BAB II KAJIAN TEORI
A. Kajian Pustaka 1. Hakikat Pemahaman Konsep Masalah Sosial a. Pengertian Pemahaman Pemahaman terbentuk akibat adanya proses belajar mengajar. Pemahaman termasuk salah satu dari enam aspek dalam ranah kognitif pada klasifikasi hasil belajar yang dikembangkan oleh Benjamin Bloom dan kawan-kawannya. Ranah kognitif sendiri berkaitan dengan aktivitas otak dan hasil belajar intelektual siswa yang terdiri dari enam aspek yakni pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi. Menurut Wuryandani dan Fathurrohman (2012: 101), pemahaman merupakan kemampuan siswa untuk memahami sesuatu yang telah diketahui. Pendapat tersebut sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Winkel (2005: 274) bahwa : Pemahaman mencakup kemampuan untuk menangkap makna dan arti dari bahan yang telah dipelajari. Adanya kemampuan ini dinyatakan dalam menguraikan isi pokok dari suatu bacaan, mengubah data yang disajikan dalam bentuk tertentu ke bentuk lain, seperti rumus matematika ke dalam bentuk kata-kata, membuat perkiraan tentang kecenderungan yang nampak dalam data tertentu, seperti dalam grafik. Sementara itu Slavin (2009: 281) mengemukakan bila, pemahaman mengharuskan siswa memperlihatkan pengertian mengenai informasi dan juga kemampuan menggunakannya. Oleh sebab itu sebelum siswa menerapkan meteri yang telah disampaikan tentunya siswa harus memiliki kemampuan pemahaman yang baik.
8
9
Sudjana (2014: 24) mengungkapkan bahwa contoh siswa yang telah paham adalah siswa dapat menjelaskan dengan susunan kalimatnya sendiri sesuatu yang dibaca atau didengarnya, memberi contoh lain dari yang telah dicontohkan, atau menggunakan petunjuk penerapan pada kasus lain. Lebih lanjut Sudjana menambahkan bahwa kemampuan pemahaman dapat dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu : 1) Tingkat terendah adalah pemahaman terjemahan, mulai terjemahamn dalam arti yang sebenarnya, mengeartikan dan menerapkan prinsipprinsip, 2) Tingkat kedua adalah pemahaman penafsiran, yakni menghubungkan pengertian-pengertian terdahulu dengan yang diketahui berikutnya, atau menghubungkan bebebrapa bagian dari grafik dengan kejadian, membedakan yang pokok dan bukan pokok, dan 3) Tingkat ketiga atau tertinggi adalah pemahaman ektrapolasi. Dengan ekstrapolasi diharapkan seseorang mampu melihat dibalik yang tertulis, dapat membuat ramalan tentang konsekuensi atau dapat memperluas persepsi dalam arti waktu, dimensi, kasus, ataupun masalahnya (2014: 24). Namun, Hamalik (2012: 78) memiliki pendapat yang berbeda yakni siswa dikatakan paham apabila siswa mengetahui apa yang dikomunikasikan dan dapat menggunakan bahan atau gagasan tanpa perlu menghubungkannya dengan materi lain atau melihat implikasinya. Peneliti tidak sependapat dengan pernyataan Hamalik tersebut, menurut peneliti seseorang dikatakan paham apabila ia mampu menghubungkan informasi yang diperoleh dengan kehidupan sehari-hari maupun pengalaman yang pernah ia alami. Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pemahaman adalah kemampuan seseorang untuk menangkap, mengerti dan memahami makna bahan yang sedang dikomunikasikan sehingga dapat memanfaatkan dan mengembangkan bahan tersebut. Siswa dikatakan paham dengan materi yang disampaikan apabila siswa yang bersangkutan mampu mengetahui, menyimpulkan, menjelaskan kembali dengan kata-kata yang
10
dirangkai sendiri tanpa mengubah makna, serta memberikan contoh-contoh lain secara tepat. b. Pengertian Konsep Konsep merupakan poin penting dari suatu pemikiran yang biasanya terkandung pada pengertian dalam materi yang dikomunikasikan. Jacobsen, Eggen dan Kauchak (2009: 98) berpendapat bahwa, konsep adalah gagasan yang merujuk pada sebuah kategori dimana semua anggotanya memiliki karakteristik umum. Sejalan dengan pendapat tersebut, Hamalik (2012: 132) mengemukakan bahwa, “Konsep adalah kelas atau kategori stimulus yang memiliki ciri-ciri yang umum. Stimulus adalah objek, peristiwa, atau orang (person).” Pendapat keduanya semakin dipertegas oleh pendapat Santrock (2014: 3) yang menyatakan bahwa, konsep adalah kelompok objek-objek, peristiwa, dan karakteristik berdasarkan properti umum. Selanjutnya Winkel (2005: 92) memiliki pendapat yang tak jauh berbeda bahwa konsep adalah arti yang mewakili sejumlah objek yang memiliki kesamaan pada ciri-cirinya. Sedangkan menurut Suyono dan Hariyanto (2012: 154), konsep merupakan sekelompok fakta dan keterangan yang memiliki makna. Secara lebih ringkas, konsep terkait dengan memilah atau mengelompokkan sesuatu menjadi kategori. Sementara itu Samlawi dan Maftuh (2001: 10) menyatakan bahwa, konsep adalah kesepakatan bersama dalam menamai sesuatu dan merupakan alat intelektual dalam kegiatan berfikir dan memecahkan masalah. Senada dengan pendapat tersebut, Sagala (2006: 71) mengemukakan bahwa, konsep adalah buah pikiran seseorang maupun sekelompok orang yang dituangkan dalam definisi sehingga menjadi produk pengetahuan yang meliputi prinsip-prinsip, hukum dan teori. Berdasarkan pendapat
dari beberapa ahli di atas peneliti dapat
menyimpulkan bahwa konsep adalah gagasan yang berupa penyederhanaan sejumlah objek dan peristiwa yang dikelompokkan berdasarkan ciri-ciri yang sama ke dalam satu kelas atau kategori. Siswa dapat membentuk konsep melalui
11
pengalaman langsung dengan benda-benda maupun peristiwa dalam kehidupan mereka sehari-hari dengan demikian akan meningkatkan efisiensi memori dan komunikasi. c. Pengertian Pemahaman Konsep Santrock (2014: 2) mengemukakan bahwa pemahaman konseptual merupakan aspek penting dalam pembelajaran, pemahaman konseptual sendiri ditingkatkan saat guru mengeksplorasi topik secara mendalam. Membimbing siswa dalam memahami konsep-konsep utama dalam subjek lebih penting daripada hanya mengharuskan mereka menghafalkan fakta-fakta terisolasi. Pemahaman konsep dapat disebut pula belajar konsep, Djamarah (2008: 32) mengemukakan bahwa, “Belajar konsep adalah berpikir dalam konsep dan belajar pengertian. Taraf ini adalah taraf komprehensif. Taraf kedua dalam taraf berpikir.” Untuk mengetahui apakah siswa telah mengetahui suatu konsep, Hamalik (2012: 166) menyatakan paling tidak ada empat hal yang dapat diperbuatnya, yaitu sebagai berikut : 1) Ia dapat menyebutkan nama contoh-contoh konsep bila dia melihatnya. 2) Ia dapat menyatakan ciri-ciri (properties) konsep tersebut. 3) Ia dapat memilih, membedakan antara contoh-contoh dari yang bukan contoh. 4) Ia mungkin lebih mampu memecahkan masalah yang berkenaan dengan konsep tersebut. Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa pemahaman konsep adalah kemampuan yang dimiliki individu untuk menangkap arti dan makna materi yang dipelajari serta mampu memanfaatkan dan mengembangkan materi sehingga dapat memecahkan masalah yang berhubungan dengan materi tersebut. d. Pemahaman Konsep Masalah Sosial Masalah sosial adalah masalah yang terjadi pada hubungan di antara warga masyarakat. Gillin dan Gillin dalam Soekanto (2006: 312) mengemukakan
12
bahwa, “Masalah sosial merupakan suatu ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat, yang membahayakan kehidupan kelompok sosial. Atau menghambat terpenuhinya keinginan-keinginan pokok warga kelompok sosial tersebut sehingga menyebabkan kepincangan ikatan sosial.” Menurut
Michailakis
dan
Schirmer
dalam
jurnal
internasional
mengemukakan bahwa, “When something – an adverse condition, a gap between expectations and how things are etc. – is described as a social problem” ( International Journal of Social Work and Social Problems 23(4), pp. 431-442). Ketika sesuatu – kondisi yang merugikan, kesenjangan antara harapan dan bagaimana hal-hal lain – digambarkan sebagai masalah sosial. Hidayati dkk (2009: 5-7) mengemukakan bahwa, masalah sosial berkaitan dengan ukuran dari nilai-nilai dan norma-norma
sosial yang berlaku dalam
kehidupan masyarakat. Hal ini disebut masalah karena memang ada kesenjangan antara tata kelakuan yang seharusnya berlaku dengan keadaan yang sebenarnya terjadi. Sejalan dengan pendapat tersebut, Soetomo (2010: 1) menyatakan bahwa, masalah sosial merupakan suatu keadaan yang tidak diharapkan oleh sebagian besar masyarakat, karena gejala tersebut merupakan keadaan yang tidak sesuai dengan nilai, norma dan standar sosial yang berlaku. Dalam masyarakat tentunya memiliki nilai dan norma sendiri yang berbeda dengan masyarakat lain. Nilai dan norma masyarakat inilah yang menjadi tuntunan, pedoman ataupun patokan dalam menjalani kehidupan. Dari pendapat ahli di atas, menurut peneliti masalah sosial adalah suatu keadaan yang bertentangan dengan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku di masyarakat, sehingga menimbulkan kesenjangan antara tata kelakuan yang seharusnya dilakukan dengan keadaan yang sebenarnya terjadi. Berdasarkan uraian yang sudah dijelaskan dapat disimpulkan bahwa pemahaman konsep masalah sosial adalah kemampuan siswa untuk manangkap mengerti dan memahami keadaan yang bertentangan dengan nilai-nilai dan norma-norma di masyarakat yang menimbulkan kesenjangan antara tata kelakuan
13
yang seharusnya dilakukan dengan keadaan yang sebenarnya terjadi sehingga siswa dapat mengantisipasi maupun menanggulangi masalah tersebut. Siswa dikatakan paham terhadap konsep IPS khususnya materi masalah sosial apabila siswa mampu untuk : 1) Memaknai arti dan konsep masalah sosial. 2) Menjelaskan dengan kata-katanya sendiri mangenai definisi atau pengertian dan ciri-ciri konsep yang terdapat dalam materi masalah sosial. 3) Memilih dan membedakan antara contoh dari yang bukan konsep masalah sosial. 4) Mendeskripsikan peristiwa yang berkaitan dengan materi masalah sosial. 5) Memecahkan permasalahan yang berkaitan dengan materi masalah sosial. e. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Sekolah Dasar (SD) 1) Pengertian IPS Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah gabungan dari beberapa cabang ilmu sosial. Hal tersebut dapat dikaitkan dengan pendapat Trianto (2014: 171) bahwa, IPS merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial, seperti sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum dan budaya. Sejalan dengan pendapat tersebut, Samlawi dan Maftuh (2001: 5) menyatakan bahwa, IPS adalah mata pelajaran yang memadukan konsep-konsep dasar dari bermacam-macam ilmu sosial yang disusun sesuai kelayakan dan kebermaknaannya bagi siswa dan kehidupannya. Selanjutnya Sumaatmadja (2007: 1.9) memiliki pendapat yang tak jauh berbeda bahwa, IPS merupakan mata pelajaran yang mempelajari kehidupan sosial yang mengintegrasikan berbagai bidang ilmu-ilmu sosial dan humaniora. Pendapat di atas semakin diperkuat oleh National Council for Social Studies (NCSS) dalam Hidayati, Mijinem, dan Senen (2009: 1-6) mendifinisikan IPS sebagai berikut : Social studies is the integrated study of the science and humanities to promote civic competence. Within the school program, social studies provides coordinated, systematic study drawing upon such disciplines as anthropology, economics, geography, history, law, philosophy, political
14
science, psychology, religion, and sociology, as well as appropriate content from the humanities, mathematics, and natural science. The primary purpose of social studies is to help young people develop the ability to make informed and reasoned decisions for the public good as citizen of a culturally diverse, democratic society in an interdependent world. Dapat diartikan bahwa IPS merupakan ilmu yang terintegrasi antara ras manusia dan ilmu pengetahuan untuk mempromosikan kemampuan kewarganegaraan. Di dalam program sekolah, ilmu sosial menyediakan ilmu yang dipadukan secara sistematis sebagai disiplin-disiplin ilmu seperti : ilmu antropologi, ekonomi, geografi, sejarah, hukum, filosofi, ilmu pengetahuan politik, psikologi, agama, dan sosiologi, seperti juga sesuai isi ras manusia, matematika, dan ilmu pengetahuan alam. Sementara itu Sapriya (2009: 19) mengemukakan bahwa, istilah IPS merupakan nama mata pelajaran ditingkat sekolah dasar dan menengah atau nama program studi di perguruan tinggi yang identik dengan istilah social studies. Lebih lanjut Sapriya (2009: 20), menyatakan bahwa, IPS di sekolah dasar merupakan mata pelajaran yang berdiri sendiri sebagai integrasi dari sejumlah konsep disiplin ilmu sosial, humaniora, bahkan berbagai isu dan masalah sosial kehidupan. Hampir serupa dengan pendapat tersebut, Winataputra (2009: 1.40) mengemukakan bahwa IPS merupakan suatu studi masalah-masalah sosial yang dipilih dan dikembangkan melalui pendekatan indisipliner dengan maksud masalah-masalah tersebut dapat dipahami siswa. Dari berbagai pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa IPS adalah mata pelajaran yang memadukan konsep-konsep dasar dari berbagai ilmu sosial yang terintegrasi seperti ekonomi, sosiologi, geografi, sejarah, antropologi, hukum, filsafat, politik, psikologi dan juga humaniora sehingga ilmu ini dapat digunakan untuk membekali manusia baik sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial dalam menjalani kehidupannya.
15
2) Tujuan IPS Semua mata pelajaran pasti memiliki tujuan yang ingin dicapai, demikian pula dengan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Tujuan yang ingin dicapai tersebut tentunya harus dikaitkan dengan kebutuhan dan disesuaikan dengan
tantangan-tantangan
kehidupan
yang
akan
dihadapi
anak.
Sumaatmadja (2007: 1.10) mengemukakan bahwa, Pendidikan IPS bertujuan untuk membimbing dan membina siswa menjadi warga negara yang baik, berpengetahuan, berketrampilan dan memiliki kepedulian sosial yang berguna untuk dirinya sendiri, masyarakat maupun negara. Sejalan dengan pendapat tersebut, kurikulum 2004 untuk tingkat SD dalam Hidayati dkk (2009: 1-24) menyatakan bahwa Pengetahuan Sosial (sebutan IPS dalam kurikulum 2004) bertujuan untuk: a) mengajarkan konsep-konsep dasar sosiologi, geografi, ekonomi, sejarah,dan kewarganegaraan,pedagogis dan psikologis. b) mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan sosial. c) membangun komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan. d) meningkatkan kemampuan bekerja sama dan berkompetensi dalam masyarakat yang majemuk, baik secara nasional maupun global. Pendapat senada juga dikemukakan oleh Trianto (2014: 176) bahwa, Tujuan IPS yang paling utama adalah mengembangkan potensi siswa agar memiliki kepekaan terhadap masalah sosial yang terjadi sehari-hari dalam kehidupan masyarakat serta terampil mengatasi masalah-masalah tersebut. Dengan adanya tujuan pendidikan yang jelas, tegas dan terarah barulah pendidik dapat menentukan usaha-usaha apa yang akan dilakukan dan materi apa saja yang sebaiknya diberikan kepada siswanya. Sebab tujuan pembelajaran dapat dicapai manakala program-program pelajaran dapat diorganisasikan dengan baik. Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan IPS adalah membina dan mengembangkan kemampuan mental-intelektual
16
siswa agar menjadi seorang individu yang berpengetahuan, berketerampilan dan berkepedulian sosial yang berguna serta
dapat diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari baik bagi dirinya sendiri, masyarakat maupun negara. 3) Karakteristik IPS Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan integrasi dari berbagai disiplin ilmu-ilmu sosial, seperti sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum dan budaya. Karena terdiri dari berbagai disiplin ilmu sosial maka IPS memiliki ciri-ciri khusus atau karakteristik yang berbeda dengan bidang ilmu lain. Hidayati dkk (2009: 1-26) menjelaskan karakteristik IPS dapat dilihat dari : a) Materi IPS Materi IPS digali dari berbagai aspek kehidupan sehari-hari di lingkungan masyarakat sehingga berkembang menjadi beberapa sub bahasan. Mulyono
Tjokrodikarjo
dalam
Hidayati
dkk
(2010:
1.26)
mengemukakakan ada 5 macam sumber materi IPS antara lain : (1) Segala sesuatu atau apa saja yang ada dan terjadi di sekitar anak sejak dari keluarga, sekolah, desa, kecamatan sampai lingkungan yang luas Negara dan dunia dengan berbagai permasalahannya. (2) Kegiatan manusia, misalnya: mata pencaharian, pendidikan, keagamaan, produksi, komunikasi, transportasi. (3) Lingkungan geografi dan budaya meliputi segala aspek geografi dan antropologi yang terdapat sejak dari lingkungan anak yang terdekat sampai yang terjauh. (4) Kehidupan masa lampau, perkembangan kehidupan manusia, sejarah yang dimulai dari sejarah lingkungan terdekat sampi lingkungan terjauh, tentang tokoh-tokoh dan kejadian yang besar. (5) Anak sebagai sumber materi meliputi berbagai segi, dari makanan, pakaian, permainan, keluarga. Sehingga masyarakat dan lingkungan selain menjadi sumber materi IPS juga sekaligus menjadi laboratorium. b) Strategi Penyampaian Pengajaran IPS Strategi penyampaian pengajaran IPS, sebagaian besar adalah didasarkan pada suatu tradisi, yaitu materi disusun dalam urutan: anak (diri sendiri),
17
keluarga, masyarakat/tetangga, kota, region, negara dan dunia. Dapat diasumsikan bahwa anak pertama-tama memperoleh konsep yang berhubungan dengan lingkungan terdekat atau diri sendiri, selanjutnya secara
bertahap
dan
sistematis
anak
bergerak
mengembangkan
kemampuannya untuk meghadapi unsur-unsur dunia yang lebih luas. 4) Ruang Lingkup IPS di kelas IV SD Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) penting diajarkan pada siswa jenjang Sekolah Dasar (SD) karena bertujuan agar siswa mampu mengembangkan pengetahuan dan keterampilan dasar yang berguna untuk kehidupan seharihari baik bagi dirinya maupun orang lain. Sumaatmadja
(2007:
12.32)
mengungkapkan
dalam
kurikulum
pendidikan dasar, kajian pendidikan IPS meliputi : a) Hal-hal yang berhubungan dengan pengetahuan sosial, termasuk kajian tentang: (1) keluarga, (2) masyarkat setempat, (3) uang, (4) tabungan, (5) pajak, (6) ekonomi setempat, (7) masyarakat setempat, (8) wilayah propinsi, (9) wilayah kepulauan, (10) pemerintah daerah, (11) Negara RI, (12) pengenalan kawasan dunia. b) Yang berhubungan dengan sejarah, meliputi: (1) sejarah lokal, (2) kerajaan-kerajaan di Indonesia, (3) tokoh dan peristiwa, (4) bangunan sejarah, (5) Indonesia pada zaman Portugis, Spayol, Belanda, dan pendudukan Jepang, dan (6) beberapa peristiwa penting masa kemerdekaan. Dalam pembelajaran IPS di kelas IV SD memiliki satu standar kompetensi yang diturunkan menjadi empat kompetensi dasar yang harus dicapai siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Adapun standar kompetensi dan kompetensi dasar untuk mata pelajaran IPS kelas IV khususnya pada semester 2 adalah sebagai berikut :
18
Tabel 2.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar kelas IV semester 2 Standar Kompetensi 2. Mengenal sumber daya
Kompetensi Dasar 1.1 Mengenal
alam,
kemajuan
teknologi
yang
potensi di daerahnya. 1.2 Mengenal
di
lingkungan
ekonomi
berkaitan dengan sumber daya alam dan
kegiatan ekonomi, dan
aktivitas
pentingnya
koperasi
dalam
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 1.3 Mengenal
perkembangan
teknologi
kabupaten/kota dan
produksi, komunikasi, dan transportasi
provinsi
serta pengalaman menggunakannya. 1.4 Mengenal persoalan sosial di daerahnya.
Dari kompetensi dasar yang ada, dalam penelitian ini peneliti akan mambahas terfokus pada kompetensi dasar yang keempat yaitu mengenal permasalahan sosial di daerahnya. 5) Materi Masalah Sosial di Sekolah Dasar (SD) Kelas IV a) Pengertian Masalah Sosial Masalah sosial adalah masalah yang terjadi pada hubungan di antara warga masyarakat. Gillin dan Gillin dalam Soekanto (2006: 312) mengemukakan bahwa, masalah sosial adalah ketidaksesuaian dalam unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat,
hal ini membahayakan
kehidupan kelompok sosial. Menurut Michailakis dan Schirmer dalam jurnal internasional mengemukakan bahwa, “When something – an adverse condition, a gap between expectations and how things are etc. – is described as a social problem” ( International Journal of Social Work and Social Problems 23(4), pp. 431-442). Ketika sesuatu – kondisi yang merugikan, kesenjangan antara harapan dan bagaimana hal-hal lain – digambarkan
19
sebagai masalah sosial. Dari jurnal tersebut dapat diketahui bahwa masalah sosial adalah kesenjangan antara harapan dan keadaan yang sebenarnya terjadi sehingga dapat merugikan masyarakat. Hidayati dkk (2009: 5-7) mengemukakan bahwa, masalah sosial merupakan ukuran tentang nilai-nilai dan norma-norma
sosial yang
berlaku dalam kehidupan masyarakat. Hal ini disebut masalah karena memang ada kesenjangan antara tata kelakuan yang seharusnya berlaku dengan keadaan yang sebenarnya terjadi. Sejalan dengan pendapat tersebut, Soetomo (2010: 1) menyatakan bahwa, masalah sosial adalah suatu keadaan yang tidak diharapkan oleh sebagian besar masyarakat, karena gejala tersebut merupakan keadaan yang tidak sesuai dengan nilai, norma dan standar sosial yang berlaku.
Dalam masyarakat tentunya
memiliki nilai dan norma sendiri yang berbeda dengan masyarakat lain. Nilai dan norma masyarakat inilah yang menjadi tuntunan, pedoman ataupun patokan dalam menjalani kehidupan. Sementara itu Parillo dalam Soetomo (2010: 6) mengemukakan, bahwa situasi dan kondisi dapat disebut sebagai masalah sosial apabila terlihat indikasi keberadaan komponen-komponen berikut ini : (1) Kondisi sosial merupakan masalah yang bertahan untuk suatu periode waktu tertentu. Kondisi yang pada awalnya dianggap masalah, namun dikemudian hari menghilang dan tidak lagi menjadi masalah sosial. (2) Suatu kondisi yang dapat menyebabkan berbagai kekurangan fisik atau non fisik, baik pada msyarakat atau individu. (3) Merupakan suatu bentuk pelanggaran terhadap nilai-nilai dalam kehidupan masyarakat. (4) Menimbulkan kebutuhan dan perpecahan. Sedangkan Soekanto (2006: 312 ) berpendapat bahwa, masalah sosial merupakan akibat proses perkembangan masyarakat. Artinya, masalah sosial memang sewajarnya timbul apabila tidak diinginkan adanya hambatan-hambatan terhadap gagasan baru.
20
Dari penjelasan ahli di atas dapat disimpulkan bahwa masalah sosial adalah suatu keadaan yang bertentangan dengan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku di masyarakat, sehingga menimbulkan kesenjangan antara tata kelakuan yang seharusnya dilakukan dengan keadaan yang sebenarnya terjadi. b) Sebab-sebab Timbulnya Masalah Sosial Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, masalah sosial muncul akibat adanya kesenjangan antara nilai dan norma dalam masyarakat dengan realita yang ada. Menurut pendapat Soekanto (2006: 315), masalah sosial timbul dari kekurangan-kekurangan dalam diri manusia secara individu maupun kelompok sosial yang bersumber pada faktor-faktor berikut : (1) Faktor ekonomis, antara lain kemiskinan, pengangguran, dan sebagainya. (2) Faktor biologis, antara lain penyakit dan kesehatan tubuh. (3) Faktor biopsikologis, antara lain penyakit syaraf, bunuh diri, dan disorganisasi jiwa. (4) Faktor kebudayaan, antara lain perceraian, kejahatan,kenakalan anak-anak, konflik rasial, dan keagamaan. Sedangkan Hidayati dkk (2009: 5-8) mengemukakkan bahwa, Setiap
masyarakat
pasti
mengharapkan
adanya
kemajuan
dan
perkembangan dalam kehidupannya. Tidak bisa dipungkiri bahwa kemajuan-kemajuan atau perkembangan-perkembangan itu diiringi oleh dampak-dampak yang akan berpengaruh bagi kehidupan masyarakatnya. Banyak perubahan yang berpengaruh bagi masyarakat walaupun mungkin mengakibatkan
goncangan-goncangan,
terlebih
apabila
perubahan
berlangsung secara cepat dan bertubi-tubi. Pada jangka waktu tersebut masyarakat menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi, dalam keadaan inilah masalah-masalah sosial timbul. Jadi sebetulnya masalah-masalah sosial yang ada merupakan dampak dari proses
21
perkembangan kehidupan masyarakat. Semakin cepat perkembangan berlangsung
maka
semakin
banyak
pula
masalah
yang
timbul
mengiringinya. Dari uraian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa faktorfaktor penyebab timbulnya masalah sosial antara lain faktor ekonomis, biologis, biopsikologis dan kebudayaan yang kesemuanya merupakan dampak dari proses perkembangan kehidupan masyarakat. c) Jenis-jenis Masalah Sosial Masalah sosial yang hidup dalam masyarakat kita jenis dan bentuknya sangat banyak dan beragam. Masalah-masalah tersebut antara lain : (1) Kemiskinan Soekanto (2006: 320) berpendapat bahwa, kemiskinan adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak mampu memelihara dirinya sendiri menyamai taraf kehidupan kelompok dan juga tidak dapat memanfaatkan mental, maupun fisiknya dalam kelompok tersebut. Masalah kemiskinan bisa dipandang secara relatif oleh masingmasing orang, hal ini tergantung pada taraf kehidupan masyarakat setempat. Bagi masyarakat modern, miskin itu dipandang karena tidak terpenuhinya
seluruh
kebutuhan
hidupnya.
Akan
tetapi
bagi
masyarakat yang sederhana kemiskinan dipandang karena mereka tidak dapat memenuhi kebutuhan primernya seperti sandang, pangan, dan papan. (2) Kejahatan atau Kriminalitas Biasanya kejahatan yang dilakukan seseorang disebabkan karena tingginya angka pengangguran dan kemiskinan. Minimnya pendidikan seseorang juga dapat membuat seseorang berbuat nekat. Namun dewasa ini kejahatan tidak hanya disebabkan oleh faktor kemiskinan dan tingkat pendidikan, karena nyatanya saat ini orang yang sudah
22
mampu secara finansial dan berpendidikan pun dapat melakukan tindak kejahatan, misalnya saja korupsi. (3) Disorganisasi keluarga Disorganisasi keluarga dapat diartikan sebagai perpecahan dalam keluarga. Soekanto (2006: 324) berpendapat bahwa, disorganisasi keluarga yaitu
perpecahan dalam keluarga dikarenakan anggota-
anggotanya gagal memenuhi kewajiban-kewajiban sesuai dengan peranan sosialnya. Bentuk-bentuk disorganisasi keluarga antara lain : unit keluarga tidak lengkap karena hubungan di luar perkawinan, perceraian, tidak ada komunikasi yang baik diantara anggota keluarga, dan krisis keluarga yang disebabkan faktor intern dan ekstern. (4) Peperangan Masalah peperangan berbeda dengan masalah sosial lainnya karena menyangkut beberapa masyarakat sekaligus. Peperangan merupakan masalah sosial yang paling sulit dipecahkan sepanjang sejarah kehidupan manusia. Peperangan mengakibatkan disorganisasi dalam berbagai aspek kemasyarakatan baik bagi Negara yang dapat memenangkan perang maupun bagi Negara yang kalah perang. (5) Pelanggaran Terhadap Norma - norma Masyarakat Bentuk masalah sosial yang disebabkan oleh pelanggaran terhadap norma-norma masyarakat dapat berupa : (a) Delinkuensi
anak-anak,
Hidayati
dkk
(2009:
5-12)
mengemukakan bahwa, delinkuensi anak-anak adalah kelompok anak-anak muda yang tergabung dalam suatu organisasi formal maupun non formal
yang memiliki
tingkah laku
yang
bertentangan dengan norma dan nilai sehingga tidak disukai oleh masyarakat pada umumnya. Misalnya segerombolan anak suka
23
kebut-kebutan di jalan, masyarakat menjadi terganggu karena menimbulkan kebisingan dan membahayakan pengguna jalan lainnya. (b) Pemabuk, pemabuk pada kebanyakan masyarakat pada umumnya tidak berkisar pada apakah alkohol boleh atau dilarang dipergunakan. Persoalan pokoknya adalah siapa yang boleh menggunakan,
dimana,
kapan,
dan
dalam
kondisi
yang
bagaimana. (6) Masalah Kependudukan Hidayati dkk (2009: 5-12) menyatakan bahwa, masalah kependudukan merupakan masalah yang mendasari timbulnya masalah-masalah sosial yang lain. Pertumbuhan penduduk akan diikuti oleh pertumbuhan kebutuhan hidupnya. Apabila kebutuhan hidup itu tidak terpenuhi akan mengakibatkan terjadinya berbagai macam ketimpangan. (7) Masalah Lingkungan Masalah dilingkungan
lingkungan hidup
merupakan
manusia.
masalah
Hidayati
dkk
yang
terjadi
(2009:
5-12)
mengungkapkan bahwa masalah lingkungan tidak dapat tidak bisa berdiri sendiri artinya masalah ini terkait dengan masalah-masalah yang lain, seperti masalah kependudukan, misal tingginya arus urbanisasi, rendahnya kualitas sumber daya manusia, dan sebagainya. d) Pemecahan Masalah Sosial Pemahaman masalah sosial adalah terletak pada kondisi yang tidak diharapkan, dan oleh sebab itu diperlukan upaya untuk melakukan perubahan. Menurut Soetomo (2010: 9) ada dua hal yang memegang peranan penting dalam penanganan masalah sosial. Yang pertama, kegiatan mengidentifikasi masalah termasuk di dalamnya mengundang
24
khalayak akan keberadaan masalah tersebut. Kedua, kegiatan untuk merencanakan dan melaksanakan suatu tindakan guna pemecahannya. Tentunya berbagai masalah tersebut tidak mungkin dibiarkan begitu saja. Masalah sosial harus diatasi. Negara tidak akan maju jika masih banyak terjadi masalah sosial. Mengatasi masalah sosial bukanlah perkara yang mudah. Pemerintah selalu berusaha mengatasi berbagai masalah sosial dengan melibatkan peran serta tokoh masyarakat, pengusaha, pemuka agama, tetua adat, lembaga-lembaga sosial dan lain-lainnya. Berikut ini beberapa contoh upaya
yang telah
dilakukan oleh
pemerintah dalam mengatasi
permasalahan sosial, yakni : (1) Pemberian kartu askes Kartu Askes (Asuransi Kesehatan) diberikan kepada keluarga miskin. Kartu Askes kadang disebut Askeskin (Asuransi Kesehatan Keluarga Miskin). Dengan kartu Askes, keluarga miskin dapat berobat di rumah sakit yang ditunjuk dengan biaya ringan atau gratis. (2) Pemberian beras untuk masyarakat miskin (Raskin) Raskin
merupakan program
pemberian bantuan pangan
dari
pemerintah berupa beras dengan harga yang sangat murah. Dengan raskin diharapkan masyarakat yang termasuk keluarga miskin dapat memenuhi kebutuhan pangannya. (3) Pemberian Bantuan Operasional Sekolah (BOS) BOS diberikan kepada siswa-siswi sekolah mulai dari sekolah dasar sampai
tingkat
SLTA.
Tujuannya
untuk
meringankan
biaya
pendidikan. Sekarang juga sudah dilakukan program BOS buku. Yakni program penyediaan buku pelajaran bagi siswa sekolah. Dengan BOS buku diharapkan orang tua tidak lagi dibebani biaya membeli buku pelajaran untuk anaknya yang sekolah. (4) Sekolah terbuka
25
Sekolah terbuka merupakan sekolah yang waktu belajarnya tidak terlalu padat dan terikat. Sekolah terbuka diperuntukkan bagi siswa yang kurang mampu. Dengan sekolah terbuka siswanya dapat sekolah meskipun sudah bekerja. (5) Program pendidikan luar sekolah Pendidikan luar sekolah biasanya berupa kursus-kursus seperti menjahit, perbengkelan ataupun komputer. Pemerintah mengadakan program pendidikan luar sekolah agar anak-anak yang tidak sekolah atau putus sekolah dapat tetap memiliki ilmu dan ketrampilan. (6) Pemberian Bantuan Tunai Langsung (BTL) BTL diberikan kepada masyarakat miskin yang tidak berpenghasilan. BTL merupakan dana kompensasi/pengganti kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). (7) Pemberian bantuan modal usaha Bantuan modal usaha diberikan kepada masyarakat miskin yang akan mengembangkan atau memulai suatu usaha. Biasanya untuk usaha kecil dan menengah. Bantuan modal usaha ini adalah dalam rangka mengurangi angka pengangguran dan kemiskinan. Selain berbagai bantuan dari pemerintah, ada juga pihak-pihak lain yang juga turut membantu mengatasi masalah sosial, antara lain : (1) Menjadi orang tua asuh bagi anak sekolah yang kurang mampu. (2) Para tokoh agama memberikan penyuluhan tentang keimanan dan moral dalam menghadapi masalah sosial. (3) Para pengusaha dan lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan lain memberikan bantuan, beasiswa, modal usaha, penyuluhan, dan pendidikan. (4) Lembaga-lembaga dari PBB seperti UNESCO, UNICEF dan WHO memberikan bantuan kepada pemerintah Indonesia untuk mengatasi masalah sosial.
26
(5) Organisasi pemuda seperti karang taruna dan remaja masjid mendidik dan mengarahkan para pemuda putus sekolah untuk berkarya. Sehingga ikut mengatasi masalah sosial. (6) Perguruan tinggi melakukan pengabdian kepada masyarakat dengan memberikan berbagai penyuluhan, bakti sosial ataupun melatih keterampilan.
2. Hakikat Strategi Pembelajaran Card Sort a. Pengertian Strategi Pembelajaran Dalam kegiatan belajar mengajar seorang guru dituntut untuk memiliki siasat atau strategi dalam melaksanakan tugas mengajarnya. Strategi dalam kegiatan belajar mengajar dimaksudkan untuk mensiasati agar pembelajaran dapat berjalan secara efektif
sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Proses
pembelajaran akan berjalan efektif apabila berlangsung dalam kondisi dan situasi yang kondusif, hangat, menyenangkan, menarik dan nyaman. Oleh karena itu, guru harus memahami berbagai strategi pembelajaran dengan berbagai karakteristiknya sehingga mampu memilih strategi mengajar yang tepat. Suyono dan Hariyanto (2012: 20) menyatakan bahwa, Strategi pembelajaran adalah rangkaian kegiatan dalam proses pembelajaran yang terkait dengan pengelolaan siswa, pengelolaan guru, pengelolaan kegiatan pembelajaran, pengelolaan lingkungan belajar, pengelolaan sumber belajar dan penilaian (asesmen) agar pembelajaran lebih efektif dan efisien sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ditetapkan. Lebih lanjut Suyono dan Hariyanto (2012: 20) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran hakikatnya terkait dengan perencanaan dan kebijakan yang dirancang di dalam mengelola pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan.
27
Senada dengan pendapat tersebut Sanjaya (2006: 126) menjelaskan bahwa, “Strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.” Terdapat dua hal yang perlu diperhatikan dalam pengertian tersebut, yang pertama strategi pembelajaran merupakan rencana tindakan dan yang kedua strategi disusun untuk mencapai tujuan tertentu. Selanjutnya Abimanyu (2010: 2-3) mengemukakan bahwa konsep strategi pembelajaran mengandung makna yang multi dimensi dalam arti dapat ditinjau dari berbagai segi atau sudut pandang, baik itu dari dimensi perencanaan maupun dimensi pelaksanaan. Dalam perkembangannya strategi telah digunakan dalam berbagai situasi, termasuk di dalamnya pendidikan. Sumantri dan Permana (2011: 36) menguraikan, implementasi konsep strategi dalam belajar mengajar sekurangkurangnya melahirkan pengertian berikut : 1) Strategi merupakan suatu keputusan bertindak dari guru dengan menggunakan kecakapan dan sumber daya pendidikan yang tersedia untuk mencapai tujuan melalui hubungan yang efektif antara lingkungan dan kondisi yang paling menguntungkan. 2) Strategi merupakan garis besar haluan bertindak dalam mengelola proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan pengajaran secara efektif dan efisien. 3) Strategi dalam proses belajar mengajar merupakan suatu rencana (mengandung serangkaian aktivitas) yang dipersiapkan secara seksama untuk mencapai tujuan-tujuan belajar. 4) Strategi merupakan pola umum perbuatan guru dan peserta didik di dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar. Sementara itu Hamdani (2011: 19) menjelaskan, apabila dihubungkan dengan proses belajar mengajar, strategi adalah cara yang dipilih untuk menyampaian materi pelajaran dalam lingkungan pengajaran tertentu yang meliputi sifat, lingkup dan urutan kegiatan yang dapat memberikan pengalaman belajar bagi siswa.
28
Secara singkat menurut Tweelker dalam Sumatri dan Permana (2011: 36) menjelaskan bahwa strategi belajar mengajar pada dasarnya mencakup empat hal utama yakni : 1) 2) 3) 4)
Penetapan tujuan pengajaran, Pemilihan sistem pendekatan belajar mengajar, Pemilihan dan penetapan prosedur, metode dan teknik belajar mengajar, Penetapan kriteria keberhasilan proses belajar mengajar dan evaluasi yang dilakukan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran merupakan rancangan yang berisi rangkaian kegiatan dalam proses pembelajaran baik itu yang terkait dengan pengelolaan siswa, guru, kegiatan belajar, lingkungan belajar, sumber belajar maupun penilaian yang didesain dan dipersiapkan secara seksama guna mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan secara efektif dan efisien. b. Pengertian Strategi Pembelajaran Card Sort Card Sort dapat disebut pula kartu sortir yang artinya pemilihan kartu. Sesuai dengan apa yang diuraikan Warsono dan Hariyanto (2013: 47) bahwa, Card Sort adalah pembelajaran yang menggunakan kartu indeks. Teknik ini sebenarnya merupakan gabungan antara teknik pembelajaran aktif individual dengan teknik pembelajaran kolaboratif atau teknik pembelajaran
kooperatif
bergantung pada keinginan guru. Selanjutnya menurut Silberman (2009: 169), Card Sort merupakan aktivitas kerjasama yang bisa digunakan untuk mengajarkan konsep, karakteristik klasifikasi, fakta tentang benda, atau menilai informasi. Sejalan dengan pendapat tersebut Zaini, Munthe, dan Aryani (2008: 50) menyatakan bahwa Card Sort merupakan strategi kegiatan kolaboratif yang bisa digunakan untuk mengajarkan konsep, karakteristik, klasifikasi, fakta tentang objek atau meriview informasi. Sementara itu Saefuddin dan Berdiati (2014: 167) mengemukakan pendapat yang tak jauh berbeda, bahwa strategi Card Sort sangat cocok digunakan untuk
29
mereview pengetahuan/ informasi atau untuk mengajarkan konsep, klasifikasi, fakta dan karakteristik hal tertentu. Menurut Righi dalam jurnal internasional mengemukakan bahwa, Card Sorting is a research method that employs users input to help derive an effective navigation structure (international Journal of Card Sort Analysis Best Practices Vol. 8, 2013, No. 69). Kartu penyortiran adalah metode penelitian yang menggunakan masukan pengguna untuk membantu menurunkan stuktur navigasi yang efektif. Dalam proses belajar mengajar diperlukan keterlibatan mental dan kerja siswa itu sendiri . Penjelasan secara lisan tidak akan membuahkan hasil belajar yang langgeng. Strategi Card Sort ini merupakan pembelajaran yang menekankan keaktifan, dimana siswa dituntut bergerak secara aktif dan dinamis mencari pasangan-pasangan kartu yakni mencari teman dengan kategori yang sama. Menurut Silberman (2009: 169), “Gerakan fisik yang ada di dalamnya dapat membantu menggairahkan siswa yang merasa penat.” Hal ini dipertegas oleh Zaini dkk (2008: 50) bahwa, “Gerakan fisik yang aktif di dalam strategi ini dapat membantu mendinamiskan kelas yang jenuh dan bosan.” Gerakan fisik tersebut dapat membantu siswa untuk memberi energi pada otak yang telah letih berfikir. Penggunaan strategi ini cenderung meningkatkan kadar keaktifan siswa. Sumber belajar yang diperoleh tidak hanya bersumber dari penjelasan guru dan buku-buku paket saja, melainkan hasil temuan siswa yang akan menambah informasi dan pengetahuan bagi siswa lainnya. Siswa menerima materi dengan pengembangan informasi yang didapatkannya sendiri. Siswa yang cenderung pasif dalam pembelajaran pun akan terpancing keaktifannya oleh siswa lain sebab dalam kegiatan inti siswa akan tukar menukar informasi terkait materi pembelajaran, perlu ditekankan pula bahwa dalam pembelajaran ini guru lebih banyak bertindak sebagai fasilitator. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran Card Sort adalah kegiatan kolaboratif yang digunakan guru dengan maksud mengajak
30
siswa untuk menemukan konsep dan fakta melalui klasifikasi materi yang diajarkan dengan mengutamakan keaktifan siswa, mengajak siswa memberikan kontribusinya baik secara fisik maupun mental guna mencapai tujuan yang diinginkan. c. Tujuan Strategi Pembelajaran Card Sort Menurut
Nurochim
(2013:
79),
tujuan
dari
penggunaan
strategi
pembelajaran Card Sort adalah untuk mengungkapkan daya ingat (recoll) terhadap meteri pembelajaran/pelajaran yang telah dipelajari siswa. Strategi Card Sort merupakan pembelajaran yang menekankan keaktifan siswa (active learning). Hamdani (2011: 48) berpendapat bahwa, “Strategi active learning adalah strategi belajar mengajar yang bertujuan meningkatkan mutu pendidikan.” Penggunaan strategi pembelajaran Card Sort diharapkan turut serta dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan. Dengan menggunakan strategi ini kiranya siswa dapat secara aktif menggunakan otak, baik untuk menemukan ide pokok dari materi pembelajaran , pemecahan persoalan, atau mengaplikasikan apa yang baru mereka pelajari ke dalam dunia nyata. Strategi ini mengajak siswa untuk turut serta dalam semua proses pembelajaran, dengan demikian siswa dapat memperoleh hasil belajar yang optimal. Sementara itu Budimansyah, Suparlan dan Meirawan (2010: 7) berpendapat bahwa, “Pembelajaran aktif disarankan untuk digunakan dalam proses pembelajaran untuk membuat siswa lebih banyak melakukan sesuatu daripada hanya sekedar mendengar (student must do more than just listen).” Card Sort tidak mengajarkan siswa untuk hanya menerima informasi, namun siswa dilatih untuk secara mandiri mencari informasi yang diperlukan yakni dengan aktif berfikir, bertanya, berdiskusi, menyampaikan pendapat dan bertukar informasi. Dengan demikian kiranya dapat melatih kekompakan berpikir dan meningkatkan kerjasama antar teman dalam kelompok. Selain itu apa yang didiskusikan siswa dengan teman-temannya dan apa yang diajarkan siswa kepada teman-temannya
31
memungkinkan mereka untuk memperoleh pemahaman dan penguasaan materi pembelajaran. Selanjutnya Zaini, dkk juga menyatakan bahwa, gerakan fisik yang dominan dalam strategi Card Sort dapat membantu mendinamiskan kelas yang jenuh dan bosan. Dalam pengunaan strategi ini siswa dituntut untuk meninggalkan tempat duduk mereka, bergerak untuk menyampaikan dan memperoleh informasi. Oleh karena itu belajar tidak hanya melibatkan mental saja akan tetapi juga memerlukan keterlibatan fisik. Dengan demikian proses pembelajaran menjadi hal yang menyenangkan. Efek menyenangkan yang ditimbulkan akan mampu memberi kesan yang mendalam pada diri siswa sehingga mereka cenderung akan mengulang aktivitas tersebut dan mencoba membangun konsep-konsep terkait materi yang sedang dipelajari. Akibatnya siswa akan mampu mempertahankan apa yang mereka pelajari dalam waktu yang lama (longterm memory) dan membuahkan hasil belajar yang langgeng. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan strategi pembelajaran Card Sort adalah mempertajam daya ingat terhadap meteri pelajaran yang telah diterima siswa, selain itu juga mengajak siswa untuk aktif turut serta dalam semua proses pembelajaran baik secara mental maupun fisik, saling tukar menukar informasi dengan teman-temannya, dapat melatih kekompakan berpikir dan meningkatkan kerjasama antar teman. Sehingga proses pembelajaran menjadi hal yang menyenangkan, siswa akan termotivasi untuk belajar dan membangun konsep-konsep terkait materi yang sedang dipelajari. Akibatnya siswa akan mampu mempertahankan apa yang mereka pelajari dalam waktu yang lama (longterm memory) dan membuahkan hasil belajar yang langgeng. Dengan demikian diharapkan mutu pendidikan akan meningkat. d. Pentingnya Menerapkan Strategi Pembelajaran Card Sort Bertolak dari pendapat Silberman (2009: 23) yang memperluas dan memodifikasi pernyataan Konfusius dengan sebutan Paham Belajar Aktif bahwa, “Yang saya dengar, saya lupa. Yang saya dengar dan lihat, saya sedikit ingat.
32
Yang saya dengar, lihat, dan pertanyakan atau diskusikan dengan orang lain, saya mulai pahami. Dari yang saya dengar, lihat, bahas, dan terapkan, saya dapatkan pengetahuan dan ketrampilan. Yang saya ajarkan kepada orang lain, saya kuasai.” Ada alasan yang dikemukakan mengenai penyebab mengapa kebanyakan orang cenderung melupakan apa yang mereka dengar. Belajar apabila hanya mengandalkan indera pendengaran akan mengalami beberapa kelemahan, padahal hasil belajar seharusnya dapat tersimpan dalam waktu yang lama (longterm memory). Belajar tidak sekedar mendengar dan melihat saja. Belajar merupakan proses mendengar, melihat, berdiskusi dan menerapkannya ke dalam dunia nyata sehingga akan diperoleh pengetahuan dan ketrampilan. Namun apabila seseorang mampu mengajarkan apa yang diketahuinya kepada orang lain, dapat dipastikan orang tersebut telah menguasai materi yang ia ajarkan tersebut. Dalam pelaksanaan strategi Card Sort siswa dituntut untuk saling tukar menukar informasi, mengajarkan apa yang mereka ketahui kepada siswa lain. Oleh karena itu pembelajaran aktif dalam hal ini Card Sort penting untuk dikembangkan agar tujuan pembelajaran yang diharapkan dapat tercapai melalui keaktifan belajar dari setiap siswa, sehingga hasil belajar yang mereka peroleh dapat dimaksimalkan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Zaini, dkk (2008: xiv) bahwa, “Belajar aktif itu sangat diperlukan oleh peserta didik untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimum.” Lebih lanjut Zaini, dkk (2008: xvi) mengemukakan bahwa, “Pertimbangan lain untuk menggunakan strategi pembelajaran aktif adalah realita bahwa peserta didik mempunyai cara belajar yang berbeda-beda.” Setiap siswa tentu memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Ada siswa yang lebih senang membaca, ada siswa yang lebih senang berdiskusi dan ada pula dari mereka yang lebih senang mempraktikkan langsung. Untuk membantu siswa memperoleh hasil yang maksimal dalam belajar, maka kesenangan dalam belajar tersebut perlu menjadi perhatian guru. Salah satu cara untuk dapat mengakomodir kebutuhan siswa tersebut adalah dengan menggunakan variasi strategi pembelajaran yang
33
melibatkan banyak indera belajar. Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa pelaksanaan strategi pembelajaran Card Sort melibatkan banyak indera. Misalnya ketika siswa bergerak secara aktif dan dinamis mencari pasangan-pasangan kartu, disini banyak indera yang mereka libatkan mulai dari mendengar (telinga), melihat (mata), bergerak (tangan dan kaki) serta berdiskusi (mulut). e. Kelebihan dan Kelemahan Strategi Pembelajaran Card Sort Setiap strategi pembelajaran pasti memiliki kelebihan dan kelemahan, begitu pula dengan strategi pembelajaran Card Sort. Strategi pembelajaran Card Sort yang termasuk dalam pembelajaran aktif (active learning) dapat memudahkan guru dalam menyampaikan materi. Hal tersebut sejalan dengan Zaini, dkk (2008: xvii) yang berpendapat bahwa, “Dari sisi pengajar sebagai penyampai
materi,
pembelajaran
aktif
akan
sangat
membantu
dalam
melaksanakan tugas-tugas keseharian.” Karena dalam pelaksanaan strategi ini siswa dituntut untuk mandiri mencari informasi yang diperlukan yakni dengan aktif berfikir, bertanya, berdiskusi, menyampaikan pendapat dan bertukar informasi. Selain itu dengan adanya kegiatan diskusi, dapat membina siswa untuk bekerjasama dan mengembangkan sikap menghargai pendapat. Selanjutnya Rugg dan McGeorge dalam jurnal internasional menyatakan bahwa, “Sort are appropriate when the emphasis is on finding the categoris which people usefor instance finding which symproms of a problem are considered by expert to be significant” (International Journal of The Sorting Teachniques Vol. 22, 2005, No.3). Penerapan strategi pembelajaran Card Sort tepat digunakan untuk menemukan kelompok atau kategori dalam suatu hal. Supaya lebih mudah dalam mempelajari gejala yang bersifat umum, serta dapat memberikan gambaran umum yang lebih mudah dipahami. Budimansyah, dkk (2010: 7) mengungkapkan bahwa pembelajaran aktif dapat menciptakan ketertarikan bagi siswa (creating excitement in the classroom) dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat berfikir dan bekerja (getting student to think and work).
34
Sedangkan Warsono dan Hariyanto (2013: 48) menyatakan bahwa dengan menggunakan
strategi
pembelajaran
Card
Sort
minat
siswa
terhadap
pembelajaran semakin meningkat dan hasil pembelajarannya juga cukup baik. Strategi pembelajaran Card Sort juga mampu mengatasi masalah siswa seperti kejenuhan dan kurangnya pastisipasi. Hal tersebut dapat dikaitkan dengan pendapat Zaini dkk (2008: 168) yang menyatakan bahwa strategi pembelajaran Card Sort mampu membantu mendinamiskan kelas yang jenuh atau bosan dengan adanya gerakan fisik yang dominan. Dari uraian di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa strategi pembelajaran Card Sort memiliki beberapa kelebihan, yaitu : 1) Memudahkan guru dalam menyampaikan materi, 2) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat berfikir dan bekerja, 3) Membina siswa untuk bekerjasama dan mengembangkan sikap menghargai pendapat, 4) Mengatasi masalah siswa seperti kejenuhan dan kurangnya pastisipasi, dan 5) Meningkatkan ketertarikan dan minat siswa terhadap pembelajaran. Berkaitan dengan kelemahanan strategi pembelajaran Card Sort, Silberman (2009: 32) berpendapat bahwa, pembelajaran aktif menyita lebih banyak waktu bila dibandingkan dengan pengajaran langsung. Lebih lanjut Silberman (2009: 34) mengungkapkan bahwa strategi pembelajaran aktif memerlukan lebih banyak persiapan dan kreativitas. Masih mengenai kelemahan strategi pembelajaran Card Sort Zaini, dkk (2008: 50) menyatakan bahwa strategi pembelajaran Card Sort didominasi oleh gerakan fisik. Berkaitan dengan hal tersebut, apabila guru kurang bisa mengendalikan kelas maka suasana kelas akan menjadi gaduh. Dari uraian di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa strategi pembelajaran Card Sort memiliki beberapa kelemahan, yaitu : 1) Menyita lebih banyak waktu, 2) Memerlukan lebih banyak persiapan dan kreativitas, dan
35
3) Apabila guru kurang bisa mengendalikan kelas maka suasana kelas akan menjadi gaduh. f. Langkah-langkah Strategi Pembelajaran Card Sort Proses pembelajaran dengan menggunakan strategi pembelajaran Card Sort sangat mengutamakan keaktifan siswa. Ketika siswa belajar dengan aktif, berarti mereka yang mendominasi aktivitas pembelajaran sedangkan peran utama guru dalam pembelajaran aktif adalah sebagai fasilitator. Adapun langkah-langkah penerapan strategi pembelajaran Card Sort menurut Silberman (2009: 169) adalah sebagai berikut : 1) Berikan setiap siswa kartu indeks yang berisi informasi atau contoh yang cocok dengan satu atau beberapa kategori. 2) Perintahkan siswa untuk berkeliling ruangan dan mencari siswa lain yang kartunya cocok dengan kategori yang sama. (Guru dapat mengumumkan kategori sebelumnya atau biarkan siswa menemukannya sendiri) 3) Perintahkan para siswa yang kartunya memiliki kategori sama untuk menawarkan diri kepada siswa lain. 4) Ketika tiap kategori ditawarkan, kemukakan poin-poin pengajaran yang penting. Variasi 1) Perintahkan tiap kelompok untuk membuat presentasi pengajaran tentang kategorinya. 2) Pada awal kegiatan, bentuklah tim. Berikan tiap tim satu dus kartu. Pastikan bahwa mereka mengocoknya agar kategori-kategori yang cocok dengan mereka tidak jelas dimana letaknya. Perintahkan tiap tim untuk memilah-milah kartu menjadi sejumlah kategori. Tiap tim bisa mendapatkan skor untuk jumlah kartu yang dipilih dengan benar. Zaini, dkk (2008: 50) juga menjelaskan langkah-langkah pelaksanaan strategi pembelajaran Card Sort, yakni sebagai berikut : 1) Setiap peserta didik diberi potongan kertas yang berisi informasi atau contoh yang tercakup dalam satu atau lebih kategori. 2) Mintalah peserta didik untuk bergerak dan berkeliling di dalam kelas untuk menemukan kartu dengan kategori yang sama. (Guru dapat mengumumkan kategori tersebut sebelumnya atau membiarkan peserta didik menemukannya sendiri).
36
3) Peserta didik dengan kategori yang sama diminta mempresentasikan kategori masing-masing di depan kelas. 4) Seiring dengan presentasi dari tiap-tiap kategori tersebut, berikan poinpoin penting terkait materi pelajaran. Catatan 1) Setiap kelompok ditugasi untuk menjelaskan tentang kategori yang mereka selesaikan. 2) Pada awal kegiatan bentuklah beberapa tim. Beri tiap tim satu set kartu yang sudah diacak sehingga kategori yang mereka sortir tidak nampak. Mintalah setiap tim untuk mensortir kartu-kartu tersebut kedalam kategori-kategori tertentu. Setiap tim memperoleh nilai untuk setiap kartu yang disortir dengan benar. Sedangkan menurut Warsono dan Hariyanto (2013: 47), langkah-langkah penerapan strategi pembelajaran Card Sort adalah sebagai berikut : 1) Bagikan kartu indeks kepada setiap siswa yang meliputi lebih dari satu macam. 2) Mintalah kepada siswa untuk bergerak berkeliling kelas dan menemukan kartu denga kategori yang sama. Jika waktunya cukup, biarkan saja para siswa menemukan kategorinya sendiri, tetapi jika waktunya tidak leluasa sebaiknya guru mengumumkan kepada seluruh kelas kategori apa saja yang tersedia. 3) Siswa yang memiliki kartu indeks dengan kategori yang sama berkumpul. Sebaiknya jumlah siswa dalam setiap kategori dirancang sama. 4) Para siswa dengan kategori yang sama bermusyawarah untuk menunjuk salah seorang diantara mereka mewakili kelompok melakukan presentasi di depan kelas. Siswa yang lain dalam kelompok yang sama boleh menanggapinya. 5) Lakukan refleksi dengan mengungkap butir-butir penting dari setiap kategori. Dari uraian pendapat di atas, penulis menyimpulkan sintaks atau langkahlangkah strategi pembelajaran Card Sort yaitu sebagai berikut : 1) Siswa diberikan masing-masing satu kartu indeks secara acak dan meminta siswa bergerak dan berkeliling untuk menemukan kategori yang sama. Disini guru boleh mengumumkan kategorinya atau membiarkan siswa sendiri yang menemukannya.
37
2) Siswa yang sudah menemukan teman dengan kategori yang sama diminta berkumpul membentuk kelompok. 3) Guru meminta siswa dalam kelompok memilah kartu apakah sudah sesuai dengan kategori yang diinginkan, kemudian siswa menempelkan masingmasing kartu yang didapatkan pada media (karton). 4) Setiap kelompok mendiskusikan kategori yang sudah didapat. 5) Guru meminta masing-masing kelompok untuk mempresentasikan hasil kerja masing-masing. Siswa dari kelompok lainnya boleh menanggapi dan memberikan komentar. 6) Disaat tiap-tiap kategori tersebut dipresentasikan, guru memberikan poin-poin penting terkait materi pelajaran. 2. Implementasi Strategi Pembelajaran Card Sort pada Pembelajaran IPS Materi Masalah Sosial kelas IV Adapun penerapan strategi pembelajaran Card Sort dalam pembelajaran IPS materi Masalah Sosial pada siswa kelas IV SD Negeri 2 Winong Boyolali Tahun Pelajaran 2015/2016 peneliti kembangkan seperti berikut : 1) Guru memberikan satu kartu indeks kepada masing-masing siswa secara acak. 2) Guru mengumumkan kategori kartu yang akan dikelmpokkan. (Misal : kejahatan, kemiskinan, pengangguran, kependudukan, kenakalan remaja, dan masalah lingkungan) 3) Siswa diminta bergerak dan berkeliling untuk menemukan kategori yang sama. 4) Siswa yang sudah menemukan teman dengan kategori yang sama diminta berkumpul membentuk kelompok. 5) Guru meminta siswa dalam kelompok memilah kartu apakah sudah sesuai dengan kategori yang diinginkan, kemudian siswa menempelkan masing-masing kartu yang didapatkan pada media (karton). 6) Setiap kelompok mendiskusikan kategori yang sudah didapat.
38
7) Guru meminta masing-masing kelompok untuk mempresentasikan hasil kerja masing-masing. Siswa dari kelompok lainnya boleh menanggapi dan memberikan komentar. 8) Disaat tiap-tiap kategori tersebut dipresentasikan, guru memberikan poin-poin penting terkait konsep masalah sosial. Dengan penerapan strategi pembelajaran Card Sort pada pembelajaran ini terjadi pemerataan kesempatan pada setiap anggota kelompok. Siswa di setiap kelompok juga berpartisipasi secara aktif, siswa dapat menyumbangkan gagasannya untuk kemudian didiskusikan bersama. 3. Penelitian yang Relevan Penelitian yang relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah: a. Penelitian yang dilakukan oleh Yessi Malisa (2013) yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Masalah Sosial dalam Mata Pelajaran IPS pada Siswa Kelas IV MI AL-Islam 1 Ngesrep, Ngemplak, Boyolali Tahun Ajaran 2012/2013”. Dalam penelitian ini dapat disimpulkan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing dapat meningkatkan Pemahaman Konsep Masalah Sosial. Hal ini dapat dilihat dari presentase kenaikan ketuntasan nilai siswa pada prasiklus 63,41%, siklus I sebesar 78% dan siklus II sebesar 91, 30%. Persamaan pada penelitian ini terdapat pada variabel terikatnya yaitu mengenai pemahaman konsep masalah sosial. Sedangkan perbedaannya terdapat pada variabel bebasnya, penelitian yang dilakukan oleh Yessi Melisa untuk menggunakan model kooperatif tipe Snowbal Throwing, sedangkan penelitian ini menggunakan Strategi Pembelajaran Card Sort. b. Penelitian yang dilakukan oleh Anis Mufidah Ulfa yang berjudul “Penerapan Strategi Pembelajarn Card Sort untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA tentang Cahaya dan Sifat-sifatnya pada Siswa Kelas V SD Negeri 01 Ngasem Colomadu Tahun Ajaran 2012/2013”. Dalam penelitian ini dapat disimpulkan strategi
39
pembelajaran Card Sort dapat meningkatkan hasil belajar IPA tentang cahaya dan sifat-sifatnya. Hal ini dapat dilihat dari presentase kenaikan ketuntasan nilai siswa pada prasiklus sebesar 22.22%, siklus I sebesar 77,78% dan siklus III sebesar 83,33%. Persamaan dalam penelitian ini terdapat pada variabel bebasnya yaitu mengenai penerapan Strategi Pembelajaran Card Sort. Sedangkan perbedaannya terdapat pada variabel terikatnya, penelitian yang dilakukan oleh Anis Mufidah Ulfa untuk meningkatkan hasil belajar IPA tentang cahaya dan sifat-sifatnya, sedangkan penelitian ini untuk meningkatkan pemahaman konsep masalah sosial. c. Penelitian yang dilakukan oleh Intan Sari Esa Wibowo (2015) yang berjudul “Upaya Peningkatan Keterampilan Menulis Pantun Menggunakan Strategi Kartu Sortir (Card Sort) pada Siswa Kelas IV SDN Sambi IV Kecamatan Sambi Kabupaten Boyolali Tahun Pelajaran 2014/2015”. Dalam penelitian ini dapat disimpulkan strategi Kartu Sortir (Card Sort) dapat meningkatkan keterampilan menulis pantun. Hal ini dapat dilihat dari presentase kenaikan ketuntasan nilai siswa pada prasiklus sebesar 35%, siklus I sebesar 45% dan siklus II sebesar 100%. Persamaan dalam penelitian ini terdapat pada variabel bebasnya yaitu mengenai penerapan Strategi Pembalajaran Card Sort. Sedangkan perbedaannya terdapat pada variabel terikatnya, penelitian yang dilakukan oleh Intan Sari Esa Wibowo untuk meningkatkan keterampilan menulis pantun, sedangkan penelitian ini untuk meningkatkan pemahaman konsep masalah sosial.
B. Kerangka Berpikir Pada kondisi awal, diketahui pembalajaran IPS tentang masalah sosial di kelas IV SD Negeri Winong 3 Kabupaten Boyolali masih berpusat pada guru. Pembelajaran cenderung disampaikan dengan ceramah dan penugasan, belum mengoptimalkan penggunaan startegi pembelajaran, sumber belajar, dan media yang inovatif. Siswa hanya mendengarkan, mencatat, membaca, menghafal dan mengerjakan soal yang diberikan oleh guru. Dengan demikian tidak muncul aktivitas
40
yang dapat melibatkan siswa lebih aktif secara fisik maupun mental dalam pembelajaran. Pembelajaran yang berlangsungpun menjadi kurang bermakna dan siswa kurang memiliki pengalaman belajar. Akibatnya siswa merasa bosan saat pembelajaran berlangsung, mereka tidak memilki minat dan ketertarikan dengan mata pelajaran IPS yang diajarkan. Siswa cenderung cepat melupakan materi yang baru diperoleh, karena mereka belum dapat memahami konsep materi yang diajarkan. Bertolak dari permasalahan tersebut, diperlukan tindakan dengan menerapkan strategi pembelajaran yang menuntut siswa aktif. Dalam hal ini peneliti tertarik untuk menerapkan
strategi
pembelajaran
Card
Sort.
Dengan
penerapan
strategi
pembelajaran Card Sort siswa diharapkan dapat berperan aktif dan dapat berkolaborasi dan bekerjasama dengan teman lainnya dalam menyelesaikan persoalan yang dihadapi dalam proses pembelajaran. Dengan kegiatan tersebut diharapkan siswa dapat terangsang untuk berpikir dan terlibat aktif dalam memahami suatu konsep berdasarkan sumber belajar yang berbeda. Penelitian ini merupakan penelitian kolaborasi yang dilakukan bersama dengan guru kelas. Melalui penerapan strategi pembelajaran Card Sort yang dilaksanakan dalam 2 siklus yaitu siklus I dan II yang pelaksanaannya melalui tahap, yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Pada kondisi akhir diperoleh bahwa strategi pembelajaran Card Sort dapat meningkatkan pemahaman konsep masalah sosial pada siswa kelas IV SD Negeri 3 Winong Boyolali. Sejalan dengan judul penelitian yang dilakukan, yaitu Peningkatan Pemahaman Konsep Masalah Sosial Melalui Strategi Pembelajaran Card Sort pada Siswa Kelas IV SD SD Negeri 3 Winong Boyolali Tahun Ajaran 2015/2016, maka dapat digambarkan kerangka pemikiran yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
41
Kondisi Awal
Tindakan
Kondisi Akhir
Guru mengajar dengan pembelajaran yang masih konvensional
Pemahaman konsep masalah sosial masih rendah. Hanya 7 (33,33%) siswa yang tuntas, dengan KKM 70.
Guru menerapkan strategi pembelajaran Card Sort dalam pembelajaran materi masalah sosial
Siklus I 1. Perencanaan 2. Tindakan 3. Observasi 4. Refleksi
Strategi pembelajaran Card Sort dapat meningkatkan pemahaman konsep masalah sosial
Siklus II 1. Perencanaan 2. Tindakan 3. Observasi 4. Refleksi
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Penelitian Tindakan Kelas
42
C. Hipotesis Penelitian Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis dari penelitian ini adalah : Strategi Pembelajaran Card Sort dapat Meningkatkan Pemahaman Konsep Masalah Sosial pada Siswa Kelas IV SD Negeri 3 Winong Kabupaten Boyolali Tahun Ajaran 2015/2016.