BAB II KAJIAN TEORI A. Landasan Teori 1. Hakikat Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) a. Pengertian IPS Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan mata pelajaran yang terintegrasi dari berbagai Ilmu Sosial. Menurut Trianto (2010: 171), IPS merupakan integrasi dari berbagai cabang Ilmu-Ilmu Sosial, seperti Sosiologi, Sejarah, Geografi, Ekonomi, Politik, Hukum, dan Budaya. IPS tersebut merupakan bagian dari kurikulum sekolah. Numan Somantri (2001: 44), menjelaskan Pendidikan IPS adalah suatu integrasi disiplin Ilmu-Ilmu Sosial, Psikologi, Filsafat, Ideologi Negara, dan Agama yang diorganisasikan serta disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan. IPS sebagai mata pelajaran di sekolah mencakup materi yang berkaitan dengan fenomena sosial, salah satunya permasalahan sosial. Permasalahan sosial memerlukan kajian secara terintegrasi dari berbagai disiplin ilmu sosial. Oleh karena itu materi yang di sajikan dalam pembelajaran IPS harus mengintegrasikan cabang ilmu-ilmu sosial dan humaniora. Sapriya (2009: 12) menjelaskan bahwa IPS untuk tingkat sekolah sangat berkaitan dengan disiplin Ilmu Sosial yang terintegrasi dengan Humaniora dan Ilmu Pengetahuan Alam yang dikemas secara ilmiah dan pedagogis untuk
10
11
kepentingan pembelajaran di sekolah. Jenis materi IPS dapat berupa fakta, konsep dan generalisasi, terkait juga dengan aspek kognitif, afektif, psikomotorik dan nilai-nilai spiritual. Berdasarkan penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah mata pelajaran yang merupakan integrasi dari Ilmu-Ilmu Sosial yang dibutuhkan oleh siswa untuk berpartisipasi dalam lingkungan sosialnya serta mampu memecahkan masalah dengan pendekatan interdisipliner. Materi yang dimuat dalam pembelajaran IPS sesuai dengan lingkungan sekitar, sehingga mampu
menciptakan
pembelajaran
yang
kontekstual
serta
memberikan pengalaman belajar bagi siswa. Pembelajaran yang kontekstual akan mempermudah siswa memahami pembelajaran tersebut. b. Tujuan Pembelajaran IPS IPS pada dasarnya bertujuan untuk mempersiapkan siswa memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dapat digunakan untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial. IPS di tingkat sekolah pada dasarnya bertujuan untuk mempersiapkan siswa sebagai warga negara yang menguasai pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai, serta tindakan (Sapriya, 2011: 12). Pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap, serta tindakan tersebut dapat digunakan sebagai dasar untuk memecahkan masalah, mengambil keputusan, serta berpartisipasi dalam kehidupan sosial.
12
Numan Somantri (2001: 44) menjelaskan bahwa tujuan Pendidikan IPS pada tingkat sekolah adalah menekankan tumbuhnya nilai kewarganegaraan, moral, ideologi negara, dan agama; menekankan pada isi dan metode berfikir ilmuwan serta reflective inquiry. Menurut Jarolimelc dalam Supardi (2011: 185) tujuan Pendidikan IPS meliputi tujuan informasi dan pengetahuan; nilai dan tingkah laku; dan tujuan keterampilan (sosial, bekerja dan belajar, kerja kelompok, dan keterampilan intelektual). Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa IPS memiliki tujuan untuk menumbuhkan pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap, serta keberanian siswa untuk melakukan tindakan sosial. Pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang dimiliki siswa selaras dengan nilai-nilai kebangsaan, sehingga siswa mampu berpartisipasi aktif sesuai norma dalam kehidupan mereka. c. Karakteristik Pembelajaran IPS IPS sebagai mata pelajaran di Sekolah Menengah Pertama diharapkan mampu mengembangkan kemampuan siswa untuk berfikir
kritis
dan
memecahkan
masalah.
Oleh
sebab
itu
pembelajaran IPS perlu menyajikan masalah-masalah sosial yang konkrit. Supardi (2011: 186) menjelaskan karakteristik IPS dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, di antaranya adalah menurut sifat
dan
statusnya,
materi,
tujuan,
serta
menurut
prinsip
13
pengembangan program pembelajaran. IPS dapat mengembangkan kemampuan
berfikir
kritis
melalui
kegiatan
memahami,
mengidentifikasi, menganalisis, dan kemudian memiliki keterampilan sosial. Menurut Trianto (2010: 174) karakteristik yang dimiliki mata pelajaran IPS di SMP/MTs di antaranya adalah: a. IPS merupakan gabungan dari unsur-unsur geografi, sejarah, ekonomi, hukum dan politik, kewarganegaraan, sosiologi, humaniora, pendidikan, dan agama. b. IPS berasal dari struktur keilmuan Geografi, Sejarah, Ekonomi, dan Sosiologi yang dikemas sedemikian rupa sehingga menjadi pokok bahasan atau topik tertentu. c. IPS menyangkut berbagai masalah sosial yang dirumuskan dengan pendekatan interdisipliner dan multidisipliner. d. IPS dapat menyangkut peristiwa dan perubahan kehidupan masyarakat dengan prinsip sebab akibat, kewilayahan, adaptasi dan pengelolaan lingkungan, struktur, proses, dan masalah sosial, serta upaya-upaya perjuangan hidup agar survive seperti pemenuhan kebutuhan, kekuasaan, keadilan, dan jaminan keamanan. Berdasarkan karakteristiknya, pembelajaran IPS menyangkut permasalahan sosial, sehingga harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih memecahkan masalah. Kemampuan
14
berfikir kritis dapat dikembangkan dalam proses memecahkan masalah melalui kegiatan memahami, mengidentifikasi, menganalisis, dan pada akhirnya siswa memiliki keterampilan sosial. Selain itu karakteristik tersebut menuntut guru untuk menciptakan suasana belajar menyerupai lingkungan aslinya yaitu masyarakat. Guru dapat menyajikan permasalahan yang dekat dengan siswa sehingga siswa dapat merasakan pembelajaran yang lebih konstektual. 2. Bahan Ajar dalam Pembelajaran IPS a. Pengertian Bahan Ajar Bahan
ajar
merupakan
salah
satu
perangkat
dalam
pembelajaran. Bahan ajar mampu mendorong siswa untuk belajar mandiri dan tidak hanya mengandalkan guru sebagai satu-satunya sumber informasi dalam pembelajaran. Menurut Abdul Majid (2008: 173) bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Bahan yang dimaksud bisa berupa bahan tertulis maupun bahan tidak tertulis. Bahan ajar memungkinkan siswa dapat mempelajari suatu kompetensi secara runtut dan sistematis sehingga secara akumulatif mampu menguasai semua kompetensi secara utuh. Trianto (2010: 188) menjelaskan bahan ajar adalah bahan material/sumber belajar yang mengandung substansi kemampuan tertentu yang akan dicapai oleh siswa. Secara garis besar bahan ajar
15
mencakup pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dipelajari oleh siswa dalam rangka mencapai kompetensi yang telah ditetapkan. Menurut Chomsin (2008:40), bahan ajar adalah seperangkat sarana atau alat pembelajaran yang berisikan materi pembelajaran, metode, batasan-batasan, dan cara mengevaluasi yang didesain secara sistematis dan menarik dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan. Berdasarkan pendapat yang dikemukakan ahli di atas dapat disimpulkan bahwa bahan ajar adalah segala sarana atau alat pembelajaran baik tertulis maupun tidak tertulis yang mengandung substansi kompetensi tertentu serta evaluasi
untuk dicapai oleh
siswa. Selain itu bahan ajar juga berperan untuk mendukung pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan siswa. b. Jenis-jenis Bahan Ajar Bahan ajar yang berperan sebagai perangkat pembelajaran terbagi dalam beberapa jenis. Menurut Abdul Majid (2008) jenisjenis bahan ajar yang dapat digunakan dalam pembelajaran diantaranya: 1) Bahan Ajar Cetak Bahan ajar cetak dapat ditampilkan dalam berbagai bentuk dan dapat disebut bahan ajar visual. Hal tersebut karena pemanfaatan bahan ajar cetak yang hanya merangsang indra penglihatan. Beberapa jenis bahan ajar cetak yang bisa digunakan dalam pembelajaran, diantaranya adalah handout,
16
buku, modul, Lembar Kegiatan Siswa (LKS), brosur, leaflet, wallchart, foto/gambar, dan model atau maket. 2) Bahan Ajar Audio Rekaman audio dapat digunakan untuk bahan ajar. Rekaman audio berupa kaset/piringan hitam/compact disk mampu menyimpan suara-suara yang dapat berulang-ulang diperdengarkan kepada siswa. Penggunaan kaset/piringan hitam/compact disk memerlukan bantuan alat atau bahan lainnya seperti tape recorder dan lembar skenario guru. Radio juga dapat menjadi bahan ajar audio dalam pembelajaran. 3) Bahan Ajar Audio Visual Audio visual dapat digunakan sebagai bahan ajar yang fungsinya untuk alat bantu pandang dengar. Bahan ajar audio visual dapat memanipulasi ruang dan waktu. Proses yang cepat dapat diperlambat atau sebaliknya yang lambat dapat dipercepat. Sehingga dimungkinkan dapat dikaji oleh siswa. Selain itu, audio
visual
dapat
menampilkan
objek
yang
tidak
memungkinkkan untuk dibawa langsung ke dalam kelas. 4) Bahan Ajar Interaktif Menurut Guidelines for Bibliographic Description of Interactive
Multimedia
dalam
Abdul
Majid
(2008:181)
menjelaskan bahwa bahan ajar interaktif atau multimedia interaktif adalah kombinasi dari dua atau lebih media (audio,
17
teks, grafik, gambar, animasi, dan video) yang dimanipulasi untuk mengendalikan perintah dan atau perilaku alami dari suatu presentasi. Muhammad Yaumi (2013: 250) menjelaskan bahwa berdasarkan format atau bentuknya bahan ajar terbagi menjadi tiga jenis yaitu bahan cetak, bahan bukan cetak, dan kombinasi cetak dan bukan cetak. Bentuk bahan cetak biasanya dalam bentuk buku kerja modular, sedangkan bentuk bukan cetak dapat berupa audio, video, dan komputer. Bahan audio mencakup kaset-kaset audio dan program radio. Bahan video dapat berupa kaset-kaset video, CD-ROM, dan program televisi. Sedangkan bahan komputer dapat berupa bahan pembelajaran berbasis komputer interaktif maupun pembelajaran yang memanfaatkan internet. Selanjutnya juga dikenal bahan ajar kombinasi bahan cetak dan bukan cetak seperti buku audio dan teks yang banyak digunakan dalam situs jejaring dalam bentuk digital namun dapat dicetak melalui mesin cetak. Berdasarkan beberapa pendapat dari ahli di atas terdapat berbagai jenis bahan ajar diantaranya bahan ajar cetak, bahan ajar bukan cetak, serta bahan ajar kombinasi cetak dan bukan cetak. Namun suatu bahan ajar dapat digolongkan pula dalam bahan ajar visual, bahan ajar audio, bahan ajar audio visual, serta bahan ajar interaktif. Berdasarkan beberapa jenis bahan
18
ajar di atas, bahan ajar yang dikembangkan pada penelitian ini adalah jenis bahan ajar cetak berupa LKS. c. Manfaat Bahan Ajar Bahan ajar dipersiapkan dan dikonstruksi secara sengaja oleh guru untuk dipelajari siswa dalam rangka mencapai kompetensi yang telah ditentukan dalam kurikulum. Chomsin (2008: 40) menjelaskan manfaat dari adanya bahan ajar di antaranya adalah: 1) Digunakan oleh guru untuk membantu tugas mereka dalam proses belajar mengajar. 2) Kegiatan belajar mengajar akan lebih efektif. 3) Guru akan lebih banyak waktu untuk membimbing siswa dalam pembelajaran. 4) Siswa memperoleh pengetahuan baru dari sumber lain selain guru. Bahan ajar akan membantu siswa dan guru dalam proses pembelajaran. Muhammad Yaumi (2013: 246) menjelaskan manfaat bahan ajar adalah sebagai representasi sajian guru; sebagai sarana pencapaian kompetensi dan tujuan pembelajaran; dan sebagai optimalisasi pelayanan terhadap siswa. Bahan ajar sebagai representasi guru memiliki makna bahwa keterangan, uraian, informasi dan pesan yang seharusnya disampaikan dapat dihimpun melalui bahan ajar. Dengan demikian, guru dapat mengefisiensikan waktu dalam memberikan penjelasan serta dapat memaksimalkan peningkatan keterampilan siswa. Selain itu, bahan ajar dapat dimanfaatkan sebagai pencapaian kompetensi dan tujuan pembelajaran. Oleh karena itu penyusunan
19
bahan ajar harus didasarkan pada kurikulum yang berlaku, yang di dalamnya memuat kompetensi serta tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. Bahan ajar juga sebagai sarana untuk memberikan pelayanan kepada siswa. Pelayanan ini dimaksudkan bahwa bahan ajar dapat dimanfaatkan secara individu maupun kelompok. Bahan ajar yang baik hendaknya memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar menurut kecepatan masing-masing. Bagi mereka yang memiliki daya kecepatan belajar, dapat mengoptimalkan kemampuan belajarnya. Adapun siswa yang memiliki kelambanan dalam belajar dapat mempelajari kompetensi tersebut secara berulang-ulang. Berdasarkan uraian di atas, manfaat adanya bahan ajar adalah meningkatkan produktifitas pendidikan. Kehadiran bahan ajar akan memberikan manfaat bagi siswa maupun guru. Bagi siswa adanya bahan ajar akan mendukung proses belajar mandiri tanpa tergantung dengan kehadiran guru. Bahan ajar akan mempermudah siswa untuk memahami kompetensi yang harus mereka kuasai, sedangkan bagi guru kegiatan pembelajaran dengan menggunakan bahan ajar akan membantu mengatur penggunaan waktu. Selain itu guru dapat melatih siswa untuk belajar mandiri. Pembelajaran yang mendukung siswa untuk belajar mandiri dapat dicapai dengan memberi kesempatan bagi mereka untuk berkembang sesuai dengan kemampuannya.
20
d. Pemilihan Bahan Ajar Memilih bahan ajar hendaknya harus didasarkan atas kriteria tertentu. Pemilihan bahan ajar juga harus disesuaikan dengan beberapa hal dalam pembelajaran. Azhar Arsyad (2011: 6) menjelaskan bahwa media pembelajaran sama dengan bahan pengajaran atau bahan ajar sehingga memilih bahan ajar dapat dilakukan seperti halnya memilih media pembelajaran. Menurut Azhar Arsyad (2011: 75) dalam memilih bahan ajar harus memperhatikan beberapa kriteria, di antaranya: kesesuaian dengan tujuan yang ingin dicapai; tepat untuk mendukung isi pelajaran yang sifatnya fakta; konsep; prinsip atau generalisasi; bahan ajar harus bersifat praktis, luwes, dan dapat bertahan dalam situasi dan kondisi apapun; guru terampil untuk menggunakannya; sesuai dengan sasaran (perorangan, kelompok kecil, atau kelompok besar); serta bahan ajar harus memiliki mutu teknis. Rudi Susilana dan Cepi Riyana (2008: 70) menjelaskan kriteria pemilihan bahan ajar sebagai berikut: kesesuaian dengan tujuan pembelajaran; kesesuaian dengan materi pembelajaran; kesesuaian dengan karakteristik siswa; kesesuaian dengan teori; kesesuaian dengan gaya belajar siswa; serta kesesuaian dengan kondisi lingkungan, fasilitas pendukung, dan waktu yang tersedia.
21
Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan kriteria yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan bahan ajar diuraikan sebagai berikut: 1) Kesesuaian dengan ujuan pembelajaran atau kompetensi yang akan dicapai. 2) Subjek dari pembelajaran yaitu siswa yang mencakup karakteristik, jumlah, dan latar belakang sosial siswa. 3) Karakteristik bahan ajar yang bersangkutan menyangkut kelebihan dan kekurangan suatu bahan ajar. 4) Menyesuaikan bahan ajar dengan waktu pembelajaran. 5) Biaya yang digunakan dalam pengadaan bahan ajar. 6) Kemudahan dalam memperoleh bahan ajar. 7) Konteks penggunaan bahan ajar dalam pembelajaran. Konteks penggunaan ini maksudnya dalam kondisi dan strategi bagaimana bahan ajar tersebut akan digunakan. 8) Ketersediaan
bahan
ajar
serta
sarana
dan
prasarana
pendukungnya. 3. LKS (Lembar Kegiatan Siswa) Sebagai Bahan Ajar a. Pengertian LKS (Lembar Kegiatan Siswa) Salah satu bahan ajar yang dapat membantu siswa maupun guru dalam proses pembelajaran adalah Lembar Kegiatan Siswa yang selanjutnya disebut LKS. LKS adalah bahan ajar cetak yang merupakan panduan siswa untuk melakukan kegiatan penyelidikan
22
atau pemecahan masalah (Trianto, 2010: 111). LKS dapat dijadikan sebagai bahan ajar bagi siswa untuk belajar memecahkan masalah. LKS merupakan lembar kerja atau lembar kegiatan dalam kegiatan intrakurikuler maupun kokurikuler yang mendukung siswa untuk lebih
memahami
materi
pelajaran
yang
diperoleh
selama
pembelajaran (Lalu Muhammad Azhar, 1993: 79). LKS dapat dirancang dan dikembangkan sesuai dengan kondisi dan situasi kegiatan pembelajaran yang akan dihadapi. Bahan ajar LKS tidak harus digunakan dalam satu pokok bahasan/sub pokok bahasan yang telah dituangkan guru ke dalam rencana pembelajaran (Lalu Muhammad Azhar, 1993: 79). Berdasarkan uraian di atas, LKS merupakan bahan ajar cetak yang berfungsi untuk memandu siswa dalam mencapai kompetensi yang telah ditetapkan. LKS harus merangkum kegiatan-kegiatan yang mampu membimbing siswa mencapai tujuan pembelajaran. b. Manfaat LKS Sebagai bahan ajar LKS memberikan manfaat bagi siswa maupun guru, karena mendukung proses pembelajaran. Trianto (2010: 111) menjelaskan manfaat LKS yaitu dapat memandu siswa dalam melakukan kegiatan penyelidikan. Setiap langkah kegiatan yang tersusun membantu siswa berfikir lebih runtut. Selain itu dapat dimanfaatkan sebagai bahan ajar dalam pembelajaran mandiri, karena dapat digunakan di dalam kelas maupun di rumah.
23
Menurut Lalu Muhammad Azhar (1993: 79) LKS berperan untuk mengaktivasi siswa dalam pembelajaran yang berproses. LKS dapat digunakan dalam pembelajaran yang mencerminkan banyak kegiatan misalnya mulai dari kegiatan pengamatan sampai penerapan dan mengkomunikasikan hasil. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan LKS dapat membimbing siswa untuk belajar mandiri. Belajar mandiri berbeda dengan belajar sendiri (Muhammad Yaumi, 2013: 251). Belajar mandiri adalah suatu bentuk pembelajaran terprogram yang menggunakan bahan ajar. Sedangkan belajar sendiri adalah suatu bentuk belajar atas kesadaran sendiri, memilih materi sendiri, dan mengevaluasi sendiri. Memberikan tugas kepada siswa untuk dikerjakan secara mandiri memiliki banyak keuntungan untuk guru maupun siswa itu sendiri. Siswa akan terdorong untuk bersungguhsungguh dalam pembelajaran karena pengetahuan yang akan mereka peroleh tergantung pada usaha yang mereka lakukan. Seorang guru hanya sebagai fasilitator tidak harus menjadi satu-satunya sumber informasi. Selain itu siswa akan terlatih untuk berfikir lebih runtut dengan mengikuti tahap kegiatan dalam LKS. Bagi guru, LKS membantu menyajikan berbagai kegiatan serta mempertimbangkan proses berfikir yang akan ditumbuhkan pada diri siswa.
24
c. Keterbatasan LKS Sebagai bahan ajar cetak atau visual LKS memiliki beberapa keterbatasan. Azhar Arsyad (2011: 39) menjelaskan beberapa keterbatasan LKS ialah: 1) sulit menampilkan gerak dalam halaman LKS; 2) biaya percetakanakan bertambah mahal jika semakin banyak menampilkan ilustrasi, gambar, atau foto yang berwarna; 3) proses percetakan lama; 4) pembagian tiap unit materi harus dirancang ssemenarik mungkin agar tidak terlalu panjang, karena itu akan menyebabkan siswa cepat bosan; 5) cenderung menekankan tujuan pembelajaran yang bersifat kognitif. Rudi Susilana dan Cepi Riyana (2008: 15) mempertegas adanya keterbatasan pada bahan ajar cetak diantaranya tidak efektif dan efisien dalam hal waktu dan juga biaya yang dikeluarkan; jika terlalu tebal akan membosankan bagi siswa; serta bahan ajar cetak mudah rusak dan robek. Dengan demikian LKS sebagai bahan ajar cetak memiliki banyak kekurangan diantaranya kurang efektif dan efisien dalam hal waktu percetakan dan pembiayaan, cenderung membosankan, dan mudah rusak. Namun pengembangan LKS berbasis masalah yang mempertimbangkan kebutuhan siswa serta meminimalisir setiap keterbatasan yang ada akan terwujud bahan ajar cetak yang layak digunakan.
25
d. Unsur-unsur LKS Menurut Abdul Majid (2006: 174) dalam penyusunan bahan ajar minimal mencakup beberapa hal, di antaranya adalah petunjuk belajar (petunjuk siswa/guru), kompetensi yang akan dicapai, informasi pendukung, latihan-latihan, petunjuk kerja dapat berupa Lembar Kerja (LK), serta evaluasi. Petunjuk belajar bermanfaat untuk memberikan panduan bagi siswa dan guru mengenai tata cara menggunakan bahan ajar (Chomsin, 2008: 62). Panduan untuk siswa memuat beberapa hal, antara lain penjelasan tentang cara belajar yang harus ditempuh dalam LKS. Panduan untuk guru berisi peran guru dalam proses belajar mengajar. Kompetensi merupakan penguasaan terhadap suatu tugas, keterampilan, sikap, dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan (E. Mulyasa, 2013: 66). Hal tersebut menunjukkan bahwa kompetensi mencakup tugas, keterampilan, sikap, dan apresiasi yang harus dimiliki oleh siswa. Informasi pendukung berperan untuk membantu siswa memiliki kompetensi-kompetensi yang diharapkan (Chomsin, 2008: 67). Informasi pendukung dalam LKS dapat berupa materi, namun tidak harus menyampaikan seluruh materi. Materi tersebut biasanya sudah ada pada buku pegangan siswa. Informasi pendukung tersebut
26
hanya berfungsi untuk mempermudah siswa melaksanakan kegiatan pada LKS dan mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Latihan yang ada di dalam LKS memiliki tujuan untuk melatih kemampuan siswa merancang dan melaksanakan suatu percobaan. Latihan yang ada di dalam LKS tidak terbatas hanya latihan soal-soal objektif (Martiyono, 2012: 136). Latihan dalam LKS dapat berupa penugasan untuk melakukan kegiatan. Kegiatan-kegiatan tersebut meliputi
mengamati,
mengklasifikasikan,
mengkomunikasikan,
mengukur, memprediksi, dan menyimpulkan. Petunjuk kerja merupakan instruksi untuk melakukan kegiatan selangkah demi selangkah untuk mempermudah kerja siswa (Martiyono, 2012: 137). Petunjuk kerja dapat diperjelas dengan bagan yang berisi urutan pelaksanaan kegiatan. Evaluasi dalam LKS berperan untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan yang diperoleh siswa. Akhir dari evaluasi ini adalah penilaian yang akan diberikan pada siswa, baik penilaian pengetahuan, sikap, maupun keterampilan yang terangkum dalam LKS. LKS sebagai bahan ajar minimal harus memiliki unsur-unsur tersebut. Salah satu bagian penting dari unsur LKS adalah latihanlatihan. Latihan-latihan tersebut harus mampu mendorong terwujudnya tujuan pembelajaran melalui beberapa kegiatan. Kegiatan yang dapat dilakukan dalam LKS meliputi kegiatan untuk melakukan,
27
mengamati, dan menganalisis materi pembelajaran (Martiyono, 2012: 136). Selain itu Dimyati dan Mudjiono (2009: 141-145) menyatakan beberapa kegiatan yang dapat digunakan dalam LKS antara lain mengamati, mengklasifikasikan, mengkomunikasikan, mengukur, memprediksi, dan menyimpulkan. Kegiatan-kegiatan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut (Funk 1985:4, Gage dan Berliner, 1984: 349 dalam Dimyati dan Mudjiono, 2009: 142): 1. Mengamati Melalui kegiatan mengamati, siswa dapat belajar tentang dunia sekitar. Manusia mengamati objek-objek dan fenomena alam dengan pancaindra. Melalui pengamatan, akan diperoleh informasi yang dapat menuntut keingintahuan, mempertanyakan, memikirkan, melakukan interpretasi tentang lingkungan, dan meneliti lebih jauh. 2. Observasi Observasi adalah kegiatan mengumpulkan data yang menekankan pada pengalaman langsung yang dilakukan siswa kemudian dicatat dan mengingat kembali suatu peristiwa. Siswa melakukan observasi dengan mengumpulkan data-data yang dapat mereka gunakan sebagai sumber dalam melakukan suatu analisis.
28
3. Mengklasifikasikan Mengklasifikasikan merupakan keterampilan proses untuk memilah berbagai aspek peristiwa berdasarkan sifat-sifat khususnya, sehingga didapatkan golongan/kelompok sejenis dari objek peristiwa yang dimaksud. Siswa menentukan golongan dengan mengamati persamaan, perbedaan, dan hubungan serta pengelompokkan objek berdasarkan kesesuaian dengan berbagai tujuan. 4. Mengkomunikasikan Kemampuan berkomunikasi dengan orang lain merupakan dasar
untuk
segala
hal
yang
akan
dikerjakan.
Mengomunikasikan adalah menyampaikan dan memperoleh fakta, konsep, serta prinsip ilmu pengetahuan dalam bentuk suara, visual, atau suara visual. 5. Mengukur Mengukur merupakan hal yang terpenting dalam membina observasi kuantitatif, mengklasifikasikan, dan membandingkan segala sesuatu di sekeliling siswa, serta mengomunikasikan secara tepat dan efektif kepada orang lain. 6. Memprediksi Prediksi merupakan suatu ramalan dari apa yang kemudian hari dapat terjadi. Membuat prediksi yang dapat dipercaya tentang
objek
dan
peristiwa,
dapat
dilakukan
dengan
29
memperhitungkan penentuan secara tepat perilaku terhadap lingkungan siswa itu sendiri. 7. Menyimpulkan Menyimpulkan dapat diartikan sebagai suatu keterampilan untuk memutuskan keadaan suatu objek atau
peristiwa
berdasarkan fakta, konsep, dan prinsip yang diketahui. Menurut Abdul Majid (2008:176) LKS biasanya berisi petunjuk, langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu tugas. Tugastugas yang diberikan kepada siswa dapat berupa teoritis atau tugastugas praktis. Tugas teoritis misalnya tugas membaca artikel tertentu kemudian membuat resume untuk dipresentasikan. Sedangkan tugas praktis dapat berupa kerja laboratorium atau kerja lapangan. Menurut Trianto (2010: 112) LKS memuat sekumpulan kegiatan
mendasar
yang
harus
dilakukan
siswa
untuk
memaksimalkan pemahaman dalam upaya pembentukan kemampuan dasar sesuai indikator pencapaian hasil belajar yang harus ditempuh. Komponen-komponen LKS meliputi judul eksperimen, teori singkat tentang materi, alat dan bahan, prosedur eksperimen, data pengamatan, serta pertanyaan dan kesimpulan untuk bahan diskusi. Berdasarkan uraian di atas, unsur-unsur yang harus terpenuhi dalam LKS sebagai bahan ajar IPS adalah judul atau tema, petunjuk belajar (petunjuk untuk siswa dan guru), kompetensi yang akan dicapai, informasi pendukung, latihan-latihan, petunjuk kerja dapat
30
berupa Lembar Kerja (LK), serta evaluasi. Evaluasi yang disajikan dalam LKS harus memuat evaluasi pengetahuan, keterampilan, maupun sikap (sosial dan spiritual) siswa selama proses mencapai kompetensi yang ada dalam LKS tersebut. Sedangkan kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam LKS meliputi mengamati, menanya, mengeksplorasi, mengasosiasikan, dan mengkomunikasikan. Hal ini disesuaikan dengan pendekatan saintifik dalam Kurikulum 2013. e. Cara menyusun LKS Penyusunan LKS memerlukan ketelitian. Hal tersebut karena LKS harus disesuaikan dengan beberapa hal yang terlibat dalam proses pembelajaran. Menurut Lalu Muhammad Azhar (1993:78) dalam menyusun LKS, harus memperhatikan beberapa hal sebagai berikut: 1) siswa; 2) alokasi waktu; 3) urutan bahan yang akan disajikan dalam pembelajaran; 4) rangkaian perkembangan proses berfikir yang akan dikembangkan pada siswa; 5) ketrampilanketrampilan yang akan dikembangkan; serta 6) penilaian (evaluasi). Selain itu menyiapkan LKS membutuhkan kecermatan dan keterampilan yang memadai. LKS harus memenuhi kriteria yang berkaitan dengan tercapai atau tidaknya sebuah kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa. Oleh karena itu langkah awal yang harus dilakukan
dalam
menyusun
LKS
kompetensi yang harus dicapai oleh siswa.
adalah
mengidentifikasi
31
Menurut Martiyono (2012: 126) secara garis besar ada tiga langkah dalam penyusunan bahan ajar yaitu: 1) analisis kebutuhan bahan ajar yang meliputi analisis kurikulum, analisis sumber belajar, serta pemilihan dan penyusunan bahan ajar, 2) penyusunan peta bahan ajar, dan 3) pengembangan struktur bahan ajar. Proses penyusunan dimulai dari identifikasi seluruh kompetensi, menurunkan kompetensi ke dalam indikator, mengidentifikasi jenis isi materi pembelajaran, mencari sumber-sumber materi pembelajaran, dan penyusunan naskah (Martiyono, 2012: 126). Hasil akhir dari penyusunan ini dapat berupa modul, lembar kerja, buku, e-book, diktat, hand out, dan sebagainya. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, penyusunan LKS dapat dilakukan melalui analisis kebutuhan bahan ajar; analisis kurikulum; kemudian menganalisis Kurikulum Inti dan Kurikulum Dasar; analisis materi, menyusun peta kebutuhan bahan ajar, menentukan judul LKS, kemudian menyusun LKS. 4. Pembelajaran Berbasis Masalah atau Problem Based Learning (PBL) Penyusunan LKS berbasis masalah dimaksudkan untuk menyajikan kegiatan-kegiatan yang melatih siswa untuk menyelesaikan masalah. Oleh karena itu LKS tersebut disusun berdasarkan Problem Based Learning (PBL). Pada dasarnya ada model pembelajaran lain yang menjadikan masalah sebagai fokus dalam pembelajaran yaitu model pembelajaran problem solving. Problem solving merupakan metode yang
32
merangsang berfikir dan menggunakan wawasan tanpa melihat kualitas pendapat yang disampaikan oleh siswa (Martinis Yamin, 2008: 164). Guru harus mampu memahami cara berfikir siswa melalui pendapat yang mereka sampaikan. Metode ini merupakan bagian dari strategi belajar mengajar inkuiri (Muhammad Thobroni dan Arif Mustofa, 2013: 333). Metode ini memberikan tekanan pada penyelesaian masalah secara menalar. Kedua model pembelajaran ini sama-sama memiliki fokus penyajian masalah dalam proses pembelajaran, namun keduanya memiliki perbedaan. Pada model pembelajaran problem solving, masalah yang disajikan masih bersifat abstrak sehingga siswa harus merumuskan masalahnya sendiri dan mengemukakan pendapat mereka. David Johnson dan Johnson dalam Muhammad Thobroni dan Arif Mustofa (2013: 337) menjelaskan dalam pembelajaran berbasis problem solving ada tahap mendefinisikan masalah, di mana peristiwa-peristiwa yang bermasalah disajikan pada siswa, kemudian siswa merumuskan masalahnya dalam satu kalimat sederhana. Sedangkan pada Problem Based Learning masalah
disajikan
secara
konkrit
dan
siswa
diminta
untuk
menyelesaikannya secara berkelompok. Berdasarkan pertimbangan bahwa LKS yang akan dikembangkan mengacu pada Kurikulum 2013, penyajian masalah harus dekat dengan siswa, serta memanfaatkan pendekatan saintifik dalam penyelesaian masalah maka LKS berbasis masalah akan dasarkan pada karakteristik PBL.
33
a. Pengertian Pembelajaran Berbasis Masalah atau Problem Based Learning (PBL) Pembelajaran IPS hadir untuk menanamkan perilaku-perilaku sosial pada siswa agar mampu berpartisipasi dalam kehidupan sosial. Pembelajaran berbasis masalah atau Problem Based Learning yang selanjutnya disebut PBL merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang sesuai untuk diterapkan. PBL adalah seperangkat model mengajar yang menggunakan masalah sebagai fokus untuk mengembangkan keterampilan pemecahan masalah, materi, dan pengaturan diri (Hmelo-Silver (2004) dalam Paul Eggen dan Don Kauchak, 2012: 307). PBL merupakan proses pembelajaran yang menggunakan suatu permasalah sebagai topik utamanya. Penyajian permasalahan tersebut diharapkan dapat mendorong siswa berfikir kritis dan berlatih memecahkan permasalahan yang ada. Secara tegas Andi Prastowo (2013: 79) menjelaskan PBL adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai fokus pembelajaran. Siswa dapat belajar berfikir kritis dan memecahan masalah, memperoleh pengetahuan serta konsep yang esensi dari materi pelajaran. Yatim Rianto (2010: 285) menjelaskan PBL adalah suatu model pembelajaran yang dirancang dan dikembangkan untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah. Berdasarkan pendapat dari para ahli dapat disimpulkan bahwa PBL
34
adalah pendekatan pembelajaran yang didasarkan pada sebuah masalah untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam berfikir kritis dan memecahkan masalah. b. Karakteristik Pembelajaran Berbasis Masalah atau Problem Based Learning (PBL) Pembelajaran yang menggunakan pendekatan PBL harus terpusat pada siswa. Siswa harus dilibatkan dalam pemecahan masalah. Hal tersebut didukung oleh Haris Mudjiman (2007: 55) yang menjelaskan ciri utama PBL adalah pengetahuan dicari dan dibentuk oleh siswa sesuai dengan paham konstruktivisme. Siswa mampu membentuk pengetahuan baru yang dikumpulkan bersamaan dengan mereka mencari informasi untuk memecahkan masalah. Hal tersebut sesuai dengan karakteristik PBL yang disampaikan oleh Tan (2003) dalam Taufiq Amir, 2010: 22) bahwa dalam proses PBL: 1) Masalah yang terjadi di dunia nyata digunakan sebagai awal pembelajaran. 2) Masalah menuntut perspektif majemuk (multiple persective). 3) Masalah
membuat
siswa
tertantang
untuk
mendapatkan
pembelajaran di ranah pembelajaran yang baru. 4) Sangat mengutamakan belajar mandiri (self directed learning). 5) Memanfaatkan sumber pengetahuan yang bervariasi, tidak terbatas pada satu sumber saja.
35
6) Pembelajarannya kolaboratif, komunikatif, dan kooperatif. Siswa
bekerja
dalam
kelompok,
berinteraksi,
saling
mengajarkan (peer teaching), dan melakukan presentasi. Pendapat
Tan
(2003)
mengenai
proses
PBL
yang
dilaksanakan siswa dengan membentuk kelompok didukung oleh Sugiyanto (2010: 155) menjelaskan PBL ditandai oleh siswa yang bekerja berpasangan atau dalam kelompok-kelompok kecil yang menginvestigasi masalah kehidupan nyata. Menurut Paul Eggen dan Don Kauchak (2012: 307), PBL memiliki tiga karakteristik, di antaranya adalah: pembelajaran berfokus
pada memecahkan
masalah, tanggung jawab untuk memecahkan masalah bertumpu pada siswa, dan guru mendukung proses saat siswa memecahkan masalah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa karakteristik PBL adalah penyajian pembelajaran dengan masalah yang autentik (nyata terjadi dan dekat dengan siswa); pemecahan masalah menggunakan pendekatan interdisipliner; masalah yang disajikan menjadikan
pembelajaran
lebih
menantang
bagi
siswa;
mengutamakan belajar mandiri tanpa harus tergantung pada guru; menggunakan sumber informasi yang bervariasi, sehingga guru bukanlah satu-satunya sumber; serta PBL mendorong siswa untuk belajar secara kolaboratif, komunikatif, dan kooperatif dengan teman sebaya maupun guru mereka.
36
c. Pentingnya Pembelajaran Berbasis Masalah atau Problem Based Learning (PBL) Keunggulan utama dalam PBL adalah pada perancangan masalah yang menjadi fokus dalam pembelajaran. Adanya penyajian permasalahan siswa akan terbiasa untuk berfikir kritis dan akan berusaha mencari solusi untuk mengatasi permasalahan yang dihadapinya. Taufik Amir (2010: 32-33) menjelaskan ada beberapa ciri khas masalah yang bisa disajikan dalam pembelajaran dengan pendekatan PBL, di antaranya adalah: 1) Masalah merupakan cerminan masalah yang nyata. Pemecahan masalah yang dilakukan oleh siswa akan bermanfaat bagi siswa untuk berpartisipasi dalam lingkungannya. 2) Dikonstruksi dengan pengetahuan sebelumnya. Masalah yang disajikan dapat membangun kembali pemahaman yang telah didapat sebelumnya oleh siswa, sehingga pemahaman siswa tersebut akan semakin kuat. 3) Membangun pengetahuan yang metakognitif dan konstruktif. Hal tersebut memiliki arti siswa merefleksi seperti apa pemikirannya atas suatu hal. Siswa menguji pemikirannya, mempertanyakannya, mengkritisi gagasannya sendiri, sekaligus mengeksplorasi hal yang baru. Kemudian mereka akan memahami sebuah pengetahuan secara konstruktif, jika mereka
37
mencari pemecahan masalah, mencari, dan menemukan informasi yang terkait. 4) Meningkatkan minat
dan motivasi dalam
pembelajaran.
Rancangan masalah yang menarik, menantang, serta memiliki relevansi dengan kehidupan siswa akan meningkatkan minat dan motivasi siswa. Hal tersebut dipertegas oleh Wina Sanjaya (2010: 220) yang menjelaskan beberapa keunggulan PBL sehingga penting untuk diterapkan dalam pembelajaran, keunggulan tersebut di antaranya: 1) Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa serta dapat mempermudah memahami isi pelajaran. 2) Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa, dan mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata. Siswa akan bertanggungjawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan. 3) Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berfikir kritis menyesuaikan dengan pengetahuan baru. 4) Pemecahan masalah dapat mengembangkan minat siswa secara terus menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa PBL sangat
sesuai
diterapkan
dalam
proses
pembelajaran
IPS.
38
Pembelajaran PBL memiliki fokus pada permasalahan nyata yang terjadi di lingkungan siswa. Kemudian siswa dilatih untuk memecahkan permasalahan tersebut. Selain itu PBL mampu mengembangkan kemampuan siswa untuk berfikir kritis dan memecahkan masalah, sehingga memberikan kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki. Hal tersebut sesuai dengan tujuan pembelajaran IPS yaitu untuk mengembangkan kemampuan siswa untuk berfikir kritis serta mampu memecahkan masalah. d. Unsur-unsur dalam Pembelajaran Berbasis Masalah atau Problem Based Learning (PBL) Pembelajaran berbasis masalah melibatkan presentasi situasisituasi autentik dan bermakna yang berfungsi sebagai landasan bagi penyelidikan oleh siswa. Unsur-unsur PBL menurut Arens (Agus Suprijono,
2012:
71)
adalah
permasalahan
autentik,
fokus
interdisipliner, investigasi autentik, adanya produk, dan kolaborasi. Permasalahan
autentik
artinya
PBL
mengorganisasikan
masalah nyata yang penting secara sosial dan bermakna bagi siswa. Siswa dihadapkan pada berbagai situasi kehidupan nyata yang tidak dapat diberi jawaban-jawaban sederhana. Fokus interdisipliner mengandung arti pemecahan masalah menggunakan pendekatan interdisipliner. Hal ini dimaksudkan agar siswa belajar berfikir struktural dan belajar menggunakan berbagai
39
perspektif keilmuan. Investigasi autentik dalam PBL artinya siswa harus melakukan investigasi autentik yaitu berusaha menemukan solusi riil.
Siswa
harus
menganalisis
dan
menetapkan
masalahnya,
mengembangkan hipotesis dan membuat prediksi, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melaksanakan eksperimen, membuat inferensi, dan menarik kesimpulan. Adanya produk artinya PBL menuntut siswa mengontruksikan produk sebagai hasil investigasi. Produk bisa berupa paper yang dideskripsikan dan didemonstrasikan kepada orang lain. Kolaborasi siswa dalam PBL mendorong penyelidikan dan dialog bersama untuk mengembangkan ketrampilan berfikir dan ketrampilan sosial. Selanjutnya Taufiq Amir (2010: 34) lebih menegaskan pemilihan fitur masalah atau jenis masalah seperti yang ditunjukkan pada tabel 2. Tabel 1. Jenis Masalah dalam PBL Fitur Masalah Karakteristik
Hal-hal yang harus diperhatikan 1. Seperti apa relevansinya dengan sasaran RPP? 2. Seperti apa relevansinya dengan dunia nyata? 3. Seperti apa tingkat kompleksitas dan kesulitannya? 4. Apakah penyelesaiannya hanya menuntut pemahaman satu topik, atau penyelesaiannya menuntut integritas multitopik atau bahkan multidisiplin ilmu. 5. Seberapa terbuka solusi masalahnya? Konteksnya 1. Apakah masalah cukup “mengambang”(ill-structured)? 2. Apakah cukup mengundang rasa ingin tahu? 3. Apakah cukup menantang dan menciptakan motivasi? 4. Apakah cukup membuat siswa memanfaatkan pengetahuan terdahulunya (prior knowledge) dan mendapatkan informasi baru? Lingkungan Belajar 1. Sejauh mana masalah dapat menstimulasi kerjasama kelompok? dan Sumber Materi 2. Belajar independen seperti apa yang diharapkan? 3. Apakah perlu ada tuntunan mendapatkan sumber materi? 4. Seperti apa “isyarat” atau “petunjuk” yang anda sisipkan disetiap masalah? 5. Data/informasi seperti apa yang dituntut dari sumber materi? (perpustakaan? Cari ke sumber langsung? Internet? dan sebagainya) Pelaporan dan 1. Adakah skenario dari penyelesaian masalah? Presentasi 2. Sejauh apa rincian laporan dan presentasi yang harus dibuat? Bagaimana dengan lampiran-lampiranya? 3. Bagaimana format presentasi dan diskusi?
40
Unsur yang harus ada dalam PBL adalah permasalahan yang nyata dan dekat serta sesuai dengan taraf berfikir siswa. Masalah yang disajikan harus diselesaikan dengan pendekatan interdisipliner yaitu siswa didorong untuk menyelesaikan masalah dengan menggunakan
berbagai
perspektif
keilmuan.
Siswa
harus
memberikan solusi yang nyata pada masalah yang disajikan. Kegiatan pemecahan masalah dapat diakhiri dengan penyajian produk, yaitu berupa paper ataupun laporan kegiatan. Selain itu dalam proses PBL, siswa didorong untuk saling berkolaborasi dengan teman sebaya sehingga mereka dapat belajar untuk menyampaikan pendapat dan mengambil keputusan. 5. Desain LKS Berbasis Masalah Penggunaan bahan ajar pada setiap kegiatan pembelajaran akan membuat pembelajaran lebih bermakna, sehingga diperlukan bahan ajar yang dapat menunjang pembelajaran tersebut. Penggunaan LKS berbasis masalah menjadi pilihan dalam menunjang proses belajar yang bermakna. LKS yang ideal untuk bahan ajar tidak sekedar hanya berisi materi dan latihan soal serta mampu mencapai tujuannya sebagai bahan ajar. Martiyono (2012: 136) menjelaskan tujuan LKS sebagai bahan ajar, di antaranya: a. Mampu membantu siswa menemukan suatu konsep. Ciri-ciri LKS yang
dapat
membantu
siswa
menemukan
konsep
adalah:
41
mendahulukan suatu tema yang bersifat konkret, sederhana, dan berkaitan dengan konsep yang dipelajari, serta mengajak siswa untuk mengkontruksi pengetahuan yang mereka peroleh. b. Mampu membantu siswa menerapkan dan mengintegrasikan berbagai konsep yang telah ditemukan dalam kehidupan nyata. Misalnya
pembelajaran
tentang
materi
mitigasi
bencana,
pembelajaran tersebut dapat diterapkan di lingkungan yang rawan bencana. Ketika bencana melanda, siswa dapat menerapkan pengetahuan tentang mitigasi bencana tersebut. c. Berfungsi sebagai penuntun belajar. LKS membantu siswa untuk memahami, mendalami, dan menerapkan pengetahuan yang mereka peroleh dari buku yang mereka miliki serta dapat digunakan sebagai petunjuk untuk praktikum. d. LKS berfungsi sebagai penguatan. LKS dapat digunakan untuk penerapan materi yang telah diajarkan. LKS yang mampu memenuhi fungsi-fungsinya sebagai bahan ajar tersebut dapat mendukung pencapaian tujuan pembelajaran yaitu melatih siswa untuk berfikir kritis, belajar mandiri, dan mengembangkan kemampuan memecahkan
memecahkan masalah
masalah.
dapat
dicapai
Kemampuan dengan
siswa
dalam
mengembangkan
keterampilan meneliti dalam diri mereka. Meneliti merupakan salah satu keterampilan dalam dimensi keterampilan pembelajaran IPS. Menurut Sapriya (2011: 52) keterampilan ini diperlukan untuk mengumpulkan dan
42
mengolah data. Keterampilan tersebut dapat dilakukan dengan melatih siswa untuk meneliti, melalui berbagai kegiatan yaitu mengidentifikasi dan mengungkapkan masalah; mengumpulkan dan mengolah data; menafsirkan data; menganalisis data; menilai bukti yang ditemukan; menyimpulkan; menerapkan hasil temuan dalam konteks yang berbeda; dan membuat pertimbangan nilai. Berdasarkan hal tersebut, LKS dapat digunakan
untuk
membangun
pola
pikir
siswa
dengan
cara
bereksperimen dalam memecahkan suatu permasalahan. Kegiatan eksperimen di dalam LKS tersebut dapat memfungsikan proses PBL. Penyusunan LKS berbasis masalah harus disesuaikan dengan karakter LKS dan PBL. Berdasarkan pertimbangan karakteristik LKS dan PBL pada bahasan sebelumnya, maka dapat diketahui ciri-ciri LKS yang ideal dengan pendekatan PBL, yaitu: a. Penyusunan LKS didasarkan pada suatu permasalahan, siswa didorong untuk aktif mengkaji permasalahan tersebut. Permasalahan tersebut harus kontekstual, artinya permasalahan harus nyata dan dekat dengan siswa. b. LKS didesain untuk belajar mandiri, artinya guru tidak menjadi satusatunya sumber informasi. Guru bisa menjadi fasilitator, bukan menjadi pusat pembelajaran. Siswa dapat memanfaatkan sumber pengetahuan yang bervariasi.
43
c. Pembelajaran menggunakan LKS berbasis masalah dapat didesain dalam pembelajaran yang kolaboratif, komunikatif, dan kooperatif. LKS dapat digunakan dalam kelompok, ataupun peer teaching. d. LKS berbasis masalah harus bisa mengeksplorasi pengetahuan siswa.
Salah
satunya
dengan
mengembangkan
pengetahuan
sebelumnya dan dikontruksi dalam materi yang dikaji, sehingga pengalaman belajar akan dialami oleh siswa. e. LKS berbasis masalah mampu mendorong siswa mengembangkan kemampuan berfikir kritis dan memecahkan masalah dengan pendekatan interdisipliner. Siswa harus mampu berfikir secara struktural dan mencari solusi dari permasalahannya dari berbagai sudut pandang keilmuan. Selain itu LKS berbasis masalah harus disusun sedemikian rupa untuk mengekfektifkan pelaksanaan pembelajaran, artinya siswa dapat melakukan kegiatan-kegiatan yang mengarah kepada pencapaian kompetensi seperti yang diharapkan. Kegiatan-kegiatan yang ada di dalam LKS berbasis masalah harus mendorong siswa berfikir kritis dan belajar mandiri. Siswa dibiasakan untuk menerapkan cara belajar aktif dan partisipatif untuk mengembangkan diri masing-masing yang tidak terikat oleh kehadiran guru serta teman sekelas. Siswa bebas menentukan arah, rencana, sumber, dan keputusan untuk mencapai tujuan akademik dalam proses belajar mandiri (Martinis Yamin, 2007: 115-116). Selain itu LKS berbasis masalah harus sesuai dengan Kurikulum 2013, sehingga
44
dalam kegiatan-kegiatan LKS dapat didesain dengan pendekatan saintifik. Kegiatan
tersebut
meliputi
mengamati,
menanya,
mengeksplorasi,
mengasosiasikan, dan mengkomunikasikan. B. Penelitian yang Relevan 1. Abdul Rohmad (2012) dalam penelitian yang berjudul Pengembangan Lembar Kerja Siswa (LKS) Berbasis Eksplorasi, Elaborasi, dan Konfirmasi (EEK) serta Kebencanaan sebagai Bahan Ajar Mata Pelajaran Geografi SMA/MA di Kabupaten Rembang. Hasil penelitian ini menunjukkan LKS berbasis EEK serta kebencanaan dalam kategori layak digunakan berdasarkan penilaian kelayakan bahan ajar BSNP. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan diadakan adalah keduanya merupakan penelitian pengembangan LKS. Perbedaan LKS yang dikembangkan dalam penelitian ini merupakan LKS berbasis EEK serta kebencanaan dan pada penelitian yang akan dilakukan merupakan LKS berbasis masalah. Selain itu subjek uji coba penelitian, di dalam penelitian ini subjek uji cobanya adalah siswa tingkat SMA/MA dan penelitian yang akan dilakukan memiliki subjek uji coba siswa tingkat SMP. Penelitian yang akan dilakukan memanfaatkan penelitian ini pada bagian jenis penelitian yaitu penelitian dan pengembangan serta bidang yang dikembangkan yaitu bidang Ilmu Sosial. 2. Anita Mayasari (2012) dalam penelitian yang berjudul Pengembangan LKS Berbasis Masalah pada Materi Bilangan Bulat untuk Siswa Kelas VII SMP.
Penelitian
ini
merupakan
penelitian
pengembangan
yang
45
menghasilkan LKS berbasis masalah dan mempunyai kualitas baik ditinjau dari aspek kevalidan, kepraktisan, dan kefektifan. Kualitas LKS ditinjau dari aspek kevalidan termasuk kategori baik ditunjukkan dengan skor dari ahi materi sebesar 208 dari skor maksimal 256 dan perolehan skor dari ahli media sebesar
136 dari skor maksimal 160. Ditinjau dari aspek
kepraktisan termasuk dalam kategori baik dengan perolehan skor dari guru sebesar 171 dari skor maksimal 216 dan perolehan skor total hasil angke respon siswa sebesar 2241 dari skor maksimal 2816. Ditinjau dari aspek keefektifan menunjukkan bahwa LKS efektif digunakan dalam proses pembelajaran. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah keduanya merupakan penelitian pengembangan LKS berbasis masalah. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah bidang yang dikaji, dalam penelitian ini mengembangkan LKS
Matematika,
sedangkan
penelitian
yang
akan
dilakukan
mengembangkan LKS IPS. Penelitian yang akan dilakukan memanfaatkan penelitian ini pada bagian jenis penelitian yaitu penelitian dan pengembangan, serta pendekatan yang ada pada produk yaitu LKS berbasis masalah. 3. Prihma Sinta Utami (2012) dalam penelitian yang berjudul “Perbedaan Model Belajar Problem Based Learning dan Model Siklus 5E dalam Meningkatkan Kemandirian Belajar IPS Siswa Kelas VIII SMP Negeri 4 Yogyakarta Tahun Ajaran 2012/2013”. Model PBL memberi kontribusi lebih siknifikan terhadap kamandirian belajar IPS siswa dibandingkan
46
siklus 5E. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan, keduanya sama-sama meneliti tentang pendekatan Problem Based Learning (PBL) atau pembelajaran yang mengacu pada masalah. Perbedaannya terletak pada metode penelitian yang digunakan. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen, sedangkan penelitian yang akan dilakukan merupakan penelitian dan pengembangan. Penelitian yang akan dilakukan memanfaatkan penelitian ini pada variabel penelitian yaitu pendekatan Problem Based Learning (PBL) sebagai pendekatan dalam LKS yang dikembangkan. C. Kerangka Pikir Kehidupan yang semakin kompleks dan permasalahan yang semakin beragam seperti yang dipaparkan pada latar belakang masalah turut menuntut pembaharuan
dalam
ilmu
pengetahuan.
Pembaharuan
dalam
ilmu
pengetahuan biasanya dapat dijumpai pada bidang pendidikan yang terangkum dalam sebuah siklus pembelajaran. Pembelajaran hendaknya menyesuaikan dengan perkembangan zaman yang selalu berubah. Siswa dituntut untuk bisa berpartisipasi dalam kehidupan sosial untuk menyikapi permasalahan yang terjadi. Guru, siswa, bahan ajar, media pembelajaran, serta metode pembelajaran yang digunakan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pembelajaran, sehingga menjadi hal yang perlu diperhatikan dalam upaya pembaharuan ilmu pengetahuan dalam bidang pendidikaan. Berbagai upaya pembaharuan dapat dilakukan dalam pembelajaran salah satunya pada bahan ajar. Bahan ajar mampu membantu siswa maupun guru
47
dalam melaksanakan pembelajaran. Bahan ajar yang dapat dikembangkan adalah LKS. LKS yang saat ini digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran belum sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh siswa. LKS belum
mengajak
siswa
untuk
mengeksplorasi
pengetahuan
dan
pengalamannya sendiri, selain itu belum mendorong siswa untuk berfikir kritis serta memiliki kemampuan memecahkan masalah. Berdasarkan teoriteori dan penelitian yang relevan di atas maka dikembangkan LKS berbasis masalah untuk pembelajaran IPS di SMP. Kelayakan bahan ajar cetak berbentuk LKS berbasis masalah di uji melalui tahap validasi yang terdiri dari validasi oleh ahli materi, ahli media dan validasi dari guru sebagai pengguna bahan ajar serta uji coba lapangan pada siswa untuk menentukan sejauh mana bahan ajar tersebut layak digunakan dalam pembelajaran. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka disusun skema kerangka pikir sebagai berikut: Tuntutan peningkatan kualitas pembelajaran
Belum banyak dikembangkan bahan ajar yang menggunakan pendekatan saintifik
Bahan ajar yang digunakan belum mengaktivasi siswa untuk berfikir kritis dan melatih memecahkan masalah.
Pengembangan bahan ajar yang dirancang dengan pendekatan saintifik serta mampu mengaktivasi siswa untuk berfikir kritis dan melatih memecahkan masalah
Pengembangan Bahan Ajar berupa LKS berbasis masalah
Gambar 1. Skema Kerangka Pikir
48
D. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan kerangka pikir di atas, maka dapat disusun pertayaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana kelayakan LKS berbasis masalah yang telah dikembangkan dilihat dari hasil validasi ahli materi. 2. Bagaimana kelayakan LKS berbasis masalah yang telah dikembangkan dilihat dari hasil validasi ahli media. 3. Bagaimana kelayakan LKS berbasis masalah yang telah dikembangkan dilihat dari hasil validasi guru IPS. 4. Bagaimana kelayakan LKS berbasis masalah yang telah dikembangkan menurut uji coba lapangan pada siswa.