1 BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS
2.1 Hakikat Pendidikan Geografi 2.1.1
Pengertian Pendidikan Geografi Sebagaimana yang dikemukakan oleh Kamil (2002: 7) menyatakan bahwa
pengajaran geografi pada hakikatnya adalah pembelajaran tentang aspek aspek keruangan permukaan bumi yang merupakan keseluruhan gejala alam dan kehidupan umat manusia dengan variasi kewilayahannya. Studi geografi maupun pengajaran geografi pada hakikatnya berkenaan dengan aspek-aspek keruangan permukaan bumi (geosfer) dan faktor-faktor geografis alam lingkungan dan kehidupan manusia. Oleh karena itu, ruang lingkup pengajaran geografi sama dengan ruang lingkup geografi yang meliputi: 1) Alam lingkungan yang menjadi sumber daya bagi kehidupan manusia 2) Penyebaran umat manusia dengan variasi kehidupannya interaksi keruangan umat mnusia dengan alam lingkungan yang memberikan variasi terhadap ciri khas tempat-tempat di permukaan bumi 3) Kesatuan regional yang merupakan perpaduan matra darat, perairan, dan udara dia atasnya Fairgrieve (Somantri, 1999: 32) mengemukakan fungsi pendidikan dan pengajaran geografi adalah mengembangkan kemampuan calon warga masyarakat dan warga negara yang akan datang untuk berfikir kritis terhadap masalah
7
2 kehidupan yang terjadi di sekitarnya, dan melatih mereka untuk cepat tanggap terhadap kondisi lingkungan serta kehidupan di permukaan bumi pada umumnya. Dalam Depdiknas (2011) menyebutkan bahwa pengajaran geografi mempunyai nilai ekstensi yang meliputi nilai nilai teoritis, praktis, filosofis, dan ketuhanan. Fungsi dan tujuan pembelajaran geografi di SMA adalah: 1) Fungsi pembelajaran geografi di SMA dan MA yaitu : a) Mengembangkan pengetahuan tentang pola-pola keruangan dan proses yang berkaitan b) Mengembangkan keterampilan dasar dalam memperoleh data dan informasi, mengkomunikasikan dan menerapkan pengetahuan geografi c) Menumbuhkan sikap, kesadaran dan kepedulian terhadap lingkungan hidup dan sumber daya serta toleransi terhadap keragaman social budaya masyarakat 2) Tujuan pembelajaran geografi di SMA dan MA meliputi tiga aspek sebagai berikut: a) Pengetahuan -
Mengembangkan konsep geografi yang berkaitan dengan pola keruangan dan proses-prosesnya.
-
Mengembangkan sumber daya alam, peluang dan keterbatasannya untuk dianfaatkan
-
Mengembangkan
konsep
geografi
yang
lingkungan sekitar, dan wilayah negara/dunia.
berhubungan
dengan
3 b) Keterampilan -
Mengembangkan
keterampilan
mengamati
lingkungan
fisik,
lingkungan sosial dan lingkungan binaan. -
Mengembangkan keterampilan mengumpulkan, mencatat data dan informasi yang berkaitan dengan aspek-aspek keruangan.
-
Mengembangkan keterampilan analisis, sintesis dan kecenderungan dan hasi-hasil interaksi berbagai gejala geografis.
c) Sikap -
Menumbuhkan kesadaran terhadap perubahan fenomena geografi yang terjadi di lingkungan sekitar.
-
Mengembangkan sikap melindungi dan tanggung jawab terhadap kualitas lingkungan hidup.
-
Mengembangkan kepekaan terhadap permsalahan dalam pemanfaatan sumberdaya.
-
Mengembangkan sikap toleransi terhadap pernedan sosial dan budaya.
-
Mewujudkan rasa cinta tanah air dan persatuan bangsa.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka bisa diambil suatu kesimpulan bahwa pendidikan geografi adalah proses pengenalan tentang eksistensi alam semesta kepada manusia, dengan harapan manusia menemukan kesadaran betapa pentingnya mengkaji alam semesta ini dalam konteks keruangan dan kewilayahan. Pendidikan geogafi memperkenalkan kepada kita untuk tentang nilai – nilai filosifis kehidupan, tingkah laku, dan nilai – nilai ketuhanan, karena di dalamnya terdapat nilai pendidikan yang bersentuhan dengan perubahan tingkah
4 laku dan geografi yang berhubungan dengan keruangan yang tidak dapat dipisahkan. 2.1.2
Peran Guru dalam Pembelajaran Geografi Depdiknas (2011) disebutkan bahwa pada perkembangan proses
pembelajaran yang terus terjadi dalam dunia pendidikan, khususnya dalam pembelajaran geografi, setidaknya ada lima tahapan penting yang harus dilalui. Pertama, menjadikan manusia berpengetahuan. Dengan belajar, seseorang bisa tahu mengenai materi ajar, seperti pelajaran sejarah, fisika, kimia, matenatika dan atau pelajaran geografi. Indikator dari tahapan ini, sangat jelas, lebih ke arah kognitif, yaitu dari tidah tahu menjadi tahu mengenai sesuatu. Perubahan yang terjadi, lebih mengarah pada perubahan kompetensi intelektual (kognisi). Dalam penguatan kompetensi atau keterampilan intelektual (intellectual skill) ini, proses pembelajaran lebih mengarah pada pemindahan pengetahuan atau pemahaman (knowledge and understanding) dengan berbagai hal terkait geografi. Pengukuran pembelajarannya, sebagaimana dikemukakan tadi, mengarah pada keterampilan intelektual atau aspek kognitif. Seorang guru, sangat potensial untuk memberikan informasi mengenai konsep, prinsip dan atau materi inti kegeografian. Di kelas, misalnya, siswa dikondisikan untuk memahami fenomena keragaman alam, proses perubahan bentuk alam, distribusi fenomena alam, dan interaksi antara manusia dengan alam, serta pewilayahan. Semua itu, merupakan contoh kecil dari keterampilan intelektual yang perlu disampaikan kepada siswa sehingga siswa memiliki pengetahuan dan pemahaman terkait dengan fenomena geosfer.
5 Kedua, pembelajaran bertujuan untuk mengubah pengetahuan menjadi keterampilan. Siswa, tidak sekedar diajari untuk mengetahui geografi, tetapi mengarah pada usaha memberikan keterampilan-keterampilan praktis (the practical skill) yang bisa digunakan dalam kehidupannya. Inti masalah dalam kompetensi ini yaitu adanya kebutuhan aktual dari setiap siswa untuk menunjukkan keterampilan nyata dari proses pembelajaran. Misalnya, siswa mampu membuat peta atau sistem informasi geografi terkait satu fenomena alam, siswa memiliki kemampuan menyusun analisis kewilayahan mengenai distribusi sumberdaya alam di Indonesia, atau siswa mampu mengkomunikasikan ide dan penilaiannya mengenai kondisi lingkungan kepada pihak lain. kunci hasil pembelajarannya, yaitu pembelajaran tahap ini, bukan sekedar “tahu”, tetapi “bias” melakukan sesuatu. Ketiga, pembelajaran bertujuan untuk merubah keahlian dari pemahaman menjadi sesuatu produk yang bernilai. Tidak terjadi pembelajaran, jika sekedar bisa mengulang sesuatu yang sudah ada. Pembelajaran itu berhasil, jika siswa mampu mengembangkan keterampilan yang dimilikinya menjadi sesuatu yang produktif. Dari padangan ekonomi, produktif itu adalah menghasilkan barang atau jasa. Dalam pandangan ilmu sosiologi, sebagaimana yang dikemukakan oleh Anthony Giddens, yaitu mengolah ulang sehingga mampu menjadi sesuatu yang bernilai praktis. Pengetahuan apapun, tidak akan menjadi sesuatu yang bernilai, jika tidak diproduksi ulang (reproduksi) sebagai alat hidup, dan atau media komunikasi dan interaksi. Perbedaan dasar antara tahapan pembelajaran dua dan tiga, yaitu pada konsistensi. Terampil dalam pengertian kedua tadi, yaitu “bias”.
6 Sedangkan, produktif itu, adalah keterampilan (bisa) secara konsisten, dan bisa diulang untuk waktu dan frekuensi yang tinggi. Pada saat di kelas, seorang siswa mungkin bisa membuat peta. Tetapi, yang disebut produktif itu, adalah kemampuan membuat petanya tersebut, dapat berlanjut dalam konteks kehidupan sehari-hari di rumahnya. Misalnya ketika dia ingin membuat kamar pribadi, membuat rumah, atau membuat taman rumah, ternyata dia mampu membuat konsep pemetaannya secara tepat dan praktis. Itulah yang dikategorikan sebagai kompetensi produktif. Keempat, pembelajaran adalah mengubah produktivitas menjadi modal hidup. Apapun yang dimiliki dan dilakukan manusia, ditujukan untuk menjadi modal hidup. Pengetahuan dan teknologi yang dimiliki manusia adalah modal hidup. Oleh karena itu, tujuan dari pembelajaran geografi, pada dasarnya bukanlah “bisa” Geografi, tetapi “bisa hidup” dari, dengan dan untuk Geografi. Pada bagian ini, keterampilan geografi tidak lagi sekedar menjadi modal untuk mendapatkan nilai akademik. Pengetahuan dan keterampilan geografi, telah menjadi bagian penting dari kehidupannya, dan bahkan menjadikan modal hidupnya sendiri. Geografi dan paradigma geografi, telah menjadi satu kekuatan (modal ilmu) yang memberikan dorongan dan cara mengisi hidupnya. Di sinilah, peran geografi sudah memasuki tahapan penting dalam kehidupan manusia, yaitu menjadi pandangan hidup-nya sendiri. Meminjam istilah politik, orang yang sudah sampai pada tahapan ini, adalah dia bisa belajar dari geografi, dengan geografi, dan hidup untuk geografi.
7 Belajar dari geografi, artinya mendapatkan sejumlah informasi dan keterampilan mengenai geografi. Belajar dengan geografi, artinya proses hidupnya senantiasa menggeograf, dan seluruh aktivitasnya pun didedikasikan untuk kepentingan pengembangan geografi dan atau pembelajaran geografi. Itulah potret umum mengenai geografi sebagai sebuah modal hidup. Terakhir adalah mengantarkan siswa untuk bisa hidup bermakna. Dengan kata lain, tujuan pembelajaran, apapun materi pembelajarannya, diarahkan untuk mencapai tujuan hidup bermakna. Pada saat seseorang bisa hidup dari, dengan dan untuk geografi (form, with, and for geography), ada dua kemungkinan dasar yang terjadi pada aras psikologis kehidupan manusia. Satu sisi, dia mendapatkan kenyamanan hidup dengan lingkungan, dan pada sisi ada konflik dengan lingkungan. Pada tahapan ini, tujuan pembelajaran yaitu untuk mengantarkan siswa bisa mencapai derajat hidup bermakna . Dengan belajar geografi, bukan menjadikan siswa menjadi eksploitator lingkungan, yang kemudian menjadikan lingkungan rusak dan merusak kehidupan manusia, tetapi harus menjadi bagian penting dalam menjaga kelestarian lingkungan dan keberlanjutan kehidupan. Manusia (siswa) yang dapat berinteraksi dengan lingkungan secara harmonis, akan mendapatkan kenyamanan hidup, sedangkan bila tidak mampu mewujudkan keharmonisan dengan lingkungan, kita sebut sebagai adanya konflik-lingkungan. Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, bahwa manusia hadir di dunia ini adalah memasuki lingkungan yang baru. Begitu pula, jika manusia melakukan migrasi antar satu tempat ke tempat lain. Perpindahan lokasi itu, memberikan
8 peluang akan bertemunya dengan lingkungan baru, yang menuntut manusia bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan. Pembelajaran geografi adalah memberikan fasilitas dan bantuan kepada manusia (siswa) untuk bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru, dimanapun dia berada. Proses penyesuaiannya itu, diarahkan untuk menciptakan keseimbangan baru, dan atau keharmonisan interaksi antara manusia dengan lingkungannya, sehingga manusia dan lingkungan dapat berdaya secara maksimal. 2.2 Hakikat Pendekatan Lingkungan dalam Pembelajaran 2.2.1
Pengertian Pendekatan Lingkungan Dewasa ini, pendekatan lingkungan dalam kegiatan pembelajaran telah
berkembang seiring dengan tuntutan peningkatan kualitas pendidikan dan pengajaran. Pendekatan ini dikembangkan untuk mengarahkan pengajar agar mengaitkan materi ajar dengan konteks kehidupan nyata siswa. Intinya, pendekatan lingkungan dalam pembelajaran bertujuan untuk membantu guru dalam mengaitkan materi pelajaran serta mengintegrasikan ide pembelajaran ke dalam konteks kehidupan nyata dengan harapan siswa dapat memahami apa yang dipelajarinya dengan baik dan mudah. Bertitik tolak dari konsep di atas, beberapa definisi pendekatan lingkungan yang pernah ditulis dalam beberapa sumber menyatakan sebagai berikut: a) Johnson (dalam Nur, 2004:12) merumuskan bahwa pendekatan lingkungan merupakan suatu proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa untuk melihat makna dalam bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan kontek kehidupan mereka sehari-hari, yaitu
9 dengan kontek lingkungan pribadinya, sosial dan budayanya. Untuk mencapai tujuan tersebut, pendekatan lingkungan akan menuntut siswa untuk melakukan hubungan yang bermakna, mengerjakan pekerjaan yang berarti, mengatur cara belajar sendiri, bekerjasama, berpikir kritis dan kreatif, memelihara/merawat pribadi siswa, mencapai standar yang tinggi, dan menggunakan assessment autentik. b) Menurut Sanjaya, (2005: 109) pendekatan lingkungan adalah “suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan pada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka”. c) Menurut Nur, (2004: 12) bahwa pendekatan lingkungan adalah suatu konsepsi mengajar yang membantu guru menghubungkan isi pelajaran dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa membuat hubungan-hubungan antara pengetahuan dan aplikasinya dalam kehidupan siswa sebagai anggota keluarga, masyarakat dan pekerja serta meminta ketekunan belajar. Model pembelajaran dengan pendekatan lingkungan, bukan merupakan pendekatan pembelajaran yang baru, namun pendekatan ini sudah sering diterapkan di setiap sekolah. Adapun yang dimaksud dengan pendekatan lingkungan adalah suatu strategi pembelajaran yang memanfaatkan lingkungan sebagai sasaran belajar, sumber belajar, dan sarana belajar. Hal tersebut dapat dimanfaatkan untuk memecahkan masalah lingkungan dan untuk menanamkan sikap cinta lingkungan.
10 Pembelajaran dengan pendekatan lingkungan sangat efektif diterapkan di sekolah. Hal ini relevan dengan tingkat perkembangan intelektual usia anak sekolah berada pada tahap operasional konkret. Bahwa kecenderungan siswa usia sekolah yang senang bermain dan bergerak menyebabkan anak-anak lebih menyukai belajar lewat eksplorasi dan penyelidikan di luar ruang kelas dalam hal ini lingkungan sekolah. Konsep-konsep sains dan lingkungan sekitar siswa dapat dengan mudah dikuasai siswa melalui pengamatan pada situasi yang konkret. Dampak positif dari diterapkannya pendekatan lingkungan yaitu siswa dapat terpacu sikap rasa keingintahuannya tentang sesuatu yang ada di lingkungannya. Seandainya kita renungi empat pilar pendidikan yakni: learning to know (belajar untuk mengetahui), learning to be (belajar untuk menjadi jati dirinya), learning to do (belajar untuk mengerjakan sesuatu) dan learning to life together (belajar untuk bekerja sama) dapat dilaksanakan melalui pembelajaran dengan pendekatan lingkungan yang dikemas sedemikian rupa oleh guru. Bekerja dan belajar yang berbasis lingkungan sekitar memberikan nilai lebih, baik bagi si pembelajar itu sendiri maupun bagi lingkungan sekitar. Katakanlah guru Geografi, maka lingkungan sekolah/masyarakat sekitar dapat menjadi laboratorium. Pembelajaran ini dapat dilakukan sembari melakukan pengamatan terhadap berbagai fenomena alam, seperti tamanan, asap, atmosfer, pantai, dan sebagainya. Sejalan dengan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pendekatan lingkungan adalah konsep belajar di mana guru menghadirkan dunia
11 nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan mereka seharihari, sementara siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari konteks yang terbatas, sedikit demi sedikit, dan dari peoses mengkonstruksi sendiri, berbagai bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat. Dalam kelas pembelajaran, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi dari pada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerjasama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru (pengetahuan dan keterampilan) datang dari “menemukan sendiri”, bukan dari „apa kata guru‟. Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan lingkungan. Lingkungan hanyalah salah satu dari sekian banyak pendekatan pembelajaran, seperti halnya dengan strategi pembelajaran yang
lain.
Pendekatan
lingkungan
dikembangkan
dengan
tujuan
agar
pembelajaran berjalan lebih produktif dan bermakna. Pendekatan lingkungan dapat dijalankan tanpa harus mengubah kurikulum dan tatanan yang ada. Dari berbagai pendapat para ahli yang telah diulas di atas, ada 3 (tiga) hal yang harus dipahami: 1) Pendekatan lingkungan menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung. Proses belajar dalam pendekatan lingkungan
12 tidak mengharapkan siswa hanya menerima pelajaran, akan tetapi proses mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran. 2) Pendekatan lingkungan mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap antara hubungan pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. 3) Pendekatan lingkungan mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan. Artinya, pendekatan lingkungan bukan hanya mengharapkan siswa memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Materi pelajaran dalam pendekatan lingkungan bukan untuk ditumpuk di otak dan kemudian dilupakan, akan tetapi sebagai bekal dalam mengarungi kehidupan nyata. 2.2.2
Langkah-langkah Pembelajaran Pendekatan Lingkungan Menurut Ninik widayanti(dalam mansnur muslich 2009:238) penerapan
pendekatan lingkungan di kelas cukup mudah, dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja termasuk bidang studi Geografi. Adapun langkahlangkah penerapan pendekatan lingkungan adalah sebagai berikut:
Kegiatan awal -
Guru mengajak siswa ke lokasi di luar kelas
-
Guru mengajak siswa untuk berkumpul menurut kelompok nya
-
Guru memberi salam
13 -
Guru memberi motivasi pada siswa tentang pentingnya lingkungan sebagai sumber belajar, termasuk manfaaat sumber daya alam yang ada di sekitar nya.
-
Guru memberikan panduan belajar kepada maasing-masing kelompok
-
Guru memberikan penjelasan cara kerja kelompok
Kegiatan inti -
Masing-masing kelompok berpencar pada lokasi untuk melakukan pengamatan dan di beri waktu 25 menit
-
Guru membimbing siswa selama pengamatan di lapangan
-
Setelah selesai melakukan pengamatan, siswa di suruh berkumpul kembali untuk mendiskusikan hasil pengamataan nya.
-
Guru memandu diskusi dan siswa diberi kesempatan untuk member tanggapan waktunya 25 menit.
Kegiatan akhir -
Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan hambatan/kesulitaan yang di alami selama proses pembelajaran.
-
Guru memberikan kesimpulan bersama siswa.
Agar proses pembelajaran dengan pendekatan lingkungan lebih efektif, guru perlu melaksanakan beberapa hal sebagai berikut: 1) Mengkaji konsep dan kompetensi dasar yang akan dipelajari oleh siswa 2) Memahami latar belakang dan pemahaman hidup siswa melalui proses pengkajian secara seksama.
14 3) Mepelajari lingkungan sekolah dan tempat tinggal siswa, selanjutnya memilih dan mengaitkan dengan konsep dan kompetensi yang akan dibahas dalam proses pembelajaran kontekstual 4) Merencanakan pengajaran dengan mengaitkan konsep teori yang dipelajrai dengan mempertimbangkan pengalaman yang dimiliki siswa dan lingkungan kehidupan sehari-hari. 5) Melaksanakan pengajaran dengan selalu mendorong siswa untuk mengaitkan apa yang sedang dipelajari dengan pengetahuan/pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya dan mengaitkan dengan apa yang dipelajari dengan fenomena kehidupan sehari-hari. Dapat disimpulkan bahwa pendekatan lingkungan menyangkut adanya suatu hubungan dengan hasil belajar, seperti halnya yang dinyatakan oleh Johsons (dalam Sanjaya, 2005: 13) berikut ini: 1) Pendekatan lingkungan membuat siswa melakukan kegiatan-kegiatan yang membantu mereka dapat menghubungkan bahan/kegiatan akademik dengan konteks dalam kehidupan secara nyata. 2) Siswa harus mengeluarkan ide-idenya dan harus memahami penerapanya dalam kehidupan lingkungan nyata. Selajutnya dinyatakan bahwa “tidak akan ada pengembangan mental apabila tidak ada minat”. Hasil belajar merupakan keadaan yang sangat penting untuk perhatian dan pemahaman.
15 2.2.3
Indikator Pendekatan Lingkungan Berbicara mengenai kualitas pendekatan lingkungan, kita kembali pada
pemikiran bahwa siswa akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan secara alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami sendiri apa yang dipelajarinya. Pembelajaran dengan pendekatan lingkungan adalah suatu pendekatan pengajaran yang menghidupkan kelas secara maksimal dengan menghadirkan lingkungan sebagai media pembelajaran. Kelas hidup diharapkan dapat mengimbangi perubahan yang terjadi di luar sekolah yang demikian cepat. Menurut Nur, (2004: 4) bahwa penerapan pendekatan lingkungan sudah teruji dari beberapa konteks: a) Penerapan konteks budaya dalam pengembangan silabus, penyusunan buku pedoman guru, dan buku teks akan mendorong sebagian besar siswa untuk tetap tertarik dan terlibat dalam kegiatan pendidikan. b) Penerapan konteks sosial dalam pengembangan silabus, penyusunan buku pedoman, dan buku teks yang dapat menuingkatkan kekuatan masyarakat yang dapat berpengaruh terhadap perkembangan masyarakat. c) Penerapan konteks personal
yang dapat meningkatkan keterampilan
komunikasi, akan membantu lebih banyak siswa secara penuh terlibat dalam kegiatan pendidikan dan masyarakat. d) Penerapan konteks ekonomi akan berpengaruh terhadap peningkatan kesejahteraan social.
16 e) Penerapan konteks politik dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang berbagai isu yang dapat berpengaruh terhadap masyarakat. Berkaitan dengan pendapat di atas, maka indikator-indikator yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan memberikan kualitas pendekatan lingkungan adalah sebagai berikut: 1) Penerapan pengetahuan: apakah pebelajar menerapkan apa yang telah dipelajari pada tatanan dan fungsi berbeda ini atau masa yang akan datang? 2) Pengalaman-pengalaman dunia nyata: apakah pebelajar aktif melibatkan pengalaman dunia nyata yang mehasil mereka untuk mengaktifkan pemahaman relevansi personal, nilai dan makna dengan konten yang telah dipelajari? Apakah pembelajaran dirasakan relevan dengan kehidupan mereka? 3) Berpikir tingkat tinggi: apakah pebelajar berpikir kritis dan kreatif dalam pengumpulan data, memahami issue atau memecahkan sebuah masalah? 4) Kurikulum yang dikembangakan berdasarkan standar: apakah pebelajar menjumpai sebuah jangkauan dan varitas lokal, negara, bangsa, asosiasi dan/atau standar industri melalui pemahaman belajar mereka? 5) Responsive terhadap budaya: apakah pebelajar memahami atau menghargai nilai, kepercayaan, pendapat dari sejawat siswa, tatanan sekolah dan komunikasi yang lebih besar? 6) Penilaian autentik: apakah pebelajar aktif berperan dalam beraneka assesmen yang memberikan peluang untuk mendemontrasikan performasi konten pembelajaran sesuai dengan kondisi dan standar dunia riil?
17 2.3 Hasil Belajar 2.3.1
Pengertian Hasil Belajar Belajar pada hakekatnya merupakan proses alami dan komplek karena
proses belajar terjadi dalam diri seseorang tanpa bisa terlihat secara lahiriah. Hasil dari sebuah proses belajar hanya dapat diketahui dengan adanya perubahan yang dialami oleh siswa. Perubahan-perubahan tersebut ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan dan pemahaman, perubahan tingkah laku, sikap dan perkembangan pola berpikir dari yang bersangkutan. Setiap kegiatan pembelajaran diarahkan pada upaya pencapaian belajar secara maksimal. Dalam hal ini siswa diharapkan dapat memiliki perubahan tingkah laku dan prestasi secara baik sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Purwanto (1990: 86) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah prestasi yang dicapai, dilaksanakan dan dikerjakan. Sejalan dengan hal ini, Dimyati dan Mudjiono (1994: 26) mengemukakan bahwa hasil belajar merupakan (prestasi yang dicapai memiliki sejumlah keterampilan ditandai dengan standarisasi nilai sesuai dengan tujuan yang ditetapkan). Prestasi yang dicapai, dilaksanakan dan dikerjakan dalam kegiatan proses belajar mengajar dan ditandai dengan standarisasi penilaian. Menurut Sudjana (2006: 22) hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajajrnya. Hasil belajar pada hakekatnya adalah perubahan tingkah laku yang mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hasil belajar adalah hasil perubahan tingkah laku seseorang siswa setelah memperoleh pelajaran hasil belajar biasanya digambarkan
18 dengan nilai angka atau huruf. Dalam hal ini Hamalik (1983: 56) mengemukakan bahwa “hasil belajar seseorang merupakan perilaku yang dapat diukur hasil belajar menunjukkan kepada idividu sebagai pelakunya, hasil belajar dapat dievaluasi dengan menggunakan standar tertentu baik berdasarkan kelompok atau norma yang telah ditetapkan. Hasil belajar menunjukkan pula hasil kegiatan yan dilakukan secara sengaja dan sadar”. Menurut Gagne dalam Dimiyati dan Mudjiono (2006: 10) hasil belajar adalah kapasitas yang memungkinkan beragam penampilan. Perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar yakni timbulnya pengertian-pengertian baru dari tidak tahu menjadi tahu, terjadinya perubahan sikap, keterampilan baru, dan perkembangan sifat-sifat sosial. Hasil belajar merupakan sasaran yang ingin dicapai setelah proses belajar mengajar. Hasil belajar yang diinginkan adalah hasil belajar yang maksimal, sesuai dengan kompetensi dan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Untuk mencapai hasil belajar tersebut sangat diperlukan kesiapan alat dan bahan mengajar serta mental siswa yang selalu termotivasi dalam menerima materi yang akan dibelajarkan. Hasil belajar akan maksimal jika dimotivasi oleh rasa ingin tahu terhadap materi yang dibelajarkan. Gagne dalam Sudjana (2006: 22) menyebutkan ada 5 kategori hasil belajar, yaitu: a) informasi verbal, b) keterampilan intelektual, c) strategi kognitif, d) sikap, dan e) keterampilan motoris. Menurut Bloom dalam Sudjanan (2006: 2232) taksonomi hasil belajar dibagi dalam tiga kawasan, yaitu: (1) kognitif: pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, evaluasi; (2) afektif:
19 penerimaan, pemberian respon, penilaian, penorganisasian, pengkarakterisasian; dan (3) psikomotorik: peniruan, manipulasi, ketepatan, artikulasi, pengalamian. Kalau dihubungkan dengan fokus penelitian ini, tentu yang diharapkan kepada siswa adalah hasil belajar mereka khususnya pada mata pelajaran Geografi meningkat atau memperoleh hasil yang memuaskan sesuai dengan yang digariskan tujan pendidikan. Hasil belajar dalam penelitian ini adalah kemampuan yang dicapai siswa setelah mengikuti pembelajaran yang ditunjukkan melalui perubahan peningkatan pengetahuan, pemahaman, dan penerapan konsep-konsep dalam menyelesaikan masalah. 2.3.2
Indikator-Indikator Hasil Belajar Hasil belajar merupakan tujuan yang hendak dicapai dalam kegiatan
pembelajaran. Untuk menyatakan bahwa suatu pembelajaran itu berhasil apabila Tujuan Intruksional Khusus (TIK) nya dapat tercapai. Dalam TIK guru telah menetapkan standarisasi perubahan tingkah laku dan keterapilan yang harus dimiliki siswa setelah mengalami dan mengikuti kegiatan pembelajaran. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa hasil belajar tergantung pada pelajaran yang melakukan kegiatan belajar. Dalam arti bahwa semakin banyak usaha-usaha yang dilakukan oleh si pebelajar, maka semakin baik pula hasil belajar yang akan dicapainya. Untuk mengetahui bahwa suatu si pebelajar itu dapat berhasil, maka paling tidak harus ia memiliki sejumlah kemampuan tertentu. Gagne, (1972: 64) mengemukakan bahwa hasil belajar merupakan sesuatu yang dimiliki oleh setiap orang yang kapasitasnya mempunyai beragam penampilan. Dalam hal ini, Gagne
20 menetapkan lima kategori atau indikator hasil belajar, yaitu (1) Informasi verbal, (2) keterampilan intelektual, (3) strategi, (4) sikap, dan (5) keterampilan gerak. Berkaitan dengan petunjuk tentang hasil belajar, maka dapat dipahami bahwa suatu proses pembelajaran dianggap berhasil mencapai indikator-indikator berikut ini: 1) Daya serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkan mencapai prestasi tinggi, baik secara personal maupun secara kelompok, 2) Perilaku yang digariskan dalam tujuan pengajaran atau Tujuan Intruksional Khusus (TIK) telah dicapai oleh siswa. 3) Siswa memiliki sejumlah keterampilan dan terdapat perubahan tingkah laku yang ditimbulkannya. Namun pada tataran realita menunjukkan bahwa indikator yang dapat digunakan sebagai tolak ukur hasil belajar dalam kegiatan pembelajaran adalah terletak pada daya serap siswa itu sendiri. 2.3.3
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar Hasil belajar dapat diartikan sebagai suasana hasil positif yang dapat
dicapai oleh siswa setelah melakukan perbuatan belajar. Hasil belajar itu dapat digambarkan dengan memberikan nilai yang berupa angka atau huruf. Akan tetapi yang baik (memuaskan) karena hasil belajar banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor. Adapun faktor itu adalah muncul dari dalam diri siswa itu sendiri juga dimana lingkungan ia berada: Sedangkan dengan hal tersebut, Sukardi (1983: 15) mengatakan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar adalah:
21 1. Faktor Internal. Faktor internal yaitu faktor yang menyangkut semua diri pribadi, termasuk fisik maupun mental atau psikologinya yang ikut menentukan berhasil tidaknya seseorang dalam belajar. 2. Faktor eksternal. Faktor eksternal yaitu faktor yang datang dari luar individu yang bersangkutan, misalnya ruang belajar tidak memenuhi syarat, alat-alat peraga yang tidak memadai, metode mengajar yang tidak efektif dan lingkungan sosial maupun lingkungan alamiahnya. Sejalan dengan itu, Hamana (dalam Purwanto, 1990: 73) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dapat dikategorikan empat bagian yaitu: 1. Faktor yang bersumber dari diri sendiri. Faktor ini terdiri atas dua aspek yaitu, (1) faktor yang bersifat biologis seperti kesehatan dan cacat badan, (2) faktor yang bersifat psikologis seperti inteligensi minat, perhatian dan bakat. 2. Faktor yang bersumber dari lingkungan keluarga. Lingkungan keluarga sangat mempengaruhi keberhasilan belajar siswa, faktor-faktor tersebut antara lain: (1) cara orang tua mendidik anak, (2) relasi antara orang tua dan keluarga, (3) suasana rumah, (4) keadaan ekonomi keluarga, (5) sikap toleransi orang tua, dan (5) latar belakang kebudayaan. 3. Faktor yang bersumber dari lingkungan sekolah. Lingkungan belajar yang mempengaruhi hasil belajar siswa antara lain: (1) penggunaan metode mengajar yang efektif, (2) penggunaan media mengajar, (3) kurikulum pendidikan, (4) relasi guru dan siswa, (5) relasi antara siswa dan siswa, dan (6) disiplin sekolah.
22 4. Faktor yang bersumber dari lingkungan masyarakat. Lingkungan masyarakat merupakan faktor yang berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Hal itu terjadi karena keberadaan siswa dalam lingkungan masyarakat misalnya keikut sertaan dalam kegiatan kemasyarakatan, teman bergaul dan bentuk kehidupan bermasyarakat yang secara keseluruhan dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. 2.3.4
Pengertian Sumber Daya Alam Pada umumnya yang di maksud sumber daya alam (natural resources)
adalah semua kekayaan alam berupa benda mati dan benda hidup yang berada di bumi dan dapat di manfaat kan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Di Bumi ini kekayaan alam tersebar dengan pola tertentu. Ada yang di setiap daerah ada, ada juga yang hanya terdapat di daerah tertentu. Pegunungan maupun gunung menjadi tempat berkembangnya hutan yang menjadi tempat hidup flora dan fauna. Sumber daya alam ada yang jumlahnya banyak, sedikit, dan ada yang terbatas. Demikian juga penyebarannya, ada sumber daya alam yang terdapat di semua daerah (udara dan sinar matahari), ada pula yang terbatas pada daerah tertentu dengan jumlah terbatas (misalnya barang tambang seperti emas, batu bara, dan minyak bumi). Sumber daya alam ada yang tersedia di alam dengan sendirinya (hutan belantara, batu bara, tanah, udara, dan emas), namun ada pula yang sengaja diusahakan oleh manusia (perkebunan, pertanian, dan peternakan). Jenis Sumber Daya Alam dan Persebarannya.
23
Jenis Sumber Daya Alam 1. Jenis Sumber Daya Alam Banyaknya sumber daya alam yang terdapat di mana saja, seperti di dalam tanah, permukaan Bumi, air, udara, dan sebagainya mendorong adanya klasifikasi sumber daya alam berdasarkan jenis-jenisnya. a. Menurut sifatnya, sumber daya alam dibagi menjadi tiga golongan sebagai berikut. 1) Sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui (unrenewable). Sumber daya alam ini biasanya berupa bahan tambang dan mineral yang terkandung di dalam Bumi. Jumlah sumber daya alam cukup banyak
dan
dimanfaatkan,
bermacammacam harus
digali
jenisnya.
dan
diolah
Namun terlebih
sebelum dahulu.
Pengambilan barang tambang secara umum disebut pertambangan. Sebelum melakukan penambangan dilakukan eksplorasi, yaitu usaha penelitian dan penyelidikan terhadap adanya barang-barang tambang. Setelah pasti, baru dilakukan penambangan. Mengingat sumber daya alam ini dapat habis, maka penggunaannya harus tepat dan hemat, tidak berlebih-lebihan. Apabila habis, harus dicari lagi lokasi lain yang mengandung barang tambang. 2) Sumber daya alam yang dapat diperbarui (renewable). Sumber daya alam seperti ini dapat juga disebut sebagai sumber daya alam biotik. Hewan pun juga dapat dikembangbiakkan. Beberapa kebutuhan manusia dapat dipenuhi dari hewan.
24 3) Sumber daya alam yang selalu tersedia. Udara yang bergerak atau angin dapat digunakan untuk berbagai keperluan, misalnya mendukung proses penyerbukan bunga sehingga menjadi buah, untuk pembangkit tenaga listrik, sebagai penghantar gelombang udara yang diperlukan telekomunikasi dengan menggunakan satelit. Begitu juga dengan udara, sinar matahari merupakan sumber energy terpenting bagi kehidupan. Tanpa matahari tidak akan ada makhluk hidup di dunia ini. Matahari sangat berpengaruh terhadap iklim (cuaca), tumbuhan, dan hewan. Sinar matahari juga dapat diubah menjadi tenaga listrik dengan menggunakan sel matahari atau pembangkit listrik tenaga surya. b. Menurut jenisnya, sumber daya alam dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Sumber daya alam hayati/biotik. Selain benda-benda yang dapat dimanfaatkan dalam pemenuhan kebutuhan hidup, makhluk hidup itu sendiri juga dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhannya. Tumbuhan misalnya, dibutuhkan manusia untuk menunjang hidupnya. Inilah yang disebut sumber daya alam hayati/biotik. Contoh lainnya yaitu hewan dan mikroorganisme. 2. Sumber daya alam nonhayati/abiotik. Berkebalikan dengan sumber daya alam hayati, sumber daya alam nonhayati diperoleh dari benda mati seperti bahan tambang, batuan, tanah, air, dan masih banyak lagi.
25 c. Menurut
kegunaan
atau
penggunaannya,
sumber
daya
alam
dikelompokkan menjadi dua, yaitu: 1. Sumber daya alam penghasil bahan baku. Bahan baku adalah benda yang dapat digunakan untuk menghasilkan benda atau barang lain yang nilai gunanya lebih tinggi. Sebut saja hasil hutan yang diolah untuk menghasilkan berbagai jenis barang. 2. Sumber daya alam penghasil energi. Sumber daya alam ini merupakan penghasil energy yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Salah satunya sinar matahari. Matahari memancarkan energi yang dibutuhkan dalam kehidupan manusia. Begitu juga dengan arus air sungai yang menghasilkan energi, misalnya sebagai penggerak turbin pembangkit listrik. 2.3 Kajian Penelitian Yang Relevan 1. Dalam kajian penelitian yang relevan ini di ambil dari hasil penelitian oleh Yayah Khoeriyah (2009) dengan judul, Pengaruh Pendekatan Lingkungan Dengan Menggunakan Model The Great Wind Blows Terhadap Hasil Belajar Kognitif Dan Afektif Pada Materi Pokok Ekosistem siswa kelas X semester II MAN Pakem Sleman Yogyakarta. Hasil penelitian tersebut dapat meningkatkan aktivitas belajar sisw Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendekatan lingkungan dengan menggunakan model the great wind blows berpengaruh nyata terhadap hasil belajar kognitif dan afektif siswa. Penelitian oleh Yayah Khoeriyah memiliki kesamaan dengan penulis ambil, dalam hal ini yaitu sama-sama menggunakan pendekatan
26 lingkungan. Perbedaan penelitian yang dilakukan Yayah Khoeriyah dengan peniliti adalah penelitian yang dilakukan Yayah Khoeriyah yaitu penelitian eskperimen sedangkan untuk penilitian yang penulis lakukan adalah penelitian eskperimen semu. 2. Dalam kajian penelitian yang relevan ini di ambil dari hasil penelitian oleh Wahyu Indah Ningsih (2013) dengan judul, Pengaruh Implementasi Pendekatan Proses Berbasis Lingkungan Terhadap Hasil Belajar Menulis Dan Sikap Peduli Lingkungan Siswa Kelas V Min Banyubiru Negara. Hasil analisis menunjukkan terdapat pengaruh pendekatan proses berbasis lingkungan terhadap hasil belajar siswa. Penelitian oleh Wahyu Indah Ningsih memiliki kesamaan dengan penulis ambil, dalam hal ini yaitu sama-sama menggunakan pendekatan lingkungan. Perbedaan penelitian yang dilakukan Wahyu Indah Ningsih dengan peniliti adalah penelitian yang dilakukan Wahyu Indah Ningsih yaitu penelitian eskperimen sedangkan untuk penilitian yang penulis lakukan adalah penelitian eskperimen semu. 3. Dalam kajian penelitian yang relevan ini di ambil dari hasil penelitian oleh Setiadi Endang (2012) dengan judul, Pengaruh Implementasi Pendekatan Lingkungan Terhadap Hasil Belajar Siswa pada Konsep Keanekaragaman Makhluk Hidup. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pendekatan lingkungan terhadap hasil belajar siswa kelas VII di SMPN I Cisompet Kabupaten Garut pada konsep keanekaragaman makhluk hidup sub konsep ciri-ciri makhluk hidup. Berdasarkan hasil perhitungan data
27 statistika, terdapat perbedaan yang signifikan setelah pembelajaran menggunakan
pendekatan
lingkungan
pada
kelas
eksperimen
disbandingkan dengan kelas kontrol. Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan
bahwa
terdapat
pengaruh
implementasi
Pendekatan
Lingkungan terhadap hasil belajar siswa. Penelitian oleh Setiadi Endang memiliki kesamaan dengan penulis ambil, dalam hal ini yaitu sama-sama menggunakan
pendekatan
lingkungan.
Perbedaan
penelitian
yang
dilakukan Setiadi Endang dengan peniliti adalah penelitian yang dilakukan Setiadi Endang yaitu penelitian eskperimen sedangkan untuk penilitian yang penulis lakukan adalah penelitian eskperimen semu. 2.4 Pengujian Hipotesis Berdasarkan latar belakang dan kajian teoritisnya, maka hipotesis dalam penelitian ini berbunyi: “terdapat pengaruh yang signifikan pendekatan lingkungan terhadap hasil belajar siswa kelas XI di SMA Negeri I Kwandang pada materi Sumber Daya Alam (SDA). Nilai yang dihipotesiskan jika rata-rata hasil belajar siswa pada materi Sumber Daya Alam (SDA) paling tinggi 86,83%