BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
A. KAJIAN PUSTAKA 1. Landasan Teori 1.1 Teori Keagenan (Agency Theory) Menurut Jensen dan Meckling (1976) dikutip oleh Ni Made (2015), mengemukakan teori keagenan adalah hubungan antara manajemen perusahaan (agen) dan pemegang saham (principal). Dalam hubungan keagenan (agency relationship) terdapat suatu kontrak dimana satu orang atau lebih (principal) memerintah orang lain (agen) untuk melakukan suatu jasa atas nama principal dan memberikan wewenang (mendelegasikan) kepada agen untuk membuat keputusan yang terbaik bagi principal. Pihak
principal
juga
dapat
membatasi
divergensi
kepentingannya dengan memberikan tingkat insentif yang layak bagi agen dan bersedia mengeluarkan biaya untuk pengawasan (monitoring cost) untuk mencegah hazard dari agen. Namun bukan berarti tidak akan ada masalah yang timbul di antara pihak manajemen (agen) dengan pihak principal (pemegang saham). Konflik antara kelompok (agency problem) yang disebabkan oleh asimetri informasi ialah
13 http://digilib.mercubuana.ac.id/z
14
konflik yang timbul antara pemilik dan manajer perusahaan, karena adanya kecenderungan manajer lebih mementingkan tujuan individu daripada tujuan perusahaan. Menurut Saud dan Enny (2002:12) masalah keagenan sering terjadi pada perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT) yang sering kali terjadi pemisahan antara pengelola perusahaan dengan pemilik perusahaan. Dengan adanya tata kelola yang baik diharapkan dapat mengurangi konflik keagenan dengan memperkecil asimetri informasi. Yakni masalah – masalah yang timbul karena terdapat pihak – pihak yang memiliki perbedaan kepentingan namun saling bekerja sama dalam pembagian tugas yang berbeda. Salah satu cara menurunkan asimetri informasi yaitu dengan melakukan pengungkapan yang lebih luas, dimana komposisi dan pola pengungkapan tentunya tidak terlepas dari karakteristik pembuat keputusan. 1.2 Teori Pensinyalan (Signaling Theory) Signaling theory dikutip dari I Made (2011) ialah teori yang menjelaskan bagaimana sebaiknya dan seharusnya sinyal – sinyal keberhasilan atau kegagalan harus disampaikan. Teori ini memberi penjelasan
mengapa
perusahaan
mempunyai
dorongan
untuk
memberikan informasi laporan keuangan pada pihak eksternal. Dorongan untuk memberikan informasi karena asimetri informasi antara perusahaan dengan pihak eksternal perusahaan. Asimetri informasi terjadi karena perusahaan mengetahui lebih banyak
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
15
informasi perusahaan dan prospek yang akan datang, dibandingkan dengan pihak eksternal seperti investor dan kreditor. Kurangnya informasi yang dimiliki oleh pihak eksternal perusahaan menyebabkan mereka untuk melindungi diri dengan memberikan harga yang lebih rendah untuk perusahaan. Perusahaan dapat meningkatkan nilainya dengan memperkecil asimetri informasi, salah satunya dengan memberikan sinyal pada pihak eksternal berupa informasi keuangan. Informasi keuangan yang tertuang dalam laporan keuangan yang diharapkan dapat dipercaya dan akan mengurangi ketidakpastian mengenai prospek perusahaan yang akan datang. Sehingga dengan adanya teori pensinyalan perusahaan akan melakukan pengungkapan untuk meningkatkan nilai perusahaan. Peningkatan nilai perusahaan tercermin dalam harga saham perusahaan, sehingga nilai perusahaan juga meningkat (I Made, 2011). 1.3 Teori Ketergantungan Sumberdaya (Resource Dependence Theory) Menurut teori ketergantungan sumberdaya dikutip dari Pfeffer dan Salancik (1978) oleh Jamiyatu (2012), perusahaan akan bergantung kepada anggota dewannya untuk mengelola sumber dayanya agar menjadi lebih baik. Penekanan perspektif resource dependence theory bukan bagaimana menggunakan sumber daya yang digunakan, tetapi lebih kepada bagaimana sumber daya tersebut diakses dan diperoleh.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
16
Terdapat dua pandangan yang menjelaskan mengenai peranan dewan komisaris dan direksi dan kaitannya dengan diversitas pengurus perusahaan. Pandangan pertama disebut dengan perspektif hubungan lingkungan (environmental linkage prespective). Perspektif ini menjelaskan bahwa dengan komisaris dan direktur merupakan bagian dari perusahaan dan lingkungan, dan dengan menyediakan informasi dan sumber daya bagi perusahaan, sehingga dewan komisaris dan direktur membantu perusahaan dengan melindungi dari ketidakpastian lingkungan. Teori ini menjelaskan bahwa organisasi (perusahaan) dilihat melekat pada suatu jejaring (network) interdependensi dan hubungan sosial antara perusahaan dengan lingkungan eksternal (Jamiyatu, 2012). Menurut Rondy et al (2006), teori ketergantungan sumber daya membahas mengenai bagaimana keberadaan suatu dewan komisaris dan direktur akan memfasilitasi akses terhadap sumber daya yang berharga. Ditekankan pada kemampuan perusahaan untuk membangun hubungan yang menjadi akses terhadap sumber daya penting seperti modal, konsumen, pemasok, atau partner kerjasama. Teori ini membahas ketergantungan sumber daya membahas sinergi hubungan antara
manajer
dan
pemilik.
Berdasarkan
perspektif
teori
ketergantungan sumber daya ini dapat disimpulkan bahwa dewan komisaris dan direktur adalah mekanisme penghubung utama untuk
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
17
menghubungkan suatu perusahaan dengan sumber daya eksternal (Hillman et al, 2007). Padangan kedua menjelaskan bahwa dewan komisaris dan direktur juga melakukan suatu fungsi pengendalian internal (control role), dan melalui upaya administrasi bisa mempengaruhi efisiensi perusahaan. Keberadaan dewan komisaris dan direktur dipandang sebagai mekanisme internal yang mengontrol perilaku menguntungkan diri sendiri (self-serving behavior) manajemen. Kedua pandangan ini mengusulkan bahwa struktur dewan komisaris dan direktur yang baik berpotensi untuk mempengaruhi outcomes perusahaan pada akhir setelah mempengaruhi nilai perusahaan secara keseluruhan (Siciliano, 1996). 1.4 Teori Upper Echelon Teori Upper Echelon dikembangkan oleh Hambrick dan Manson (1984) berdasarkan pada asumsi apa yang akan terjadi pada suatu perusahaan dengan mempelajari Top Management Team (TMT) perusahaan. Jika kita ingin menjelaskan mengapa perusahaan melakukan hal – hal yang perusahaan lakukan, atau mengapa perusahaan melakukan cara yang mereka lakukan, kita harus mempelajari karakteristik TMT perusahaan tersebut terlebih dahulu (Hambrick dan Manson, 1984). Teori ini telah digunakan secara ekstensif dalam penelitian yang ada hubungannya antara karakteristik TMT dengan kepuasan kerja,
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
18
komitmen karyawan, keterlibatan kerja dan kinerja keuangan perusahaan. Dewan komisaris dan direktur juga merupakan bagaian dari TMT, teori ini telah banyak digunakan dalam penelitian tata kelola perusahaan (Hambrick dan Manson, 1982). Dimana tata kelola tersebut juga dapat meningkatkan nilai perusahaan dengan mempengaruhi proses pengambilan keputusan. 2. Firm Value Tujuan utama perusahaan menurut theory of the firm adalah untuk memaksimumkan kekayaan atau nilai perusahaan (value of the firm) (salvatore, 2005). Menurut Husnan (2004) nilai perusahaan merupakan harga yang bersedia dibayar oleh calon pembeli apabila perusahaan tersebut dijual. Firm value (FV) atau enterprise value (EV) adalah pengukuran ekonomis yang merefleksikan nilai pasar perusahaan secara keseluruhan. Firm Value adalah nilai dari laba yang diperoleh dan yang diharapkan pada masa yang akan datang, yang dihitung pada masa sekarang dengan memperhitungkan tingkat resiko dan tingkat bunga yang tepat (Arifin, 2001:74). Memaksimalkan nilai perusahaan sangat penting artinya bagi perusahaan, karena dengan memaksimalkan nilai perusahaan berarti memaksimalkan kemakmuran pemegang saham yang merupakan tujuan utama perusahaan. Menurut Keown (2004:65) nilai perusahaan merupakan nilai pasar atas surat berharga hutang dan ekuitas perusahaan yang beredar. Nilai
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
19
perusahaan menjadi persepsi investor terhadap tingkat keberhasilan perusahaan yang sering dikaitkan dengan harga saham. Saham yang tinggi membuat nilai perusahaan juga tinggi. Nilai perusahaan yang tinggi akan membuat pasar percaya tidak hanya pada kinerja perusahaan saat ini namun juga pada prospek perusahaan di masa depan. Wahyudi dan Pawestri (2006) menyatakan bahwa nilai perusahaan yang dibentuk melalui indikator nilai pasar saham, sangat dipengaruhi oleh peluang – peluang investasi. Pengeluaran investasi memberikan sinyal positif tentang pertumbuhan perusahan di masa yang akan datang, sehingga meningkatkan harga saham sebagai indikator nilai perusahaan (signaling theory). Dalam pengertian yang berbeda firm value atau entreprice value ialah gabungan antara semua klaim pemegang sekuritas, pemegang obligasi, pemegang saham preferen, pemilik minoritas dan pemegang saham biasa. Nilai perusahaan digunakan sebagai salah satu penghitungan matrik dasar pada penilaian bisnis, pemodelan keuangan, akuntansi, analisis portofolio dan lain sebagainya. Nilai ini perlu diukur agar dapat membandingkan perusahaan dengan struktur modal yang berbeda (Dyah, 2010). Nilai perusahaan ditentukan oleh pasar saham (Wals, 2004:143). Nilai perusahaan yang sudah go public tercermin dari harga sahamnya, sedangkan perusahaan yang belum go public tercermin apabila perusahaan tersebut akan dijual (Farah, 2005:1).
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
20
Ada beberapa konsep dasar penilaian yaitu: nilai ditentukan untuk suatu waktu atau periode tertentu, nilai harus ditentukan pada harga yang wajar, dan penilaian tidak dipengaruhi oleh kelompok pembelian tertentu. 2.1
Metode mengukur nilai perusahaan Rasio yang umumnya digunakan dalam penilaian perusahaan berkaitan dengan pasar saham (Walsh, 2004:144), yaitu : a)
Kapitalisasi pasar Kapitalisasi pasar adalah nilai pasar dari saham ang diterbitkan (outstanding share) suatu emiten. Saham yang mempunyai kapitalisasi pasar yang besar di bursa efek dianggap sebagai blue chip dan market mover (Raharjo, 2006:41).
b)
Nilai saham, nominal, buku dan pasar Nilai nominal adalah nilai yang tercantum secara formal dalam anggaran dasar perusahaan, disebutkan secara eksplisit dalam neraca perusahaan dan juga ditulis jelas dalam surat saham. Nilai buku menyerupakan nilai yang dihitung berdasarkan pembukuan perusahana penerbit saham, nilai pasar adalah nilai saham di pasar, yang ditunjukkan oleh harga saham tersebut di pasar (Indreswari, 2013).
c)
Laba per saham (earning per share. EPS) EPS menginformasikan kepada pemegang saham atau investor tentang berapa banyak keuntungan yang dihasilkan
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
21
setiap saham. Apabila EPS tinggi maka prospek perusahaan lebih baik, sebaliknya apabila EPS rendah maka prospek perusahaan kurang baik. Banyak pimpinan perusahaan yang menekankan bahwa pertumbuhan EPS adalah target utama dalam laporan tahunan (Ciaran, 2014:150). d)
Dividen per saham (dividen per share) Dividen per saham adalah dividen yang akan dibagikan kepada setiap pemegang saham. Nilai dividen saham biasa diambil dari persentase bagian laba bersih perusahaan. Apabila laba bersih besar maka dividen per saham yang akan diterima oleh pemegang saham besar setelah disetujui oleh RUPS (Raharjo, 2006:120).
e)
Cakupan dividen (dividen cover) Rasio cakupan dividen merupakan cerminan atau bayangan dari rasio pembayaran (pay out ratio). Apabila cakupan dividen tinggi (rasio pembayaran rendah), maka mengidentifikasikan bahwa dividen relatif aman karena dapat dipertahankan apabila terjadi penurunan laba. Cakupan yang tinggi juga menunjukkan kebijakan resensi yang tinggi yang menunjukkan bahwa perusahaan bertujuan mencapai pertumbuhan yang tinggi (Ciaran, 2004:154).
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
22
f)
Hasil laba (earnings yield) Hasil laba menunjukkan hubungan antara EPS dengan harga saham. Earning yield merupakan total pengembalian atas saham (Indreswari, 2013).
g)
Hasil dividen (dividen yield) Hasil
dividen
yield
sangat
baik
digunakan
untuk
mengetahui kinerja saham, maka keuntungan yang diperoleh investor pasti sangat menarik (Raharjo, 2006:120). h)
Rasio harga terhadap laba (price earning ratio / PER) Rasio harga terhadap pendapatan (price to earning ratio) menunjukkan rasio besarnya antara harga pasar saham dibanding pendapatan perusahaan yang bersangkutan. Semakin tinggi rasio ini berkecenderungan harga saham dinilai terlalu tinggi (overvalue) dan sebaliknya. Sebagian investor percaya bahwa saham – saham yang mempunyai PER rendah akan memperoleh prestasi yang lebih baik dibanding saham – saham yang PER nya tinggi. Di bursa efek Indonesia, PER lebih dari 20 sudah digolongkan sebagai rasio yang tinggi (Harjito, 2012:46).
i)
Rasio nilai pasar terhadap nilai buku (market to book ratio) / price book value (PBV) Rasio harga pasar suatu saham terhadap nilai bukunya memberikan indikasi pandangan investor atas perusahaan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
23
Perusahaan yang dipandang baik oleh investor – yang artinya perusahaan dengan laba dan arus kas yang aman serta terus mengalami pertumbuhan – dijual dengan rasio nilai buku yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan dengan pengembalian yang rendah (Brigham dan Houston, 2014:151). j)
Tobin‟s Q Tobin‟s Q diperkenalkan oleh James Tobin tahun 1969 sebagai suatu cara untuk meramalkan nilai investasi perusahaan masa depan. Rasio Q adalah rasio pasar kepada nilai buku (market to book ratio) yang dihitung dari rasio harga pasar ekuitas perusahaan ditambah utang dibagi dengan nilai aset perusahaan yang disesuaikan dengan inflasi dan depresiasi nilai. Tobin‟s Q digunakan untuk mengukur penilaian untuk menyelidik
hubungan
antara
kebijakan
hutang,
insider
ownership, kebijakan dividen dan nilai perusahaan (Harjito, 2012:123). Seperti penjelasan sebelumnya bahwa nilai perusahaan tercermin dari nilai pasar saham masing – masing perusahaan. Sehingga dalam penelitian ini, firm value akan diukur dengan menggunakan dua rasio nilai pasar yakni Price Earning Ratio (PER) dan Price Book Value (PBV). Price Earning Ratio (PER) adalah rasio harga per saham terhadap laba per saham, yang menunjukkan jumlah yang rela
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
24
(dollar) dibayarkan oleh investor untuk setiap dana ($1) laba yang dilaporkan. PER akan lebih tinggi bagi perusahaan dengan prospek pertumbuhan yang bagus dan risikonya relatif rendah. Price Book Value (PBV) adalah rasio harga pasar suatu saham terhadap nilai bukunya, guna memberikan indikasi pandangan investor atas perusahaan. Perusahaan yang dipandang baik oleh investor ialah perusahaan dengan laba dan arus kas yang aman serta terus mengalami pertumbuhan dijual dengan rasio nilai buku yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan dengan pengembalian yang rendah (Brigham & Houston, 2014:150). Pengukuran
firm
value
dilakukan
dengan
tujuan
untuk
memonitor seberapa baik kinerja perusahaan saat ini serta membuat sebuah perubahan atau solusi saat menemukan masalah yang serius atau membahayakan perusahaan. 2.2
Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Nilai Perusahaan Ada beberapa faktor yang mempengaruhi nilai perusahaan (Mardiyanto, 2009 : 182), yaitu : a)
Faktor pasar Faktor pasar meliputi kondisi ekonomi, peraturan pemerintah, dan persaingan baik pasar domestik maupun pasar asing.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
25
b)
Faktor perusahaan Faktor perusahaan meliputi operasi, keputusan pendanaan, keputusan investasi, kebijakan dividen.
c)
Faktor investasi Faktor investor meliputi pendapatan / tabungan, usia / gaya hidup, tingkat bunga, preferensi risiko.
2.3
Pasar Efisien Menurut Breaver (1989) dikutip oleh Alteza (2010) “Efisiensi pasar (market efficiency) ialah hubungan antara harga – harga sekuritas dan informasi”. Penilaian perusahaan tercermin dari harga sahamnya. Dalam suatu pasar yang berfungsi dengan baik, persepsi investor seharusnya berhubungan erat dengan nilai intrinsik (nilai sebenarnya) saham, dimana dalam hal ini harga saham akan mencerminkan nilai sebenarnya dengan cukup akurat. Hal ini didukung oleh teori hipotesis pasar efisien (efficient markets hypothesis / EHM) yang menyatakan bahwa saham selalu dalam keadaan ekuilibrium, dan investor yang terus „mengalahkan pasar‟ secara konsisten adalah suatu hal yang mustahil. Arti dari saham dalam keadaan ekuilibrium ialah saham tersebut dihargai secara wajar dalam artian harganya telah mencerminkan seluruh informasi tentang saham yang tersedia bagi publik (Brigham & Houston, 2014:212).
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
26
Pengambilan keputusan yang tepat dapat dilakukan oleh investor dengan terlebih dahulu mengetahui nilai ekonomis suatu perstiwa. Nilai ekonomis ialah nilai yang dapat mempengaruhi perubahan nilai perusahaan sehubungan dengan adanya suatu peristiwa. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, nilai perusahaan dihitung dari aliran kas masuk bersih masa depan yang didiskonto ke nilai sekarang, sehingga peristiwa memiliki nilai jika keputusan sesuai dengan pengaruh peristiwa terhadap nilai perusahaan. Pasar seharusnya bereaksi positif terhadap peristiwa yang mengakibatkan naiknya nilai perusahaan
atau
bereaksi
negatif
terhadap
peristiwa
yang
menyebabkan turunan nilai perusahaan. Sedangkan peristiwa yang tidak bernilai ekonomis maka pasar seharusnya tidak memberikan reaksi apapun (Alteza, 2010). Terdapat tiga bentuk (tingkat) efisiensi pasar menurut Brigham dan Houston (2014:213), diantaranya: a) Efisiensi bentuk lemah Bentuk lemah (weak form) menyatakan bahwa seluruh informasi yang dimuat dalam pergerakan harga saham masa lalu akan sepenuhnya tercermin dalam harga pasar saat ini. Jika hal ini benar, maka informasi tentang tren terbaru dalam harga saham akan tidak berguna dalam pemilihan saham adanya fakta bahwa suatu saham mengalami kenaikan dalam tiga hari terakhir. Efisiensi bentuk lemah mengandung arti bahwa setiap
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
27
informasi yang berasal dari penelaahan harga saham masa lalu tidak dapat digunakan untuk memperoleh keuntungan dengan meramalkan harga saham masa depan. b) Efisiensi bentuk semikuat Bentuk semikuat (semistrong form) menyatakan bahwa harga saham saat ini mencerminkan seluruh informasi yang tersedia kepada publik. Dengan efisiensi semikuat, investor seharusnya tidak berharap untuk menerima pengembalian diatas rata – rata kecuali jika bernasib baik atau memiliki informasi yang tersedia bagi publik. Dampak lain dari efisiensi bentuk semikuat adalah ketika informasi dirilis kepada publik, harga saham akan merespons hanya jika informasi tersebut itu berbeda dari yang diharapkan. c) Efisiensi bentuk kuat Bentuk kuat (strong form) menyatakan bahwa harga pasar saat ini mencerminkan seluruh informasi yang relevan, entah itu tersedia bagi publik atau dimiliki secara pribadi. Jika bentuk ini berlaku, orang dari dalam perusahaan sekalipun mustahil akan mendapatkan pengembalian abnormal yang tinggi dalam bursa saham. Telah banyak studi empiris yang dilakukan untuk menguji ketiga betuk efisiensi pasar. Kebanyakan studi tersebut menunjukkan bahwa pasar modal memang sangat efisien dalam bentuk lemah,
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
28
cukup efisien dalam bentuk semikuat (paling tidak untuk saham, yang lebih besar dan lebih luas). Tetapi hal ini tidak berlaku untuk jenis kuat karena pihak yang memiliki informasi orang dalam seringkali mendapat informasi abnormal yang tinggi.
3. Corporate Governance 3.1 Definisi Corporate Governance Pada saat ini Corporate Governance (CG) telah menjadi topik bahasan utama di bisnis global seiring dengan meningkatnya kompleksitas
dan
tekanan
persaingan
bisnis
yang
dihadapi
perusahaan. Istilah Corporate Governance diartikan berbeda oleh beberapa ahli, antara lain : a)
Dalam buku Corporate Governance Concept and Model (Warsono
dkk,
2009:2)
menjelaskan
frasa
Corporate
Governance terdiri dari dua kata, yaitu Corporate dan governance. Kata corporate merupakan kata sifat (adjective) yang bermakna „berbagai sifat yang berkaitan dengan korporasi atau perusahaan‟. Kata governance meruapakan kata benda (noun) yang bermakna „pengelolaan‟. Di Indonesia, sebagian literature menerjemahkan corporate governance sebagai tata-kelola, dan sebagian lainnya menyebutkan tata-pamong. b)
Good Corporate Governance menurut Effendi (2009:2), “Seperangkat sistem yang mengatur dan mengendalikan
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
29
perusahaan untuk menciptakan nilai tambah (value added) bagi para pemangku kepentingan”. c)
Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) mendefinisikan “CG sebagai seperangkat peraturan yang menetapkan
hubungan
antara
pemangku
kepentingan,
pengurus, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya”. d)
Dalam buku Corporate Governance Concept and Model (Warsono dkk, 2009:5) mendefinisikan “CG sebagai sistem yang terdiri dari fungsi – fungsi yang dijalankan oleh pihak – pihak yang berkepentingan untuk memaksimalkan penciptaan nilai perusahaan sebagai entitas ekonomi maupun entitas sosial melalui penerapan prinsip-prinsip dasar yang diterima umum”. Fungsi – fungsi dan pihak – pihak yang terkait dalam penerapan CG adalah sebagai berikut : 1) Oversight (perhatian secara bertanggung jawab) oleh Board of Directors (Dewan Direksi); 2) Enforcement (penegakan) oleh Chief Executive Officers (Pejabat Eksekutif); 3) Advisory
(pemberian
saran)
oleh
Boards
Commissions/Committees (Dewan Komisaris/Komite); 4) Assurance (Penjaminan oleh Auditors (pemeriksa));
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
of
30
5) Monitoring (Pemantauan) oleh Stakeholders (Pemangku Kepentingan). Selanjutnya, pihak – pihak tersebut menjalankan fungsi masing – masing berlandaskan prinsip – prinsip dasar CG menurut Komite nasional kebijakan Governance (KNKG), yang tercantum dalam pedoman Umum GCG (KNKG, 2006), yaitu : a)
Transparency, perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan.
b)
Accountability,
perusahaan
harus
dapat
mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. c)
Responsibility,
perusahaan
harus
mematuhi
peraturan
perundang – undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap
masyarakat
dan
lingkungan
sehingga
dapat
terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapatkan pengakuan sebagai good corporate citizen. d)
Independency, perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing – masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak diintervensi oleh pihak lain.
e)
Kewajaran dan Kesetaraan, perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
31
kepentingan
lainnya
berdasarkan
asas
kewajaran
dan
kesetaraan. 3.2 Unsur – Unsur Corporate Governance Unsur merupakan organ perusahaan yang sangat berperan penting untuk menegakkan CG di perusahaan. Dengan tugas dan tanggung jawabnya masing – masing partisipan menentukan arah perkembangan dan kebijakan perusahaan. Dengan kata lain, baik buruknya CG bergantung pada apa yang dilaksanakan unsur dan bagaimana unsur – unsur CG berupaya untuk menjalankan fungsi tersebut sesuai dengan prinsip – prinsip CG yang dianut. Terdapat lima unsur – unsur CG yang meliputi Board of Directors (BoD), Chief Executive Officers (CEO), Board of Commissioners / Committees (BoC), Auditors (Aud), dan Stakeholders (StH). Terdapat dua model yang lazimnya diterapkan oleh perusahaan berkaitan dengan pembentukan boards (dewan) , yaitu one tier system yang lazim disebut Anglo Saxon, dan two tiers system yang lazim berlaku di kontinental Eropa. Dan menurut Undang – Undang Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007, beberapa di perusahaan Indonesia menganut sistem two tier. 1) One Tier System (Anglo Saxon) Model Anglo Saxon (sistem satu tingkat) struktur CG tidak memisahkan keanggotaan dewan komisaris dan dewan direktur. Dalam sistem ini anggota dewan komisaris juga menggarap
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
32
anggota dewan direktur dan kedua dewan ini disebut sebagai board of directors. Perusahaan – perusahaan di Inggris dan Amerika serta Negara – Negara lain umumnya berbasis one tier system yang dipengaruhi langsung oleh model Anglo Saxon. Berikut skemanya:
General Meeting of Shareholders (RUPS)
Board of Directors (Dewan Direktur)
Executive Managers (Manajer Eksekutif) Sumber : Tjader et al (2003) dan Syakhroza (2005)
Gambar 2.1. Skema One Tier System 2) Two Tiers System (Kontinental Eropa) Two tiers system merupakan model yang diadopsi di Negara – Negara seperti Jerman, Belanda, dan Jepang (Weimer dan Pape, 1999). Anggota dewan komisaris dan dewan direktur dipilih oleh pemegang saham dalam rapat umum pemegang saham. Dewan direktur bertanggung jawab kepada pemegang saham (RUPS) dan dewan komisaris. Dewan komisaris, dipimpin oleh seorang presiden komisaris, untuk mewakili pemegang saham dan melakukan peran monitoring pada manajemen. Oleh karena itu, fungsi dewan komisaris hanya non-eksekutif para anggotanya
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
33
mungkin berafiliasi dengan perusahaan (non-independen) atau dari luar perusahaan (independen). Masing – masing dewan komisaris dan dewan direktur memiliki anggota masing – masing, sehingga keanggotaan yang merangkap tidak dizinkan (Salim, 2011). Perusahaan di Indonesia menerapkan two tiers system, namun pada model di Indonesia terdapat perbedaan dalam kedudukan dewan komisaris yang tidak langsung membawahi dewan direktur. Hal ini sesuai dengan aturan yang ada dalam Undang – Undang Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007 yang menyatakan bahwa anggota dewan direktur dan dewan komisaris diangkat dan diberhentikan oleh RUPS. Sehingga, baik dewan komisaris dan dewan direktur kedudukannya sejajar karena keduanya sama – sama bertanggungjawab terhadap RUPS (Arifin, 2005).
General Meeting of Shareholders (RUPS)
General Meeting of Shareholders (RUPS)
Board of Directors (Dewan Direktur)
Board of Commissioners (Dewan Komisaris)
Board of Directors (Dewan Direktor)
Board of Directors (Dewan Direktor)
Management Management
Model Kontinantal Eropa
Sumber : Tjader et al (2003) dan Syakhroza (2005)
Model di Indonesia
Gambar 2.2 Perbedaan Two Tiers System
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
34
Hubungan BoD dengan BoC BoD merupakan organ perusahaan yang memiliki tanggung jawab dan kewenangan penuh atas pengurusan perusahaan. Sedangkan BoC bertugas pengawasan secara umum. BoD dan BoC saling melengkapi dalam melaksanakan tugas untuk mencapai tujuan perusahaan, BoD dan BoC bekerjasama untuk merumuskan rencana jangka panjang perusahaan dan membuat laporan tahunan. Pihak yang dianggap paling bertanggung jawab atas keberhasilan CG adalah BoD, namun keberhasilan CG sebuah perusahaan tidak dapat dinilai hanya dari kinerja BoD saja, tetapi juga dilihat dari kinerja seluruh organ perusahaan BoC. 3.3 Hubungan Corporate Governance Dari kelima prinsip – prinsip CG yang dijelaskan sebelumnya menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG), Pedoman Umum
Good
Corporate
Governance
Indonesia
(2006)
menghubungkan Good Corporate Governance dengan diversitas anggota dewan adalah asas kewajaran dan kesetaraan (fairness) yang mengharuskan perusahaan memberikan kesempatan yang sama dalam penerimaan karyawan, berkarir dan melaksanakan tugasnya secara professional tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, gender, dan kondisi fisik lainnya. Selain itu pengungkapan diversitas anggota dewan komisaris dan direktur merupakan salah satu hal yang memenuhi prinsip
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
35
transparansi. Dalam prinsip tersebut perusahaan harus dapat menjaga objektivitas dalam menjalankan bisnis perusahaan, menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapan yang tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang – undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya.
4. Board Diversity Dalam Kamus Bahasa Indonesia, diversitas berarti perbedaan, kelainan, keragaman. Board diversity sering didefinisikan sebagai pembagian personal diantara anggota yang saling bergantung dalam unit kerja (Clarke et al, 2012:346). Keanekaragaman dalam berbagai bentuk seperti usia, latar belakang, etnis, kebangsaan, pengalaman kerja dan pelatihan terutama jenis kelamin, adalah komponen perhatian utama dalam dewan perusahaan. Menurut Alexandra Watson dalam Time for Diversity Anggota dewan dari latar belakang yang berbeda akan sensitif terhadap resiko yang berbeda pula, mereka dapat merubah tim eksekutif untuk memanajemen perusahaan lebih efektif. Manajemen resiko bukan satu – satunya area yang keanekaragaman meningkatkan kinerja dewan. Karena sebagian besar peruusahaan memiliki basis pelanggan yang luas dan semakin internasional, sehingga mereka membutuhkan spektrum anggota dewan yang dapat berhubungan dengan para pelanggannya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
36
Diversitas dewan komisaris dan direktur menggambarkan distribusi berbedaan antara anggota dewan yang berkaitan dengan karakteristik – karakteristik mengenai perbedaan dalam sikap dan opini (Basundari & Arthana, 2013). Dan menurut Ingle (2003) dalam Basundari & Artahana (2013) mendefinisikan diversitas dalam konsteks corporate governance sebagai komposisi dewan komisaris dan direksi dan kombinasi dari kualitas, karakteristik, serta keahlian yang berbeda antara individu anggota dewan dalam kaitannya dengan pengambilan keputusan dan proses lainnya dalam dewan perusahaan. Dikutip dalam Indreswari (2013) menurut May and Whitney (1995) pengembangan taksonomi banyak digunakan untuk pengembangan diversity, yaitu task-oriented dan relation-oriented. Task – Oriented mencerminkan atribut yang berkaitan dengan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dibutuhkan dalam pekerjaan. Sedangkan relation oriented meliputi umur, gender, dan etnis (Clarke et al, 2012:346). Selain itu diversity juga dibedakan antara demographic attributes (Keberagaman domografis) dan cognitive (underlying) (Keberagaman kognitif),
demographic
attributes
meliputi
umur,
gender,
kewarganegaraan, ras dan etnis. Cognitive (underlying) meliputi nilai setiap individu seperti pengetahuan, pendidikan, nilai, persepsi, karakteristik dan sifat personal (Clarke et al, 2012:346). Oleh karena itu oleh Dyah (2010) disimpukan juga bahwa board diversity dapat diartikan sebagai keragaman struktur atau komposisi dari
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
37
suatu direksi (dewan). Komposisi yang dimaksud adalah hal – hal yang berkaitan dengan individu yang terlibat didalamnya yang berbeda satu sama lain seperti misalnya perbedaan budaya yang meliputi gender atau jenis kelamin, orientasi seksual, ras, etnis dan umur. Penelitian ini akan meneliti hal yang sama yakni mengenai board diversity tetapi dengan pertimbangan aspek yang berbeda. Penelitian ini akan memfokuskan penelitian pada board diversity yang terdapat dalam dewan komisaris dan direktur karena sistem di Indonesia menganut sistem two tiers system, jadi keduanya komisaris dan direktur (dewan) tersebut tidak dapat dipisahkan dalam hubungan dan peran langsung keduanya terhadap nilai perusahaan yang terwakili dalam nilai pemegang saham. Keanekaragaman anggota dewan yang akan diuji dalam penelitian ini adalah aspek perbedaan gender, kebangsaan asing, usia dibawah 45 tahun, latar belakang pendidikan formal bisnis dan proporsi dewan komisaris indepenen. Menurut Carter at al (2007), dikutip oleh Basundari dan Arthana, 2013 memaparkan bahwa diversitas dewan memberikan manfaat sebagai berikut : a) Diversitas memperbaiki kemampuan dewan komisaris dan direksi dalam memonitor manajer yang disebabkan karena meningkatnya independensi, b) Diversitas memperbaiki proses pengambilan keputusan dewan perusahaan yang disebabkan karena perspektif baru yang
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
38
disebabkan karena perspektif baru yang unik, kreativitas yang meningkat, dan pendekatan inovatif non tradisional, c) Diversitas memperbaiki informasi yang disediakan oleh dewan perusahaan pada manajer yang disebabkan karena informasi unik yang diberikan oleh dewan yang tersebar, d) Dewan perusahaan dengan struktur yang tersebar memberikan akses terhadap pihak – pihak berkepentingan dan sumber daya penting dalam lingkungan eksternal, e) Diversitas dewan komisaris dan direksi memberikan sinyal positif penting pada pasar tenaga kerja, dan f)
Diversitas dewan komisaris dan direksi memberikan ligitimasi pada perusahaan dengan pihak – pihak eksternal dan internal.
Menurut Ferreira (2010) diversitas manajemen puncak juga mempunyai dampak negatif yaitu : a) Kurangnya kerjasama, dan komunikasi tidak memadai. Adanya karakteristik yang menonjol dalam suatu kelompok dapat dibagi menjadi subkelompok. Perbedaan demografis dan kultural dapat membatasi komunikasi antara subkelompok, menciptakan konflik, dan mengurangi daya tarik interpersonal dan kepaduan kelompok. b) Terpilihnya direksi dengan sedikit pengalaman dan kualifikasi tidak memadai. Dampak tidak langsung untuk memilih direksi terutama
karakteristik
demografisnya
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
adalah
pengabaian
39
karakteristik penting lainnya. Misalnya, kasus keanekaragaman gender. Adanya direktur perempuan yang masuk dalam perusahaan karena preferensi direktur perempuan sebagai bentuk penghargaan terhadap emansipasi perempuan, hal tersebut dapat menyebabkan terpilihnya dewan yang masih baru dan kurang berpengalaman. c) Konflik kepentingan. Semakin banyak perbedaan di antara suatu kelompok,
cenderung
semakin
banyak
pula
perbedaan
kepentingan diantara kelompok tersebut. Seperti seorang direktur yang ahli dalam industri keuangan akan lebih tertarik dalam mengeksplorasi dalam bidang keuangan, sedangkan direktur
lain
yang
merupakan
seorang
politikus
akan
menggunakan pemikiran kearah politik. 4.1 Diversitas gender dalam BoC dan BoD Keberagaman anggota dewan khususnya anggota wanita dalam jajaran dewan komisaris dan direktur perusahaan merupakan salah satu komponen
diversitas
manajemen
yang
paling
sering
diteliti.
Keberadaan wanita dalam dewan komisaris dan direktur memberikan sinyal positif bagi pihak internal (tenaga kerja / karyawan) dan eksternal (calon karyawan) perusahaan. Diveritas yang tinggi (adanya wanita dalam dewan komisaris dan direktor) menandakan bahwa setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk masuk dalam bagian
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
40
dewan komisaris dan direktur dengan mengabaikan karakteristik demografi mereka. Robbins dan Judge (2009:206) menyatakan bahwa wanita pada umumnya memiliki pemikiran lebih mendetail terkait dalam analisis pengambilan keputusan. Mereka cenderung menganalisis masalah – masalah sebelum membuat suatu keputusan dan mengolah keputusan yang telah dibuat, sehingga menghasilkan pertimbangan masalah dan alternatif penyelesaian yang lebih cermat. Booth dan Nolen (2009) menyatakan mengenai perbedaan sikap antara pria dan wanita dalam menghadapi preferensi risiko. Perbedaan sikap wanita yang cenderung menghindari risiko (risk averse) dengan pria yang cenderung mengambil risiko (risk taker) disebabkan karena pembawaan alami (innate) dan pembawaan karena pola asuh (nurture) orang tua. Pembawaan karena pola asuh orang tua timbul karena adanya tekanan untuk menyesuaikan diri dengan stereotype gender yang menekankan bahwa seorang pria harus berani mengambil risiko untuk memenangkan kompetisi, sedangkan wanita harus tetap berhati – hati dalam bertindak. Kebijakan khusus pemerintah atau BAPEPAM mengenai kewajiban perusahaan mempunyai komisaris dan direktur wanita belum ada, tetapi kebijakan yang mengatur kesetaraan gender terdapat pada Intruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 Persamaan Gender Dalam Pembangunan Nasional dan Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
41
Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2010. Yang berisi kesetaraan gender adalah kesamaan kondisi bagi pria dan wanita untuk memperoleh kesempatan dan hak – haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan, serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan. Dengan adanya peraturan tersebut pemerintah berusaha untuk mengurangi segala bentuk diskriminasi termasuk dalam hal pekerjaan untuk
meningkatkan
peran
wanita
dalam
bidang
ekonomi.
Keikutsertaan wanita sebagai dewan komisaris dan direktur perusahaan merupakan salah satu wujud partisipasi wanita dalam kegiatan ekonomi. 4.2 Diversitas Kebangsaan dalam BoC dan BoD Karena banyak perusahaan di Indonesia yang memperolah dana investasi dari Negara lain dan terbilang tidak sedikit jumlah investasi yang mereka tanamkan. Oleh karena hal tersebut, investor asing harus memiliki keyakinan bahwa saham yang mereka investasikan dapat diawasi dengan baik, sehingga mereka dapat melakukan pengawasan yang aktif melalui mendelegasikan anggota dewan asing. Untuk menjamin dan memberikan kesempatan kerja yang layak bagi warga Negara Indonesia di berbagai lapangan dan level, pemerintah Republik Indonesia memberikan pengaturan khusus mengenai Tenaga Kerja Asing (TKA) ditinjau dari aspek hukum
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
42
ketenagakerjaan dalam mempekerjakan TKA di Indonesia dilakukan melalui mekanisme dan prosedur yang ketat dimulai dengan seleksi dan prosedur perizinan hingga pengawasan. 4.3 Diversitas Usia BoD Menurut Murlock (2004) yang dikutip oleh Maulia (2014) usia atau umur ialah lamanya hidup dalam tahun yang dihitung sejak dilahirkan. Faktor usia merupakan salah satu faktor yang memiliki potensi dalam meningkatkan kinerja dewan komisaris dan direktur, karena anggota dewan dari berbagai usia akan memiliki latar belakang yang berbeda, keterampilan, pengalaman dan jaringan sosial. Menurut Dagsson dan Larsson (2011) kedua kelompok usia (generasi muda dan tua) kedua – duanya sama – sama dibutuhkan dalam perusahaan. Karena kelompok generasi muda yang tumbuh dan berkembang dengan komputer dan internet, sehingga memungkinkan banyaknya informasi dan pengalaman yang lebih baik pada bisnis online perusahaan.
Sedangkan
generasi
senior,
mempunyai
banyak
pengalaman pekerjaan lapangan secara langsung dalam karirnya (offline). Hurlock (2004) mengklasifikasi masa dewasa seseorang menjadi tiga tahap, yaitu masa awal dewasa dari usia 18 tahun sampai 40 tahun, masa dewasa madya dari 41 tahun sampai 60 tahun, dan masa lanjut yang lebih dari 60 tahun. Sedangkan batas usia lanjut menurut WHO (World Heath Organization) yaitu, usia pertengahan (middle age) dari
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
43
usia 45 tahun sampai 59 tahun, lanjut usia (elderly) dari 60 tahun sampai 74 tahun, lanjut usia tua (old) dari 75 tahun sampai 90 tahun dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun. Menurut Robbins (2003) dikutip oleh Suparyanto (2010) menyatakan bahwa kinerja akan merosot seiring dengan pertambahan usia. Pekerja usia lanjut dirasa kurang luwes dan menolak teknologi baru. Usia juga berpengaruh terhadap produktifitasnya karena keterampilan, kecepatan, kecekatan, kekuatan dan koordinasi menurun dengan berjalannya waktu. Berdasarkan hal diatas dapat dikatakan bahwa semakin tua usia, usia kesehatan semakin berkurang kinerjanya. Usia merupakan salah satu faktor penting karena dalam managemen puncak seperti direksi yang melakukan fungsi operasional perusahaan, sehingga dimungkinkan dengan direksi yang berusia dibawah 45 tahun (belum masuk dalam golongan usia lanjut menurut WHO) akan menciptakan nilai yang baik bagi perusahaan. Di Indonesia, belum ada peraturan atau kebijakan yang mengatur mengenai batas minimal dan maksimal usia seorang komisaris dan direktur, baik dari Undang - Undang Perseroan Terbatas dan Peraturan BAPEPAM. Namun pemerintah Republik Indonesia mengatur dalam Undang – Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 1999 Tentang Pengesahan Konvensi ILO No. 138 mengenai usia minimum untuk diperbolehkan bekerja. Dalam Undang – Undang tersebut menegaskan batas usia minimum untuk diperbolehkan bekerja
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
44
dalam semua sektor yaitu 15 (lima belas) tahun. Dan pengecualian pada
pekerjaan
–
pekerjaan
yang membahayakan
kesehatan,
keselamatan atau moral anak harus diupayakan tidak boleh kurang dari 18 (delapan belas tahun). Sedangkan peraturan pemerintah yang mengatur mengenai usia pensiun terdapat pada Peraturan Menteri Tenaga Kerja R.I. No. Per.02/Men/1993 tentang usia pensiun Normal dan batas usia pensiun maksimum bagi peserta peraturan dana pensiun. Pada pasal 2 ayat 1 dan 2 dalam peraturan tersebut menerangkan bahwa usia pensiun normal bagi peserta ditetapkan 55 (lima puluh lima) tahun. Dalam pekerjaan tetap dipekerjaan oleh pengusaha setelah mencapai usia 55 (lima puluh lima) tahun, maka batas usia pensiun maksimal ditetapkan adalah 60 (enam puluh) tahun. Peraturan tersebut hanya berlaku pada peserta peraturan dana pensiun. 4.4 Diversitas Latar Belakang Pendidikan BoC dan BoD Menurut
Notoatmojo
dikutip
oleh
Suparyanto
(2010)
mendefinisikan pendidikan sebagai segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. Latar belakang pendidikan yang dimiliki oleh para dewan komisaris dan direktur berpengaruh terhadap pengetahuan yang dimilikinya. Selain hard skill yang dimaksud sebelumnya, juga
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
45
terdapat soft skill, menurut Nurudin (2004) berdasarkan penelitian dari Harvard University di Amerika Serikat mengungkapkan bahwa kesuksesan tidak semata – mata ditentukan oleh pengetahuan dan keterampilan teknis (hard skill) tetapi juga keterampilan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Tetapi dalam penelitian ini menekankan pada keterampilan pengetahuan dan teknis (hard skill), dikarena pengetahuan dan keterampilan teknis dapat tercermin dari pendidikan formal yang diambil oleh para anggota dewan yang biasanya terpublikasi dalam website perusahaan masing – masing. Meskipun bukan suatu keharusan bagi seorang yang akan memasuki dunia bisnis untuk berpendidikan bisnis, tetapi akan lebih baik jika anggota dewan memiliki latar belakang pendidikan bisnis, ekonomi dan bidang pendidikan lain yang berhubungan dengan jenis usaha perusahaannya tersebut. Dengan memiliki pengetahuan bisnis yang baik, maka setidaknya anggota dewan memiliki kemampuan lebih baik untuk mengelola bisnis dan mengambil keputusan bisnis daripada tidak memiliki pengetahuan bisnis tersebut, yang pada akhirnya ini akan mempengaruhi nilai perusahaan (Sari dkk, 2007). Berbeda dengan pernyataan Sari dkk, Herlin dalam kutipan Maulia (2014) mengharuskan dewan komisaris memiliki kemampuan dalam akuntansi atau keuangan yang memadai agar mereka bisa melakukan pengawasan yang lebih efektif dalam proses pembuatan laporan keuangan. Dewan komisaris yang memiliki latar belakang
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
46
pendidikan akuntansi atas keuangan dapat meningkatkan hasil kinerjanya karena komisaris tersebut paham akan akuntansi dan tidak mudah dikelabui oleh pihak manajemen sehingga diharapkan dapat menghasilkan laporan keuangan yang memiliki integritas tinggi. 4.5 Diversitas Anggota Dewan Komisaris Independen BoC dan BoD Dalam Keputusan Direksi PT Bursa Efek Jakarta Nomor Kep315/BEJ/06-2000 yang diperbaharui dengan Keputusan Direksi PT Bursa Efek Jakarta Nomor Kep-339/BEJ/07-2001 butir C mengenai Board Governance yang terdiri dari Komisaris Independen, Komite Audit dan Sekretaris Perusahaan. Dimana tujuan dari peraturan ini adalah Badan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BapepamLK) dan Bursa Efek Jakarta (sekarang Bursa Efek Indonesia) berupaya memperbaiki corporate governance dalam code for good corporate governance dan peraturan yang berkaitan dengan corporate governance. Dalam peraturan tersebut juga menjelaskan bahwa tata kelola perusahaan yang baik setidaknya terdapat sekurang – kurangnya 30% komisaris independen dari seluruh anggota dewan komisaris. Komposisi dewan direksi umumnya terbagi menjadi tiga kategori, yaitu komisaris dari dalam (inside commissioners), komisaris dari luar (outside commissioners) dan grey commissioners. Dewan dengan komposisi komisaris independen yang lebih banyak akan memiliki perilaku pengawasan manajerial yang lebih ketat daripada dewan yang
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
47
dikontrol oleh manajemen. Kemampuan dewan komisaris untuk mempengaruhi keputusan manajemen akan bertambah seiring dengan peningkatan proporsi kedudukan dewan komisaris independen dalam anggota dewan. Dalam penelitian ini berfokus pada jumlah anggota dewan komisaris independen, karena menurut peneliti semua kategori dewan yang berasal dari luar perusahaan akan lebih memiliki kemampuan tidak dipengaruhi kepentingan internal perusahaan dan dapat menjalankan kewajibannya tanpa dipengaruhi siapapun. 5. Variabel Kontrol Dalam penelitian peneliti selalu berusaha untuk menghilangkan atau mentralkan pengaruh yang dapat mengganggu hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat. Maka dibutuhkan variabel control, yaitu variabel yang variabelitasnya dikontrol oleh peneliti untuk menetralisasi pengaruhnya. Jika tidak dikonrol maka variabel tersebut
akan
mempengaruhi gejala yang sedang dikaji. 5.1 Ukuran Perusahaan (Size) Munurut Jogianto (2010:392) “Ukuran aktiva (asset size) diukur sebagai logaritma dari total aktiva”. Sedangkan menurut Sawir dikutip oleh Yuniati (2013) mendefinisikan “Ukuran perusahaan dapat menentukan tingkat kemudahan perusahaan memperoleh dana pasar modal”. Begitu juga yang dikemukakan Prasetyantoko (2008:257) yang menyatakan bahwa aset total dapat menggambarkan
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
48
ukuran perusahaan. Semakin besar aset maka umumnya adalah perusahaan besar. Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa ukuran perusahaan merupakan salah satu tolak ukur yang menunjukkan besar kecilnya perusahaan adalah dari total aset perusahaan tersebut. Dalam peraturan Bapepam Kep-11/PM/1997 terkait bentuk dan isi pendaftaran perusahaan menengah atau kecil, total aset yang dimiliki perusahaan
menengah
atau
kecil
tidak
leih
dari
Rp.
100.000.000.000,- (seratus miliar rupiah) dan perusahaan besar lebih dari Rp. 100.000.000.000,- (seratus miliar rupiah). Karena secara teoritis perusahaan yang lebih besar (tercermin dari total asetnya) mempunyai kepastian yang lebih mengenai prospek masa depan perusahaan ketimbang perusahaan dengan total aset yang lebih sedikit. 5.2 Margin Laba (Net Profit Margin) Menurut Kasmir (2012:200) “Margin laba bersih adalah keuntungan dengan membandingkan antara laba setelah bunga dan pajak dengan penjualan”. Semakin tinggi nilai margin laba, menunjukkan bahwa perusahaan mempunyai margin yang tinggi dari setiap penjualan terhadap seluruh biaya yang diperhitungkan perusahaan (Sitanggang, 2012:30). Semakin besar Net Profit Margin, maka kinerja perusahaan akan semakin produktif, sehingga akan meningkatkan kepercayaan
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
49
investor untuk menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut (Bastian dan Suhardjono, 2006:299). Jika kinerja perusahaan produktif maka nilai perusahaan akan juga akan berpengaruh baik. Rasio ini menunjukkan seberapa besar persentase laba bersih yang diperoleh dari setiap penjualan. Semakin besar rasio ini, maka dianggap semakin baik kemampuan perusahaan untuk mendapatkan laba yang tinggi. Hubungan antara laba bersih sesudah pajak dan penjualan bersih menunjukkan kemampuan manajemen dalam mengemudikan perusahaan cukup berhasil untuk menyisihkan margin tertentu sebagai kompensasi yang wajar bagi pemilik yang telah menyediakan modalnya untuk suatu resiko. Para investor pasar modal
perlu
mengetahui
kemampuan
perusahaan
untuk
menghasilkan laba. Dengan mengetahui hal tersebut investor dapat menilai apakah perusahaan itu profitable atau tidak (Bastian dan Suhardjono, 2006:299). 6. Penelitian Terdahulu Salim
(2011)
meneliti
proporsi
keberadaan
dewan
wanita,
keberadaaan dewan berkebangsaan asing dan keberadaan dewan berusia dibawah 50 tahun terhadap kinerja perusahaan diukur dengan ROA dan rasio Tobin‟s Q. Dengan variabel kontrol penelitian adalah ukuran perusahaan, ukuran dewan dan proporsi komisaris independen. Analisis regresi cross-section dengan sampel 169 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2007. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
50
proporsi dewan berusia dibawah 50 tahun berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja perusahaan. Sedangkan keberadaaan anggota dewan berkebangsaan asing tidak berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Dan dalam keberadaan anggota dewan perempuan berpengaruh negatif terhadap kinerja perusahaan. Carter et al (2007), meneliti diversitas pada Board of Commitees terhadap kinerja keuangan perusahaan. Dengan diversitas yang diukur dalam persentasi anggota dewan wanita, auditor wanita dan jumlah pengangkatan
jabatan
wanita
dalam
perusahaan.
Penelitiannya
menggunakan tiga langkah regresi least square dengan pengukuran rasio Tobin‟s Q. Sampel penelitian ini berasal dari perusahaan yang terdaftar di Fortune 500 dalam tahun 1998 – 2002. Hasil penelitian ini adalah persentasi wanita dalam dewan komisaris, jumlah wanita dalan dewan audit dan pengangkatan wanita untuk posisi strategi dalam manajemen perusahaan berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan. Wayan & Wiwik (2013), meneliti tentang pengaruh gender diversity dan remunerasi direksi terhadap kinerja perusahaan di Bursa Efek Indonesia. Penelitian ini menggunakan data penelitian perusahaan yang terdaftar di BEI pada tahun 2009 – 2011. Hasil penelitian ini menjunjukkan bahwa gender diversity berpengaruh positif terhadap kinerja pasar perusahaan dan kinerja internal perusahaan. Sedangkan remunerasi tidak berpengaruh terhadap kinerja pasar dan kinerja internal perusahaan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
51
Sari dkk (2007), penelitian diversitas pada dewan direksi dalam proksi keberadaan wanita, etnis tioghoa, dewan direksi independen, usia anggota dewan, dan latar belakang pendidikan anggota dewan terhadap nilai perusahaan. Penelitian ini diukur dengan rasio Tobin‟s Q. Sampel penelitiaan dari perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2005. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberadaan wanita dalam anggota dewan, proporsi dewan independen, usia anggota dewan dan proporsi latar belakang pendidikan ekonomi
dan bisnis anggota dewan tidak
berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Sedangkan keberadaan etnis tionghoa anggota dewan berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan. Daufeldt dan Rudholm (2013), tujuan dari penelitian ini adalah meneliti kenaikan keberagaman gender dalam dewan direksi terhadap kinerja perusahaan. Menggunakan data dari perusahaan yang terdaftar dalam bursa Sweden selama tahun 1997 – 2005, menggunakan metode penelitian random koefisien. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa banyaknya keberagaman gender dalam dewan direksi berpengaruh negatif terhadap pengembalian total aset selama dua tahun. Sehingga kenaikan jumlah keberagamaan gender dalam dewan direksi akan menyebabkan biaya profitabilitas rendah, hal ini berarti bahwa keberagaman gender dalam dewan direksi berpengaruh negatif terhadap kinerja perusahaan. Francoeur et al 2008, menganalisis bagaimana partisipasi wanita dalam dewan direksi perusahaan dan manajer senior terhadap kinerja keuangan perusahaan. Data analisis ini diukur dari jumlah wanita dalam
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
52
perusahaan milik pemerintah pada tahun 2001 dan 2003 serta dalam manajemen puncak pada 500 perusahaan terbesar di Canadian tahun 2002 dan 2004. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa wanita dalam operasional
perusahaan
yang
kompleks
berpengaruh
positif
dan
menghasilkan pengembalian yang sigifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan. Van Overveld M.N.J. et al (2012), meneliti apakah adanya hubungan antara board diversity dalam proksi gender dan usia terhadap kinerja perusahaan. Penelitian ini menggunakn dari dari perusahaan yang terdaftar dalam Dutch (Euronext Amsterdam) pada tahun 2010, diteliti dengan alat pengukur ROA dan rasio Tobin‟s Q. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keberagaan gender dan usia dalam dewan direksi dan manajemen tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan. Dagsson dan Larsson (2011), penelitian ini meneliti bagaimana keberagaman usia dalam dewan direksi berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Penelitian ini menggunakan data perusahaan yang terdaftar dalam OMX Stockholm Exchange pada tahun 2005 – 2009, dengan menggunakan analisis pengukurannya ROA dan rasio Tobin‟s Q. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa perusahaan kecil dengan pengukuran ROA berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan, sedangkan dengan pengukuran rasio Tobin‟s Q tidak berpengaruh. Kesimpulannya
penelitian
ini
tidak
keterbatasan data yang digunakan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
dapat
digeneralisasi
karena
53
Gantenbein
&
Volonte
(2011),
meneliti
hubungan
antara
karakteristik dewan dengan kinerja perusahaan. Karakteristik dewan yang diteliti adalah pendidikan dan pengalaman bisnis anggota dewan direksi. Data yang digunakan berasal dari data perusahaan yang terdaftar di Switzerland, menggunakan pengukuran rasio Tobin‟s Q. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dewan direksi lulusan dari Minor Swiss Universities dan pengetahuan industri dewan direksi berpengaruh negatif terhadap kinerja perusahaan. Daan (2011), meneliti hubungan antara diversitas dewan di Belanda dan Malaysia dalam perspektif demografi, seperti usia, gender dan kebangsaan terhadap kinerja perusahaan. Data perusahaan diambil dari perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Belanda (Dutch) dan di Malaysia, dengan menggunakan pengukuran ROA, Tobin‟s Q dan Stock Return. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberagaman gender dan usia dalam dewan berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan sedangkan kebangsaan berpengaruh negatif terhadap kinerja perusahaan. Van Ness et al (2010), meneliti hubungan antara komposisi dewan direksi terhadap kinerja keuanngan pada perusahaan yang terdaftar dalam Sarbanes-Oxley (SOX) World. Komposisi dewan direksi dibedakan dalam proksi duality (dua manajemen, Chief Executive Officer dan Board of Chair), occupational expertise, ukuran dewan dan masa jabatan dewan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa duality dan masa jabatan dewan
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
54
direksi berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan, sedangkan pada occupational espertise berpengaruh negatif terhadap kinerja perusahaan. Randoy et al (2011), menganalisis hubungan antara diversitas dewan dengan kinerja perusahaan, dalam 3 proksi yaitu gender, usia dan kebangsaan. Penelitian ini mengambil data 100 perusahaan di Denmark, 86 perusahaan di Norway dan 157 perusahaan di Sweden. Pengukuran kinerja perusahaan menggunakan stock market performance yaitu ROA. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa diversitas gender, usia dan kebangsaan tidak berpengaruh terhadap kinerja perusahaan.
B. RERANGKA PEMIKIRAN Berdasarkan teori agensi yang menghubungan keagenan dalam perusahaan hubungan antara investor dan manajemen, muncul mekanisme corporate governance yang mengatur untuk pengelolaan perusahaan agar dapat diawasi dengan baik terkait dengan kepercayaan investor terhadap indepedensi manajemen, oleh karena itu perlu dipelajari bagaimana investor memilih manajemen dalam mengolah perusahaan. Investor cenderung akan memilih perusahaan yang menerapkan corporate governance yang baik. Dimana penerapan corporate governance dapat dicerminkan dalam nilai perusahaan yang dilihat dari harga saham perusahaan yang bersangkutan. Selain berkaitan dengan nilai perusahaan, corporate governance berhubungan juga dengan komposisi dari dewan perusahaan. Dimana dengan adanya dewan perusahaan (dewan komisaris dan dewan direksi) sebagai bukti
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
55
pengaplikasian prinsip good corporate governance. Karena anggota dewan harus menjalankan kewajibannya untuk menciptakan laba yang maksimal dengan memberikan segala informasi kepada investor. Hal ini sesuai dengan teori pensinyalan yaitu anggota dewan komisaris dan direksi memiliki insentif untuk mengungkapkan segala macam informasi yang baik atau buruk mengenai perusahaan dalam pergerakan pasar agar dapat segera disikapi oleh investor. Kebijakan apapun yang dilakukan oleh dewan komisaris dan direksi sangat mempengaruhi kekayaan pemegang saham (investor) seperti yang tertuang dalam resource dependence theory dan upper echelon theory. Persebaran dewan (board diversity) menjadi salah satu cermin penerapan prinsip kesetaraan dari corporate governance, yang menjadi perhatian investor dalam memilih anggota dewan. Board diversity menyebabkan pengambilan kebijakan oleh dewan berbeda – beda. Sehingga banyak penelitian terdahulu mengaitkan persebaran dewan berhubungan dengan kinerja perusahaan maka selanjutnya akan berpengaruh pada nilai perusahaan baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Tetapi belum terdapat konsistensi dalam hasil penelitian sebelumnya, seperti dalam penelitian Salim (2011) bahwa diversitas gender berpengaruh negatif sedangkan diversitas usia berpengaruh positif dan untuk diversitas kebangsaan sama sekali tidak terhadap kinerja keuangan.
Hal ini sama
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sari dkk (2007) dimana diversitas gender, dewan independen dan latar belakang pendidikan dewan
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
56
tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan, sedangkan dalam keberadaan etnis thionghoa berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan. Oleh karena hal tersebut, peneliti berkeinginan untuk meneliti kembali hubungan antara board diversity terhadap nilai perusahaan dalam kaitannya dengan corporate governance. Keberagaman anggota dewan (direksi dan komisaris) yang diteliti dalam penelitian ini yaitu komposisi gender, kebangsaan asing, usia dewan direksi dibawah 45 tahun, latar belakang pendidikan formal bisnis serta proporsi dewan komisaris independen. Pemilihan keberagaman ini karena pengembangan taksonomi diversity terbagi menjadi dua, yaitu task-oriented dan relation-oriented. Task – Oriented mencerminkan atribut yang berkaitan dengan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dibutuhkan dalam pekerjaan. Sedangkan relation oriented meliputi umur, gender, dan etnis (Clarke et al, 2012:346). Sehingga untuk mewakili relation oriented peneliti mengambil proksi gender, kebangsaan dan umur, dan proksi latar belakang pendidikan sebagai perwakilan diversity berdasarkan task oriented. Sebagai tambahan peneliti menggunakan proksi dewan independen karena sebagai salah satu bukti pengimplementasi corporate governance seperti tercatat dalam butir 2 dari Peraturan Pencatatan Efek No. 1-A PT Bursa Efek Indonesia mengenai ketentuan jumlah dewan independen sekurang – kurangnya 30% dari seluruh jumlah anggota dewan (Arief, 2009:16). Pilihan proksi keberadaan wanita dalam anggota dewan adalah mengenai isu jumlah wanita lebih banyak dari jumlah pria tetapi kontribusi wanita
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
57
dalam dunia kerja masih dianggap sebelah mata. Buktinya dapat dilihat bahwa wanita belum banyak diberi kesempatan untuk menduduki top management. Laporannya pada awal tahun 2015, menjelaskan bahwa masih banyak terjadi kesenjangan antara pria dan wanita dalam level CEO di seluruh dunia. Terbukti dari Negara – Negara Asia proporsi wanita dalam level CEO rata – rata masih dibawah 20%, yaitu China (9.2%), Hong kong (11.1%), India (8.8%), Indonesia (12.2%), Jepang (3.3%), Malaysia (12.8%), Singapore (7.4%), Taiwan (5.8%) dan terendah Korea Selatan (2.1%). Untuk pemilihan proksi dewan berkebangsaan asing terjadi karena seiring dengan dilegalkannya pasar bebas dalam perekonomian di seluruh dunia menyebabkan Indonesia menjadi sasaran para investor asing untuk menanamkan modal mereka di industri tanah air. Tetapi terdapat tantangan kemampuan atau sumber daya manusia profesional di Indonesia sehingga para investor mengirimkan delegasi negaranya agar dapat mengawasi operasional perusahaan yang didanainya. Maka ada kemungkinan dengan keberadaan dewan berkebangsaan asing akan mempenngaruhi nilai perusahaan tersebut. Sedangkan diversitas usia dewan komisaris dibawah 45 tahun karena pada level usia yang belum memasuki masa usia lanjut menurut WHO tersebut. Dimana usia di atas 45 tahun kinerjanya akan merosot dengan bertambahan usianya. Usia tua dianggap kurang luwes dan sulit dalam teknologi (sistem) baru, meskipun usia yang lebih tua dianggap memiliki pengalaman, etos kerja yang kuat dan komitmen terhadap mutu (Suparyanto,
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
58
2010). Hal ini agar berbeda dengan pemahaman dewan yang berusia muda (dibawah 45 tahun) yang lebih energik dan dapat menciptakan hal – hal baru sesuai dengan perkembangan zaman meskipun mereka belum memiliki pengalaman yang banyak seperti dewan yang berusia diatas 45 tahun, sehingga dirasa kebijakan dewan dari yang berusia dibawah 45 tahun akan mempengaruhi nilai perusahaan. Dan untuk proksi latar belakang pendidikan diambil berdasarkan anggota dewan seharusnya terdiri dari orang – orang profesional dengan keahlian dalam bidang hukum, perpajakan akuntansi, keuangan dan lainnya. Tetapi bukan suatu keharusan bagi seorang yang akan memasuki dunia bisnis untuk berpendidikan bisnis, tetapi akan lebih baik jika anggota dewan memiliki latar belakang pendidikan bisnis, ekonomi dan bidang pendidikan lain yang berhubungan dengan jenis usaha perusahaannya tersebut. Dengan memiliki pengetahuan bisnis yang baik, maka setidaknya anggota dewan memiliki kemampuan lebih baik untuk mengelola bisnis dan mengambil keputusan bisnis daripada tidak memiliki pengetahuan bisnis tersebut, yang pada akhirnya ini akan mempengaruhi nilai perusahaan (Sari dkk, 2007). Penelitian ini juga menggunakan variabel kontrol merujuk pada penelitian sebelumnya yaitu menggunakan ukuran perusahaan (firm size) dan margin laba (profit margin). Ukuran perusahaan diduga berpengaruh terhadap nilai perusahaan, dimana perusahaan besar cenderung menarik perhatian dan menjadi sorotan publik, sehingga akan mendorong perusahaan tersebut untuk menerapkan corporate governance yang lebih baik (Sari dkk, 2007).
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
59
Sehingga, kerangka penelitian dapat diringkas dalam model penelitian sebagai berikut : Variabel Independen
Variabel Dependen
BoC & BoD Gender (X1) BoC & BoD Asing (X2)
Nilai perusahaan Y1 (PER)
BoD Usia dibawah 45 tahun (X3)
Y2 (PBV)
BoC & BoD Berpendidikan Formal Bisnis (X4) BoC Independen (X5)
Variabel Kontrol :
Ukuran perusahaan (size) Margin Laba (profit margin)
Gambar 2.3 Rerangka Pemikiran
C. HIPOTESIS 1. Board Diversity dan Firm Value Penelitian ini akan peneliti fokuskan pada diversitas pada dewan direksi yang memiliki hubungan dan peran langsung terhadap nilai perusahaan, yang terwakili dalam nilai pemegang saham. Persebaran dalam board diversity yang akan diuji dalam penelitian ini adalah aspek keberadaan diversitas gender, keberadaan dewan berkebangsaan asing,
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
60
keberadaan dewan usia dibawah 45 tahun, keberagaman latar belakang pendidikan, dan keberadaan dewan independen. 1.1
Keberadaan diversitas gender dalam dewan Meskipun jumlah wanita lebih banyak dari jumlah pria tetapi kontribusi wanita dalam dunia kerja masih di anggap sebelah mata. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil penelitian Malik dan Islahudin (2011) mengenai dampak kesenjangan antara pria dan wanita dalam level dewan di seluruh dunia. Untuk negara – negara asia proporsi perempuan di level dewan rata – rata dibawha 10%, yaitu : singapura (6,4%) thailand (10,4%), Australia (8,3%), indonesia (4,1%) dan terendah Jepang (0,9%). Namun demikian, jumlah wakil wanita mengalami peningkatan setiap tahunnya, kini 86% perusahaan secara global memiliki minimal seorang dewan wanita (Malik dan Islahudin, 2011). Hal tersebut terjadi karena argumen beberapa ahli yang mendukung bahwa gender diversity dapat membawa keuntungan pada perusahaan yaitu pendapat bahwa wanita diangap memiliki “feeling” gaya kognitif yang berfokus pada keselarasan (Hurst et al, 1989). Selain itu anggota dewan wanita cenderung lebih serius dalam menjalankan peran mereka dan lebih baik dalam mempersiapkan diri untuk pertemuan (Izraeli, 2000). Di sisi lain, argumen lain berpendapat gender diversity dapat membawa kerugian bagi perusahaan. Gender diversity yang lebih besar dapat
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
61
meningkatkan kemungkinan konflik (Richard et al, 2004), memperlambat proses pengambilan keputusan (Hambrick et al, 1996) dan perbedaan dalam menanggapi risiko (Jianakoplos dan bernasek, 1998). Dengan demikian, hipotesis penelitian ini : H1
: Keberagaman gender anggota dewan berpengaruh signifikan pada nilai perusahaan.
1.2
Keberadaan Dewan Berkebangsaan Asing Setelah dilegalkan pasar bebas dalam perekonomian diseluruh dunia menyebabkan Indonesia menjadi sasaran para investor asing untuk menanamkan modal mereka di industri tanah air. Namun investor harus memiliki keyakinan bahwa investasi yang mereka berikan dapat diawasi dengan baik (Oxelheim dan Randoy, 2003). Oleh karena itu jumlah anggota dewan asing sudah mulai meningkat di indonesia (Toyyibah, 2012). Ararat et al (2010) berpendapat bahwa anggota dewan berkebangsaan asing dapat membawa opini dan perspektif yang beragam, bahasa, agama, pengalaman pendidikan, budaya kehidupan dan profesionalisme yang berbeda sari satu negara ke negara lain. Anggota dewan asing dapat mewakili peran kontrol terutama jika mereka datang dari negara – negara yang menjadi pemegang saham mayoritas (Toyyibah, 2012).
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
62
Oxelheim dan Randoy (2003) berpendapat bahwa salah satu keuntungan dari beberapa keuntungan dari kehadiran bangsa asing dalam
sebuah
perusahaan
yaitu
menghasilkan
competitive
advantages dan hubungan internasional perusahana. Dan salah satu dari keuntungan adanya anggota dewan asing pada perusahaan yaitu menambah nilai dan perbedaan pengalaman yang anggota dewan domestik tidak miliki. Karakteristik inilah dianggap bahwa anggota dewan dengan kebangsaan asing memiliki pengaruh terhadap pengambilan keputusan dan manajemen perusahaan, kemudian memberi pengaruh terhadap nilai perusahaan. Dengan demikian, hipotesis penelitian ini adalah : H2
: Keberagaman kebangsaan anggota dewan berpengaruh signifikan pada nilai perusahaan.
1.3
Usia anggota dewan direksi dibawah 45 tahun Ada pepatah yang mengatakan bahwa “life begins at 40”. Pada level usia tersebut, orang telah mencapai titik karir yang dianggap paling stabil karena mereka tidak lagi harus menghadapi tingkat persaingan yang besar sebagaimana saat mereka berumur 25-30 tahun (Sari dkk, 2007). Tetapi usia dibawah 45 tahun dianggap tidak terlalu tua menurut klasifikasi WHO mengenai produktifitas mereka dalam menciptakan nilai bagi perusahaan Dikutip dalam Sari (2007), Dessler (1997) menjelaskan usia anggota dewan berkaitan dengan kebijaksanaan yang dimiliki.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
63
Semakin bertambah usia seseorang, maka semakin bijaksana seseorang tersebut. Anggota dewan berusia dibawah 45 pada umumnya menggungguli anggota dewan yang lebih tua (diatas 45 tahun), hal ini dikarenakan bahwa anggota dewan yang berusia muda lebih inovatif dan lebih bersedia untuk berpartisipasi dalam proses pengawasan di persahaan (Raymond et al, 2010). Pada penelitian terdahulu penelitian ini mengacu pada penelitian Darmadi (2011) dan Kusumastuti (2007) bahwa anggota dewan berusia muda berpengaruh terhadap kinerja pasar, kemudian selanjutnya mempengaruhi nilai perusahaan. Demikian hipotes penelitian ini : H3
: Keberagaman anggota dewan direksi berusia dibawah 45 tahun berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan.
1.4
Latar belakang pendidikan formal bisnis Latar belakang pendidikan formal anggota dewan direksi dan komisaris
merupakan
karakteristik
kognitif
yang
dapat
mempengaruhi kemampuan dewan dalam mengambil keputusan bisnis serta mengelola bisnis (Sari dkk, 2007). Ponnu (2008) menyebutkan bahwa seorang anggota dewan direksi dan komisaris harus memiliki kredibilitas dan skill serta pengalaman yang diperlukan, sehingga mampu memberikan judgement independen dalam isu yang berkaitan dengan strategi, kinerja dan sumber daya perusahaan. Keberadaan dewan independen memberikan perspektif
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
64
mengenai risiko signifikan dan keuntungan kompetitif, serta lebih memahami mengenai tantangan yang akan dihadapi dalam bisnis perusahaan. Meskipun bukan menjadi suatu keharusan bagi seseorang yang akan masuk dunia bisnis untuk berpendidikan bisnis, akan lebih baik jika anggota dewan memiliki latar belakang pendidikan bisnis dan ekonomi. Dengan demikian setidaknya anggota dewan memiliki kemampuan lebih baik untuk mengelola bisnis dari pada tidak memiliki pengetahuan bisnis dan ekonomi, yang hal ini akan mempengaruhi nilai perusahaan (sari, 2007). Sehingga hipotesis penelitian ini. H4
: Keberagaman anggota dewan berlatar belakang pendidikan formal bisnis
berpengaruh signifikan
terhadap nilai
perusahaan.
1.5
Indepedensi anggota dewan komisaris Peraturan mengenai keberadaaan dewan komisaris independen tercantum dalam keputusan direksi PT Bursa Efek Indonesia yang menyatakan bahwa anggota dewan setidaknya terdapat 30% anggota
dewan
independen
(dari
seluruh
anggota
dewan
komisaris). Menurut Fama dan Jensen (1983) dikutip oleh Ni Made (2015) mengemukakan bahwa dewan komisaris dan direksi yang didominasi oleh pihak luar perusahaan akan menghasilkan tata
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
65
kelola perusahaan yang lebih kuat karena mereka bersifat lebih independen dalam mengawasi perilaku manajemen. Semakin baik implementasi tatakelola perusahaan maka nilai yang diciptakan bagi investor pun semakin baik (tinggi) (Utama, 2005). Demikian hipotesis penelitian ini adalah H5
: keberagaman independensi anggota dewan komisaris berpengaruh signifikan pada nilai perusahaan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z