BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN
2.1 Hakikat Keterampilan Kata keterampilan sama artinya dengan kata kecekatan. Terampil atau cekatan adalah kepandaian melakukan sesuatu dengan cepat dan benar. Seseorang yang dapat melakukan sesuatu dengan cepat tetapi salah tidak dapat dikatakan terampil. Demikian pula apabila seseorang dapat melakukan sesuatu dengan benar tetapi lambat, juga tidak sapat dikatakan terampil (Soemarjadi, dkk, 2002:2). Keterampilan yaitu kemampuan untuk menggunakan akal, fikiran, ide dan kreatifitas dalam mengerjakan, mengubah ataupun membuat sesuatu menjadi lebih bermakna sehngga menghasilkan sebuah nilai dari hasil pekerjaan tersebut. Tarigan (2008:21) mengatakan bahwa selain training yang diperlukan untuk mengembangkan kemampuan, ketrampilan juga membutuhkan kemampuan dasar (basic ability) untuk melakukan pekerjaan secara mudah dan tepat. Keterampilan menulis merupakan salah satu jenis keterampilan berbahasa yang harus dikuasai siswa. Banyak ahli telah mengemukakan pengertian menulis. Menurut pendapat Abbas (2006:125), keterampilan menulis adalah kemampuan mengungkapkan gagasan, pendapat, dan perasaan kepada pihak lain dengan melalui bahasa tulis. Ketepatan pengungkapan gagasan harus didukung dengan ketepatan bahasa yang digunakan, kosakata dan gramatikal dan penggunaan ejaan. Menurut
7
8
Rofi’uddin
dan
Zuhdi
(1999:15),
keterampilan
menulis
merupakan
suatu
keterampilan menuangkan pikiran, gagasan, pendapat tentang sesuatu, tanggapan terhadap suatu pernyataan keinginan, atau pengungkapan perasaan dengan menggunakan bahas tulis. Menurut Tarigan (2008:3), keterampilan menulis adalah salah satu keterampilan berbahasa yang produktif dan ekspresif yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung dan tidak secara tatap muka dengan pihak lain. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat dikemukakan bahwa keterampilan menulis adalah keterampilan menuangkan ide, gagasan, perasaan dalam bentuk bahasa tulis sehingga orang lain yang membaca dapat memahami isi tulisan tersebut dengan baik. 2.2 Hakikat Menulis Kamus Lengkap Bahasa Indonesia menjelaskan bahwa kata menulis berasal dari kata tulis. Tulis adalah ada huruf (angka dan sebagainya) yang dibuat (digurat dan sebagainya) dengan pena (pensil, cat, dan sebagainya). Menulis adalah membuat huruf, angka , dan sebagainya dengan pena, pensil, cat, dan sebagainya melahirkan pikiran atau perasaan seperti mengarang, membuat surat, dan sebagainya dengan tulisan. Selanjutnya menulis adalah menuangkan gagasan, pendapat, perasaan, keinginan, dan kemauan, serta informasi ke dalam tulisan dan kemudian “mengirimkannya” kepada orang lain (Syafi’ie,2004:45).
9
Selain itu, menulis juga merupakan suatu aktivitas komunikasi yang menggunakan bahasa sebagai medianya. Wujudnya berupa tulisan yang terdiri atas rangkaian huruf yang bermakna dengan semua kelengkapannya, seperti ejaan dan tanda baca. Menulis juga suatu proses penyampaian gagasan, pesan, sikap, dan pendapat kepada pembaca dengan simbol-simbol atau lambang bahasa yang dapat dilihat dan disepakati bersama oleh penulis dan pembaca. Ada beberapa persyaratan yang sebaiknya dimiliki seorang siswa untuk menghasilkan tulisan yang baik. Syafi’ie (2004:45) mengemukakan bahwa syarat-syarat tersebut adalah (1) kemampuan untuk menemukan masalah yang akan ditulis, (2) kepekaan terhadap kondisi pembaca, (3) kemampuan menyusun rencana penulisan, (4) kemampuan menggunakan bahasa, (5) kemampuan memulai tulisan, dan (6) kemampuan memeriksa tulisan. Menulis berarti menyampaikan pikiran, perasaan, atau pertimbangan melalui tulisan. Alatnya adalah bahasa yang terdiri atas kata, frasa, klausa, kalimat, paragraf, dan wacana. Pikiran yang disampaikan kepada orang lain harus dinyatakan dengan kata yang mendukung makna secara tepat dan sesuai dengan apa yang ingin dinyatakan. Kata-kata itu harus disusun secara teratur dalam klausa dan kalimat agar orang dapat menangkap apa yang ingin disampaikan itu. Makin teratur bahasa yang digunakan, makin mudah orang menangkap pikiran yang disalurkan melalui bahasa itu. Oleh karena itu, keterampilan menulis di sekolah sangatlah penting. Menulis pada hakikatnya adalah suatu proses berpikir yang teratur, sehingga apa yang ditulis mudah dipahami pembaca. Sebuah tulisan dikatakan baik apabila
10
memiliki ciri-ciri, antara lain bermakna, jelas, bulat dan utuh, ekonomis, dan memenuhi kaidah gramatika. Menurut Kosasih (2005:32) Kemampuan menulis adalah kemampuan seseorang untuk menuangkan buah pikiran, ide, gagasan, dengan mempergunakan rangkaian bahasa tulis yang baik dan benar. Kemampuan menulis seseorang akan menjadi baik apabila dia juga memiliki: (a) kemampuan untuk menemukan masalah yang akan ditulis, (b) kepekaan terhadap kondisi pembaca, (c) kemampuan menyusun perencanaan penelitian, (d) kemampuan menggunakan bahasa indonesia, (e) kemampuan memuali menulis, dan (f) kemam-puan memeriksa karangan sendiri. Kemampuan tersebut akan berkembang apabila ditunjang dengan kegaiatan membaca dan kekayaan kosakata yang dimilikinya. Pendapat lainnya menyatakan bahwa menulis adalah keseluruhan rangkaian kegiatan seseorang dalam mengungkapkan gagasan dan menyampaikannya melalui bahasa tulis kepada pembaca seperti yang dimaksud oleh pengarang. Agar komunikasi lewat lambang tulis dapat tercapai seperti yang diharapkan, penulis hendaklah menuangkan ide atau gagasannya kedalam bahasa yang tepat, teratur, dan lengkap. Dengan demikian, bahasa yang dipergunakan dalam menulis dapat menggambarkan suasana hati atai pikiran penulis. Sehingga dengan bahsa tulis seseorang akan dapat menuang-kan isi hati dan pikiran. Kata keterampilan berbahasa mengandung dua asosiasi, yakni kompetensi dan performansi. Kompetensi mengacu pada pengetahuan konseptual tentang sistem dan kaidah kebahasan, sedangkan performansi merujuk pada kecakapan menggunakan
11
sistem kaidah kebahasaan yang telah diketahui untuk berbagai tujuan penggunaan komunikasi. Seseorang dikatakan terampil menulis apabila ia memahami dan mengaplikasikan proses pegungkapan ide, gagasan, dan perasaan dalam bahasa Indonesia tulis dengan mempertimbangkan faktor-faktor antara lain ejaan dan tata bahasa, organisasi/ susunan tulisan, keutuhan (koherensi), kepaduan (kohesi), tujuan, dan sasaran tulisan. 2.3 Tujuan Menulis Kegiatan menulis dilakukan dengan berbagai tujuan. Menulis mempunyai empat tujuan, yaitu untuk mengekpresikan diri, memberikan informasi kepada pembaca, mempersuasi pembaca, dan untuk meng-hasilkan karya tulis. Menurut Haryadi dkk., (2004:14) Jenis tulisan menurut tujuan menulis sebagai berikut: 1) Narasi yakni karangan/tulisan ekspositoris maupun imajinatif yang secara spesifikmenyampaikan informasi tertentu berupa perbuatan/tindakan yang terjadi dalam suatu rangkaian waktu. 2) Deskripsi yakni karangan/tulisan yang secara spesifik menyampaikan informasitentang situasi dan kondisi suatu lingkungan (kebendaan ataupun kemanusiaan).Penyampaiannya dilakukan secara objektif, apa adanya, dan terperinci. 3) Ekposisi
yakni karangan/tulisan yang secara
spesifik menyampaikan
informasitentang sesuatu hal (faktual maupun konseptual). Penyampaiannya dilakukan de-ngan tujuan menjelaskan, menerangkan, dan menguraikan sesuatu hal sehingga pengetahuan pendengar/pembaca menjadi bertambah.
12
4) Argumentatif yakni karangan/tulisan yang secara spesifik menyampaikan infor-masitentang sesuatu hal (faktual maupun konseptual). Penyampaiannya dilakukan dengan tujuan mempengaruhi, memperjelas, dan meyakinkan. 5) Persuasif:karangan/tulisan yang secara spesifik menyampaikan informasi tentang sesuatu hal (faktual maupun konseptual). Penyampaiannya dilakukan dengan tujuan mempengaruhi, meyakinkan, dan mengajak. 2.4 Manfaat Menulis Graves (dalam Haryadi dkk., 2004:14) berkaitan dengan manfaat menulis mengemukakan bahwa: (1) menulis menyumbang kecerdasan, (2) menulis mengembangkan daya inisiatif dan kreativitas, (3) menulis menumbuhkan keberanian, dan (4) menulis mendorong kemauan dan kemampuan mengumpulkan informasi. 1) Menulis Mengasah Kecerdasan Menulis adalah suatu aktivitas yang kompleks. Kompleksitas menulis terletak pada tuntutan kemampuan mengharmonikan berbagai aspek. Aspek-aspek itu meliputi (1) pengetahuan tentang topik yang akan dituliskan, (2) penuangan pengetahuan itu ke dalam racikan bahasa yang jernih, yang disesuaikan dengan corak wacana dan kemampuan pembacanya, dan (3) penyajiannya selaras dengan konvensi atau aturan penulisan. Untuk sampai pada kesanggupan seperti itu, seseorang perlu memiliki kekayaan dan keluwesan pengungkapan, kemampuan mengendalikan emosi, serat menata dan mengembangkan daya nalarnya dalam berbagai level berfikir, dari tingkat mengingat sampai evaluasi.
13
2) Menulis Mengembangkan Daya Inisiatif dan Kreativitas Dalam menulis, seseorang mesti menyiapkan dan mensuplai sendiri segala sesuatunya. Segala sesuatu itu adalah (1) unsur mekanik tulisan yang benar seperti pungtuasi, ejaan, diksi, pengalimatan, dan pewacanaan, (2) bahasa topik, dan (3) pertanyaan dan jawaban yang harus diajukan dan dipuaskannya sendiri. Agar hasilnya enak dibaca, maka apa yang dituliskan harus ditata dengan runtut, jelas dan menarik. 3) Menulis Menumbuhkan Keberanian Ketika menulis, seorang penulis harus berani menampilkan kediriannya, termasuk pemikiran, perasaan, dan gayanya, serta menawarkannya kepada publik. Konsekuensinya, dia harus siap dan mau melihat dengan jernih penilaian dan tanggapan apa pun dari pembacanya, baik yang bersifat positif ataupun negatif. 4) Menulis Mendorong Kemauan dan Kemampuan Mengumpulkan Informasi Seseorang menulis karena mempunyai ide, gagasan, pendapat, atau sesuatu hal yang menurutnya perlu disampaikan dan diketahui orang lain. Tetapi, apa yang disampaikannya itu tidak selalu dimilikinya saat itu. Padahal, tak akan dapat menyampaikan banyak hal dengan memuaskan tanpa memiliki wawasan atau pengetahuan yang memadai tentang apa yang akan dituliskannya. Kecuali, kalau memang apa yang disampaikannya hanya sekedarnya, (Kosasih, 2005:32). Kondisi ini akan memacu seseorang untuk mencari, mengumpulkan, dan menyerap informasi yang diperlukannya. Untuk keperluan itu, ia mungkin akan membaca, menyimak, mengamati, berdiskusi, berwawancara. Bagi penulis, pemerolehan informasi itu dimaksudkan agar dapat memahami dan mengingatnya dengan
14
baik, serta menggunakannya kembali untuk keperluannya dalam menulis. Implikasinya, dia akan berusaha untuk menjaga sumber informasi itu serta memelihara dan mengorganisasikannya sebaik mungkin. Upaya ini dilakukan agar ketika diperlukan, informasi itu dapat dengan mudah ditemukan dan dimanfaatkan. Motif dan perilaku seperti ini akan mempengaruhi minat dan kesungguhan dalam mengumpulkan informasi serta strategi yang ditempuhnya. Menulis banyak memberikan manfaat, di antaranya (1) wawasan tentang topik akan bertambah, karena dalam menulis berusaha mencari sumber tentang topik yang akan ditulis, (2) berusaha belajar, berpikir, dan bernalar tentang sesuatu misalnya menjaring informasi, menghubung-hubungkan, dan menarik simpulan, (3) dapat menyusun gagasan secara tertib dan sistematis, (4) akan berusaha menuangkan gagasan ke atas kertas walaupun gagasan yang tertulis me-mungkinkan untuk direvisi, (5) menulis memaksa untuk belajar secara aktif, dan (6) menulis yang terencana akan membisakan berfikir secara tertib dan sistematis. 2.5 Prinsip Menulis Keterampilan menulis merupakan satu keterampilan yang ditunjukkan oleh siswa bahwa ia bukan buta aksara. Pelatihan menulis menyibukan para siswa belajar bahasa. Semua ulangan selalu dinyatakan dalam bentuk tulis. Walaupun demikian, para guru masih mengeluhkan bahwa masih ada siswa tidak mempunyai keterampilan menulis. Pembelajaran menulis dalam bahasa Indonesia tidak dapat dilepaskan dari pembelajaran membaca. Pembelajaran menulis merupakan pembelajaran ke-
15
terampilan penggunaan bahasa Indonesia dalam bentuk tertulis. Keterampiln menulis adalah hasil dari keterampilan mendengar, berbicara, membaca. Menurut Suparno (2006:12) mengemukakan prinsip prinsip menulis adalah: (1) menulis tidak da-pat dipisahkan dari membaca. Pada jenjang pendidikan dasar pembelajaran menulis dan membaca terjadi secara serempak, (2) pembelajaran menulis adalah pembelajaran disiplin berpikir dan disiplin berbahasa, (3) pembelajaran menulis adalah pembelajaran tata tulis atau ejaan dan tanda baca bahasa Indonesia, dan (4) pembelajaran menulis berlangsung secara berjenjang bermula dari menyalin sampai dengan menulis ilmiah. Berdasarkan perinsip-prinsip pembelajaran menulis tersebut, maka alternatif pembelajaran menulis adalah sebagai berikut: (1) menyalin, (2) menyadur, (3) membuat ikhtisar, (4) menulis laporan, (5) menyusun pertanyaan angket dan wawancara, (6) membuat catatan, (7) menulis notulen, (8) menulis hasil seminar, pidato, dan laporan, (9) menulis surat yang berupa : ucapan selamat, undangan, pribadi, dinas, perjanjian, kuasa, dagang, pengaduan, perintah, pembaca, memo, dan kawat (telegram), (10) menulis poster dan iklan, (11) menulis berita, (12) melanjutkan tulisan, (13) mengubah, memperbaiki, dan menyempurnakan , (14) mengisi formulir yang terdiri dari: wesel dan cek, (15) menulis kuitansi, (16) menulis riwayat hidup, (17) menulis lamaran kerja, (18) menulis memorandum, (19) menulis proposal/usul penelitian, (20) menulis rancangan kegiatan, (21) menulis pidato/sambutan, (22) menulis naskah, (23) menyusun formulir, (24) membentuk bagan, denah, grafik, dan tabel, dan (25) menulis karya ilmiah.
16
2.6 Aspek Menulis Karangan Pengetahuan tentang aspek-aspek penting dalam menulis perlu dikuasai pula oleh siswa. Sebab dengan penguasaan itu siswa dapat mengetahui kekurangan dan kesalahan suatu karangan. Badudu (Dalam Musaba 2003:17) mengemukakan yang perlu diperhatikan dalam menulis, yaitu (1) menggunakan kata dalam kalimat secara tepat makna, (2) menggunakan kata dengan bentuk yang tepat, (3) menggunakan kata dalam distribusi yang tepat, (4) merangkaikan kata dalam frasa secara tepat, (5) menyusun klausa atau kalimat dengan susunan yang tepat, (6) merangkaikan kalimat dalam kesatuan yang lebih besar (paragraf) secara tepat dan baik, (7) menyusun wacana dari paragraf-paragraf dengan baik, (8) membuat karangan (wacana) dengan corak tertentu, deskripsi, narasi, eksposisi, persuasi, argumentasi, (9) membuat surat (macam-macam surat), (10) menyadur tulisan (puisi menjadi prosa), (11) membuat laporan (penelitian, pengalaman, dan sesuatu yang disaksikan), (12) mengalihkan kalimat (aktif menjadi pasif dan sebaliknya, kalimat langsung menjadi kalimat tak langsung), (13) mengubah wacana ( wacana percakapan menjadi wacana cerita atau sebaliknya). 1) Jenis-jenis Mengarang Pelajaran mengarang menurut (Dalam Musaba, 2003:19) macamnya adalah (1) mengarang surat, (2) mengarang cerita non fiksi, (3) mengarang cerita fiksi, (4) mengarang lukisan keadaan, (5) menulis berita aktual, (6) mengarang puisi, (7) mengarang esay, dan (8) mengarang naskah drama.
17
(1) Mengarang Surat Surat merupakan bentuk percakapan yang disajikan secara tertulis. Perbedaannya dengan percakapan biasa ialah karena dalam surat jawaban orangyang diajak berbicara tidak dapat diterima secara langsung. Oleh karena itu bentuk bahasa dalam surat dapat dikatakan mengarah-arah pada bahasa percakapan biasa. Pada garis besarnya surat dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu: (1) surat kekeluargaan dan (2) surat dinas. Yang dimaksud dengan surat kekeluargaan ialah surat yang dikirim dari dan kepada keluarga atau kenalan. Bentuk dan pemakaian bahasa dalam surat kekeluargaan sangat bebas, tidak terlalu terikat oleh pedoman yang tertentu.. sedangkan surat dinas ialah surat yang dikirimkan dari dan kepada jawatan, lembaga atau organisasi secara resmi. Bentuk dan bahasa dalam surat dinas biasanya terikat oleh pedoman dan tatatulis tertentu. (2) Mengarang Cerita Non Fiksi Yang dimaksud dengan cerita non fiksi ialah cerita tentang sesuatu yang ada/terjadi sungguh-sungguh. Karangan non cerita fiksi menuliskan cerita yang berhubungan hal-hal yang ada di sekitarnya atau peristiwa-peristiwa yang terjadi di lingkungannya. Dengan demikain mengarang cerita non fiksi ialah menulis apa saja yang dilihat, apa saja yang diketahui, dan apa saja yang dialami. (3) Mengarang Cerita Fiksi Yang dimaksud dengan mengarang cerita fiksi ialah mengarang cerita berdasarkan atas buah rekaan atau angan-angan saja. Cerita ini akan berupa suatu cerita pendek, fragmen, atau sekedar lamunan mengarang saja. Oleh karena itu
18
dasarnya adalah buah rekaan, maka cerita ini dapat mempunyai nilai (1) membiasakan untuk mengisi waktu senggang dengan lamunan yang produktif, (2) menghidupkan fantasi dan daya kreasi, dan (3) mengembangkan bakat mengarang. (4) Mengarang Lukisan Keadaan Yang
dimaksud
mengarang
lukisan
keadaan
ialah
karangan
yang
menggambarkan suatu situasi secara tepat dengan menggunakan alat bahasa. Tujuan mengarang lukisan keadaan ialah membiasakan untuk menggambarkan sesuatu dengan pengamatan secra teliti melalui kata-kata secara tepat. Karangan lukisan keadaan didasarkan atas suatu kenyataan. Karean sebagai suatu lukisan, maka kemampuan mengimajinasikan kenyataan dalam bahasa yang indah dan mampu menyentuh perasaan sangat diperlukan. Oleh karena itu karangan yang berupa lukisan keadaan mengarah kepada gaya bahasa puisi atau prosa liris. (5) Menulis Berita Aktual Yang dimaksud menulis berita aktual ialah menyampaikan terjadinya suatu peristiwa dengan cara menuliskannya menurut tata tulis berita yang telah lazim dipergunakan dalam persuratkabaran. Jadi berita aktual ialah suatu kejadian yang penting yang disampaikan oleh seseorang untuk orang banyak secara tertulis. Tujuan
menulis
berita
aktual
ialah
(1)
membiasakan
agar
dapat
menyampaikan peristiwa yang penting secara lengkap dan teratur dengan gaya bahasa yang tepat dan (2) mengembangkan bakat kewartawanan.
19
(6) Mengarang Puisi Puisi merupakan hasil ciptaan yang singkat dan padat. Manfaat mengarang puisi ialah (1) menyalurkan dorongan melahirkan perasaan yang kuat, yang pada umumnya
yang terdapat
pada
diri
masing-masing,
(2) memberika
latihan
mengungkapkan perasan dengan lambang-lambang kata yang tepat, yang berarti melatih kemampuan berbahasa, (3) mengajar memberi kesibukan yang berguan untuk mengisi waktu senggang dengan kepandaiannya, (4) mencoba secara tidak langsung memahami keadaan yang barang kali dapat dipergunakan untuk menolong memecahkan kesulitan yang dihadapi, dan (5) membantu memperkembangkan bakat. (7) Mengarang Esai Yang dimaksud dengan esai ialah karangan tentang suatu masalah yang pada suatu saat menarik perhatian seseorang penulis. Esai dapat mengenai masalah ilmu pengetahuan,keagamaan, filsafat, kebudayaan, kesenian, politik, dan masalah sosial. Tujuan mengarang esai ialah membiasakan untuk mampu menanggapi suatu masalah yang pada suatu saat menarik perhatian orang. (8) Mengarang Naskah Pidato Yang dimaksud dengan pidato ialah berbicara di hadapan publik, yang ditujukan kepada seseorang, sekelompok orang, atau kepada publik itu sendiri. Suatu piadato yang resmi memerlukan persiapan. Oleh karena itu pidato disiapkan secara tertulis. Selanjutnya untuk melatih menyusun naskah pidato perlu memperhatikan pidato yang akan disampaikan. Berdasarkan yang disampaikan pidato dibedakan
20
antara lain: (1) pidato penjelasan, (2) pidato sambutan, (3) pidato laporan, dan (4) pidato keilmuan.. 2.7 Langkah-Langkah Menulis Karangan Keterampilan menulis karangan dapat dilatih kepada siswa dengan cara menugasi siswa untuk menulis karangan dengan tema tertentu. Keterampilan tersebut dapat pula ditingkatkan dengan penggunaan media gambar seri. Menurut Suparno dan Mohamad Yunus (2008: 50), langkah-langkah menulis karangan sebagai berikut. a. Menentukan tema dan amanat yang akan disampaikan. b. Menentukan sasaran pembaca yaitu yang akan membaca karangan. c. Merancang peristiwa –peristiwa utama yang akan ditampilkan. d. Membagi peristiwa utama itu ke dalam bagian awal,perkembangan, dan akhir cerita. e. Rinci peristiwa tersebut ke dalam detail peristiwa sebagai pendukung cerita. f. Susun tokoh dan perwatakan, latar, dan sudut pandang Sedangkan, menurut Sabarti Akhadiah (1993: 105-110), langkah–langkah menulis karangan secara umum adalah sebagai berikut. a. Pemilihan sumber topik Topik merupakan masalah yang akan dibicarakan dalam karangan. Topik ini menjiwai seluruh karangan. Topik bisa ditentukan oleh guru, bisa ditentukan oleh siswa sendiri. Sumber –sumebr topik adalah sebagai berikut. 1) Pengalaman yaitu peristiwa yang pernah dialami oleh seseorang.
21
2) Pengamatan yaitu kegiatan mengamati suatu objek. Sumber ini baik dilatih untuk siswa dalam menggunakan pancainderanya secermat mungkin dan siswa dapat belajar mengungkap fakta kemudian menulisnya dalam bentuk karangan. 3) Imajinasi atau daya khayal, Kreativitas siswa dapat dikembangkan dengan daya imajinasi namun perlu disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa. 4) Sumber pendapat atau hasil penalaran seseorang dapat digali untuk melahirkan topik. b. Membuat judul Setiap karangan tentu mempunyai judul. Judul ialah titel, nama atau semacam label untuk sebuah karangan. Syarat–syarat judul yang baik yaitu : 1) harus sesuai dengan topik atau isi karangan, 2) judul sebaiknya dinyatakan dalam bentuk frase bukan kalimat, 3) usahakan judul sesingkat mungkin, dan 4) judul harus jelas bukan kiasan dan tidak mengandung makna ganda. c. Menentukan tujuan penulisan Seorang penulis harus mengungkapkan dengan jelas tujuan tulisan yang digarapnya. Tujuan penulisan menjadi pedoman bagi penulis dalam mengembangkan topik. Dengan menentuan tujuan, penulis dapat mengetahui apa yang harus dilakukannya, dapat mengetahui bahan apa yang diperlukan
22
dan sudut pandang yang akan dipilih. Kesadaran penulis tentang tujuannya, akan menjaga keutuhan tulisannya. d. Menentukan bahan penulisan Bahan penulisan merupakan semua informasi yang digunakan untuk mencapai tujuan penulisan. Bahan ini dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti bahan dari bacaan, pengamatan, angket dan wawancara. e. Membuat kerangka karangan Kerangka karangan merupakan suatu rencana kerja yang mengandung ketentuan–ketentuan tentang bagaimana menyusun karangan. Kerangka karangan dapat memebantu penulis menyusun karangan secara logis dan teratur serta menghidarkan dari kesalahan yang tidak perlu. Kegunaan kerangka karangan bagi penulis antara lain: 1) dapat membantu penulis menulis karangan secara teratur, tidak membahas satu gagasan dua kali, dapat mencegah penulis keluar dari sasaran yang sudah dirumuskan dalam topik atau judul, 2) dapat memperlihatkan bagian–bagian pokok karangan serta memberi kemungkunan perluasan dari bagian tersebut, dan 3) dapat memperlihatkan kepada penulis bahan–bahan atau materi yang diperlukan dalam pembahasan yang akan ditulisnya 2.8 Ruang Lingkup Pembelajaran Menulis di Sekolah Dasar Agar tujuan menulis dapat tercapai dengan baik, maka diperlukan latihan yang memadai dan secara terus-menerus. Selain itu, anak pun harus dibekali dengan
23
pengetahuan dan pengalaman yang akan ditulisnya, karena pada hakikatnya menulis adalah menuangkan sesuatu yang telah ada dalam pikirannya. Namun demikian, hal yang tidak dapat diabaikan dalam pengajaran mengarang di Sekolah Dasar adalah siswa harus mempunyai modal pengetahuan yang cukup tentang ejaan, kosakata, dan pengetahuan tentang mengarang itu sendiri. Untuk mencapai tujuan pembelajaran menulis seperti yang diungkapkan di muka, pembelajaran menulis di Sekolah Dasar harus dimulai dari tahap yang paling sederhana lalu pada hal yang sederhana, ke yang biasa, hingga pada yang paling sukar. Tentu saja hal ini perlu melalui tahapan sesuai dengan tingkat pemikiran siswa. Oleh karena itu, di Sekolah Dasar pembelajaran menulis dibagi atas dua tahap, yaitu menulis permulaan dan menulis lanjut. Menulis permulaan ditujukan kepada siswa kelas rendah yakni kelas satu hingga kelas tiga, sedangkan kelas empat hingga kelas enam diberi pembelajaran menulis lanjutan. Untuk lebih jelasnya berikut ini diuraikan kedua kelompok tersebut secara ringkas berdasarkan beberapa referensi. 1. Menulis Permulaan Dalam pembelajaran menulis permulaan tentu harus dimulai pada hal sangat sederhana. Menulis tentu hanya dengan bebrapa kalimat sederhana bukan suatu karangan yang utuh. Mengajarkan menulis permulaan tentu saja selalu dilakukan dengan pembelajaran terpimpin. Beberapa contoh pembelajaran menulis permulaan seperti berikut (a) mengarang mengikuti pola dengan cara siswa hanya diminta membuat karangan seperti contoh (pola) yang diberikan yang tentunya idenya harus
24
lebih dekat dengan siswa. Hal ini dimaksudkan agar siswa dapat menuangkan ide/pikiran secara runtut dan logis. (Kuntarto, 2007: 226) Contoh: Jeruk. Jeruk berbentuk bulat. Isinya kuning. Rasanya manis dan asam. Jeruk banyak dijual di pasar. Contoh di atas dapat ditiru polanya oleh anak dengan memberi topik lain misalnya, kelereng, kucing, pohon, dan sebagainya. Karangan di atas bisa diajarkan pada kelas satu dan dua, setelah siswa lancar dalam menulis kalimat sederhana. (b) Mengarang dengan melengkapi kalimat, yakni siswa diminta untuk melengkapi kalimat dalam karangan dengan kata yang telah tersedia. (c) Bimbingan dengan memasangkan kelompok kata, yakni siswa diminta untuk memasangkan kelompok kata dengan kalimat yang erpenggal atau kurang lengkap. Hal ini bertujuan agar siswa dapat membuat kalimat luas. (d) Bimbingan dengan mengurutkan kalimat, yaitu siswa dibimbing untuk mengurutkan kalimat sesuai dengan gambar seri. (e) Bimbingan dengan pertanyaan, hal ini diharapkan agar siswa dapat membuat karangan setelah dimulai dengan pertanyaan-pertanyaan dalam pikirannya. Karena sebuah karangan jika ditarik kesimpulan sebenarnya merupakan rangkaian jawaban atas berbagai pertanyaan. Dalam hal ini guru hanya menyiapkan beberapa pertanyaan, misalnya: Kucingku; apa nama kucingmu, apa warnanya, apakah kamu menyukainya,
25
apa makanannya, kapan memberi makan, lucukah, mengapa lucu, bagaimana suaranya, mengapa kucing dipelihara orang, dan sebagainya. Adapun langkah-langkah pembelajaran melalui metode pelatihan: 1.
Membuka pertemuan pembelajaran.
2.
Memberikan pengantar materi mengenai penulisan buku harian
3.
Memberikan/memusatkan perhatian siswa terhadap topik yang akan dipelajari
4.
Guru menjelaskan tentang materi pembelajaran
5.
Mengevaluasi penulisan buku harian
6.
Melakukan kegiatan evaluasi akhir untuk ditarik kesimpulan tentang hasil belajar yang dicapai siswa. Menutup kegiatan pembelajaran Demikian beberapa contoh mengarang atau menulis permulaan, yang pada
dasarnya merupakan upaya membentuk kebiasaan siswa mengarang secara sederhana sesuai dengan tingkat perkembangan kemampuannya.
2.9 Konsep Pendekatan Pembelajaran Kontekstual 2.9.1 Pengertian Pendekatan Kontekstual Pembelajaran kontestual berfokus pada perkembangan ilmu, pemahaman, keterampilan siswa dan juga pemahaman kontekstual tentang antara
hubungan
pelajaran yang dipelajari dengan dunia nyata. Pembelajaran akan lebih bermakna apabila guru menekankan siswa mengerti relevansi apa yang mereka pelajari di sekolah dengan situasi kehidupan nyata dimana isi pelajaran akan digunakan.
26
Pembelajaran kontekstual pada awalnya dikembangkan oleh John Dewy sebagaimana pembelajaran tradisionalnya. Siswa akan belajar dengan baik jika yang dipelajarinya terkait dengan pengetahuan dan kegiatan yang telah diketahuinya dan terjadi disekelilingnya. Pembelajaran kontekstual adalah metode yang membantu guru mengaitkan materi pelajaran dengan situasi dunia nyata, dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Dengan demikian pembelajaran kontekstual mengutamakan pada pengetahuan dan pengalaman atau dunia yang nyata. Berfikir tingkat tinggi, berpusat pada siswa, siswa aktif, kritis, kreatif, memecahkan masalah, siswa belajar menyenangkan, mengasyikkan, tidak membosankan dan menggunakan berbagai sumber belajar, (Asra, 2008:13). Pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat, (Nurhadi, 2003:24). Sesuai pendapat di atas Trianto (2008:20) menuturkan bahwa Pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama
27
pembelajaran kontekstual, yakni: kontruktivisme, bertanya, inkuiri, masyarakat belajar, pemodelan dan penilaian autentik. John Dewey (Depdiknas, 2003:8) merumuskan suatu kurikulum dengan metode pengajaran yang dikaitkan dengan minat dan pengalaman siswa. Pendekatan kontekstual mengakui bahwa belajar merupakan sesuatu yang kompleks dan multidimensi yang jauh melampaui berbagai metodologi yang hanya berorientasi kepada latihan/tanggapan. Berdasarkan teori pendekatan kontekstual, belajar hanya terjadi jika siswa memproses informasi atau pengetahuan baru sedemikian rupa sehingga dirasakan masuk akal dan sesuai dengan kerangka berpikir yang dimilikinya (ingatan, pengalaman, dan tanggapan). Adapun perbedaan pembelajaran pendekatan kontekstual dengan pembelajaran tradisional, yaitu dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut :
28
Tabel 1.1 Perbedaan Pembelajaran Kontekstual dengna Pembelajaran Tradisional. No. Pembelajaran Kontekstual 1. Siswa dapat aktif terlibat dalam proses pembelajaran
Pembelajaran Tradisional Siswa adalah penerima informasi secara pasif.
2.
Siswa belajar dari teman melalui kerja kelompok, diskusi, saling mengoreksi.
Siswa belajar secara individual
3.
Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata dan atau masalah yang disimulasikan.
Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis.
4.
Perilaku dibangun atas kesadaran sendiri.
Perilaku dibangun atas kebiasaan.
5.
Keterampilan dikembangkan atas dasar pemahaman.
Keterampilan dikembangkan atas dasar latihan.
6.
Hadiah untuk perilaku yang baik adalah kepuasan diri.
Hadiah untuk perilaku baik adalah pujian atau nilai (angka) rapor.
7.
Seseorang tidak melakukan yag jelek karena dia sadar hal itu keliru dan merugikan.
Seseorang tidak melakukan yang jelek karena dia takut hukuman.
8.
Bahasa yang diajarkan dengan Bahasa diajarkan dengan pendekatan komunikatif, yakni siswa pendekatan struktur: rumus diajak menggunakan bahasa dalam diterangkan sampai paham, konteks nyata. kemudian dilatihkan (driil). Sumber : Depdiknas, 2004.
1. Proses Belajar 1) Belajar tidak hanya sekedar menghafal, siswa harus mengkonstruksi pengetahuan di benak mereka sendiri. 2) Anak belajar dari mengalami. Anak mencatat sendiri pola-pola bermakna dari pengetahuan baru, dan bukan diberi begitu saja oleh guru.
29
3) Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisah, tetapi mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang sesuatu persoalan. 4) Manusia mempunyai tingkatan yang berbedah dalam menyikapi situasi baru. 5) Siswa perlu dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya dan bergelut dengan ide-idenya. 6) Proses belajar dapat mengubah struktur otak. Perubahan struktur otak itu berjalan terus seiring dengan berkembangnya otak pengetahuan dan keterampilan seseorang. (Sumber : Depdiknas, 2004) 2. Transfer Belajar 1) Pembelajaran kontekstual bertujuan membekali siswa dengan pengetahuan yang secara fleksibel dapat diterapkan/ditransfer dari satu permasalahan ke permasalahan lain dan dari satu konteks ke konteks lainya. 2) Siswa belajar dari mengalami sendiri, bukan dari “pemberian orang lain”. 3) Keterampilan dan pengetahuan itu diperlukan dari konteks yang terbatas (sempit) , sedikit demi sedikit. 4) Penting bagi siswa tahu “untuk apa” ia belajar, dan “bagaimana” ia menggunakan pengetahuan dan keterampilan itu. (Sumber : Depdiknas, 2004) 3. Siswa sebagai Pembelajar 1) Manusia mempunyai kecenderungan untuk belajar dalam bidang tertentu, dan seorang anak mempunyai kecenderungan untuk belajar dengan cepat hal-hal baru.
30
2) Strategi belajar itu penting. Anak dengan mudah mempelajari sesuatu yang baru. 3) Peran orang dewasa (guru) membantu menghubungkan antara “yang baru” dan yang sudah diketahui. 4) Tugas guru memfasilitasi agar informasi baru bermakna memberi kesempatan kepeda sisawa untuk menemukan dan menerapkan ide mereka sendiri dan menyadarkan siswa untuk menerapkan strategi mereka sendiri. (Sumber : Depdiknas, 2004) 4. Pentingnya Lingkungan Belajar 1) Belajar efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa. Dari “guru acting di depan kelas, siswa menonton “ ke “ siswa acting bekerja dan berkarya, guru mengarahkan”. 2) Pengajaran harus berpusat pada “bagaimana cara” siswa menggunakan pengetahuan baru mereka. Strategi belajar lebih dipentingkan dibandingkan hasilnya. 3) Umpan balik amat penting bagi siswa, yang berasal dari proses penilaian (assessment) yang benar. 4) Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok itu penting. (Sumber : Depdiknas, 2004). 2.9.2 Penerapan Pendekatan Kontekstual Menurut
Komalasari
(2012:23)
Penerapan
pendekatan
konstektual di kelas memiliki tujuh komponen utama yaitu :
pembelajaran
31
1) Konstruktivisme (Constructivism) Kontruktivisme merupakan landasan berfikir filosofi pendekatan kontekstual, yaitu pengetahuan yang dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit dan hasilnya diperluas. Esensi dari pembelajaran konstruktivisme adalah ide bahwa anak harus menemukan dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan yang dimilikinya, sehingga dengan sendirinya anak mampu mengingat pengetahuan tersebut dalam jangka waktu yang cukup lama. 2) Menemukan (Inquiry) Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis CTL. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan apapun materi yang diajarkannya. Siklus inquiry yaitu observasi, bertanya, mengajukan dugaan, pengumpulan data, dan penyimpulan. Kata kunci dari strategi inquiry adalah “ siswa menemukan sendiri.” 3) Bertanya (Questioning) Bertanya merupakan strategi utama pembelajaran yang berbasis CTL. Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berfikir siswa. Bagi siswa kegiatan
bertanya
merupakan
bagian
penting
dalam
melaksanakan
32
pembelajaran
yang
berbasis
inquiry
yaitu
menggali
informasi,
mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahui. 4) Masyarakat Belajar ( Learning Community) Konsep masyarakat yang belajar menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerja sama dengan orang lain. Dalam kelas CTL, guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar. 5) Pemodelan (Modeling) Pembelajaran pada dasarnya memiliki model untuk ditiru. Model ini dapat berupa gambar atau cara mengoprasikan sesuatu, cara melempar bola dalam olahaga, guru memberikan contoh cara mengerjakan sesuatu pendekatan konstektual dalam apikasinya menerapkan bahwa guru bukanlah satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkana siswa, model juga dapat didatangkan dari luar. 6) Refleksi (Reflection) Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang baru di pelajari atau berfikir kebelakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di masa yang lalu. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas atau pengetahuan yang baru diterima.
33
7) Penilaian yang Sebenarnya (Authentic Assessment) Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembagan belajar siswa, yang perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Pembelajaran kontekstual menempatkan siswa didalam skonteks bermakna yang menghubungkan pengetahuan awal siswa dengan materi yamg sedang dipelajari dan sekaligus memperhatikan faktor kebutuhan individual siswa dan peranan guru. Sehubungan dengan hal itu maka pendekatan pengajaran kontekstual harus menekankan pada hal-hal sebagai berikut (Nurhadi, 2003:21): 1) Pembelajaran Autentik (Authentik Instruction) Yaitu pendekatan pengajaran yang memperkenalkan siswa untuk mempelajari konteks bermakna. Ia mengembangkan keterampilan berpikir dan pemecahan masalah yang penting di dalam konteks kehidupan nyata. 2) Pembelajaran Berbasis Inquiry (Problem-Based Learning). Yaitu pembelajaran yang membutuhkan strategi pengajaran yang mengikuti metodelogi sains dan menyediakan kesempatan untuk pembelajran bermakna. 3) Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Learning) Yaitu suatu pendekatan pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu koteks bagi siswa untuk belajar tentang berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi dari pelajaran.
34
4) Pembelajaran Layanan (Service Learning) Yaitu pembelajaran yang menggabungkan layanan, menekankan hubungan antara layanan yang dialami dan pembelajaran akademik di sekolah. 5) Pembelajaran Berbasis Kerja (Work-Based Learnig) Yaitu pendekatan yang memungkinkan siswa menggunakan konteks tempat kerja, untuk mempelajari isi materi mata pelajaran berbasis sekolah dan bagaimana isi materi itu digunakan dalam tempat kerja. 6) Pembelajaran Berbasis Proyek/tugas (Project-Based Learnig) Yaitu pendekatan pengajaran komprehensif di mana lingkungan belajar siswa (kelas) didesain agar pengajaran dapat melakukan penyeledikan terhadap masalah autentik termasuk pedalaman materi dari suatu topik mata pelajaran dan melaksanakan tugas bermakna lainnya. 7) Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Yaitu pendekatan pengajaran melalui penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar dalam mencapai tujuan belajar (Nurhadi, 2003:21) Jadi prinsip belajar mengajar kontekstual adalah agar siswa dapat mengembangkan cara belajarnya sendiri dan selalu mengaitkan dengan apa yang telah diketahui dan apa yang ada di masyarakat yaitu aplikasi dari konsep yang dipelajarinya.
35
2.10 Langkah-langkah Pendekatan Kontekstual Secara garis besar, langkah-langkah yang harus ditempuh dalam pendekatan kontekstual (Dharma, 2010:42) adalah sebagai berikut: 1. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya. 2. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik. 3. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya. 4. Ciptakan masyarakat belajar. 5. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran. 6. Lakukan refleksi di akhir pertemuan. 7. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara. 2.11 Kajian Penelitian yang Relevan Erlinang Potutu. 2013. Skripsi dengan judul Meningkatkan Kemampuan Menulis Isi Karangan Dengan Menggunakan Media Film Kartun Pada Siswa Kelas V SDN 8 Mananggu Kabupaten Boalemo.Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah dengan menggunakan media film kartun, kemampuan menulis isi karangan pada siswa Kelas V SDN 8 Mananggu Kabupaten Boalemo akan meningkat? Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan menulis isi karangan dengan menggunakan media film kartun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada siklus I, dari jumlah siswa sebanyak 26 orang, siswa yang memperoleh nilai yang mencapai indikator kinerja 75
36
sebanyak 12 orang (46,15%) sedangkan pada siklus II meningkatkan menjadi 22 orang (84,62%). Sementara siswa yang tidak mencapai nilai ketuntasan atau di bawah indikator kinerja pada siklus I berjumlah 14 orang (53,85%) sedangkan pada siklus II turun menjadi 4 orang (15,38%). Hasil capaian ini melebihi target yang telah ditetapkan pada indikator keberhasilan yakni 75% dari jumlah siswa sebanyak 26 orang dengan indikator kinerja sebesar 75 ke atas. Simpulan dalam penelitian ini adalah bahwa kemampuan menulis karangan deskriptif pada siswa kelas V SDN 8 Mananggu Kabupaten Boalemo dapat ditingkatkan melalui penggunaan media film kartun. Dengan demikian bahwa indikator kinerja yang telah ditetapkan tercapai.
2.12 Hipotesis Tindakan Adapun hipotesis tindakan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah : ”Jika digunakan pendekatan pembelajaran kontekstual pada siswa kelas 5 SDN Bohusami Kecamatan Wonggarasi maka kemampuan menulis karangan akan meningkat”.
2.13 Indikator Kinerja Indikator keberhasilan penelitian ini adalah adanya peningkatan keterampilan menulis siswa karangan sebesar 20%, mencapai kategori sedang atau lebih yaitu ratarata 75%.