BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teoretis 2.1.1 Pengertian Menulis Menurut Rusyana (dalam Cahyani dan Rosmana, 2006: 97) “Menulis adalah mengutarakan sesuatu secara tertulis dengan menggunakan bahasa terpilih dan tersusun”. “Menulis merupakan sebuah proses kreatif menuangkan gagasan dalam bentuk bahasa tulis untuk tujuan, misalnya memberi tahu, meyakinkan, menghibur” (Nurjamal dan Sumirat, 2010: 68). Menurut Farris (dalam Resmini dkk 2009: 193) “Menulis merupakan kegiatan yang paling kompleks untuk dipelajari siswa. Khususnya di sekolah dasar, menulis merupakan keterampilan yang sulit diajarkan sehingga bagi guru, mengajarkan menulis juga merupakan tugas yang paling sulit”. “Menulis adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan lambanglambang bahasa untuk menyampaikan sesuatu baik berupa ide ataupun gagasan kepada orang lain atau pembaca yang dilakukan dengan menggunakan bahasa lisan” (Cahyani dan Rosmana, 2006: 103). Menurut Nurudin (dalam Wicaksono 2011) “Menulis adalah kegiatan untuk menghasilkan tulisan. Tulisan adalah sesuatu yang dihasilkan akibat kegiatan proses kreatif penulisannya. Dengan kata lain, hasil gagasan dalam bahasa tulis yang dapat dibaca dan dimengerti oleh masyarakat pembaca”. Sedangkan menurut Yunus dan Suparno (2007: 129) “Menulis adalah kegiatan komunikasi berupa penyampaian pesan secara tertulis kepada pihak lain”.
Menurut Rofi’uddin dan Zuhdi (1999: 262) “Menulis dapat diartikan sebagai aktivitas pengekspresian ide, gagasan, pikiran atau perasaan ke dalam lambang-lambang kebahasaan (bahasa tulis)”. “Menulis
merupakan
suatu
bentuk
manifestasi
kemampuan
dan
keterampilan berbahasa yang paling akhir dikuasai oleh pembelajar bahasa setelah kemampuan mendengarkan, berbicara dan membaca. Kemampuan menulis merupakan usaha untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan yang ada pada diri seseorang” (Iskandarwassid dan Sunender, 2008: 248). Dengan demikian diperoleh suatu kesimpulan bahwa menulis adalah kegiatan menuangkan gagasan, ide atau pendapat yang akan disampaikan kepada orang lain melalui media bahasa tulis untuk dipahami. 2.1.2 Tujuan Menulis Tujuan menulis menurut Hartig (dalam Cahyani dan Rosmana, 2006: 98) adalah sebagai berikut : a. Tujuan Penugasan (assigment purpose) Kegiatan menulis dilakukan karena ditugaskan menulis sesuatu, bukan atas kemauan sendiri. b. Tujuan Altrustik (altruistic purpose) Penulis bertujuan untuk menyenangkan para pembaca, menghindarkan kedukaan pembaca, ingin menolong pembaca memahami, menghargai perasaan dan penaarannya, ingin membuat hidup pembaca lebih mudah dan lebih menyenangkan dengan karyanya itu.
c. Tujuan Persuasif (persuasive purpose) Tulisan yang bertujuan meyakinkan para pembaca akan kebenaran gagasan yang diutarakan. d. Tujuan Penerangan (informational purpose) Tulisan yang bertujuan memberi informasi atau keteragan/penerangan kepada pembaca. e. Tujuan Pernyataan Diri (self expressive purpose) Tulisan yang bertujuan memperkenalkan atau menyatakan diri sang pengarang kepada pembaca. f. Tujuan Kreatif (creative purpose) Tujuan ini erat berhubungan dengan tujuan pernyataan diri. Tetapi keinginan kreatif di sini melebihi pernyataan diri dan melibatkan dirinya dengan keinginan mencapai norma artistik atau seni yang ideal, seni idaman. Tulisan ini bertujuan mencapai nilai-nilai artistik, nilai-nilai kesenian. g. Tujuan Pemecahan Masalah (problem solving purpose) Dalam tulisan seperti ini penulis ingin memecahkan masalah yang dihadapinya. Penulis ingin menjelaskan, menjernihkan serta menjelajahi serta meneliti secara cermat pikiran-pikiran dan gagasan-gagasannya sendiri agar dapat dimengerti dan diterima oleh pembaca.
Dari uraian sebelumnya, dapat peneliti simpulkan bahwa tujuan menulis adalah salah satu tugas, untuk memberikan
kesenangan atau rasa senang,
keyakinan, informasi, memperkenalkan diri dan memberikan pemecahan masalah atau menjadikan solusi yang dihadapi baik oleh peneliti maupun para pembacanya, sehingga dari hasil penelitiannya dapat bermanfaat khususnya bagi dirinya sendiri maupun bagi pembacanya. 2.1.3 Jenis-jenis Tulisan Menurut Cahyani dan Rosmana (2006: 99) jenis-jenis tulisan adalah sebagai berikut : a. Tulisan Narasi (kisah, naratif) Narasi merupakan suatu bentuk pengembangan tulisan yang bersifat menyejarahkan sesuatu berdasarkan perkembangannya dari waktu ke waktu. Narasi mementingkan urutan kronologis dari suatu peristiwa, kejadian atau masalah. Kekuatan tulisan ini terletak pada urutan cerita berdasarkan waktu dan cara-cara bercerita yang diatur melalui alur (plot). b. Tulisan Eksposisi Seorang penulis eksposisi akan berkata “Saya menceritakan semua kejadian atau peristiwa kepada anda dan menjelaskannya agar anda dapat memahaminya.” Ungkapan itu memberi gambaran bahwa tulisan eksposisi berupaya memberikan informasi.
c. Tulisan Deskripsi (pemerian, deskriptif) Jenis tulisan ini berkaitan dengan pengalaman panca indra, seperti pendengaran, penglihatan, perabaan, penciuman atau perasaan. Tulisan jenis deskripsi ini memberikan suatu gambaran tentang suatu peristiwa atau suatu kejadian. d. Tulisan Argumentasi Argumentasi sebenarnya merupakan suatu jenis tulisan eksposisi yang bersifat khusus. Penulisannya berupaya meyakinkan atau membujuk pembaca untuk percaya dan menerima apa yang dikemukakannya. e. Tulisan Prosedural Tulisan prosedural merupakan rangkaian tuntutan yang melukiskan sesuatu secara berurutan yang tidak boleh dibolak-balik unsurnya karena urgensi unsur yang lebih dahulu menjadi landasan unsur yang berikutnya. Tulisan ini biasanya disusun untuk menjawab pertanyaan bagaimana proses terjadinya atau bekerjanya sesuatu atau bagaimana mengerjakan sesuatu. f. Tulisan Hortatorik Tulisan ini merupakan tuturan yang isinya bersifat ajakan, bujukan atau nasehat. Kadang-kadang tuturan ini disusun untuk memperkuat keputusan atau meyakinkan pendapat.
g. Tulisan Dialog Tulisan dialog berisi percakapan yang berupa kalimat-kalimat langsung seorang pembicara dengan orang lain secara bergantian dalam peran pembicara dan pendengar. h. Tulisan Surat Tulisan surat adalah tulisan yang berupa kalimat langsung seorang penulis yang ditujukkan kepada teralamat. 2.1.4 Manfaat Menulis Menurut Sabarati (dalam Cahyani dan Rosmana (2006: 102) manfaat menulis yaitu : a. Mengetahui kemampuan dan potensi diri serta pengetahuan tentang topik yang dipilih. Dengan mengembangkan topik itu, maka terpaksa berpikir, menggali pengetahuan dan pengalaman yang tersimpan di bawah sadar. b. Dengan mengembangkan berbagai gagasan penulis terpaksa bernalar, menghubung-hubungkan serta membandingkan fakta-fakta yang mugkin tidak pernah kita lakukan kalau tidak menulis. c. Lebih banyak menyerap, mencari serta menguasai informasi sehubungan dengan topik yang ditulis. Dengan demikian, kegiatan menulis memperluas wawasan baik secara teoretis maupun mengenai fakta-fakta yang berhubungan. d. Menulis
berarti
mengorganisasi
gagasan
secara
sistematik
serta
mengungkapkannya secara tersurat. Dengan demikian permasalahan yang semula masih samar menjadi lebih jelas.
e. Melalui tulisan dapat menjadi peninjau dan penilai gagasan secara lebih objektif. f. Lebih muda memecahkan masalah dengan menganalisisnya secara tersurat dalam konteks yang lebih kongkret. g. Dengan menulis kata aktif berfikir sehingga kita dapat menjadi penemu sekaligus pemecah masalah, bukan sekedar penyedap informasi. h. Kegiatan menulis yang terencana akan membiasakan kita berpikir dan berbahasa secara tertib. Berdasarkan uraian sebelumnya jelas menunjukkan bahwa manfaat menulis adalah melatih diri untuk bernalar, mengintrospeksi diri, serta dapat melatih bahasa dengan baik dan benar sehingga wawasan kita akan bertambah. 2.1.5 Pengertian Puisi “Puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengkonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan pengkonsentrasian struktur fisik dan struktur batinnya” (Sadikin, 2011: 10). Menurut Sayuti (dalam Sadikin, 2011: 10) “Puisi adalah pengucapan bahasa yang memperhitungkan
adanya aspek-aspek
bunyi
di
dalamnya,
yang
mengungkapkan pengalaman imajinatif, emosional dan intelektual penyair yang ditimba dari kehidupan individu dan solusinya, yang diungkapkan dengan teknik tertentu sehingga puisi itu dapat membangkitkan pengalaman tertentu pula dalam diri pembaca atau pendengarnya”.
Puisi dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu : puisi bebas dan puisi terikat. Puisi bebas adalah puisi yang tidak terikat oleh rima dan matra, dan tidak terikat oleh jumlah larik di setiap bait, jumlah suku kata dalam setiap larik. Sedangkan puisi terikat atau puisi lama adalah puisi yang terikat oleh aturan. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan puisi bebas. Berdasarkan defiinsi-definisi yang dikumpulkan oleh Ahmad (dalam Pradopo, 2009: 6), pengertian-pengertian puisi adalah sebagai berikut : 1. Puisi adalah kata-kata yang terindah dalam suasana terindah. Penyair memilih kata-kata yang setepatnya dan disusun sebaik-baiknya, misalnya seimbang, simetri antara satu unsur dengan unsur lain sangat erat hubungannya dan sebagainya (Coleridge) 2. Puisi merupakan pemikiran yang bersifat musikal (Carlyle) 3. Puisi adalah pernyataan perasaan yang imajinatif, yaitu perasaan yang direkakan atau diangankan (Wordsworth) 4. Puisi itu lebih merupakan pernyataan perasaan yang bercampur-baur (Auden) 5. Puisi merupakan pemikiran manusia secara konkret dan artistik dalam bahasa emosional serta berirama (Dunton) 6. Puisi adalah rekaman detik-detik yang paling indah dalam hidup kita (Shelley)
Dari sejumlah definisi puisi menurut beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa puisi adalah salah satu bentuk karya sastra yang mengungkapkan ide, gagasan, pikiran, dan pengalaman secara imajinatif dan emosional dengan menggunakan bahasa yang disusun dengan mempertimbangkan efek keindahan bahasa. 2.1.6 Unsur-unsur Puisi Menurut Hartoko (dalam Sadikin 2011: 10) puisi terdiri dari dua unsur, yaitu unsur tematik atau unsur semantik puisi dan unsur sintaksis puisi. Unsur tematik atau unsur semantik puisi menuju ke arah struktur batin sedangkan unsur sintaksis mengarah pada struktur fisik puisi. Struktur batin adalah makna yang terkandung dalam puisi yang tidak secara langsung dapat di hayati. Struktur batin terdiri dari : 1. Tema Tema/makna (sense). Bahasa adalah media puisi dan tataran bahasa adalah hubungan tanda dengan makna. Puisi harus bermakna, baik makna tiap kata, baris, bait, maupun makna keseluruhan. 2. Rasa Rasa (feeling), yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam puisinya. Pengungkapan tema dan rasa erat kaitannya dengan latar belakang sosial dan psikologi penyair, misalnya pendidikan, agama, jenis kelamin, kelas sosial, kedudukan dalam masyarakat, usia, pengalaman sosiologis dan psikologis. Kedalaman pengungkapan tema dan ketepatan dalam menyikapi suatu masalah tidak bergantung pada kemampuan penyair memilih kata-kata,
rima, gaya bahasa, dan bentuk puisi saja, tetapi juga ditentukan oleh wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan kepribadian yang terbentuk dari latar belakang sosiologis dan psikologisnya. 3. Nada Nada (tone), adalah sikap penyair terhadap pembacanya yang berkaitan juga dengan tema dan rasa. Penyair dapat menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte, bekerja sama dengan pembaca untuk memecahkan masalah, menyerahkan masalah begitu saja kepada pembaca, dengan nada sombong, menganggap bodoh dan rendah pembaca, dan lain-lain . 4. Amanat Amanat/ tujuan/ maksud (itention). Sadar atau tidak, ada tujuan yang mendorong penyair menciptakan puisi. Tujuan tersebut bisa dicari sebelum penyair menciptakan puisi, maupun dapat ditemui dalam puisinya. Struktur fisik adalah struktur yang bisa kita lihat melalui bahasanya yang tampak. Struktur fisik terdiri dari : 1. Diksi Diksi atau pilihan kata mempunyai peranan penting dan utama untuk mencapai keefektifan dalam penulisan suatu karya sastra khususnya puisi. Untuk mencapai diksi yang baik seorang penulis harus memahami secara lebih baik masalah kata dan maknanya, harus tahu memperluas dan mengaktifkan kosa kata, harus mampu memilih kata yang tepat, kata yang sesuai dengan situasi yang dihadapinya, dan harus mengenali dengan baik macam corak gaya bahasa sesuai dengan tujuan penulisan.
2. Pengimajian Pengimajian artinya kata-kata penyair yang mampu membawa seolah-olah ikut melihat, mendengar dan merasakan apa yang digambarkan penyair. 3. Kata Kongkret Kata konkret adalah kata-kata yang digunakan oleh penyair untuk menggambarkan suatu lukisan keadaan atau suasana batin dengan maksud untuk membangkitkan imaji pembaca. Penyair berusaha mengkonkretkan kata-kata, maksudnya kata-kata itu diupayakan dapat menyaran kepada arti yang menyeluruh. Dalam hubungannya dengan pengimajian, kata konkret merupakan syarat atau sebab terjadinya pengimajian. 4. Bahasa Figuratif Bahasa figuratif disebut juga sebagai majas. Bahasa puisi dapat membuat puisi menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna. Bahasa yang digunakan penyair untuk secara tidak langsung mengungkapkan makna. Kata atau bahasa kiasnya bermakna kias.Bahasa puisi dapat membuat puisi menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna. 5. Versifikasi Versifikasi meliputi ritma, rima, dan metrum. Secara umum, ritma dikenal sebagai irama, yakni pergantian turun naik, panjang pendek, keras lembut ucapan bunyi bahasa dengan teratur. Rima adalah pengulangan bunyi di dalam baris atau larik puisi, pada akhir baris puisi, atau bahkan juga pada keseluruhan baris dan bait puisi. Jika fonetik itu berpadu dengan ritma, maka akan mampu mempertegas
makna puisi. Rima ini meliputi onomatope (tiruan terhadap bunyi-bunyi), bentuk intern pola bunyi (misalnya: aliterasi, asonansi, persamaan akhir, peramaan awal, sajak berulang, sajak penuh), intonasi, repetisi bunyi atau kata, dan persamaan bunyi. Metrum adalah irama yang tetap, artinya pergantiannya sudah tetap menurut pola tertentu. Hal ini disebabkan oleh jumlah suku kata yang tetap, tekanan yang tetap, dan alun suara menaik dan menurun yang tetap. 6. Tipografi (Tata Wajah) Tipografi (tata wajah) adalah cara meletakkan kalimat dalam tiap bait puisi. 2.1.7 Pengertian Media Gambar Banyak sekali media pembelajaran yang sudah kita pelajari, namun hanya sedikit sekali media yang cukup sering digunakan di dalam kelas. Media yang sering digunakan di dalam kelas, diantaranya gambar, papan tulis, buku (Yamin dan Ansari, 2009: 154). Menurut Anwar dan Harmi (2010: 170) “Gambar adalah media yang paling umum dipakai dalam pembelajaran. Gambar sifatnya universal, mudah dimengerti dan tidak terikat oleh keterbatasan bahasa”. Gambar merupakan alat visual yang penting dan mudah didapat. Penting sebab dapat memberi penggambaran visual yang konkrit tentang masalah yang digambarkannya. Gambar membuat orang dapat menangkap ide atau informasi yang terkandung di dalamnya dengan jelas, lebih jelas daripada yang dapat diungkapkan oleh kata-kata, baik yang ditulis maupun yang diucapkan. Gambar telah lama digunakan sebagai medium untuk mengajar dan belajar serta dapat
digunakan terus dengan efektif dan mudah. Selain itu gambar mudah di dapat (Suleiman 1985:27-29). Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan gambar adalah alat visual yang mudah didapat, dimengerti dan media yang paling umum digunakan dalam pembelajaran. Syarat gambar mencapai tujuan semaksimal mungkin sebagai alat visual, gambar itu harus dipilih menurut syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat itu sebagai berikut : 1) Gambar harus bagus, jelas, menarik, mudah dimengerti dan cukup besar untuk dapat memperlihatkan detail 2) Apa yang tergambar harus cukup penting dan cocok untuk hal yang sedang dipelajari atau masalah yang dihadapi 3) Gambar harus benar atau autentik, artinya menggambarkan situasi yang serupa jika dilihat dalam keadaan yang sebenarnya 4) Kesederhanaan itu penting sekali. Gambar yang rumit sering mengalihkan perhatian dari hal-hal yang penting. Anak-anak dan orang yang tidaak terpelajar bingung oleh bagian-bagian yang kecil dari sebuah gambar, akhirnya gagal menemukan arti yang sesungguhnya dari gambar yang dilihat itu 5) Gambar harus sesuai dengan kecerdasan orang yang melihatnya 6) Warna walau tidak mutlak dapat meninggikan nilai sebuah gambar, lebih realistis dan merangsang untuk melihatnya 7) Ukuran perbandingkan penting pula
Kelebihan gambar sebagai media pembelajaran antara lain : (1) Gambar mudah diperoleh, bisa digunting dari majalah atau dibuat sendiri. Mudah menggunakannya dan tidak memerlukan alat tambahan (2) Penggunaan gambar merupakan hal yang wajar dalam proses belajar tanpa memberi kesan seperti yang sering dituduhkan kepada penggunaan media (3) Koleksi gambar dapat diperbesar terus (4) Mudah mengatur pilihan untuk suatu pelajaran
Hal-hal yang perlu diperhatikan bila menggunakan gambar antara lain gunakanlah gambar yang sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan siswa (isi, ukuran dan warna), saat memperlihatkan gambar usahakan agar gambar tersebut jangan sampai bergerak, dan hindari penggunaan gambar dalam jumlah dan jenis yang terlalu banyak, sebab hal ini cenderung membingungkan siswa (Latuheru, 1988: 43). 2.1.8 Aspek Yang Dinilai Dalam Menulis Puisi Berdasarkan Gambar Menurut Safari (1995:110) secara khusus aspek yang dinilai dalam menulis puisi didasarkan pada ruang lingkup dan tingkat kedalaman pembelajaran serta tujuan pengajarannya yang sudah ditetapkan di dalam kurikulum. secara umum aspek yang dapat dinilai dalam menulis puisi diantaranya adalah sebagai berikut : 1) Ketepatan pilihan kata sesuai gambar 2) Kesesuaian isi puisi dengan gambar 3) Tema / pokok yang dikemukakan penyair 4) Sikap terhadap pokok persoalan yang terdapat dalam puisi 5) Amanat atau tujuan penyair menciptakan puisi yang disajikan
6) Kerjasama dalam kelompok dalam menulis sebuah puisi Berdasarkan aspek di atas maka peneliti menitih beratkan pada aspek : (1) Ketetapan pilihan kata sesuai gambar (2) Kesesuaian isi puisi dengan gambar (3) Kerjasama 2.1.9 Pengertian Pendekatan Kontekstual Menurut Anwar dan Harni (2010: 117) “Pendekatan kontekstual merupakan salah satu model pembelajaran yang menekankan keterkaitan antara materi pembelajaran dengan dunia kehidupan siswa secara nyata, sehingga siswa dapat menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar dalam kehidupan sehari-hari”. Menurut Suprijono (2009: 79) “Pembelajaran kontekstual atau Contekstual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Pembelajaran kontekstual merupakan prosedur pendidikan yang bertujuan membantu peserta didik memahami makna bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan mereka sendiri dalam lingkungan sosial dan budaya masyarakat”. “Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan
menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka” (Sanjaya, 2005: 109). Paparan pengertian pembelajaran kontekstual dapat diperjelas sebagai berikut.
Pertama,
pembelajaran
kontekstual
menekankan kepada
proses
keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung. Proses belajar dalam konteks pembelajaran kontekstual tidak mengharapkan agar siswa hanya menerima pelajaran, akan tetapi proses mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran. Kedua, pendekatan kontekstual mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini akan memperkuat dugaan bahwa materi yang telah dipelajari akan tetap tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan. Ketiga,
pembelajaran
kontekstual
mendorong
siswa
untuk
dapat
menerapkannya dalam kehidupan, artinya pembelajaran kontekstual bukan hanya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Materi pelajaran dalam konteks CTL bukan untuk ditumpuk di otak dan kemudian dilupakan akan tetapi sebagai bekal mereka dalam mengarungi bahtera kehidupan nyata.
Berdasarkan pengertian pendekatan kontekstual, terdapat lima karakteristik penting dalam menggunakan proses pembelajaran kontekstual yaitu : 1. Dalam CTL pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada, artinya apa yang akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari, dengan demikian pengetahuan yang akan diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitan satu sama lain 2. Pembelajaran kontekstual adalah belajar dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan baru, yang diperoleh dengan cara deduktif, artinya pembelajaran dimulai dengan cara mempelajari dimulai dengan cara mempelajari secara keseluruhan , kemudian memperhatikan detailnya 3. Pemahaman pengetahuan, artinya pengetahuan yang diperoleh buku untuk dihafal tapi untuk dipahami dan diyakini, misalnya dengan cara meminta tanggapan dari yang lain tentang pengetahuan yang diperolehnya dan berdasarkan tanggapan tersebut baru pengetahuan itu dikembangkan 4. Mempraktekkan
pengetahuan
dan
pengalaman
tersebut,
artinya
pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak perubahan perilaku siswa 5. Melakukan refleksi terhadap strategi pengembangan pengetahuan. Hal ini dilakukan
sebagai
umpan
balik
untuk
penyempurnaan strategi (Sa’ud 2008: 163-164)
proses
perbaikan
dan
2.1.10 Pembelajaran Menulis Puisi Berdasarkan Gambar Melalui Pendekatan Kontekstual Di Sekolah Dasar Setiap siswa memiliki gaya yang berbeda dalam belajar. Perbedaan yang dimiliki siswa tersebut menanamkannya sebagai unsur modalitas belajar (Sanjaya 2005: 116). Menurutnya ada tiga tipe gaya belajar siswa, yaitu tipe visula, auditorial, dan linestik. Tipe visual adalah adalah gaya belajar dengan cara melihat, artinya siswa akan lebih cepat belajar dengan cara menggunakan indra penglihatannya. Tipe auditorial adalah tipe belajar dengan cara menggunakan alat pendengarannya. Sedangkan tipe kinestik adalah tipe belajar dengan cara bergerak, bekerja dan menyentuh. Dalam proses pembelajaran kontekstual, setipa guru perlu memahami tipe belajar dalam dunia siswa, artinya guru perlu menyesuaikan gaya mengajar terhadap gaya belajar siswa. Sehubungan dengan hal itu, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan bagi setiap guru manakala menggunakan pendekatan kontekstual 1) Siswa dalam pembelajaran kontekstual dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya.anak bukanlah orang dewasa dalam bentuk kecil, melainkan organisme yang sedang berada dalam tahap-tahap perkembangan. Kemampuan belajar akan sangat ditentukan oleh tingkat perkembangan dan pengalaman mereka. Dengan demikian peran guru bukanlah sebagai instruktur yang memaksakan kehendak, melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai dengan tahap perkembangannya
2) Setiap anak memiliki kecenderungan untuk belajar hal-hal yang baru dan penuh tantangan. Kegemaran anak adalah mencoba hal-hal yang dianggap aneh dan baru. Oleh karena itulah belajar bagi mereka adalah mencoba memecahkan setiap persoalan yang menantang. Dengan demikian gur berperan dalam memilih bahan-bahan belajar yang dianggap penting untuk dipelajari oleh siswa 3) Belajar bagi siswa adalah proses mencari keterkaitan atau keterhubungan antara hal-hal yang barudengan hal-hal yang sudah diketahui. Dengan demikian peran guru adalah membantu agar setiap siswa mampu menemukan keterkaitan antara pengalaman baru dengan pengalaman sebelumnya 4) Belajar bagi anak adalah proses menyempurnakan skema yang telah ada atau proses pembentukan skema baru, dengan demikian tugas guru adalah memfasilitasi agar anak mampu melakukan proses asimilasi dan proses akomodasi
Sesuai dengan asumsi ini yang mendasarinya, bahwa pengetahuan itu diperoleh anak bukan dari informasi yang diberikan oleh orang lain termasuk guru, akan tetapi dari proses menemukan dan mengonstruksinya sendiri, maka guru harus menghindari mengajar sebagai proses penyampaian informasi. Guru perlu memandang siswa sebagai subjek belajar dengan segala keunikannya. Siswa adalah organisme yang aktif yang memiliki potensi untuk membangun pengetahuannya sendiri. Kalaupun guru memberikan informasi kepada siswa,
guru harus memberi kesempatan untuk menggali informasi itu agar lebih bermakna untuk kehidupan mereka. Menurut Sa’ud (2008: 172-175) Tahap model pembelajaran kontekstual meliputi empat tahap, yaitu : invitasi, eksplorasi, penjelasan dan solusi dan pengambilan tindakan. Tahapan pembelajaran tersebut dapat dilihat pada diagram berikut. Tahap invitasi, siswa didorong agar mengemukakan pengetahuan awalnya tentang konsep yang dibahas. Bila perlu guru memancing dengan memberikan pertanyaan yang problematik tentang fenomena kehidupan sehari-hari melalui kaitan konsep-konsep yang dibahas tadi dengan pendapat yang mereka miliki. Siswa
diberi
kesempatan
untuk
mengkomunikasikan,
mengikutsertakan
pemahamannya tentang konsep tersebut. Tahap eksplorasi, siswa diberi kesempatan untuk menyelidiki dan menemukan konsep melalui pengumuman, pengorganisasian, penginterpretasikan data dalam sebuah kegiatan yang telah dirancang guru. Secara berkelompok siswa melakukan kegiatan dan berdiskusi tentang masalah yang ia bahas. Secara keseluruhan, tahap ini akan memenuhi rasa keingintahuan siswa tentang fenomena kehidupan lingkungan sekelilingnya. Tahap penjelasan dan solusi, saat siswa memberikan penjelasan-penjelasan solusi yang didasarkan pada hasil observasinya ditambah dengan penguatan guru, maka siswa dapat menyampaikan gagasan, membuat model, membuat rangkuman dan ringkasan.
Tahapan pengambilan
tindakan, siswa dapat
membuat
keputusan,
menggunakan pengetahuan dan keterampilan, berbagai informasi dan gagasan, mengajukan pertanyaan lanjutan, mengajukan saran baik secara individu maupun kelompok yang berhubungan dengan pemecahan masalah. Berdasarkan tahapan-tahapan pembelajaran kontekstual tersebut, maka langkah-langkah pembelajaran kontekstual dalam menulis puisi seperti di bawah ini : a. Pendahuluan 1) Guru menjelaskan kompetensi yang harus dicapai serta manfaat dari proses pembelajaran dan pentingnya materi yang akan dipelajari yaitu menulis puisi bebas yang berhubungan dengan lingkungan sekolah 2) Guru menjelaskan prosedur pembelajaran kontekstual (1) Siswa dibagi dalam beberapa kelompok sesuai dengan jumlah siswa (2) Tiap kelompok ditugaskan untuk melakukan observasi di lingkungan sekolah, misalnya kelompok 1 dan 2 melakukan observasi di halaman depan kelas dan kelompok 3 dan 4 melakukan observasi di sekitar halaman belakang sekolah (3) Melalui observasi siswa ditugaskan untuk mencatat berbagai hal yang berhubungan dengan hasil temuan saat observasi tadi dan akan dibuat dalam sebuah puisi
b. Inti Di lapangan 1) Siswa melakukan observasi sesuai dengan pembagian tugas kelompok 2) Siswa mencatat hal-hal yang mereka amati di lingkungan Di dalam kelas (1) Siswa mendiskusikan temuan mereka sesuai dengan kelompoknya masingmasing (2) Masing-masing kelompok menulis puisi c. Penutup 1) Dengan bantuan guru siswa menyimpulkan hasil observasi sekitar masalah temuan sesuai dengan indikator hasil belajar yang harus dicapai 2) Guru menugaskan siswa untuk membuat tugas tentang pengalaman belajar mereka dengan tema “Lingkungan Sekolah 2.2 Kajian Penelitian Yang Relevan Penelitian yang pernah ada sebelumnya dan ada relevansinya dengan topik penelitian ini dan dijadi kan sebagai salah satu acuan dalam penelitian ini adalah Saherliawati Deni (2011) Universitas Negeri Malang. Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar yang berjudul Meningkatkan Kemampuan Menulis Puisi Anak Melalui Media Pembelajaran Benda Konkret Pada Siswa Kelas III SDN Sumbersari 2 Malang. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilakukan dalam 2 siklus. Data yang diolah dan dianalisis berupa data proses dan hasil pembelajaran menulis puisi. Isntrumen yang digunakan yaitu pedoman observasi, asesmen kinerja, pedoman wawancara guru
dan siswa, dan dokumentasi pembelajaran. Subjek penelitian yaitu siswa kelas III SDN Sumbersari 2 Malang yang berjumlah 27 siswa, terdiri atas 8 siswa perempuan dan 19 siswa laki-laki. Berdasarkan hasil analisis data pada tiga kegiatan yaitu pramenulis, menulis, dan pasca menulis diperoleh temuan kemampuan dan hasil puisi siswa meningkat. Siswa semakin paham tahap-tahap menulis puisi, mulai dari pengamatan media benda konkret, menentukan kata kunci, mendeskripsikan halhal yang mereka ketahui tentang benda konkret, menentukan tema, sampai menuliskan puisi menggunakan kata yang menarik. Mereka lebih mudah mengungkapkan ide. Sedangkan untuk hasil penulisan puisi, siswa dapat menggambarkan benda sesuai kenyataan, judul dan diksi yang digunakan beragam isi puisi lebih luas seperti cerita sehari-hari, ungkapan perasaan baik senang maupun sedih, dan ucapan terima kasih, pengimajian juga mulai muncul. Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan bahwa kemampuan menulis puisi anak dapat ditingkatkan dengan menggunakan media pembelajaran benda konkret. Oleh karena itu, disarankan kepada guru untuk dapat memanfaatkan media benda konkret dalam pembelajaran menulis puisi dan pembelajaran lainnya http://library.um.ac.id. Penelitian selanjutnya Netty Saleh (2009) Universitas Negeri Gorontalo, Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar yang berjudul Meningkatkan Kemampuan Menulis Puisi Menggunakan Pendekatan Kontekstual Di Kelas V SDN Inpres Bumbulan Kabupaten Pohuwato .
Masalah dalam penelitian ini adalah apakah dengan menggunakan pendekatan kontekstual kemampuan menulis puisi siswa kelas V SDN Inpres Bumbulan Kabupaten Pohuwato dapat ditingkatkan ? Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa menulis puisi menggunakan pendekatan kontekstual di kelas V SDN Inpres Bumbulan Kabupaten Pohuwato. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Penelitian ini dilaksanakan di SDN Inpres Bumbulan dengan karakteristik subyek penelitian adalah siswa kelas V dengan jumlah siswa 15 orang yang terdiri dari 8 orang laki-laki dan 7 orang perempuan. Dari hasil penelitian kemampuan siswa dalam hal menulis puisi dengan menggunakan pendekatan kontekstual menunjukkan hasil yang cukup baik pada siklus I. Hal ini dilihat bahwa untuk aspek pemilihan judul ada 14 orang atau 90% yang sudah memperlihatkan kriteria baik dan 1 orang atau 6% kurang baik. Untuk pilihan kata 8 orang atau 55% sudah baik dan 7 atau 45% belum bisa dalam hal pilihan kata. Untuk aspek bahasa 10 sudah baik atau 75% dan 5 orang atau 25% belum tepat. Sehingga perlu dilakukan perbaikan pada siklus II dan dapat dijelaskan bahwa untuk aspek menentukan judul dengan kriteria baik 100% siswa sudah memperlihatkan kriteria kurang tidak ada sama sekali, siswa sudah mampu menentukan judul dengan baik. Untuk pilihan kata 13 orang atau 89% sudah baik dan 2 orang atau 11% belum bisa dalam hal pemilihan kata. Untuk aspek bahasa 12 orang atau 83% sudah baik dan 3 orang atau 17% belum tepat. Dari hasil yang diperoleh pada siklus II ini terlihat bahwa telah terjadi peningkatan yang
diharapkan. Simpulan adalah dengan menggunakan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam hal menulis puisi. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian sebelumnya memfokuskan permasalahan pada kemampuan menulis puisi anak dapat ditingkatkan dengan menggunakan media pembelajaran benda kongkret dan kemampuan siswa menulis puisi dengan menggunakan pendekatan kontekstual dengan aspek yang diamati yaitu aspek pemilihan judul, aspek bahasa dan aspek pilihan kata. Sedangkan penelitian ini menitiberatkan pada kemampuan siswa menulis puisi berdasarkan gamabar melaui pendekatan kontekstual dengan aspek yang diamati yaitu ketepatan pilihan kata sesuai gambar, kesesuaian isi puisi dengan gambar dan kerjasama. 2.3 Hipotesis Tindakan Adapun hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah jika guru menggunakan pendekatan kontekstual, maka kemampuan menulis puisi berdasarkan gambar akan meningkat bagi siswa di kelas III SDN 2 Tapa Kecamatan Tapa Kabupaten Bone Bolango. 2.4 Indikator Kinerja Adapun yang menjadi indikator kinerja yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah kemampuan menulis puisi berdasarkan gambar siswa kelas III SDN 2 Tapa mencapai 80% dan hasil belajar siswa berdasarkan kriteria ketuntasan minimal (KKM) 75 ke atas, maka penelitian ini dinyatakan berhasil.