BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN
A. KAJIAN TEORI 1. Belajar Wina Sanjaya (2006:110) mengungkapkan “ belajar itu adalah suatu proses perubahan melalui kegiatan atau prosedur latihan,baik latihan didalam laboraturim maupun dalam lingkungan sekitar “. Oemar Hamalik (2004 :36) mendefinisikan belajar sebagai suatu pertumbuhan dan perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku yang baru berkat pengalaman dan latihan. Sebagaimana dikemukakan oleh Wina Sanjaya (2006 : 108 ) bahwa belajar adalah suatu proses yang terus menerus, yang tidak pernah berhenti dan tidak terbatas pada dinding kelas. Hal itu berdasarkan pada asumsi bahwa sepanjang kehidupanya, manusia akan selalu dihadapkan masalah atau tujuan yang ingin dicapainya. Melalui kemampuan belajar, manusia akan dapat memecahkan setiap rintangan yang dihadapi sampai akhir hayatnya. R Gagne dalam Slameto (2003:13) memberikan dua definisi mengenai belajar : 1) Belajar adalah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan ,ketrampilan,kebiasaan dan tingkah laku. 2) Belajar adalah penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang diperoleh melalui interaksi.
7
Slameto (2003:2) berpendapat bahwa belajar adalah suatu usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang secara keseluruan sebagai hasil pengalamanya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Konstruktivisme merupakan suatu pandangan bagaimana seseorang belajar, yaitu menjelaskan bagaimana manusia membangun pemahaman dan pengetahuanya mengenai dunia sekitarnya melalui pengenalan terhadap benda-benda disekitarnya yang direfleksikan melalui pengalamanya ( Indrawati dan Wawan, 2009:9). Peran penting guru dalam pembelajaran kontruktivisme adalah scaffolding dan coaching. Scaffolding adalah memberikan dukungan dan bantuan kepada peserta didik yang sedang pada awal belajar kemudian sedikit demi sedikit mengurangi dukungan atau bantuan tersebut setelah peserta didik mampu memecahkan problem dari tugas yang dihadapi. Coaching adalah proses memotivasi peserta didik menganalisis performanya dan membentuk feedback atau umpan balik tentang kinerja mereka. Prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam pengembangan dalam pembelajaran kontruktivisme adalah: 1. Prior Knowledge /previos Experience Salah satu factor yang sangat mempengaruhi proses belajar adalah apa yang telah diketahui oleh peserta didik. Kontruksi pengetahuan tidak
8
berangkat dari ’’ pikiran kosong”. ( blank mind ), peserata didik harus memiliki pengetahuan apa yang hendak diketahui. Pengetahuan ini disebut pengetahuan awal / dasar (prior Knowledge). 2. Conceptual –Change Process Proses perubahan konseptual
merupakan proses pemikiran yang
terjadi pada peserta didik ketika peta konsep yang dimilikinya dihadapkan dengan situasi kondisi nyata. Kontruksi pengetahuan membutuhkan kemampuan mengingat dan mengungkapkan
kembali
pengalaman,
kemampuan
membandingkan,
kemampuan mengambil keputusan mengenai persamaan dan perbedaan serta kemampuan lebih menyukai satu dari pada yang lain. 2. Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Evektif dan Menyenangkan (PAIKEM) Seiring
dengan
pengembangan
filsafat
kontruktivisme
dalam
pendidikan selama decade ini, muncul pemikiran kritis merenovasi pembelajaran bagi anak bangsa negeri ini menuju pembelajaran yang berkualitas, organis, dinamis, dan kontruktif. Salah satu pemikiran kritis itu adalah pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAIKEM). Aktif dalam pembelajaran harus menumbuhkan suasana sedemikian rupa
sehingga
peserta
didik
aktif
bertanya,
mempertanyakan,
dan
mengemukakan gagasan. Belajar merupakan aktif dan si pembelajar dalam
9
membangun pengetahuannya, bukan proses pasif yang hanya menerima kucuran ceramah dari guru tentang pengetahuan. Pembelajaran aktif adalah proses belajar yang menumbuhkan dinamika belajar bagi peserta didik. Dinamika untuk mengartikulasikan dunia idenya dan mengkonfrotir ide itu dengan dunia realita. Inovatif, pembelajaran merupakan proses pemaknaan atas realitas kehidupan yang dipelajarinya. Makna itu hanya bisa dicapai jika pembelajaran dapat memfasilitasi kegiatan belajar yang member kesempatan kepada peserta didik menemukan sesuatu melalui aktivitas belajar yang dilakoninnya. Kreatif, pembelajaran harus menumbuhkan pemikiran kritis,karena dengan pemikiran seperti itulah kreativitas bisa dikembangkan. Pemikiran kritis adalah pemikiran reflektif dan produktif
yang melibatkan evaluasi
bukti. Kreativitas adalah kemampuan berfikir tentang sesuatu dengan cara baru dan tak biasa serta menghasilkan solusi unik atas suatu problem. Efektif, pembelajaran evektif adalah jantungnya sekolah efektif. Evektivitas pembelajaran merujuk pada berdaya dan berhasil guna seluruh komponen
pembelajaran
yang
diorganisir
pembelajaran. Pembelajaran evektif
untuk
mencapai
tujuan
memudahkan peserta didik belajar
sesuatu yang bermanfaat. Menyenangkan, pembelajaran menyenangkan adalah pembelajaran dengan suasana socio emotional climate positif. Peseta didik merasakan bahwa prosess belajar yang dialaminya bukan sebuah derita yang mendera 10
dirinya melainkan berkah yang harus disyukuri. Belajar bukanlah tekanan jiwa pada dirinya, namun merupakan panggilan jiwa yang harus ditunakannya. Pembelajaran menyenangkan menjadikan peserta didik ikhlas menjalaninnya. Wina Sanjaya (2010 :135) mengemukakan bahwa pembelajaran dalam standar proses pendidikan didesain untuk membelajarkan siswa. Sistem pembelajaran
menempatkan
siswa
sebagai
subyek
belajar,
artinya
pembelajaran ditekankan atau berorientasi (Active Learning ). Pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan ( PAIKEM) adalah suatu metode pembelajaran berbasis lingkungan( Sofan dan Ahmadi, 2010:19). Penerapan pembelajaran aktive, inovatif, kreatif, efektif dan
menyenangkan
(PAIKEM)
dalam
proses
pembelajaran
harus
dipraktekkan dengan benar. Pembelajaran
PAIKEM
adalah
pembelajaran
bermakna
yang
dikembangkan dengan cara membantu peserta didik membangun keterkaitan antara informasi (pengetahuan) baru dengan pengalaman (pengetahuan lain) yang telah dimiliki dan dikuasai peserta didik, Peseta didik dibelajarkan bagaimana mereka mempelajari konsep dan bagaimana konsep tersebut dapat dipergunakan diluar kelas. Peserta didik diperkenankan bekerja secara kooperatif. Praktik PAIKEM membutuhkan kemampuan teoritik dan praktik. Kemampuan teoritik meliputi arti belajar, dukungan teoritis, model 11
pembelajaran, dan pembelajaran konstektual. Kemampuan praktik adalah mempraktikkan metode-metode PAIKEM. Berdasarkan uraian materi yang telah dipaparkan diatas diatas maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran aktif, inovatif, kreatif , efektif dan menyenangkan ( PAIKEM ) adalah proses pembelajaran dimana guru harus menciptakan suasana pembelajaran sedemikian rupa sehingga siswa aktif mengemukakan gagasan, kreatif, kritis dan mencurahkan perhatiannya secara penuh dalam belajar serta suasana pembelajaran yang menimbulkan kenyamanan bagi siswa untuk belajar. 3. Metode Pembelajaran Kooperatif. Metode pembelajaran kooperatif adalah metode pembelajaran yang mengutamakan
kerjasama
dalam
menyelesaikan
permasalahan
untuk
menerapkan pengetahuan dan ketrampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Siswa dalam kelompok kooperatif belajar diskusi, saling membantu dan mengajak teman satu sama lain untuk mengatasi masalah belajar. Pembelajaran kooperatif
mengkondisikan siswa untuk aktif dan
saling member dukungan dalam kerja kelompok untuk menuntaskan masalah dalam materi belajar.
Menurut Ibrahim metode pembelajaran kooperatif
merupakan metode pembelajaran yang membantu ssiwa mempelajari isi akademik dan hubungan sosial. Metode pembelajatran kooperatif dikembangkan berdasarkan teori kontroktivitis. Hal ini terlihat pada salah satu teori Vygotsky, bahwa interaksi 12
sosial dengan orang lain penting, terlebih yang mempunyai pengetahuan yang lebih baik dan system cultural telah berkembang dengan baik. Implikasi dari teori Vygotsky dikehendakinya suasana kelas berbentuk kooperatif ( Slamet Soewardi, dkk. 2005:79). Hal senada juga dikemukakan oleh (Ibrahim, dkk, 2000:7), bahwa Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan penting pembelajaran, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial. Model pembelajaran
kooperatif
dikembangkan
berdasarkan
teori
konstruktivis.
Hal ini terlihat pada salah satu teori Vygotsky,
belajar yaitu
penekanan pada hakikat sosiokultural dari pembelajaran, Vigotsky yakin bahwa fungsi mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul dalam diskusi atau kerjasama antar individu sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap ke dalam individu. Pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran dimana pebelajar yang memiliki tingkat kemampuan berbeda belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen. Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling bekerjasama dan membantu untuk memahami suatu bahan pembelajaran. Belajar belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pembelajaran yang diberikan.
13
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran yang disarikan dalam Ibrahim, dkk (2000:7-8) sebagai berikut:
1)
Meskipun pembelajaran kooperatif meliputi berbagai macam tujuan sosial, tetapi juga bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit. Model struktur penghargaan kooperatif juga telah dapat meningkatkan penilaian siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. 2) Penerimaan yang luas terhadap orang yang berbeda menurut ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, maupun ketidakmampuan. Pembelajaran kooperatif memberikan peluang kepada siswa yang berbeda latarbelakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu sama lain atas tugas-tugas bersama, dan melalui penggunaan struktur penghargaan kooperatif, belajar untuk menghargai satu sama lain. 3) Tujuan penting ketiga dari pembelajaran kooperatif adalah mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi. Keterampilan ini penting karena banyak anak muda dan orang dewasa masih kurang dalam keterampilan sosial.
Ada banyak keuntungan penggunaan pembelajaran kooperatif. Diantaranya adalah sebagai berikut:
1)
Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial.
2)
Memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap, ketrampilan, informasi, perilaku sosial, dan pandangan - pandangan.
3)
Memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial.
4)
Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai - nilai sosial dan komitmen.
5)
Menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri atau egois.
14
6)
Membangun persahabatan yang dapat berlanjut hingga masa dewasa.
7)
Berbagai ketrampilan sosial yang diperlukan untuk memelihara hubungan saling membutuhkan dapat diajarkan dan dipraktekkan.
8)
Meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama manusia.
9)
Meningkatkan kemampuan memandang masalah dan situasi dari berbagai perspektif.
10) Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang dirasakan lebih baik. 11) Meningkatkan kegemaran berteman tanpa memandang perbedaan kemampuan, jenis kelamin, normal atau cacat, etnis, kelas sosial,agama, dan orientasi tugas (Sugiyanto, 2008: 41-42).
Seorang guru yang professional akan dapat memilih dan memodifikasi sendiri model-model pembelajaran tersebut, agar sesuai dengan situasi kelas sehingga murid belajar dengan menyenangkan tampa ada rasa beban. Dari beberapa model pembelajaran maka peneliti memilih model pembelajaran make a match untuk dijadikan penelitian. 4. Model Pembelajaran Sebagai seorang guru harus mampu memilih model pembelajaran yang tepat bagi peserta didik. Karena itu dalam memilih model pembelajaran, guru harus memperhatikan keadaan atau kondisi siswa, Bahan pelajaran serta
15
sumber-sumber belajar yang ada agar penggunaan model pembelajara dapat diterapkan secara efektif dan menunjang keberhasilan belajar siswa. Model pembelajaran
ialah
pola
yang
digunakan
sebagai
pedoman
dalam
merencanakan pembelajaran dikelas maupun tutorial. MenurutArends, model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk didalamnya
tujuan-tujuan
pembelajaran,
tahap-tahap
dalam
kegiatan
pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Model pembelajaran dapat didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Para ahli dalam menyusun model-model pengajaran berdasarkan prinsip Joyce dan Well ( Moedjono dan Dimyati, 1991:109) berpendapat bahwa model pengajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum(Suatu rencana pelajaran jangka panjang ), merancang bahan-bahan pengajaran, membimbing pengajaran dikelas atau yang lain. Seorang
guru
diharapkan
memiliki
motivasi
dan
semangat
pembaharuan dalam proses pembelajaran yang dijalaninya. Menurut Sardiman (2004 : 165), guru yang kompeten adalah guru yang mampu mengelola program belajar-mengajar. Mengelola di sini memiliki arti yang luas yang menyangkut bagaimana seorang guru mampu menguasai keterampilan dasar mengajar, seperti membuka dan menutup pelajaran, menjelaskan, menvariasi 16
media, bertanya, memberi penguatan, dan sebagainya, juga bagaimana guru menerapkan strategi, teori belajar dan pembelajaran, dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif. 5. Model Pembelajaran Make a Match. Pembelajaran make a match ( mencari pasangan ) merupakan model pembelajaran aktif, efektif, dan menyenangkan (PAKEM) yaitu pembelajaran kooperatif
(cooperative learning) yang mengutamakan kerjasama dan
kecepatan diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Model pembelajaran ini memiliki ciri-ciri yaitu untuk mentutaskan materi belajarnya, siswa belajar dalam kelompok atau bersama siswa lain.Model pembelajaran make a match ( mencari pasangan) merupakan strategi pembelajaran yang dikembangkan oleh Lorna Curran (Depdiknas ,2005) mempunyai langkah-langkah sebagai berikut : a) Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review.Sebaiknya satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban. b) Setiap siswa mendapat satu buah kartu. c) Tiap siswa memikirkan jawaban/ soal dari kartunyang dipegangnya. d) Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (soal/jawaban). e) Setiap siswa yang dapat mencocokkan hasilnya sebelum batas waktu diberi point dan aplaus. f) Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda sebelumnya. g) Demikian seterusnya. h) Mengambil kesimpulan. i) Penutup.
Metode pembelajaran make a match merupakan strategi yang cukup menyenagkan yang digunakan untuk mengulang materi yang telah diberikan 17
sebelumnya. Namun demikian materi barupun tetap bisa diajarkan menggunakan model pembelajaran make a match, dengan catatan pesrta didik diberi tugas mempelajari topik yang akan diajarkan terlebih dahulu, sehingga ketika masuk kelas mereka sudah memiliki bekal pengetahuan ( Hisyam Zain, 2008:32) Berdasarkan proses belajar mengajar, siswa nampak lebih aktif mencari pasangan kartu jawaban dan kartu soal. Dengan metode mencari kartu ini, siswa dapat mengindentifikasi permasalahan yang terdapat didalam kartu yang ditemukan dan menceritakan dengan sederhana dan jelas secara bersama-sama 6. Hasil Belajar Hasil belajar menurut Nana Sudjana (1990:22) adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Menurut Howard Kingsley ( Nana Sudjana, 1990:22) membagi tiga macam hasil belajar yakni : (a) Ketrampilan dan kebiasaan (b),
pengetahuan dan
pengertian , (c) sikap dan cita-cita. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu kemampuan atau keterampilan yang dimiliki oleh siswa setelah siswa tersebut mengalami aktivitas belajar. Sementara Bloom mengungkapkan tiga tujuan pengajaran yang merupakan kemampuan seseorang yang harus dicapai dan merupakan hasil belajar yaitu : kognitif, afektif dan psikomotori. Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu: 18
a.
Faktor dari dalam diri siswa, meliputi kemampuan yang dimilikinya, motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik dan psikis.
b.
Faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan, terutama kualitas pengajaran. Hasil belajar yang dicapai siswa menurut Sudjana (1990:56), melalui
proses belajar mengajar yang optimal ditunjukkan dengan ciri-ciri sebagai berikut : a)
Kepuasan dan kebanggaan yang dapat menumbuhkan motivasi belajar intrinsik pada diri siswa. Siswa tidak mengeluh dengan prestasi yang rendah dan ia akan berjuang lebih keras untuk memperbaikinya atau setidaknya mempertahankan apa yang telah dicapai.
b)
Menambah keyakinan dan kemampuan dirinya, artinya ia tahu kemampuan dirinya dan percaya bahwa ia mempunyai potensi yang tidak kalah dari orang lain apabila ia berusaha sebagaimana mestinya.
c)
Hasil belajar yang dicapai bermakna bagi dirinya, seperti akan tahan lama diingat, membentuk perilaku, bermanfaat untuk mempelajari aspek lain, kemauan dan kemampuan untuk belajar sendiri dan mengembangkan kreativitasnya.
d)
Hasil belajar yang diperoleh siswa secara menyeluruh (komprehensif), yakni mencakup ranah kognitif, pengetahuan atau wawasan, ranah afektif (sikap) dan ranah psikomotorik, keterampilan atau perilaku. 19
e)
Kemampuan siswa untuk mengontrol atau menilai dan mengendalikan diri terutama dalam menilai hasil yang dicapainya maupun menilai dan mengendalikan proses dan usaha belajarnya. Keberhasilan Pengajaran tidak hanya dilihat dari hasil belajar yang
dicapai siswa, tetapi juga dari segi prosesnya. Hasil belajar pada dasarnya merupakan akibat dari suatu proses belajar. Oleh sebab itu perlu dilakukan penilaian terhadap pembelajaran. Tujuan penilaian proses pembalajaran mengajar seperti dikemukakan oleh Nana Sudjana (1990:65) pada hakikatnya adalah mengetahui kegiatan belajar mengajar terutama efisiensi, keefektifan dan produktivitasnya dalam mencapai tujuan pengajaran. 7. Hubungan Pembelajaran Make a match Dengan Hasil Belajar Dalam setiap proses belajar mengajar mempunyai tujuan yang sama yaitu menjadiakan siswa menjadi anak yang cerdas, agar hasil belajar itu tercapai maka digunakan model pembelajaran yang sesuai. Pembelajaran kooperatif sangat popular dan bukanlah pembelajaran yang baru bagi guru. Setiap siswa yang ada dalam kelompok tersebut mempunyai perbedaan baik dari kemampuan yang berbeda-beda juga mereka bersal dari ras, budaya, suku yang berbeda pula. Dalam model pembelajaran make a match adalah model pembelajaran yang mengutamakan kerja sama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan ketrampilan untuk mencapai tujuan pembelajaran.
20
Model pembelajaran make a match ini adalah model pembelajaran yang sangat baik untuk diterapkan dalam proses belajar mengajar, pada penerapannya diperoleh beberapa temuan bahwa model pembelajaran make a match ini dapat memupuk kerjasama dalam menjawab pertanyaan. 8. Pembelajaran Sejarah Sejarah sebagai salah satu mata pelajran telah menempati kedudukan yang penting dalam kurikulum sekolah. Mata pelajaran ini memiliki peran strategis dalam melatih siswa agar lebih teliti dalam menyerap konsep-konsep (pengertian-pengertian) didalam mengekpresikan pengertian-pengertiannya itu. Selain itu secara teoritik pengajaran sejarah akan dapat membantu siswa memilih fakta, menimbang bukti-bukti dan memisahkan dari yang dianggap penting dan tidak penting serta agar mampu membedakan antara propaganda dan kebenaran. Mata pelajaran sejarah memiliki fungsi sebagai berikut: 1.
Berfikir Kritis Pengajaran sejarah juga diturut melatih cara berfikir kritis yang menjadi dasar berfikir ilmiah. Fungsi pengajaran sejarah menjadi lebih dari pada sekedar melaksanakan tujuan pengajaran sejarah, tetapi juga turut memberi latihan berfikir bersama dengan ilmu lain yang diajarkan.
2.
Rasa Tanggung Jawab terhadap warisan budaya
21
Kesadaran sejarah yang ditumbuhkan melalui pengajaran sejarah akan meningkatkan rasa tanggung jawab terhadap warisan budaya. Dalam mata pelajaran sejarah kita akan mempelajari tentang kehidupan masa lampau baik kehidupan social, politik, ekonomi dan sendisendi kehidupan
lainnya dalam masyarakat yang berfungsi memberikan
pengetahuan sebagai kumpulan informasi fakta sejarah saja tetapi juga bertujuan untuk memperkuat nasionalisme anak bangsa ini dan menyadarkan sejarahnya. “Fungsi pembelajaran sejarah adalah dengan mempelajari sejarah pendidikan nasional benar-benar, akan menuju kearah pembaharuan yang integral ”.( Moh . Ali, 1996:323). Dalam mengembangkan materi pembelajaran sejarah yang sesuai dengan Satuan Pembelajaran(KTSP) diperlukan perubahan orientasi dari pembelajaran sejarah yang berfokus pada sejarah dunia, atau sejarah lokal yang releval persoalanya dengan daerah setempat serta perubahan dari sejarah yang menampilkan peranan tokoh besar kepada sejarah yang menampilkan peranan orang-orang biasa-termasuk para siswa dengan persoalan sosialnyasebagai pelaku sejarah pada jamanya (Supriatna 2007).
22
B. PENELITIAN YANG RELEVAN Penelitian terdahulu
yang berkaitan dengan
metode kooperatif
adalah skripsi yang ditulis oleh Joko Winarno (Program Studi Pendidikan Sejarah,
FKIP-Universitas
Kristen
Satya
Wacana)
dengan
judul
“
Meningkatkan hasil belajar IPS Melalui Kolaborasi Metode Quantum Teaching dan Snow ball Throwing siswa kelas VI Semester I SDN Kutowinangun
12
Salatuga
Tahun
Pelajaran
2009
/2010”.
Dalam
penelitiannya, Joko Winarno menunjukkan bahwa kolaborasi pembelajaran Quantum Teaching dan Snowball Throwing dapat meningkatkan hasil belajar IPS materi Negara-Negara Asia Tenggara pada Siswa kelas VI SD Kutowinangun 12 Salatiga Tahun Ajaran 2009/2010. Hasil penelitiannya memperlihatkan adanya peningkatan hasil belajar yang signifikan, yaitu kondisi awal sebelum penelitian tindakan kelas rata-rata nilai pelajaran IPS dalam Rapor 66. Setelah dilakukan penelitian tindakan kelas ini pada siklus I menjadi 69,50 dan siklus II Meningkat menjadi 77,70. Penelitian terdahulu , pernah diteliti oleh
Henny Ambarwati (
Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP-Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga) dalam bentuk skripsi yang berjudul “ Penerapan Model Pembelajaran Make A Match Dalam Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Sejarah Siswa SMA Satya Wacana Salatiga Semester Gasal Tahun Ajaran 2011/2012”. Dalam skripsinya, Henny membuktikan bahwa penerapan model make a match dapat meningkatkan kemampuan kognitif siswa. Pada siklus I 23
nilai rata-rata klasikal 77,5. Pada siklus II rata- rata klasikal mengalami peningkatan menjadi 95,09. Penelitian lain yang berkaitan dengan metode cooperative learning pernah diteliti oleh SARDI (Studi Pendidikan Sejarah, FKIP-Universitas Kristen Satya Wacana ) dalam bentuk skripsi yang berjudul “ Peningkatan Prestasi Belajar IPS dengan menggunakan Metode Contextual and Learning Siswa Kelas II SMK PGRI Salatiga Semester 1 membuktikan bahwa penerapan metode “ Contextual and Learning” dapat meningkatkan prestasi Belajar siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya kenaikan hasil belajar baik secara individu maupun klasikal.Pada siklus I ketuntasan klasikal sebesar 26%,Siklus II sebesar 39% dan siklus III sebesar 85%.
24
C. KERANGKA BERPIKIR KONDISI AWAL
TTINDAKAN
KONDISI AKHIR
Guru belum menggunakan model pembelajaran make a match
Guru menggunakan model pembelajaran make a match
Hasil Belajar Sejarah Meningkat
Siswa : Hasil Belajar Sejarah Rendah
SIKLUS I : Metode Ceramah bervariasi,membentuk kelompok-kelompok besar,mencari pasangan kartu,presentasi invidu,Tanya jawab
SIKLUS II : Metode penugasan membentuk kelompok kelompok kecil,mencari pasangan kartu,presentasi Individu,tanya jawab
Dari skema kerangka berfikir terlihat bahwa pada awalnya guru dalam mengajar mata pelajaran sejarah belum menggunakan model pembelajaran make a match. Berdasarkan penilaian terhadap kemampuan siswa dalam mempelajari sejarah masih rendah. Siswa belum mampu memahami pelajaran
25
sejarah dengan baik. Siswa juga belum berpartisipasi aktif selama mengikuti proses belajar mengajar. Penerapan model pembelajaran make a match dalam penelitian ini,merupakan salah satu upaya meningkatkan hasil belajar siswa sekaligus menjadikan siswa lebih berpartisipasi aktif selama mengikuti proses belajar mengajar. Dengan model pembelajaran ini siswa akan lebih tertarik dengan mata pelajaran sejarah, tidak merasa bosan dan jenuh serta keinginan untuk mempelajari mata pelajaran sejarah akan semakin tinggi sehingga prestasi siswa meningkat. Dari paparan diatas dapat disimpulkan
bahwa melalui penerapan
model pembelajaran make a match hasil belajar sejarah siswa kelas XI-IPS 1 Gagatan Karanggde Semester Gasal Tahun Ajaran 2012/2013 pada mata pelajaran sejarah dapat meningkat. D. HIPOTESA TINDAKAN
Adapun hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah : Hasil belajar ketuntasan siswa kelas X1-IPS1 SMA Gagatan Karanggede Semester Gasal Tahun ajaran 2012/2013 dalam mata pelajaran sejarah melalui penerapan model pembelajaran make a match.
26
akan meningkat