BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN
2.1 Kajian Teoretis 2.1.1
Hakikat Keterampilan Menjumlah Bilangan Bulat
2.1.1.1 Pengertian Keterampilan Keterampilan adalah proses mental yang melibatkan motorik dan pemunculan gagasan atau anggitan (concept) baru, atau hubungan baru antara gagasan dan anggitan yang sudah ada. http://id.wikipedia.org/wiki/Kreativitas. Dari sudut pandang keilmuan, hasil dari keterampilan berdayacipta (creative thinking) biasanya dianggap memiliki keaslian dan kepantasan. Sebagai alternatif, konsepsi sehari-hari dari daya cipta adalah tindakan membuat sesuatu yang baru. Keterampilan merupakan suatu bentuk kreasi yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan manusia secara harfiah keterampilan dapat diartikan sebagai apa saja yang diciptakan yang sifatnya baru dan berbeda dari yang sebelumnya. Depdiknas (2003:341) mendefinisikan keterampilan sebagai peranan untuk mencipta atau daya cipta. Yepsen
(dalam Djunaedi 2005:1) mendefinisikan
keterampilan sebagai kapasitas untuk membuat hal yang baru atau yang sudah ada dan berbeda dengan kemampuan orang lain. Mihaly Csi Kszentmihay (dalam Djunaedi 2005 : 1) memandang bahwa orang yang terampil adalah orang yang berfikir dan bertindak mengubah suatu ranah atau menetapkan suatu ranah baru (a create person is someone whose thoughts or actions change a domain, or establish a new domain).
7
Berdasarkan definisi yang dikemukakan di atas jelas bahwa keterampilan adalah kemampuan seseorang untuk menghasilkan/menciptakan suatu yang baru atau mengikuti yang sudah ada melibatkan pemikiran, motorik dan sikap dalam menghasilkan suatu gagasan atau ide. 2.1.1.2 Pengertian Penjumlahan Bilangan Bulat Karim, dkk (2007:83) mengatakan bahwa hanya dengan memiliki pengetahuan tentang bilangan cacah saja kita belum mampu menjawab masalah baik dalam matematika maupun masalah komputasi dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, himpunan bilangan cacah memiliki kekurangan. Sebagai contoh, tak ada bilangan cacah yang membuat kalimat “ 7 + y = 5 “ atau “ 8 + x = 0” menjadi pernyataan yang bernilai benar. Contoh lain, “ 4 – 9 = x “ tidak mempunyai jawaban bilangan cacah, maka para ahli menciptakan bilangan bulat. Bilngan bulat diciptakan dengan cara : tiap bilangan cacah , misalnya 4, kita ciptakan dua simbol baru + 4 dan -4. Simbol bilangan yang diawali tanda plus kecil agak ke atas mewakili bilangan positif. Biasanya tanda plus ini dihilangkan untuk menyatakan positif, sehingga + 4 juga berarti 4. Selanjutnya simbol yang diawali dengan tanda minus kecil agak ke atas mewakili bilangan negatif. Misalnya – 3 mewakili bilangan “ negatif 3 “.Untuk bilangan 0 bukan bilangan positif dan bukan negatif maka tidak perlu membubuhi tanda apapun. Nampaknya untuk setiap bilangan cacah n ada bilangan negatif n. Untuk bilangan cacah 1 ada -1, 2 ada -2, 3 ada -3 dan seterusnya. Dengan demikian, untuk masing-masing bilangan cacah positif yaitu 1,2,3,4,5,6,7,…. ada pasangannya -1,-2,-3,-4,-5,-6,-7,…. Bilangan terakhir ini disebut bilangan bulat
negatif. Gabungan himpunan semua bilangan cacah dan himpunan semua bilangan bulat negatif disebut bilangan bulat . Jadi himpunan semua bilangan bulat terdiri atas : a. bilangan bulat positif atau bilangan asli, yaitu : 1,2,3,4,5,…. b. bilangan bulat nol, yaitu 0 dan c. bilangan bulat negatif , yaitu: { -1, -2, -3, -4, -5, -6, …} 2.1.1.3 Jenis-jenis Bilangan Bulat a. Bilangan Bulat negatif Bilangan negatif adalah suatu himpunan yang memiliki anggota negatif, sedangkan ciri bilangan negatif adalah bilangan yang nilai paling besar terletak pada nilai -1. Bisa ditulis dengan B = {-1,-5,-7,-9} terlihat nilai paling besar adalah -1. b. Bilangan Bulat Positif Bilangan Positif adalah suatu himpunan yang memiliki anggota positif dan bilangan asli. Bilangan ini memiliki ciri nilai paling besar adalah tak hingga. Bisa ditulis dengan B = {1,2,3,4,5,….10}. c. Bilangan Bulat Nol Bilangan nol adalah suatu himpunan yang memiliki anggota hanya bilangan nol saja. Bisa ditulis dengan B = {0} d. Bilangan Bulat Ganjil Bilangan bulat ganjil adalah suatu himpunan yang memiliki anggota bilangan ganjil baik positif atau negatif. Bisa dituliskan dengan B = {-5,-3,1,3}. e. Bilangan Bulat Genap
Bilangan bulat genap adalah suatu himpunan yang memiliki anggota bilangan genap baik positif maupun negatif. Bisa dituliskan dengan B = {-4,-2,2,4}. 2.1.1.4 Menggunakan Sifat Operasi Hitung Bilangan Bulat a. Sifat komutatif Sifat komutatif (pertukaran) pada penjumlahan dan perkalian. a+b=b+a a x b = b x a, berlaku untuk semua bilangan bulat Contoh: 1) 2 + 4 = 4 + 2 = 6 2) 3 + 5 = 5 + 3 = 8 3) 4 x 2 = 2 x 4 = 8 4) 3 x 2 = 2 x 3 = 6 b. Sifat asosiatif Sifat asosiatif (pengelompokan) pada penjumlahan dan perkalian. (a + b) + c = a + (b+c) (a x b) x c = a x (bxc), berlaku untuk semua bilangan bulat
Contoh: 1) (2+4) + 6 = 2 + (4+6) = 12 2) (3+6) + 7 = 3 + (6+7) = 16 3) (3×2) x 4 = 3 x (2×4) = 24 4) (3×5) x 2 = 3 x (5×2) = 30
c. Sifat distributif (penyebaran) a x (b + c) = (a x b) + (a x c), yang berlaku untuk semua bilangan bulat. Contoh 1) 4 x (5 + 2) = (4 x 5) + (4 x 2) = 28 2) 5 x (7 + 3) = (5 x 7) + (5 x 3) = 50 d. Operasi Campuran Aturan dalam mengerjakan operasi campuran adalah sebagai berikut. 1. Operasi dalam tanda kurung dikerjakan terlebih dahulu. 2. Perkalian dan pembagian adalah setara, yang ditemui terlebih dahulu dikerjakan terlebih dahulu. 3. Penjumlahan dan pengurangan adalah setara, yang ditemui terlebih dahulu dikerjakan terlebih dahulu. 4. Perkalian atau pembagian dikerjakan lebih dahulu daripada penjumlahan
atau pengurangan. Contoh 1) a. 20 + 30 – 12 = 50 – 12 = 38 b. 40 – 10 – 5 = 30 – 5 = 25 c. 40 – (10 – 5) = 40 – 5 = 35 2). a. 600 : 2O : 5 = 30 : 5 = 6 b. 600 : (20 : 5) = 600 : 4 = 150 c. 5 x 8 : 4 = 40 : 4 = 10 3). a. 5 x (8 + 4) = 5 x 12 = 60
b. 5 x 8 -4 = 40 – 4 = 36 c. 5 x (8 – 4) = 5 x 4 = 20 2.1.2 Hakikat Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share 2.1.2.1 Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Diera modern muncul berbagai model pembelajaran salah satunya adalah model pembelajaran kooperatif, menurut Sanjaya, (2006 : 238) bahwa pembelajaran kooperatif adalah kumpulan dua orang individu atau lebih yang berinteraksi secara tatap muka, dan setiap individu menyadari bahwa dirinya merupakan bagian dari kelompoknya, sehingga mereka memiliki dan merasa saling ketergantungan secara positif yang digunakan untuk mencapai tujuan bersama. Sejalan dengan itu Ramayulis (2005 : 299) mengemukakan model pembelajaran kooperatif adalah cara pemberian tugas untuk memepelajari sesuatu kepada kelompok-kelompok
belajar yang sudah ditentukan dalam rangka
mencapai tujuan. Tugas-tugas itu dikerjakan oleh kelompok secara bergotong royong. Suatu kelas dipandang sebagai suatu kesatuan kelompok tersendiri, dapat pula dibagi-bagi menjadi beberapa kelompok yang kemudian dapat pula dibagibagi beberapa kelompok yang lebih kecil lagi, semua pembagian kelompok itu amat tergantung dari tujuan dan kepentingannya. Roestiyah (2001 : 15) mengatakan model pembelajaran kooperatif adalah suatu cara mengajar, dimana siswa di dalam kelas dipandang sebagai suatu kelompok atau dibagi menjadi beberapa kelompok, mereka bekerja sama dalam
memecahkan masalah, atau melaksanakan tugas tertentu dan berusaha mencapai tujuan pengajaran yang telah ditentukan pula oleh guru. Robert L. Cilstrap dan William R. Martin (dalam Roestiyah 2001 : 15) memberikan pengertian model pembelajaran kooperatif sebagai kegiatan sekelompok siswa yang biasanya berjumlah kecil, yang diorganisir untuk kepentingan belajar. Keberhasilan kerja kelompok ini menuntut kegiatan yang kooperatif dari beberapa individu tersebut. Winataputra, dkk (1997 :11.22) mejelaskan bahwa model pembelajaran kooperatif adalah kegiatan belajar yang dilakukan secara bersama dalam kelompok atas dasar kemampuan mental, usia gender, kemampuan fisik, atau bahasa ibu. Tujuannya adalah melayani perbedaan individual, kebutuhan sosial, meningkatkan parisipasi siswa, memecahkan masalah dan membina kerja sama antar siswa. 2.1.2.2 Kelebihan dan Keterbatasan Model Pembelajaran Kooperatif a. Kelebihan Model Pembelajaran Kooperatif 1) Melalui
model
pembelajaran
kooperatif
siswa
tidak
terlalu
menggantungkan pada guru akan tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuan berpikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari siswa yang lain. 2) Model pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide-ide atau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membangdingkannya dengan ide-ide oeang lain.
3) Model pembelajaran kooperatif dapat membantu anak untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasan serta menerima segala perbedaan. 4) Model pembelajaran kooperatif dapat membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar. 5) Model pembelajaran kooperatif merupakan strategi yang cukup ampuh untuk meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial, termasuk mengembangkan rasa harga diri, hubungan interpersonal yang positif dengan yang lain, mengembangkan keterampilan me-menage waktu, dan sikap positif terhadap sekolah. 6) Melalui
model
pembelajaran
kooperatif
dapat
mengembangkan
keamampuan siswa untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri, menerima umpan balik. Siswa dapat berpraktik memecahkan masalah tanpa takut membuat kesalahan, karena keputusan yang dibuat adalah tanggung jawab kelompoknya. 7) Model pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi dan kemampuan belajar abstrak menjadi nyata (riil) 8) Interaksi selama kooperatif berlangsung dapat meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan untuk berpikir. Hal ini berguna untuk proses pendidikan jangka panjang. (Hartina,2008:10)
b. Keterbatasan model pembelajaran kooperatif 1)
Untuk memahami filosofis model pembelajaran kooperatif memang butuh waktu. Sangat tidak rasional kalau kita mengharapkan secara otomatis siswa dapat mengerti dan memahami filsafat cooperative learning. Untuk itu siswa yang dianggap memiliki kelebihan, contohnya, mereka akan merasa terhambat oleh siswa yang dianggap kurang memiliki kemampuan. Akibatnya, keadaan semacam ini dapat mengganggu iklim kerja sama dalam kelompok.
2)
Ciri utama model pembelajaran kooperatif adalah siswa saling membelajarkan. Oleh karena itu, jika tanpa peer teaching yang efektif, maka dibandingkan dengan pengajaran langsung dari guru, bisa terjadi cara belajar yang demikian apa yang seharusnya dipelajari dan dipahami tidak pernah dicapai oleh siswa.
3)
Penilaian yang diberikan pada model pembelajaran kooperatif didasarkan pada hasil kerja kelompok. Namun demikian, guru perlu menyadari bahwa sebenarnya hasil atau prestasi yang diharapkan adalah prestasi setiap individu siswa.
4)
Walaupun kemampuan bekerja sama merupakan kemampuan yang sangat penting untuk siswa, akan tetapi benyak aktivitas dalam kehidupan hanya didasarkan kepada kemampuan secara individual. Oleh karena itu idealnya melalui model pembelajaran kooperatif selain siswa belajar bekerja sama, siswa juga harus belajar bagaimana membangun
kepercayaan diri. Utnuk mencapai kedua hal itu dalam model pembelajaran kooperatif memang bukan pekerjaan yang mudah. 5)
Keberhasilan
model
pembelajaran
kooperatif
dalam
upaya
mengembangkan kesadaran berkelompok memerlukan periode waktu yang cukup panjang, dan hal ini tidak mungkin dapat tercapai hanya dengan satu kali atau sekali-kali penerapan strategi. (Hartina,2008:10) 2.1.2.3 Pengertian Think Pair Share Think Pair Share pertama kali dikembangkan oleh Lyman pada tahun 1981. Resiko dalam pembelajaran think-pair-share relatif rendah struktur pembelajaran kolaboratif pendek, sehingga sangat ideal bagi guru dan anak yang baru belajar kolaboratif. Think Pair Share merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempegaruhi pola interaksi anak. Think Pair Share menghendaki anak bekerja, saling membantu dalam kelompok kecil (2-6 anggota). Seperti namanya “Thinking”, pembelajaran ini diawali dengan guru mengajukan pertanyaan atau isu terkait dengan pelajaran untuk dipikirkan oleh peserta
didik.
Guru
memberi
kesempatan
kepada
mereka
memikirkan
jawabannya. Selanjutnya “Pairing”, pada tahap ini guru meminta peserta didik berpasang-pasangan. Beri kesempatan kepada pasangan-pasangan itu untuk berdiskusi. Diharapkan diskusi ini dapat memperdalam makna dari jawaban yang telah dipikirkannya melalui instersubjektif dengan pasangannya. Hasil diskusi inter subjektif di tiap-tiap pasangan hasilnya dibicarakan dengan pasangan seluruh kelas. Tahap ini dikenal dengan ”sharing”. Dalam
kegiatan ini diharapkan terjadi tanya jawab yang
mendorong pada
pengonstruksian pengetahuan secara interatif. Peserta didik dapat menemukan struktur dari pengetahuan yang dipelajarinya. (Suprijono, 2009:91). Think-pair-share merupakan suatu tehnik sederhana dengan keuntungan besar. Think-pair-share dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mengingat suatu informasi dan seorang anak juga dapat belajar dari anak yang lain, serta saling menyampaikan idenya untuk didiskusikan sebelum disampaikan di depan kelas, selain itu Think Pair Share juga dapat memperbaiki rasa percaya diri dan semua anak diberi kesempatan untuk berparsitipasi dalam kelas. Think-pair-share sebagai salah satu model pembelajaran kooperatif yang terdiri dari tiga tahapan yaitu thingking, pairing, dan sharing. Guru tidak lagi satu-satunya sumber belajar (Teacher Oriented) tetapi justru anak dituntut untuk dapat menemukan dan memahami konsep-konsep baru (Student Oriented). 2.1.2.4 Manfaat Think Pair Share Spenser Kagan (dalam Measuri 2002:37) menyatakan bahwa manfaat Think-Pair- Share adalah para siswa menggunakan waktu lebih banyak untuk mengerjakan tugasnya dan untuk mendengarkan satu sama lain ketika mereka terlibat dalam Think- Pair-Share lebih banyak siswa mengangkat tangan mereka untuk menjawab setelah berlatih bersama persama pasangan mereka, para siswa mungkin mengingat secara lebih sering penambahan waktu tunggu dan kualitas jawaban mungkin menjadi lebih baik dan para guru juga mungkin mempunyai waktu untuk berfikir ketika menggunakan Think Pair Share, mereka dapat
berkonsentrasai mendengarkan jawaban, reaksi siswa dan mengajukan pertayaan tingkat tinggi Terdapat beberapa manfaat menggunakan Think Pair Share diantaranya. a. Think Pair Share membantu menstrukturkan diskusi. Siswa mengikuti proses
yang telah tertentu sehingga membatasi kesempatan berfikirnya melantur dan tingkah lakunya menyimpang karena mereka harus berfikir dan melaporkan hasil pemikirannya ke mitranya (Jones dalam Susilo,2005: 45). b. Think Pair Share meningkatkan partisipasi siswa dan meningkatkan
banyaknya informasi yamg diingat siswa (Gunter, Ester dan Schwab, dalam Susilo,2005:46), dengan Think Pair Share siswa belajar dari satu sama lain dan berupaya bertukar ide dalam konteks yang tidak mendebarkan hati sebelum mengemukakan idenya ke dalam kelompok yang lebih besar. Rasa percaya diri siswa meningkat dan semua siswa mempunyai kesempatan berpartisipasi di kelas karena sudah memikirkan jawaban atas pertanyaan guru, tidak seperti biasanya hanya siswa siswa tertentu saja yang menjawab. c. Think Pair Share meningkatkan lamanya “time on task” dalam kelas dan
kualitas kontribusi siswa dalam diskusi kelas. d. Siswa dapat mengembangkan kecakapan hidup sosial mereka. Dalam Think
Pair Share mereka juga merasakan (a) saling ketergantungan positif karena mereka belajar dari satu sama lain, (b) menjunjung akuntabilitas individu karena mau tidak mau mereka harus saling berbagi ide, dan wakil kelompok harus berbagi ide pasangannya dan pasangan yang lain atau keseluruh kelas, (c) punya kesempatan yang sama untuk berpartisipasi karena seyogyanya
tidak boleh ada siswa yang mencoba mendominasi dan (d) interaksi antar siswa cukup tinggi karena akan terlibat secara aktif dalam sengaja berbicara atau mendengarkan (Anonim, tanpa tahun). 2.1.2.5 Kelebihan dan kekurangan Think Pair Share 1. Kelebihan Menurut Susilo (2005:58) bahwa think pair share mempunyai kelebihan sebagai berikut (a) siswa dapat berinteraksi dalam memecahkan masalah, menemukan konsep yang dikembangkan, (b) Siswa dapat meningkatkan perolehan isi akademik dan keterampilan sosial, (c) Setiap siswa dalam kelompoknya berusaha untuk mengetahui jawaban pertanyaan yang diberikan (semua siswa aktif). (d) Melatih siswa untuk meningkatkan keterampilan berkomunikasi melalui diskusi
kelompok dan presentasi jawaban suatu
pertanyaan atau permasalahan, (e) Meningkatkan keterampilan berpikir secara individu maupun kelompok. Selanjutnya (Hartina,2008:12) mengungkapkan kelebihan model pembelajaran kooperatif
model think-pair-share adalah memungkinkan siswa untuk
merumuskan dan mengajukan pertayaan-pertayaan mengenai materi yang ajarkan karena secara tidak langsung memperoleh contoh pertayaan yang diajukan guru serta memperoleh kesempatan untuk memikirkan materi yang diajarkan, anak terlatih menerapkan konsep bertukar pendapat dan pemikiran dengan temannya untuk mendapatkan kesempatan dalam memecahkan masalah, anak lebih aktif dalam pembelajaran karena meyelesaikan tugasnya dalam kelompok dimana tiap kelompok
terdiri
dari
2
orang,
anak
memperoleh
kesempatan
untuk
mempresentasikan hasil diskusinya dengan seluruh anak sehingga ide yang menyebar. Memungkinkan guru untuk lebih banyak memantau anak dalam proses pembelajaran senada dengan pendapat Hartina, Lie (2005:46) mengemukakan bahwa kelebihan dari kelompok berpasangan (kelompok yang terdiri dari 2orang anak) adalah akan meningkatkan partisipasi anak, cocok untuk tugas sederhana, lebih banyak memberi kesempatan untuk kontribusi
masing-masing anggota
kelompok, interaksi lebih mudah dan lebih mudah dan cepat membentuk kelompok. Selain itu menurut Lie, keuntungan lain tehnik ini dapat digunakan dalam semua pembelajaran dan semua tingkatan usia siswa. Pendapat lain dikemukakan oleh Measuri (2002:56) bahwa kelebihan Think-Pair-Share adalah (a) Memberi siswa waktu lebih banyak untuk berfikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain, (b) Meningkatkan partisipasi akan cocok untuk tugas sederhana, (c) Lebih banyak kesempatan untuk konstribusi masing-masing anggota kelompok, (d) Interaksi lebih mudah, (e) Lebih mudah dan cepat membentuk kelompoknya, (f) Seorang siswa juga dapat belajar dari siswa lain serta saling menyampaikan idenya untuk didiskusikan sebelum disampaikan di depan kelas, (g) Dapat memperbaiki rasa percaya diri dan semua siswa diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam kelas, (h) siswa dapat mengembangkan keterampilan berfikir dan menjawab dalam komunikasi antara satu dengan yang lain, serta bekerja saling membantu dalam kelompok kecil, (i) Siswa secara langsung dapat memecahkan masalah, memahami suatu materi secara berkelompok dan saling membantu antara satu dengan yang lainnya, membuat kesimpulan (diskusi) serta mempresentasikan di depan kelas sebagai
salah satu langkah evaluasi terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan, (j) Memungkinkan siswa untuk merumuskan dan mengajukan pertanyaanpertanyaan mengenai materi yang diajarkan karena secara tidak langsung memperoleh contoh pertanyaan yang diajukan oleh guru, serta memperoleh kesempatan untuk memikirkan materi yang diajarkan, (k) Siswa akan terlatih menerapkan konsep karena bertukar pendapat dan pemikiran dengan temannya untuk mendapatkan kesepakatan dalam memecahkan masalah, (l) Siswa lebih aktif dalam pembelajaran karena menyelesaikan tugasnya dalam kelompok, dimana tiap kelompok hanya terdiri dari 2 orang, (m) Siswa memperoleh kesempatan untuk mempersentasikan hasil diskusinya dengan seluruh siswa sehingga ide yang ada menyebar, (n) memungkinkan guru untuk lebih banyak memantau siswa dalam proses pembelajaran, (o) Meningkatkan pencurahan waktu pada tugas. Penggunaan model pembelajaran Think Pair Share menuntut siswa menggunakan waktunya untuk mengerjakan tugas-tugas atau permasalahan yang diberikan oleh guru di awal pertemuan sehingga diharapkan siswa mampu memahami materi dengan baik sebelum guru menyampaikannya pada pertemuan selanjutnya, (p) Memperbaiki kehadiran. Tugas yang diberikan oleh guru pada setiap pertemuan selain untuk melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran juga dimaksudkan agar siswa dapat selalu berusaha hadir pada setiap pertemuan. Sebab bagi siswa yang sekali tidak hadir maka siswa tersebut tidak mengerjakan tugas dan hal ini akan mempengaruhi hasil belajar mereka, (q) Angka putus sekolah berkurang. Model pembelajaran TPS diharapkan dapat memotivasi siswa dalam pembelajaran sehingga hasil belajar siswa dapat lebih
baik daripada pembelajaran dengan model konvensional, (r) Sikap apatis berkurang. Sebelum pembelajaran dimulai, kencenderungan siswa merasa malas karena proses belajar di kelas hanya mendengarkan apa yang disampaikan guru dan menjawab semua yang ditanyakan oleh guru. Dengan melibatkan siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar, metode pembelajaran TPS akan lebih menarik dan tidak monoton dibandingkan metode konvensional, (s) Penerimaan terhadap individu lebih besar. Dalam model pembelajaran konvensional, siswa yang aktif di dalam kelas hanyalah siswa tertentu yang benar-benar rajin dan cepat dalam menerima materi yang disampaikan oleh guru sedangkan siswa lain hanyalah “pendengar” materi yang disampaikan oleh guru. Dengan pembelajaran TPS hal ini dapat diminimalisir sebab semua siswa akan terlibat dengan permasalahan yang diberikan oleh guru, (t) Hasil belajar lebih mendalam. Parameter dalam proses pembelajaran adalah hasil belajar yang diraih oleh siswa. Dengan pembelajaran TPS perkembangan hasil belajar siswa dapat diidentifikasi secara bertahap. Sehingga pada akhir pembelajaran hasil yang diperoleh siswa dapat lebih optimal, (u) Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi. Sistem kerjasama yang diterapkan dalam model pembelajaran TPS menuntut siswa untuk dapat bekerja sama dalam tim, sehingga siswa dituntut untuk dapat belajar berempati, menerima pendapat orang lain atau mengakui secara sportif jika pendapatnya tidak diterima. 2. Kelemahan Susilo (2005:60) mengemukakan kelemahan Think Pair Share adalah (a) dibutuhkan waktu yang lama, (b) pada pembelajaran koopertif, siswa belajar dan
bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang siswa atau pasangannya. Hal ini dimaksudkan agar interaksi antar siswa menjadi maksimal dan efektif. Apabila jumlah siswa sangat banyak guru akan mengalami kesulitan membimbimg siswa. Pendapat sama diungkapkan oleh Arif Fadholi (http://ariffadholi.blogspot. com/ 2009/10/kelebihan-kekurangan-tps.html. diakses pada hari rabu tanggal 1 Juni 2011) bahwa Think Pair Share mempunyai kelebihan dan kekurangan. Hambatan yang ditemukan selama proses pembelajaran antara lain berasal dari segi anak yang pasif dengan model ini mereka akan ramai dan menganggu temantemannya, tahap pair yang seharusnya anak menyelesaikan soal dengan berdiskusi bersama pasangan satu kelompok dengannya tetapi suka memanfaatkan kegiatan ini untuk bercerita diluar materi pembelajaran, mengantungkan pada pasangan, dan kurang berperan aktif dalam menemukan peyelesaian serta menayakan jawaban dari soal tersebut pada pasangan lain. Model pembelajaran think-pairshare diharapkan anak dapat mengembangkan keterampilan berfikir dan menjawab dalam komunikasi antara satu dengan yang lain, serta saling bekerja saling membantu dalam kelompok kecil. Adapun kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share adalah sangat sulit diterapkan di sekolah yang rata-rata kemampuan anaknya rendah dan waktu yang terbatas, sedangkan jumlah kelompok yang terbentuk banyak (Hartina, 2008:12) selain itu Think-Pair-Share, (1) Membutuhkan koordinasi secara bersamaan dari berbagai aktivitas, (2) Membutuhkan perhatian khusus dalam penggunaan ruangan kelas, (3) Peralihan dari seluruh kelas ke
kelompok kecil dapat menyita waktu pengajaran yang berharga. Untuk itu guru harus dapat membuat perencanaan yang seksama sehingga dapat meminimalkan jumlah waktu yang terbuang, (4) Banyak kelompok yang melapor dan perlu dimonitor, (5) Lebih sedikit ide yang muncul, (6) Jika ada perselisihan,tidak ada penengah, (7) Menggantungkan pada pasangan, (8) Jumlah siswa yang ganjil berdampak pada saat pembentukan kelompok, karena ada satu siswa tidak mempunyai pasangan, (9) Ketidaksesuaian antara waktu yang direncanakan dengan pelaksanaannya, (10) Metode pembelajaran Think-Pair-Share belum banyak diterapkan di sekolah, (11) Sangat memerlukan kemampuan dan ketrampilan guru, waktu pembelajaran berlangsung guru melakukan intervensi secara maksimal, (12) Menyusun bahan ajar setiap pertemuan dengan tingkat kesulitan yang sesuai dengan taraf berfikir anak, (13) Mengubah kebiasaan siswa belajar dari yang dengan cara mendengarkan ceramah diganti dengan belajar berfikir memecahkan masalah secara kelompok, hal ini merupakan kesulitan sendiri bagi siswa, (14) Sangat sulit diterapkan di sekolah yang rata-rata kemampuan siswanya rendah dan waktu yang terbatas, (15) Jumlah kelompok yang terbentuk banyak, (16) Sejumlah siswa bingung, sebagian kehilangan rasa percaya diri, saling mengganggu antar siswa karena siswa baru tahu metode TPS, senada dengan itu Lie (2005:46) mengemukakan bahwa ”kekurangan dari kelompok berpasangan (kelompok terdiri dari 2 orang siswa adalah banyak kelompok yang melapor dan perlu dimonitor, lebih sedikit ide yang muncul dan tidak ada penengah jika terjadi perselisihan dalam kelompok.
2.1.3
Penerapan Think-Pair-Share dalam Pembelajaran Menjumlah Bilangan Bulat dengan Teknik Menyimpan Dalam pembelajaran sekolah dasar model mencari pasangan di rancang
dalam suasana bermain. siswa mempelajari sesuatu harus mencari berpasangan. Pasangan dapat
dirancang untuk dua orang, tiga orang atau empat
orang. Pembelajaran think-pair-share memiliki prosedur yang diterapkan secara eksplisit untuk memberikan anak waktu lebih banyak untuk berfikir, menjawab dan saling membantu satu sama lain. Dalam strategi ini guru hanya berperan sebagai fasilitator sehingga guru menyajikan satu materi dalam waktu pembahasan yang relatif singkat. Setelah itu giliran anak untuk memikirkan secara mendalam tentang apa yang telah dijelaskan Bagaimana think-pair-share merangsang siswa untuk berfikir dan beradaptasi dengan lingkungannya melalu berbagai pertayaan atau tanya jawab dengan teman sebaya: a. Tahap Pertama : Thinking (berfikir) Pada tahap ini guru mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan pelajaran. Kemudian siswa diminta untuk memikirkan pertanyan tersebut secara mandiri untuk beberapa saat. b. Tahap Kedua : Pairing (berpasangan) Guru
meminta
anak
untuk
berpasangan
dengan
siswa lain
untuk
mendiskusikan apa yang telah dipikirkan pada tahap pertama. Interaksi yang diharapkan dapat berbagi jawaban dari pertanyaan atau ide bila persoalan telah diidentifikasi. Biasanya guru memberi waktu 4-5 menit untuk berpasangan.
c. Tahap Ketiga : Sharing (berbagi) Pada tahap akhir guru meminta kepada pasangan untuk berbagi pada seluruh kelas. Hal ini akan efektif dilakukan dengan cara bergiliran pasangan demi pasangan dan dilanjutkan sampai kurang lebih seperempat pasangan mendapat kesempatan untuk melaporkan. Sejalan dengan itu Model pembelajaran kooperatif tipe think pair share atau bertukar pasangan dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Salah satu keunggulan Model pembelajaran ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Langkah-langkah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe think pair share sebagai berikut: 1. Guru menyampaikan tentang inti materi dan tujuan yang ingin dicapai 2. Siswa diminta untuk berpikir tentang materi atau permasalahan yang disampaikan guru. 3. Siswa diminta berpasangan dengan teman sebelahnya (dua orang) dan mengutarakan hasil pemikiran masing-masing. 4. Guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok mengemukakan hasil diskusinya. 5. Berawal dari kegiatan tersebut mengarahkan pembicaraan pada pokok permasalahan dan menambah materi yang belum diungkapkan oleh siswa. 6. Guru memberi kesimpulan 7. Penutup.
2.2 Kajian Penelitian Relevan Kajian penelitian relevan diantaranya sebagai berikut, Fatmawaty Mohamad dalam skripsinya yang berjudul “Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Peraturan Perundang-undangan Melalui
Model Think-Pair-Share di Kelas V
SDN No. 87 Kota Tengah Kota Gorontalo. Hasil penelitiannya menunjukkan tindakan memperoleh peningkatan yang cukup signifikan dari 20 orang jumlah siswa, terdapat 17 siswa atau 85% memperoleh nilai 70 ke atas dan terdapat 3 siswa yang yang memperoleh nilai 70 ke bawah atau sebanyak 15 % hasil ini penelitiannya dianggap berhasil karena mencapai indikator kinerja. Berdasarkan hasil ini peneliti beranggapan bahwa model think pair share dapat diterapkan dalam penelitian ini. 2.3 Hipotesis Tindakan Dapat dirumuskan hipotesis tindakan dalam penelitian ini “Jika guru menerapkan model
think-pair-share, maka keterampilan menjumlah bilangan
bulat dengan teknik menyimpan pada siswa kelas IV SDN 01 Botumoito akan meningkat”. 2.4 Indikator Kinerja Yang menjadi indikator dalam penelitian ini adalah apabila 80% atau 21 dari 26 orang siswa menunjukkan nilai baik yakni mendapatkan nilai 7.0 ke atas dalam menjumlah bilangan bulat dengan teknik menyimpan, maka penelitian ini dianggap berhasil.