BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN
2.1 Pengertian Membaca Keterampilan membaca salah satu keterampilan yang mendapatkan penekanan dalam konteks pengajaran bahasa Indonesia sebagai bahasa di Indonesia. Keterampilan ini lebih berguna dibandingkan dengan keterampilan yang lain (berbicara, menyimak dan mendengar). Dengan keterampilan ini sumber informasi tertulis dapat digali dan dimanfaatkan untuk meningkatkan pengetahuan dan pengalaman masyarakat. Keterampilan membaca merupakan keterangan yang kompleks. Di dalam keterangan ini terdapat keterampilan-keterampilan kecil (mikro skills) dalam membaca. Melalui keterampilan mikro inilah indikator keberhasilan siswa dapat diukur. Oleh karena itu keterampilan mikro perlu dimiliki untuk pembelajaran bahasa Indonesia. Munbi (dalam Grellet, 2008: 4-5) mencatat tidak kurang dari 18 keterampilan mikro dalam membaca. Keterangan-keterangan tersebut adalah sebagai berikut. a) Mengenal tulisan b) Menyimpulkan arti dan penggunaan butir leksikal yang tak dikenal. c) Memahami informasi yang dinyatakan secara tersirat. d) Memahami arti konseptual. e) Memahami nilai (fungsi) komunikatif kalimat dan ujaran. f) Memahami hubungan di dalam kalimat.
g) Memahami hubungan antara bagian-bagian suatu teks melalui kohesi leksikal. h) Menafsirkan teks dengan keluar dari teks. i) Mengenal indikator-indikator dalam wacana. j) Mengidentifikasi butir utama atau informasi penting dalam suatu wacana. k) Membedakan ide pokok dengan rincian pendukung. l) Mengambil butir-butir yang menyolok untuk menyimpulkan (teks, ide dan sebagainya). m) Mengambil secara selektif butir-butir yang cocok dari sebuah teks. n) Keterampilan acuan dasar. o) Membaca cepat untuk mendapatkan gambaran umum bacaan. p) Membaca cepat untuk menunjukkan informasi yang diminta secara khusus. q) Menindaklanjuti informasi ke dalam paparan diagram. Menurut Andre (dalam Tampubolon, 2007: 52) membaca merupakan suatu kesatuan kegiatan yang terpadu yang mencakup beberapa kegiatan seperti mengenai huruf, kata-kata, menghubungkannya dengan bunyi serta maknanya, serta menarik kesimpulan mengenai maksud bacaan. Menurut Winata Putra (2008: 5) “Membaca adalah keterampilan mengenal dan memahami tulisan dalam bentuk urutan lambang-lambang grafik yang perubahannya menjadi wicara bermakna dalam bentuk pemahaman”. Melalui membaca informasi dan pengetahuan yang berguna bagi kehidupan dapat diperoleh. Inilah motivasi pokok yang dapat mendorong membaca pada anak. Apabila ini sudah tumbuh dan berkembang, dalam arti bahwa orang bersangkutan sudah mulai suka membaca pun akan meningkat.
Tempat yang baik mengembangkan kemampuan membaca pada siswa adalah di rumah dan sekolah. Tampubolon (2007: 42) mengatakan bahwa kesiapan membaca adalah singkatan kemampuan seorang anak, yang memungkinkan untuk belajar membaca tanpa akibat negatif. Dflaum (dalam Tampubolon, 2007: 56) mengatakan bahwa semua anak dapat diajar membaca apabila dia sudah dapat memahami bahasa lisan dan sudah mulai dapat mengucapkan beberapa kata dengan jelas. Menurut Dechan dan Henry (dalam Pateda, 2008: 8) membaca merupakan pekerjaan mengidentifikasi simbol-simbol dan mengasosiasikannya dengan makna, atau dengan kata lain proses mengidentifikasi dan komprehensi. Menurut Brikley (dalam Pateda, 2008: 12) “Reading as the recognition and perception of language structures as wholes ini orde to comprehend both the surface and deep meaning wich there structures communicate”, jadi membaca merupakan pengenalan dan persepsi struktur bahasa sebagai keseluruhan untuk memadukan makna tersurat dan yang tersirat dengan mengkomunikasikan struktur-struktur bahasa itu. Berdasarkan pandapat pakar di atas, maka dapat disimpulkan bahwa membaca merupakan salah satu jenis kemampuan berbahasa tulis yang bersifat reseptif. Disebut reseptif karena dengan membaca seseorang akan memperoleh informasi, memperoleh ilmu dan pengetahuan serta pengalaman-pengalaman baru.
2.1.1 Jenis-jenis Membaca Dilihat dari segi terdengar tidaknya suara si pembaca maka proses membaca dapat dibagi atas dua yaitu “Membaca nyaring dan membaca dalam hati”. Tarigan (2008: 135). Membaca dalam hati lebih banyak mempergunakan ingatan visual yang melibatkan pengaktifan mata dan ingatan. Yang tujuan utamanya adalah untuk memperoleh informasi dan menguasai isi bacaan serta memahami ide-ide dengan usahanya sendiri. Sedang membaca nyaring membutuhkan ingatan dan penglihatan, ingatan pendengaran, juga ingatan yang berhubungan dengan otot-otot. Membaca nyaring merupakan suatu aktivitas atau kegiatan yang merupakan alat untuk menangkap dan memahami informasi, pikiran dan perasaan pengarang. Membaca nyaring yang baik menuntut si pembaca memiliki kecepatan mata yang tinggi serta pandangan yang jauh karena harus memelihara kontak mata dengan baik secara lafal yang cepat agar mudah dipahami baik oleh pembaca maupun oleh pendengar. Dengan singkatan dapat dikatakan seorang pembaca nyaring harus mempergunakan segala keterampilan untuk mengkomunikasikan pikiran dan perasaan orang lain. Supriyadi, dkk (2011: 116) menjelaskan ada beberapa jenis membaca yang diajarkan di sekolah dasar antara lain: 1. Membaca permulaan yaitu kelas I dan II. Membaca seperti ini berupa membac secara teknis (nyaring) maksudnya menyuarakan atau menyaringkan apa yang dibaca. Hal ini bertujuan untuk membuat anak melek huruf.
2. Membaca lanjutan (kelas III-IV) terdiri dari: a) Membaca dalam hati ialah jenis membaca yang dilakukan tanpa menyuarakan apa yang dibaca. Dalam kehidupan sehari-hari orang jauh lebih banyak melakukan kegiatan membaca seperti ini di samping tidak mengganggu orang lain juga waktu yang ditempuh dalam membaca dapat diperhemat. b) Membaca cepat adalah jenis membaca yang menekankan kecepatan membaca dalam bacaan. c) Membaca bahasa adalah jenis membaca yang mengutamakan keterampilan dalam menggunakan kaidah bahasa serta makna suatu kalimat atau kata sesuai dengan konteksnya. Jadi pengajaran membaca bukan ditujukan pada makna bahan yang dibaca atau pemahaman isi bacaan melainkan pada penggunaan bahasa dalam bacaan.
2.1.2
Proses Membaca Membaca pada dasarnya mengkomunikasikan formulasi pesan yang
ditentukan untuk sistem bahasa dan sistem lambang yang terdapat di dalam suatu bahasa. Pada waktu membaca, terjadi proses mental meskipun hanya kita yang berperan; proses mental yang dimaksud berupa penafsiran kode-kode sehingga kita memahami apa yang dibaca. Proses membaca dapat pula dilihat sebagai proses komunikasi tertulis, terdapat komponen-komponen berupa. -
Sumber pesan berupa tulisan
-
Kode atau simbol
-
Pembaca
-
Proses pemahaman Menurut Russell (Sardiman, 2005: 80) di dalam proses membaca memiliki
beberapa sektor yakni: (i) jenis kelamin, (ii) umur, (iii) intelegensi, (iv) sikap, (v) pengalaman dan (vi) kepribadian.
2.1.3 Motivasi Membaca Dechan dan Henry (dalam Pateda, 2008: 176-178) berpendapat tiga faktor utama yang mendorong orang membaca: (i) fisiologis, (ii) psikologis, (iii) kebiasaan, faktor fisiologis mengacu pada kebutuhan, membaca adalah suatu kebutuhan sudah seperti faktor kebutuhan untuk makan atau berpakaian. Faktor psikologis mengacu keinginan untuk mengetahui, mengembangkan pengetahuan atau mencari informasi. Faktor psikologis yang mendorong manusia mengayakan kebutuhan mentalnya. Ia terdorong untuk membaca bukan karena dorongan dari luar, tetapi sudah merupakan dorongan batin agar ia beroleh kemajuan. Ketiga faktor motivasi ini sebaiknya tertanam pada diri peserta didik. Kita berusaha agar motivasi membaca menjadi sebagian kegiatannya setiap hari. Kegiatan membaca menjadi bagian kegiatannya setiap hari. Kegiatan membaca harus menjadi sebagian aktivitas kehidupan.
2.1.4 Model Membaca Model membaca yang disebut model taksonomik, psikometrik, psikologis, model proses informasi dan model linguistik. 1. Model taksonomik Menjelaskan bahwa di dalam proses membaca terdapat 4 keterangan, yakni (i) mengenal kata-kata, (ii) komprehensi, (iii) reaksi, (iv) asimilasi.
2. Model psikometrik Model psikometrik mengukur secara statistik kenyaringan dan kecepatan membaca dengan menggunakan analisis substrata. 3. Model psikologis Model psikologis dibagi atas model behaviorial dan model kognitif. Model behaviorial mempersyaratkan bahwa kemampuan membaca adalah hasil proses belajar. 4. Model proses informasi Prinsip kunci model ini menyatakan bahwa membaca adalah aktivitas komunikasi yang memungkinkan informasi ditransformasi dari penulis kepada pembaca. 5. Model linguistik Pada awal perkembangannya menekankan bahwa membaca adalah hubungan teratur antara sistem tulisan dan ujaran.
2.1.5 Membaca Permulaan Membaca permulaan merupakan tahapan proses belajar membaca bagi siswa sekolah dasar kelas awal. Siswa belajar untuk memperoleh kemampuan dan menguasai teknik-teknik membaca dan menangkap isi bacaan dengan baik. Oleh karena itu guru perlu merancang pembelajaran membaca dengan baik sehingga mampu menumbuhkan kebiasaan membaca sebagai suatu yang menyenangkan (http://www.mbahbrata-edu.blogspot.com, 2009. Online. Diakses tanggal 19 Februari 2012).
Membaca permulaan merupakan suatu proses keterampilan dan kognitif. Proses keterampilan menunjuk pada pengenalan dan penguasaan lambanglambang fonem, sedangkan proses kognitif menunjuk pada penggunaan lambinglambang fonem yang sudah dikenal untuk memahami makna suatu kata atau kalimat (http://www.mbahbrata-edu.blogspot.com, 2009. Online. Diakses tanggal 19 Februari 2012). Pada
tingkatan
membaca
permulaan,
pembaca
belum
memiliki
keterampilan kemampuan membaca yang sesungguhnya, tetapi masih dalam tahap belajar untuk memperoleh keterampilan/kemampuan membaca. Membaca dalam tingkatan ini merupakan kegiatan belajar mengenal bahasa tulis. Melalui tulisan itulah siswa dituntut dapat menyuarakan lambang-lambang bunyi bahasa tersebut, untuk memperoleh kemampuan membaca diperlukan tiga syarat yaitu: (a) lambang-lambang tulis; (b) penguasaan kosakata untuk member arti; (c) memasukan makna dalam kemahiran bahasa (hudaita.blogspot.com, 2009. Online. Diakses tanggal 06 Mei 2012). Pembelajaran membaca permulaan diberikan di kelas I dan II. Tujuannya adalah agar siswa memiliki kemampuan memahami dan menyuarakan tulisan dengan intonasi yang wajar. Sebagai dasar untuk dapat membaca lanjut (Akhadiah dalam hudaita.blogspot.com, 2009. Online. Diakses tanggal 06 Mei 2012). Pembelajaran
membaca
permulaan
merupakan
tingkatan
proses
pembelajaran membaca untuk menguasai sistem tulisan sebagai representasi visual bahasa. Tingkatan ini sering disebut dengan tingkatan belajar membaca
(learning to read) (hudaita.blogspot.com, 2009. Online. Diakses tanggal 06 Mei 2012). Pembelajaran membaca permulaan di SD mempunyai mempunyai nilai yang strategis bagi pengembangan kepribadian dan kemampuan siswa. Pengembangan kepribadian dapat ditanamkan melalui materi teks bacaan (wacana, kalimat, kata, suku kata, huruf/bunyi bahasa) yang berisi pesan moral, nilai pendidikan, nilai sosial, nilai emosional-spritual dan berbagai pesan lainnya sebagai dasar pembentuk kepribadian yang baik pada siswa. Demikian pula dengan pengembangan kemampuan juga dapat diajarkan secara terpadu melalui materi teks bacaan yang berisi berbagai pengetahuan dan pengalaman baru yang pada akhirnya dapat berimplikasi pada pengembangan kemampuan siswa (hudaita.blogspot.com, 2009. Online. Diakses tanggal 06 Mei 2012).
2.2 Konsep Think Pair Share (TPS) 2.2.1 Pengertian Think Pair Share (TPS) Model Think Pair Share (TPS) dikembangkan oleh Frank Lyman dan kawan-kawannya dari Universitas Maryland yang mampu mengubang asumsi bahwa metode resitas dan diskusi perlu diselenggarakan dalam setting kelompok kelas secara keseluruhan. Model Think Pair Share (TPS) memberikan kepada para siswa waktu untuk berpikir dan merespon serta saling bantu satu sama lain (Umaedi, 2010: 94). TPS atau berpikir berpasangan berbagi merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Struktur yang dikembangkan ini dimaksudkan sebagai alternatif terhadap struktur kelas
tradisional. Struktur ini menghendaki siswa bekerja saling membantu dalam kelompok kecil (2-6 anggota) dan lebih dicirikan oleh penghargaan kooperatif daripada penghargaan individual (Depdiknas, 2010: 15). Menurut Maufur (2009: 104) model Think Pair Share (TPS) merupakan model memaksimalkan peran pasangan dengan cara berdiskusi secara terbatas dan fokus. Cara ini selain menggunakan pasangan sebagai berbagi (share) pandangan juga salah satu cara mengenal karakter teman sebangkunya. TPS memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk member siswa waktu lebih banyak untuk berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain. Misalnya seorang guru baru saja menyelesaikan suatu penyajian singkat, atau siswa telah membaca suatu tugas, atau suatu situasi penuh teka-teki telah ditemukan, dan guru menginginkan siswa memikirkan secara lebih mendalam tentang apa yang telah dijelaskan atau dialami. Guru memilih untuk menggunakan TPS sebagai gantu tanya jawab seluruh kelas (Depdiknas, 2010: 15-16).
2.2.2 Langkah-langkah Pelaksanaan Think Pair Share (TPS) Langkah-langkah pelaksanaan Think Pair Share (TPS) adalah sebagai berikut. 1) Tahap 1: Thinking (berpikir). Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang berhubungan dengan pelajaran. Selanjutnya siswa diminta untuk memikirkan jawaban pertanyaan atau isu tersebut secara mandiri untuk beberapa saat. 2) Tahap 2: Pairing (berpasangan). Guru meminta siswa berpasangan dengan siswa yang lain untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkan pada tahap
pertama. Interaksi pada tahap ini diharapkan dapat berbagi jawaban atau berbagi ide. Biasanya guru member waktu 4-5 menit untuk berpasangan. 3) Tahap 3: Sharing (berbagi). Pada tahap akhir ini, guru meminta kepada pasangan untuk berbagi dengan seluruh kelas tentang apa yang telah mereka bicarakan. Ini dapat dilakukan dengan cara bergiliran pasangan demi pasangan dan dilanjutkan sampai sekitar seperempat telah mendapat kesempatan untuk melaporkan (Depdiknas, 2010: 16). Menurut Maufur (2009: 105) langkag-langkah pelaksanaan model Think Pair Share (TPS) adalah sebagai berikut. 1) Guru menyampaikan inti materi dan kompetensi yang ingin dicapai. 2) Siswa diminta untuk berpikir tentang materi/permasalahan yang disampaikan guru. 3) Siswa diminta berpasangan dengan teman sebelahnya (kelompok 2 orang) dan mengutarakan hasil pemikiran masing-masing. 4) Guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok megemukakan hasil diskusinya. 5) Berawal dari kegiatan tersebut, guru mengarahkan pembicaraan pada pokok permasalahan dan menambah materi yang belum diungkapkan para siswa. 6) Guru member kesimpulan. 7) Penutup.
2.2.3 Pembelajaran Membaca Permulaan melalui Think Pair Share (TPS) untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa SD Pelaksanaan membaca permulaan di sekolah dasar dilakukan dalam dua tahap, yaitu membaca periode tanpa buku dan membaca dengan menggunakan buku. 1) Pembelajaran membaca tanpa buku dilakukan dengan cara mengajar dengan menggunakan media atau alat peraga selain buku, misalnya kartu gambar, kartu huruf, kartu kata dan kartu kalimat. 2) Pembelajaran membaca dengan buku merupakan kegiatan membaca dengan menggunakan
buku
sebagai
bahan
pelajaran
(http://www.mbahbrata-
edu.blogspot.com, 2009. Online. Diakses tanggal 19 Februari 2012).
2.3 Kajian Penelitian yang Relevan Sepanjang pengetahuan penulis penelitian yang berhubungan dengan meningkatkan kemampuan siswa membaca permulaan melalui Think Pair Share (TPS) di kelas II SDN 2 Balahu Kecamatan Tibawa Kabupaten Gorontalo belum pernah diteliti. Hasil penelitian yang relevan sebelumnya pernah diteliti oleh Misda Kum tahun 2010 dengan judul penelitian: “Meningkatkan Keterampilan Membaca Permulaan melalui Metode SAS pada Siswa Kelas II SDN 2 Pone Kecamatan Limboto Barat Kabupaten Gorontalo”. Penelitian ini membahas tentang Penggunaan metode SAS yang dapat meningkatkan keterampilan membaca permulaan siswa kelas II SDN 2 Pone Kecamatan Limboto Barat Kabupaten Gorontalo.
Perbedaan penelitian antara Misda Kum dan penelitian yang dilakukan peneliti terletak pada metode yang digunakan. Misda Kum menggunakan metode SAS sedangkan peneliti menggunakan model TPS dalam meningkatkan kemampuan siswa membaca permulaan. Ibrahim Taliki tahun 2010, melakukan penelitian yang berjudul: “Meningkatkan Kemampuan Membaca Permulaan Melalui Pendekatan Pakem pada Siswa Kelas I MI Bumela Kecamatan Boliyohuto”. Penelitian ini membahas tentang kemampuan membaca permulaan di kelas I MI Bumela yang ditingkatkan melalui model pendekatan Pakem. Penelitian yang dilakukan oleh Ibrahim Taliki dalam meningkatkan kemampuan membaca permulaan melalui pendekatan Pakem. Hal ini yang membedakan penelitian yang dilakukan peneliti dalam meningkatkan kemampuan membaca permulaan. Selanjutnya, penelitian pernah dilakukan oleh Ratna Polapa tahun 2010 dengan judul penelitian: “Meningkatkan Kemampuan Membaca Permulaan melalui Permainan Kartu Kalimat pada Siswa Kelas I SDN 2 Tenilo Kecamatan Limboto Kabupaten Gorontalo”. Penelitian ini membahas tentang kemampuan membaca permulaan melalui permainan kartu kalimat pada siswa kelas I SDN 2 Tenilo Kecamatan Limboto Kabupaten Gorontalo. Perbedaan penelitian yang dilakukan Ratna Polapa dengan penelitian yang dilakukan peneliti adalah penggunaan model pembelajaran. Ratna Polapa menitikberatkan pada penggunaan model permainan kartu kalimat, sedangkan peneliti menggunakan model TPS.
2.4 Hipotesis Tindakan Berasarkan kajian teori, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah: “Jika guru menggunakan Think Pair Share (TPS) pada pembelajaran membaca permulaan, maka kemampuan membaca permulaan siswa kelas II SDN 2 Balahu Kecamatan Tibawa Kabupaten Gorontalo akan meningkat”.
2.5 Indikator Kinerja Indikator kinerja keberhasilan penelitian tindakan kelas ini adalah jika terjadi peningkatan kemampuan membaca permulaan melalui Think Pair Share (TPS) pada siswa kelas II SDN 2 Balahu Kecamatan Tibawa Kabupaten Gorontalo. Kemampuan membaca permulaan melalui Think Pair Share (TPS) dapat diukur melalui indikator sebagai berikut. 1) Apabila 80 % aktivitas guru sudah menunjukkan kriteria baik dalam penggunaan model Think Pair Share (TPS). 2) Apabila 80 % aktivitas siswa pada proses pembelajaran membaca permulaan menunjukkan kriteria baik melalui Think Pair Share (TPS). Apabila hasil belajar siswa sudah menunjukkan peningkatan minimal 80 %.