BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN
2.1
Kajian Teoretis
2.1.1 Pengertian Diksi Diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar (Aminudin 2008 : 12). Pilihan kata atau diksi adalah pemilihan kata – kata yang sesuai dengan apa yang hendak kita ungkapkan. Saat kita berbicara, kadang kita tidak sadar dengan kata – kata yang kita gunakan. Maka dari itu, tidak jarang orang yang kita ajak berbicara salah menangkap maksud pembicaraan kita. Diksi sangat penting dalam komunikasi karena pada dasarnya, setiap orang memiliki tingkatan yang berbeda dalam berbahasa. Mencoba menunjukkan ketidak setujuan kita pada dosen dengan berucap “penjelasan bapak kaya sampah” jauh lebih mengesankan kita sebagai orang tidak terdidik bagi si dosen, sementara pesan tentang pendapat kita yang berbeda justru akan tersamarkan. Penggunaan kata dalam berbagai kesempatan harus sudah diperhitungkan ketepatan serta kesesuaiannya. Ketepatan ialah hal yang menyangkut makna, logika, kesamaan maksud. Kesesuaianya itu kecocokan dengan konteks sosial;apakah kata kata yang dipilih atau dipakai dapat diterima oleh masyarakat,
pendengar atau pembaca (Badudu 2007:85).Terutama yang lebih penting adalah apakah pilihan kata yang kita pakai sudah merupakan pilihan kata yang baku. Memilih kata yang tepat yang dapat mewakili pesan yang ingin kita sampaikan, yang tepat bagi audiens, dan yang dapat membawa tujuan dari komunikasi yang kita lakukan, itulah diksi. Dan diksi itu, semacam skill. Kemampuan. Bakat, namun juga dapat dikembangkan melalui latihan. Gorys Keraf(2007)mengemukakan beberapa point penting tentang diksi. 1.
Pilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata-kata mana yang harus dipakai
untuk
mencapai
suatu
gagasan,
bagaimana
membentuk
pengelompokan kata-kata yang tepat atau menggunakan ungkapanungkapan, dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam suatu situasi. 2.
Pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa–nuansa makna dari gagasan
yang ingin disampaikan dan
kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar. 3.
Pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasa sejumlah besar kosa kata atau perbendaharaan kata bahasa itu. Sedangkan yang dimaksud pembendaharaan kata atau kosa kata suatu bahasa adalah keseluruhan kata yang dimiliki suatu bahasa
2.1.2 Fungsi Diksi Fungsi diksi ialah sebagai sarana mengaktifkan kegiatan berbahasa (komunikasi) yang dilakukan seseorang untuk menyampaikan maksud serta gagasannya kepada
orang lain (Moeliono, 2008:60). Sedangkan persuasi
merupakan salah satu teknik mempengaruhi orang dengan menggunakan cara tertentu baik melalui ucapan maupun tulisan agar bersedia melakukan dengan senang hati, yang pada akhirnya dapat mengubah sikap dan perilaku orang tersebut. Fungsi dari diksi (Keraf, 2007: 112) yaitu (1) Untuk mencegah kesalah pahaman, (2) Untuk mencapai target komunikasi yang efektif, (3) Untuk Melambangkan gagasan yang di ekspresikan secara verbal, (4) Supaya suasana yang tepat bisa tercipta (5) Membentuk gaya ekspresi gagasan yang tepat (sangat resmi, resmi, tidak resmi) sehingga menyenangkan pendengar atau pembaca. 2.1.3
Enam elemen diksi Diksi memiliki beberapa bagian pendaftaran - kata formal atau informal
dalam konteks sosial adalah yang utama. Analisis diksi secara literal menemukan bagaimana satu kalimat menghasilkan intonasi dan karakterisasi, contohnya penggunaan kata-kata yang berhubungan dengan gerakan fisik menggambarkan karakter aktif, sementara penggunaan kata-kata yang berhubungan dengan pikiran menggambarkan karakter yang introspektif (Gorys Keraf, 2007 : 85). Diksi juga memiliki dampak terhadap pemilihan kata dan sintaks. Diksi terdiri dari enam elemen yaitu 1. Fonem Fonem sebuah istilah linguistik dan merupakan satuan terkecil dalam sebuah bahasa yang masih bisa menunjukkan perbedaan makna. Fonem berbentuk bunyi. Misalkan dalam bahasa Indonesia bunyi [k] dan [g] merupakan dua fonem yang berbeda, misalkan dalam kata "cagar" dan "cakar". Tetapi dalam bahasa Arab hal ini tidaklah begitu. Dalam bahasa Arab hanya ada fonem /k/. Sebaliknya
dalam bahasa Indonesia bunyi [f], [v] dan [p] pada dasarnya bukanlah tiga fonem yang berbeda. Kata provinsi apabila dilafazkan sebagai [propinsi], [profinsi] atau [provinsi] tetap sama saja. 2. Silabel Suku kata atau silabel (bahasa Yunani: συλλαβή sullabē) adalah unit pembentuk kata yang tersusun dari satu fonem atau urutan fonem. Sebagai contoh, kata wiki terdiri dari dua suku kata: wi dan ki. Silabel sering dianggap sebagai unit pembangun fonologis kata karena dapat mempengaruhi ritme dan artikulasi suatu kata. 3. Konjungsi Konjungsi kata atau ungkapan yang menghubungkan dua satuan bahasa yang sederajat: kata dengan kata, frasa dengan frasa, klausa dengan klausa, serta kalimat dengan kalimat. Contoh: dan, atau, serta. Preposisi dan konjungsi adalah dua kelas yang memiliki anggota yang dapat beririsan. Contoh irisannya adalah karena, sesudah, sejak, sebelum. 4. Nomina Nomina atau kata benda adalah kelas kata yang menyatakan nama dari seseorang, tempat, atau semua benda dan segala yang dibendakan. Kata benda dapat dibagi menjadi dua: kata benda konkret untuk benda yang dapat dikenal dengan panca indera (misalnya buku), serta kata benda abstrak untuk benda yang menyatakan hal yang hanya dapat dikenal dengan pikiran (misalnya cinta). Selain itu, jenis kata ini juga dapat dikelompokkan menjadi kata benda khusus atau nama diri (proper noun) dan kata benda umum atau nama jenis (common noun). Kata
benda nama diri adalah kata benda yang mewakili suatu entitas tertentu (misalnya Jakarta atau Ali), sedangkan kata benda umum adalah sebaliknya, menjelaskan suatu kelas entitas (misalnya kota atau orang). 5. Verba Verba (bahasa Latin: verbum, "kata") atau kata kerja adalah kelas kata yang menyatakan suatu tindakan, keberadaan, pengalaman, atau pengertian dinamis lainnya. Jenis kata ini biasanya menjadi predikat dalam suatu frasa atau kalimat. Berdasarkan objeknya, kata kerja dapat dibagi menjadi dua: kata kerja transitif yang membutuhkan pelengkap atau objek seperti memukul (bola), serta kata kerja intransitive yang tidak membutuhkan pelengkap seperti lari. 6. Infleksi Adalah proses penambahan morpheme infleksional kedalam sebuah kata yang mengandung indikasi gramatikal seperti jumlah, orang, gender, tenses, atau aspek. 2.1.4
Klasifikasi Kata Berdasarkan Diksi
1.
Denotatif dan Konotatif Makna denotatif adalah makna dalam alam wajar secara eksplisit. Makna
wajar ini adalah makna yang sesuai dengan apa adanya. Denotatif adalah suatu pengertian yang dikandung sebuah kata secara objektif. Sering juga makna denotatif disebut makna konseptual. Kata makan, misalnya, bermakna memasukkan sesuatu kedalam mulut, dikunyah, dan ditelan. Makna kata makan seperti ini adalah makna denotatif. Makna denotatif disebut juga dengan istilah; makna denatasional, makna kognitif, makna konseptual, makna ideasional, makna
referensial, atau makna proposional. Disebut makna denotasional, konseptual, referensial dan ideasional, karena makna itu mengacu pada referensi, konsep atau ide tertentu dari suatu referensi. Disebut makna kognitif karena makna itu berhubungan dengan kesadaran, pengetahuan dan menyangkut rasio manusia (Muchlisoh, 2006:95). The Lang Gie (2008:38) berpendapat makna konotatif adalah makna semua komponen pada kata ditambah beberapa nilai mendasar yang biasanya berfungsi menandai. Menurut Harimurti (2007:91) “aspek makna sebuah atau sekelompok kata yang didasarkan atas perasaan atau pikiran yang timbul atau ditimbulkan pada pembicara (penulis) dan pendengar (pembaca)”. Makna konotatif adalah makna asosiatif, makna yang timbul sebagai akibat dari sikap sosial, sikap pribadi, dan kriteria tambahan yang dikenakan pada sebuah makna konseptual.Kata makan dalam makna konotatif dapat berarti untung atau pukul. Makna konotatif atau sering disebut juga makna kiasan, makna konotasional, makna emotif, atau makna evaluatif. Kata-kata yang bermakna konotatif atau kiasan biasanya dipakai pada pembicaraaan atau karangan non ilmiah, seperti: berbalas pantun, peribahasa, lawakan, drama, prosa, puisi, dan lain-lain. Karangan nonilmiah sangat mementingan nilai-nilai estetika. Nilai estetika dibangun oleh bahasa figuratif dengan menggunakan kata-kata konotatif agar penyampaian pesan atau amanat itu terasa indah. Makna konotatif berbeda dari zaman ke zaman. Ia tidak tetap. Kata kamar kecil mengacu kepada kamar yang kecil (denotatif), tetapi kamar kecil berarti juga jamban (konotatif). Dalam hal ini, kita kadang-kadang lupa apakah suatu makna
kata itu adalah makna denotatif atau konotatif. Kata rumah monyet mengandung makna konotatif. Akan tetapi, makna konotatif itu tidak dapat diganti dengan kata lain, sebab nama lain untuk kata itu tidak ada yang yang tepat. Begitu juga dengan istilah rumah asap. Makna konotatif dan makna denotatif berhubungan erat dengan kebutuhan pemakaian bahasa. Makan denotatif ialah arti harfiah suatu kata tanpa ada satu makna yang menyertainya, sedangkan makna konotatif adalah makna kata yang mempunyai tautan pikiran, perasaan, dan lain-lain yang menimbulkan nilai rasa tertentu. Dengan kata lain, makna denotatif adalah makna yang bersifat umum, sedangkan makna konotatif lebih bersifat pribadi dan khusus. Contoh: Dia adalah wanita cantik (denotatif), Dia adalah wanita manis (konotatif) Kata cantik lebih umum dari pada kata manis. Kata cantik akan memberikan gambaran umum tentang seorang wanita. Akan tetapi, dalam kata manis terkandung suatu maksud yang lebih bersifat memukau perasaan kita. Nilai kata-kata itu dapat bersifat baik dan dapat pula besifat jelek. Kata-kata yang berkonotasi jelek dapat kita sebutkan seperti kata tolol (lebih jelek dari pada bodoh), mampus (lebih jelek dari pada mati), dan gubuk (lebih jelek dari pada rumah). Di pihak lain, kata-kata itu dapat pula mengandung arti kiasan yang terjadi dari makna denotatif referen lain. Makna yang dikenakan kepada kata itu dengan sendirinya akan ganda sehingga kontekslah yang lebih banyak berperan dalam hal ini. Contoh lain, Sejak dua tahun yang lalu ia membanting tulang untuk memperoleh kepercayaaan masyarakat. Kata membanting tulang (makna denotatif adalah pekerjaan membanting sebuah tulang) mengandung makna “berkerja
keras” yang merupakan sebuah kata kiasan. Kata membanting tulang dapat kita masukan ke dalam golongan kata yang bermakna konotatif. Kata-kata yang dipakai secara kiasan pada suatu kesempatan penyampaian seperti ini disebut idiom atau ungkapan. Semua bentuk idiom atau ungkapan tergolong dalam kata yang bermakna konotatif. Kata-kata idiom atau ungkapan adalah sebagai berikut: Keras kepala, Panjang tangan, Sakit hati, dan sebagainya. 2.
Kata Konkrit dan Kata Abstrak Kata yang acuannya semakin mudah diserap pancaindra disebut kata
konkrit. Contoh:meja, rumah, mobil, air, cantik. Jika acuannya sebuah kata tidak mudah diserap pancaindra, kata itu disebut kata abstrak. Contoh: ide, gagasan, kesibukan, keinginan, angan-angan, kehendak dan perdamaian. Kata abstrak digunakan untuk menggungkapkan gagasan rumit. Kata abstrak mampu membedakan secara halus gagasan yang bersifat teknis dan khusus. Akan tetapi, jika kata abstrak terlalu diobral atau dihambur-hamburkan dalam suatu karangan, karangan itu dapat menjadi samar dan tidak cermat. Kata abstrak mempunyai referensi berupa konsep, sedangkan kata konkrit mempunyai referensi objek yang dapat diamati. Pemakaian dalam penulisan bergantung pada jenis dan tujuan penulisan. Karangan berupa deskripsi fakta menggunakan kata-kata konkrit, seperti: hama tanaman penggerak, penyakit radang paru-paru, Virus HIV. Tetapi karangan berupa klasifikasi atau generalisasi sebuah konsep menggunakan kata abstrak, seperti: pendidikan usia dini, bahasa pemograman, High Text Markup Language (HTML). Uraian sebuah konsep biasanya diawali dengan detil yang
menggunakan kata abstrak dilanjutkan dengan detil yang menggunakan kata konkrit (Sugihastuti, 2005:60). Contoh: 1.
APBN RI mengalami kenaikan lima belas persen (kata konkrit)
2.
Kebaikan (kata abstrak) seseorang kepada orang lain bersifat abstrak. (tidak berwujud atau tidak berbentuk)
3. 3.
Kebenaran (kata abstrak) pendapat itu tidak terlalu tampak. Sinonim Definisi sinonim adalah secara etimologi kata sinonim berasal dari bahasa
Yunani kuno yaitu onoma yang berarti „nama‟ dan syn yang berarti „nama lain untuk benda atau hal yang sama‟. Secara semantik Verhaar (dalam Aminudin, 2008 : 100) mendefinisikan sebagai ungkapan (bisa berupa kata, frase atau kalimat) yang maknanya kurang lebih sama dengan ungkapan lain. Umpamanya kata buruk dan jelek adalah dua buah kata yang bersinonim. Hubungan makna antara dua buah kata yang bersinonim bersifat dua arah. Sinonim adalah dua kata atau lebih yang pada asasnya mempunyai makna yang sama, tetapi bentuknya berlainan (Junaiyah, 2009:7). Kesinoniman kata tidaklah mutlak, hanya ada kesamaan atau kemiripan. Sinonim ini dipergunakan untuk mengalihkan pemakaian kata pada tempat tertentu sehingga kalimat itu tidak membosankan. Dalam pemakaianya bentuk-bentuk kata yang bersinonim akan menghidupkan bahasa seseorang dan mengonkritkan bahasa seseorang sehingga kejelasan komunikasi (lewat bahasa itu) akan terwujud. Dalam hal ini pemakai bahasa dapat memilih bentuk kata mana yang paling tepat untuk dipergunakannya sesuai dengan kebutuhan dan situasi yang dihadapinya.
Contoh: agung, besar, raya. mati, mangkat, wafat, meninggal. cahaya, sinar. ilmu, pengetahuan. penelitian, penyelidikan. 4.
Antonim Antonim adalah suatu kata yang artinya berlawanan satu sama lain.
Antonim disebut juga dengan lawan kata. http://id.shvoong.com/humanities/linguistics/20962pengertianantonim/#ixzz1ocM HKoDjantonim. Contoh: keras, lembek naik, turun kaya, miskin surga, neraka laki-laki, perempuan atas, bawah 5.
Homonim Homonim adalah suatu kata yang memiliki makna yang berbeda, lafal
yang sama, dan ejaannya sama. Contoh: Bu Andi bisa membuat program perangkat lunak komputer dengan berbagai bahasa pemrograman (bisa = mampu). Bisa ular itu ditampung ke dalam bejana untuk diteliti (bisa = racun).
6.
Homofon Homofon adalah suatu kata yang memiliki makna yang berbeda, lafal yang
sama, dan ejaannya berbeda. Contoh: Guci itu adalah peninggalan masa kerajaan kutai (masa = waktu) Kasus tabrakan yang menghebohkan itu dimuat di media massa (massa = masyarakat umum) 7.
Homograf Homograf adalah suatu kata yang memiliki makna yang berbeda, lafal
yang beda, dan ejaannya sama. Contoh: Bapak dia seorang pejabat teras pemerintahan yang menjadi tersangka korupsi (teras= pejabat tinggi). Kami tidur di teras karena kunci rumah dibawa oleh Andi (teras = bagian rumah). 8.
Polisemi Polisemi adalah suatu kata yang memiliki banyak pengertian.
Contoh: Kepala desa Kepala surat 9.
Hipernim Hipernim adalah kata-kata yang mewakili banyak kata lain. Kata hipernim
dapat menjadi kata umum dari penyebutan kata-kata lainnya. Contoh hipernim: Hantu, ikan, kue
10.
Hiponim Hiponim adalah kata-kata yang terwakili artinya oleh kata hipernim.
Contoh hiponim: Pocong, kantong wewe, sundel bolong, kuntilanak, pastur buntung, tuyul, genderuwo, dan lain-lain. Lumba-lumba, tenggiri, hiu, nila, mujair, sepat, dan lain-lain. Bolu, apem, nastar nenas, biskuit, bika ambon, serabi, tete, cucur, lapis, bolu kukus, dan lain-lain. 2.1.5
Syarat ketepatan kata Diksi pada dasarnya adalah hasil upaya memilih kata tertentu untuk
dipakai dalam suatu tutur bahasa. Pemilihan kata dilakukan apabila tersedia sejumlah kata yang artinya sama atau bermiripan. Sebagai contoh, kata mati bersinonim dengan mampus , meninggal, wafat, mangkat, tewas, gugur, berpulang, kembali keharibaan tuhan dan lain sebagainya. Tetapi
kata-kata
tersebut tidak dapat bebas digunakan karena memiliki rasa nuansa makna yang membedakannya(http://www.google.co.id/search?hl=id&cr=countryID&q=piliha n+kata+dalam+bahasa+indonesia&star=10&sa=.) Dari uraian di atas dapat kita simpulkan pertama kemahiran memilih kata hanya dimungkinkan bila seseorang menguasai kemahiran kosa kata yang cukup luas, kedua diksi atau pilihan kata mengandung pengertian upaya atau kemampuan membedakan secara tepat kata kata yang memiliki makna serumpun, dan yang ketiga diksi atau pilihan kata menyangkut kemampuan untuk memilih kata kata yang tepat dan cocok untuk situasi tertentu. Syarat - syarat pemilihan kata yang tepat yaitu
1.
Membedakan makna denotasi dan konotasi dengan cermat. Contoh : 1. Bunga edelweis hanya tumbuh ditempat yang tinggi (gunung). 2. Jika bunga bank tinggi, orang enggan menggambil kredit bank
2.
Membedakan secara cermat makna kata yang hampir bersinonim, misalnya: adalah, ialah, yaitu, merupakan, dalam pemakaiannya berbeda-beda.
3.
Membedakan makna kata secara cermat kata yang mirip ejaanya, misalnya: infrensi (kesimpulan) dan iterefrensi (saling mempengaruhi).
4.
Tidak menafsirkan makna kata secara subjektif berdasarkan pendapat sendiri.
5.
Menggunakan imbuhan asing. (jika diperlukan)
6.
Menggunakan kata-kata idiomatik berdasarkan susunan (pasangan) yang benar.
7.
Menggunakan kata umum dan kata khusus secara cermat. Kata melihat adalah kata umum yang merujuk pada perihal „mengetahui sesuatu melalui indera mata‟. Kata melihat tidak hanya digunakan untuk menyatakan membuka mata serta menunjuk ke objek tertentu, tetapi juga untuk mengetahui hal yang berkenaan dengan objek tersebut. Contoh : Kata umum : melihat; Kata khusus : melotot,membelalak, melirik, mengerling, mengintai, mengintip, memandang, menatap, memperhatikan, mengamati, mengawasi, menonton, meneropong
8.
Menggunakan kata yang berubah makna dengan cermat.
9.
Menggunakan dengan cermat kata bersinonim.
10. Menggunakan kata abstrak dan konkrit secara cermat.
Contoh :
keadilan, kebahagiaan, keluhuran, kebajikan, kebijakan dan
kebijaksanaan (Wahyudi, 2006:113) 2.1.6
Hal-hal
yang
mempengaruhi
diksi
berdasarkan
kemampuan
penggunaan bahasa Pemakaian kata mencakup dua masalah pokok, yakni pertama, masalah ketepatan memilih kata untuk mengungkapkan sebuah gagasan atau ide. Kedua, masalah kesesuaian atau kecocokan dalam mempergunakan kata tersebut. Menurut Keraf (2007)“Ketepatan pilihan kata mempersoalkan kesanggupan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan-gagasan yang tepat pada imajinasi pembaca atau pendengar, seperti apa yang dipikirkan atau dirasakan oleh penulis atau pembaca”. Masalah pilihan akan menyangkut makna kata dan kosakatanya akan memberi keleluasaan kepada penulis, memilih kata-kata yang dianggap paling tepat mewakili pikirannya. Ketepatan makna kata bergantung pada kemampuan penulis mengetahui hubungan antara bentuk bahasa (kata) dengan referennya. Seandainya kita dapat memilih kata dengan tepat, maka tulisan atau pembicaraan kita akan mudah menimbulkan gagasan yang sama pada imajinasi pembaca atau pendengar, seperti yang dirasakan atau dipikirkan oleh penulis atau pembicara. Mengetahui tepat tidaknya kata-kata yang kita gunakan, bisa dilihat dari reaksi orang yang menerima pesan kita, baik yang disampaikan secara lisan maupun tulisan. Reaksinya bermacam-macam, baik berupa reaksi verbal, maupun reaksi nonverbal seperti mengeluarkan tindakan atau perilaku yang sesuai dengan yang kita ucapkan.
2.1.7
Hakikat Pembelajaran Kooperatif Model TPS Model Pembelajaran Think Pair and Share menggunakan metode diskusi
berpasangan yang dilanjutkan dengan diskusi pleno. Dengan model pembelajaran ini siswa dilatih bagaimana mengutarakan pendapat dan siswa juga belajar menghargai pendapat orang lain dengan tetap mengacu pada materi/tujuan pembelajaran. Think Pair Share (TPS) merupakan suatu teknik sederhana dengan keuntungan besar. Think Pair Share (TPS) dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mengingat suatu informasi dan seorang siswa juga dapat belajar dari siswa lain serta saling menyampaikan idenya untuk didiskusikan sebelum disampaikan di depan kelas. Selain itu, Think Pair Share (TPS) juga dapat memperbaiki rasa percaya diri dan semua siswa diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam kelas. Think Pair Share (TPS) sebagai salah satu metode pembelajaran kooperatif yang terdiri dari 3 tahapan, yaitu thinking, pairing, dan sharing. Guru tidak lagi sebagai satu-satunya sumber pembelajaran (teacher oriented), tetapi justru siswa dituntut untuk dapat menemukan dan memahami konsep-konsep baru (student oriented). Hambatan yang ditemukan selama proses pembelajaran antara lain berasal dari segi siswa, yakni: siswa-siswa yang pasif, dengan metode ini mereka akan ramai dan mengganggu teman-temannnya. Tahap pair siswa yang seharusnya menyelesaikan soal dengan berdiskusi bersama pasangan satu bangku dengannya tetapi masih suka memanfaatkan kegiatan ini untuk berbicara di luar materi pelajaran, menggantungkan pada pasangan dan kurang berperan aktif dalam
menemukan penyelesaian serta menanyakan jawaban dari soal tersebut pada pasangan yang lain. Jumlah siswa di kelas juga berpengaruh terhadap pelaksanaan metode think pair share ini. Jumlah siswa yang ganjil berdampak pada saat pembentukan kelompok. Akibatnya terdapat kelompok yang beranggotakan lebih dari 2 (dua) siswa. Hal ini akan memperlambat proses diskusi pada tahap pair, karena pasangan lain telah menyelesaikan sementara satu siswa tidak mempunyai pasangan. Hambatan lain yang ditemukan yaitu dari segi waktu. Kelemahan lain yang terjadi pada tahap think adalah ketidaksesuaian antara waktu yang direncanakan dengan pelaksanaannya. Hal ini dikarenakan siswa yang suka mengulur-ulur waktu dengan alasan pekerjaan belum diselesaikan. Hal ini berdampak pada hasil belajar ranah kognitif, yaitu siswa kurang menunjukkan kemampuan yang sesungguhnya. Metode ini membutuhkan banyak waktu karena terdiri dari 3 (tiga) langkah yang harus dilaksanakan oleh seluruh siswa yang meliputi tahap think, pair, share. Untuk mengatasi hambatan dalam penerapan metode kooperatif think pair share yaitu guru akan berkeliling kelas dengan mengingatkan kembali tahap-tahap yang harus siswa lalui. Hal tersebut dilakukan agar siswa tertib dalam melalui setiap tahapnya dalam proses pembelajaran ini. Guru akan memberikan point pada siswa, jika siswa tersebut mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan atau memberikan sanggahan pada tahap share. Model pembelajaran Think-Pair-Share diharapkan siswa dapat mengembangkan keterampilan berfikir dan menjawab dalam komunikasi antara satu dengan yang lain, serta bekerja saling membantu dalam kelompok kecil. Hal ini sesuai dengan pengertian dari model pembelajaran
Think-Pair-Share itu sendiri, sebagaimana yang dikemukakan oleh Lie (http://wawan-junaidi.blogspot.com/2009/06/model-pembelajaran-tipe-thinkpair.html) bahwa, “Think-Pair-Share adalah pembelajaran yang memberi siswa kesempatan untuk bekerja sendiri dan bekerjasama dengan orang lain”. Dalam hal ini, guru sangat berperan penting untuk membimbing siswa melakukan diskusi, sehingga terciptanya suasana belajar yang lebih hidup, aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Dengan demikian jelas bahwa melalui model pembelajaran Think-Pair-Share, siswa secara langsung dapat memecahkan masalah, memahami suatu materi secara berkelompok dan saling membantu antara satu dengan yang lainnya, membuat kesimpulan (diskusi) serta mempresentasikan di depan kelas sebagai salah satu langkah evaluasi terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan. Model pembelajaran Think-Pair-Share merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif sederhana yang memiliki prosedur secara eksplisit sehingga model pembelajaran Think-Pair-Share dapat disosialisasikan dan digunakan sebagai alternatif dalam pembelajaran di sekolah. Keunggulan lain dari pembelajaran ini adalah optimalisasi partisipasi siswa. Dengan metode klasikal yang memungkinkan hanya satu siswa maju dan membagikan hasilnya untuk seluruh kelas, tipe Think-Pair-Share ini memberi kesempatan sedikitnya delapan kali lebih banyak kepada siswa untuk dikenali dan menunjukkan partisipasi mereka kepada orang lain .
2.1.8 Langkah – langkah Pembelajaran Tipe TPS Langkah-langkah atau alur pembelajaran dalam model Think-Pair-Share adalah
(http://www.sriudin.com/2011/07/model-pembelajaran-think-pair-and
share.html) : 1.
Guru menyampaikan pertanyaan Aktifitas : Guru melakukan appersepsi, menjelaskan tujuan pembelajaran, dan menyampaikan pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang akan disampaikan.
2.
Siswa berpikir secara individual Aktifitas : Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk memikirkan jawaban dari permasalahan yang disampaikan guru. Langkah ini dapat dikembangkan dengan meminta siswa untuk menuliskan hasil pemikiranya masing-masing.
3.
Setiap siswa mendiskusikan hasil pemikiran masing-masing dengan pasangan Aktifitas : Guru mengorganisasikan siswa untuk berpasangan dan memberi kesempatan kepada siswa untuk mendiskusikan jawaban yang menurut mereka paling benar atau paling meyakinkan. Guru memotivasi siswa untuk aktif dalam kerja kelompoknya. Pelaksanaan model ini dapat dilengkapi dengan LKS sehingga kumpulan soal latihan atau pertanyaan yang dikerjakan secara kelompok.
4.
Siswa berbagi jawaban dengan seluruh kelas Aktifitas : Siswa mempresentasikan jawaban atau pemecahan masalah secara individual atau kelompok didepan kelas.
5.
Menganalisis dan mengevaluasi hasil pemecahan masalah Aktifitas : Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap hasil pemecahan masalah yang telah mereka diskusikan.
2.1.9 Kelebihan Metode Pembelajaran TPS Kelebihan metode pembelajaran TPS menurut Ibrahim, dkk. (2006:6): 1.
Meningkatkan pencurahan waktu pada tugas. Penggunaan metode pembelajaran TPS menuntut siswa menggunakan waktunya untuk mengerjakan tugas-tugas atau permasalahan yang diberikan oleh guru di awal pertemuan sehingga diharapkan siswa mampu memahami materi dengan baik sebelum guru menyampaikannya pada pertemuan selanjutnya.
2.
Memperbaiki kehadiran. Tugas yang diberikan oleh guru pada setiap pertemuan selain untuk melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran juga dimaksudkan agar siswa dapat selalu berusaha hadir pada setiap pertemuan. Sebab bagi siswa yang sekali tidak hadir maka siswa tersebut tidak mengerjakan tugas dan hal ini akan mempengaruhi hasil belajar mereka.
3.
Angka putus sekolah berkurang. Model pembelajaran TPS diharapkan dapat memotivasi siswa dalam pembelajaran sehingga hasil belajar siswa dapat lebih baik daripada pembelajaran dengan model konvensional.
4.
Sikap apatis berkurang. Sebelum pembelajaran dimulai, kencenderungan siswa merasa malas karena proses belajar di kelas hanya mendengarkan apa yang disampaikan guru dan menjawab semua yang ditanyakan oleh guru. Dengan melibatkan siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar, metode pembelajaran TPS akan lebih menarik dan tidak monoton dibandingkan metode konvensional.
5.
Penerimaan terhadap individu lebih besar. Dalam model pembelajaran konvensional, siswa yang aktif di dalam kelas hanyalah siswa tertentu yang benar-benar rajin dan cepat dalam menerima materi yang disampaikan oleh guru sedangkan siswa lain hanyalah “pendengar” materi yang disampaikan oleh guru. Dengan pembelajaran TPS hal ini dapat diminimalisir sebab semua siswa akan terlibat dengan permasalahan yang diberikan oleh guru.
6.
Hasil belajar lebih mendalam. Parameter dalam PBM adalah hasil belajar yang diraih oleh siswa. Dengan pembelajaran TPS perkembangan hasil belajar siswa dapat diidentifikasi secara bertahap. Sehingga pada akhir pembelajaran hasil yang diperoleh siswa dapat lebih optimal.
7.
Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi. Sistem kerjasama yang diterapkan dalam model pembelajaran TPS menuntut siswa untuk dapat bekerja sama dalam tim, sehingga siswa dituntut untuk dapat belajar berempati, menerima pendapat orang lain atau mengakui secara sportif jika pendapatnya tidak diterima.
2.1.10 Kelemahan Metode Pembelajaran TPS Di samping mempunyai keunggulan, model pembelajaran Think-PairShare juga mempunyai kelemahan. Kelemahannya adalah: 1.
Metode pembelajaran Think-Pair-Share belum banyak diterapkan di sekolah.
2.
Sangat
memerlukan
kemampuan
dan
keterampilan
guru,
waktu
pembelajaran berlangsung guru melakukan intervensi secara maksimal. 3.
Menyusun bahan ajar setiap pertemuan dengan tingkat kesulitan yang sesuai dengan taraf berfikir anak.
4.
Mengubah kebiasaan siswa belajar dari yang dengan cara mendengarkan ceramah diganti dengan belajar berfikir memecahkan masalah secara kelompok, hal ini merupakan kesulitan sendiri bagi siswa
5.
Pembelajaran yang baru diketahui, kemungkinan yang dapat timbul adalah sejumlah siswa bingung, sebagian kehilangan rasa percaya diri, saling mengganggu antar siswa.
2.2
Kajian Penelitian Yang Relevan Untuk memperkuat penelitian saya berikut penelitian yang relevan dengan
penelitian yang akan saya lakukan antara lain: 1. Gustin
Saleh
dengan
judul
“Meningkatkan
kemampuan
siswa
mengidentifikasi amanat cerita melalui model pembelajaran TPS di kelas V SDN No. 27 Dungingi Kota Tengah Kota Gorontalo”. Skripsi (Sarjana) Universitas Negeri Gorontalo. Program Studi S1 PGSD. 2010
Adapun hasil penelitian yang dilakukan oleh Dewi Purwanti menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran Think Pair Share terbukti dapat kemampuan siswa mengidentifikasi amanat cerita V SDN No. 27 Dungingi Kota Tengah Kota Gorontalo yaitu kemampuan siswa meningkat dari pre tes yang rata-rata hanya mencapai 40 % meningkat pada siklus I menjadi 73,3 % dan pada siklus II 83 %. Dari kemampuan siswa yang dicapai siswa pada siklus I yang memenuhi ketuntasan individu terdapat 22 siswa (73,3%) yang tuntas dan memenuhi ketuntasan individu, 8 siswa (26%) belum memenuhi kriteria ketuntasan individu. Pada siklus II ada 5 siswa (16%) yang belum mencapai ketuntasan individu dan yang telah mencapai ketuntasan individu 25 siswa (83%) menurut ketuntasan kelas sudah dinyatakan tuntas. 2. Fatmawati Mohammad dalam skripsinya yang berjudul “Meningkatkan hasil belajar siswa pada materi peraturan perundang-undangan melalui model Think-Pair-Share di kelas V SDN No. 87 Kota Tengah Kota
Gorontalo”. Dalam kesimpulan penelitiannya dinyatakan bahwa penggunaan model Think-Pair-Share ternyata dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi peraturan perundang-undangan di kelas V SDN 87 Kota Tengah Kota Gorontalo, Hal ini ditunjukan dengan terjadinya peningkatan yang cukup signifikan dari 20 orang jumlah siswa, terdapat 17 siswa atau 85% memperoleh nilai 70 ke atas dan terdapat 3 siswa yang yang memperoleh nilai 70 ke bawah atau sebanyak Berdasarkan hasil ini penelitian dianggap berhasil.
15 %.
Jadi dengan beberapa hasil skripsi yang relevan maka model pembelajaran Think Pair Share (TPS) dapat diterapkan dalam meningkatkan kemampuan siswa menggunakan dalam mengomentari persoalan faktual pada siswa kelas V SDN No. 85 Kota Tengah Kota Gorontalo. 2.3
Hipotesis Tindakan Yang menjadi hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah “Jika guru
menggunakan model pembelajaran TPS, maka kemampuan siswa menggunakan diksi dalam mengomentari persoalan faktual akan meningkat”. 2.4
Indikator keberhasilan Sebagai indikator penelitian ini ditetapkan bahwa minimal 75 % siswa
memperoleh nilai 70 ke atas, sesuai KKM dari 24 siswa.