7 BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN
2.1 Hakikat Belajar Matematika Menurut Sadirman, (2011: 21) Belajar adalah berubah. Dalam hal ini yang dimaksud belajar berarti usaha mengubah tingkah laku. Jadi belajar akan membawa suatu perubahan pada individu yang belajar. Perubahan tidak hanya berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak, penyesuaian diri. Jelasnya menyangkut segala aspek organisme dan tingkah laku pribadi seseorang. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa belajar itu rangkaian kegiatan jiwa raga, psiko-fisik untuk menuju ke perkembangan pribadi manusia seutuhnya. Hal ini juga dipertegas oleh Abdillah (dalam Aunurrahman, 2009: 35) belajar adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah laku baik melalui latihan dan pengalaman yang menyangkut aspek-aspek kognitif, afektif dan psikomotor untuk memperoleh tujuan tertentu. Skiner (dalam Sagala, 2003: 14) berpandangan bahwa belajar adalah suatu prilaku. Pada saat orang belajar, maka responnya akan lebih baik, sebaliknya bila ia tidak belajar maka responnya menurun. Sedangkan menurut Sutikno (2009: 4) belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan yang baru, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Yang senada menurut Slameto (2010: 3) belajar merupakan suatu proses perubahan, yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari intertaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
8 Djamarah, dkk (2006: 11) menyatakan bahwa belajar adalah proses perubahan prilaku berkat pengalaman dan latihan. Artinya, tujuan kegiatan adalah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan, keterampilan maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek organisme atau pribadi Berdasarkan uraian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses penambahan pengetahuan individu sebagai akibat dari pengalaman dan latihan yang akan membawa pada perubahan tingkah laku individu. Menurut Uno dan Kudrat (2010: 109) “Matematika adalah sebagai suatu bidang ilmu yang merupakan alat pikir, berkomunikasi, alat untuk memecahkan berbagai persoalan praktis, yang unsur-unsunya logika dan intuisi, analisis dan kontruksi, generalitas dan individualitas, dan mempunyai cabang-cabang antara lain aritmetika, aljabar, geometri, dan analisis. Cockroft (dalam Abdurrahman 2003: 253) “mengemukakan bahwa matematika perlu diajarkan kepada siswa, karena (1) selalu digunakan dalam segala segi kehidupan; (2) semua bidang studi memerlukan ketrampilan matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat, dan jelas; (4) dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara; (5) meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian, dan kesadaran keruangan; dan (6) memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang. Berdasarkan definisi matematika diatas, peneliti dapat menyimpulkan secara sederhananya, bahwa matematika adalah suatu cara yang digunakan seseorang untuk menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan perhitungan serta hubungan tentang konsep-konsep antara satu dengan yang lainnya saling berkesinambungan.
9 2.2 Hasil Belajar Menurut Syaiful Bahri Djamarah (dalam ©www.geocities.com/guruvalah) “hasil belajar adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, atau diciptakan secara individu maupun secara kelompok”. Sedangkan menurut Bloom (dalam Sudjana, 2009: 22-23) mengemukakan kemampuan sebagai hasil belajar, terdiri dari tiga ranah, yaitu: 1.
2.
3.
Ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam apek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Ranah afektif, berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. Ranah psikomotor, berkenaan dengan hasil belajar ketrampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotor, yakni (a) gerakan refleks, (b) ketrampilan gerakan dasar, (c) kemampuan preseptual, (d) keharmonisan atau ketepatan, (e) gerakan ketrampilan kompleks, dan (f) gerakan ekspresif dan interpretatif.
Arifin (2011: 5) penilaian harus dipandang sebagai salah satu faktor penting yang menentukan keberhasilan proses dan hasil belajar, bukan hanya sebagai cara yang digunakan untuk menilai hasil belajar. Sedangkan menurut Uno (2011: 139) evaluasi terhadap hasil belajar bertujuan untuk mengetahui ketuntasan siswa dalam menguasai kompetensi dasar. Dari hasil evaluasi tersebut dapat diketahui kompetensi dasar, materi atau indikator yang belum mencapai ketuntasan. Dengan mengevaluasi hasil belajar, guru akan mendapatkan manfaat yang besar untuk melakukan program perbaikan yang tepat. Rusman (2010:13) penilaian dilakukan oleh guru terhadap hasil pembelajaran untuk mengukur tingkat pencapaian kompetensi peserta didik, serta digunakan sebagai bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar, dan memperbaiki proses pembelajaran.
10 Dari uraian sebelumnya dapat dikatakan bahwa hasil belajar akan diperoleh setelah melakukan suatu kegiatan atau sesuatu yang dicapai akibat dari proses belajar yang dilakukan sebaik-baiknya berdasarkan kemampuan masingmasing siswa. Hasil belajar yang telah dicapai dapat dilihat melalui kemampuan yang telah diperoleh siswa setelah belajar sungguh-sungguh dalam upaya memecahkan masalah yang dihadapi, seperti kemampuan menyelesaikan soal-soal yang telah diberikan. Hasil belajar sangat bergantung pada usaha-usaha belajar yang dilakukan oleh setiap siswa. Kunci pokok untuk memperoleh ukuran dan data hasil belajar siswa adalah mengetahui indikator (petunjuk adanya prestasi tertentu) dikaitkan dengan prestasi yang hendak diungkapkan untuk diukur.
2.3 Teori Belajar Van Hiele 2.3.1 Konsep Dasar Teori Belajar Van Hiele Pierre van Hiele dan Dina van Hiele-Geldof adalah sepasang suami istri pengajar matematika Belanda yang telah mengadakan penelitian dilapangan melalui observasi dan tanya jawab. Van Hiele menyatakan bahwa terdapat lima (5) tahap pemahaman geometri yaitu: Tahap pengenalan, analisis, pengurutan, deduksi, dan akurasi (Erman Suherman,dkk, 2003: 51-53). Adapun tahap-tahap tersebut adalah sebagai berikut: 1. Tahap Pengenalan Pada tahap ini siswa hanya baru mengenal bangun-bangun geometri secara keseluruhan. Mereka belum mampu mengenal atau mengetahui sifat-sifat dari bentuk bangun geometri yang mereka kenali. Contohnya, jika siswa diperlihatkan bangun balok, maka ia belum menyadari sifat-sifat balok seperti sisinya ada 6 buah,rusuknya 12 dan lain-lain.
11 2. Tahap Analisis Bila pada tahap pengenalan anak belum mengenal sifat-sifat dari bangunbangun geometri. Pada tahap analisis siswa sudah mulai mengenal sifat-sifat dari bangun geomatri. Contohnya seperti pada sebuah kubus banyak sisinya ada 6 buah, sedangkan banyak rusuknya ada 12. Pada tahap ini siswa belum memahami hubungan yang terkait antara suatu bangun geometri dengan bangun geometri lainnya. Contohnya jika guru bertanya apakah kubus itu balok?, maka siswa belum mampu menjawabnya. 3. Tahap Pengurutan Pada tahap ini anak sudah mulai mampu untuk melakukan penarikan kesimpulan secara deduktif, tetapi masih pada tahap awal artinya belum berkembang baik. Pada tahap ini anak sudah mampu memahami dan menjawab bahwa kubus adalah balok juga, dengan keistimewaannya, yaitu bahwa semua sisinya bujur sangkar. 4. Tahap Deduksi Pada tahap ini sudah dapat memahami deduksi, yaitu mengambil kesimpulan secara deduktif. Pengambilan secara deduktif yaitu penarikan kesimpulan dari halhal yang bersifat khusus. Seperti diketahui bahwa matematika adalah ilmu deduktif. Siswa pada tahap ini telah mengerti pentingnya unsur-unsur yang tidak didefinisikan, disamping unsur-unsur yang didefinisikan, aksioma atau problem, dan teorema. 5. Tahap Akurasi Tahap terakhir dari perkembangan kognitif anak dalam memahami geometri adalah tahap keakuratan. Pada tahap ini anak sudah memahami betapa pentingnya ketepatan dari prinsi-prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian. Anak pada
12 tahap ini sudah memahami mengapa sesuatu itu dijadikan potsulat atau dalil. Dalam matematika kita tahu bahwa betapa pentingnya suatu sistem deduktif. Tahap keakuratan merupakan tahap tertinggi dalam memahami geometri. Pada tahap ini memerlukan tahap berfikir yang kompleks dan rumit. Oleh karena itu, masih banyak siswa yang belum sampai pada tahap ini walaupun sudah duduk di bangku sekolah lanjutan. Menurut teori Pierre dan Dina Van Hiele (dalamAisyah,dkk, 2007) tingkattingkat pemikiran geometriik dan fase pembelajaran siswa berkembang atau maju menurut tingkat-tingkat sebagai berikut: dari tingkat visual Gestalt-like melalui tingkat-tingkat sophisticated dari deskripsi, analisis, abstraksi, dan bukti. Teori ini mempunyai karakteristik yaitu; (a) Belajar adalah suatu proses yang berkelanjutan (b) Tingkat-tingkat itu berurutan dan berhirarki. Untuk mencapai pengertian membutuhkan kegiatan tertentu dari fase-fase pembelajaran. (c) Konsep-konsep yang secara tersembunyi dipahami pada suatu tingkat menjadi dipahami secara jelas pada tingkat berikutnya. (d) Setiap tingkat mempunyai bahasanya sendiri, mempunyai simbol linguistiknya sendiri dan sistem relasinya sendiri yang menghubungkan simbol-simbol itu. Model van hiele tidak hanya memuat tingkat-tingkat pemikiran geometri. Menurut van hiele (dalam Aisyah,dkk,2007), kenaikan dari tingkat yang satu ketingkat berikutnya tergantung sedikit pada kedewasaan biologis atau perkembangannya, dan tergantung lebih banyak kepada akibat pembelajarannya. Guru memegang peran penting dan istimewa untuk memperlancar kemajuan, terutama untuk memberi bimbingan mengenai pengharapan. Walaupun demikian, teori Van Hiele tidak mendukung model teori absorbsi tentang belajar mengajar. Van Hiele menuntut bahwa tingkat yang lebih tinggi
13 tidak langsung menurut pendapat guru, tetapi melalui pilihan-pilihan yang tepat. Lagi pula, anak-anak sendiri yang menentukan kapan saatnya untuk naik ketingkat yang lebih tinggi. Meskipun demikian, siswa tidak akan mencapai kemajuan tanpa bantuan guru. Oleh karena itu, ditetapkan fase-fase pembelajaran yang menunjukan tujuan belajar siswa dan peran guru dalam pembelajaran mencapai tujuan. Fase-fase pembelajaran tersebut adalah: 1) Fase Informasi 2) Fase orientasi 3) Fase penjelasan 4) Fese orientasi bebas 5) Fese integrasi. Fase 1. Informasi Pada awal tingkat ini, guru dan siswa menggunakan tanya jawab dan kegiatan tentang objek-objek yang dipelajari pada tahap berpikir siswa. Guru mengajukan pertanyan kepada siswa sambil melakukan observasi. Tujuan dari kegiatan ini adalah; (1) guru mempelajari pengalaman awal yang dimiliki siswa tentang topik yang dibahas. (2) guru mempelajari petunjuk yang muncul dalam rangka menentukan pembelajaran selanjutnya yang akan diambil. Fase 2. Orientasi Siswa menggali topik yang dipelajari melalui alat-alat yang dengan cermat telah disiapkan guru. Alat atau pun bahan dirancang menjadi tugas pendek sehingga dapat mendatangkan respon khusus.
14 Fase 3. Penjelasan Berdasarkan pengalaman sebelumnya, siswa menyatakan pandangan yang muncul mengenai struktur yang diobservasi. Di samping itu, untuk membantu siswa menggunakan bahasa yang tepat dan akurat. Guru memberi bantuan sesedikit mungkin. Hal tersebut berlangsung sampai sistem hubungan pada tahap berpikir mulai tampak nyata. Fase 4. Orientasi Bebas Siswa menghadapi tugas-tugas yang lebih kompleks berupa tugas yang memerlukan banyak langkah, tugas yang dilengkapi dengan banyak cara, dan tugas yang open-ended. Mereka memperoleh pengalaman dalam menemukan cara mereka sendiri, maupun dalam menyelesaikan tugas-tugas. Melalui orientasi diantara para siswa dalam bidang investigasi, banyak hubungan antar objek menjadi jelas. Fase 5. Integrasi Siswa meninjau kembali dan meringkas apa yang telah dipelajari. Guru dapat membantu siswa dalam membuat sintesis ini dengan melengkapi survey secara global terhadap apa yang telah di pelajari. Hal ini penting, tetapi kesimpulan ini tidak menunjukan sesuatu yang baru. Pada akhir fase kelima ini siswa mencapai tahap berpikir baru. Siswa siap untuk mengulangi fese-fase belajar pada tahap sebelumnya.
15 2.4 Tinjauan Materi A. KUBUS 1.
Pengertian Kubus
Gambar 2.1 Gambar 2.1 menunjukkan sebuah bangun ruang yang semua sisinya berbentuk persegi dan semua rusuknya sama panjang. Bangun ruang seperti itu dinamakan kubus. Gambar 2.1 menunjukkan sebuah kubus KLMN.PQRS yang memiliki unsur-unsur sebagai berikut; a)
Sisi/Bidang
b) Rusuk c)
Titik Sudut
d) Diagonal Bidang e)
Diagonal Ruang
f)
Bidang Diagonal
2. Sifat-Sifat Kubus Untuk memahami sifat-sifat kubus, perhatikan Gambar 2.2
Gambar 2.2 Gambar 2.2 menunjukkan kubus KLMN.PQRS yang memiliki sifat-sifat sebagai berikut; a)
Semua sisi kubus berbentuk persegi.
16 b) Semua rusuk kubus berukuran sama panjang. c)
Setiap diagonal bidang pada kubus memiliki ukuran yang sama panjang.
d) Setiap diagonal ruang pada kubus memiliki ukuran sama panjang. e)
Setiap bidang diagonal pada kubus memiliki bentuk persegipanjang.
3.
Model Jaring-Jaring Kubus Jika suatu bangun ruang diiris pada beberapa rusuknya, kemudian direbahkan
sehingga terjadi bangun datar, maka bangun datar tersebut disebut jaring-jaring. Gambar 2.3 (i) adalah model kubus ABCD.EFGH yang terbuat dari kertas. Jika kubus tersebut diiris sepanjang AE, EH, HD, EF, FB, HG, dan GC seperti Gambar 2.3 (ii), kemudian direbahkan diatas bidang datar (misalnya permukaan meja) seperti pada Gambar 2.3(iii), maka bangun datar seperti pada Gambar 2.3(iii) disebut jaring-jaring kubus.
Gambar 2.3 4.
Luas Permukaan Kubus Untuk mencari luas permukaan kubus, berarti sama saja dengan menghitung
luas jaring-jaring kubus tersebut. Oleh karena jaring-jaring kubus merupakan 6 buah persegi yang sama dan kongruen maka luas permukaan kubus = luas jaring-jaring kubu = 6 × (s × s) = 6 × s2
17 L = 6 s2 Jadi, luas permukaan kubus dapat dinyatakan dengan rumus ; Luas permukaan kubus = 6s2 5.
Volume Kubus
(a)
(b) Gambar 2.4
Gambar 2.4 menunjukkan bentuk-bentuk kubus dengan ukuran berbeda. Kubus pada Gambar 2.4 (a) merupakan kubus satuan. Untuk membuat kubus satuan pada Gambar 2.4 (b), diperlukan 2 × 2 × 2 = 8 kubus satuan. Dengan demikian, volume atau isi suatu kubus dapat ditentukan dengan cara mengalikan panjang rusuk kubus tersebut sebanyak tiga kali. Sehingga volume kubus = panjang rusuk × panjang rusuk × panjang rusuk = s×s×s = s3 Jadi, volume kubus dapat dinyatakan : Volume kubus = s3 dengan s merupakan panjang rusuk kubus. B. BALOK 1. Pengertian Balok
(a) Gambar 2.5
18 Perhatikan gambar korek api tersebut digambarkan pada Gambar 2.5 (b). Bangun ruang ABCD.EFGH pada gambar tersebut memiliki tiga pasang sisi berhadapan yang sama bentuk dan ukurannya, di mana setiap sisinya berbentuk persegipanjang. Bangun ruang seperti ini disebut balok. Berikut ini adalah unsur-unsur yang dimiliki oleh balok ABCD.EFGH pada Gambar 2.5 (b). a)
Sisi/Bidang
b) Rusuk c)
Titik Sudut
d) Diagonal Bidang e)
Diagonal Ruang
f)
Bidang Diagonal
2. Sifat-Sifat Balok Balok memiliki sifat yang hampir sama dengan kubus. Amatilah balok ABCD, EFGH pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6 Berikut ini akan diuraikan sifat-sifat balok: a)
Sisi-sisi balok berbentuk persegipanjang.
b) Rusuk-rusuk yang sejajar memiliki ukuran sama panjang. c)
Setiap diagonal bidang pada sisi yang berhadapan memiliki ukuran sama panjang.
d) Setiap diagonal ruang pada balok memiliki ukuran sama panjang. e)
Setiap bidang diagonal pada balok memiliki bentuk persegipanjang.
19 3. Model Jaring-Jaring Balok Model balok kertas pada Gambar 2.7(a) beberapa rusuknya diiris seperti ditunjukkan pada gambar 2.7(b), kemudian direbahkan seperti ditunjukkan pada Gambar 2.7(c), maka terjadilah jarring-jaring balok (Gambar 2.7(c)). Jika rusukrusuk yang diiris berbeda, maka akan membentuk jarring-jaring balok yang berbeda pula.
Gambar 2.7 4. Luas Permukaan Balok Cara menghitung luas permukaan balok sama dengan cara menghitung luas permukaan kubus, yaitu dengan menghitung semua luas jaring-jaringnya. Perhatikan pada Gambar 2.8
Gambar 2.8 Misalkan, rusuk-rusuk pada balok diberi nama p (panjang), l (lebar), dan t (tinggi) seperti pada gambar .Dengan demikian, luas permukaan balok tersebut adalah
20 Luas Permukaan Balok = luas persegipanjang 1 + luas persegipanjang 2 + luas persegipanjang 3 + luas persegipanjang 4 + luas persegipanjang 5 + luas persegipanjang 6 = (p × l) + (p × t) + (l × t) + (p × l) + (l × t) + (p × t) = (p × l) + (p × l) + (l × t) + (l × t) + (p × t) + (p × t) = 2 (p × l) + 2(l × t) + 2(p × t) = 2 ((p × l) + (l × t) + (p × t) = 2 (pl+ lt + pt) Jadi, luas permukaan balok dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut; Luas permukaan balok = 2(pl + lt + pt) 5. Volume Balok Proses penurunan rumus balok memiliki cara yang sama seperti pada kubus. Caranya adalah dengan menentukan satu balok satuan yang dijadikan acuan untuk balok yang lain. Proses ini digambarkan pada Gambar 2.9
Gambar 2.9 Gambar 2.9 menunjukkan pembentukan berbagai balok dari balok satuan. Gambar 2.9 (a) adalah balok satuan. Untuk membuat balok seperti pada Gambar 2.9 (b), diperlukan 2 × 2 × 2 = 8 balok satuan, sedangkan untuk membuat balok seperti pada Gambar 2.9 (c) diperlukan 3 × 2 × 3 = 12 balok satuan.
21 Hal ini menunjukan bahwa volume suatu balok diperoleh dengan cara mengalikan ukuran panjang, lebar, dan tinggi balok tersebut. Volume balok = panjang × lebar × tinggi = p × l × t Agus (2008: 183). Mudah Belajar Matematika 2 untuk kelas VIII SMP/MTs Adinawan dan Sugijono (2007: 84). Matematika SMP
2.5 Implementasi Teori Belajar Van Hiele dalam Pembelajaran Kubus dan Balok Tabel 2.1 Implementasi Teori Belajar Van Hiele Fase Informasi
Aktifitas guru Menyampaikan tujuan pembelajaran
Orientasi
Dengan memakai gambar bermacam-macam bangun ruang siswa diinstruksikan untuk menunjuk dan memilih mana bangun ruang kubus dan balok Menjelaskan bagian-bagian dan sifat-sifat yang dimiliki oleh bangun Kubus dan Balok Membagi siswa dalam beberapa kelompok. Membagi LKS pada setiap kelompok Membimbing siswa menentukan rumus volume kubus dan balok Meminta perwakilan salah satu kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompok
Penjelasan
Orientasi Bebas Integrasi
Menjelaskan kembali hal-hal yang belum dipahami Membagikan kartu soal Membantu meringkas apa yang telah dipelajari.
Aktifitas siswa Menyimak dan memperhatikan penjelasan Guru Memperhatikan dan mengerjakan yang diinstruksikan Guru Menyimak dan memperhatikan penjelasan Guru. Duduk sesuai kelompok Menerima LKS Memperhatikan Perwakilan kelompok memaparkan hasil kerja kelompok Memperhatikan penjelasan guru Menerima kartu soal Meringkas apa yang telah dipelajari.
2.6 Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : "Jika pembelajaran materi volume kubus dan balok menggunakan teori belajar van hiele, maka hasil belajar siswa akan meningkat".