BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1
Kajian Teoretis
2.1.1
Hakikat Membaca
2.1.1.1 Pengertian Membaca Permulaan Membaca permulaan merupakan tahapan proses belajar membaca bagi siswa sekolah dasar kelas awal. Siswa belajar untuk memperoleh kemampuan dan menguasai teknik-teknik membaca dan menangkap isi bacaan dengan baik. Oleh karena itu guru perlu merancang pembelajaran membaca dengan baik sehingga mampu menumbuhkan kebiasaan membaca sebagai suatu yang menyenangkan. Suasana belajar harus dapat diciptakan melalui kegiatan permainan bahasa dalam pembelajaran membaca. Hal itu sesuai dengan karakteristik anak yang masih senang bermain. Permainan memiliki peran penting dalam perkembangan kognitif dan sosial anak. Menurut Purwanto (dalam Kosasih, 2012:68) membaca permulaan adalah suatu kegiatan dalam memperoleh kecakapan mengenal huruf beserta bunyi yang dirangkai-rangkaikan hingga bermakna sebagai aktivitas dasar dalam belajar melalui tahapan tanpa buku dan dengan buku. Pengajaran membaca permulaan bertujuan mengajarkan secepat-cepatnya mengenai teks bacaan secara baik tanpa melupakan isi bacaan, pikiran dan perasaan, atau berusaha menafsirkan pikiran dan kehendak yang dinyatakan secara tertulis. Membaca permulaan merupakan salah satu aktivitas yang penting bagi seseorang sebab dengan membaca dapat menambah informasi, pengetahuan, dan mempertajam kemampuan berpikir. Crawley dan Mountain (dalam Rahim; 2007:2) membaca pada hakikatnya adalah suatu yang rumit yang melibatkan banyak hal, tidak hanya sekedar melafalkan tulisan, tetapi juga
melibatkan visual, berpikir, psikolinguistik, metakognitif. Sebagai proses vidual membaca merupakan proses menerjemahkan simbol tulis (huruf) ke dalam kata-kata lisan. Sebagai suatu proses berpikir, membaca mencakup aktivitas pengenalan kata, pemahaman literal, interpretasi, membaca kritis, dan pemahaman kreatif. Membaca permulaan dalam pengertian ini adalah membaca permulaan dalam teori keterampilan. Maksudnya, menekankan pada proses penyandian membaca secara mekanikal. Membaca permulaan yang menjadi acuan adalah membaca merupakan komponen dasar dari tiga istilah dari proses membaca yaitu recoding, decoding dan meaning, Syafi’i (dalam Rahim, 2007:2). Recoding merujuk pada kata-kata dan kalimat, kemudian mengasosiasikannya dengan bunyi-bunyi sesuai dengan sistem tulisan yang digunakan, sedangkan proses decoding merujuk pada proses penerjemahan rangkaian grafis ke dalam kata-kata. Proses recoding dan decoding biasanya berlangsung pada kelas-kelas awal, yaitu SD kelas I, II, III, yang dikenal dengan istilah membaca permulaan. Penekanan membaca pada tahap ini adalah proses perseptual, yaitu pengenalan korespondensi rangkaian huruf dengan bunyi-bunyi bahasa. Sementara itu proses memahami makna atau meaning lebih ditekankan di kelas-kelas tinggi SD. Rahim (2007:13) peningkatan kemampuan berpikir melalui membaca seharusnya dimulai sejak dini. Guru SD dapat membimbing siswanya dengan memberikan pertanyan-pertanyaan yang memungkinkan mereka bisa meningkatkan kemampuan berpikirnya. Pertanyaanpertanyaan yang diajukan guru hendaknya merangsang siswa berpikir, seperti pertanyaan mengapa dan bagaimana. Jadi pertanyaan yang diajukan sehubungan dengan bacaan tidak hanya pertanyaan yang menghsilkan jawaban berupa fakta.
Burns (dalam Rahim, 2007:14) pemusatan perhatian, kesenangan dan motivasi yang tinggi diperlukan dalam membaca. Anak-anak SD seharusnya terlatih memusatkan perhatiannya pada bahan bacaan yang dibacanya. Guru SD bisa melatih siswanya terbiasa memusatkan perhatiannya dengan memberikan bacaan yang menjadi minat mereka, tanpa perhatian yang penuh ketika membaca, siswa sulit mendapatkan sesuatu dari bacaan. Motivasi dan kesenangan membaca sangat membantu siswa untuk memusatkan perhatian pada bacaan. Agar hasil membaca dapat tercapai secara maksimal, pembaca harus menguasai kegiatan-kegiatan dalam proses membaca tersebut. Belajar membaca dan menulis penting bagi keberhasilan siswa di sekolah. Bowman (dalam Wasik, 2008:323) menjelaskan salah satu pertanda baik apakah seorang siswa akan belajar secara kompeten di sekolah adalah tingkat kemampuan siswa itu dalam hal membaca dan menulis. Meskipun kemampuan membaca dan menulis terus dikembangkan sepanjang hidup, pengalaman membaca dan menulis untuk siswa SD meletakkan dasar penting bagi perkembangan membaca di masa depan. Karena pentingnya membaca dalam perkembangan anak, maka perlu sekali memahami faktor-faktor penting yang mempengaruhi kemampuan membaca siswa. Akhadiah (dalam Darmayanti, 1999:49) mengemukakan bahwa dengan membaca, guru dapat mengembangkan nilai-nilai moral, kemampuan bernalar dan kreativitas anak didik. Selanjutnya dijelaskan pula membaca merupakan suatu proses berupa penyandian kembali dan penafsiran sandi. Kegiatannya dimulai dari mengenal huruf, kata, ungkapan, frase, kalimat dan wacana serta menghubungkan bunyi dan makna. Wido (2006:120) menjelaskan banyak manfaat yang diperleh bila siswa gemar membaca. Berbagai macam ilmu pengetahuan dapat ia peroleh melalui kegiatan membaca. Mulai dari adat
istiadat, kebudayaan, teknologi sampai dengan makanan tradisional suatu daerah dapat diketahuinya melalui membaca. Siswa dapat membaca serta mengambil pelajaran dari pengalaman orang lain, juga melalui kebiasaan membaca. Membaca permulaan menurut Siswanto dan Lestari (2012:13) membaca harus diproses melalui tahapan-tahapan fonemik dan fonetik. Anak-anak harus terlebih dahulu mengenal huruf dan mampu membedakan bunyi, sampai akhirnya bisa menggabungkan huruf-huruf tersebut menjadi sebuah kata. Untuk membaca permulaan anak pada awalnya diperkenalkan huruf a sampai z. Pada kesimpulannya membaca permulaan merupakan bagian dari kemampuan membaca, yang memberikan dasar-dasar pemahaman membaca, meliputi: mengenal huruf, kata dan kalimat. Membaca permulaan memerlukan bimbingan yang sistematis dari guru, disebabkan apabila anak dapat membaca permulaan, maka kemampuan membaca selanjutnya akan memperoleh hasil yang diharapkan.
2.1.1.2 Tujuan Membaca Permulaan Suatu kegiatan yang akan dilakukan hendaknya disertai dengan adanya tujuan. Begitu pula dengan kegiatan membaca, hendaknya pembaca memiliki tujuan sebelum melakukannya. Tujuan dalam membaca akan menentukan arah dan hasil yang akan diperoleh oleh pembaca. Setiap pembaca memiliki tujuan yang berbeda-beda. Penentuan tujuan tersebut didasarkan pada membaca mempunyai peranan sosial yang amat penting dalam kehidupan manusia sepanjang masa karena membaca itu merupakan satu alat komunikasi yang amat diperlukan dalam suatu masyarakat berbudaya. Suyadi (2009:133) mengemukakan bahwa tujuan dari membaca adalah agar anak mempunyai perbendaharaan dan pemahaman dengan kata-kata yang akan mereka gunakan dalam
berbicara. Selanjutnya Ruth (2006:4) menjelaskan tujuan membaca yakni: a) memahami sifat dalam bertindak; b) mengetahui ilmu pengetahuan dalam hubungan setiap hari; c) melihat ilmu pengetahuan sebagai kebutuhan yang relevan penting dalam kehidupan setiap hari; d) mendapatkan cara-cara baru untuk berpikir dan memecahkan masalah. Burns (dalam Rahim, 2009:11) macam-macam tujuan membaca, yaitu: 1) kesenangan; 2) menyempurnakan membaca nyaring; 3) menggunakan strategi tertentu; 4) memperbaharui pengetahuannya tentang suatu objek; 5) mengaitkan informasi yang baru dengan informasi yang telah diketahuinya; 6) memperoleh informasi untuk laporan lisan atau tertulis; 7) mengkonfirmasikan atau menolak prediksi; 8) menampilkan suatu eksperimen atau mengaplikasikan informasi yang diperoleh dari suatu teks dalam cara lain dan mempelajari tentang struktur teks; 9) menjawab pertanyaan-pertanyaan yang spesifik. Seefeldt dan Wasik (2008:325) mengemukakan membaca memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar kosa kata baru dan untuk mendengarkan bahasa dalam bentuk yang berbeda dari kata-kata yang diucapkan. Selanjutnya dijelaskan pula saat membaca, para guru dapat melakukan hal-hal berikut untuk memudahkan pengembangan membaca yang meliputi: (a) memberi penjelasan tentang contoh-contoh kosa kata baru; (b) mengajukan pertanyaanpertanyaan terbuka (open-ended) untuk memudahkan pemahaman yang dibaca; (c) menghubungkan antara apa yang terjadi dalam bacaan dan apa yang terjadi dalam kehidupan anak TK; (d) membaca dan mencari yakin kembali apa yang dibaca untuk memperdalam pemahaman dan perkembangan kosa kata. Dari beberapa pengertian yang dikemukakan para ahli di atas dapat disimpulkan membaca permulaan merupakan tahap dalam pembelajaran membaca yang perlu diajarkan kepada siswa dengan menggunakan metode maupun teknik yang sesuai. Aktivitas membaca
permulaan memerlukan suatu kesiapan fisik dan psikis, disebabkan ketika individu membaca, maka secara otomatis ia berpikir seperti menghubungkan hal-hal yang dibaca dengan keadaan di lingkungan sekitarnya. Membaca permulaan merupakan awal kegiatan siswa mengenal huruf, kata, kosa kata, kalimat yang memerlukan kesungguhan dari guru untuk selalu memotivasi mereka agar memiliki minat dalam membaca.
2.1.1.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kemampuan Membaca Permulaan Terdapat sejumlah faktor yang mempengaruhi kemampuan membaca permulaan. Rahim (2008:16) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan membaca permulaan, lanjut maupun pemahaman, yang terdiri dari: a) Faktor Fisiologis Faktor fisiologis mencakup kesehatan fisik, pertimbangan neurologis, dan jenis kelamin. Kelelahan juga merupakan kondisi yang tidak menguntungkan bagi anak untuk belajar, khususnya belajar membaca permulaan. Beberapa ahli mengemukakan bahwa keterbatasan neurologis (misalnya berbagai cacat otak) dan kekurangamatangan secara fisik merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan anak gagal dalam meningkatkan kemampuan membaca permulaan mereka. Guru hendaknya cepat menemukan tanda-tanda yang disebutkan di atas. Gangguan pada alat bicara, alat pendengaran dan alat penglihatan bisa memperlambat kemajuan belajar membaca anak. Analisis bunyi, misalnya, mungkin sukar bagi anak yang mempunyai masalah pada alat bicara dan alat pendengaran. Guru harus waspada terhadap beberapa kebiasaan anak, seperti anak sering menggosok-gosok matanya, dan mengerjapngerjapkan matanya ketika membaca. Jika menemukan siswa seperti di atas, guru harus menyarankan kepada orang tuanya untuk membawa si anak ke dokter spesialis mata. Dengan kata lain, guru harus sensitif terhadap gangguan yang dialami oleh seorang anak. Makin cepat
guru mengetahuinya, makin cepat pula masalah anak dapat diselesaikan. Sebaiknya, anak-anak diperiksa matanya terlebih dahulu sebelum ia mulai membaca permulaan. Walaupun tidak mempunyai gangguan pada alat penglihatannya, beberapa anak mengalami kesukaran belajar membaca permulaan. Hal itu dapat terjadi karena belum berkembangnya kemampuan mereka dalam membedakan simbol-simbol cetakan, seperti hurufhuruf, angka-angka dan kata-kata, misalnya anak belum bisa membedakan b, p dan d. Perbedaan pendengaran (auditory discrimination) adalah kemampuan mendengarkan kemiripan dan perbedaan bunyi bahasa sebagai faktor penting dalam menentukan kesiapan membaca permulaan siswa.
b) Faktor Intelektual Istilah intelegensi didefinisikan oleh Heinz sebagai suatu kegiatan berpikir yang terdiri dari pemahaman yang esensial tentang situasi yang diberikan dan meresponsnya secara tepat. Terkait dengan penjelasan Heinz di atas, Wechster (dalam Rahim, 2008:17) mengemukakan bahwa intelegensi ialah kemampuan global individu untuk bertindak sesuai dengan tujuan, berpikir rasional, dan berbuat secara efektif terhadap lingkungan. Penelitian Ehansky (1963) dan Muechl dan Forrel (1973) yang dikutip oleh Harris dan Sipay (1980) menunjukkan bahwa secara umum ada hubungan positif (tetapi rendah) antara kecerdasan yang diindikasikan oleh IQ dengan rata-rata peningkatan remedial membaca. Pendapat ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Rubin (1999:49) bahwa banyak hasil penelitian memperlihatkan tidak semua siswa yang mempunyai kemampuan intelegensi tinggi menjadi pembaca yang baik.
Secara umum, intelegensi siswa tidak sepenuhnya mempengaruhi berhasil atau tidaknya siswa dalam membaca permulaan. Faktor metode mengajar guru, prosedur, dan kemampuan guru juga turut mempengaruhi kemampuan membaca permulaan siswa. c) Faktor Lingkungan Faktor lingkungan juga mempengaruhi kemajuan kemampuan membaca siswa. Faktor lingkungan itu mencakup: 1) latar belakang dan pengalaman siswa di rumah, dan 2) sosial ekonomi keluarga siswa. 1) Latar belakang dan pengalaman siswa di rumah Lingkungan dapat membentuk pribadi, sikap, nilai dan kemampuan bahasa anak. Kondisi di rumah mempengaruhi pribadi dan penyesuaian diri anak dalam masyarakat. Kondisi itu pada gilirannya dapat membantu anak, dan dapat juga menghalangi anak belajar membaca. Anak yang tinggal di rumah tangga yang harmonis, rumah yang penuh dengan cinta kasih, yang orang tuanya memahami anak-anaknya, dan mempersiapkan mereka dengan rasa harga diri yang tinggi, tidak akan menemukan kendala yang berarti dalam membaca. Rubin (1999:56) mengemukakan bahwa orang tua yang hangat, demokratis, bisa mengarahkan anak-anak mereka kepada kegiatan yang berorientasi pendidikan, suka menantang anak untuk berpikir, dan suka mendorong anak untuk mandiri merupakan orang tua yang memiliki sikap yang dibutuhkan anak sebagai persiapan yang baik untuk belajar di sekolah. Di samping itu, komposisi orang dewasa dalam lingkungan rumah juga berpengaruh pada kemampuan membaca anak. Anak yang dibesarkan oleh kedua orang tuanya, orang tua tunggal, seorang pembantu rumah tangga, atau orang tua angkat akan mempengaruhi sikap dan tingkah laku anak. Anak yang dibesarkan oleh ibu saja berbeda dengan anak yang dibesarkan oleh seorang ayah saya. Kematian salah seorang anggota keluarga umumnya akan menyebabkan
tekanan pada anak-anak. Perceraian juga merupakan pengalaman yang traumatis bagi anak-anak. Guru hendaknya memahami tentang lingkungan keluarga anak dan peka pada perubahan yang tiba-tiba terjadi pada anak. Rumah juga berpengaruh pada sikap anak terhadap buku dan membaca. Orang tua yang gemar membaca, memiliki koleksi buku, menghargai membaca, dan senang membacakan cerita kepada anak-anak mereka umumnya menghasilkan anak yang senang membaca. Orang tua yang mempunyai minat yang besar terhadap kegiatan sekolah di mana anak-anak mereka belajar, dapat memacu sikap positif anak terhadap belajar, khususnya belajar membaca. Kualitas dan luasnya pengalaman anak anak di rumah juga penting bagi kemajuan belajar mereka. Membaca seharusnya merupakan suatu kegiatan yang bermakna. Pengalaman masa lalu anak-anak memungkinkan anak-anak untuk lebih memahami apa yang mereka baca. 2) Faktor Sosial Ekonomi Ada kecenderungan orang tua kelas menengah ke atas merasa bahwa anak-anak mereka siap lebih awal dalam membaca permulaan. Namun, usaha orang tua hendaknya tidak berhenti hanya sampai pada membaca permulaan saja. Orang tua harus melanjutkan kegiatan membaca anak secara terus menerus. Anak lebih membutuhkan perhatian daripada uang. Oleh sebab itu, orang tua hendaknya menghabiskan waktu mereka untuk berbicara dengan anak mereka agar anak menyenangi membaca dan berbagi buku cerita dan pengalaman membaca dengan anakanak. Sebaliknya, anak-anak yang berasal dari keluarga kelas rendah yang berusaha mengejar kegiatan-kegiatan tersebut akan memiliki kesempatan yang lebih baik untuk menjadi pembaca yang baik. Faktor sosiol ekonomi, orang tua, dan lingkungan keluarga merupakan faktor yang membentuk lingkungan rumah siswa. Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa status
sosioekonomi siswa mempengaruhi kemampuan verbal siswa. Semakin tinggi status sosioekonomi siswa semakin tinggi kemampuan verbal siswa. Anak-anak yang mendapat contoh bahasa yang baik dari orang dewasa serta orang tua yang berbicara dan mendorong anak-anak mereka berbicara akan mendukung perkembangan bahasa dan intelegensi anak. Begitu pula dengan kemampuan membaca anak. Anak-anak yang berasal dari rumah yang memberikan banyak kesempatan membaca, dalam lingkungan yang penuh dengan bahan bacaan yang berguna akan mempunyai kemampuan membaca yang tinggi. 3) Faktor Psikologis Faktor lain yang juga mempengaruhi kemajuan kemampuan membaca anak adalah faktor psikologis. Faktor ini mencakup: a) motivasi; b) minat, dan c) kematangan sosial emosi dan penyesuaian diri. a) Motivasi Motivasi adalah faktor kunci dalam belajar membaca. Eanes (1997) mengemukakan bahwa kunci motivasi itu sederhana, tetapi tidak mudah untuk mencapainya. Kuncinya adalah guru harus mendemonstrasikan kepada siswa praktik pengajaran yang relevan dengan minat dan pengalaman anak sehingga anak memahami belajar itu sebagai suatu kebutuhan. Tindakan membaca bersumber dari kognitif. Ahli psikologi pendidikan seperti Bloom dan Piaget menjelaskan bahwa pemahaman, interpretasi dan asimilasi merupakan dimensi hierarki kognitif. Namun, semua aspek kognisi tersebut bersumber dari aspek afektif seperti minat, rasa percaya diri, pengontrolan perasaan negatif, serta penundaan dan kemauan untuk mengambil resiko. Crawley dan Mountain (dalam Rahim, 2008:20) mengemukakan bahwa motivasi adalah sesuatu yang mendorong seseorang belajar atau melakukan sesuatu kegiatan. Motivasi belajar
mempengaruhi minat dan hasil belajar siswa. Menurut Frymier (dalam Rahim, 2008:20) ada lima ciri siswa yang mempunyai motivasi yang bisa diamati guru, yakni sebagai berikut: a) Persepsinya terhadap waktu; siswa menggunakan waktu secara realistis dan efisien, mereka sadar tentang masa sekarang, masa lalu, dan masa yang akan datang; b) Keterbukaannya pada pengalaman; siswa termotivasi mencari dan terbuka pada pengalaman baru; c) Konsepsinya tentang diri sendiri: siswa mempunyai konsepsi diri yang lebih jelas dibandingkan dengan siswa yang tidak termotivasi dan merasa seolah-olah dirinya orang penting dan berharga; d) Nilai-nilai siswa cenderung menilai hal-hal yang abstrak dan teoretis; e) Toleransi dan ambiguitas: siswa lebih tertarik pada hal-hal yang kurang jelas yang belum diketahui, tetapi berharga untuk mereka. b) Minat minat baca ialah keinganan yang kuat disertai usaha- usaha seseorang untuk membaca. Orang yang mempunyai minat membaca yang kuat akan diwujudkannya dalam kesediaanya untuk mendapat bahan bacaan dan kemudian membacanya atas kesadarannya sendiri. Mountain (Dalam Rahim, 2007 : 28) mengidentifikasi tujuh factor yang mempengaruhi perkembangan minat anak. Factor –faktor itu adalah : a. Pengalaman sebelumnya; siswa tidak akan mengembangkan minatnya terhadap sesuatu jika belum pernah mengalaminya. b. Konsepsinya tentang diri; siswa akan menolak informasi yang dirasa mengancamnya, sebaliknya siswa akan menerima jika informasi itu dipandang berguna dan membantu meninggkatkan dirinya. c. Nilai – nilai; minat siswa timbul jika sebuah mata pelajaran disajikan oleh orang yang berwibawa.
d. Mata pelajaran yang bermakna; Informasi yang mudah dipahami oleh anak akan menarikminat mereka e. tingkat keterlibatan tekanan; jika siswa merasa dirinya mempunya beberapa tingkat pilihan dan kurang tekanan, minat membaca mereka mungkin akan lebih tinggi. f. kekompleksitaan materi pelajaran; siswa yang lebih mampu secara intelektual dan fleksibel secara psikologis lebih tertarik kepada hal yang lebih kompleks. C . Kematangan Sosial emosi dan penyesuaian diri Ada tiga aspek kematangan emosi dan social, yaitu a) stabilitas emosi, b) kepercayaan diri, dan c) kemampuan berpartisipasi dalam kelompok. Seorang siswa harus mempunyai pengontrolan emosi pada tingkat tertentu. Anak – anak yang mudah marah, menangis dan bereaksi secara berlebihan ketika mereka tidak mendapatkan sesuatu, atau menarik diri, atau mendongkol akan mendapat kesulitan dalam pembelajaran membaca. Sebaliknya, anak yang lebih mudah mengontrol emosinya akan lebih mudah memusatkan perhatiannya pada teks yang dibacanya. Pemusatan perhatian pada bahan bacaan memungkinkan kemajuan kemampuan anakanak dalam memahami bacaan akan meningkat.
2.1.2 Hakikat Fading 2.1.2.1 Pengertian Fading Fading merupakan salah satu teknik perubahan perilaku yang bertujuan membantu siswa agar dapat memiliki kemampuan pada aspek tertentu. Purwanto (2012:32) mengemukakan perilaku yang telah terbentuk kadangkala dapat hilang dalam waktu pendek dan dapat pula dalam waktu lama. Pemeliharaan perilaku dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya dengan menggunakan penguatan. Pelaksanaan teknik fading didasarkan pula pada pendekatan Geotalt yang dikemukakan oleh Komalasari, dkk (2011:285) individu harus menemukan caranya sendiri dalam hidup dan menerima tanggungjawab pribadi, jika individu ingin mencapai kedewasaan. Membaca merupakan suatu kebutuhan hidup, perlu dimiliki oleh siswa dalam upaya pengembangan diri dalam berbagai aspek. Yusuf (2003:9) mengemukakan fading adalah salah satu teknik yang digunakan dalam membentuk tingkah laku dengan jalan mula-mula memberikan promf (bantuan) penuh kepada siswa untuk melakukan tingkah laku yang diharapkan, kemudian secara bertahap bantuan itu makin dikurangi, sehingga akhirnya siswa mampu melakukan tingkah laku yang diharapkan itu tanpa bantuan guru atau orang lain. Menurut Martin (1983:133) “Fading is the gradual change of the stimulus controlling a responce, so that responce eventually occurs to a partially changed or completely new stimulus” Dengan ini Martin berpendapat bahwa fading merupakan perubahan stimulus secara berangsurangsur untuk mengontrol sebuah respon sehingga respon tersebut menimbulkan perubahan sebagai stimulus ataupun secara menyeluruh menjadi stimulus yang baru. Berdasarkan keterangan di atas, maka dapat dikatakan pula bahwa fading merupakan prosedur yang digunakan untuk mempertahankan tingkah laku asli ketika stimulus berubah.
Dalam hal ini pada penerapan teknik fading terutama peralihan tahap-tahap stimulus perlu dilakukan secara berhati-hati agar perilaku yang diharapkan itu benar-benar dikuasai oleh siswa, sehingga perubahan stimulus tidak mudah untuk mempengaruhinya. Kesalahan dalam penghentian stimulus pada waktu yang kurang tepat akan menyebabkan respon-respon yang tidak diharapkan. Untuk itu stimulus yang digunakan hendaklah diatur sedemikian rupa, dimana dalam pelaksanaan kegiatan perlu ditentukan stimulus apa yang akan digunakan, bagaimana menggunakan stimulus dan berapa lama waktu memberikannya.
2.1.2.1 Faktor Penunjang Efektivitas Fading Ada beberapa faktor penunjang efektivitas fading menurut Martin (1983:46) yang perlu dipahami guru dalam menerapkan teknik fading, meliputi: a) Pemilihan target perilaku yang akan dikontrol oleh stimulus Dalam menerapkan teknik fading, kegiatan ini merupakan langkah awal dalam suatu pengubahan tingkah laku. Misalnya, dalam proses pembelajaran anak diharapkan dapat bercakap-cakap dengan kalimat yang sederhana. Yang menjadi target adalah perilaku dalam kegiatan ini adalah kemampuan anak bercakap-cakap, sedangkan yang menjadi stimulus adalah media gambar sesuai tema pembelajaran. b) Pemilihan stimulus awal untuk mengendalikan tingkah laku Kegiatan ini ada hubungannya dengan kondisi anak dalam peralihan langkah pemberian stimulus. Misalnya dalam membantu anak untuk bercakap-cakap, diawali dengan bertanya tentang isi gambar/media yang diamati anak. Penentuan stimulus awal yang dapat diberikan disesuaikan dengan kondisi anak, sebab ada yang bisa bercakap dengan baik tetapi ada juga yang belum mampu. Akan tetapi guru juga harus memperhatikan saat yang tepat untuk mengubah stimulus supaya setiap langkah peralihan yang dilakukan guru bisa berjalan dengan baik.
c) Pemilihan langkah-langkah fading Setelah diberikan target perilaku yang diharapkan dan stimulus awal yang digunakan, maka selanjutnya guru menyusun langkah-langkah penerapan fading mulai dari stimulus awal sampai
dengan
stimulus
akhir
dalam
usaha
mencapai
perilaku
yang
diharapkan,
(http://www.psikologizone.com,diakses-25-10-2013). Jadi, misalnya sebagai stimulus awal guru meminta anak-anak untuk bercakap-cakap tentang isi gambar bersama-sama dengan guru. Apabila respon yang diinginkan sudah nampak, maka stimulus dapat dihilangkan secara perlahan-lahan. Namun pengurangan stimulus atau bantuan ini hendaknya dilakukan dengan hati-hati karena penghilangan bantuan terlalu cepat atau terlalu lama akan menimbulkan efek yang kurang baik atau tidak diinginkan. Anak merasa bosan, pembelajaran menjadi tidak menarik, dan akhirnya segala yang telah dilakukan guru tidak berhasil atau tidak mencapai maksud dan sasaran yang diharapkan.
2.1.2.2 Penerapan Teknik Permulaan
Fading
Dalam
Meningkatkan
Kemampuan
Membaca
Usia 6-12 tahun (usia SD) ditandai dengan perubahan dalam kemampuan dan perilaku, yang membuat anak lebih mampu dan siap belajar dibandingkan sebelumnya. Berdasar pada hal ini kemampuan membaca permulaan perlu difasilitasi guru, mengingat membaca yang akan mendasari penerimaan pengetahuan lainnya. Soetjianingsih (2011:260) menjelaskan kata-kata bertambah banyak dan sudah dapat menguasai hampir semua jenis kalimat. Isi pembicaraan sudah bersifat sosial dan tidak egosentris lagi pada anak usia 6 – 12 tahun. Membaca permulaan bagi siswa memerlukan langkah/tahapan untuk dapat memiliki kemampuan membaca.
Adapun penerapan teknik fading dalam upaya meningkatkan membaca permulaan, meliputi: a) guru memberi contoh membaca huruf, kata maupun kalimat dengan menggunakan pias; b) guru bersama siswa membaca huruf, kata dan kalimat; c) guru mengulangi contoh membaca sesuai lafal dan intonasi; d) guru membimbing siswa untuk membaca; e) siswa membaca secara bergantian; f) siswa membaca tanpa bimbingan guru; g) bagi siswa yang membaca dengan tepat sesuai lafal dan intonasi, diberi penguatan oleh guru.
2.2 Hipotesis Tindakan Berdasarkan kerangka teoretis di atas, maka hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah: “Jika guru menggunakan teknik fading, maka kemampuan membaca permulaan siswa kelas I SDN No. 69 Kecamatan Kota Timur Kota Gorontalo, dapat ditingkatkan”.
2.3 Indikator Kinerja Indikator kinerja keberhasilan penelitian ini minimal 85% dari jumlah anak yang telah memiliki kemampuan membaca permulaan. Atau terjadi peningkatan dari 8 orang anak (40 %) menjadi 17 orang anak (85%) dari jumlah anak 20 orang.