BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Manajemen Pemasaran Jasa a. Manajemen Manajemen adalah suatu proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian upaya dari anggota organisasi serta penggunaan semua sumber daya yang ada pada organisasi untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya (Stoner, 2006). Manajemen merupakan suatu profesi yang dituntut untuk bekerja secara profesional, karakteristiknya adalah para profesional membuat keputusan berdasarkan prinsip-prinsip umum, para profesional mendapatkan status mereka mencapai standar prestasi kerja tertentu, dan para profesional harus ditentukan suatu kode etik yang kuat (Schein, 2008). Manajemen
merupakan
suatu
proses
khas
yang
terdiri
atas
tindakan-tindakan perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), penggerakan (actuating), dan pengendalian (controlling) untuk menentukan serta mencapai tujuan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya (Terry, 2010). Dari beberapa pendapat para pakar diatas dapat disimpulkan bahwa manajemen merupakan suatu kegiatan perusahaan dalam perencanaan,
9
pengorganisasian, penggerakan, dan pengendalian untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Manajemen adalah apa yang dilakukan oleh manajer (Robbins dan Coulter, 2009). Manajemen melibatkan efisiensi dan efektivitas penyelesaian aktivitas-aktivitas kerja organisasi. Efisiensi mengacu pada memperoleh output terbesar dengan input yang terkecil. Karena manajer menghadapi input yang langka – meliputi sumber daya seperti orang, uang dan peralatan – mereka memfokuskan dengan penggunaan yang efisien atas sumber daya itu. Efektivitas sering digambarkan sebagai “melakukan pekerjaan yang benar” – yaitu, aktivitas-aktivitas kerja yang membantu organisasi mencapai sasaran. Manajemen difokuskan tidak hanya dengan mencapai kegiatan dan memenuhi sasaran organisasi (efektivitas), tetapi juga melakukannya dengan seefisien mungkin. Fungsi-fungsi manajemen (Robbins dan Coulter, 2009) : 1) Merencanakan,
yang
mencakup
proses
mendefinisikan
sasaran,
menetapkan strategi untuk mencapai sasaran itu, dan menyusun rencana untuk mengintegrasikan dan mengoordinasikan sejumlah kegiatan 2) Mengorganisasi, mencakup proses menentukan tugas apa yang harus dilakukan,
siapa
yang
harus
melakukan,
bagaimana
cara
mengelompokkan tugas-tugas itu, siapa harus melapor ke siapa, dan
10
dimana keputusan harus dibuat. 3) Memimpin, yang mencakup memotivasi bawahan, memengaruhi individu atau tim sewaktu mereka bekerja, memiliki salurana komunikasi yang paling efektif, dan memecahkan dengan berbagai cara masalah perilaku karyawan 4) Mengendalikan,
yang
mencakup
memantau
kinerja
actual,
membandingkan actual dengan standar, dan membuat koreksinya, jika perlu
b. Pemasaran Pemasaran adalah proses perencanaan dan pelaksanaan pemikiran, penetapan harga, promosi, dan penyaluran gagasan barang dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang memenuhi sasaran-sasaran individu dan organisasi (Asosiasi Pemasaran Amerika dalam Kotler, 2005). Pemasaran adalah proses sosial dan manajerial dimana pribadi atau organisasi memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan dan pertukaran nilai dengan yang lain (Kotler, 2008). Proses pemasaran (Kotler & Amstrong, 2012) memiliki langkah-langkah sebagai berikut: 1) Memahami pasar dan kebutuhan serta keinginan pelanggan 2) Merancang strategi pemasaran yang digerakan oleh pelanggan
11
3) Membangun program pemasaran terintegrasi yang memberikan nilai yang unggul 4) Membangun hubungan yang menguntungkan dan menciptakan kepuasan pelanggan 5) Menangkap kembali nilai dari pelanggan untuk menciptakan keuntungan dan ekuitas pelanggan Pemasaran terdiri dari strategi bauran pemasaran (marketing mix) dimana organisasi atau perusahaan mengembangkan untuk mentransfer nilai melalui pertukaran untuk pelanggannya. Bauran pemasaran (marketing mix) adalah kumpulan alat pemasaran taktis terkendali yang dipadukan perusahaan untuk menghasilkan tanggapan yang diinginkannya di pasar sasaran (Kotler dan Amstrong, 2008). Marketing mix terdiri dari empat komponen biasanya disebut “empat P (4P)”, yaitu product, price, place, dan promotion (Kotler dan Keller, 2007). Dan bila kita melakukan bisnis jasa menjadi 7P yaitu ditambah lagi orang (people), bukti fisik (physical evidence), dan proses (proces). Penambahan unsur bauran pemasaran jasa dilakukan antara lain karena jasa memiliki karakteristik yang berbeda dengan produk, yaitu tidak berwujud, tidak dapat dipisahkan, beraneka ragam dan mudah lenyap. Orang (people) merupakan ‘part-time marketer’ yang tindakan dan perilakunya memiliki dampak langsung pada output yang diterima pelanggan.
12
Oleh sebab itu, setiap organisasi jasa harus secara jelas menentukan apa yang diharapkan dari setiap karyawan dalam interaksinya dengan pelanggan.
c.
Jasa
Jasa merupakan produk tanpa wujud untuk memenuhi kebutuhan konsumen, berupa aktivitas atau manfaat yang ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain (Nurbiyati dan Machfoedz,2005).
Jasa adalah setiap tindakan atau perbuatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya bersifat intangible (tidak berwujud fisik) dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu (Kotler, dan Keller, 2007).
Jasa adalah sesuatu kegiatan ekonomi yang outputnya bukan produk, dikonsumsi bersamaan dengan waktu produksi dan memberikana nilai tambah (seperti kenikmatan, hiburan, santai, dan sehat) bersifat tidak berwujud (Zeithaml dan Bitner, dalam Lupiyoadi dan Hamdani, 2011).
Karakteristik Jasa
Menurut Kotler dan Armstrong (2012), terdapat emapat karakteristik jasa yang dapat di identifikasikan sebagai berikut:
13
1) Tidak berwujud (Intangbility) 2) Tidak dapat dipisahkan (Inseparability) 3) Keberagaman (Variability) 4) Tidak tahan lama (Perishability)
Klasifikasi Jasa
Jasa bisa diklasifikasikan berdasarkan beragam kriteria. Menurut Lovelock (dalam Tjiptono, 2014), jasa dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1) Berdasarkan sifat tindakan jasa 2) Berdasarkan dengan hubungan pelanggan 3) Berdasarkan tingkat customization dan kemampuan mempertahankan standar konstan dalam penyampaian jasa. 4) Berdasarkan sifat permintaan dan penawaran jasa 5) Berdasarkan metode penyampaian jasa
Ditinjau dari sumber pendapatannya, ada tiga macam jasa (Doyle dalam Tjiptono, 2014). Pertama, jasa yang sumber dana utamanya berasal dari pelanggan, misalnya perusahaan penerbangan dan dry-cleaners. Kedua, jasa yang sumber dananya berasal dari donasi, seperti yayasan sosial. Dan ketiga, jasa yang sumber dana utamanya didapat dari pajak, misalnya instansi pemerintah.
14
d. Manajemen Pemasaran Jasa
Pemasaran jasa lebih bervariasi dalam problem dan tantangannya daripada pemasaran produk yang berupa barang. Jasa sering kali dijual sebagai bagian pemasaran produk yang berwujud.
Dalam analisis pasar, segmentasi pasar, penetapan harga, promosi, dan distribusi maupun prosedur perencanaan untuk pemasaran jasa, pada dasarnya sama dengan yang dilakukan dengan produk. Perbedaan yang pokok terletak pada karakteristik jasa dan hubungan antara penjual dan pembeli.
Bauran Pemasaran Jasa
Bauran pemasaran merupakan seperangkat alat yang dapat digunakan pemasar untuk membentuk karakteristik jasa yang ditawarkan
kepada
pelanggan. Berikut adalah bauran pemasaran jasa:
1) Product, produk merupakan bentuk penawaran organisasi jasa yang ditunjukan untuk mencapai tujuan organisasi melalui pemuasan kebutuhan dan keinginan bersama. 2) Pricing, keputusan bauran harga berkenaan dengan kebijakan strategis dan taktis, seperti tingkat harga, struktur diskon, syarat pembayaran, dan tingkat diskriminasi harga diantara berbagai macam kelompok
15
pelanggan, harga menjadi indikator signifikan
atas kualitas.
3) Promotion, bauran promosi tradisional meliputi berbagai metode untuk mengomunikasikan manfaat jasa pada pelanggan potensial dan actual. Metodenya terdiri dari periklananm promosi penjualan, direct marketing, personal selling, dan public relations. Promosi jasa membutuhkan penekanan pada upaya meningkatkan kenampakan tangibilitas jasa. 4) Place, keputusan distribusi menyangkut kemudahan akses terhadap jasa bagi para pelanggan potensial. 5) People, bagi sebagian besar jasa, orang merupakan besar unsure vital dalam bauran pemasaran. Bila produksi dapat dipisahkan dengan konsumsi, sebagaimana dijumpai dalam kebanyakan kasus pemasaran barang manufaktur, pihak manajemen biasanya dapat mengurangi pengaruh langsung sumber daya manusia terhadap output akhir yang diterima pelanggan. 6) Physical Evidence, karakteristik intangible pada jasa menyebabkan pelanggan
potensial
tidak
mengkonsumsinya.
Ini
konsumen
keputusan
dalam
bisa
menilai
menyebabkan
suatu
risiko
pembelian
yang
semakin
jasa
sebelum
dipersepsikan besar.
Upaya
mengurangi risiko tersebut dengan cara memberikan bukti fisik dari karakteristik jasa. 7) Process. Proses produksi atau operasi merupakan faktor penting bagi
16
konsumen high-contact services, yang sering kali juga berperan sebagai co-producer jasa bersangkutan. Dalam bisnis jasa, manajemen pemasaran dan manajemen operasi terkait erat dan sulit dibedakan dengan tegas.
Strategi Pemasaran untuk Perusahaan Jasa
Seperti bisnis manufaktur, perusahaan jasa menggunakanpemasaran untuk memposisikan diri mereka secara kuat dalam pasar sasaran terpilih. Perusahaan-perusahaan jasa menetapkan posisi mereka melalui kegiatan bauran pemasaran tradisional. Namun, karena jasa berbeda dari produk yang berwujud, jasa sering memerlukan pendekatan pemasaran tambahan.
Dalam bisnis jasa, pelanggan dan karyawan jasa lini depan berinteraksi untuk menciptakan jasa. Hasilnya, interaksi efektif tergantung pada keahlian karyawan jasa lini depan dan proses pendukung yang menyokong karyawan-karyawan ini.
Perusahaan jasa harus memahami rantai laba jasa (service-profit chain) yang menghubungkan laba perusahaan jasa dengan karyawan dan kepuasan pelanggan. Rantai ini terdiri dari lima hubungan:
1)
Kualitas jasa internal
2)
Karyawan jasa yang puas dan produktif
17
3)
Nilai jasa yang lebih besar
4)
Pelanggan yang puas dan setia
5)
Laba dan pertumbuhan jasa yang sehat
Oleh karena itu pemasaran perusahaan jasa memerlukan lebih dari sekedar pemasaran eksternal tradisional. Pemasaran jasa juga memerlukan pemasaran internal dan pemasaran interaktif.
Pemasaran Internal (Internal Marketing)
Perusahaan jasa harus mengorientasikan dan memotivasi karyawannya yang berhubungan dengan pelanggan dan mendukung orang-orang pelayanan untuk bekerja sebagai satu tim guna memberikan kepuasan pelanggan. Pemasar harus membuat semua orang dalam organisasi berpusat pada pelanggan. Bahkan, pemasar internal harus mendahului pemasar eksternal.
Pemasaran Interaktif (Interactive Marketing)
Kualitas jasa sangat bergantung pada kualitas interaksi pembeli dan penjual selama transaksi jasa. Dalam pemasaran produk, kualitas produk sering kali hanya sedikit bergantung pada bagaimana produksi itu diperoleh. Tetapi dalam pemasaran jasa, kualitas jasa bergantung pada penghantar jasa dan kualitas penghantaran. Karena itu, pemasaran jasa harus menerapkan keahlian pemasaran interaktif.
18
2. Lokasi
Lokasi berpengaruh terhadap dimensi-dimensi pemasaran strategis, seperti fleksibilitas, competitive positioning, manajemen permintaan, dan fokus strategis (Fitzsimmons dan Fitzsimmons, dalam Tjiptono, 2006). Fleksibilitas suatu lokasi merupakan ukuran sejauh mana sebuah jasa mampu bereaksi terhadap situasi perekonomian yang berubah.
Keputusan pemilihan lokasi berkaitan dengan komitmen jangka panjang terhadap aspek-aspek yang sifatnya capital intensif. Oleh karena itu, penyedia jasa harus benar-benar mempertimbangkan, menyeleksi dan memilih lokasi yang responsif terhadap kemungkinan perubahan ekonomi, geografis, budaya, persaingan dan peraturan di masa mendatang.
Lokasi pelayanan jasa yang digunakan dalam memasok jasa kepada pelanggan yang dituju merupakan keputusan kunci. Keputusan mengenai lokasi pelayanan yang akan digunakan melibatkan pertimbangan bagaimana penyerahan jasa kepada pelanggan dan dimana itu akan berlangsung.
Tempat juga penting sebagai lingkungan dimana dan bagaimana jasa akan diserahkan, sebagai bagian dari nilai dan manfaat dari jasa. Keragaman jasa membuat penyeragaman strategi tempat menjadi sulit. Masalah ini melibatkan pertimbangan bagaimana interaksi antara organisasi penyedia jasa dan pelanggan
19
serta keputusan tentang apakah organisasai tersebut memerlukan satu lokasi ataupun beberapa lokasi.
Lokasi berhubungan dengan keputusan yang dibuat oleh perusahaan mengenai dimana operasi dan stafnya akan di tempatkan. Yang paling penting dari lokasi adalah tipe dan tingkat interaksi yang terlibat. Terdapat tiga macam tipe interaksi antara penyedia jasa dan pelanggan yang berhubungan dengan pemilihan lokasi, yaitu sebagai berikut :
a. Pelanggan mendatangi penyedia jasa b. Penyedia jasa mendatangi pelanggan c. Penyedia jasa dan pelanggan melakukan interaksi melalui perantara
Untuk tipe interaksi dimana pelanggan mendatangi penyedia jasa, letak lokasi menjadi sangat penting. Didalam interaksi itu penyedia jasa yang menginginkan pertumbuhan dapat mempertimbangkan menawarkan jasa mereka di beberapa lokasi. Jika penyedia jasa mendatangi pelanggan, maka letak lokasi menjadi tidak begitu penting meskipun perlu dipertimbangkan pula kedekatan terhadap pelanggan untuk menjaga kualitas jasa yang akan diterima.
Sementara itu dalam kasus penyedia jasa dan pelanggan menggunakan media perantara dalam berinteraksi, maka letak lokasi bisa diabaikan meskipun beberapa media perantara memerlukan interaksi fisik antara mereka dengan pelanggan.
20
Penting tidaknya sebuah lokasi akan sangat tergantung pada jenis jasa yang ditawarkan. Cowell (1991, dalam Ratih Hurriyati 2010) telah berhasil meringkas beberapa kunci yang harus dipertimbangkan oleh seorang manajer jasa sebagai berikut:
a. Apa yang diperlukan pasar? Bila jasa tidak tersedia di suatu lokasi yang nyaman pembelian jasa akan terhambat atau tertunda. Selain itu menyebabkan pelanggan merubah pikiran atau merubah pilihan mereka? b. Kecenderungan apa yang ada di dalam sektor aktivitas jasa dimana organisasi jasa beroperasi? Apakah persaingan dapat memasuki pasar? c. Sejauh mana kefleksibelan jasa? Apakah jasa itu berorientasi teknologi atau orang dan sejauh mana kefleksibelannya terpengaruh oleh lokasi? d. Apakah organisasi mempunyai kewajiban untuk menempatkan jasa di suatu lokasi yang nyaman (rumah sakit misalnya)? e. Apakah sistem prosedur dan teknologi baru dapat dipakai untuk mengatasi kelemahan keputusan lokasi yang lama? f. Sejauh mana kepentingan jasa pelengkap terhadap keputusan lokasi? g. Apakah lokasi organisasi sejenis mempengaruhi keputusan lokasi?
Pemilihan tempat atau lokasi memerlukan pertimbangan cermat terhadap beberapa faktor berikut. (Tjiptono, 2006) :
a. Akses, misalnya lokasi yang dilalui mudah dijangkau sarana transportasi
21
umum. b. Visibilitas, yaitu lokasi atau tempat yang dapat dilihat dengan jelas dari jarak pandang normal. c. Lalu lintas (traffic), menyangkut dua pertimbangan berikut:
1) Banyaknya orang yang lalu lalang memberikan peluang besar terjadinya impuls buying. 2) Kepadatan lalu lintas menjadi hambatan
d. Tempat parkir yang luas, nyaman, dan aman baik untuk kendaraan roda dua maupun roda empat. e. Ekspansi, yaitu tersedia tempat yang cukup luas untuk perluasan usaha dikemudian hari. f. Lingkungan, yaitu daerah sekitar yang mendukung jasa yang ditawarkan. g. Kompetisi, yaitu lokasi pesaing.
3. Waktu
Waktu adalah hidup. Pernyataan ini tidak bisa diubah atau diganti. Menyia-nyiakan waktu berarti menyia-nyiakan hidup dan memanfaatkan berarti mengisi hidup (Lakein, 2007).
Waktu merupakan sumber daya yang unik. Setiap hari, semua orang memiliki jumlah yang sama. Waktu tidak dapat diakumulasi. Anda tidak dapat
22
mematikan atau menyalakannya. Waktu tidak bisa digantikan. Waktu harus dihabiskan pada angka 60 detik setiap menit (Heynes, 2010).
Waktu adalah lebih dari apa yang diukur. Budaya yang berbeda memiliki konsep waktu yang berbeda mengenai waktu. Pengiklan di barat cenderung menggunakan waktu dalam pengiklanan internasional sebagai simbol efisiensi. Waktu tidak diakui sebagai simbol efisiensi dalam budaya dimana orang memiliki perbedaan mengartikan waktu. Waktu adalah sistem inti budaya, sosial dan kehidupan pribadi (Mooij, 2011).
Arti waktu bervariasi antar budaya, mempunyai dua arti yaitu waktu perspektif: seluruh orientasi suatu budaya terhadap waktu dan interpretasi yang diterapkan untuk penggunaan waktu secara spesifik/khusus.
Perspektif Waktu
Kebanyakan orang Amerika, Eropa Barat, Australia cenderung melihat waktu sebagai hal yang tidak terelakkan, linear dan bersifat tetap. Waktu merupakan jalan menuju kemasa depan dengan “district”, “separate sections” (jam, hari, minggu, bulan, tahun, dan seterusnya), dilihat seperti objek fisik; kita bisa menjadwalkan, menghamburkannya, menghilangkannya dan lain sebagainya. Seseorang melakukan sesuatu pada suatu waktu tertentu, kita mempunyai orientasi yang kuat terhadap waktu sekarang dan jangka pendek kedepan, ini
23
disebut: ”Monocromic time perspective”.
Sebagian besar orang Amerika Latin, Asia, dan India memandang waktu sebagai kurang diskrit dan kurang “subject to scheduling”. Mereka memandang keterlibatan simultan atau secara bersama-sama dalam banyak kegiatan sebagai sesuatu yang biasa. Mereka bekerja tanpa jadwal waktu yang mengikat, berorientasi pada waktu kini (sekarang) dan yang telah lalu. Kultur ini disebut “Polychronic time perspective”
Perbedaan individu didasarkan pada kultur mono dan polychromic perspective ditunjukkan pada tabel 2.1 sebagai berikut:
Tabel 2.1 PERBEDAAN INDIVIDU Monochronic Culture
Polychronic Culture
1. Do one thing at a time (melakukan satu hal dalam satu waktu
1. Do many things at once (melakukan banyak hal dalam satu waktu)
2. Concentrate on the job (berkonsentrasi pada pekerjaan)
2.
3. Take deadline and schedule seriously (menggunakan tengat waktu dan jadwal yang ketat) 4.Committed to the job a task (Berkomitmen pada tugas pekerjaan) 5.Adhere religiously to plan (taat pada rencana yang sudsah ditetapkan))
3.Consider deadlines and schedule secondary (mempertimbangkan menggunakan tengat waktu dan jadwal kurang diperhatikan) 4.Committed to people and relationship (Komitmen pada orang-orang dan yang berhubungan) 5. Change plan often and easily (Mengganti rencana sering dan dengan mudah)
6. Emphasize to shortterm relationship (Menekankan hubungan jangka pendek)
6. Base promptness on relationship (Berdasarkan pada hubungan)
7. Accustomed to shortterm relationship (Terbiasa berhubungan jangka pendek)
7. Prefer long term relationship (Lebih memeilih berhubungan jangka panjang)
24
Are higly distractible and subject to interruption (mudah terganggu/ tidak fokus)
Bagaimana kegiatan pemasaran berbeda antara kultur monochromic dan poluchronic? Penjualan perorangan dan gaya negosiasi dan strategi akan berbeda dan juga tema-tema iklan. Perlombaan dan penjualan dengan batas waktu akan lebih efektif bagi para konsumen berkultur monochromic daripada yan berkultur polychromic.
Dalam “nasehatnya kepada seorang pedagang muda” di abad ke 18, Ben Franklin berkata, “Ingatlah bahwa waktu adalah uang“. Namun baru pada pertengahan 1970-an, waktu (time) diakui sebagai variable perilaku konsumen yang penting. Sejak itu beberapa penulis bahkan menyatakan bahwa waktu mungkin merupakan variable terpenting dalam perilaku konsumen karena memainkan
peran pada banyak bidang teoritis.
Waktu dapat dianalisis dari tiga perspektif yang berbeda: (1) perbedaan individual dalam konsepsi
waktu, (2) waktu sebagai produk, dan (3) waktu
sebagai variable situasional (Mowen, Minor, 2002).
Individu dan waktu
Pada tingkat individual, para konsumen menghabiskan waktu mereka dengan empat cara yang berlainan: ditempat kerja, keharusan, pekerjaan rumah, dan waktu luang. Pemakaian ini diatur pada skala kontinum yang berkisar dari yang diwajibkan sampai yang diskresioner. Masyarakat memiliki pengendalian yang
25
rendah terhadap kapan dan berapa lama mereka bekerja. Mereka lebih banyak mengendalikan waktu yang mereka habiskan untuk keharusan, seperti tidur dan makan.
Usaha yang digunakan untuk pekerjaan rumah lebih variabel, dimana keluarga pencari nafkah ganda menghabiskan lebih sedikit waktu untuk “produksi rumah tangga”. Akhirnya, masyarakat mempunyai paling banyak kebebasan dalam bagaimana mereka menggunakan waktu luang. Waktu dapat dipandang sebagai sumberdaya, dan bagaimana masyarakat memilih untuk menghabiskan sumber daya tersebut banyak cerita yang berkaitan dengan hal tersebut.
Kegiatan dapat dikategorikan menurut apakah mereka dapat diganti atau melengkapi. Kegiatan melengkapi (substitute activities) merupakan kegiatan terpisah yang memenuhi kebutuhan yang sama; selanjutnya, kegiatan ini merupakan mutually exclusive dalam arti bahwa mereka tidak dapat terjadi bersama-sama. Misalnya, bermain bola tangan dan racquetball merupakan kegiatan pengganti.
Kegiatan pelengkap (complementary activities) adalah kegiatan yang dengan sendirinya terjadi
secara bersama-sama. Jadi seseorang pasti dapat secara
bersama-sama terlibat dalam kegiatan berkebun dan memotong rumput, untuk memenuhi kebutuhan memiliki kebun yang indah. Kegiatan pelengkap tidak
26
perlu terjadi secara serempak; mereka dapat terjadi selama periode waktu, seperti seminggu atau sebulan.
Berbagai faktor kendala mempengaruhi kegiatan pengganti dan kegiatan pelengkap. Misalnya, status bekerja si istri dan ada atau tidak adanya anak-anak dapat sangat mempengaruhi
bagaimana pasangan itu menghabiskan waktu
mereka. Dalam kenyataannya, kepuasan suami dan istri atas pernikahan mereka dipengaruhi oleh sejauh mana mereka memiliki pandangan yang sama mengenai daya melengkapi dan mengganti kegiatan. Bukti yang ada menunjukkan bahwa pasangan secara bersama-sama berperan serta dalam kegiatan mempunyai kepuasan perkawinan yang lebih besar.
Bagaimana individu memandang waktu juga dipengaruhi oleh kebudayaan mereka. Bangsa-bangsa Amerika Utara dan Eropa Barat cenderung untuk menggunakan waktu linear yang dapat dipisahkan: waktu dibagi menjadi
masa
lalu, masa kini dan masa depan; waktu dialokasikan ke tugas-tugas; dan ada orientasi masa depan. Bagi mereka yang menggunakan waktu tradisional sirkuler; waktu tidak membentang ke masa depan; mereka cenderung untuk hanya melakukan apa yang harus dilakukan hari ini.
Orang-orang yang hidup pada waktu linear yang dapat dipisahkan, seringkali merasa frustasi menghadapi mereka yang hidup dalam waktu sirkuler karena yang terakhir biasanya tidak melihat hubungan antara waktu dan uang. Akhirnya,
27
mereka yang mempertahankan waktu tradisional prosedur diatur oleh tugas dan bukan waktu. Bagi mereka, suatu pertemuan akan dimulai bila waktunya tepat, dan ini membutuhakan persiapan yang baik, “sampai selesai”.
Di sini menyelesaikan tugas merupakan kuncinya; ide menghamburkan waktu
tidaklah relevan. Jenis waktu ini tercermin dalam kebudayaan Amerika
pribumi, dan kadan-kadang disebut “waktu Indian”. Ada juga bukti yang menyatakan bahwa orang Asia juga menggunakan “waktu prosedur”.
Waktu sebagai Produk
Sebagaimana dinyatakan sebelumnya, waktu juga bisa merupakan jenis produk. Banyak pembelian dilakukan untuk menghemat waktu. Perlengkapan seperti microwave oven, tempat sampah, dan pemadat sampah, merupakan bagian dari tujuan menghemat waktu. Restoran cepat saji berkembang karena konsumennya perlu makan sambil berjalan. Sebuah nama telah diberikan kepada individu yang terlibat dalam perilaku seperti itu (waktu pembelian konsumen).
Karena waktu bertindak sebagai atribut produk, para pemasang iklan menggunakan daya tarik yang berorientasi pada waktu sebagai bahan promosi mereka. Suatu studi meneliti pemakaian yang berubah dari daya tarik yang berorientasi pada waktu antara tahun 1890 dan 1988 dengan menganalisis iklan-iklan dalam “Ladies Home Journal”, selama periode tersebut.
28
Para penulis mendapatkan bahwa proporsi periklanan yang menggunakan waktu sebagai daya tarik
utama meningkat secara dramastis. Pada tahun 1890
kurang dari lima persen periklanan menggunakan cara ini. Pada akhir 1980-an sekitar 50 persen periklanan meliputi daya tarik yang berorientasi pada waktu sebagai komponen utama.
Waktu sebagai Variabel Situasional
Disamping sebagai produk, waktu juga merupakan variable situasional. Umumnya, karakteristik situasional waktu yang mempengaruhi konsumen adalah ketersediaan waktu tersebut. Berapa banyak waktu yang dimiliki konsumen untuk membeli suatu produk akan mempengaruhi strategi yang digunakan konsumen untuk memilih dan
membeli produk tersebut. Pencarian informasi
dipengaruhi terutama oleh tersedianya waktu.
Para peneliti telah mendapatkan bahwa ketika tekanan waktu meningkat, konsumen menghabiskan jauh lebih sedikit waktu untuk mencari informasi, menggunakan lebih sedikit informasi yang ada, dan lebih menekankan pada informasi yang tidak menguntungkan dalam mengambil keputusan membeli.
Tiga Tes Waktu
Analisis penggunaan waktu merupakan langkah pertama untuk mencapai kendali yang lebih baik terhadap waktu. Memiliki informasi yang spesifik dan
29
dapat dipercaya, dapat menentukan peluang perbaikan. Cara terbaik untuk mengumpulkan informasi ialah membuat catatan (log) harian. Instruksi dan formulir catatan sejenis tersedia dibuku ini.
Setelah informasi dicatat, harus diperiksa dari tiga sudut pandang: Kepentingan, Kesesuaian, dan Efisiensi. Sudut pandang ini memungkinkan menghentikan tugas tertentu, mendelegasikan tugas pada orang lain, dan menemukan cara untuk meningkatkan efisiensi melalui teknologi, prosedur baru, atau kebiasaan kerja pribadi.
a. Tes Kepentingan. Terlebih dahulu harus mencermati setiapaktivitas untuk memastikan tingkat kepentingannya - bukan hanya menyenangkan, tetapi juga perlu. Tes kepentingan ini mampu mengurangi tugas tugas sehingga hanya tersisa elemen penting saja. b. Tes Kesesuaian. Setelah tugas penting teridentifikasi, langkah selanjutnya ialah menentukan pihak yang melaksanakannya, yaitu kesesuaian dalam hal departemen atau level keterampilan. c. Tes Efesiensi. Analisis ketiga mencermati tugas yang tersisa. Hal ini akan mendorong untuk menemukan cara yang lebih canggih atau merancang prosedur yang lebih baik untuk menangani aktivitas yang berulang.
30
Penentuan Prioritas
Jika kesempatan melibihi sumber daya, keputusan harus diambil. Hal ini terlihat jelas dalam penggunaan waktu. Karena waktu tidak bisa diprosuksi, jadi harus diputuskan apa yang harus dilakukan dan tidak harus dilakukan. Menentukan prioritas penggunaan waktu melalui proses dua langkah:
a. Mendaftar tugas yang harus dilakukan b. Menentukan prioritas tugas yang tercantum dalam daftar
Metode ABC
Penggunaan metode ABC untuk menentukan prioritas yaitu dengan cara menempatkan setiap tugas dalam daftar ke dalam salah satu kategori berikut ini:
a. PRIORITAS A “Harus Dilakukan” – inilah tugas yang penting. Tugas-tugas ini dimasukkan ke dalam kategori ini karena merupakan perintah atasan, perintah pelanggan penting, tengat waktu yang signifikan, atau kesempatan menuju keberhasilan atau kemajuan. b. PRIORITAS B “Sebaiknya Dilakukan” – tugas yang tercakup disini memiliki tingkat kepentingan menengah. Tugas dalam kategori ini dapat berkontribusi pada peningkatan kinerja tetapi bukan yang utama atau tidak memiliki tengat waktu yang mendesak. c. PRIORITAS C “menyenangkan Jika Dilakukan” – kategori ini memiliki nilai
31
yan paling rendah. Meskipun tugas ini menarik atau menyenangkan, tugas ini dapat dihapus, ditunda, atau dijadwalkan untuk periode yang tidak sibuk.
Prioritas A, B, C yang dipilih bersifat fleksibel, tergantung pada pembuatan daftar. Prioritas berubah seiring berjalannya waktu. Tugas yang hari ini tercantum dalam prioritas B mungkin dapat menjadi prioritas A esok hari karena tengat waktu yang semakin dekat. Sama halnya, tugas prioritas A hari ini dapat menjadi prioritas C esok hari jika diselesaikan tepat waktu atau situasi berubah.
Kriteria Penentuan Prioritas
Berikut ini yang menjadi kriteria penentuan prioritas, antara lain:
a. PERTIMBANGAN. Anda adalah hakim terbaik yang berhak menentukan segala sesuatu yang harus dilakukan. Biarkan rasa bersalah yang dirasakan saat tidak berhasil menyelesaikan sesuatu mempertajam pertimbangan Anda. b. RELATIVITAS. Setelah membandingkan tugas atau aktivitas, makaAnda akan semakin memahami tugas yang seharusnya diberi prioritas lebih tinggi daripada yang lain. c. TIMING. Tengat waktu selalu punya cara untuk mendikte prioritas. Yang juga penting tetapi sering terlewatkan ialah waktu memulai pekerjaan yang disyaratkan agar menyelesaikan proyek tepat pada waktunya
32
Teknik Manajemen Waktu
a. Perencanaan. Perencanaan merupakan proses yang kompleks. Namun perencanaan merupakan kunci untuk menghilangkan tekanan akibat terlalu sedikitnya waktu. Perencanaan merupakan cara menstruktur waktu.
Perencanaan membuat dua kontribusi yang membawa tatanan ke dalam hidup. Pertama, perencanaan memberitahu cara beranjak dari kondisi saat ini menuju kondisi yang diinginkan. Kedua, perencanaan mengidentifikasikan sumber daya yang diperlukan agar bisa mencapainya. Perencanaan memungkinkan seseorang mengerjakan dan menyelesaikan proyek sesuai jadwal, sekaligus memperkirakan biaya secara akurat.
Perencanaan biasanya bisa berupa jangka panjang dan jangka pendek. Perencanaan jangka panjang mendeskripsikan hal-hal yang ingin dicapai selama tiga bulan berikutnya, sekaligus proyek apa pun yang durasinya melebihi satu minggu. Perencanaan jangka pendek mencakup hal-hal yang ingin dicapai hari ini atau minggu ini, yang mencakup langkah menuju sasaran jangka panjang.
b. Pembuang Waktu yang Umum. Setiap orang membuang waktu. Hal ini sudah menjadi bagian dari manusia. Terkadang waktu yang terbuang dapat bermanfaat, karena membantu Anda bersantai atau mengurangi ketegangan.
33
Pembuangan waktu biasanya bersumber dari dua sumber. Sumber pertama ialah lingkungan dan yang kedua adalah diri sendiri.
Disorganisasi merupakan alasan utama waktu yang terbuang. Bukti disorganisasi ditunjukkan oleh tata letak area kerja. Segala sesuatu harus diletakkan sesuai tempatnya, agar pada saat membutuhkannya dengan mudah ditemukan.
Penundaan. Kita semua selalu menunda. Biasanya, hal ini disebabkan oleh tugas yang membosankan, sulit, tidak menyenangkan, atau memerlukan kerja keras tetapi pada akhirnya memerlukan penyelesaian. Saat hal ini terjadi, berikut tips untuk mengatasinya: tetapkan tengat waktu, selesaikan terlebih dahulu, buatlah system penghargaan (reward), bagilah pekerjaan menjadi tahapan kecil, aturlah tindak lanjut dan lakukan sekarang!
Kebutuhan Pribadi. Banyak pembuangan waktu yang berasal dari diri sendiri merupakan akibat dari upaya untuk memuaskan kebutuhan pribadi seperti penerimaan sosial, kesempurnaan (perfeksionisme), dan penghindaran risiko. Pada umumnya orang tidak menyadari proses ini.
Waktu
dapat
berinteraksi
dengan
variable-variabel
lainnya
untuk
mempengaruhi perilaku pembelian. Waktu dalam sehari merupakan variable situasional yang penting, yang dapat digunakan untuk mensegmen produk. Unsur
34
situasi waktu dapat pula mempengaruhi situasi strategi distribusi. Konsumen tidak mempunyai cukup waktu ingin memperoleh produk-produk dengan cepat dan usaha yang minimal.
3. Sosialisasi
Sosialisasi adalah suatu proses, dimana anggota masyarakat yang baru mempelajari norma-norma dan nilai-nilai masyarakat dimana dia menjadi anggota (Soekanto, 2009). Sosialisasi adalah proses belajar seorang anggota masyarakat
untuk
mengenal
dan
menghayati
kebudayaan
masyarakat
disekitarnya (Kamus Besar Bahasa Indonesia).
Jadi dapat disimpulkan bahwa sosialisasi adalah proses mempelajari, menghayati, dan menanamkan suatu nilai, norma, peran, pola perilaku yang diperlukan individu-individu untuk dapat berpartisipasi yang efektif dalam kehidupan masyarakat.
Melalui proses sosialisasi, keluarga menyampaikan makna budaya masyarakat, sub budaya, kelas sosial kepada anak-anak mereka dan dengan demikian mempengaruhi afek, kognisi, perilaku anak-anak mereka. Sosialisasi konsumen merujuk ke bagaimana anak-anak mendapatkan pengetahuan tentang produk dan jasa dan keterampilan yang terkait dengan berbagai konsumsi (seperti bagaimana cara menawar).
35
Sosialisasi dapat terjadi secara langsung melalui instruksi “intensional” (=secara sengaja) atau secara tidak langsung melalui observasi dan pemodelan (modeling). Sosialisasi tak langsung terjadi ketika orang tua berbicara tentang produk dan merek atau membawa anak-anak mereka pergi berbelanja.
Kadang-kadang orang tua dengan sengaja mencoba memberikan pelajaran tentang keterampilan konsumen seperti cara mencari produk, mencari harga yang relatif murah, cara tawar-menawar dengan tenaga penjual, mengembalikan produk yang sudah dibelinya akan tetapi tidak cocok, untuk mendapatkan uang kembali, cara membuang produk yang sudah tidak dipakai/dipergunakan (daur ulang, “hold a garage sale”).
Pengetahuan konsumen yang dibentuk mempengaruhi keputusan
sewaktu masih anak-anak dapat
dalam pembelian dikemudian hari. Beberapa orang
dewasa masih menggunakan merek
produk yang sama seperti yang dibelikan
oleh orang tua sebelumnya.
Arus sosialisasi tidak terbatas pada orang tua mempengaruhi anak, akan tetapi anak-anak juga bisa mempengaruhi orang tua mereka (anak memberitahu orang tuanya tentang jenis musik yang baru, cucu memberitahukan kepada nenek/kakeknya tentang perumahan untuk para pensiunan). Sosialisasi konsumen dapat terjadi selama hidup, sebab orang selalu mempelajari ketrampilan konsumen dan mendapatkan pengetahuan produk.
36
Sosialisasi konsumen didasarkan atas tiga komponen : faktor-faktor latar belakang, agen sosialisasi, dan mekanisme pembelajaran seperti ajaran kognitif, operant conditioning, dan pemodelan.
a. Faktor-faktor latar belakang sosialisasi (socialization background factor), meliputi variabel-variabel seperti status sosioekonomis konsumen, jenis kelamin, usia, golongan sosial, dan latar belakang religious. b. Agen sosialisasi adalah mereka yang langsung terlibat dengan konsumen yang berpengaruh karena frekuensi kontak, kepentingan, atau pengendalian atas imbalan dan hukuman yang diberikan kepada konsumen.
Contoh agen
sosialisasi adalah orang tua, saudara laki-laki dan perempuan, teman sebaya, guru, media, dan kepribadian media seperti atlet, bintang film, dan bintang rock. c. Mekanisme pembelajaran. Yang melakukan sosialisasi tersebut selanjutnya akan mempengaruhi proses belajar konsumen melalui proses belajar modeling, proses belajar penguatan, dan proses belajar kognitif.
Menurut Geroge Herbert Mead (dalam Henslin, 2006), sosialisasi yang dilakukan seseorang dapat dibedakan melalui empat tahap:
Pertama, tahap persiapan (preparatory stage) pada tahap ini dialami sejak manusia dilahirkan. Saat seorang anak mempersiapkan diri untuk mengenal dunia sosialnya, termasuk untuk memperoleh pemahaman tentang diri. Dalam hal ini
37
diibaratkan para petani yang menjadi sasaran sosialisasi sebagai seorang anak yang baru lahir, belum tahu sama sekali tentang tata cara pemupukan yang baik dan para petani mulai mempersiapkan diri untuk mengenal apa itu pemupukan berimbang.
Kedua, tahap meniru (play stage) pada tahap ini ditandai dengan semakin sempurnanya seorang anak menirukan peran-peran yang dilakukan oleh orang dewasa. Pada tahap ini mulai terbentuk kesadaran tentang nama dirinya dan siapa nama orangtuanya. Anak mulai menyadari apa yang dilakukan ibunya dan apa yang diharapkannya. Dengan kata lain kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi orang lain juga mulai terbentuk pada tahap ini. Di tahap meniru ini diibaratkan dengan terbentuknya kesadaran diantara para petani tentang apa itu pemupukan berimbang dan bagaimana tata cara pemupukan berimbang yang baik.
Ketiga, tahap siap bertindak (game stage) pada tahap ini penitu sudah mulai berkurang dan digantikan oleh peran yang secara langsung dimainkan sendiri dengan penuh kesadaran. Pada tahap ini lawan berinteraksi semakin banyak dan hubungannya semakin kompleks. Individu mulai berhubungan dengan temannya diluar rumah. Diibaratkan di tahap ketiga ini para petani yang tadinya telah mempunyai kesadaran pemupukan berimbang, secara langsung berperan dalam pelaksanaan pemupukan berimbang.
38
Keempat, tahap penerimaan norma kolektif (generalized stage) pada tahap ini seseorang telah dianggap dewasa. Dia sudah dapat menempatkan dirinya di posisi masyarakat secara luas. Manusia dewasa menyadari pentingnya peraturan, kemampuan bekerja sama, bahkan dengan orang lain yang tidak dikenalnya. Manusia dalam tahap ini telah menjadi warga masyarakat sepenuhnya. Diibaratkan seperti petani secara bersama-sama sudah menjadi pemupukan berimbang sebagai aturan dan bahkan menjadi budaya dalam bidang pertanian.
4. Perilaku Konsumen
Perilaku konsumen adalah perilaku yang ditunjukan oleh konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan menghentikan konsumsi produk dan jasa yang mereka harapkan dapat memuaskan kebutuhan mereka (Schiffman, Kanuk & Wisenbilt, 2010).
Perilaku konsumen adalah studi mengenai individu, kelompok atau organisasi dan proses-proses yang mereka gunakan untuk menyeleksi, mendapatkan, menggunakan, dan menghentikan pemakaian produk, jasa, pengalaman, atau ide untuk memuaskan kebutuhan, serta dampak proses-proses tersebut terhadap konsumen dan masyarakat (Hawkins & Mothersbaugh, 2013).
Perilaku konsumen adalah proses-proses yang terjadi manakala individu atau kelompok memilih, membeli, menggunakan, atau menghentikan pemakaian
39
produk, jasa, ide, atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan hasrat tertentu (Solomon, 2013)
Dimensi perilaku konsumen meliputi tiga aspek utama: tipe, perilaku, dan peranan pelanggan.
Tipe pelanggan meliputi:
Konsumen akhir atau konsumen rumah tangga, yaitu konsumen yang melakukan
pembelian
unutk
kepentingan
dirinya
sendiri,
kepentingan
keluarganya, atau keperluan hadiah bagi teman maupun saudara, tanpa bermaksud untuk menjual-belikannya. Dengan kata lain, pembelian dilakukan semata-mata untuk keperluan konsumsi sendiri.
Konsumen bisnis (disebut pula konsumen organisasional, konsumen industrial, atau konsumen antara) adalah jenis konsumen yang melakukan pembelian untuk keperluan pemrosesan lebih lanjut kemudian dijual (produsen); disewakan kepada pihak lain; dijual kepada pihak lain (pedagang); digunakan untuk keperluan layanan sosial dan kepentingan publik (pasar pemerintah dan organisasi). Dengan demikian, tipe konsumen ini meliputi organisasi bisnis maupun organisasi nirlaba (seperti rumah sakit, sekolah, instansi pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat).
40
Peranan konsumen terdiri dari:
User adalah orang yang benar-benar (secara aktual) mengkonsumsi atau menggunakan produk atau mendapatkan manfaat dari produk atau jasa yang dibeli. Payer adalah orang yang mendanai atau membiayai pembelian. Buyer adalah orang yang berpartisipasi dalam pengadaan produk dari pasar.
Masing-masing peranan diatas bisa dilakukan oleh satu orang, bisa pula oleh individu yang berbeda. Jadi, seseorang bisa menjadi user sekaligus payer dan buyer. Selain itu, bisa juga individu A menjadi payer, B menjadi user, dan C menjadi buyer. Itu semua tergantung pada konteks
atau situasi pembelian.
Perilaku pelanggan, terdiri atas:
Aktivitas mental, seperti menilai kesesuaian merek produk, menilai kualitas produk berdasarkan informasi yang diperoleh dari iklan, dan mengevaluasi pengalaman aktual dari konsumsi produk/jasa.
Aktivitas fisik, meliputi mengunjungi toko, membaca panduan konsumen atau katalog, berinteraksi dengan wiraniaga, dan memesan produk.
Pemahaman atas proses aktivitas mental dan fisik pelanggan ini mengarah pada pengidentifikasian pihak mana saja yang terlibat daslam proses tersebut, siapa saja yang memainkan peran yang ada (user, payer, dan buyer), mengapa
41
proses-proses tertentu bisa terjadi, karakteristik konsumen seperti apa yang menentukan perilaku mereka, dan faktor lingkungan apa yang mempengaruhi proses perilaku pelanggan.
5. Keputusan Pembelian
a. Pengertian Keputusan Pembelian
Menurut Kotler (2005), keputusan pembelian adalah preferensi konsumen atas merek-merek yang ada di dsalam kumpulan pilihan dan niat konsumen untuk membeli merek yang paling disukai. Menurut Schiffman dan Kanuk (2007), keputusan adalah suatu tahapan proses yang berhubungan dengan cara konsumen mengambil keputusan pembelian.
Sedangkan menurut Kotler dan Keller (2007), keputusan pembelian adalah suatu proses keputusan dimana konsumen secara aktual melakukan pembelian produk.
b. Faktor Yang Mempengaruhi Proses Keputusan Pembelian
Menurut Kotler & Keller (2009), perilaku konsumen secara umum dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut:
1) Kebudayaan (culture), faktor kebudayaan berpengaruh luas dan mendalam terhadap perilaku konsumen dalam mengambil keputusan
42
pembelian. Pemasar harus memahami peran yang dimainkan oleh budaya, sub-budaya, dan kelas sosial pembeli.
Budaya (culture) adalah faktor penentu keinginan dan perilaku seseorang yang paling mendasar. Budaya dapat didefinisikan sebagai suatu symbol dan fakta yang diciptakan oleh manusia dan diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya. Perilaku konsumen biasanya dapat dipelajari dari lingkungan skitarnya. Sehingga nilai, persepsi, preferensi, dana perilaku antara seorang yang tinggal pada daerah tertentu dapat berbeda dengan orang lain yang berada di lingkungan yang lain pula.
Sub-budaya (subcultures), setiap budaya memiliki kelompok-kelompok kecil yang merupakan identifikasi dan sosialisasi yang khas untuk perilaku anggotanya. Sub-budaya dibedakan menjadi empat kelompok yaitu kelompok kebangsaan, kelompok keagamaan, wilayah geografis, dan kelompok ras.
Kelas sosial (social classes), yaitu sebuah kelompokyang relatif homogen dan bertahan lama dalam sebuah masyarakat, yang tersusun dalam sebuah urutan jenjang dan para anggota dalam setiap jenjang itu memiliki nilai, tingkah laku yang sama. Kelas sosial tidak ditentukan oleh faktor tunggal seperti pendapatan, kekayaan, dan variable lainnya. Secara umum kelas sosial dibagi menjadi tiga, yaitu upper class, middle class, dan lower
43
class.
2) Sosial (social), perilaku konsumen juga dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial seperti kelompok preferensi, keluarga, peran, dan status sosial dari konsumen.
Kelompok acuan (preference groups), seseorang adalah semua kelompok yang mempunyai
pengaruh langsung atau tidak langsung
terhadap sikap atau perilaku orang tersebut. Kelompok yang mempunyai pengaruh langsung disebut kelompok keanggotaan (membership group). Beberapa dari kelompok ini merupakan kelompok primer (primary group) dengan siapa seseorang berinteraksi dengan apa adanya secara terus menerus dan tidak resmi, seperti keluarga, teman, tetangga dan rekan kerja. Masyarakat juga menjadi kelompok sekunder (secondary group),
seperti
agama,
professional
dan
kelompok
persatuan
perdagangan, yang cenderung lebih resmi dan memerlukan interaksi yang kurang berkelanjutan.
Keluarga, adalah organisasi pembelian konsumen yang paling penting dalam masyarakat dan anggota keluarga merepresentasikan kelompok referensi utama yang paling berpengaruh. Ada dua keluarga dalam kehidupan pembeli. Yang pertama, keluarga orientasi (family of erientation) terdiri dari orang tua kandung dan saudara kandung. Yang
44
kedua, keluarga prokreasi (family of procreation) yaitu pasangan dan anak-anak.
3) Pribadi
(personal),
keputusan
pembeli
juga
dipengaruhi
oleh
karakteristik pribadi, antara lain:
Usia dan tahap siklus hidup (age and stage in life cycle), orang akan mengubah barang dan jasa yang mereka beli sepanjang kehidupan mereka. Kebutuhan dan selera seseorang akan berubah sesuai dengan usia. Pembelian dibentuk oleh tahap daur hidup keluarga. Sehingga pemasar hendaknya memperhatikan perubahan minat pembelian yang terjadi berhubungan dengan daur hidup manusia.
Pekerjaan dan keadaan ekonomi (working and economic condition), pekerjaan mempengaruhi pola konsumsi dan pilihan produk dipengaruhi oleh keadaan ekonomi; penghasilan yang dapat dibelanjakan (tingkat, stabilitas, dan pola waktu), tabungandan asset, utang, kekuatan pinjaman dan sikap terhadap pengeluaran dan tabungan. Dengan demikian pemasar berusaha mengidentifikasikan kelompok pekerjaan yang mempunyai minat di atas rata-rata terhadap produk dan jasa yang mereka tawarkan dan bahkan menghantarkan produk khusus untuk kelompok pekerja tertentu.
45
Kepribadian dan konsep diri (personality and self concept), tiap orang mempunyai kepribadian yang khas dan ini akan mempengaruhi perilaku pembeliannya. Keperibadian mengacu pada karakteristik psikologis yang unik ang menimbulkan tanggapan relative konstan terhadap lingkungan sendiri. Kepribadian sangat bermanfaat untuk menganalisis perilakuk konsumen bagi berbagai pilihan produk dan merek. Atau pemasar juga dapat menggunakan konsep diri atau cerita diri seseorang. Untuk memahami perilaku konsumen, pemasar dapat melihat pada hubungan antara kosnep diri dan harta yang dimiliki seseorang.
Gaya hidup dan nilai inti (life style and core value), orang yang berasal dari subbudaya, kelas sosial dan pekerjaan yang sama dapat mempunyai gaya hidup yang berbeda. Gaya hidup adalah pola hidup seseorang di dunia yang tercermin dalam kegiatan, minat, dan pendapat. Gaya hidup memotret interaksi “seseorang secara utuh” dengan lingkungannya. Gaya hidup terbentuk oleh keterbatasan uang dan keterbatasan waktu. Keputusan pembelian juga dipengaruhi oleh nilai inti, sistem kepercayaan yang mendasari sikap dan perilaku. Nilai inti lebih dalam daripada perilaku atau sikap dan menentukan pilihan dan keinginan seseorang pada tingkat dasar dalam jangka panjang.
46
c. Tahapan Proses Keputusan Pembelian
Proses keputusan konsumen bisa diklasifikasikan secara garis besar ke dalam tiga tahap utama: pra-pembelian, konsumsi dan evaluasi purnabeli. Tahap pra-pembelian mencakup semua aktivitas konsumen yang terjadi sebelum terjadinya transaksi pembelian dan pemakaian jasa. Tahap ini meliputi tiga proses, yakni identifikasi kebutuhan, pencarian informasi dan evaluasi alternatif. Tahap konsumsi merupakan tahap proses keputusan konsumen dimana konsumen membeli dan menggunakan produk atau jasa. Sedangkan tahap evaluasi purnabeli adalah tahap proses pembuatan keputusan konsumen sewaktu konsumen menentukan apakah ia telah membuat keputusan pembelian yang tepat.
Gambar 2.1 Model Perilaku Konsumen Jasa
Kesemua proses dalam gambar 2.1 dilalui manakala konsumen membeli jasa keterlibatan tinggi (high involvement services), yaitu jasa yang secara psikologis penting bagi konsumen karena menyangkut kebutuhan sosial atau self esteem, serta memiliki persepsi rersiko yang besar (risiko sosial, risiko psikologis, dan risiko finansial).
47
Sementara dalam situasi pembelian jasa keterlibatan rendah, proses pencarian informasi dan evaluasi alternatif biasanya minimum. Tak jarang bahkan keputusan pembelian dilakukan secara impulsif. Tingkat keterlibatan konsumen dengan pembelian produk atau jasa tertentu amat tergantung pada kebutuhan yang ingin dipuaskan dan sumber daya yang tersedia. Dengan demikian, produk keterlibatan tinggi bagi seseorang, bisa jadi adalah produk keterlibatan rendah bagi orang lain.
Identifikasi Kebutuhan Proses pembelian diawali ketika seseorang mendapatkan stimulus (pikiran,
tindakan
atau
motivasi)
yang
mendorong
dirinya
untuk
mempertimbangkan pembelian barang atau jasa tertentu. Stimulus bisa berupa: 1) Commercial cues, yaitu kejadian atau motivasi yang memberikan stimulus bagi konsumen untuk melakukan pembelian, sebagai hasil usaha promosi perusahaan 2) Social cues adalah stimulus yang didapatkan dari kelompok referensi yang
dijadikan panutan atau acuan oleh seseorang.
3) Physical cues, yakni stimulus yang ditimbulkan karena rasa haus, lapar, lelah dan biological cues lainnya. Stimulus mempengaruhi kebutuhan seseorang akan produk atau jasa
48
tertentu. Seorang konsumen akan merasakan kebutuhan untuk membeli suatu produk atau jasa pada situasi “shortage” (kebutuhan yang timbul karena konsumen tidak memiliki produk atau jasa tertentu) maupun “unfulfilled desire” kebutuhan yang timbul karena ketidakpuasan pelanggan terhadap produk atau jasa saat ini). Karena interaksi sosial berlangsung dalam penyampaian jasa (khususnya jasa kontak tinggi), pemahaman atas nilai pelanggan atau kebutuhan fundamental sangat esensial bagi terciptanya kepuasan dan loyalitas pelanggan. Pemahaman atas kebutuhan dasar manusia berperan penting dalam pemahaman atas cara konsumen bereaksi terhadap pengalaman penyampaian jasa.
Pencarian Informasi Identifikasi masalah atau kebutuhan memerlukan solusi yang biasanya berupa pembelian barang atau jasa spesifik. Sebelum memutuskan tipe produk, merek spesifik, dan pemasok yang bakal dipilih, konsumen biasanya mengumpulkan berbagai informasi mengenai alternatif-alternatif yang ada. Akan tetapi, dalam semua proses pembuatan keputusan konsumen, jarang sekali dijumpai ada konsumen yang mempertimbangkan hanya sebagian merek, produk atau pemasok yang diorganisasikan ke dalam: 1) Awareness set, terdiri atas merek-merek atau pemasok-pemasok yang
49
diketahui pelanggan. 2) Evoked set, terdiri atas merek atau pemasok dalam sebuah kategori produk atau jasa yang diingat pelanggan sewaktu membuat keputusan pembelian. 3) Consideration set, terdiri dari merek atau pemasok di dalam evoked set yang akan dipertimbangkan pelanggan untuk dibeli setelah merek atau pemasok yang dianggap tidak memenuhi kebutuhan dieliminasi
Mullins, Walker & Boyd (2008) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang berpotensi meningkatkan aktivitas pencarian informasi pra-pembeli antara lain: 1) Faktor produk: Rentang waktu antar pembelian lama (produk yang jarang digunakan atau produk tahan lama); Model atau corak produk sering berubah; Volume pembelian besar; Harga produk relatif mahal; Banyak tersedia merek alternatif; Banyak terdapat variasi fitur produk atau jasa. 2) Faktor situasional: Pengalaman: pembelian untuk pertama kali, tidak ada pengalaman masa lalu karena produknya masih baru, dan pengalaman masa lalu yang tidak memuaskan terhadap kategori produk yang dibeli. Penerimaan sosial: produk atau jasa yang dibeli dimaksudkan sebagai
50
hadiah untuk orang lain, produk atau jasa yang dibeli bernilai sosial tinggi (socially visible). Pertimbangan berkenaan dengan nilai produk: pembelian produk atau jasa tidak bersifat wajib, semua alternatif merek/produk memiliki konsekuensi positif-negatif, anggota keluarga tidak sepakat mengenai kriteria produk atau evaluasi alternatif merek, pembelian berkaitan dengan pertimbangan ekologis, banyak sumber informasi yang saling bertentangan. 3) Faktor personal: Karakteristik
demografis
konsumen:
bependidikan
tinggi,
perpenghasilan tinggi, pekerja berkerah putih (white-collar occupation), berusia dibawah 35 tahun. Kepribadian: berpikiran terbuka (open-minded), low-risk perceiver, keterlibatan produk tinggi, orang yang menikmati aktivitas berbelanja dan mencari informasi produk atau jasa. Dalam pembelian jasa konsumen lebih mengandalkan sumber personal dikarenakan faktor-faktor berikut: Pertama, media massa bisa mengomunikasikan informasi tentang search quality namun tidak terlalu efektif dalam menyampaikan experience quality. Dengan cara bertanya kepada teman tentang sebuah jasa, pelanggan bisa mendapatkan informasi memadai tentang experience
51
quality. Kedua, sumber non-personal kemungkinan tidak bersedia karena: Banyak penyedia jasa adalahperusahaan local yang tidak berpengalaman dalam beriklan atau tidak memiliki dana untuk itu. Cooperative advertising (periklanan yang didanai bersama oleh pengecer dan pemanafaktur) jarang digunakan karena kebanyakan penyedia jasa local adalah produsen sekaligus pengecer jasa. Asosiasi profesional melarang periklanan selama bertahun-tahun sehingga baik kalangan professonal maupun klien cenderung menolak iklan meskipun kini iklan diijinkan pada beberapa tipe profesi tertentu. Ketiga, karena pelanggan hanya bisa menelaah sedikit atribut sebelum pembelian jasa, mereka cenderung mempersepsikan risiko yang lebih besar dalam memilih alternatif yang tidak begitu dikenal.
Evaluasi Alternatif Setelah terkumpul berbagai alternatif solusi, konsumen kemudian mengevaluasi dan menyeleksinya untuk menentukan pilihan akhir. Proses evaluasi bisa sistematis (menggunakan serangkaian langkah formal, seperti model multi-atribut), bisa pula non-sistematis (memilih secara acak atau semata-mata mengandalkan intuisi). Kendati demikian, model multi-atribut sangat popular di kalangan peneliti perilaku konsumen. Menurut model ini,
52
konsumen menggunakan sejumlah atribut atau dimensi penting sebagai referensi utama dalam mengevaluasi sebuah jasa (lihat tabel 2.2). TABEL 2.2 ATRIBUT YANG BIASA DIGUNAKAN KONSUMEN UNTUK MENGEVALUASI JASA KATEGORI Atribut biaya
ATRIBUT SPESIFIK - Harga pembelian - Biaya pengoperasian - Biaya reparasi - Biaya ekstra - Biaya instalasi - Tunjangan tukar-tambah - Nilai atau harga jual kembali
Atribut kinerja
- Durabilitas atau keawetan - Kualitas bahan - Konstruksi - Keandalan - Kinerja fungsional (akselerasi, nutrisi, rasa) - Efisiensi - Keamanan
Atribut sosial
- Reputasi merek - Citra status - Popularitas di kalangan teman-teman - Popularitas di antara anggota keluarga - Gaya atau corak (style) - Fashion
Atribut ketersediaan
- Tersedia di toko-toko setempat - Syarat kredit - Kualitas layanan yang tersedia di dealer setempat - Waktu pengiriman
Sumber: Mullins, Walker & Boyd (2008).
53
Atribut-atribut tersebut mencerminkan berbagai aspek relevan dalam pengalaman jasa spesifik. Konsumen yang berbeda cenderung menggunakan serangkaian atribut yang berbeda dalam mengevaluasi berbagai alternatif merek dalam kategori produk/jasa yang sama. Bahkan sekalipun dua orang memakai serangkaian atribut yang sama, keputusan pembeliannya bisa berbeda dikarenakan tingkat kepentingan masing-masing atribut berbeda bagi masing-masing individu.
Pembelian dan Konsumsi Salah satu perbedaan fundamental antara pembelian barang dan pembelian jasa adalah adalah menyangkut proses produksi dan konsumsi. Pada barang, tahap pembelian dan konsumsi biasanya terpisah. Meskipun terdapat interaksi antara pemasar dan pelanggan selama tahap pembelian aktual, tahap pemakaian barang biasanya terlepas dari pengaruh langsung para pemasar. Sebaliknya, sebagian besar jasa diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan. Konsekuensinya, perusahaan jasa berpeluang besar untuk secara aktif membantu pelanggan memaksimumkan nilai dari pengalaman konsumsinya. Penyedia jasa bisa secara efektif mempengaruhi proses konsumsi dan evaluasi.
54
Evaluasi Purnabeli Setelah pilihan dibuat dan jasa dibeli serta dikonsumsi, evaluasi purnabeli akan berlangsung. Dalam tahap ini, konsumen mungkin mengalami disonansi kognitif (keraguan menyangkut ketepatan keputusan pembelian). Apabila konsumen kecewa dikarenakan produk atau jasa bersangkutan tidak memenuhi kebutuhan yang dimaksud, tidak berfungsi/beroperasi secara memuaskan atau tidak sepadan dengan harganya, konsumen bersangkutan berkemungkinan mengatribusikan ketidakpuasannya pada sejumlah sumber, misalnya penyedia jasa, pengecer atau dirinya sendiri.
B. Kajian Riset Terdahulu Penelitian ini juga pernah diangkat sebagai topik penelitian oleh beberapa peneliti sebelumnya, maka peneliti juga diharuskan untuk mempelajari penelitian-penelitian terdahulu yang dapat menjadi acuan dalam penelitian ini. Berikut ini ditampilkan pada table 2.3 penelitian terdahulu:
55
TABEL 2.3 PENELITIAN TERDAHULU No
Peneliti
Judul Penelitian
1.
Fifyanita Ghanimata (2012)
2.
Fivi Rahmatus Sofiyah (2013)
3.
Mahendra Mahardja Asmoro (2011)
Analisis Pengaruh Harga, Kualitas Produk, dan Lokasi Terhadap Keputusan Pembelian (Lokasi) Pengaruh Harga dan Waktu Terhadap Keputusan Pembelian Jajanan Kaki Lima Daerah Medan Johor Medan (Waktu) Pengaruh Kualitas Nilai Dasar Budaya, Kualitas Sosialisasi, Kualitas Individu Dan Sikap Terhadap Keputusan Pembelian Cat Merek Dulux (Sosialisasi)
4.
5.
Tina Susanti (2012)
Desmalita Eka Santi (2014)
Analisis Pengaruh Kualitas Produk, Harga, Lokasi dan Kualitas Pelayanan Terhadap Keputusan Pembelian (Lokasi) Analisis Pengaruh Produk, Lokasi, Promosi dan Kualitas Pelayanan Terhadap Keputusan Pembelian Produk Merchandise (Lokasi)
Sumber dari berbagai literature.
56
Metode Penelitian SPSS (Statical Package for the Social Sciences) (Statical Package for the Social Sciences) SPSS (Statical Package for the Social Sciences)
Hasil Penelitian Lokasi berpengaruh terhadap Keputusan Pembelian Waktu berpengaruh terhadap Keputusan Pembelian
SPSS (Statical Package for the Social Sciences)
Sosialisasi berpengaruh terhadap Keputusan Pembelian
SPSS (Statical Package for the Social Sciences)
Lokasi berpengaruh terhadap Keputusan Pembelian
SPSS (Statical Package for the Social Sciences)
Lokasi berpengaruh terhadap Keputusan Pembelian
C. Rerangka Pemikiran Berikut adalah rerangka pemikiran penelitian ini: GAMBAR 2.2 RERANGKA PEMIKIRAN Latar Belakang
Tujuan
Fenomena yang terjadi saat ini menunjukkan adanya penurunan pengunjung pertunjukan seni teater di Gedung Kesenian Jakarta.
Untuk menganalisa lokasi, waktu serta sosialisasi terhadap keputusan pembelian tiket pertunjukan seni teater di Gedung Kesenian Jakarta
Rumusan Masalah 1. Apakah lokasi berpengaruh terhadap keputusan pembelian tiket pertunjukan seni teater di Gedung Kesenian Jakarta? 2. Apakah waktu berpengaruh terhadap keputusan pembelian tiket pertunjukan seni teater di Gedung Kesenian Jakarta? 3. Apakah sosialisasi konsumen berpengaruh terhadap keputusan pembelian tiket pertunjukan seni teater di Gedung Kesenian Jakarta? 4. Apakah lokasi, waktu serta sosialisasi berpengaruh terhadap keputusan pembelian tiket pertunjukan seni teater di Gedung Kesenian Jakarta?
Analisis Data untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel bebas yaitu: Pengaruh Lokasi (X1), Waktu (X2) serta Sosialisasi (X3) terhadap variabel terikat, yaitu Keputusan Pembelian (Y). Y = a + b1X1 + b2X2 + b2X3
Hipotesis H1: Terdapat pengaruh parsial lokasi terhadap keputusan pembelian pembelian H2: Terdapat pengaruh parsial waktu terhadap keputusan pembelian pembelian H3: Terdapat pengaruh parsial sosialisasi terhadap keputusan pembelian pembelian H4: Terdapat pengaruh simultan lokasi, waktu serta sosialisasi terhadap keputusan
57
Gambar 2.2 menggambarkan bahwa keputusan pembelian tiket pertunjukan teater di pengaruhi oleh banyak faktor, beberapa diantaranya adalah lokasi, waktu dan sosialisasi pertunjukan tersebut. Hal ini berdasarkan hasil penelitian Pandora L. Kay, Emma Wong dan Micheal Jay Polonsky mengenai Marketing cultural attactions: understanding non-attendance and visitation barriers.
D. Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan penelitian. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan masih berdasarkan teori. Hipotesis yang dirumuskan atas dasar rerangka pikir yang merupakan jawaban sementara atas masalah yang dirumuskan. Tujuan dari hipotesa adalah untuk menentukan apakah jawaban dugaan yang bersifat hipotesis sesuai dengan fakta yang dikumpulkan dan dianalisa dalam proses pengujian data.
1. Pengaruh Lokasi Terhadap Keputusan Pembelian tiket pertunjukan teater di Gedung Kesenian Jakarta.
Beberapa pendapat serta penelitian mengenai adanya pengaruh lokasi terhadap keputusan pembelian cukup memberikan gambaran mengenai ada atau tidaknya hubungan antara kedua hal tersebut.
Beberapa penelitian terdahulu, seperti penelitian dari Fifyanita
58
Ghnaimata (2012), Tina Susanti (2012) hingga Desmalita Eka Santi (2014) menunjukkan bahwa lokasi berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian.
H1 : Lokasi berpengaruh terhadap keputusan pembelian tiket pertunjukan teater di Gedung Kesenian Jakarta
2. Pengaruh Waktu Terhadap Keputusan Pembelian tiket pertunjukan teater di Gedung Kesenian Jakarta.
Hasil penelitian dari Fivi Rahmatus Sofiyah (2013), menunjukkan bahwa waktu berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian.
H2 : Waktu berpengaruh terhadap keputusan pembelian tiket pertunjukan teater di Gedung Kesenian Jakarta
3. Pengaruh Sosialisasi Terhadap Keputusan Pembelian tiket pertunjukan teater di Gedung Kesenian Jakarta.
Hasil penelitian dari Mahendra Maharja Asmoro (2011), menunjukkan bahwa sosialisasi berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian.
H3 : Sosialisasi berpengaruh terhadap keputusan pembelian tiket pertunjukan teater di Gedung Kesenian Jakarta.
59