perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan 1. Tinjauan Model Pembelajaran a. Pengertian Model Pembelajaran Istilah “model pembelajaran” terdiri dari dua kata yaitu “model” dan “pembelajaran”. Model dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti pola (contoh, acuan, ragam, dan sebagainya) dari sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan. Sri Anitah (2009: 45) menyatakan model adalah suatu kerangka berpikir yang dipakai sebagai panduan untuk melaksanakan kegiatan dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Istilah “pembelajaran” berasal dari kata “belajar”. Menurut KBBI belajar berarti berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu; berlatih; berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman. Miftahul Huda (2014: 5) pembelajaran sebagai perubahan perilaku dan pembelajaran sebagai perubahan kapasitas. Menurut Agus Suprijono (2010:46) Model pembelajaran ialah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran dikelas maupun tutorial. Model jika dikaitkan dengan pembelajaran merupakan suatu pola atau pendekatan yang digunakan oleh guru untuk mempermudah dalam menjelaskan materi pembelajaran, yang meliputi cara kerja atau tahapan dalam proses pengajaran yang sesuai dengan rencana guru sebelumnya, sehingga siswa memahami apa yang dimaksudkan oleh guru. Nana Sudjana (1983:95) mendefinisikan model pembelajaran : “Suatu pendekatan yang digunakan oleh guru dalam melaksanakan kegiatan pengajaran, artinya pola bagaimana guru melakukan proses pengajaran melalui tahapan-tahapan tertentu sehingga dapat mengikuti proses belajar yang sistematis.”
commit to user
8
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sejalan dengan pendapat diatas, Joyce dan Weill mendeskripsikan Model pembelajaran sebagai rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum, mendesain materi-materi instruksional, dan memandu proses pembelajaran di ruang kelas atau setting yang berbeda “Models of teaching are really models of learning. as we helps students acquire information, ideas, skills, values, ways of thingking, and means of expressing themselves, we are also teaching them, how to learn. In fact the most important long term outcome of instruction may be the student’ increased capabilities to learn more easily and effectively in the future, both because of te knowledge and skill they have acquired and because they have mastered learning processes (Joyce and Weill, 2009:7)” Berdasarkan uraian model pembelajaran menurut Joyce dan Weil di atas, model pembelajaran merupakan suatu rencana atau pola yang digunakan untuk mengambarkan atau membentuk kurikulum, mendesain atau merancang materi pembelajaran, dan memadukan proses pembelajaran di dalam kelas atau di luar kelas dengan latar (setting) yang berbeda Sedangkan Winaputra (2001 : 20), model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tetentu, dan berfungsi sebagai pedoaman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran Berdasarkan
pendapat
tersebut
dapat
disimpulkan
bawa
model
pembelajaran merupakan suatu pola pembelajaran yang telah direncanakan baik dari segi pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran nantinya agar proses pembelajaran dapat berlangsung dengan efektif dan efisien. Penggunaan model yang tepat dapat menumbuhkan rasa senang peserta didik terhadap pembelajaran, meningkatkan motivasi belajar, penyelesaian tugas peserta didik, memberikan kemudahan untuk memahami pelajaran sehingga memungkinkan siswa mencapai hasil belajar yang baik. b. Macam- macam Model Pembelajaran Joyce, B.R., & Weil, M (2009: 31) mengelompokkan model pembelajaran commit to user menjadi empat kelompok, yaitu: 1) kelompok model interaksi sosial; 2) kelompok
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
model pengolahan informasi; 3) kelompok model personal; 4) kelompok sistem perilaku model. Sedangkan Anitah (2009: 46-83) mengklasifikasi model pembelajaran antara lain: 1) Belajar Kolaboratif,
meliputi STAD, TGT, dan Jigsaw; 2)
Pembelajaran Kontekstual; 3) Belajar Memecahkan Masalah dan Penemuan, meliputi problem solving, discovery learning, dan inquiry learning; 4) Experiental Learning; 5) Pembelajaran Terpadu, meliputi connected, pembelajaran tematik dan problem-based learning; 6) Quantum Learning; dan 7) Resource-Based Learning, meliputi open learning, distance learning, flexible learning. Sementara itu, menurut Suprijono (2009: 46-77) model pembelajaran terdiri dari: 1) Langsung; 2) Kooperatif; 3) Berbasis masalah. Sebuah model pembelajaran memiliki ciri khusus, yaitu: 1) sintak (fase/ langkah-langkah pembelajaran); 2) sistem sosial; 3) prinsip reaksi; 4) sistem pendukung; dan 5) dampak (Ridwan Abdulah Sani 2013: 97). Sintak adalah tahapan yang mengimplementasi model dalam kegiatan pembelajaran. Sintak menunjukan kegiatan apa saja yang perlu dilakukan oleh guru dan peserta didik mulai dari awal pelajaran sampai akhir. Sistem sosial menggambarkan peran dan hubungan antara guru dengan peserta didik dalam aktivitas pembelajaran. Prinsip reaksi merupakan informasi bagi setiap guru untuk merespons dan menghargai apa yang dilakukan oleh peserta didik. Sementara itu, sistem pendukung mendeskripsikan
kondisi
pendukung
yang
dibutuhkan
untuk
mengimplementasikan model pembelajaran. Sebuah model pembelajaran juga memiliki efek atau dampak intruksional dan pengiring. Dampak intruksional merupakan dampak langsung yang dihasilkan dari materi dan keterampilan berdasarkan aktivitas yang dilakukan. Sementara itu, dampak pengiring merupakan dampak tidak langsung yang dihasilkan akibat interaksi dengan lingkungan belajar.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
11 digilib.uns.ac.id
c. Pengertian Model Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/ CTL) Contextual Teaching And Learning (CTL), suatu pendekatan pendidikan yang berbeda, melakukan lebih dari pada sekadar menuntun para siswa dalam menggabungkan subjek-subjek akademik dengan konteks keadaan mereka sendiri. Agus N. Cahyo (2013:150) menyebutkan pengertian dari CTL merupakan “Suatu konsep belajar dimana guru mengahdirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keliuarga dan masyarakat. Dengan konsep ini, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi iswa. Proses belajar berlangsung lebih alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa” Berdasarkan uaraian dari Agus N. Cahyo tersebut diatas, pendekatan kontekstual adalan konsep belajar atau pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan untuk membantu guru dalam mengaitkan antara materi pembelajaran atau materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata peserta didik. Menurut Elaine B. Johnson (2002:67) pengertian dari pembelajaran Contextual Teaching and Learning adalah sebagai berikut : “Sistem CTL adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong para siswa melihat makna di dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara megubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial, dan budaya mereka. Untuk mencapai tujuan ini, sistem tersebut meliputi delapan komponen berikut : membuat keterkaitan-keterkaitan yang bermakna, melakukan pekerjaan yang berarti, melakukan pembelajaran yang diatur sendiri, melakukan kerja sama, berpikir kritis dan kreatif, membantu individu untuk tumbuh dan berkembang, mencapai standar yang tinggi, dan menggunakan penilaian autentik.” Berdasarkan uraian Elanie B. Jonhson, CTL adalah proses belajar yang bertujuan menolong siswa dengan mengaitkan materi pembelajaran dengan kehidupan keseharian peserta didik. Baik dalam konteks pribadi, sosial, budaya. CTL mempunyai komponen yang dapat mencapai tujuan tersebut. Secara bersama-sama, peserta didik membentuk suatu sitem yang memungkinkan para to user materi akademik. siswa melihat makna didalamnya commit dan mengingat
perpustakaan.uns.ac.id
12 digilib.uns.ac.id
Sedangkan Sri Anitah (2009:49) menerangkan pembelajaran kontekstual adalah sebagai berikut: “pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang memungkinkan peserta didik memperkuat, memperluas, dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan akademiknya dalam berbagai lingkungan baik di dalam maupun di luar kelas untuk memecahkan masalah-masalah yang disimulasikan maupun yang terjadi di dunia nyata” Berdasarkan pendapat di atas, model pembelajaran kontekstual menuntut siswa untuk mampu mengaitkan pengetahuan yang dimiliki dengan kehidupan nyata. Oleh karena itu, manfaat yang diperoleh setelah implementasi model ini kita dapat mengetahui atau memahami pengetahuan (materi) secara baik, karena belajar sendiri dari pengalaman, kemudian dikaitkan dengan kehidupan sehari hari-hari. d. Model Pembelajaran Probing-Promting Learning Teknik probing-promting adalah pembelajaran dengan cara guru menyajikan serangkaian pertanyaan yang sifatnya menuntun dan menggali sehingga terjadi proses berpikir yang mengaitkan pengetahuan dan pengalaman siswa dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari. Selanjutnya, siswa mengkontruksi konsep, prinsip, dan aturan menjadi pengetahuan baru. Dengan demikian, pengetahuan baru tidak diberitahukan. Adapun pengertian menurut Jacobsen, & Eggnm, dalam Marno & Idris (2009:121) adalah sebagai berikut: “Teknik probing-promting adalah pertanyaan yang diajukan untuk mengarahkan siswa pada pemahaman konsep dan pertanyaan yang diajukan untuk pendalaman konsep. Di mana pada awalnya siswa diajukan beberapa pertanyaan yang mengarahkan siswa memahami konsep yang dimaksud, bila dirasa sudah paham, maka pertanyaan yang diberikan lebih menekankan pada penyelidikan, mendalami konsep yang telah dipahami” Dengan model pembelajaran ini, proses tanya jawab dilakukan dengan menunjuk siswa secara acak sehingga setiap siswa mau tidak mau harus berpartisipasi aktif, siswa tidak bisa menghindar dari proses pembelajaran , setiap saat ia bisa dilibatkan dalam proses tanya-jawab. commit to user
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Aris Shoimin (2014:128) menyatakan bahwa terdapat kelebihan dan kekurangan dari model Probing-Promting Learning, berikut penjelasannya 1) Kelebihan a) Mendorong siswa aktif berpikir b) Memberi kesempatan siswa untuk menanyakan hal-al yang kurang jelas sehingga guru dapat menjelaskan kembali c) Perbedaan pendapat antara siswa dapat dikompromikan atau diarahkan d) Pertanyaan dapat menarik dan memusatkan perhatian siswa, sekalipun ketika itu siswa sedang rebut atau ketika sedang mengantuk hilang rasa kantuknya e) Sebagi cara meninjau kembali (review) bahan pelajaran yang lampau f) Mengembangakan keberanian dan keterampilan siswa dalam menjawab dan mengemukakan penndapat g) Pertanyaan dapat menarik dan memusatkan perhhatian siswa 2) Kekurangan a) Dalam jumlah siswa yang banyak, tidak mungkin cukup waktu unutk memberikan pertanyaan kepada setiap siswa b) Siswa merasa takut, apalagi bila guru kurang dapat mendorong siswa untuk berani, dengan menciptakan suasana yang tidak tegang, melainkan akrab c) Tidak mudah membuat pertanyaan yang sesuai dengan tingkat berpikir dan mudah untuk dipaami siswa d) Waktu sering banyak terbuang apabila siswa tidak dapat menjawab pertanyaan sampai dua atau tiga orang e) Dapat mengambat cara berpikir anak bila tidak/kurang pandai membawakan diri, misalnya guru meminta siswanya menjawab persis seperti yang dia kehendaki, kalau tidak dinilai salah. Jadi dapat disimpul tanya – jawab dengan
probing-promting
adalah
proses komunikasi antara siswa dengan guru melalui serangkaian pertanyaan yang mengacu pada gambar, film atau peta yang berkaitan dengan materi yang sedang commit to user ini siswa dapat diarahkan untuk dipelajari. Penggunaan model probing-promting
perpustakaan.uns.ac.id
14 digilib.uns.ac.id
membangun pengetahuannya sendiri berdasaekan informasi yang suda diterima sehingga kemudian dapat menjawab pertanyaan dari guru dengan menggunakan bahasanya sendiri berdasarkan pemahamannya. Penulis berasumsi setiap model pembelajaran pasti ditemukan kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari suatu model bisa menjadi keuntungan tersendiri oleh guru. Kekurangan dalam model bisa menjadi penghambat dalam pembelajaran. Untuk meminimalisir kekurangan tersebut dapat dilakukan dengan mempersiapkan segala kemungkinan terburuk yang akan terjadi. Keterampilan guru dalam mengajar juga akan mempengaruhi kekurangan dalam model tersebut semakin buruk. e. Definisi Konseptual Berdasarkan pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran diartikan sebagai prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Dapat juga diartikan suatu pendekatan yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Model pembelajaran Probing-Promting Learning merupakan bagian dari proses pembelajaran yang menimbulkan rasa ingin tahu. Keingintahuan tersebut, peserta didik diajak untuk berpikir kritis, didorong untuk memperoleh informasi atau mengetahui sesuatu. diberitahukan. f. Definisi Operasional Adapun model pembelajaran yang digunakan dalam treatment ini adalah Model Pembelajaran Probing-Promting Learning, yaitu pembelajaran dengan cara guru menyajikan serangkaian pertanyaan yang sifatnya menuntun dan menggali sehingga terjadi proses berpikir yang mengaitkan pengetahuan setiap siswa dan pengalamannya dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari. Selanjutnya siswa mengkontruksikan konsep-prinsip-aturan menjadi pengetahuan baru, dengan demikian pengetahuan baru tidak diberitahukan. Langkah-langkah Model pembelajaran probing-promting dijabarkan melalui beberapa tahapan (Sudarti, 2008:14) sebagai berikut: 1. Guru menghadapkan siswa pada situasi baru, misalkan dengan membeberkan commit to user gambar, rumus, atau situasi lainnya yang mengandung permasalahan.
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Guru mengajukan persoalan yang sesuai dengan tujuan pembelajaran khusus atau indikator kepada seluruh siswa. 3. Guru memberi waktu sesaat untuk diskusi dan mempelajari permasalahannya. 4. Menunjuk salah satu siswa untuk menjawab pertanyaan, jika jawabannya tepat, maka guru meminta tanggapan kepada siswa lain tentang jawaban tersebut untuk menyakinkan bahwa seluruh siswa terlibat dalam kegiatan yang sedang berlangsung. Namun, jika siswa tersebut mengalami kemacetan jawaban atau jawaban yang diberikan kurang tepat, tidak tepat atau diam, maka guru mengajukan pertanyaan-pertayaan lain
yang jawabannya
merupakan petunjuk jalan penyelesaian jawaban. Kemudian, guru memberikan pertanyaan yang menuntut siswa berpikir pada tingkat yang lebih tinggi, hingga siswa dapat menjawab pertanyaan sesuai dengan kompetensi dasar atau indicator. Pertanyaan yang diajukan pada langkah ini sebaiknya diberikan pada beberapa siswa yang berbeda agar seluruh siswa terlibat dalam seluruh kegiatan probing-promting. 5. Guru mengajukan pertanyaan akhir pada siswa yang berbeda untuk lebih menekankan pada tujuan pembelajaran khusus/indicator tersebut telah dipahami oleh seluruh siswa. Wijaya dalam Endang (2013:52) menyusun indikator pembelajaran yang akan digunakan dalam pembuatan perangkat pembelajaran yaitu : 1. Melakukan observasi (mengamati, mengukur, atau mencatat data) 2. Menjawab pertanyaan 3. Mengajukan sanggahan Diharapkan dengan menggunakan teknik probing-promting learning terdapat proses komunikasi antara siswa dengan guru melalui serangkaian pertanyaan yang mengacu pada gambar, film, atau sumber yang lain yang berkaitan dengan materi yang sedang dipelajari.penggunaan media pembelajran, siswa dapat mengumpulkan informasi. Kemudian pertanyaan yang diajukan oleh guru maupun siswa dapat menuntun dan menggali pengetahuan siswa agar lebih memahami materi secara mendalam. Kemudian siswa dapat terlibat aktif dalam commit to user
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kegiatan proses pembelajaran di kelas, sehingga tercipta suasana belajar yang menyenangkan bagi siswa. Model Probing-Promting Learning ini memberikan penekananan pada skill atau kemampuan yang dimiliki siswa. Siswa diharapkan mampu berperan aktif dalam proses belajar sehingga dapat memecahkan masalah yang dengan pemahaman yang baik dan di mengerti. Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran mampu mengembangkan menjadi berpikir kritis dam kreatif siswa. pendekatan ini menekankan bahwa guru bukan sebagai pengajar nilai, melainkan sebagai role model dan pendorong. Peranan guru adalah mendorong siswa dengan pertanyaan–pertanyaan yang relevan seperti mengapa dan bagaimana untuk mengembangkan keterampilan siswa dalam melakukan suatu proses menilai. Penggunaan model tersebut diatas siswa dapat diarahkan untuk membangun pengetahuannya sendiri berdasarkan informasi yang sudah diterima sehingga kemudian dapat menjawab pertanyaan dari guru dengan menggunakan beahsanya sendiri berdasarkan pemahamannya. 2. Tinjauan Keterampilan Berpikir Kritis a. Pengertian Keterampilan Berpikir Kritis Kemampuan berpikir kritis merupakan salah satu kompetensi yang harus dikembangkan dalam PPKn. Hal ini terlihat jelas dalam kurikulum PPKn (Kurikulum 2013) di mana tujuan PPKn adalah: 1) Memiliki kemampuan berfikir secara rasional, kritis, dan kreatif, sehingga mampu memahami berbagai wacana Kewarganegaraan. 2) Memiliki keterampilan intelektual dan keterampilan berpartisipasi secara demoktratis dan bertanggung jawab. 3) Memiliki watak dan kepribadian yang baik, sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Rumusan tujuan tersebut sejalan dengan aspek-aspek kompetensi yang hendak dikembangkan dalam pembelajaran PPKn. Sejalan dengan hal tersebut Branson (1999:8) menjelaskan bahwa aspek-aspek kompetensi tersebut mencakup pengetahuan Kewarganegaraan (civic knowledge), keterampilan commit to user
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kewarganegaraan (civic skill), dan watak atau karakter Kewarganegaraan (civic dispositions). Berpikir kritis adalah suatu aktifitas kognitif yang berkaitan dengan penggunaan nalar. Pada saat proses dari berpikir kritisnya adalah suatu aktifitas kognitif tetapi pada pengaruhnya mempunyai hasil psikomotor. Belajar untuk berpikir kritis berarti menggunakan proses-proses mental, seperti memperhatikan, mengaktegorikan, seleksi, dan menilai atau memutuskan. Kemampuan berpikir kritis memberikan arahan tepat dalam berpikir dan bekerja, dan membantu dalam menentukan keterkaitan suatu dengan yang lainnya yang lebih akurat. Oleh sebab itu kemampuan berpikir kritis sangat dibutuhkan dalam pemecahan, pencarian solusi dan pengelolaan proyek. Berpikir kritis merupakan proses mental yang terorganisasi dengan baik dan berperan dalam proses pengambilan keputusan untuk memcahkan masalah dengan menganalisis dan menginterpretasi dalam kegiatan inkuiri ilmiah. Sedangkan berpikir kreatif adalah proses berpikir yang menghasilkan gagasan asli atau orisinil, konstruktif dan menekankan pada aspek intutitif dan rasional. Elanie B. Jonhson, Ph. D (2006:183) Berpikir kritis merupakan sebuah proses yang terarah dan jelas yang digunakan dalam kegiatan mental seperti memecahkan masalah, mengambil keputusan, membujuk, menganalisis asusmsi, dan melakukan penelitian ilmiah. Berpikir kritis adalah kemampuan untuk berpendapat dengan cara terorganisasi. Berpikir kritis merupakan kemampuan untuk mengevaluasi secara sistematis bobot pendapat pribadi dan pendapat orang lain. Berpikir kritis memungkinkan siswa untuk mempelajari masalah secara sistematis,
mengahadapi
berjuta
tantangan
dengan
cara
terorganisasi.
Merumuskan pertanyaan inovatif, dan merancang solusi orisinal. Tujuan dari berpikir kritis adalah untuk mencapai pemahaman yang mendalam. Pemahaman mengungkapkan suatu kejadian (Elain B Johnson, 2006:185). Jadi tujuan berpikir kritis
intinya
untuk
memecakan
masalah,
mengambil
mempertimbangkan serta mengambil tindakan moral. commit to user
keputusan,
dan
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa berpikir kritis dapat mendorong siswa mengeluarkan ide-ide barunya. Dalam hal ini guru sebagai fasilitator dan motivator bagi siswa berkewajiban untuk menolong siswa mengembangkan kecerdasan dan kemampuan berpikir kritisnya. Dengan berpikir kritis siswa dapat mengatur, mengubah, atau memperbaiki pikirannya, sehingga dapat bertindak lebih cepat dan tepat dibangun dari pemahamannya sendiri . Oleh karena itu mengajar untuk berpikir berarti memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih penggunaan konsep-konsep dasar untuk berpikir. Pengalaman ini diperlukan agar siswa memiliki struktur konsep yang dapat berguna dalam menganalisis dan mengevaluasi suatu permasalahan b. Macam-macam berpikir kritis 1) Berpikir kritis untuk memecahkan masalah Berpikir kritis untuk memecahkan masalah sangat potensial untuk melatih peserta didik berpikir kreatif dalam menadapi berbagai masalah baik itu masalah pribadi maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara bersamasama. Peserta didik belajar sendiri untuk mengidentifikasi penyebab masalah dan alternative untuk memecahkan masalanya. 2) Berpikir kritis untuk mengambil keputusan Pemikir kritis yang secara sistematis menangani sekumpulan pertanyaan yang membantu mereka membuat keputusan, memecahkan masalah, atau meneliti isu-isu sosial yang rumit. Berdiskusi untuk memecahkan masalah, membuat keputusan, dan menyelesaikan isu, melibatkan pertimbangan moral dan pertimbangan praktis 3) Berpikir kritis untuk mempertimbangkan dan mengambil tindakan moral Pembelajaran
contekstual
teaching
and
learning
adalah
sebuah
pemebelajaran yang membantu peserta didik untuk memahami materi akademik dengan
menghubungkan
mata
pelajaran
dengan
kehidupan
sehari-hari.
Sebagaimana dalam kehidupan sehari-hari, di kelas CTL, peserta didik diminta untuk membedakan antara benar dan salah, apapun dasar mortalitas yang melatarinya, manusia sering membuat penilaian mereka mengenai isu yang sama. commit to user
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Tujuan Berpikir Kritis Berpikir kritis menekankan pada penentuan permasalahan, menilai informasi, menggambarkan kesimpulan dan pemecahan masalah.
Penerapan
berpikir kritis dapat menjauhkan seseorang dari keputusan yang keliru, tidak bermoral dan tergesa-gesa. Tujuan berpikir kritis yaitu untuk mencapai pemaaman yang mendalam. Pemahaman membuat kita mengerti maksud di balik ide yang mengarahkan hidup kita setiap hari. Pemahaman mengungkapakan suatu kejadian (Elanie B. Johnson, 2006: 185). Jadi tujuan berpikir kritis adalah membantu kita memandang dunia dan bagaimana kita berhubungan dnegan orang lain, mengambil keputusan dan mempertimbangkan serta mengambil tindakan moral. Sementara itu Unk’s dalam Soemantri (2001:25) sasaran
utama
pendidikan
khususnya
ilmu
menyatakan bahwa
pengetahuan
sosial
adalah
mengmbangkan keterampilan berpikir siswa. Jadi keterampilan berpikir kritis disusun guna mencapai kemampuan untuk membuat keputusan terhadap isu-isu yang muncul di masyarakat seingga dapat bertindak tepat. Berpikir kritis bertujuan untuk mencapai penilaian kritis terhadap apa yang kita terima atau apa yang akan kita lakukan dengan alasn logis, memakai standar penilaian sebagai hasil dari berpikir kritis dalam membuat keputusan menerapkan berbagai strategi yang tersusun dan memberikan alas an untuk menentukan dan mencari informasi dan menghimpun informasi yang dapat dipercaya untuk dipakai sebagai bukti yang dapat mendukung penilaian. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tujuan berpikir kritis pada hakikatnya adalah untuk menguji suatu pendapat atau ide. Pentingnya mengajarkan berpikir kritis tidak dapat diabaikan, karena berpikir kritis merupakan proses dasar dalam suatu keadaan dinamis yang memungkinkan siswa untuk menanggulangi dan mereduksi ketidaktentuan dimasa yang akan datang d. Definisi Konseptual Berpikir berpikir kritis merupakan konsep dasar yang terdiri dari konsep berpikir yang berhubungan dengan proses belajar dan krisis itu sendiri sebagai commit totentang user komponen berpikir kritis yang sudut pandang selain itu juga membahas
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
didalamnya dipelajari krakteristik, sikap dan standar berpikir kritis, analisis, pertanyaan kritis, pengambilan keputusan dan kreatifitas dalam berpikir kritis. Berpikir kritis merupakan tahap memproses informasi sehingga menjadi akurat dan dapat dipercaya, logis dan kesimpulannnya terpercaya, dapat membuat keputusan yang bertanggung jawab. Berpikir kritis dalam pembelajaran di kelas yaitu untuk menganalisis berbagai informasi yang dimiliki siswa dalam rangka menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru untuk menggali pengetahuan siswa dan mengarakan siswa pada pemahamannya sendiri. e. Definisi Operasional Dari beberapa pendapat di atas, berpikir kritis merupakan proses berpikir secara tepat, terarah, beralasan, dan reflektif dalam pengambilan keputusan yang dapat dipercaya. Facione dalam Muh Tawil & Liliasari (2013:9) indikator dari berpikir kritis yaitu sebagai berikut : a)
Interpretasi, kata operasionalnya
yaitu memahami, mengekspresikan,
menyampaikan signifikan, dan klasifikasi makna b) Menganalisis kata operasionalnya yaitu mengidentifikasi, menganalisis c)
Evaluasi kata operasionalnya yaitu menaksir pernyataan, representasi
d) Inferensi kata operasionalnya yaitu menyimpulkan, merumuskan hipotesis, mempertimbangkan e)
Penjelasan
kata
operasionalnya
yaitu
menjustifikasi
penalaran,
mempresentasikan penalaran f)
Regulasi diri kata operasionalnya yaitu menganalisis, mengevaluasi 3. Tinjauan Kompetensi Dasar Menganalisis Kasus-kasus Pelanggaran HAM
a. Hakikat Hak Asasi Manusia (HAM) Hak asasi Manusia adalah hak-hak yang telah dipunyai seseorang sejak ia dalam kandungan. Berdasarkan UU no 39 Th. 1999, Hak Asasi Manusia adalah “Hak Asasi Manusia (HAM) seperangkat hak yang melekat pada manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung commit to tinggi user dan dilindungi oleh Negara,
perpustakaan.uns.ac.id
21 digilib.uns.ac.id
hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.” Menurut John Locke dalam PPKn (2014: 5), Hak Asasi Manusia adalah hak yang diberikan langsung ole Tuhan sebagai hak kodrati (bersifat mutlak). Menurut Prof. Koentjoro Poerbo Pranoto, dalam PPKn (2014: 6), hak asasi manusia adalah hak yang bersifat asasi. Artinya, hak-hak yang dimiliki manusia menurut kodratnya yang tidak dapat dipisahkan dari hakikatnya sehingga bersifat suci. b. Upaya Pemerintah Dalam Menegakkan HAM Peran serta dan upaya pemajuan, penghormatan dan penegakan HAM di Indonesia, tidak terlepas dari kesadaran internal atas perkembangan opini dunia terhadap masalah-masalah demokratisasi dan hak asasi manusia. Hal ini dapat kita lihat pada Pembuakaan UUD 1945 dan Batang Tubuhnya yang mencumkan prinsip-prinsip pelaksanaan HAM. Dalam perkembangan lebih lanjut, peran serta dan upaya pemajuan, penghormatan dan penegakan HAM di Indonesia dilakukan melalui hal-hal berikut : 1) Pada tanggal 7 Juni 1993, telah diupayakan berdirinya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sebagai tindak lanjut Lokakarya tentang HAM yang diselenggarakan oleh Departemen Luar Negeri RI dengan dukungan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Salah satu tujuan pembentukan Komnas HAM adalah untuk meningkatkan perlindungan hak asasi manusia. Demi mewujudkan tujuan tersebut, maka Komnas HAM melakukan rangkaian kegiatan antara lain : a) Menyebarluaskan wawasan nasional dan internasional mengenai hak asasi manusia baik kepada masyarakat Indonesia maupun kepada masyarakat internasional b) Mengkaji berbagai instrumen Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang hak asasi manusia dengan tujuan memberikan saran-saran mengenai kemungkinan aksesi dan/atau ratifikasinya. commit to user
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c) Memantau dan menyelidiki pelaksanaan hak-hak asasi manusia serta memberikan pendapat, pertimbangan, dan saran kepada badan pemerintah negara mengenai pelaksanaan hak asasi manusia. d) Mengadakan kerja sama regional dan internasional dalam rangka memajukan dan melindungi hak asasi manusia. 2) Paska Orde Baru (era reformasi), perhatian terhadap upaya pemajuan, penghormatan dan penegakan HAM di Indonesia semakin nyata, yakni dengan disahkannya Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia pada tanggal 13 November 1998. Dalam ketetapan tersebut, MPR menugaskan kepada lembaga-lembaga negara dan seluruh aparatur pemerintah untuk menghormati, menegakkan, dan menyebarluaskan pemahaman tentang HAM. Selain itu, Presiden dan DPR juga ditugaskan untuk segera meratifikasi berbagai instrumen internasional tentang HAM. 3) Landasan bagi penegakan HAM di Indonesia semakin kokoh setelah MPR melakukan amandemen terhadap UUD 1945. Dalam amandemen UUD 1945 tersebut
persoalan HAM mendapat
perhatian
yang khusus
dengan
ditambahkannya bab XA tentang Hak Asasi Manusia yang terdiri atas pasal 28 A hingga 28 J. hal ini menunjukkan keseriusan Indonesia dalam menegakkan hak asasi manusia. 4) Pembentukan lembaga-lembaga yang menangani kejahatan HAM dan penyusunan beberapa instrumen hukum pokok yang mengatur perlindungan terhadap HAM, secara nyata telah mendorong penegakan HAM di Indonesia. Beberapa kasus kejahatan HAM yang terjadi pada masa lalu kini mulai terkuak. seperti penanganan protes massa Tanjung Priok 1984, kerusuhan dan penembakan mahasiswa pada Mei 1998. 5) Pembentukan Komisi Penyelidik Pelanggraan (KPP) HAM tahun 2003 yang mempunyai tugas pokok untuk menyelidiki kemungkinan terjadinya pelanggaran HAM. Di antara kasus-kasus tersebut bahkan kasus Tanjung Priok dan kasus Timor-Timur telah ditangani oleh Pengadilan HAM. commit to user
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
6) Di sisi lain, melalui berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), banyak pihak melakukan pembelaan dan bantuan hukum (advokasi) terhadap para korban kejahatan HAM. c. Kasus-kasus Pelanggaran HAM di Indonesia Bedasarkan Pasal 1 Angka 6 No. 39 Tahun 1999 yang disebut dengan pelanggaran HAM/hak asasi manusia setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang yang di dalamnya termasuk aparat negara, maupuin bukan, baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan ataupun mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin atas UU dan tidak mendapatkan ataupun dikhawatirkan tidak akan memperoleh suatu penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan pada mekanisme hukum yang telah berlaku. Kasus pelanggaran HAM ini dapat dikategorikan ke dalam dua jenis, yaitu : Kasus pelanggaran HAM yang biasa, Pemukulan Penganiayaan Pencemaran nama baik Menghalangi orang untuk mengekspresikan pendapatnya - Menghilangkan nyawa orang lain
-
Kasus pelanggaran HAM yang bersifat berat - Pembunuhan masal (genosida) - Pembunuhan sewenang-wenang atau di luar putusan pengadilan - Penyiksaan - Penghilangan orang secara paksa - Perbudakan atau diskriminasi yang dilakukan secara sistematis
Ada beberapa contoh kasus-kasus pelanggaran HAM 1) Aksi Bom Bali 2002 Peristiwa ini terjadi pada tahun 2002. Sebuah bom diledakkan di kawasan Legian Kuta, Bali oleh sekelompok jaringan teroris. Kepanikan sempat melanda di penjuru Nusantara akibat peristiwa ini. Aksi bom bali ini juga banyak memicu tindakan terorisme di kemudian hari. Peristiwa bom bali menjadi salah satu aksi terorisme terbesar di Indonesia. Akibat peristiwa ini, sebanyak ratusan orang meninggal dunia, mulai dari turis asing hingga warga lokal yang ada di sekitar lokasi. 2) Kasus Bulukumba (2003)
Kasus Bulukumba merupakan kasus yang terjadi pada tahun 2003. Dilatar commit(Lonsum) to user yang melakukan perluasan area belakangi oleh PT. London Sumatra
perpustakaan.uns.ac.id
24 digilib.uns.ac.id
perkebunan, namun upaya ini ditolak oleh warga sekitar. Polisi Tembak Warga di Bulukumba. Anggota Brigade Mobil Kepolisian Resor Bulukumba, Sulawesi Selatan, dilaporkan menembak seorang warga Desa Bonto Biraeng, Kecamatan Kajang, Bulukumba, Senin (3 Oktober 2011) sekitar pukul 17.00 Wita. Ansu, warga yang tertembak tersebut, ditembak di bagian punggung. Warga Kajang sejak lama menuntut PT London mengembalikan tanah mereka. 3) Peristiwa perbudakan buruh panci 2013
Kampung Bayur Opak RT 03/06, Desa Lebak Wangi, Kecamatan Sepatan Timur, Kabupaten Tangerang, terkuak setelah dua buruh yang bekerja di pabrik itu berhasil melarikan diri. Andi Gunawan (20 tahun) dan Junaidi (22) kabur setelah tiga bulan dipekerjakan dengan tidak layak. Dalam waktu enam bulan dia bekerja di pabrik milik Juki Hidayat itu, tidak sepeser pun uang yang diterima para buruh. Setiap hari, para buruh harus bekerja lebih dari 12 jam untuk membuat 200 panci. Jika tidak mencapai target, lanjutnya, para pekerja akan disiksa dan dipukul. Para pekerja yang rata-rata berumur 17 hingga 24 tahun ini hanya memiliki satu baju yang melekat di tubuh,
karena
menurutnya baju, ponsel dan uang yang mereka bawa dari kampung disita oleh sang majikan ketika baru tiba di pabrik tersebut. Para pekerja diimingimingi mendapat gaji Rp 600 ribu per bulannya. Kondisi bangunan di sana sangat memprihatinkan, tidak layak untuk ditiduri. Para pekerja sering diancam oleh mandor-mandor dan bos Juki, akan dipukuli sampai mati, mayatnya langsung mau dibuang di laut kalau jika macam-macam di sana. 4) Pembantaian petani di meusji 2011
Di Desa Sungai Sodong, Kecamatan Mesuji, OKI, Sumsel, pertikaian warga dan perusahaan sawit telah menelan sejumlah korban jiwa. Konflik dipicu dari bermasalahnya kerjasama plasma antara warga desa denagn perusahaan perkebunan sawit. Bermula dari kesepakatan warga desa Sungai Sodong, Mesuji dengan pihak perusahaan PT. Treekreasi Margamulya (TM/ Sumber Wangi Alam (SWA), pada awal 1997, untuk pembangunan kebun plasma. Masyarakat mendukung niatan perusahaan itu, karena bermanfaat untuk commitberjalan to user lancar tanpa ada masalah. Baru 5 ekonomi mereka.Dari sini kerjasama
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tahun kemudian muncul persoalan. Hal itu bermula dari niatan perusahaan sawit itu yang mengajukan usulan pembatalan plasma. Dipicu tindakan perusahaan ini Korbanpun berjatuhan dari beberapa pihak keamanan maupun warga. 4. Pengaruh Model Probing-Promting Learning terhadap Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Cholisin (2006:1) menyatakan bahwa yang menjadi jantung pengikat unsur-unsur dalam membangun tatanan yang koheren dari semua sub sistem pendidikan kewarganegaraan adalah civic knowledge, yaitu pengetahuan dan wawasan kewarganegaraan: civic dispotition: yaitu nilai, komitmen, dan sikap kewarganegaraan: dan civic skill, yaitu perangkat keterampilan intelektual, sosial, personal kewarganegaraan yang seyogiyanya dikuasai oleh setiap individu warga negara. Berikut rincian komponen PPKn menurut John J. Patrick and Thomas S. Vontz dalam cholisin (2006: 8) Components Of Education For Citizenship In A Democracy 1. Knowledge Of Citizenship And Government In A Democracy (Civic Knowledge) a. Concepts/ principles on the subtance of democracy b. Issues about the meaning and implementation of core ideas c. Constitutions and institutions of representative democratic goverment d. Oraganitation and functions of democratic goverment e. Practices of democratic citizenship and the roles of citiens f. Contexts of democracy in particular states and throughout the world 2. Intellectual Skillof Citizenship in a Democracy (Cognitif Civic Skills) a. Identifiying and describing phenomena (event and issues) of politica/civic life b. Analyzing andexplaning phenomena (event and issues) of politica/civic life c. Evaluating, taking, and defending positions on public events and issues d. Thingking critically about conditions of political/civic life e. Thingking constructively about conditions of political/civic life 3. Partisipatory Skill Of Citizenship In A Democracy (Participatory Civic Skills) a. Interacting with other citizens to promotepersonal and common interests b. Monitoring public events and issues c. Deliberating and making decisions about public policy issues d. Influencing policy decision on public issues e. Implementing policy decision on public issues commit to user f. Taking action to improve political/civic life
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4. Dispotitions Of Citizenship In A Democracy (Civic Dispositions) a. Promoting the common good b. Affirming the common and equal humanity and dignity of each person c. Respecting, protecting, and practicing goverment by consent of the people d. Supporting and practicing civic vitues Ketiga komponen pendidikan kewarganegaraan berkaitan erat dengan sasaran pembentukan pribadi warga negara. Warga negara yang memiliki pengetahuan dan sikap kewarganegaraan akan menjadi warga negara yang percaya diri (civic confidence),
warga
negara
yang
memiliki
pengetahuan
dan
keterampilan
kewarganegaraan akan menjadi warga yang mampu (civic competence), warga negara yang memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan kewarganegaraan akan menjadi warga negara yang cerdas dan baik (smart and good citizensip).
Pembelajaran akan berhasil mencapai tujuan pembelajaran bergantung pada beberapa faktor. Salah satu faktor pendukung untuk mencapai keberhasilan pembelajaran adalah pendekatan yang digunakan oleh guru. Seperti pendekatan menggunakan suatu model yakni melalui model pembelajaran Probing-Promting Learning. Model Probing-Promting Learning pada dasarnya adalah cakupan dari model pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/ CTL). Model pembelajaran kontekstual atau Cobtextual Teaching and Learning yaitu suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, dan tenaga kerja. (US. Departmen of Education the National School-to-Work Office yang dikutip oleh Blanchard 2001 dalam Trianto (2009:104) Martinis Yamin (2013: 186) menjelaskan CTL mempunyai delapan komponen yaitu : a) kontruktivistik (contructivistism); b) menemukan (inquiry); c) bertanya (questioning) d) Masyarakat Belajar (learning comunity); e) pemodelan (modeling); f) refleksi (reflection); g) penilaian yang sebenarnya (authentic assessement). commit to user
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Adapun teori yang mendukung model pembelajaran Probing-Promting Learning terhadap keterampilan berpikir kritis siswa adalah teori belajar konstruktivisme. Slavin dalam Trianto (2007:13) “Teori pembelajaran kontruktivisme menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentranformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak sesuai lagi. Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide” Duffy & Jonasssen (Anitah, 2009: 13) menyatakan paradigma kontruktivisme
lebih
memperhatikan
bagaimana
manusia
membentuk
pengetahuan baru dari pengalaman-pengalamannya, struktur mental, dan keyakinan yang digunakan untuk menginterpretasikan objek-objek, serta peristiwa. Selanjutnya, Brooks & Brooks dalam Anitah (2009: 14-15) mengemukakan lima prinsip pembelajaran kontruktivisme : 1. 2. 3. 4. 5.
Memunculkan masalah yang relevan pada peserta didik Menstruktur belajar sekitar “ide besar” atau konsep-konsep utama Menilai sudut pandang peserta didik Penyesuaian kurikulum untuk memunculkan perkiraan peserta didik Menilai kegiatan belajar peserta didik dalam konsteks pembelajaran
Teori belajar konstruktivisme menurut Lev Semenovich Vygotsky dalam Sani (2013: 20) merupakan landasan berpikir (filososfi) pembelajaran kontekstual, yaitu pengetahuan dibangun oleh manusia secara sedikit demi sedikit dan hasilnya diperluas
melalui
konteks
yang
terbatas.
Pembelajaran
konstruktivisme
menekankan pada proses belajar, bukan mengajar. Peserta didik didorong untuk melakukan penyelidikan dalam upaya mengembangkan rasa ingin tahu secara alami. Sani (2013: 21) menyatakan bahwa: Menurut konstruktivisme sosial, pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri dan tidak dapat dipindahkan dari guru ke murid, kecuali hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar. Peserta didik aktif mengontruksi secara terus menerus sehingga selalu terjadi perubahan ilmiah. Peran guru hanya sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi berjalan lancar. Landasan dari pembelajaran CTL adalah Teori belajar kontruktivisme, commit to user yaitu pebelajar mengkontruksi (membangun) sendiri informasi yang diterima.
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dalam pembelajaran kontekstual, proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan peserta didik yang bekerja dan mengalami. Belajar yang menekankan pada pada minat serta pengalaman. Dengan mengalami sesuatu, maka peserta didik akan memahami makna belajar, mengapa harus belajar, dan bagaimana mencapainya. Hal ini akan mendorong peserta didik untuk giat belajar karena apa yang dipelajari berguna bagi kehidupannya. Menurut pandangan kontruktivistik, belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal. Peserta didik mengkontruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri. Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta. Fakta atau proposisi yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan Pengaruh model Probing-Promting Learning
terhadap keterampilan
berpikir kritis siswa diperkuat oleh pendapat dari Sizer dalam Elanie B. Johnson (2002:181) yang menyebutkan bahwa “Sistem pengajaran dan pembelajaran kontekstual adalah tentang pencapaian intelektual yang berasal dari partisipasi aktif merasakan pengalamanpengalaman yang bermakna, pengalaman yang memperkuat hubungan antara sel-sel otak yang sudah ada dan membentuk hubungan saraf baru. Untuk membantu siswa dalam mengembangkan potensi intelektual mereka, CTL mengajarkan langkah-langkah yang dapat digunakan dalam berpikir kritiss dan kreatif serta memberikan kesempatan untuk menggunakan keahlian berpikir dalam tingkatan yang lebih tinggi ini di dunia nyata. Menggunakan keahlian berpikir dalam tingkatan yang lebih tinggi dalam konteks yang benar mengajarkan kepada siswa “kebiasaan berpikir mendalam, kebiasaan menjalani hidup dengan pendekatan yang cerdas, seimbang, dan dapat dipertanggung jawabkan” Penggunaan model Probing-Promting ini lebih menekankan pada
pemberian pertanyaan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa, maka pertanyaan yang digunakan pun yaitu pertanyaan kritis. Hal ini sesuai dengan pendapatnya Supriatna (2008:223) yang menyatakan bahwa: “Teknik bertanya secara kritis merujuk pada Critical Theory yang dikembangkan oleh Jurgen Habermas berupa Way Of Knowing. Teknik ini telah diaplikasikan dalam pembelajaran dengan tujuan untuk memfasilitasi peserta didik agar dapat melatih kemampuan berpikir kritis, pemberdayaan dan emansipasi sekaligus juga memproduksi pengetahuan melalui proses pembelajaran di kelas. Menurut teori kritis yang kemudian diaplikasikan prosespedagogy oleh Kemmis dan Fitzclarence, pertanyaan yang sifatnya teknis, pertanyaan interpretative, dan pertanyaan emansipasi.”
commit to user
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Penggunaan model probing-promting ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Karena dengan menggunakan teknik probingpromting siswa diarahkan untuk menggali pengetahuannya sendiri kemudian menemukan informasi sendiri, sehingga siswa berusaha untuk berpikir dan memecahkan masalah. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas penerapan model pembelajaran Probing-Promting
Learning
bertujuan
untuk
meningkatkan
keterampilan
intelektual siswa yaitu pada peningkatan berpikir kritis siswa. Hal ini dijelaskan pada teori konstruktivisme didukung oleh elemen-elemen dalam model pembelajaran Probing-Promting Learning yaitu model pembelajaran dapat mengembangkan kemampuan berpikir logis dan keterampilan intelektual siswa pada materi pelajaran khususnya pelajaran PPKn pada kompetensi dasar menganalisis kasus-kasus pelanggaran HAM. 5. Penelitian yang Relevan Model Pembelajaran Probing Promting ini sudah ada yang melakukan penelitian. Penelitian yang relevan tersebut yaitu penelitian yang dilakukan oleh Endang Jubaedah, 2013 : Penerapan Metode Tanya-Jawab Dengan Teknik Probing Promting Untuk Meningkatkan Kemapuan Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelajaran Sejarah Di Kelas XI IPA 4 SMAN 14 Bandung. Skripsi. Jakarta : Universitas Pendidikan Indonesia. Hasil dari penelitian ini adalah proses pembelajaran dengan menerapkan metode tanya–jawab Probing-Promting untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa, proses pembelajaran di kelas mengalami perubahan dan kemajuan pada setiap siklusnya. Persamaan penelitian Endang Jubaedah dengan penulis adalah penggunaan teknik probing-promting untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Kemudian perbedaannnya adalah jenis penelitian Endang Jubaedah menggunakan Penelitian Tidakan Kelas, sedangkan penulis menggunakan Eksperimen. Kemudian tempat pengambilan data, dan mata pelajaran yang berbeda. Penelitian lain yang relevan dilakukan oleh Nofi Rosita Hayati, 2010 : Pengembangan Modul Pkn Berbasis Kemampuan Berpikir Kritis SMP Kelas VIII. commit to user Skripsi. Malang: Universitas Negeri Malang. Hasil dari penelitian ini adalah coba
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kelompok kecil dan uji coba kelompok besar diperoleh persentase sebesar (70,1%100%) dengan makna digunakan. Hal ini menunjukkan bahwa modul PKn yang dikembangkan sudah layak digunakan sebagai bahan ajar. Saran yang dapat diberikan adalah (1). Modul PKn SMP Kelas VIII yang dikembangkan akan lebih baik bila di uji cobakan lebih dari satu sekolahan. (2). Guru yang menggunakan Modul PKn SMP Kelas VIII yang dikembangkan, sebaiknya terlebih dahulu mempelajari langkah-langkah berpikir kritis (3). Modul PKn SMP Kelas VIII yang dikembangkan diharapkan dapat bermanfaat sebagai media pembelajaran PKn SMP Kelas VIII. Persamaan penelitian Nofi Rosita dengan penulis adalah salah satu variabel penelitian yang sama yaitu keterampilan berpikir kritis, kemudian mata pelajaran PKn. Kemudian perbedaannya adalah jenis penelitian Nofi Rosita menggunakan R & D, sedangkan penulis menggunakan Eksperimen, kemudian tempat pengambilan data yang berbeda. B. Kerangka Berpikir Adanya tiga penilaian yang ada di Kurikulum 2013 yaitu Kognitif, Afektif, Psikomotor, yang dituntut siswa untuk aktif terlibat dalam pembelajaran. Guru banyak memberikan materi pembelajaran yang sifatnya hafalan. Keterampilan berpikir kritis memfokuskan pada proses belajar daripada hanya pengetahuan. Keterampilan berpikir kritis melibatkan aktivitas-aktivitas seperti menganalisis, mensintesis, membuat pertimbangan, menciptakan dan menerapkan pengetahuan baru pada situasi dunia nyata. Keterampilan berpikir kritis penting dalam proses pembelajaran karena memberikan kesempatan kepada peserta didik belajar melalui penemuan. Penulis ingin mengetahui bagaimana pengaruh dari model pembelajaran Probing-Promting Learning terhadap keterampilan berpikir kritis siswa. Penelitian dilakukan pada kelas X. Adapun KD yang dipilih dalam penelitian ini adalah KD menganalisis kasus pelanggaran HAM
commit to user
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Adapun kerangka berpikir antar variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Kompetensi Dasar Menganalisis kasus-kasus pelanggaran HAM
Kelompok siswa tidak diberikan treatment model pembelajaran ProbingPromting Learning
Kelompok siswa dengan treatment model pembelajaran Probing-Promting Learning
Keterampilan Berpikir Kritis
Keterampilan Berpikir Kritis
Gambar 2.1 Skema Kerangka Berpikir Kritis C. Hipotesis Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan hipotesis adalah jawaban sementara atas rumusan masalah yang dibuat dalam penelitian. Kemudian, hipotesis disusun berdasarkan teori dan penelitian terkait. Berdasarkan landasan teori dan kerangka berpikir yang telah diuraikan dari pendapat Supriatna (2008:223) yang menyebutkan bahwa teknik bertanya secara kritis dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan diperkuat lagi dengan pendapatnya Sizer dalam Elanie B. Johnson (2002:181) yang menyebutkan bahwa CTL mengajarkan langkah-langkah yang dapat digunakan dalam berpikir kritiss dan kreatif serta memberikan kesempatan untuk menggunakan keahlian berpikir dalam tingkatan yang lebih tinggi ini di dunia nyata. Menggunakan keahlian berpikir dalam tingkatan yang lebih tinggi dalam konteks yang benar mengajarkan kepada siswa “kebiasaan berpikir mendalam, kebiasaan menjalani hidup dengan pendekatan yang cerdas, seimbang, dan dapat dipertanggung jawabkan. maka hipotesis alternatif penelitian ini adalah : “Ada pengaruh model Probing-Promting Learning terhadap keterampilan berpikir kritis di Kelas X SMA N 2 Sukoharjo.” commit to user