BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan 1.
Kajian Teori a. Energi Angin Angin adalah udara yang bergerak yang disebabkan akibat rotasi bumi dan akibat perbedaan tekanan, udara bertekanan tinggi akan berpindah ke tekanan yang lebih rendah. Udara di bumi mengalami perbedaan temperatur yang disebabkan oleh sinar matahari, dimana udara bertemperatur tinggi memiliki tekanan yang rendah, dan udara bertemperatur rendah memiliki tekanan yang tinggi. Perbedaan tekanan sendiri terjadi karena pemanasan yang tidak merata pada permukaan bumi. Daerah tropis memiliki temperatur yang lebih tinggi akibat mendapatkan paparan radiasi panas matahari yang lebih banyak, sehingga udara memuai dan bergerak ke atmosfir (Nugroho, 2009:2). Pergerakan udara panas keatas menyebabkan udara dingin dari garis lintang yang lebih tinggi mengalir menuju daerah tropis. Udara menyusut menjadi lebih berat dan kembali ke tanah. Di atas tanah udara menjadi panas lagi, begitulah seterusnya sehingga terjadi sirkulasi. Sirkulasi ini selain menyebabkan perbedaan iklim pada zona yang berbeda, kecepatan angin yang dihasilkan juga berbeda. b. Sistem Konversi Energi Angin (SKEA) SKEA beserta perhitungannya dikemukakan oleh Albert Betz, dimana sistem ini bertujuan untuk mengubah energi kinetik dari angin menjadi energi mekanik. Perubahan energi dapat berupa energi mekanik murni dan energi listrik. Besarnya energi yang dapat dikonversi berbanding lurus pada massa jenis udara, luas area, dan kecepatan angin. Teori ini dinamakan teori momen elementer Betz.
7
8
Salah satu elemen alamiah yang paling menentukan untuk mengoptimalkan
daya
SKEA
adalah
kecepatan
angin.
Dengan
menghitung kecepatan angin dan arah angin, penerapan SKEA akan lebih efektif. Diperlukan konservasi dan pengukuran parameter kecepatan dan arah angin untuk pengembangannya agar efektif. Angin adalah udara yang bergerak. Energi kinetik yang terdapat dalam angin dirumuskan dengan persamaan: =
(2.1)
dimana m (kg) adalah massa yang bergerak dan v (m/s) adalah kecepatan aliran. massa udara dirumuskan persamaan sebagai berikut: =
=
(2.2)
Volume disimbolkan V (m³) dirumuskan dengan persamaan: =
(2.3)
dimana v adalah kecepatan aliran dan A (m²) adalah luas daerah yang dilewati. dimana
adalah densitas angin.
sehingga energi kinetik angin yang berhembus dalam satuan waktu (daya) dari persamaan 2.1 dapat disubtitusikan menjadi: ₀=
=
(2.4)
dengan: P₀ = daya angin (watt) = densitas udara (1,225 kg/m³) A = luas sapuan blade turbin (m²) v = kecepatan udara (m/s) Besar daya diatas merupakan daya yang dimiliki angin sebelum dikonversi oleh turbin angin. Dari total daya yang dimiliki, tidak semua dapat dikonversi menjadi energi mekanik. Aliran udara didepan sebelum melewati rotor turbin lebih kecil luasnya daripada setelah melewati rotor. Ekspansi dari aliran angin ini dikarenakan massa aliran haruslah sama disemua tempat (Burton dkk.,
9
2001:40). Maka, daya angin yang dapat dikonversi turbin diambil dari selisih luas penampang dan kecepatan aliran angin di depan rotor dengan luas penampang dan kecepatan angin dibelakang rotor, perolehan daya turbin tersebut dijabarkan dalam hukum kontinyuitas yaitu jika v₁ = kecepatan angin ddepan rotor, v = kecepatan angin saat melewati rotor, dan v₂ = kecepatan angin dibelakang rotor.
Gambar 2.1. Konversi Energi Angin Oleh Turbin Angin (Sumber: Dutta, 2006:15) Berdasarkan hukum kontinyuitas, maka daya mekanik turbin yang diperoleh adalah: =
=
₁ ₁ −
( ₁ ₁ −
₂ ₂
₂ ₂ )
(2.5)
dimana: ₁ = luas aliran udara sebelum melewati rotor (m)
₁ = kecepatan aliran udara sebelum melewati rotor (m/s) ₂ = luas aliran setelah melewati rotor (m)
v₂ = kecepatan udara setelah melewati rotor (m/s) meninjau persamaan kontinyuitas: ₁ ₁=
₂ ₂
(2.6)
=
₁ ₁( ₁ − ₂ )
(2.7)
maka persamaannya didapatkan:
10
Dari persamaan diatas, apabila ingin mendapatkan daya yang maksimal, maka v₂ haris bernilai nol dengan kata lain, angin berhenti setelah melewati rotor. Namun hal tersebut tidak dapat terjadi karena tidak memenuhi hukum kontinyuitas. Dengan kata lain, rotor berbentuk bulat penuh dan tidak ada konversi energi yang terjadi. Cara untuk memaksimalkan energi angin adalah dengan memberikan pembesaran rasio v₁/v₂ (Faqihuddin, 2013:16).
Persamaan lainnya yang diperlukan untuk mencari besarnya
daya yang dapat dikonversi adalah: =
₁− ₂
(2.8)
dengan F adalah gaya (N). Sesuai dengan hukum ke-3 Newton bahwa gaya aksi akan sama dengan gaya reaksi, gaya yang diberikan udara kepada rotor akan sama dengan dengan gaya drag atau lift oleh rotor yang menekan udara kearah yang berlawanan dengan arah gerak udara. Daya yang diperlukan untuk menghambat aliran udara adalah: =
=
₁− ₂ ′
(2.9)
dengan v’ adalah kecepatan aliran udara pada rotor (m/s). dari persamaan 2.7 dan 2.9, dapat disubtitusikan sebagai berikut: ( ₁² − ₂²) =
=
₁
=
₁− ₂
₁− ₂ ′
₂
(2.10)
maka, laju aliran massa udara adalah: =
=
₁− ₂
(2.11)
sehingga daya mekanik turbin final dapat dikalkulasi dengan persamaan: = = =
( ₁² − ₂²)
−
+ ( ₁² − ₂²)
₁ − ₂ ( ₁² − ₂²)
(2.12)
11
Selain menghitung kecepatan, perhitungan lain yang perlu diperhatikan adalah koefisien daya atau coefficient power (Cp). Koefisien daya menunjukkan berapa besar energi angin yang dapat dikonversi dari energi kinetik angin yang melalui penampang rotor. Koefisien daya sangat dipengaruhi oleh konstruksi turbin angin dan prinsip konversi energinya yang muaranya sangat mempengaruhi kinerja turbin angin. Keluaran daya angin yang melewati penampang rotor adalah ₀=
₁³
(2.13)
perbandingan antara daya keluaran motor terhadap daya mekanik angin yang melewati rotor adalah: =
= ₀
₁
₂ ( ₁²
dimana: Cp = koefisien daya
₁³
₂²)
(2.14)
P = daya mekanik rotor (Watt) P₀ = daya mekanik total yang terkandung dalam angin sebelum melalui rotor (Watt) Koefisien daya maksimum diperoleh apabila
₁ ₂
=
yang
menghasilkan nilai sebesar 0,593. Ini berarti, meskipun dengan asumsi ideal dimana aliran dianggap tanpa gesekan dan daya keluaran dihitung dengan tanpa mempertimbangkan jenis trubin yang digunakan, daya maksimum yang bisa diperoleh dari energi angin adalah 0,593 yang artinya hanya sekitar 60% saja daya angin yang dapat dikonversi menjadi daya mekanik. Angka ini kemudian disebt Betz limit. Betz menunjukkan nilai maksimum semua alat konversi energi angin.
Perhitungan lain untuk menghitung spesifikasi dan keluaran daya yang dibutuhkan oleh alat SKEA adalah tip speed ratio (TSR). Tip speed ratio adalah rasio kecepatan ujung rotor terhadap kecepatan angin. Untuk kecepatan angin nominal tertentu, tip speed ratio akan berpengaruh pada kecepatan putar rotor. Daya yang dihasilkan oleh rotor
12
dengan kecepatan angin yang ada sangat bergantung terhadap pemilihan tip speed ratio, dengan persamaan: =
(2.15)
dengan: λ = tip speed ratio D = diameter rotor (m) n = putaran rotor (rpm) v = kecepatan angin (m/s) Torsi biasa disebut juga momen atau gaya yang menyatakan benda berputar pada sutu sumbu. Torsi juga bisa juga didefinisikan ukuran kefektifan gaya tersebut dalam menghasilkan putaran atau rotasi mengelilingi sumbu tersebut. Besar torsi dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
dimana: T
=
² ³ ²
(2.16) = Torsi
v
= Kecepatan Angin (m/s)
r
= Jari-jari rotor (m)
λ
= tip speed ratio
Daya turbin angin juga dapat dihitung apabila torsi turbin angin sudah didapatkan. Perhitungan daya turbin dengan pendekatan torsi dapat dirumuskan dengan persaman: =
(2.17)
dimana: ω = kecepatan putaran rotor (rad/s) Sebagaimana spesifikasi tiap turbin dan desain tiap turbin berbeda, maka berbeda pula koefisien daya dan tip speed rationya. Gambar 2.2 berikut merupakan koefisien daya dan tip seed ratio tiap desain turbin.
13
Gambar 2.2. Cp dan TSR dari berbagai jenis Turbin (Sumber: Mathew, 2006:9) Gambar 2.2. merupakan korelasi dari koefisien daya dan tip speed ratio dari berbagai macam turbin. Dalam dengan diagram kartesius tersebut, sumbu X merupakan nilai koefisien daya dan sumbu Y merupakan nilai tip speed ratio. Setelah berbagai perhitungan dasar mengenai faktor konversi energi angin menjadi energi mekanik telah diperkirakan, maka perhitungan konversi mekanik menjadi energi listrik juga diperlukan. Untuk memperkirakan besar daya listrik yang dihasilkan turbin angin, maka diperlukan generator sebagai keluaran daya listrik. c. Turbin Angin Turbin angin merupakan alat yang digunakan pada SKEA dengan memanfaatkan energi angin untuk mengubah energi kinetik dari angin menjadi energi mekanik didalam bentuk putaran poros dan akhirnya energi finalnya berupa listrik dari generator (Hansen, 2008:3). Pemanfaatan energi angin telah dimulai oleh manusia sejak dahulu kala. Dilapangan, pemanfaatan energi angin pertama kali dilakukan untuk menggerakkan perahu oleh bangsa mesir pada tahun
14
5000 SM. Penggunaan kincir angin pertama kali dilakukan oleh bangsa Asia khususnya bangsa Persia pada abad ke-7 untuk irigasi dan penggilingan. (Ajao dan Mahamod, 2009:1). Semakin berkembang seiiring kemajuan zaman, kincir angin yang biasa digunakan untuk keperluan pertanian dan irigasi berubah menjadi pembangkit listrik yang sekarang disebut dengan turbin angin. Sejarah mencatat, turbin angin pertama kali dibuat oleh Pour La Cour pada abad ke 19 di Denmark untuk pembangkitan listrik di daerah yang terpencil (Mathew, 2006:4). Turbin angin sebagai pengkonversi energi angin terdiri dari beberapa bagian utama dengan fungsi yang berbeda dan saling melengkapi. Bagian-bagian utama tersebut antara lain:
1.) Rotor Rotor merupakan penerima energi kinetik dari angin dan merubahnya menjadi energi mekanik yang berupa gerak rotasi poros. Pengelompokan berdasarkan prinsip penangkapan tenaga anginnya, dibedakan menjadi dua, yaitu, pemanfaatan gaya lift (angkat) dan pemanfaatan gaya drag (hambat). gaya lift adalah gaya pada arah tegak lurus dengan arah aliran angin yang dihasilkan ketika fluida bergerak melalui rotor yang berpenampang airfoil. Sedangkan gaya drag adalah gaya hambat yang arahnya berlawanan dengan arah gerak rotor. Gaya lift dan drag bergantung pada koefisien lift dan koefisien drag. Selain itu, kecepatan angin, las penampang daerah sapuan sudu dan sudut pitch juga berbanding lurus terhadap daya yang dihasilkan.
15
Gambar 2.3. Gaya lift dan drag pada airfoil (Sumber: Hansen, 2007:8) persamaan gaya lift disebutkan sebagai berikut: =
²
(2.18)
dimana: L = gaya lift Cl= koefisien lift Persamaan gaya drag sebagai berikut: =
²
(2.19)
dimana: D = gaya drag Cd = koefisien drag Koefisien lift didapat dari: = 2
(2.20)
dengan sin α adalah besar angle of attack. Perancangan desain blade sangat berpengaruh terhadap luaran daya yang dihasilkan. Hugh Piggot, melalui pendekatan teori momentum Betz memberikan formulasi penentuan blade agar sesuai dengan luaran daya yang dikehendaki. Formulasi itu mengenai diameter rotor dan panjang chord. Diameter rotor dapat dicari dengan persamaan: =
³
(2.21)
16
dimana: D = diameter rotor (m) P = luaran daya (yang diinginkan) (Watt) λ = tip speed ratio n = putaran rotor (rpm) untuk mencari panjang chord dapat dicari dengan persamaan: =
( / )
(2.22)
²
dimana: C = panjang chord (m) R = panjang blade (m) r = jari-jari rotor (m) B = jumlah blade 2.) Generator Generator adalah sebuah alat atau sistem yang merubah daya mekanis sebuah poros menjadi daya listrik. Generator bekerja berdasarkan hukum Faraday tentang induksi elektromagnetik, yaitu bilamana sebuah konduktor digerakkan dalam medan magnet atau sebaliknya maka penghantar tersebut akan mengalirkan arus listrik. Bila konduktor yang digunakan semakin banyak, maka daya listrik yang dihasilkan juga semakin banyak, dan keluaran daya listrik berbanding lurus dengan kecepatan putaran rotor. Di dalam generator, terdapat stator dan rotor. Rotor merupakan bagian yang bergerak atau berputar yang terdiri dari susunan-susunan magnet. Stator adalah bagian yang diam dan merupakan tempat keluarnya tegangan karena stator terdiri dari lilitan-lilitan kumparan/konduktor. Rumus untuk mencari daya generator dapat dicari melalui persamaan: =
.
dimana: P generator = Daya listrik (Watt) V
= Tegangan listrik (Volt)
I
= Kuat arus listrik (Ampere)
(2.22)
17
Gambar 2.4. Prinsip Kerja Generator (Sumber: Nugroho, 2011:13) Berdasarkan arusnya, generator dibedakan menjadi dua, yaitu: a) Generator DC (Direct Current) Generator DC merupakan generator dengan arus searah, yaitu memiliki polaritas atau arah arus yang tetap. Arah arus tetap yakni apabila digambarkan dalam diagram kartesian arah arus tersebut akan tetap berada dalam posisi positif ataupun negatif. b) Generator AC (Alternating Current) Generator AC merupakan generator dengan arus bolak-balik. Arus AC memiliki dua polaritas atau arah arus yang bolak-balik. Arah arus bolak balik apabila digambarkan dalamdiagram kartesian akan naik turun diantara positif dan negatif. Dalam menghasilkan energi listrik, kecepatan poros sangat berpengaruh bila dibandingkan dengan torsi. Turbin angin lebih mementingkan kecepatan putaran poros dibandingkan kekuatan torsi. 3.) Tower Tower dibutuhkan sebagai landasan atau dudukan turbin angin.
18
Menurut posisi sumbu/porosnya, turbin angin dibedakan menjadi 2, yaitu: 1) Turbin Angin Sumbu Horisontal (TASH) TASH merupakan turbin angin dengan posisi sumbu/poros horisontal (mendatar). Turbin angin jenis ini poros utamanya menyesuakan arah angin. Agar rotor dapat berputar dengan baik, arah angin harus sejajar dengan poros turbin dan tegak lurus terhadap arah putaran rotor. TASH memiliki beberapa keunggulan diantaranya cut-in pada kecepatan angin rendah dan mudah berputar. Secara umum, tipe ini memiliki koefisien tenaga yang relatif tinggi (Mathew, 2006:17). TASH lebih mudah dalam mencari daya maksimal yaitu dengan mengatur sudut pitch (sudut putar blade). Meskipun begitu, generator dan gearbox yang dipasang diatas tower membuat tipe ini memiliki desain yang lebih kompleks. Selain itu kerugian yang lain adalah diperlukannya ekor dan yaw untuk mengorientasikan turbin sejajar dengan arah angin. Prinsip kerjanya, blade pada tubin bergerak karena serangan angin. Pergerakan blade ini dinamakan gaya lift. Bentuk dari blade biasanya berbentuk airfoil seperti pada sayap pesawat. Ini dimaksudkan agar meningkatkan efisiensi dan performansi dari TASH. Berdasarkan jumlah blade-nya, TASH dibedakan menjadi empat, yaitu single blade, two blade, three blade, dan multiple blade. Semakin banyak jumlah blade semaccun tinggi torsinya (Mathew, 2006:18).
19
Gambar 2.4. Jenis TASH Berdasarkan Blade. (Sumber Mathew, 2006:17) Berdasarkan dari arah penerimaan angin, TASH dibedakan menjadi upwind dan downwind. Turbin upwind memiliki rotor yang langsung menghadap kearah angin, sedangkan turbin angin jenis downwind memiliki rotor yang membelakangi arah angin (Mathew, 2006:17). Tipe upwind memerlukan mekanisme yaw (perputaran poros tower) untuk tetap menjaga rotor tetap berhadapan dengan arah angin. Berbeda dengan tipe upwind, tipe downwind memiliki desain yang lebih fleksibel dan tidak memerlukan mekanisme yaw (pergerakan sumbu rotor mengikuti arah angin). Meskipun begitu, rotor downwind menerima aliran udara yang kurang laminar karena tertahan oleh tower dan menyebabkan distribusi aliran yang tidak merata pada tiap blade.
Gambar 2.5. Jenis TASH Menurut Arah Angin (Sumber: Mathew, 2006:18)
20
2) TASV (Turbin Angin Sumbu Vertikal) TASV merupakan turbin angin dengan posisi sumbu/poros vertikal (tegak) dan hampir tegak lurus terhadap arah angin. TASV dapat mengkonversi energi angin dari arah manapun. Desain yaw yang kompleks juga dapat dihilangkan. Generator dan gearbox dapat ditempatkan diatas tanah, inilah yang membuat desain tower lebih simpel dan ekonomis (Mathew, 2006:18). Selain itu perawatan dan perbaikan juga dapat dilakukan langsung diatas tanah tanpa perlu memanjat
tower
seperti
TASH.
TASV
juga
tidak
perlu
membutuhkan kontrol pitch untuk mendapatkan efektivitas konversi. Turbin jenis ini memiliki koefisen daya yang rendah dibandingkan TASH, meski begituu, dalam kecepatan rendah turbin ini dapat langsung berputar. Biasanya desain ini juga kurang efisien karena sistem aerodinamika blade setelah berotasi secara penuh. Selanjutnya, dibutuhkan wire guy (tali penopang) untuk menopang dan mendukung struktur tower yang membuat pemasangannya lebih sulit (Mathew, 2006:18). TASV berdasarkan jenis rotornya dibedakan menjadi dua, yaitu: a) Rotor Darrieus Rotor Darrieus ditemukan oleh Georges Jeans Darrieus pada tahun 1931. Rotor Darrieus menggunakan prinsip aerodinamik dengan memanfaatkan gaya lift pada penampang sudu rotornya dalam mengkonversi energi angin.
21
Gambar 2.6. TASV Rotor Darrieus (Sumber: Mathew, 2006:19) TASV jenis ini memiliki torsi yang rendah namun kecepatan putarannya tinggi, sehingga cocok untuk menghasilkan
listrik.
Namun
Rotor
Darrieus
membutuhkan energi awal untuk mulai berputar. b) Rotor Savionus Rotor Savionus diperkenalkan oleh insinyur Finlandia, Sigurd J. Savionus pada tahun 1922. Memiliki 2 blade dengan bentuk setengah lingkaran atau setengah elips dan tersusun letter “S”. Berdasarkan prinsp kerjanya, rotor ni memanfaatkan gaya drag (hambat) dalam mengkonversi energi angin menjadi energi mekanik.
22
Gambar 2.8. Prinsip Rotor Savionus (Sumber: Mathew, 2006:21) Dengan memanfaatkan energi drag, koefisien tenaga yang dihasilkan cenderung lebih kecil. Daya dan putaran yang dihasilkan juga lebih rendah daripada TASV Sumbu Darrieus. Rotor Savionus tidak memerlukan energi awal untuk untuk cut-in. d. Karakteristik Aliran Fluida Fluida merupakan suatu zat yang terus menerus berubah bentuk apabila menerima tegangan geser (Olson dan Wright, 1990:3). Fluida terus menerus mengalami deformasi apabila menerima tegangan geser dan akan menyebar mengisi wadah yang ditempatinya. Fluida dapat berupa zat gas atau zat cair. Hal yang berhubungan dengan jenis dan karakteristik aliran fluida yang dimaksudkan disini adalah profil aliran dalam wadah tertutup. Profil aliran dari fluida yang melalui pipa akan dipengaruhi oleh gaya momentum fluida yang membuat fluida bergerak didalam pipa, gaya viskositas atau gaya gesek yang menahan aliran pada dinding pipa dan fluidanya sendiri, dan
dipengaruhi oleh belokan, profil pipa yang
menyudut, valve, dan lain sebagainya. Jenis aliran fluida terbagi menjadi 2, yaitu: 1) Aliran Laminar
23
Pada aliran laminar, gaya viskos yang relatif lebih bear mempengaruhi kecepatan aliran sehingga semakin mendekati dinding pipa, semakin rendah kecepatan aliran. Aliran ini berbentuk parabola dengan bagian tengah mempunyai kecepatan paling tinggi, sedangkan paling tepi mempunyai kecepatan paling rendah. 2) Aliran Turbulen Pada aliran turbulen, gaya momentum aliran lebih besar dibandingkan gaya gesekan dan pengaruh dari dinding pipa menjadi kecil. Karenanya aliran turbulen memberikan profil kecepatan yang lebih seragam dibandingkan aliran laminar, walaupun pada lapisan fluida dekat dinding pipa tetap laminar. 3) Aliran Transisi Merupakan aliran peralihan dari aliran laminar ke aliran turbulen. Bilangan Reynolds merupakan bilangan tak berdimensi yang dapat membedakan suatu aliran itu dinamakan laminar, turbulen, atau transisi. Persamaannya adalah: =
(2.23)
dimana: Re = bilangan reynold v
= kecepatan fluida (m/s)
D
= diameter pipa (m)
ρ
= densitas fluida (kg/m3)
μ
= viskositas absolut fluida dinamis (kg/ms)
Dilihat dari kecepatan aliran, menurut Reynolds diasumsikan laminar bila aliran tersebut mempunyai bilangan Re < 2300, untuk aliran turbulen bilangan Re > 4000, sedangkan untuk aliran transisi bilangan Re 2300-4000.
24
Aliran dalam pipa disebut juga aliran internal, yaitu aliran yang dibatasi oleh permukaan yang solid. Akibatnya, aliran internal tersebut tidak dapat berkembang karena dibatasi permukaan yang solid tersebut Bila ditinjau kembali tentang persamaan kontinyuitas pada persamaan 2.6, aliran internal yang notabene laminar adalah konstan dari ujung awal pipa ke ujung akhir pipa. Hal ini disebabkan perkalian antara luas penampang dan kecepatan fluida pada setiap titik sepanjang tabung aliran adalah kontan.
Gambar 2.9. Persamaan Kontinyuitas 2.
Hasil Penelitian yang Relevan Pada dasarnya, suatu penelitian tidak selalu beranjak dari nol secara mutlak, namun sebelumnya ada acuan untuk mengembangkan penelitianpenelitan yang sejenis. Oleh karena itu, dirasa perlu mengenal penelitian yang terdahulu sebagai bahan acuan dan relevansinya. Dalam hal ini penelitian yang relevan antara lain: a.
Penelitian yang dilakukan oleh T.Y. Chen, C.W. Hung, dan Y.T. Liao pada tahun 2013 yang berjudul “Experimental Study on Aerodinamics of Micro-Wind Turbine with Large-Tip Non-Twisted Blades”. Penelitian tersebut menyelidiki dan mengkomparasi karakteristik (koefisen daya, tip speed ratio, dan torsi) aerodinamik antara airfoil large-tip untwisted NACA 4415 rasio panjang chord pangkal dan ujung 0,3 dengan airfoil short-tip untwisted NACA 4415 rasio panjang chord pangkal dan ujung 0,5. Hasil yang didapatkan adalah airfoil large-tip untwisted NACA 4415 rasio panjang chord pangkal dan ujung 0,3 memiliki daya dan torsi yang
25
tinggi pada kecepatan yang rendah sedangkan rasio tip 0,5 memiliki torsi yang rendah pada kecepatan rendah. b.
Penelitian yang dilakukan oleh Sudarsono pada tahun 2013 yang berjudul “Optimasi Rancang Kincir Angin Modofikasi Standar NACA 4415 Menggunakan Serat Rami (Boehmeria Nivea) dengan Core Katu Sengon Laut (Albizia Falcata) yang Berkelanjutan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dayan listrik yang dihasilkan TASH 3 blade dari blade berbahan komposit dengan panjang 1,625 m dan panjang chord 0,08 s/d 0,28. Hasil yang dicapai adalah daya listrik yang dihasilkan 50 Watt s/d 240 Watt, koefisien performa 1,35 sampai 0,40, dan torsi 25 Nm sampai 75 Nm pada interval kecepatan 3 m/s sampai dengan 5 m/s.
c.
Penelitian yang dilakukan oelh Yuji Ohya dan Takashi Karasudani pada tahun 2010 yang berjudul “A Shrouded Wind Turbine Generating High Output Power with Wind-lens Technology”. Penelitian tersebut menyelidiki daya listrik yang dihasilkan oleh turbin angin dengan penambahan lensa tipe difuser dengan menkomparasikannya pada turbin angin biasa, kapasitas daya generator 50 kW. Hasil yang dicapai adalah pada kecepatan 10 m/s turbin angin dengan lensa menghasilkan daya 30 kW dibandingkan dengan turbin angin biasa dengan daya 13 kW.
d.
Penelitian yang dilakukan oleh G. Balaji dan I. Gnamabal yang berjudul “Wind Power Generator using Horizontal Axis Wind Trubine with Convergent Nozzle”. Penelitian tersebut menyelidiki daya listrik yang dihasilkan oleh turbin angin dengan penambahan lensa tipe nozzle dengan dengan menkomparasikannya pada turbin angin biasa. Hasil yang dicapai adalah mampu meningkatkan performa turbin angin sebesar 40% Hasil dari keempat penelitian yang relevan tersebut menjadi dasar
peneliti dalam penelitian ini. Dengan melihat karakteristik airfoil NACA 4415, dan pemanfaatan lensa Penelitian sebelumnya menjadikan landasan variasi penelitian ini yang berupa desain lensa dan jumlah blade untuk diuji permormansinya.
26
B. Kerangka Berfikir Perencanaan desain turbin angin sangat berpengaruh terhadap daya yang dihasilkan. Apabila ingin membuat desain turbin angin untuk irigasi dan pompa air, maka diperlukan sebuah turbin dengan daya yang besar, torsi yang besar, dan kecepatan putaran rotor yang rendah. Bila ingin mendesain sebuah turbin angin untuk pembangkit listrik, maka diperlukan daya yang besar, torsi yang rendah, dan kecepatan putaran rotor turbin yang tinggi, sehingga akan didapatkan putaran rotor yang tinggi didalam generator, muaranya menghasilkan daya yang tinggi. Blade merupakan ujung tombak turbin angin untuk mengkonversi energi angin. Diperlukan desain termasuk jumlah blade yang sesuai untuk menghasilkan daya listrik yang maksimal sesuai kapasitas generator. Namun pada kondisi angin rendah juga diperlukan modifikasi agar dapat mengoptimalkan sumber daya angin yang ada. Penambahan lensa pada turbin angin dinilai akan mempengaruhi kecepatan rotor dan daya listrik pada kecepatan angin yang rendah. Pada penelitian ini, desain akan dibuat 3 model lensa untuk optimalisasi turbin angin dengan generator sepeda DC 5,5 W dengan blade non-twisted tipe NACA 4415. Disesuaikan dengan kecepatan angin di Indonesia yang berkategori rendah, turbin angin akan diuji pada kecepatan angin 2,5 m/s, 3,5 m/s, dan 4,5 m/s. Hasil yang diperoleh dianalisis dan dibandingkan dengan turbin angin sejenis tanpa penambahan lensa turbin kemudian disimpulkan. Untuk lebih jelasnya hubungan antar variabel bebas dan variabel terikat dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
X₁.₁
X₁
X₁.₂ X₁.3
Keterangan: X₁ = Jumlah blade
X₁.₁ = 2 blade
X2
X2.₁
X2.₂ X2.3 X2.4
Y
27
X₁.₂ = 3 blade X₁.₁ = 4 blade
X₂ = Penambahan lensa X₂.₁ = Tanpa Lensa X₂.2 = Lensa A X₂.3 = Lensa B X₂.4 = Lensa C
Y = Daya listrik yang dihasilkan turbin angin
Pengujian daya listrik yang dihasilkan turbin angin menggunakan aternator sepeda DC 5,5 W yang diteruskan ke data logger. Pengujian ini untuk mendapatkan daya listrik yang dihasilkan oleh turbin angin. Data logger mencatat hasil keluaran daya listrik dengan dihidupkan oleh accu bertegangan 12V yang telah terisi. Setelah melewati data logger, daya listrik akan diteruskan ke bohlam 5 W sebagai pembebanan generator. C. Hipotesis Penelitian Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka pemikiran yang telah disebutkan, maka dapat diambil hipotesis sebagai berikut: 1. Ada pengaruh penambahan lensa pada turbin angin non-twisted blade tipe airfoil NACA 4415 terhadap daya listrik yang dihasilkan. 2. Ada pengaruh jumlah blade pada turbin angin non-twisted blade tipe airfoil NACA 4415 terhadap daya listrik yang dihasilkan. 3. Ada interaksi dari penambahan lensa dan jumlah blade pada turbin angin non-twisted blade tipe airfoil NACA 4415 terhadap daya listrik yang dihasilkan.