur inteligensi
atau Intelligent-
66
Structure-Test (IST). Aspek-aspek yang digali dari setiap subtes adalah: 1) mengukur masalah pembentukan keputusan, common sense, suatu penilaian yang mendekati realitas. Tes ini untuk melihat kemandirian berpikir, 2) mengukur daya berpikir verbal yang integratif, dapat memahami isi dari suatu pengertian. Suatu kemampuan untuk menghayati masalah bahasa, 4) mengukur
kemampuan
mengkombinasi,
sehingga
subtes
ini
dapat
menunjukkan adanya kelincahan (fleksibelitas) dalam berpikir dn kedalaman berpikir, 5) mengukur kemampuan abstraksi yaitu pembentukan pengertian, kemampuan untuk menyatakan pengertian di dalam bahasa. Dari uraian di atas dapat disintesiskan bahwa berpikir logis merupakan kegiatan berpikir yang menggunakan penalaran secara konsisten dan tidak terlepas dari dasar realitas, sebab yang dipikirkan adalah realitas, yaitu hukum realitas yang selaras dengan aturan berpikir, dasar realitas yang jelas dan dengan menggunakan hukum-hukum berpikir yang akhirnya akan dihasilkan putusan yang dilakukan.Berpikir logis lebih mengacu pada pemahaman pengertian (dapat mengerti), kemampuan aplikasi, kemampuan analisis, kemampuan sintesis, bahkan kemampuan evaluasi untuk membentuk kecakapan (suatu proses). Kemampuan berpikir logis merupakan kemampuan seseorang untuk memecahkan masalah menggunakan penalaran atau logika untuk
menganalisis
dengan
proses
mengurutkan,
membandingkan,
mengontraskan, mengevaluasi, dan menyeleksi sehingga mencapai suatu tujuan. Maka dari itu, makna berpikir logis berarti berpikir sesuai dengan kaidah-kaidah ilmu logika.
67
6. Hakikat Metode Pembelajaran Metode adalah spesifikasi pembelajaran di kelas untuk mencapai sasaran yang ditentukan (Brown, 2000: 171),
sifatnya adalah prosedural
(Iskandar Wasid dan Dadang Sunendar, 2008:40), dan menurut Edward (2009: 74) bahwa metode adalah cara. Jadi dengan kata lain metode adalah prosedur atau cara yang ditempuh untuk mencapai tujuan tertentu yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang telah disiapkan dalam pentuk kegiatan. Sedangkan pembelajaran menurut Alwi dkk (2005: 17) adalah suatu proses, cara, perbuatan yang dapat menjadikan orang atau mahluk hidup belajar. Selanjutnya menurut Hamalik (2008: 57) pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling melengkapi dan mempengaruhi dalam mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Sudjana (2005: 76), metode pembelajaran ialah cara yang dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran. Dengsn demikian dapat disampaikan bahwa metode pembelajaran adalah suatu cara yang dillakukan oleh guru/dosen agar proses pembelajaran tercapai sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, oleh karena itudaalam melaksanakan tugasnya untuk menyajikan suatu materi ajar, dosen harus memilih metode tertentu yang dinilai sesuai dengan materi yang akan diajarkannya.. Sutikno (2009: 88) menjelaskan bahwa metode pembelajaran adalah cara-cara menyajikan materi pelajaran yang dilakukan oleh pendidik agar
68
terjadi proses pembelajaran pada diri siswa dalam upaya untuk mencapai tujuan.Senada dengan pendapat tersebut, Sanjaya (2008: 127) menyatakan bahwa metode pembelajaran adalah suatu cara/jalan dalam mencapai suatu tujuan pembelajaran. Dari beberapa pendapat tersebut dapat disintesiskan bahwa metode adalah rangkaian kegiatan yang terencana dengan melibatkan banyak komponen untuk mencapai tujuan tertentu, adapun pembelajaran merupakan seperangkat unsur pembelajaran yang saling terkait antara yang satu dengan yang lainnya sehingga
dapat membentuk sebuah sinergitas untuk dapat
mencapai suatu tujuan pembelajaran. Dengan demikian metode pembelajaran adalah cara yang ditempuh, menyangkut cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Pencapaian pembelajaran untuk dapat membentuk kemampuan siswa diperlukan adanya suatu metode pembelajaran yang efektif. Agar tidak terjadi masalah dalampembelajaran maka pengajar (dosen) dapat menggunakan metode pembelajaran yang tepat dan inovatif, serta menarik bagi peserta didik. Metode pembelajaran inovatif yang dimaksud antara lain: jigsaw, quantum learning, learning together, discoveri, problem based learning, mind mapping, cooperative integrated reading and composition, dan lain-lain. Lebih lanjut akan didalami metode pembelajaran sebagai berikut.
69
a. Metode Pembelajaran Mind Mapping 1. Pengertian Metode Mind Mapping Mind mapping (peta pikiran) adalah metode mencatat untuk memudahkan siswa mengingat materi pelajaran dengan menggunakan prinsip managemen otak untuk membuka seluruh potensi dan kapasitas otak yang masih tersembunyi. Pernyataan tersebut didasarkan pada pendapat Buzan (2008: 4) yang mengungkapkan bahwa peta pikiran adalah cara mencatat yang kreatif, efektif, dan secara harafiah dapat “memetakan” pikiran. Dalam peta pikiran, sistem kerja otak diatur secara alami, sesuai dengan sifat kealamian cara berpikir manusia. Peta pikiran membuat otak manusia bekerja dengan baik dan sesuai fungsinya. Prinsip yang dikembangkan dalam peta pikiran pada hakikatnya sama dengan peta kota, yaitu bagian tengah peta pikiran merupakan pusat kota dan mewakili gagasan terpenting, sedangkan jalan-jalan protokol yang memancar keluar dari pusat kota merupakan pikiran-pikiran utama dalam proses berpikir dan jalan-jalan atau cabang-cabang sekunder merupakan pikiran sekunder (Buzan, 2009: 4). Dalam peta pikiran, kedua sistem otak diaktifkan sesuai porsinya masing-masing. Kemampuan otak akan pengenalan visual akan mendapatkan hasil yang sebesar-besarnya (Buzan, 2008: 9). Dengan adanya kombinasi warna, gambar, dan cabang-cabang melengkung, infomasi dari peta pikiran lebih mudah untuk diingat.
70
Selain itu, Buzan (2008: 109) mengungkapkan bahwa peta pikiran adalah alat berpikir kreatif yang mencerminkan cara kerja alami otak. Peta pikiran memungkinkan otak menggunakan semua gambar dan asosiasinya dalam pola radial dan jaringan. Dengan kata lain Mind Mapping merupakan cara mencatat yang kreatif, efektif, dan memetakan pikiran-pikiran, mudah dan berdaya guna serta merupakan cara mudah untuk menempatkan informasi ke dalam otak dan mengambil informasi itu ketika dibutuhkan. Adapun manfaat metode mind mapping menurut Buzan (2008: 54-130) adalah: (1) merangsang otak kiri dan otak kanan secara sinergis, (2) membebaskan diri dari seluruh jeratan aturan saat mengawali belajar, (3) membantu seseorang mengalirkan diri tanpa hambatan, (4) membuat rencana atau kerangka cerita, (5) mengembangkan sebuah ide, (6) membuat perencanaan sasaran pribadi, (7) memulai usaha baru, (8) meringkas isi sebuah buku, (9) fleksibel, (10) dapat memusatkan perhatian, (11) meningkatkan pemahaman, (12) menyenangkan dan mudah diingat. Dengan demikian Mind Mapping dapat memberikan pandangan menyeluruh tentang pokok masalah dengan keluasan area dan dapat mendorong mahasiswa memecahkan masalah secara kreatif serta membuat mahasiswa senang melihat, membaca, mencerna dan mengingat materi ajar untuk dapat menemukan suatu konsep. Sejalan dengan hal tersebut, DePoter dan Hernacki (2009: 175-176) mengatakan bahwa peta pikiran adalah metode mencatat kreatif yang memudahkan untuk dapat mengingat banyak informasi. Dengan demikian, peta pikiran merupakan garis besar dari katagori utama dan pikiran-pikiran
71
kecil yang digambarkan sebagai cabang dari cabang pikiran yang lebih besar. Catatan, gambar, dan diagram adalah contoh wakil visual yang digunakan untuk membantu mahasiswa membangun skema. Cara penyusunan catatan dapat mempengaruhi bagaimana secara efektif informasi dapat diingat. Peta pikiran merupakan metode curah gagasan yang terorganisasi untuk menemukan apa yang tidak diketahui dengan menuliskan sebuah tema pusat kemudian melukiskan asosiasi dan pikiran sebagai cabang-cabang yang tumbuh di segala jurusan dari tema pusat (Michalko, 2006: 55). Lebih lanjut, menurt Wycoff (2003: 64) dan Edward (2009: 67) mind mapping merupakan salah satu keterampilan yang efektif dalam proses berpikir kreatif dan merupakan sistem terbaru yang didesain sesuai dengan kerja alami otak manusia.Pendapat yang sama juga diungkapkan oleh Sugiyanto (2007: 41) dengan Mind Mapping proses menyajikan dan menangkap isi pelajaran dalam peta-peta konsep mendekati operasi alamiah berpikir. Metode Mind Mapping menggunakan berbagai gambar dan garis lengkung berwarna yang menyeimbangkan cara kerja otak, sehingga dapat menjadikan belajar menjadi menyenangkan. Di samping itu menurut Buzan (2007: 4), penggunaan Mind Mapping dalam pembelajaran dapat membantu anak:
a) membebaskan imajinasinya dan menggali ide-ide, b)lebih mudah
mengingat fakta dan angka, c) membuat catatan yang lebih jelas dan mudah dipahami, d) Berkonsentrasi dan hemat waktu, e) lebih mahir membuat perencanaan dan meraih nilai bagus dalam ulangan.
72
Lebih lanjut menurut Buzan (2004: 106) keuntungan sebuah peta pikir adalah: a) bagian pusat dengan gagasan lebih jelas terdifinisikan, b) nilai penting relatif dari setiap gagasan secara jelas ditunjukkan, c) hubungan antara konsepkonsep kunci dengan segera dapat dikenali karena kedekatan dan hubungannya, d) sebagian hasil dari kelebihan di atas, ingatan dan kajian ulang keduanya akan lebih efektif dan lebih cepat, e) Sifat struktur itu memungkinkan penambahan
informasi baru dengan mudah tanpa corat-coret dan menyelipkan secara carutmarut, dan sebagainya, f) setiap peta yang dibuat akan tampak dan berbeda dari setiap peta lainnya, dan hal ini akan membantu utuk mengingat, g) dalam pembuatan catatan akan lebih kreatif dan akan membantu otak mampu membuat hubunga baru jauh lebih mudah. Metode pembelajaran Mind Mapping sangat membantu memudahkan mahasiswa dalam proses pembelajaran terutama digunakan dalam menulis karya ilmiah. Di samping itu metode pembelajaran Mind Mapping akan menambah pengetahuanmahasiswa untuk mencari urutan kronologis suatu peristiwa, kejadian, dan masalah yang diharapkan. mahasiswa akan lebih mudah jika dalam pembelajaran menulis narasi mengangkat tema dari kehidupan siswa sehari-hari atau pengalaman-pengalamannya. Melalui bimbingan dosen, ide, gagasan, dan pengalaman-pengalaman tersebut dituangkan ke dalam kerangka berpikir melalui Mind Mapping. Dalam proses pembelajaran dengan metode mind mapping,informasi yang panjang dapat dialihkan menjadi diagram warna-warni, sangat teratur, dan mudah diingat. Cara kerja metode ini selaras dengan cara kerja alami otak. Metode ini digunakan untuk mempresentasikan kata-kata, ide-ide (pikiran),
73
tugas-tugas atau hal-hal lain yang dihubungkan dari ide pokok otak.Hal ini berarti bahwa peta pikiran merupakan garis besar dari katagori utama dan pikiran-pikiran kecil yang digambarkan sebagai cabang-cabang pikiran yang lebih besar. Peta
pikiran
juga
digunakan
untuk
menggeneralisasikan,
memvisualisasi-kan,dan mengklasifikasikan ide-ide serta dapat digunakan sebagai
bantuan
dalam
belajar,
berorganisasi,
pemecahan
masalah,
pengambilan keputusan, serta dalam kegiatan menulis. Di samping itu, peta pikiran merupakan suatu kegiatan mencatat kreatif imajinatif yang didasarkan pada cara kerja otak, baik otak kanan maupun otak kiri dengan menggunakan citra visual dan prasarana grafis lainnya untuk membentuk kesan. De Porter dan Hernacki (2009: 8) menjelaskan bahwa Mind Mapping merupakan teknik pemanfaatan keseluruhan otak dengan menggunakan citra visual dan prasarana grafis lainnya untuk membentuk suatu kesan yang lebih dalam. Cara membuat Mind Mapping dimulai dengan terlebih dahulu menyiapkan selembar kertas kosong pada posisi landscape. Kemudian, tempatkan topik yang akan dibahas di tengahtengah halaman kertas dengan posisi horizontal. Gunakan gambar, simbol, atau kode pada Mind Mapping yang dibuat. Visualisasi kerja otak kiri yang bersifat rasional, numerik, dan verbal bersinergi dengan kerja otak kanan yang bersifat imajinatif, emotif, kreatif, dan estetis. Sinergi antara potensi otak kiri dan kanan tersebut menyebabkan mahasiswa dapat dengan lebih mudah menangkap dan menguasai materi pelajaran.
74
Selain itu, De Porter dan Hernacki berpendapat bahwa mahasiswa dapat menggunakan kata-kata kunci sebagai asosiasi terhadap suatu ide pada setiap cabang pemikiran berupa sebuah kata tunggal dan bukan kalimat. Garis-garis cabang saling berhubungan hingga ke pusat gambar dan diusahakan garis-garis yang dibentuk tidak lurus agar tidak membosankan. Garis-garis cabang sebaiknya dibuat semakin tipis begitu bergerak menjauh dari gambar utama untuk menandakan hirarki atau tingkat kepentingan dari masing-masing garis. Sehingga mahasiswa dapat mengembangkan kemampuan belajar mandiri dan mampu mengembangkan pengetahuannya sendiri. DePorter dan Hernacki (2009: 152) mengungkapkan pula bahwa peta pikiran menggunakan pengingat-ingat visual dan sensorik dalam suatu pola dari ide-ide yang berkaitan, seperti peta jalan yang digunakan untuk belajar, mengorganisasikan, dan merencanakan. Peta pikiran ini dapat membangkitkan ide-ide orisinal dan memicu ingatan dengan mudah.Peta pikiran merupakan teknik pemanfaatan keseluruhan otak dengan menggunakan peta pikiran setiap informasi baru yang masuk ke otak dengan menggunakan citra visual dan prasarana grafis lain untuk membentuk kesan. Lebih lanjut menurut De Porter (2001: 103) bahwa 90% masukan indra untuk otak berasal dari sumber visual dan otak mempunyai tanggapan cepat dan alami terhadap simbol, ikon, dan gambar yang sederhana dan kuat. Menutut Wycoff (2003: 64) pemetaan pikiran mirip dengan outlining tetapi lebih menarik secara visual dan melibatkan kedua belahan otak. Lebih
75
lanjut manfaat peta pikiran menurut Wycoff adalah: Pertama dalam bidang penulisan. Pemetaan-pikiran dapat membantu seorang pengarang, misalnya, dalam menggali tokoh novel baru atau mendobrak rintangan-rintangan menulis sehingga kegiatan menulis dapat dilangsungkan secara cepat, mudah, dan mengalir. Kedua, di bidang manajemen projek. Pemetaan-pikiran dapat membantu seseorang memecahkan suatu projek menjadi bagian-bagian kecil yang kemudian dapat terawasi secara detail. Ketiga, untuk memperkaya kegiatan brainstorming. Kegiatan, brainstorming, baik yang dilakukan secara berkelompok maupun perseorangan, cocok dengan teknik pemetaan-pikiran yang strukturnya mengalir bebas. Keempat, untuk mengefektifkan rapat. Bagi para manajer, ada kemungkinan besar waktu kerja mereka digunakan untuk menghadiri rapat. Pemetaan-pikiran menjadikan waktu rapat lebih efektif dan produktif. Kelima, menyusun daftar tugas. Kadang susunan daftar tugas kita tidak membangkitkan semangat kita untuk mengerjakannnya secara benar dan baik. Pemetaan-pikiran akan dapat membantu kita membuat daftar tugas yang memotivasi. Keenam, melakukan presentasi yang dinamis. Dengan pemetaanpikiran, materi presentasi akan dapat diingat lebih mudah dan membuat para pendengar presentasi mendapatkan materi yang kaya dan bervariasi. Ketujuh, membuat catatan yang memberdayakan diri. Metode pencatatan pemetaanpikiran yang menggabungkan teks dan gambar ini akan membantu seseorang dalam mengelola informasi, menambahkan kaitan dan asosiasi, serta menjadikan informasi lebih bertahan lama dalam ingatan. Kedelapan, untuk mengenali diri. Apabila seseorang dapat membiasakan diri menggunakan
76
pemetaan-pikiran dalam bidang-bidang yang dijalaninya, dia akan dibawa masuk lebih dalam ke inner self-nya, yang berarti adalah dapat melatih otak melihat secara keseluruhan sekaligus secara terperinci, dan mampu mengintegrasikan logika dan daya khayal. Menurut Buzan (2009: 29), Mind Mapping adalah cara termudah untuk menempatkaninformasi ke dalam otak dan mengambil informasi ke luar dari otak. Mind map adalah cara mencatat yang kreatif, efektif, dan secara harfiah akan memetakan pikiran-pikiran. Catatan yang dibuat tersebut membentuk gagasan yang saling berkaitan,dengan topik utama di tengah dan subtopik serta perincian menjadi cabang-cabangnya. Lebih lanjutnya, Buzan (2009; 40), menjelaskan bahwa Mind Mapping juga merupakan petarute hebat bagi ingatan, memungkinkan untuk dapat
menyusun fakta dan pikiran
sedemikianrupa sehingga cara kerja alami otak dilibatkan sejak awal. Ini berarti mengingatinformasi akan lebih mudah dan lebih bisa diandalkan daripada menggunakan teknikpencatatan tradisional. Otak manusia dapat menyimpan segala sesuatu yang dilihat, didengar, dan dirasakan. Mencatat merupakan upaya untuk meningkatkan daya ingat yang diperoleh dari informasi yang tersimpan dalam memori. Tanpa mencatat dan mengulangi, otak hanya mampu mengingat sebagian kecil apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan. Menurut Windura (2008 54), Mind Mapping adalah suatu teknis grafis yang dapatmenyelaraskan proses belajar dengan cara kerja alami otak. Mind mapping melibatkanotak kanan sehingga proses pembuatannya menyenangkan, dan mind mapping merupakancara paling
77
efektif dan efisien untuk memasukkan, menyimpan, dan mengeluarkandata dari otak. Menurut Alamsyah (2009: 18), Mind Mapping selaras dengan cara kerja alami otak, karena Mind Mapping melibatkan kedua belahan otak, seseorang mencatatdengan melibatkan simbol-simbol atau gambar-gambar yang disukainya,menggunakan warna-warna untuk cabang-canag yang mengindikasikanmakna tertentu dan bisa melibatkan emosi, kesenangan, kreativitas seseorang dalammembuat catatan-catatan. Menurut Edward (2009: 64) peta pikiran (Mind Mapping) adalah cara paling efektif dan efisien untuk memasukkan, menyimpan dan mengeluarkan data dari atau ke otak. Peta pikiran (Mind Mapping) merupakan salah satu cara mencatat materi pelajaran yang memudahkan siswa untuk belajar. Edward (2009: 64-65) mengatakan bahwa, sistem Mind Mapping mempunyai banyak keunggulan
yang
di
antarnya:
proses
pembuatan
Mind
Mapping
menyenangkan, karena tidak semata-mata hanya mengandalkan otak kiri saja dan sifatnya unik sehingga mudah diingat serta menarik perhatian mata dan otak. DePorter, dkk. (2005: 175-176) mengatakan bahwa peta pikiran (mind mapping) adalah metode mencatat kreatif yang memudahkan untuk dapat mengingat banyak informasi. A mind map is a diagram used to represent words, ideas, tasks, or other items linked to and arranged around a central key word or idea. Mind maps are used to generate, visualize, structure, and classify ideas, and as an aid in study, organization, problem solving, decision making, and writing.Mind map atau peta pikiran adalah sebuah diagram yang
78
digunakan untuk mempresentasikan kata-kata, ide-ide (pikiran), tugas-tugas atau hal-hal lain yang dihubungkan dari ide pokok otak. Peta pikiran juga digunakan
untuk
menggeneralisasikan,
memvisualisasikan
serta
mengklasifikasikan ide-ide dan sebagai bantuan dalam belajar, berorganisasi, pemecahan masalah, pengambilan keputusan serta dalam menulis.
2. Tahapan Mind Mapping Menurut Buzan (2008: 21), ada beberapa komponen yang harus diperhatikan dalam mind mapping, yaitu konsep utama, isu utama, subisu (dari setiap isu utama), sub-subisu (dari setiap isu), dan proposisi. Dengan demikian, langkah-langkah dasar mind mapping adalah: (a) mulai dari tengah kertas kosong, karena memulai dari tengah memberi kebebasan kepada otak untuk menyebar ke segala arah dan untuk mengungkapkan dirinya dengan lebih bebas dan alami. (b) menggunakan gambar (simbol) untuk ide utama, karena sebuah gambar bermakna seribu kata dan membantu otak menggunakan imajinasi, serta akan lebih menarik, membuat otak tetap terfokus, membantu otak berkonsentrasi, dan mengaktifkan otak. (c) menggunakan warna, karena bagi otak warna sama menariknya dengan gambar dan warna membuat peta pikiran tampak lebih cerah dan hidup yang membuat
energi
pada
pemikiran
kreatif
dan
menyenangkan,
(d)
menghubungkan cabang-cabang utama ke gambar pusat. Membuat rantingranting yang berhubungan ke cabang dan seterusnya, karena otak bekerja menurut asosiasi. Otak senang mengaitkan dua (atau tiga atau empat) hal
79
sekaligus. Bila cabang-cabang dihubungkan akan lebih mudah dimengerti dan diingat. (e) membuat garis hubung yang melengkung, karena garis lurus akan membosankan otak. Cabang-cabang yang melengkung dan organis seperti cabang-cabang pohon jauh lebih menarik bagi mata. (f) menggunakan satu kunci untuk setiap garis, karena kata kunci tunggal memberi lebih banyak daya dan fleksibilitas kepada peta (g) menggunakan gambar, karena seperti gambar sentral, setiap gambar bermakna seribu kata. Selanjutnya menurut De Porter dan Hernacki (2009: 156), ada beberapa cara agar peta pikiran lebih mudah diingat, yaitu: (a) ditulis atau diketik secara rapi dengan menggunakan huruf-huruf kapital, (b) gagasangagasan ditulis dengan huruf-huruf yang lebih besar, sehingga langsung tampak ketika catatan dibuka kembali, (c) gambar dalam peta pikiran akan lebih mudah diingat jika digambar dengan hal-hal yang berhubungan dengan diri seseorang, (d) menggarisbawahi dan menggunakan huruf tebal, (e) kreatif dan berani dalam desain karena otak lebih mudah mengingat hal yang tidak biasa, (f) menggunakan bentuk-bentuk acak untuk menunjukkan hal-hal atau gagasan-gagasan tertentu, (g) menciptakan peta pikiran secara horizontal untuk memperbesar ruang bekerja. Tabel 1.Tahapan dalam Membuat Mind Mapping Tahap 1
Tahapan Tahap 1
Keterangan Mulailah dari bagin tengah yang sisi panjangnya diletakkan mendatar
Tahap 2
Tahap 2
Gunakan gambar atau foto untuk ide sentral
Tahap 3
Tahap 3
Gunakan warna
Tahap 4
Tahap 4
Hubungkan cabang-cabang utama ke gambar pusat dan hubungkan tingkat dua dan tiga ketingkat satu dan dua begitu pula selanjutnya
80
Tahap 5
Tahap 5
Buatlah garis hubung yang melengkung
Tahap 6
Tahap 6
Gunakan satu kata kunci untuk setiap garis
Adapun tahap-tahap metode Mind Mapping dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. (1) Dosen menyampaikan materi dan tujuan pembelajaran yang akan dipelajari; (2) Mahasiswa mempelajari konsep tentang materi yang dipelajari dengan bimbingan dosen; (3) Dosen mengelompokkan mahasiswa dalam beberapa kelompok dengan memperhatikan heterogenitas anggota kelompok, di mana dalam satu kelompok anggotanya mempunyai kemampuan logika berpikir tinggi maupun rendah; (4) Dosen meminta mahasiswa untuk membuat peta pikiran dari materi yang dipelajari. Sebagai contoh untuk mempelajari aturan membuat kutipan dalam karya ilmiah; (5) Untuk mengevaluasi mahasiswa tentang pemahaman materi yang dipelajari, dosen menujuk beberapa mahasiswa untuk mempresentasikan hasil peta pikiran dengan menuliskannya di papan tulis; (6) Dosen memberikan konfirmasi dari hasil presentasi mahasiswa. (7) Pada akhir proses pembelajaran dilakukan evaluasi hasil belajar dalam bentuk tugas penyusunan makalah ilmiah. 3. Kelebihan Dan Kelemahan Mind Mapping Kelebihanyang dimiliki oleh metode mind mapping adalah sebagai berikut. (1) Dapat dengan bebas mengorganisasikan ide-ide yang muncul; (2) Dalam proses menggambar diagram dapat memunculkan ide-ide; (3) Diagram yang sudah terbentuk dapat menjadi panduan dalam belajar; (4) Catatan lebih terfokus, padat, dan jelas; (5) Membantu menunjukkan hubungan antar bagianbagian informasi yang saling terpisah.
81
Sementara itu, kelemahan metode mind mapping adalah sebagai berikut.(1) Hanya mahasiswa yang aktif yang terlibat; (2) Tidak sepenuhnya murid yang belajar. Dalam penelitian ini kelemahan yang ada diatasi dengan: (1) mind mapping yang telah dibuat diperiksa oleh dosen, sehingga mahasiswa bertanggung jawab untuk membuat mind mapping, (2) melakukan evaluasi dari materi-materi yang dibuat mind mapping Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disintesiskan bahwa teknik mencatat dengan menggunakan mind mapping dapat membangkitkan ide-ide dan memicu ingatan dengan mudah untuk informasi yang tersimpan dalam memori, karena dengan mencatat menggunakanMind mapping dapat membangkitkan ingatan dari kesan-kesan yang mendalam melalui warna dan visualisasi objek. Dengan warna mind mapping
menjadi menarik dan
menambah energi untuk dapat berpikir kreatif dan
dengan gambar dapat
bermakna seribu kata serta dapat membantu keseimbangan otak kanan dan kiri dalam menggunakan imajinasi dalam pembuatannya. Salah satu keunggulan metode meningkatkan kreativitas dan siswa termotivasi untuk menuangkan gagasannya. Karena metode ini dibuat dalam bentuk konsep-konsep atau peta yang nantinya kegiatan awal dengan menentukan tema sentral dan selanjutnya memikirkan cabang-cabang atau tema-tema turunan yang keluar dari titik tengah tersebut dan mencari hubungan antara tema turunan. Itu berarti setiap kali mempelajari sesuatu hal maka fokus diarahkan pada tema utamanya, poin-poin penting dari tema utama yang
82
pelajari, pengembangan dari setiap poin penting tersebut, dan hubungan setiap poin tersebut. Dengan cara tersebut, didapatkan gambaran hal-hal apa saja yang telah diketahui serta area mana saja yang masih belum dikuasai dengan baik, dan ketika merasakan kebingungan peta pikiran ini membantu meluruskan pemikiran sehingga bisa kembali berjalan di alur yang sama. Dengan metode pembelajaran mind mapping mahasiswa dapat aktif menyusun inti-inti dari suatu materi pelajan menjadi peta pikiran sehingga mahasiswa lebih mudah mengingat materi pelajaran tersebut. b. Metode Pebelajaran Problem Based Learning (PBL) 1. Pengertian PBL Problem Based Learning atau biasa disingkat dengan PBL merupakan satu bentuk motode pembelajaran inovatif yang berpusat pada siswa (student centered learning)
sehingga dapat memberikan kondisi belajar aktif dan
menempatkan dosen sebagai fasilitator serta menghadapkan mahasiswa pada suatu masalah konkret yang ada di sekitar mereka. Dengan demikian, mahasiswa diyakini mampu menemukan masalah dan memproduksi sendiri pengetahuan mereka. Pengertian masalah dalam pembelajaran PBL pada hakikatnya kesenjangan antara situasi nyata dan kondisi yang diharapkan, atau antara kenyataan dan apa yang diharapkan. Kesenjangan ini dapat dirasakan dari adanya keresahan, keluhan, kerisauan dan kecemasan (Rusmono, 2012:78). Siregar (2010:26) menyatakan bahwa masalah yang dijadikan sebagai fokus
83
pembelajaran dapat diselesaikan siswa melalui kerja kelompok sehingga dapat memberi pengalaman-pengalaman belajar yang beragam,
kerjasama dan
interaksi dalam kelompok serta pengalaman belajar yang berhubungan dengan pemecahan masalah seperti: berhipotesis, merancang percobaan, melakukan penyelidikan, mengumpulkan data, mengintreprestasikan data, membuat kesimpulan, mempresentasikan, berdiskusi dan membuat laporan. Metode pembelajaran problem based learning (PBL) adalah rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara
ilmiah (Sanjaya, 2010: 214).Secara definitif, Celik
(2011: 656) menyatakan bahwa pembelajaran Problem Based Learning (PBL) merupakan metode yang disusun berdasarkan teori konstruktivistik yang cukup efektif
membantu
siswa
dalam
memperoleh
suatu
keterampilan.
Konstruktivisme adalah suatu pandangan yang didasarkan pada pemikiran bahwa semua orang mengkonstruksi perspektifnya sendiri tentang dunia lewat pengalaman. Inti dari konstruktivisme yaitu pengetahuan dikonstruksi dari pengalaman.
Dalam
mengkonstruksikan
pengetahuan
siswa/mahasiswa
diharuskan mempunyai dasar bagaimana membuat hipotesis dan mempunyai kemampuan untuk mengujinya, menyelesaikan persoalan, mencari jawaban dari persoalan
yang ditemuinya, selanjutnya melakukan perenungan,
mengekspresikan ide-ide dan gagasan sehingga diperoleh kontruksi yang baru. Belajar merupakan proses mengkonstruksi (membangun) pengetahuan melalui interaksi dengan objek, fenomena, pengetahuan, dan lingkungan (Suparno, 2001: 28). Pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja, tetapi
84
harus dibentuk dan dibangun sendiri oleh setiap individu. Pengetahuan bukan merupakan sesuatu yang sudah jadi, melainkan suatu proses yang berkembang terus-menerus. Keaktifan seseorang amat berperan dalam perkembangan pengetahuan tersebut. Metode pembelajaran PBL dapat diiplementasikan di lingkungan belajar yang konstruktivistik.
Berdasarkan teori konstruktivistik, proses
pembelajaran terjadi dengan mengkonstruksi pengetahuan dalam pikiran siswa. Hal terpenting dalam proses ini adalah pengetahuan sebelumnya dan pengalaman setiap individu. Jika pengetahuan baru konsisten dengan pengetahuan awal mahasiswa maka pengetahuan dapat diasimilasi dengan mudah. Namun, apabila tidak konsisten maka dapat berpengaruh pada proses belajar selanjutnya. Hal ini berpengaruh positif terhadap proses konstruksi pengetahuan mahasiswa. Pada pembelajaran ini, masalah diberikan kepada mahasiswa melalui perencanaan yang disusun secara realistis yang berisi petunjuk untuk membantu mahasiswa mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.
Dengan
demikian
maka
mahasiswa
dapat
membangun
pengetahuan baru dengan terlibat dalam dunia sebenarnya, dan dapat mengembangkan ide-idenya sebagai panduan merancang pengetahuan, serta mendukung mahasiswa untuk belajar ecara kooperatif. PBL adalah suatu strategi pemecahan masalah yang signifikan, yang disandarkan pada situasi yang nyata, memberi sumber-sumber/informasi, menunjukkan atau memandu, dan memberikan petunjuk pada pebelajar untuk mengembangkan pengetahuan (Mayo, Donnely, Nash & Schwartz, 1993).
85
“Problem Based Learning (PBL) is a method of learning in which learners first encounter a problem followed by a systematic, learner-centered inquiry and reflection process”. Artinya: problem based learning (PBL) adalah suatu metode pembelajaran di mana pembelajar bertemu dengan suatu masalah yang tersusun sistematis, penemuan terpusat pada pembelajar, dan proses refleksi. Konsep dalam PBL, pembelajaran akan tercapai jika dalam proses pembelajaran dipusatkan pada tugas-tugas atau permasalahan yang outentik, relevan dan dipresentasikan. Dengan membuat permasalahan sebagai tumpuan dalam pembelajaran, mahasiswa didorong untuk mencari informasi yang dibutuhkan dalam menyelesaikan masalah dengan mengidentifikasi pokok bahasan (issue) untuk mengembangkan pemahaman tentang berbagai konsep yang mendasari masalah tadi serta prinsip pengetahuan lainnya yang relevan. Fokus bahasan biasanya berupa masalah (tertulis) mencakup beragam fenomena yang membutuhkan penjelasan. PBL bertujuan agar mahasiswa memperoleh dan membentuk pengetahuannya secara efisien dan terintegrasi. Adapun keuntungan dalam PBL adalah para mahasiswa didorong untuk mengeksplorasi
pengetahuan
yang telah
dimilikinya
dan
selanjutnya
mengembangkan pengetahuan itu untuk menjadi pengetahuan yang baru. Menurut
Sudarman
(2007:69),
landasan
teori
PBL
adalah
kolaborativisme, suatu prespektif yang berpendapat bahwa mahasiswa akan menyusun pengetahuan dengan cara membangun penalaran dari semua pengetahuan yang sudah dimilikinya dan dari semua yang diperoleh sebagai hasil kegiatan berinteraksi dengan sesama individu. Hal itu didukung oleh
86
pendapat Walker & Leary (2009: 12), “…asked to work in small groups, and most importantly acquire new knowledge only as a necessary step in solving authentic, ill-structured, and cross-disciplinary problems representative of professional practice.Artinya, PBL dilakukan dalam kelompokkecil, untuk memperoleh pengetahuan baru yang merupakan langkah untuk menyelesaikan masalah secara sempurna untuk mengatasi masalah dan memperbaiki kebiasaan yang tidak baik. Selanjutnya,
menurut
Arends
(2004:
391)
PBL
merupakan
pembelajaran yang menghadapkan siswa pada masalah autentik yang dapat menuntun siswa dalam penyelidikan dan inkuiri. PBL memberikan kesempatan kepada semua mahasiswa dalam menyampaikan kontribusi mereka untuk meningkatkan hasil individu maupun kelompok di dalam pembelajaran, seperti yang ditulis oleh Attle & Baker (2007: 79) bahwa: PBL can enhance both team and individual outcomes. In PBL teams, students who may not be at the top of their class based on traditional measures of academic accomplishment have the opportunity to make meaningful contributions to the team, such as organizing tasks, managing conflicts, negotiating agreements, and facilitating interpersonal communication. Artinya, PBL dapat meningkatkan hasil kelompok dan individu. Dalam kelompok PBL, siswa yang mungkin bukan siswa terbaik di kelasnya berdasarkan ukuran tradisional mempunyai kesempatan untuk membuat sumbangan yang berarti untuk kelompoknya, seperti mengorganisasikan tugastugas, mengatur konflik, merundingkan persetujuan, dan memudahkan komunikasi antar-perseorangan.
87
Pembelajaran berdasarkan masalah dirumuskan sebagai suatu motode pembelajaran di mana mahasiswa mengerjakan permasalahan yang autentik dengan
maksud
untuk
menyusun
pengetahuan
mereka
sendiri,
mengembangkan penyelidikan dan kemampuan berpikir tingkat tinggi, serta mengembangkan kemandirian dan kepercayaan diri (Arends, 2001: 349). Motode pembelajaran PBL merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang dianggap memiliki karakteristik pembelajaran dengan pendekatan saintifik, yaitu pembelajaran yang melibatkan keterampilan proses melalui mengamati, mengklasifikasi, mengukur, memprediksi, menjelaskan, dan menyimpulkan. Berkaitan dengan keterampilan proses dan pemecahan masalah yang menjadi inti dari pernyataan di atas, Amir (2010:24) menyusun tujuh sintaks yang harus dijalankan, yaitu: (1) mengklarifikasikan istilah dan konsep yang belum jelas dengan memastikan setiap anggota memahami berbagai istilah dan konsep yang ada dalam
masalah; (2) merumuskan masalah, mengaitkan
fenomena yang ada dalam masalah menuntut penjelasan hubungan-hubungan apa yang terjadi diantara fenomena itu; (3) menganalisis masalah, pada sintaks ini kelompok coba mengeluarkan pengetahuan terkait apa yang sudah dimiliki anggota tentang masalah. Tidak hanya membatasi pada pendiskusian informasi faktual yang ada, tetapi juga mencoba merumuskan penjelasan dengan nalar; (4) menata gagasan secara sistematis dan menganalisisnya dengan mendalam. Pada sintaks ini bagian demi bagian dianalisis, kemudian dilihat keterkaitannya satu sama lain, (5) memformulasikan tujuan pembelajaran. Kelompok dapat
88
merumuskan tujuan pembelajaran berdasarkan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan pada langkah keempat, yang menjadi dasar untuk penugasanpenugasan individu setiap kelompok, (6) mencari informasi tambahan dari sumber lain (di luar diskusi kelompok) dengan mencari informasi yang relevan dan sumber yang tepat seperti: internet, buku teks, jurnal, majalah dan lainlain; (7) mensintesis (menggabungkan) dan menguji informasi baru setiap laporan individu/subkelompok yang dipresentasikan di hadapan anggota kelompok lain sehingga kelompok akan mendapatkan informasi-informasi baru dan anggota kelompok haruslah kritis terhadap informasi tersebut. Senada dengan pendapat Amir, Wood (2004: 70) menyatakan bahwa “Some of the members of the group may have knowledge that can help in formulating or partially solving the problem”. Artinya, beberapa dari anggota kelompok
mungkin
mempunyai
pengetahuan
yang
dapat
membantu
merumuskan pemecahan masalah. Dikatakan pula “PBL embraces the principles of good learning and teaching. It is student-directed (which encourages selt-sufficiency and is a preparation for life-long learning), and promotes active and deep learning. Untuk membantu siswa menganalisis masalah dalam metode PBL, Maastricht melalui De Graaf dan Kolmos (2003: 659) mengemukakan tujuh langkah sebagai berikut. (1) Mengklarifikasi konsep; (2) Mendefinisikan masalah; (3) Menganalisis masalah; (4) Menemukan penjelasan; (5) Merumuskan tujuan belajar; (6) Cari informasi lebih lanjut; dan (7) Laporkan dan tes informasi baru yang baru saja diperoleh.
89
Menurut Fogarty (1997: 3) PBL dimulai dengan masalah yang tidak terstruktur-sesuatu yang kacau. Dari kekacauan ini siswa ,menggunakan berbagai kecerdasannya melalui diskusi dan penelitian untuk menentukan isi nyata yang ada. Langkah – langkah yang akan dilalui oleh siswa dalam sebuah proses PBL adalah: (1) menemukan maslah; (2) mendefinisikan masalah; (3) mengumpulkan fakta; (4) pembuatan hipotesis, (5) penelitian; (6) rephrasing masalah; (7) menyuguhkan alternating dan (8) mengusulkan solusi. Selain berbasis pada masalah, ciri PBL yang lainadalah pembelajaran berpusat pada siswa (mengarahkan/mendorong siswa untuk mengembang-kan diri dan mempersipkan siswa belajar sepanjang hayat), mengembangkan keaktifan dan belajar yang mendalam, seperti yang ditulis oleh Attle & Baker (2007: 79) berikut ini. PBL can enhance both team and individual outcomes. In PBL teams, students who may not be at the top of their class based on traditional measures of academic accomplishment have the opportunity to make meaningful contributions to the team, such as organizing tasks, managing conflicts, negotiating agreements, and facilitating interpersonal communication. Hal ini berarti bahwa,PBL dapat meningkatkan hasil kelompok dan individu, arti kata lain dalam metode PBL dituntut keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran. Menurut Rusmono (2012:78) keterlibatan siswa dalam pembelajaran PBL meliputi kegiatan kelompok, kegiatan perorangan, dan kegiatan di kelas. Kegiatan kelompok yaitu membaca kasus. menentukan rumusan masalah terdiri dari membuat hipotesis, mengidentifikasi sumber informasi, diskusi dan pembagian tugas seperti: melaporkan, mendiskusikan
90
penyelesaian masalah yang mungkin, melaporkan kemajuan yang dicapai setiap anggota kelompok serta presentasi di kelas. Kegiatan perorangan, yaitu siswa melakukan kegiatan membaca berbagai sumber, meneliti, dan penyampaian temuan. Kegiatan di kelas yaitu mempresentasikan laporan dan diskusi antar kelompok di bawah bimbingan guru. Dalam kelompok PBL, siswa yang mungkin bukan siswa terbaik di kelasnya berdasarkan ukuran tradisional mempunyai kesempatan untuk membuat
sumbangan
yang
berarti
untuk
kelompoknya,
seperti
mengorganisasikan tugas-tugas, mengatur konflik, merundingkan persetujuan, dan
memudahkan
komunikasi
antar-perseorangan.
Pelaksanaan
PBL
mempunyai tujuan utama seperti yang dikemukakan oleh Ball & Pelco (2006: 148), yaitu: To encourage self-directed learning in the students that leads to higher motivation, better retention of material, and the development of important reasoning and problem-solving skills, and to develop a better understanding in students of the group processes and skills necessary for successful working collaborations. Pelaksanaan PBL bertujuan untuk mendorong siswa agar memiliki motivasi belajar yang lebih tinggi, ingatan materi yang lebih baik, kemampuan bernalar dan menyelesaikan masalah, serta mengembangkan pemahaman yang lebih baik pada siswa melalui proses belajar kelompok dan keterampilan-keterampilan lain yang dibutuhkan siswa untuk mencapai kesuksesan dalam dunia kerja. Pada metode PBL, peserta didik dituntut aktif untuk mendapatkan konsep yang dapat diterapkan dengan
91
jalan memecahkan masalah, peserta didik akan mengeksplorasi sendiri konsep-konsep yang harus mereka kuasai, dan peserta didik diaktifkan untuk bertanya dan beragumentasi melalui diskusi, mengasah keterampilan investigasi, dan menjalani prosedur kerja ilmiah lainnya (Permana, 2010: 98). Selanjutnya untuk mencapai tujuan metode PBL tersebut, harus diperhatikan pula ciri-ciri dan karakteristik metode ini. Menurut Arends (2001: 68),metode pembelajaran PBL memiliki ciri-ciri sebagai berikut. (1) Pembelajaran berdasarkan pertanyaan atau masalah. Pembelajaran tidak hanya mengorganisasi prinsip-prinsip atau keterampilan akademik tertentu, tetapi mengorganisasi pelajaran di sekitar pertanyaan atau masalah yang secara sosial penting dan secara pribadi bermakna bagi siswa. (2) Fokus interdisiplin ilmu (berfokus kepada interdisiplin ilmu yangberkaitan), yaitu pembelajaran berbasis masalah berpusat pada mata pelajaran tertentu tetapi pemecahan masalah dapat ditinjau dari berbagai ilmu pengetahuan. (3) Penyelidikan autentik, yaitupembelajaran berbasis masalah mengharuskan siswa melakukan pemeriksaan autentik untuk mencari
pemecahan
masalah
secara
nyata.
(4)
Produk/artefak
danpameran, yaitupembelajaran berbasis masalah mengharuskan siswa membangun produk dalam karya nyata.Misalnya berwujud karya seni.(5) Kerja sama (kolaborasi), yaitu pembelajaran berbasis masalah ditandai dengan adanya kerjasama siswa satu sama lain biasanya berdua atau kelompok kecil bekerja bersama saling memberi motivasi untuk
92
melakukan tugas gabungan dan memperbesar kesempatan untuk berbagi keterangan, pengembangan berpikir dan keahlian sosial. 2. TahapanMetode Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Dalam pembelajaran PBL siswa mengalami suatu proses belajar dengan memecahkan masalah secara aktif melalui tahap-tahap yang tersruktur. Hal ini dinyatakan oleh Arends (2007: 71) dalam bentuk sintaks pembelajaran PBL seperti pada Tabel 1 berikut. Tabel 2. Tahapan Metode Pembelajaran PBLMenurut Arends Fase Fase 1
Tahap-tahap Penyajian masalah
Kegiatan Guru Siswa mendapatkan penyajian masalah dalam bentuk pertanyaan yang diberikan guru.
Fase 2
Pengorganisasian siswa
Siswa secara aktif melakukan perencanaan penyelidikan bersama kelompok dengan bimbingan guru.
Fase 3
Penyelidikan kelompok
Siswa melakukan kegiatan penyelidikan untuk mengumpulkan data – data yang dibutuhkan dalam menyelesaikan masalah.
Fase 4
Pengembangan dan
Setiap perwakilan kelompok
Penyajian hasil karya
menyampaikan hasil penyelidikan berdasarkan hasil analisis kelompok.
Fase 5
Pengevaluasian hasil
Siswa membuat kesimpulan dan
penyelidikan
rangkuman dari hasil penyelidikan yang telah mereka lakukan dengan bimbingan guru.
93
Tahapan PBL yang digunakan pada penelitian ini dirumuskan sebagai berikut. (1) Memberikan orientasi pembelajaran kepada mahasiswa. Pada tahap ini dosen mengawali pembelajaran dengan menyampaikan topik materi pembelajaran dan tujuan pembelajaran sesuai kompetensi dasar yang akandicapai; (2) Mengorganisasikan mahasiswa untuk membentuk kelompok. Mahasiswa dibagi menjadi beberapa kelompokdengan memperhatikan heterogenitas anggota kelompok, di mana dalam satu kelompok anggotanya mempunyai kemampuan logika berpikir tinggi maupun rendah.Selanjutnya dosen memberikan permasalahan pada mahasiswa; (3) Mengumpulkan data dan menganalisisnya. Dosen mengarahkan mahasiswa untuk
mencari
penjelasan dan solusi dari permasalahan dengan mencari beberapa referensi kemudian melakukan analisisdengan mengacu pada tujuan penyelesaian masalah; (4) Mengembangkan dan menyajikan hasil penyelesaian masalah. Setiap kelompok mempresentasikan hasil penyelesaian masalah yang ditanggapi oleh kelompok mahasiswa lain; (5) Melakukan evaluasi dan menarik kesimpulan. Dosen melakukan evaluasi dan memberikan kesimpulan hasil dari suatu proses penyelesaian masalah yang telah dilakukan oleh mahasisswa 3. Kelebihan Dan Kelemahan Metode PBL Kelebihan pembelajaran dengan meode PBL ini adalah sebagai berikut. (1) Pembelajaran berdasarkan masalah tidak hanya menyajikan informasi untuk dingat siswa, tetapi memberikan informasi yang digunakan dalam proses pemecahan masalah sehingga terjadi proses kebermaknaan
94
terhadap informasi tersebut. (2) Penerapan metode pembelajaran berdasarkan masalah membiasakan siswa untuk berpikir secara aktif
dalam proses
pembelajaran. (3) Siswa dapat menggunakan kemampuan dan pengetahuannya dalam proses pemecahan masalah. (4) Pemecahan masalah dapatmembantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata. (5) Siswa lebih mandiri, mampu memberi aspirasi, dan dapat menerima pendapat orang lain. Sementara itu, kelemahan yang ditemukan dalam metode PBL ini adalah sebagai berikut. (1) Siswa yang terbiasa dengan informasi yang diperoleh dari guru dan guru merupakan narasumber utama, akan merasa kurang nyaman dengan cara belajar sendiri dalam pemecahan masalah. (2) Jika siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba masalah memerlukan cukup waktu untuk persiapan.(3) jika tidak ada pemahaman untuk untuk berusaha memecahkan masalah yang sedang dipelajari maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disintesiskan bahwa Problem Based Learning (PBL) sebagai suatu metode pembelajaran yang menghadapkan mahasiswa pada suatu masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi mahasiswa untuk belajar dengan berpikir kritis dalam memecahkan masalah sebagai stimulus pembelajaran yang mendorong mahasiswa menggunakan pengetahuannya untuk merumuskan sebuah
95
hipotesis, kemudian diikuti oleh proses pencarian informasi untuk mendapatkan solusi masalah yang diberikan, serta memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi kuliah. Dengan kata lain, PBL merupakan metode pembelajaran yang dipusatkan pada peserta didik dan menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengintegrasikan pengetahuan baru. Fokus dalam kegiatan pembelajaran PBL berada pada mahasiswa. Di dalam pembelajaran dengan metode PBM dapat dicapai jika dalam kegiatan pembelajaran dipusatkan pada mahasiswa dengan memberi tugas-tugas yang sifatnya pemecahan masalah yang selanjutnya dipresentasikan. c. Metode Pembelajaran Cooperative Integrated Reading And Composition (CIRC) 1. Hakikat Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) adalah suatu kegiatan pembelajaran
yang
dilakukan
dengan
cara
berkelompok
sehingga
memungkinkan siswa menjalin kerja sama untuk mencapai suatu tujuan. Menurut Slavin (2010: 23) belajar kooperatif (cooperatif learning) adalah suatu teknik pembelajaran dimana siswa saling bekerja sama saling membantu satu dengan yang lainnya dalam suatu kelompok yang heterogen yang beranggotakan 4-6 orang. Sejalan dengan pendapat tersebut, Larsen (2004:195) menjelaskan bahwa esensi pembelajaran kooperatif adalah adanya keterlibatan siswa yang satu dengan yang lain dalam suatu kelompok belajar bersama dan bekerja secara efektif. Dalam pembelajaran kooperatif akan
96
dapat meningkatkan kerjasama antar siswa untuk mencapai tujuan belajar dan menciptakan kerjasama dalam proses belajar. Cooperative learning adalah suatu pembelajaran di mana siawa saling bekerja sama dalam kelompok kecil untuk saling membantu dalam belajar (Slavin, 1995: 5). Pembelajaran kooperatiif dapat dikatakan sebagai pembelajaran dalam kelompok siswa yang memerlukan ketergantungan positif, akuntabilitas individu, memiliki keterampilan interpersonal, tatap muka interaksi promotif, dan pengolahan kelompok ( Johnson & Johnson, 2006: 17). Lebih lanjut Johnson & Johnson ( 1994: 50) menegaskan bahwa Cooperative learning memiliki lima elemen dasar, yaitu: (1) positive interdependence: peserta didik harus mengisi tanggung jawab belajarnya sendiri dan saling membantu dengan anggota lain dalam kelompoknya; (2) face to face interaction: peserta didik memiliki kewajiban untuk menjelaskan apa yang dipelajari kepada peserta didik lain yang menjadi anggota kelompoknya; (3) individual accountability: masing-masing peserta didik harus menguasai apa yang menjadi tugas dirinya di dalam kelompok; (4) social skill : masing-masing anggota harus mampu berkomunikasi secara efektif, menjaga rasa hormat dengan sesama anggota dan bekerja bersama untuk menyelesaikan konflik; (5) group processing, kelompok harus dapat menilai dan melihat bagaimana tim mereka telah bekerjasama dan memikirkan bagaimana agar dapat memperbaikinya. Di dalam pembelajaran kooperatif, siswa memerlukan ketergantungan positif, artinya bahwa dalam belajar kelompok siswa saling membutuhkan,
97
keberhasilan kelompok yang satu merupakan keberhasilan bersama, dalam pembelajaran kooperatif terdapat akuntabilitas individu, yang artinya bahwa tiap-tiap kelompok memiliki kontribusi belajar dalam kelompok, setiap anggota kelompok mempunyai andil dalam kelompok. Sedangkan untuk keterampilan interpersonal, adalah bahwa dalam kelompok dapat terjadi komunikasi, kepercayaan, kepemimpinan, pengambilan keputusan, dan resonansi konflik. Sedangkan adanya tatap muka interaktif promotif adalah kerja kelompok dilakukan secara langsung dengan tatap muka dan saling menjelaskan satu dengan yang lain. Selanjutnya pengolahan kelompok merupakan suatu refleksi sejauh mana keberhasilan tim dalam kerja kelompok. Kerja kelompok akan berhasil apabila tercipta suatu kerja sama antar anggota dalam suatu kelompok. Dalam proses pembelajaran, pengajar harus dapat mengatur dan menciptakan kelompok kerja yang efektif dengan menyusun tugas yang dapat dikerjakan oleh anggota kelompok di mana setiap anggota kelompok dapat menyumbangkan ide-idenya yang dapat bermakna bagi kelompok, sehingga tujuan dalam kerja kelompok dapat tercapai sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Hal tersebut selaras dengan pemdapat Wina Sanjaya (2009: 241), di mana terdapat empat unsur penting dalam pembelajaran kooperatif, yaitu: (1) adanya peserta dalam kelompok; (2) adanya aturan kelompok; (3) adanya upaya belajar dalam setiap anggota kelompok; dan (4) adanya tujuan yang harus dicapai.
98
Tercapainya tujuan dalam kerja kelompok tergantung pada besarnya tanggungjawab masing-masing individu, apabila tugas individu tidak dapat terselesaikan maka tujuan kelompokpun tidak akan tercapai, demikian pula sebaliknya apabila tugas individu dapat terselesaikan maka tujuan kelompokpun akan tercapai. Hal ini dapat menjadi motivasi setiap individu untuk dapat bertanggungjawab terhadap dirinya maupun kelompoknya. 2. Pengertian Metode Pembelajaran Cooperative Integrated Reading And Composition (CIRC) Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) merupakan salah satu metode pembelajaran cooperative learning. Pembelajaran dengan metode CIRC dikembangkan oleh Stevans, Madden, Slavin, dan Farnish. Pembelajaran kooperatif tipe CIRC dari segi bahasa dapat diartikan sebagai suatu pembelajaran kooperatif yang mengintegrasikan suatu bacaan secara menyeluruh kemudian mengkomposisikannya menjadi bagian-bagian yang penting (Slavin, 2010: 20). CIRC merupakan metode untuk pembelajaran membaca dan menulis. Membaca dapat meningkatkan penguasaan kosa kata secara tidak langsung, sedangkan penguasaan kosa kata sangat bermanfaat untuk
keterampilan
menulis
(Nagy dan
Herman, 1987:
24).Proses
pembelajaran dengan metode CIRC bertujuan untuk membangun kemampuan membaca dan menyusun kembali apa yang dibaca dengan membuat rangkuman, sehingga dapat meningkatkan pemahaman konsep pengetahuan yang telah dibaca.
99
Motode pembelajaran CIRC termasuk salah satu metode pembelajaran cooperative learning yang pada mulanya merupakan pengajaran kooperatif terpadu membaca dan menulis Steven dan Slavin (dalam inayah, 2007:20). Selanjutnya menurut Suyatno (2009 :68), ”Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) adalah membentuk kelompok heterogen empat orang, guru memberikan wacana bahan bacaan sesuai dengan materi bahan ajar, siswa bekerja sama (membaca bergantian, menemukan kata kunci, memberikan tanggapan) terhadap wacana kemudian menuliskan kembali hasil kolaboratifnya, presentasi hasil kelompok, dan refleksi.” Penggunaan metode CIRC secara garis besar dilakukan dengan mengelompokkan siswa ke dalam beberapa kelompok untuk mencapai suatu tujuan belajar dengan bekerja sama (Slavin,2008:200).Adapun komponen utama CIRC menurut Slavin (2010:205) terdiri dari: (1) Kelompok membaca: guru membagi siswa ke dalam kelompok beranggotakan 2-4 orang siswa sesuai dengan tingkat kemampuan membacanya. (2) Tim: siswa disusun berpasang-pasangan (atau berempat) di dalam kelompok, kemudian saling berinteraksi dengan kelompok serta saling membantu antara kelompok tinggi dan kelompok rendah; (3) Kegiatan yang berhubungan dengan cerita. Urutan aktivitas ini meliputi: partner reading (saling koreksi), tata bahasa cerita dan menulis hubungan cerita, mencari kata-kata sulit, makna kata, rangkuman cerita, dan pengejaan; (4) Pemeriksaan tugas bersama teman sejawat; (5) Tes setelah akhir kegiatan siswa diberi tes pemahaman terhadap cerita yang telah dibaca. Pada tes ini siswa bekerja secara individu; (6) Pembelajaran langsung
100
di dalam membaca komprehensif; (7) Seni berbahasa dan menulis terintregasi. Setelah membaca siswa dapat menuangkannya kedalam bentuk tulisan; (8) Membaca mandiri dan buku laporan: para siswa diminta membaca buku di rumah dan keesokan harinya membuat laporan tentang apa yang dibacanya. Membaca mandiri dan buku laporan ini sebagai salah satu pengganti pekerjaan rumah. Metode pembelajaran CIRC dapat menjadikan siswa lebih aktif untuk saling membantu dalam melakukan keterampilan dasar kegiatan pembelajaran, seperti membaca lisan, mengajukan pertanyaan, meringkas, menulis komposisi berdasarkan ceritanya, dan merevisi-memperbaiki komposisi. Secara rinci, penggunaan metode ini mampu memberikan penghargaan dalam sebuah tim karena masing-masing siswa merasa saling dihargai (Sahrudin dan Iriani, 2010). Menurut Usman (2007 :37) dalam ”kegiatan belajar di kelas guru adalah orang yang memberikan arah dari tujuan pembelajaran yang akan dilakukan”. Peran guru dalam kegiatan belajar CIRC adalah merancang program pembelajaran. Pada tahap ini guru mempertimbangkan dan menetapkan target pembelajaran membaca yang ingin dicapai. Lebih lanjut menurut Slavin (2005: 200) bahwa CIRC membuat penggunaan waktu tindak lanjut menjadi lebih efektif, para siswa yang bekerja dalam tim-tim Cooperative dari kegiatan-kegiatan ini, yang di koordinasikan dengan pengajaran kelompok membaca, supaya dapat memenuhi tujuan-tujuan dalam
101
bidang lain seperti pemahaman membaca, kosa kata, pembacaan pesan, dan ejaan. Dari beberapa penafsiran tentang metode CIRC ini diperoleh ciri-ciri dari pembelajaran CIRC sebagai berikut. (1) Untuk menuntaskan materi belajarnya, siswa belajar dalam kelompok secara bekerja sama; (2) Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah; (3) Jika dalam kelas terdapat siswa-siswa yang heterogen ras, suku, budaya, dan jenis kelamin, maka diupayakan agar tiap kelompok terdapat keheterogenan tersebut; dan (4) Penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok daripada perorangan. 4. Tahapan Metode Pembelajaran Cooperative Integrated Reading And Composition (CIRC) Langkah-langkah dalam pembelajaran dengan metode CIRC atau pembelajaran terpadu menurut Steven and Slavin (1981:77) sebagai berikut. (1) Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen. (2) Guru memberikan wacana sesuai dengan topik pembelajaran. (3) Siswa bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide pokok serta memberikan tanggapan terhadap wacana kemudian ditulis pada lembar kertas. (4) Mempresentasikan hasil kelompok. (5) Guru memberikan penguatan. (6) Guru dan siswa bersama-sama membuat kesimpulan. Lebih lanjut menurut Slavin (2008:204-208) unsur utama CIRC terdiri dari: kelompok membaca, tim, kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan cerita, pemeriksaan oleh pasangan, dan tes.
102
Sejalan dengan langkah-langkah tersebut,Suprijono (2009: 45) memilah langkah pembelajaran CIRC sebagai berikut. (1) membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen; (2) Guru memberikan wacana/kliping sesuai dengan topik pembelajaran; (3) Siswa bekerja samasaling membacakan dan menemukan ide pokok dan memberitanggapan terhadap
wacana/kliping
kemudian
ditulis
pada
lembar
kertas;
(4)
Mempresentasikan atau membacakan hasil kelompok; (5) Guru membuat kesimpulan bersama;(6) Penutup. Dengan
pembelajaran
berkelompok,
siswa
diharapkan
dapat
meningkatkan pikiran kritisnya, kreatif, dan menumbuhkan rasa sosial yang tinggi. Siswa diajarkan bagaimana bekerjasama dalam suatu kelompok sebelum dibentuk kelompok. Siswa diajari menjadi pendengar yang baik, dapat memberikan penjelasan kepada teman sekelompok, berdiskusi, mendorong teman lain untuk bekerjasama, menghargai pendapat temanlain, dan sebagainya. Metode pembelajaran CIRC dalam bentuk sintaks, dapat dilihat ada tabel 4 di bawah ini. Tabel 3. Tahapan Metode Pembelajaran CIRC Fase Tahap-tahap 1
Pengenalan konsep
Rincian Kegiatan guru mulai mengenalkan suatu konsep atau istilah baru yang mengacu pada hasil penemuan selama eksplorasi.
2
Eksplorasi dan
memberikan
peluang
pada
aplikasi
mengungkap
pengetahuan
mengembangkan
pengetahuan
siswa
untuk
awalnya, baru,
dan
103
menjelaskan fenomena yang mereka alami 3
Publikasi
Siswa
mengkomunikasikan
hasil
temuan-
temuan, membuktikan, dan memperagakan materi yang dibahas. Penemuan itu dapat bersifat sesuatu
yang baru atau sekadar
membuktikan hasil pengamatannya.. Siswa dapat
memberikan
pembuktian
gagasan-
gagasan barunya untuk diketahui oleh temanteman sekelasnya.
Setiap fase tersebutdapat dijelaskan sebagai berikut. (1) Fase pertama, pengenalan konsep. Pada fase ini guru mulai mengenalkan tentang suatu konsep atau istilah baru yang mengacu pada hasil penemuan selama eksplorasi. Pengenalan bisa didapat dari keterangan guru, buku paket, atau media lainnya. (2) Fase kedua, eksplorasi dan aplikasi. Fase ini memberikan peluang
pada
siswa
untuk
mengungkap
pengetahuan
awalnya,
mengembangkan pengetahuan baru, dan menjelaskan fenomena yang mereka alami dengan bimbingan guru. Hal ini menyebabkan terjadinya konflik kognitif pada diri mereka dan berusaha melakukan pengujian dan berdiskusi untuk menjelaskan hasil observasinya. Pada dasarnya, tujuan fase ini adalah untuk membangkitkan minat dan rasa ingin tahu siswa, serta membantu mengembangkan konsepsi awal siswa terhadap kegiatan pembelajaran dengan memulai dari hal yang konkret. Selama proses ini, siswa belajar melalui tindakan-tindakan mereka sendiri. Reaksi-reaksi dalam situasi baru yang masih berhubunganakansangat efektif untuk menggiring siswa merancang eksperimen, mendemonstrasikan, dan
104
mengujinya. (3) Fase ketiga, publikasi. Pada fase ini siswa mampu mengkomunikasikan hasil temuan-temuan, membuktikan, dan memperagakan materi yang dibahas. Penemuan itu dapat berupa sesuatu yang baru atau sekadar membuktikan hasil pengamatannya. Siswa dapat memberikan pembuktian atas terkaan gagasan-gagasan barunya untuk diketahui oleh teman-teman sekelasnya. Siswa siap menerima kritikan, saran, atau sebaliknya untuk saling memperkuat argumen. Pada penelitian ini, tahapan metode pembelajaran CIRC dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut. (1) Membentuk kelompok 4-5 secara heterogen; (2) Dosen menerangkan secara singkat mengenai topik-topik materi dalam pokok bahasan sesuai dengan silabi; (3) Dosen memberi instruksi kepada mahasiswa untuk melakukan pendalaman topik-topik yang diberikan sesuai dengan langkah kedua; (4) Mahasiswa berdiskusi saling membacakan dan menyampaikan ide, gagasan, serta memberikan tanggapan; (5) Hasil diskusi ditulis dan dipresentasikan; (6) Dosen memberikan penguatan; (7) Dosen dan mahasiswa bersama-sama membuat kesimpulan; (8) Pada akhir proses pembelajaran dilakukan evaluasi hasil belajar dalam bentuk tugas penyusunan makalah ilmiah. 5. Kelebihan Dan Kekurangan Metode CIRC Secara khusus, Suyitno (2005:6) menyebutkan kelebihan metode pembelajaran CIRC sebagai berikut. (1) CIRC amat tepat untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah; (2) Dominasi guru dalam pembelajaran berkurang; (3) Siswa termotivasi pada
105
hasil secara teliti, karena bekerja dalam kelompok; (4) Para siswa dapat memahami makna soal dan saling mengecek pekerjaannya; (5) Membantu siswa yang lemah. Sementara itu, kekurangan yang ditemukan dalam menerapkan metode ini antara lain: (1) Pada saat persentasi hanya siswa aktiflah yang tampil; (2) Tidak semua siswa bisa mengerjakan soal dengan teliti. Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disintesiskan bahwa metode pembelajaran CIRC adalah suatu metode pembelajaran yang berdasarkan pada interaksi sosial kelompok kecil, yang merupakan program pembelajaran komprehensif untuk memahami bacaan dan selanjutnya dituangkan dalam suatu tulisan. Dalam metode
pembelajaran CIRC
penekanannya pada kegiatan membaca yang bertujuan untuk menemukan dan memahami konsep-konsep dalam suatu bacaan. Di samping itu dala metode pembelajaran CIRC setiap mahasiswa bertanggung jawab terhadap tugas kelompok, dan Setiap anggota kelompok saling mengeluarkan ide-ide untuk memahami suatu konsep dan menyelesaikan tugas, sehingga terbentuk pemahaman yang sama serta pengalaman belajar yang lama d. Perbedaan Metode Pembelajaran PBL, MM, Dan CIRC Perbedaan metode pembelajaran PBL, MM, dan CIRC adalah sebagai berikut: Tabel 4. Perbedaan Metode Pembelajaran PBL, MM, CIRC Komponen Metode pembelajaran Metode pembelajaran Metode PBL MM pembelajaran CIRC Landasan Metode pembelajaran Metode pembelajaran Metode Teoritis yang dipusatkan pada yang dipusatkan pada pembelajaran
106
peserta didik dan menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengintegrasikan pengetahuan baru pada suatu masalah sebagai stimulus pembelajaran yang mendorong siswa menggunakan pengetahuannya untuk merumuskan sebuah hipotesis, kemudian diikuti oleh proses pencarian informasi untuk mendapatkan solusi masalah yang diberikan. (Syntax) a. Memberikan Tahapan orientasi Pelaksanaa pembelajaran kepada mahasiswa. Pada tahap ini dosen mengawali pembelajaran dengan menyampaikan topik materi pembelajaran dan tujuan pembelajaran sesuai kompetensi yang akan dicapai
peserta didik dan dirancang untuk dapat mambantu peserta didikdalam proses belajar, menyimpan informasi berupa materi yang luas dengan cara membuati diagram yang berwarna-warni, dengan menghubungkan konsep-konsep yang penting dalam mempelajari materi pelajaran dan menjadi peta pikiran dalam proses belajar
yang dipusatkan pada peserta didik dan sangat erat kaitannya dengan pengembangan kemampuan memahami isi teks (reading) dan mensintesis kembali bagianbagian dari isi teks (composition) dalam bentuk rangkuman.
1. Dosen menerangkan 1. Membentuk kelompok 4-5 secara singkat secara mengenai topikheterogen; topik materi dalam 2. Dosen pokok bahasan menerangkan sesuai dengan silabi secara singkat dengan membuat mengenai topik-topik peta pikir materi yang 2. Mahasiswa akan dibahas mempelajari konsep 3. Dosen memberi instruksi tentang materi yang kepada dipelajari dengan mahasiswa membuat MM ( peta untuk pemikiran ) b. Mengorganisasika melakukan n mahasiswa untuk pendalaman 3. Dosen membentuk topik-topik mengelompokkan kelompok. Siswa yang diberikan dibagi menjadi mahasiswa dalam sesuai dengan beberapa langkah kedua; beberapa kelompok kelompokdengan 4. Mahasiswa dengan memperhatikan berdiskusi memperhatikan heterogenitas saling heterogenitas anggota kelompok, membacakan
107
di mana dalam dan anggota kelompok, satu kelompok menyampaikan di mana dalam satu anggotanya ide, gagasan, kelompok mempunyai serta anggotanya kemampuan logika memberikan mempunyai berpikir tinggi tanggapan; kemampuan logika 5. Hasil diskusi maupun berpikir tinggi rendah.Selanjutnya ditulis dan dosen dipresentasikan maupun rendah; memberikanperma ; meminta 6. Dosen salahan pada 4. Dosen dan mahasiswa mahasiswa; mahasiswa untuk bersama-sama membuat peta c. Mengumpulkan membuat pikiran dari materi data dan kesimpulan; yang dipelajari. 7. Pada akhir menganalisisnya. Sebagai contoh proses Dosen untuk mempelajari pembelajaran mengarahkan aturan membuat dilakukan mahasiswa untuk evaluasi hasil kutipan dalam karya mencari belajar dalam ilmiah; penjelasan dan bentuk tugas solusi dari 5. Dosen penyusunan menujuk makalah ilmiah permasalahan beberapa mahasiswa dengan mencari untuk beberapa referensi mempresentasikan kemudian hasil peta pikiran melakukan dengan analisisdengan menuliskannya di mengacu pada papan tulis tujuan 6. Pada akhir proses penyelesaian pembelajaran masalah; dilakukan evaluasi d. Mengembangkan hasil belajar dalam dan menyajikan bentuk tugas hasil penyelesaian penyusunan masalah. Setiap makalah ilmiah kelompok mempresentasikan hasil penyelesaian masalah yang ditanggapi oleh
108
kelompok mahasiswa lain; e. Melakukan evaluasi dan menarik kesimpulan. Dosen melakukan evaluasi dan memberikan kesimpulan hasil dari suatu proses penyelesaian masalah yang telah dilakukan oleh mahasisswa
Aktivitas 1. Mahasiswa secara 1. Mempelajari materi 4. Menggunakan Mahasiswa tim kooperatif aktif mencarai dengan membuat mahasiswa referensi sesuai konsep yang saling bekerja dengan masalah dituangkan dalam sama membaca yang diberikan peta pikir materi untuk dosen memahami 2. Masing-masing materi hingga 2. Menganalisis individu dalam satu mengerti dan masalah sesuai kelompok dapat dengan tujuan memberikan ide-ide menemukan isi teks (sebelum penyelesaian untuk dibuat peta dirangkum) masalah pikir secara utuh. 3. Menyajikan hasil 3. Hasil peta pikir 5. Mahasiswa membuat penyelesaian dipresentasikan rangkuman masalah dengan dengan dipresentasikan pemahamanny a sendiri 6. Hasil rangkuman diedit antar anggota dalam satu kelompok.
109
B. Penelitian yang Relevan Penelitian terus dilakukan oleh berbagai pihak dalam rangka mencari kebenaran-kebenaran baru diberbagai bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, termasuk penelitian dibidang yang relevan dengan penelitian ini.Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Murtono (2012) yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran CIRC, Jigsaw, dan STAD terhadap Keterampilan Membaca
Ditinjau
dari
Kemampuan
Logika
Berbahasa”.
Di
dalam
penelitiannya,Murtono (2012: 187-198), menemukan bahwa model pembelajaran CIRC lebih efektif dalam meningkatkan keterampilan membaca siswa dibandingkan dengan model Jigsaw dan STAD. Penelitian Murtono tersebut relevan untuk diperhatikan dalam penelitian ini, meskipun dengan variabel terikat yang berbeda. Penelitian Murtono mengkaji keterampilan membaca, sedangkan penelitian ini menitikberatkan kajian pada keterampilan menulis, khususnya menulis karya ilmiah. Penelitian yang relevan selanjutnya dilakukan oleh Gupta dan Ahuja (2014) yangberjudul “Cooperative Integrated Reading Composition (CIRC): Impact on Reading Comprehension Achievement in English Among Seventh Graders”. Dalam penelitian Gupta dan Ahuja (2014: 37-46) ditemukan bahwa metode CIRC memberikan perbedaan yang signifikan terhadap kemampuan membaca komprehensif bahasa Inggris siswa dibandingkan dengan siswa yang diajar secara konvensional, dan untuk prestasi belajarnya siswa yang diajar
110
dengan metode pembelajaran CIRC lebih baik dengan siswa yang diajar secara konvensional.Persamaan dengan penelitian ini terletak pada kesamaan variabel bebasnya, yaitu metode CIRC, sedangkan perbedaannya terletak pada variabel terikat, yaitu keterampilan membaca komprehensif dan keterampilan menulis karya ilmiah. Penelitan relevan yang terkait dengan metode CIRI yang dilakukan oleh Erhan Durkan (2011: 102-109) yang berjudul “Effects of cooperative integrated reading and composition (CIRC) technique on reading-writing skills” ditemukan ada perbedaan yang signifikan antara membaca pemahaman dan keterampilan menulis siswa yang diajar menggunakan metode CIRC dengan yang deajar menggunakan metode tradisional, siswa yang diajar dengan metode CIRC lebih baik dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan metode tradisional, persamaan dengan penelitian ini pada variabel bebas yaitu metode CIRC. Berkaitan dengan penerapan metode Problem Based Learning, penelitian yang dilakukan oleh Atan, Sulaiman, dan Idrus (2005, 430-437) menemukan bahwa kemampuan siswa yang diajar dengan metode PBL lebih tinggi dibandingkan siswa yang diajar dengan metode CBL (content based learning). Selanjutnya, penelitian yang relevan lainnya dilakukan oleh Nemati, Jahandar, dan Khodabandehlou (2014: 96-104) berjudul “The Effect of Mind Mapping Technique on TheEnhancement of Advanced Iranian EFL Learners’ Essay Writing Ability Through Organizing Information andThoughts”.Dari eksperimen yang dilakukan ditemukan bahwa kemampuan menulis esai siswa yang diajar dengan teknik mind mapping lebih baik daripada siswa yang tidak
111
diajar dengan teknik tersebut. Dengan demikian, teknik mind mapping memberikan pengaruh yang positif terhadap keterampilan menulis siswa, sebagaimana yang dilakukan dalam penelitian ini. Letak perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian yang dilakukan ini adalah pada jenis keterampilan menulis yang diujikan, yakni menulis esai dan menulis karya ilmiah. Penerapan metode mind mapping dalam pembelajaran menulis juga dilakukan oleh Riswanto dan Putra (2012: 60-68) melalui penelitiannya.Penelitian yang berjudul “The Use of Mind Mapping Strategy in the Teaching of Writing at SMAN 3 Bengkulu, Indonesia” ini menggunakan pendekatan penelitian tindakan kelas. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa penerapan metode mind mapping dapat meningkatkan kemampuan menulis siswa.Dengan demikian, penelitian tersebut memiliki relevansi dengan penelitian ini ditinjau dari aspek pengaruh metode mind mapping dalam pembelajaran menulis. Penelitian Monica dan Anamaria, yang berjudul “Mind Mapping And Brainstorming As Methods Of Teaching Business Concepts In English As A Foreign Language” ini mengungkapkan bahwa dengan metode pembelajaran mind mapping dan brainstroming dapat membuat pembelajaran menjadi lebih menyenangkan dan menjadikan mahasiswa dapat mengembangkan ide sentral yang didukung oleh brainstroming, serta dapat menimbulkan kepercayaan diri untuk mengungkapkan ide, gagasan, dan pendapat. Penelitian tersebut memiliki relevansi dengan penelitian ini ditinjau dari aspek pengaruh metode mind mapping.
112
Penelitian Alma Prima Nurlaila, yang berjudul The Use Of Mind Mapping Technique In Writing Descriptive Text, hasil penelitiannya adalah metode pembelajaran mind mapping kemampuan
dapat membantu siswa untuk meningkatkan
dalam menulis teks deskriptif
dalam hal kosa kata, mengatur
kalimat, dan memunculkan ide-ide, di samping itu dapat membantu siswa dalam perencanaan menulis dan pemahaman tentang topik tulisan. Penelitian tersebut memiliki relevansi dengan penelitian ini ditinjau dari aspek pengaruh metode mind mapping. Penelitian yang relevan selanjutnya yang berkaitan dengan kemampuan berpikir logis yang dilakukan oleh Gusnita Roza Putri berjudul Hubungan Kemampuan Berpikir Logis Denga Kemampuan Menulis Karangan Argumentasi Siswa Kelas X Sma Negeri 1 Rao Kabupaten Pasaman, hasil penelitian
ini
mengungkapkan bahwa kemampuan menulis paragraf argumentasi yang mencakup empat indikator (hasil pemikiran yang kritis dan logis, fakta sebagai bahan pembuktian, meyakinkan pembaca, dan dapat diuji kebenarannya) tergolong
lebih dari cukup dan adanya hubungan yang positif antara kemampuan berpikir logis dengan kemampuan menulis paragraf argumentasi. Penelitian tersebut memiliki relevansi dengan penelitian ini yang ditinjau dari aspek berpikir logis. Hegelhund dan Kock (2003) melakukan penelitian yang berkaitan dengan pembelajaran menulis ilmiah dengan menggunakan The Macro Toulmin Way Model, yakni model argumentasi yang digunakan untuk menjelaskan genre apa yang digunakan dalam membuat laporan karya ilmiah. Pendekatan yang digunakan dalam model ini melibatkan pendekatan top down untuk membuat
113
drafpenelitian.Kajian tentang keterampilan menulis karya ilmiah memiliki keterkaitan dengan upaya yang dilakukan dalam penelitian ini. Penelitian mengenai menulis juga dilakukan oleh Ellisdan Yuan (2003) yang berjudul The Effects of Planning on Fluency, Complexity and Accuracy in Second Language Narrative Writting. Penelitian Ellis dan Yuan mengkaji tentang pengaruh perencanaan yang dilakukan sebelum penugasan, perencanaan on-line yang
dilakukan
secara
bebas,
dan
tanpa
perencanaan.Hasil
penelitian
membuktikan bahwa penulis yang melakukan perencanaan sebelum penugasan menunjukkan kelancaran dalam menulis maupun menunjukkan variasi kalimatnya lebih baik. Sedangkan penulis yang melakukan perencanaan secara bebas lebih dapat membantu meningkatkan akurasi dalam menghasilkan tulisan narasi. Selanjutnya penulis tanpa perencanaan berdampak negatif terhadap kelancaran, keragaman tulisan, dan akurasi produk tulisan. Kajian tentang menulis dalam penelitian tersebut memiliki keterkaitan dengan upaya yang dilakukan dalam penelitian ini.
C. Kerangka Berpikir 1. Perbedaan Keterampilan Menulis Ilmiah Antara Kelompok Mahasiswa yang Mengikuti Pembelajaran Dengan Metode MM, PBL, Dan CIRC Ketiga macam metode pembelajaran yaitu MM, PBL, dan CIRC memiliki karakteristik berbeda-beda yang berimplikasi pada dimilikinya keunggulan dan kelemahan masing-masing untuk meningkatkan keterampilan menulis karya ilmiah. Metode MM memiliki karakteristik yang menonjol
114
dalam hal memahami suatu fenomena melalui pemetaan berbagai konsep yang ada dalam fenomena yang dipikirkan atau dipelajari. Peta pikiran merupakan suatu metode curah gagasan yang terorganisasi untuk menemukan apa yang tidak diketahui dengan menuliskan sebuah tema pusat kemudian melukiskan asosiasi dan pikiran sebagai cabang-cabang yang tumbuh di segala jurusan dari tema pusat. Peta pikiran juga digunakan untuk menggeneralisasikan, memvisualisasikan serta mengklasifikasikan ide-ide dan sebagai bantuan dalam belajar, berorganisasi, pemecahan masalah, pengambilan keputusan serta dalam menulis. Di samping itu, peta pikiran merupakan suatu kegiatan mencatat kreatif imajinatif yang didasarkan pada cara kerja otak, baik otak kanan maupun otak kiri dengan menggunakan citra visual dan prasarana grafis lainnya untuk membentuk kesan. Metode PBL memahami
suatu
memiliki karakteristik yang menonjol dalam hal fenomena
melalui
pengenalan
masalah
dan
pemecahannya.Dari masalahpeserta didik mengidentifikasi pokok bahasan (issue) untuk mengembangkan pemahaman tentang berbagai konsep yang mendasari masalah tadi serta prinsip pengetahuan lainnya yang relevan. Fokus bahasan biasanya berupa masalah (tertulis) mencakup beragam fenomena yang membutuhkan penjelasan. PBL bertujuan agar peserta didik memperoleh dan membentuk pengetahuannya secara efisien dan terintegrasi. Kegiatan untuk memperoleh pengetahuan dan pemahaman baru melalui pembahasan masalah.
115
Metode CIRC memiliki karakteristik yang menonjol dalam hal memahami suatu fenomena melalui membaca dan mengkomposisikan substansi pengetahuan yang ada dalam referensi yang relevan. Metode CIRC dari segi bahasa dapat diartikan sebagai suatu pembelajaran kooperatif yang mengintegrasikan
suatu
mengkomposisikannya
bacaan
menjadi
secara
bagian-bagian
menyeluruh yang
kemudian
penting.
CIRC
merupakan metode untuk pembelajaran membaca dan menulis. Membaca dapat meningkatkan penguasaan kosa kata secara tidak langsung, sedangkan penguasaan kosa kata sangat bermanfaat untuk keterampilan menulis. Perbedaan karakteristik dari setiap metode tersebut dapat memberikan perbedaan sumbangan terhadap keterampilan menulis karya ilmiah dengan cara dan aspek-aspek substansinya masing-masing. Metode MM merupakan metode pembelajaran yang dirancang
untuk dapat mambantu mahasiswa
menghubungkan konsep-konsep yang penting dalam mempelajari materi pelajaran serta untuk lebih mudah mengingat materi pelajaran tersebut karena dalam peta pikiran menggunakan pengingat-ingat visual dan sensorik dalam suatu pola dari ide-ide yang berkaitan, seperti peta jalan yang digunakan untuk belajar, mengorganisasikan, dan merencanakan serta dapat membangkitkan ide-ide orisinal dan memicu ingatan yang mudah. Dengan MM siswa bebas mengembangkan gagasan secara alami dengan berpusat pada tema sebagai sumber orientasi dan karena dapat dipadukan dalam pembelajaran kooperatif, maka dapat dilakukan dengan brainstorming.
116
Sementara itu, untuk pembelajaran dengan menggunakan metode CIRC dapat memudahkan mahasiswa dalam belajar menulis ilmiah karena metode CIRC mengintegrasikan antara keterampilan membaca dan menulis. Dalam membuat karya ilmiah membaca dan menulis merupakan dua hal yang mempunyai kaitan sangat erat.CIRC agak lebih rumit dibanding MM, Hal ini dikarenakan pada waktu belajar siswa terpancang pada uraian-uraian bacaan. Meskipun terbantu dengan bacaan, siswa tidak sebebas kalau menggunakan MM. PBL diperlukan pemikiran yang dalam sebab setelah dosen mengetengahkan
masalah, maka mahasiswa harus memahami berbagai
konsep yang mendasari masalah dan mencari prinsip-prinsip pengetahuan lain yang relevan. Untuk dapat mengikuti pelajaran dengan metode ini, kecuali memerlukan nalar yang tinggi juga memerlukan motivasi belajar yang tinggi. Dengan demikian diprediksi PBL paling sulit dibanding dengan CIRC dan MM. Perbedaan Karakteristik
Metode MM
Metode PBL
Metode CIRC
Praktik Pembelajaran
Praktik Pembelajaran
Praktik Pembelajaran
Kemampuan Menulis Ilmiah
Kemampuan Menulis Ilmiah
Kemampuan Menulis Ilmiah
Gambar1. Bagan Kerangka Berpikir Keterampilan Menulis Karya Ilmiah antara Kelompok Mahasiswa diajar menggunakan Metode MM, PBL dan CIRC yang memiliki kemampuan berpikir tinggi dan tendah
117
2. Perbedaan Keterampilan Menulis Karya Ilmiah Antara Mahasiswa Yang Kemampuan Berpikir Logisnya Tinggi Dan Rendah Kemampuan berfikir logis erat hubungannya dengan kemampuan seseorang untuk memformulasikan dan menuangkan pemikirannya secara verbal.Berpikir Logis dapat diartikan sebagai jalan pemikiran yang masuk akal. Berpikir logis dalam pembelajaran digunakan untuk mengambil suatu keputusan berdasarkan pola-pola dan aturan-aturan ilmiah. Mahasiswa yang selalu mengembangkan keterampilan berpikirnya termasuk kemampuan berpikir logis tinggi
cenderung
mudah
memperoleh
pengetahuan
atau
mahasiswa
yangkemampuan berfikir logisnya baik, lebih mampu menghasilkan tulisan dengan kalimat-kalimat yang mengikuti alur berfikir yang runtut. Sebaliknya, pada mahasiswa yang kemampuan berfikir logisnya kurang baik, dapat diduga akan kurang pula kemampuannya menghasilkan tulisan yang runtut. Dalam kaitannya dengan keterampilan menulis ilmiah, hal tersebut sangat besar peranannya.Menurut Byrne (dalam Slamet, 2009: 107) keterampilan menulis adalah kemampuan menuangkan buah pikiran ke dalam bahasa tulis melalui kalimat-kalimat yang dirangkai secara utuh, lengkap, dan jelas sehingga buah pikiran tersebut dapat dikomunikasikan kepada pembaca dengan berhasil. Keterampilan menulis menuntut kemampuan menggunakan pola-pola bahasa secara
tertulis
untuk mengungkapkan suatu gagasan. Keterampilan
menulis ini mencakup berbagai kemampuan, misalnya kemampuan menggunakan unsur-unsur bahasa secara tepat, kemampuan mengorganisasikan wacana dalam
118
bentuk karangan, kemampuan menggunakan gaya bahasa yang tepat, pilihan kata serta yang lainnya. Oleh karena itu, dapat diduga bahwa ada perbedaan keterampilan menulis ilmiah antara mahasiswa yang memiliki kemampuan berfikir logis baik dan yang kurang baik. Perbedaan Kemampuan Mahasiswa Kemampuan Mahasiswa Kemampuan Berpikir Logis Tinggi Berpikir Logis Rendah Perbedaan Berpikir Praktik Praktik Pembelajaran Pembelajaran Perbedaan Menulis Keterampilan Menulis Keterampilan Menulis Ilmiah Ilmiah Gambar 2. Bagan Kerangka berpikir Keterampilan Menulis Karya Ilmiah antara Kelompok Mahasiswa yang berkemampuan berpikir logis tinggi dengan berpikir logis rendah.
3. Interaksi Antara Metode Pembelajaran Dengan Kemampuan Berpikir Logis Dalam Mempengaruhi Keterampilan Menulis Karya Ilmiah Dalam proses pembelajaran daya serap peserta didik berbeda-beda, dan untuk menghadapi perbedaan tersebut, metode pembelajaran yang tepat sangat dibutuhkan. Seperti dalam kerangka berpikir yang pertama bahwa setiap metode dari ketiga metode yang diteliti memeliki karakteristik masing- masing. Sementara itu banyak ahli yang menyatakan bahwa tidak ada satupun metode pembelajaran yang secara universal cocok umtuk siapa saja, kapan saja, dan dimana saja. Sejalan dengan prinsip tersebut, dengan mempertimbangkan tingkat kemampuan berpikir logis ada kemungkinan bahwa ada metode tertentu yang
119
lebih cocok bagi yang memiliki kemampuan berpikir logis yang tinggi, dan ada metode yang lebih cocok untuk yang kemempuan berpikir logisnya rendah. Kemungkinan-kemungkinan tersebut dijabarkan sebagai berikut. a. Dengan metode MM siswa terbantu memudahkan mengingat materi dengan membuka seluruh potensi dan kapasitas otak yang tersembunyi. Hal itu merupakan cara kerja yang efektif dan kreatif dan secara alami-harafiah otak berpikir secara mudah tanpa hambatan, menyenangkan dan imajiner. MM dapat membuat otak bekerja lebih sesuai fungsinya. Dalam keadaan seperti ini, seseorang tidak terlalu memerlukan cara berpikir logis yang rumit dan tinggi sebab otak dapat secara alami sudah bekerja sebagaimana mestinya. Dengan demikian siswa yang memiliki kemampuan perpikir logis rendah pun akan mampu mengikuti pelajaran, terlebih siswa yang memiliki kemampuan berpikir logis tinggi. b. Dengan PBL siswa dihadapkan pada masalah dan siswa dituntut untuk memahami berbagai konsep yang mendasari masalah serta mencari prinsipprinsip pengetahuan lain yang relevan. PBL hampir sama dengan CIRC, tetapi dalam PBL dosen tidak menyajikan materi menggunakan media bacaan seperti pada CIRC. Dalam MM dosen menetapkan sebuah kata yang bertema tertentu, tetapi dalam PBL dosen menyajikan sebuah masalah/persoalan yang membutuhkan penalaran tinggi, motivasi tinggi. Berdasarkan hal ini maka PBL akan lebih rumit dibanding CIRC, dan CIRC lebih rumit dibanding MM. Dengan demikian, maka untuk mengikuti PBL siswa harus memiliki kemampuan berpikir logis yang tinggi.
120
Siswa yang kemampuan berpikir logisnya rendah dimungkinkan akan mengalami kesulitan dalam mengikuti pelajaran. c. Dengan metode CIRC siswa juga dimudahkan untuk belajar. CIRC memberikan cara kerja otak dengan mengikuti langkah-langkahnya yaitu (1) membaca teks, (2) menemukan butir-butir pikiran bacaan, (3) menata butirbutir pikiran, (4) tatanan butit-butir pikiran lalu dikembangkan dalam karya tulis ilmiah. Dalam cara kerja seperti ini otak (proses berpikir logis) diperlukan untuk
menemukan
gagasan-gagasan
pokok
yang
selanjutnya
dalam
pengembangannya memerlukan penelitian. Kehadiran bacaan bukan sebagai modelling karya iilmiah tetapi lebih baku merupakan perangsang pikiran terimajinasi melalukan pengembangan melalui sebuah penelitian dan penelusuran terhadap bacaan-bacaan lain. Berdasarkan penjelasan ini, maka cara kerja otak berbeda dibanding metode MM. Kalau metode MM pikiran bebas alami, tetapi kalau di CIRC diarahkan terpancang pada emajinasi bacaan. Oleh karena itu, siswa yang kemampuan berpikir logisnya tinggi dan pemahaman bacaannya baik akan dapat mengikuti pelajaran dengan baik. Tetapi sebaliknya siswa yang kemampuan berpikir logisnya rendah dan pemahaman persoalan sesuai bacaannya rendah akan mengalami kesulitan belajar. Berdasarkan tiga penjelasan utama tersebut, maka dapat dimungkinkan akan terjadi interaksi antara penggunaan metode pembelajaran dan kemampuan berpikir logis dalam mempengaruhi proses dan hasil menuls ilmih siswa.
121
Perbedaan Kemampuan Berpikir Logis
Perbedaan Karakter Metode Pembelajaran
Tinggi (B1)
Rendah (B2)
MM (A1)
A1B1
A1B2
PBL (A2)
A2B1
A2B2
CIRC (A3)
A3B1
A3B2
Gambar 3. Bagan Kerangka berpikir Interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan berpikir logis dalam keterampilan menulis karya ilmiah.
D. Hipotesis Penelitian 1. Ada perbedaan keterampilan menulis ilmiah antara kelompok mahasiswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode MM, PBL,dan CIRC . Adapun perbedannya: a. Pembelajaran dengan metode MM lebih baik daripada metode pembelajaran PBL dan CIRC b. Pembelajaran dengan metode CIRC lebih baik daripada metode pembelajaran PBL. 2. Ada perbedaan keterampilan menulis karya ilmiah antara kelompok mahasiswa yang memiliki kemampuan berpikir logis tinggi dengan kelompok mahasiswa yang memiliki kemampuan berpikir logis rendaah.
122
3. Ada interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan berpikir logis terhadap keterampilan menulis ilmiah. Interaksi tersebut adalah: c. Terdapat perbedaan keterampilan menulis ilmiah pada mahasiswa yang diajar dengan metode MM untuk mahasiswa yang mempunyai kemampuan berpikir logis tinggi lebih baik dengan mahasiswa yang mempunyai kemampuan berpikir logis rendah. d. Terdapat perbedaan keterampilan menulis ilmiah pada mahasiswa yang diajar dengan metode PBL untuk mahasiswa yang mempunyai kemampuan berpikir logis tinggi tidak lebih baik dengan mahasiswa yang mempunyai kemampuan berpikir logis rendah. e. Terdapat perbedaan keterampilan menulis ilmiah pada mahasiswa yang diajar dengan metode CIRC untuk mahasiswa yang mempunyai kemampuan berpikir logis tinggi lebih baik dengan mahasiswa mempunyai kemampuan berpikir logis rendah. f. Terdapat perbedaan keterampilan menulis karya ilmiah pada mahasiswa yang yang mempunyai kemampuan berpikir logis tinggi yang diajar dengan metode MM lebih baik dibandingkan mahasiswa yang diajar dengan menggunakan metode CIRC. g. Terdapat perbedaan keterampilan menulis karya ilmiah pada mahasiswa yang yang mempunyai kemampuan berpikir logis tinggi yang diajar dengan metode MM lebih baik dibandingkan mahasiswa yang diajar dengan menggunakan metode PBL.
123
h. Terdapat perbedaan keterampilan menulis karya ilmiah pada mahasiswa yang yang mempunyai kemampuan berpikir logis tinggi yang diajar dengan metode CIRC tidak lebih baik dibandingkan mahasiswa yang diajar dengan menggunakan metode PBL. i. Terdapat perbedaan keterampilan menulis karya ilmiah pada mahasiswa yang mempunyai kemampuan berpikir logis rendah yang diajar dengan metode MM tidak lebih baik dibandingkan mahasiswa yang diajar dengan menggunakan metode CIRC. j. Terdapat perbedaan keterampilan menulis karya ilmiah pada mahasiswa yang mempunyai kemampuan berpikir logis rendah yang diajar dengan metode MM tidak lebih baik dibandingkan mahasiswa yang diajar dengan menggunakan metode PBL. k. Terdapat perbedaan keterampilan menulis karya ilmiah pada mahasiswa yang mempunyai kemampuan berpikir logis rendah yang diajar dengan metode CIRC tida lebih baik dibandingkan mahasiswa yang diajar dengan menggunakan metode PBL.