BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1
Kajian Pustaka
2.1.1
Kepuasan
2.1.1.1 Pengertian Kepuasan Menurut Oliver dalam Barnes (2007;64), kepuasan adalah tanggapan pelanggan atas terpenuhinya kebutuhannya. Hal ini berarti penilaian bahwa suatu bentuk keistimewaan dari suatu barang atau jasa itu sendiri, memberikan tingkat kenyamanan yang terkait dengan pemenuhan suatu kebutuhan, termasuk pemenuhan di bawah harapan atau pemenuhan melebihi harapan pelanggan. Kepuasan adalah harapan sama dengan kenyataan, kemudian menurut Kotler dalam Laksana (2008:90), kepuasan konsumen yaitu menyangkut komponen harapan dan kinerja atau hasil yang dirasakan. Pada umumnya harapan pelanggan merupakan perkiraan atau keyakinan pelanggan tentang apa yang akan diterimanya apabila ia membeli atau mengkonsumsi suatu produk baik barang maupun jasa, sedangkan kinerja atau hasil yang dirasakan merupakan persepsi pelanggan terhadap apa yang ia terima setelah mengkonsumsi produk yang ia beli.
14
15
Menurut Heskett et al. (1997) dalam Jackie Lai-Ming Tam (2011), karyawan puas dan loyal menciptakan nilai bagi pelanggan dan ini mendorong kepuasan pelanggan, yang pada gilirannya mempengaruhi loyalitas. Semakin tinggi pelanggan merasakan nilai dari layanan untuk menjadi, semakin besar kemungkinan itu adalah bahwa mereka akan merasakan puas dengan layanan. Kepuasan pelanggan adalah landasan dari semua aktivitas marketing. Pentingnya kepuasan pelanggan terletak pada kemampuannya untuk mempengaruhi perilaku pasca pembelian. Pelanggan yang puas lebih mungkin untuk melakukan pembelian berulang lebih lanjut dan untuk berbagi pengalaman positif mereka dengan orang lain. Di sisi lain, pelanggan yang tidak puas mungkin membidik perusahaan, terliat dalam negatif word-ofmouth komunikasi atau bahkan mengajukan keluhan kepada pers atau organisasi konsumen. Ada bukti untuk mendukung hubungan positif antara kepuasan pelanggan dan pembelian kembali niat atau loyalitas (Li et al, 2008;..Ndubisi et al, 2009; Yi dan Gong, 2009) dalam Jackie Lai-Ming Tam (2011). Kepuasan konsumen diukur dengan seberapa besar harapan konsumen tentang produk dan pelayanan sesuai dengan kinerja produk dan pelayanan yang aktual. Kepuasan konsumen adalah perasaan senang atau kecewa yang muncul setelah membandingkan persepsi atau kesan dengan kinerja suatu produk dan harapan-harapannya (Kotler, 2005) dalam Sangadji dan Sopiah (2013:18).
16
2.1.1.2 Komponen Kepuasan Dua komponen utama dari kepuasan yaitu : 1. Sejauh mana sebuah hubungan memberikan hasil yang bernilai dengan memenuhi kebutuhan penting. 2. Tingkat perbandingan alternatif yang didasarkan pada harapan kalkulatif tentang hasil ideal yang diharapkan dari sebuah hubungan, seperti juga membandingkan hasil yang didapat seseorang dengan input dan hasil yang didapat oleh partnernya.
2.1.1.3 Dimensi Kepuasan Pelanggan Menurut Dima Jamali (2005) terdapat tiga dimensi kepuasan pelanggan, yaitu: 1. Profesional layanan. Mencakup ketepatan layanan dan penyediaan informasi kepada pelanggan. 2. Efisiensi layanan. Mencakup pengiriman tepat waktu, kesesuaian biaya dengan pelayana yang diberikan dan cepat tanggap terhadap keluhan pelanggan. 3. Cakupan
layanan.
kantor/cabang.
Mencakup
jumlah
karyawan
dan
jumlah
17
2.1.2
Kepercayaan
2.1.2.1 Pengertian Kepercayaan Menurut Barnes (2007:148) kepercayaan adalah faktor yang mungkin paling banyak mendapat perhatian dalam literatur tentang hubungan antar pribadi dan hubungan pelanggan. Beberapa definisi tentang kepercayaan telah diajukan, termasuk “keyakinan bahwa seseorang akan menemukan apa yang ia inginkan pada diri orang lain, dan bukan apa yang ia takutkan”. Ide bahwa kepercayaan melibatkan kesediaan seseorang untuk bertingkah laku tertentu karena keyakinan bahwa partnernya akan memberikan kepuasan yang ia harapkan; dan “suatu harapan yang umumnya dimiliki seseorang bahwa kata, janji, atau pertanyaan orang lain dapat dipercaya”. Dalam kebanyakan literatur psikologi sosial, kepercayaan sering kali disebutkan bersamaan dengan citra dan komitmen sebagai batu penjuru bagi hubungan yang ideal. Dalam lingkungan bisnis tradisional, kepercayaan bisnisnya dihasilkan oleh seseorang pelanggan mengamati pengetahuan dan tanggap karyawan; mengevaluasi pelangga. Kepercayaan ini secara terpisah dari dimensi kualitas pelayanan lainnya (Parasuraman, Zeithaml, Berry dalam Chu, Lee, Chao, 2012).
18
2.1.2.2 Dimensi Kepercayaan Menurut McKnight, Kacmar dan Choudhury (2002). Kepercayaan dibangun antara pihak-pihak yang belum saling mengenal baik dalam interaksi maupun proses transaksi. Ada dua dimensi kepercayaan konsumen, yaitu : 1.
Trusting Belief Trusting Belief adalah sejauh mana seseorang percaya dan merasa yakin terhadap orang lain dalam suatu situasi. Trusting Belief adalah persepsi pihak yang percaya (konsumen) terhadap pihak yang dipercaya yang mana penjual memiliki karakteristik yang akan menguntungkan konsumen. Ada tiga elemen yang membangun Trusting Belief, yaitu : a. Benelovence Benelovence (niat baik) berarti seberapa besar seseorang percaya kepada penjual untuk berprilaku baik kepada konsumen. Benevolence merupakan kesediaan penjual untuk melayani kepentingan konsumen. b. Integrity Integrity (integritas) adalah seberapa keyakinan seseorang terhadap kejujuran penjual untuk menjaga dan memenuhi kesepakatan yang telah dibuat kepada konsumen. c. Competence Competence (kompetensi) adalah keyakinan seseorang terhadap kemampuan yang dimiliki penjual untuk membantu konsumen dalam melakukan sesuatu sesuai dengan yang dibutuhkan konsumen tersebut.
19
Esensi dari kompetensi adalah seberapa besar keberhasilan penjual untuk menghasilkan hal yang diinginkan oleh konsumen. Inti dari kompetensi
adalah
kemampuan
penjual
memenuhi
kebutuhan
konsumen. 2.
Trusting Intention Trusting Intention adalah suatu hal yang disengaja dimana seseorang siap bergantung pada orang lain dalam suatu situasi, ini terjadi secara pribadi dan mengarah langsung kepada orang lain. Trusting Intention didasarkan pada kepercayaan kognitif seseorang kepada orang lain. Ada dua elemen yang membangun Trusting Intention, yaitu : a. Willingness to depend Willingness to depend adalah kesediaan konsumen untuk bergantung kepada penjual berupa penerimaan risiko atau konsekuensi negatif yang mungkin terjadi. b. Subjective probability to depending. Subjective probability to depending adalah kesediaan konsumen secara subjektif berupa pemberian informasi pribadi kepada penjual, melakukan transaksi, serta bersedia untuk mengikuti sasaran atau permintaan dari penjual.
20
2.1.2.3 Beberapa elemen penting dari kepercayaan adalah : 1) Kepercayaan merupakan perkembangan dari pengalaman dan tindakan di masa lalu. 2) Watak yang diharapkan dari partner, seperti dapat dipercaya dan dapat diandalkan. 3) Kepercayaan melibatkan kesediaan untuk menempatkan diri dalam risiko. 4) Kepercayaan melibatkan perasaan aman dan yakin pada diri partner.
1.1.2.4 Komponen Kepercayaan Komponen-komponen kepercayaan ini meliputi : 1. Dapat diprediksi. Dapat diprediksi direfleksikan oleh pelanggan yang menyatakan bahwa mereka berurusan dengan perusahaan tertentu karena “saya dapat mengharapkannya”. 2. Dapat diandalkan. Dapat diandalkan merupakan hasil dari suatu hubungan yang berkembang sampai pada titik di mana penekanan beralih dari perilaku tertentu kepada kualitas individu – kepercayaan kepada individunya, bukan pada tindakan tertentu. 3. Keyakinan. Keyakinan direfleksikan dari perasaan aman dalam diri pelanggan bahwa partner mereka dalam hubungan tertentu akan menjaga mereka.
21
2.1.3
Komitmen
2.1.3.1 Pengertian Komitmen Tindakan mengejutkan, salah satu faktor kunci yang menentukan sukses dari suatu hubungan adalah komitmen masing-masing individu pada hubungan tersebut. Menurut Barnes (2007:150) komitmen adalah suatu keadaan psikologis yang secara global mewakili pengalaman ketergantungan pada satu hubungan. Komitmen meringkas pengalaman ketergantungan sebelumnya dan mengarahkan reaksi pada situasi baru. Komitmen merupakan orientasi jangka panjang dalam suatu hubungan, termasuk keinginan untuk mempertahankan hubungan itu, baik dalam senang maupun susah. Dua hal kunci diidentifikasi sebagai hal yang menentukan besarnya komitmen seseorang pada suatu hubungan yaitu tingkat kepuasan dan tingkat investasi. Penelitian terbaru telah mengidentifikasi bahwa komitmen pelanggan adalah prediktor yang kuat dari berbagai mertik yang berhubungan dengan retansi pelanggan, seperti switching / beralih dan niat pembelian kembali menurut Bansal et al, 2004; Fullerton, 2003; Venetis dan Ghauri, 2004 dalam Jones et al, 2010.
22
Robert Morgan dan Shelby dalam Barnes (2007:150) mengamati bahwa “komitmen dan kepercayaan adalah ‘Kunci’ karena mereka mendorong pelaku bisnis untuk : 1.
Bekerja guna untuk mempertahankan investasi hubungan dengan bekerja sama dengan partnernya.
2.
Menolak alternatif jangka pendek yang menarik dan lebih memilih mengharapkan manfaat jangka panjang dengan tetap berhubungan dengan partner yang ada sekarang ini.
3.
Memandang tindakan yang berrisiko potensial sebagai tindakan yang bijaksana karena percaya bahwa partner mereka tidak akan mengambil kesempatan dalam kesempitan.
2.1.3.2 Dimensi Komitmen Menurut Mattila, Anna S (2006) komitmen adalah konsep kunci dalam setiap hubungan yang melibatkan loyalitas, termasuk yang diciptakan oleh komitmen marketing. Komitmen terdiri dari dua dimensi, yaitu : 1.
Komitmen afektif, mencerminkan ikatan emosional konsumen ke penyedia layanan. Keadaan psikologis yang membuat konsumen mempertahankan
perusahaan
melalui
pengalaman
dan
kepuasan
emosional dengan perusahaan. 2.
Komitmen kalkulatif, mengacu pada kebutuhan konsumen atau keinginan untuk menjaga hubungan dalam menghadapi beralih biaya tinggi. Komitmen kalkulatif mencerminkan rasa yang terkunci ke penyedia
23
layanan karena biaya ekonomi. Kepuasan untuk melanjutkan hubungan denga perusahaan. Tiga sub dimensi dari komitmen kalkulatif yaitu tidak ada alternatif, kepuasan dengan perusahaan dan kemudian beralih biaya.
2.1.4
Loyalitas
2.1.4.1 Pengertian Loyalitas Oliver (1996:392) dalam Hurriyati (2008:128) mengemukakan definisi loyalitas pelangan adalah komitmen pelanggan bertahan secara mendalam untuk berlangganan kembali atau melakukan pembelian ulang produk atau jasa terpilih secara konsisten dimasa yang akan datang, meskipun pengaruh situasi dan usaha-usaha pemasaran mempunyai potensi untuk menyebabkan perilaku. Loyalitas menurut Ermawan (2003:126) dalam Hurriyati (2008:126) merupakan manifestasi dari kebutuhan fundamental manusia untuk memiliki, men-support, mendapatkan rasa aman dan membangun keterikatan serta menciptakan emotional attachment. Griffin (2005) dalam Sangadji dan Sopiah (2013:104) menyatakan “Loyalty is defined as non random purchase expressed aver time by some decision making unit”. Berdasarkan definisi tersebut dapat dijelaskan bahwa loyalitas lebih mengacu pada wujud prilaku dari unit-unit pengambilan keputusan untuk melakukan pembelian secara terus-menerus terhadap barang atau jasa dari suatu perusahaan yang dipilih.
24
Menurut Parasuraman (2005) dalam Sangadji dan Sopiah (2013:104) mendefinisikan loyalitas pelanggan dalam konteks pemasaran jasa sebagai respons yang terikat erat dalam ikrar atau janji untuk memegang teguh komitmen yang mendasari kontinuitas relasi, dan biayanya tercermin dalam pembelian berkelanjutan dari penyedia jasa yang sama atas dasar dedikasi dan kendala pragmatis. Morais (2005) dalam Sangadji dan Sopiah (2013:104) menyatakan bahwa loyalitas pelanggan adalah komitmen pelanggan terhadap suatu merek toko, atau pemasok, berdasarkan sikap yang sangat positif dan tercermin dalam pembelian ulang yang konsisten. Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa loyalitas lebih ditunjukan pada suatu perilaku, yang ditunjukan dengan pembelian rutin dan didasarkan pada unit pengambilan keputusan. 2.1.4.2 Karakteristik Loyalitas Pelanggan Konsumen yang loyal merupakan aset tak ternilai bagi perusahaan, karena karakteristik dari konsumen yang loyal menurut Griffin dalam Hurriyati (2008:22) antara lain : 1.
Melakukan pembelian ulang secara teratur,
2.
Membeli diluar lini produk/jasa,
3.
Mengajak orang lain,
4.
Menunjukan kekebalan dari tarikan persaingan (tidak mudah terpengaruh oleh tarikan persaingan produk/jasa sejenis).
25
2.1.4.3 Merancang Dan Menciptakan Loyalitas Dalam kaitannya dalam pengalaman pelanggan, Morais (2005) dalam Sangadji dan Sopiah (2013:105) mengungkapkan bahwa loyalitas pelanggan tidak bisa tercipta begitu saja, tetapi harus dirancang oleh perusahaan. Adapun tahap-tahap perancangan loyalitas tersebut adalah sebagai berikut: 1.
Mendefinisikan nilai pelangan (Define Customer Value) a)
Identifikasi segmen pelanggan sasaran.
b)
Definisikan nilai pelanggan sasaran dan tentukan pelanggan mana yang menjadi pendorong keputusan pembelian dan penciptaan loyalitas.
c) 2.
Ciptakan diferensiasi janji merek.
Merancang pengalaman pelanggan bermerek ( Design The Branded Customer Experience)
3.
a)
Mengembangkan pemahaman pengalaman pelanggan.
b)
Merancang perilaku karyawan untuk merealisasikan janji merek.
c)
Merancang perubahan strategi secara keseluruhan.
Melengkapi orang dan menyampaikan secara konsisten (Equip People And Deliver Consistently) a)
Mempersiapkan pemimpin untuk menjalankan dan memberikan pengalaman kepada pelanggan.
26
b)
Melengkapi
pengetahuan
dan
keahlian
karyawan
untuk
mengembangkan dan memberikan pengalaman kepada pelanggan dan setap interaksi yang dilakukan pelanggan terhadap perusahaan. c)
Memperkuat kinerja perusahaan melalui pengukuran dan tindakan kepemimpinan.
4.
Menyogok
dan
meningkatkan
kinerja
(Sustain
And
Enhance
Performence) a)
Gunakan respons timbal balik pelanggan dan karyawan untuk memeliara
karyawan
secara
berkesinambungan
dan
untuk
mempertahankan pengalaman pelanggan. b)
Membentuk kerja sama antara sistem personalia dengan proses bisnis yang terlibat langsung dalam pemberian dan penciptaan pengalaman pelanggan.
c)
Secara terus menerus mengembangkan dan mengkomunikasikan hasil untuk menanamkan pengalaman konsumen bermerek yang telah dijalankan perusahaan.
2.1.4.4 Tahap – Tahap Loyalitas Proses seorang calon pelanggan menjadi pelanggan yang loyal tehadap perusahaan terbentuk melalui beberapa tahapan. Hill dalam Hurriyati (2005) dalam Sangadji dan Sopiah (2013:106) mengemukakan loyalitas pelanggan dibagi menjadi lima tahapan, yaitu : 1)
Terduga (suspect)
27
2)
Prospek (prospect)
3)
Pelanggan (customer)
4)
Pendukung klien (clien advocates)
5)
Mitra (partners) Brown dalam Hurriyani (2005) dalam Sangadji dan Sopiah (2013:106)
mengemukakan bahwa loyalitas pelanggan memiliki tahapan sesuai dengan nilai seumur hidup pelanggan. Tahapan tersebut : 1) Pacaran (The Curtship) Pada tahap ini hubungan yang terjalin antara perusahaan dengan pelanggan terbatas pada transaksi. Pelanggan masih mempertimbangkan produk dan harga. Apabila penawaran produk dan hargayang dilakukan pesaing lebih baik, mereka akan berpindah. 2) Hubungan (The Relationship) Pada tahap ini tercipta hubungan yang erat antara perusahaan dengan pelanggan. Loyalitas yang terbentuk tidak lagi didasarkan pada pertimbangan harga dan produk, walaupun tidak ada jaminan bahwa pelangan tidak akan melihat produk pesaing. Selain itu, pada tahap ini terjadi hubungan saling menguntungkan bagi kedua belah pihak. 3) Pernikahan (The Marriage) Pada tahap ini hubungan jangka panjang telah tercipta dan keduanya sudah dapat dipisahkan. Loyalitas terbentuk akibat adanya tingkat kepuasan yang tinggi. Pada tahap ini pelanggan akan terlibat secara pribadi dengan perusahaan dan loyalitas tercipta seiring dengan kepuasan
28
terhadap perusahan dan ketergantungan pelanggan. Tahapan pernikahan yang sempurna diterjemahkan ke dalam pelanggan pendukung (advocate customer), yaitu pelanggan yang merekomendasikan masukan pada perusahaan apabila terjadi ketidakpuasan.
Griffin (2005) dalam Sangadji dan Sopiah (2013:107) membagi tahapan loyalitas pelanggan menjadi sebagai berikut : a.
Terduga (suspects), meliputi semua orang yang mungkin akan membeli barang atau jasa perusahaan, tetapi sama sekali belum mengenal perusahaan dan barang atau jasa yang ditawarkan.
b.
Prospek (prospects), merupakan orang – orang yang memiliki kebutuhan akan produk atau jasa tertentu dan mempunyai kemampuan untuk membelinya. Meskipun belum melakukan pembelian, para prospek telah mengetahui keberadaan perusahaan dan barang atau jasa yang ditawarkan karena seseorang telah merekomendasikan barang atau jasa tersebut kepadanya.
c.
Prospek terdiskualifikasi (disqualified prospects), yaitu prospek yang telah mengetahui keberadaan barang atau jasa tertentu, tetapi tidak mempunyai kebutuhan akan barang atau jasa tersebut, atau tidak mempunyai kemampuan untuk membeli barang atau jasa tersebut.
d.
Pelanggan mula – mula (first time customer), yaitu pelanggan yang membeli untuk pertama kalinya. Mereka masih menjadi pelanggan yang baru.
29
e.
Pelanggan berulang (repeat customer), yaitu pelanggan yang telah membeli produk yang sama sebanyak dua kali atau lebih, atau membeli dua macam produk yang berbeda dalam dua kesempatan yang berbeda pula.
f.
Klien. Klien membeli semua barang atau jasa yang ditawarkan dan dibutuhkan. Mereka membeli secara teratur. Hubungan dengan jenis pelanggan ini sudah kuat dan berangsung lama, yang membuat mereka tidak terpengaruh oleh produk pesaing.
g.
Pendukung (advocates). Seperti halnya klien, pendukung membeli barang atau jasa yang ditawarkan dan yang dibutuhkan, serta melakukan pembelian secara teratur.
h.
Mitra, merupakan bentuk hubungan yang paling kuat antara pelanggan dan perusahaan, dan berlangsung terus – menerus karena kedua pihak melihatnya sebagai hubungan yang saling menguntungkan.
2.1.4.5 Keuntungan Pelanggan Yang Loyal Griffin dalam Hurriyati 208:129) mengemukakan keuntungan – keuntungan yang akan diperoleh perusahaan apabila memiliki pelanggan yang loyal antara lain : 1.
Dapat mengurangi biaya pemasaran (karena biaya untuk menarik pelanggan yang baru lebih mahal).
2.
Dapat mengurangi biaya transaksi.
30
3.
Dapat mengurangi biaya trun over konsumen (karena penggantai konsumen yang lebih sedikit).
4.
Dapat meningkatkan penjualan silang, yang akan memperbesar pangsa pasar perusahaan.
5.
Mendorong word of mouth yang lebih positif, dengan asumsi bahwa pelanggan yang loyal juga berarti mereka merasa puas.
6.
Dapat mengurangi biaya kegagalan (seperti biaya penggantian, dll).
2.1.4.6 Mengukur Loyalitas Untuk mengukur loyalitas diperlukan beberapa atribut, yaitu : 1) Mengatakan hal yang positif tentang perusahaan kepada orang lain. 2) Merekomendasikan perusahaan kepada orang lain yang meminta saran. 3) Mempertimbangkan bahwa perusahaan merupakan pilihan pertama ketika melakukan pembelian jasa. 4) Melakukan lebih banyak bisnis atau pembelian dengan perusahaan dalam beberapa tahun mendatang.
Menurut Tjiptono (2005) dalam Sangadji dan Sopiah (2013:115) mengemukakan enam indikator yang bisa digunakan untuk mengukur loyalitas konsumen yaitu : 1)
Pembelian ulang.
2)
Kebiasaan mengkonsumsi merek.
3)
Rasa suka yang besar pada merek.
31
2.1.5
4)
Ketetapan pada merek.
5)
Keyakinan bahwa merek tertentu merek yang terbaik.
6)
Perekomendasian merek kepada orang lain.
Pengaruh Antar Variabel
2.1.5.1 Pengaruh Antara Kepuasan dan Kepercayaan Sastra menunjukan hubungan dua arah antara kepuasan dan kepercayaan. Alasannya adalah bahwa tidak ada konsensus umum di kalangan ulama ada sebagai mana antara variabel tersebut adalah variabel dependen dan independen. Misalnya Lin dan Wang (2006) dan Chang (2012) berpendapat bahwa pelanggan pertama berurusan dengan bisnis dan mengevaluasi bisnis berdasarkan pengalaman-pengalaman. Jika pengalaman memenuhi harapan meraka akan menjadi puas dan kemudian akan dipercaya bisnis. Oleh karena itu, penelitian ini menganggap kepuasan sebagai prediktor kepercayaan. Argumen ini didukung oleh Dabholkar dan Sheng (2012) yang menguji pengaruh kepuasan dan kepercayaan dengan konteks transaksi secara online. Implikasinya adalah bahwa karena pengalaman yang memuaskan dengan bisnis, pelanggan mulai memiliki percaya keyakinan tentang penyedia layanan (Dabholkar & Sheng, 2012). Pengaruh kepuasan pelangga pada kepercayaan pelanggan juga telah dikonfirmasi oleh sebuah studi Ou dan Sin (2003) yang merekomendasikan bahwa untuk memperkuat kepercayaan pelangan internet, e-pengecer perlu terlebih dahulu memenuhi pembeli
32
internet tentang isu-isu privasi dan keamanan. Hal ini menunjukan pengaruh kepuasan dan kepercayaan Demikian pula, Olare et al (2008) menyatakan bahwa pengalaman positif pelanggan telah menyebabkan kepuasan dan pengalaman yang memuaskan akibatnya menghasilkan kepercayaan pelanggan. Penegasan oleh Boshoff dan du Plessis (2009) bahwa kepercayaan adalah penting dalam hubungan berarti bahwa pelanggan harus memiliki pengalaman menyenangkan sebelum menuju kepuasan dan yang akhirnya mengaruh untuk percaya. Oleh karena itu tingginya tingkat kepuasan pelanggan yang positif terkait dengan tingkat yang lebih tinggi pada kepercayaan pelanggan.
2.1.5.2 Pengaruh Antara Kepuasan dan Komitmen Dalam penelitian ini kepuasan pelanggan berdasarkan pelanggan mengevaluasi retrospektif dan kumulatif kepuasan dengan suatu organisasi. Berikut [28], [29] Oliver (1997, 1999) dalam Johnson et al., 2008, kepuasan pelanggan didefinisikan sebagai penilaian pelanggan bahwa konsumsi produk atau jasa memberikan tingkat menyenangkan dari pemenuhan kebutuhan pelanggan, keinginan dan tujuan. Komitmen afektif terjadi ketika pelanggan individu mengidentifikasi dengan dan melekat ke mitra relasional mereka ([14] Fullerton, 2005; [19] Gruen et al., 2000 dalam Johnson et al., 2008). Komitmen afektif dapat dibedakan dari bentuk lain dari komitmen seperti komitmen normatif (berdasarkan rasa kewajiban dan tugas) atau komitmen kalkulatif yang
33
didorong oelh kepentingan pribadi ([2] Bansal et al., 2004; ]16] Gilliland dan Bello, 2002 dalam Jhonson et al., 2008. Komitmen kontinyu didasarkan pada persepsi pelanggan dari biaya switching, kurangnya alternatik, dan ketergantungan yang tinggi. Berbeda dengan karakter sukarela komitmen afektif, komitmen kontinyu dapat menyebabkan pelanggan untuk merasa terjebak dalam hubungan pemasaran ([14] Fullerton, 2005 dalam Jhonson et al., 2008). Kita meneliti pengaruh komitmen afektif pada peringkat kepuasan saat ini. [20] Gwinner et al. Dalam Jhonson et al., 2008 menjelaskan berbagai manfaat seperti manfaat sosial, manfaat psikologis, manfaat ekonomi, dan manfaat perlakuan khusus bahwa pelanggan relasional dapat menerima dari pengalaman layanan mereka. Kehadiran manfaat relasional memiliki efek positif pada peringkat kepuasan pelanggan dalam penelitian mereka. Dalam model ini kami mengusulkan pelanggan dengan komitmen afektif mengalami kepuasan yang lebih tinggi mencerminkan pemenuhan dari konsumsi mereka inginkan dan manfaat relasional. Dapat diketahui bahwa komitmen pelanggan timbul dikarenakan pelangan merasa puas karena keinginannya terpenuhi. Sehingga kepuasan memiliki efek positif terhadap komitmen.
34
2.1.5.3 Pengaruh Antara Kepercayaan dan Komitmen Sesuai dengan teori kepercayaan dan komitmen sebagai mediator ([68] Morgan dan Hunt, 1994), dan temuan terbaru oleh [36] Garbarino dan Johnson (1999) dalam Ruben et al., 2007, penelitian ini meneliti kepercayaan sebagai prekursor komitmen dengan yang terakhir yang mengemukakan sebagai konstruksi yang melibatkan kerentanan dan pengorbanan, dan karena itu muncul hanya dalam hubungan dimana kepercayaan yang sudah mapan ([36] Garbarino dan Johnson, 1999 dalam Ruben et al., 2007). Kepercayaan dan komitmen memiliki efek lebih besar pada loyalitas daripada hubungan kepuasan. Variansi dijelaskan oleh hubungan struktural antara, hubungan kepuasan, kepercayaan dan komitmen, dan loyalitas bisnis adalah 60 persen, sedangkan variansi hanya dijelaskan oleh kepuasan hubungan adalah 44 persen. Dapat dikatahui bahwa kepercayaan ditemukan memiliki efek yang kuat, signifikan, dan positif terhadap komitmen.
2.1.5.4 Pengaruh Antara Kepercayaan dan Loyalitas Pelanggan Pelanggan ketika mempercayai penyedia layanan, mereka cenderung setia terhadap penyedia layanan (Deng et al., 2010 dalam Chinomona et al., 2013). Menurut Hong dan Cho (2011) dalam Chinomona et al., 2013 kepercayaan bisnis memainkan peran penting dalam menciptakan dan mempertahankan loyalitas pelanggan. Studi tentang Bansat el al., (2004) dalam Chinomona et al., 2013 menunjukan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara kepercayaan dan loyalitas pelanggan. Hasil yang kompatibel
35
dengan penelitian lain oleh Yee (2004) dan Lin dan Wang (2006) dalam Chinomona et al., 2013. Avramakis (2011) dalam Chinomona et al., 2013 mempelajari hubungan pelanggan dengan sistem
keuangan swiss
dan melaporkan bahwa
kepercayaan pelanggan positif memprediksi loyalitas pelanggan. Hubungan positif ini juga didukung oleh Sirdeshmukh, Singh dan Sabel (2012) dalam Chinomona et al., 2013 yang mengembangkan kerangka pemahaman kepercayaan pelanggan dan hubungan loyalitas di industri penerbangan dan ritel. Hasil penelitian menunjukan perilaku yang dapat dipercaya oleh konsumen secara langsung mempengaruhi kepercayaan. Dapat disimpulkan bahwa ketika penyedia layanan berhasil membangun kepercayaan pelanggan, pelanggan menganggap risiko rendah dan akan lebih percaya keandalan dan integritas penyedia layanan dan sebagai akibat menjadi loyal. Deng et al., 2010 dalam Chinomona et al., 2013 berpendapat bahwa mencapai kepercayaan pelanggan adalah kontributor utama terhadap loyalitas pelanggan. Tingginya tingkat kepercayaan pelanggan yang positif terikat dengan tingkat yang lebih tinggi loyalitas pelanggan.
36
2.1.5.5 Pengaruh Antara Komitmen dan Loyalitas Pelanggan Komitmen hubungan terjadi ketika pasangan percaya hubungan yang cukup penting untuk menjamin upaya maksimal untuk mempertahankan hubungan dalam jangka panjang. Komitmen secara positif berhubungan dengan loyalitas dan pembelian berulang dan, karena kinerja hubungan sangat penting untuk membeli kembali keputusan dalam pertukaran relasional, loyalitas bisnis mirip dengan komitmen hubungan ([68] Morgan dan Hunt, 1994 dalam Ruben et al., 2007). Di sisi lain, loyalitas digambarkan sebagai “komitmen yang dipegang teguh untuk membeli ulang atau membeli kembali disukai produk / jasa secara konsisten di masa depan, sehingga menyebabkan terulang-sama merek atau sama-set pembelian, meskipun pengaruh situasional dan upaya pemasaran memiliki potensi untuk menyebabkan perilaku beralih “ ([138] Oliver, 1999, p.34). [137] Oliver (1997) dalam Ruben et al., 2007 menggambarkan konsumen yang “sungguh – sungguh keinginan untuk membeli ulang-produk atau jasa dan tidak memiliki lain”, sebagai konsumen yang akan mengejar quest ini “melawan segala rintangan di semua biaya”. Kondisi kedua mendefinisikan konsep “kesetiaan tertinggi”. Dapat dikatahui bahwa seseorang yang melakukan pembelian secara berulang maka konsumen akan loyal. Komitmen yang dipegang teguh oleh konsumen dalam melakukan pembelian ulang akan berpengaruh positif terhadap loyalitas.
37
2.2
Rerangka Pemikiran Dalam menyusun penelitian ini penulis menggunakan metode analisis kausal. Analisis kausal adalah penelitian untuk mengetahui tentang pengaruh satu variabel atau lebih variabel bebas (Independen Variables) terhadap variabel terikat (Dependen Variables). Tujuan penelitian kausal dalam hal ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kepuasan, kepercayaan dan komitmen dalam membangun loyalitas pelanggan (studi kasus pada PT. Tiki Jalur Nugraha Ekakurir).
Kepercayaan
H1
H3
H4
Kepuasan
Loyalitas H2
H5
Komitmen
GAMBAR 2.1 RERANGKA PEMIKIRAN
38
2.3
Hipotesis Hipotesis adalah suatu penjelasan sementara tentang prilaku, fenomena, atau keadaan tertentu yang telah terjadi. Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang diteliti dan kebenarannya perlu diuji secara empiris. Dari penelitian ini penulis mengambil suatu perumusan masalah, tinjauan pustaka dan tinjauan penelitian, maka dapat ditarik hipotesis sementara dari penelitian ini yaitu : H1 : Terdapat pengaruh kepuasan terhadap kepercayaan. H2 : Terdapat pengaruh kepuasan terhadap komitmen. H3 : Terdapat pengaruh kepercayaan terhadap komitmen. H4 : Terdapat pengaruh kepercayaan terhadap loyalitas pelanggan. H5 : Terdapat pengaruh komitmen terhadap loyalitas pelanggan.