BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
A. Teori Legitimasi (Legitimacy Theory) Definisi teori legitimasi adalah suatu kondisi atau status, yang ada ketika suatu sistem nilai perusahaan kongruen dengan sistem nilai dari sistem sosial yang lebih besar di mana perusahaan merupakan bagiannya. Ketika suatu perbedaan yang nyata atau potensial, ada antara kedua sistem nilai tersebut, maka akan muncul ancaman terhadap legitimasi perusahaan (Saidi, 2004) dalam Damara (2012). Dowling dan Pfeffer (1975) dalam Ghozali dan Chariri (2007) menjelaskan bahwa teori legitimasi sangat bermanfaat dalam menganalisis perilaku organisasi. Dowling dan Pfeffer (1975) dalam Ghozali dan Chariri (2007) mengatakan bahwa : “Legitimasi adalah hal yang penting bagi organisasi, batasan-batasan yang ditekankan oleh norma-norma dan nilai-nilai sosial, dan reaksi terhadap batasan tersebut mendorong pentingnya analisis perilaku organisasi dengan memperhatikan lingkungan”.
Legitimasi organisasi dapat dilihat sebagai sesuatu yang diberikan masyarakat kepada perusahaan dan sesuatu yang diinginkan atau dicari perusahaan dari masyarakat (Ghozali dan Chariri, 2007).
7
8
Dengan demikian, legitimasi dapat dikatakan sebagai manfaat atau sumber potensial bagi perusahaan untuk bertahan hidup. Ketika ada perbedaan antara nilai-nilai yang dianut perusahaan dengan nilai-nilai masyarakat, legitimasi perusahaan akan berada pada posisi terancam. Teori legitimasi penting bagi organisasi karena teori legitimasi didasari oleh batasan-batasan, norma-norma, nilai-nilai dan peraturan sosial yang membatasi perusahaan agar memperhatikan kepentingan sosial dan dampak dari reaksi sosial yang dapat ditimbulkan. Dengan melakukan pengungkapan sosial, perusahaan merasa keberadaan dan aktivitasnya terlegitimasi. Ketika terdapat perbedaan antara kedua nilai tersebut, maka perusahaan perlu untuk mengevaluasi nilai sosialnya dan menyesuaikannya dengan nilai – nilai yang ada di masyarakat. Perusahaan juga dapat mengubah nilai – nilai sosial yang ada atau persepsi terhadap perusahaan sebagai taktik legitimasi. B. Teori Stakeholder Teori Stakeholder (stakeholder theory) menyatakan bahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya beroperasi untuk kepentingannya sendiri, namun harus memberikan manfaat bagi stakeholdernya (pemegang saham, kreditor, konsumen, supplier, pemerintah, masyarakat, analis dan pihak lain). Dengan demikian, keberadaan suatu perusahaan sangat dipengaruhi oleh dukungan yang diberikan oleh stakeholder kepada perusahaan tersebut, Yulfaida (2012). Menurut Gray, Kouhy dan Adam (1994, p.53) dalam Chariri dan Ghozali (2007) mengatakan bahwa kelangsungan hidup perusahaan tergantung pada dukungan stakeholder dan dukungan tersebut harus dicari sehingga aktivitas
9
perusahaan adalah untuk mencari dukungan tersebut. Makin powerfull stakeholder, makin besar usaha perusahaan untuk beradaptasi. Pengungkapan sosial dianggap sebagai bagian dari dialog antara perusahaan dengan stakeholdernya. Kurangnya perhatian terhadap stakeholder (dalam pendekatan passive posture) akan mengakibatkan rendahnya tingkat pengungkapan informasi sosial dan rendahnya kinerja sosial perusahaan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa teori stakeholder lebih mempertimbangkan posisi stakeholder saja. Kelompok stakeholder inilah yang menjadi bahan pertimbangan utama bagi perusahaan dalam mengungkapkan dan atau tidak mengungkapkan suatu informasi di dalam laporan keuangan maupun laporan tahunan. Dalam pandangan teori stakeholder, perusahaan memiliki stakeholder bukan hanya memiliki shareholder saja. Stakeholder
akan
mempengaruhi
pelaksanaan
dan
pengungkapan
pertanggungjawaban sosial, (Ullman,1985) dalam Anggraini (2011). Sehingga
dapat
disimpulkan
bahwa
teori
stakeholder
lebih
mempertimbangkan posisi stakeholder saja. Kelompok stakeholder inilah yang menjadi bahan pertimbangan utama bagi perusahaan dalam mengungkapkan dan/atau tiadak mengungkapkan suatu informasi di dalam laporan keuangan maupun laporan tahunan. Dalam pandangan teori stakeholder, perusahaan memiliki stakeholder bukan hanya memiliki shareholder saja, Anggraini (2011). C. Corporate Social Responsibility (CSR) Pertanggungjawan Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) adalah mekanisme bagi suatu organisasi untuk secara sukarela
10
mengintegrasikan perhatian terhadap lingkungan dan social kedalam operasinya dan interaksinya dengan stakeholders yang melebih tanggung jawab organisasi di bidang hukum (Darwin, 2004). Menurut The World Business Council for Sustainable Development (Nurlela dan Ishlahuddin, 2008), Corporate Social Responsibility atau tanggung jawab sosial perusahaan didefinisikan sebagai komitmen bisnis untuk memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi berkelanjutan. Hal tersebut dilakukan melalui kerja sama dengan para karyawan serta perwakilan mereka, keluarga mereka, komunitas setempat maupun masyarakat umum untuk meningkatkan kualitas kehidupan dengan cara yang bermanfaat baik bagi bisnis sendiri maupun untuk pembangunan. Menurut Ghozali dan Chariri (2007),
pengungkapan tanggung jawab
sosial perusahaan merupakan proses yang digunakan oleh perusahaan untuk mengungkapkan
informasi
berkaitan
dengan
kegiatan
perusahaan
dan
pengaruhnya terhadap kondisi sosial masyarakat dan lingkungan. CSR didefinisikan sebagai suatu komitmen yang berkelanjutan oleh para pebisnis untuk berperilaku etis dan memberi kontribusi pada pengembangan ekonomi, bahkan meningkatkan kualitas hidup bagi tenaga kerja dan keluarganya dan masyarakat luas. Ada empat manfaat yang diperoleh bagi perusahaan dengan mengimplementasikan CSR. Pertama, keberadaan perusahaan dapat tumbuh dan berkelanjutan dan perusahaan mendapatkan citra (image) yang positif dari masyarakat luas. Kedua, perusahaan lebih mudah memperoleh akses terhadap kapital (modal). Ketiga, perusahaan dapat mempertahankan sumber daya manusia
11
(human resources) yang berkualitas. Keempat, perusahaan dapat meningkatkan pengambilan keputusan pada hal-hal yang kritis (critical decision making) dan mempermudah pengelolaan manajemen risiko (risk management) (Efendi, 2007). Dalam UU No.40 pasal 66 ayat 2 tahun 2007 telah dijelaskan bahwa perusahaan wajib memuat pelaporan tentang pertanggungjawaban social dan lingkungan. Pengungkapan sosial yang dilakukan oleh perusahaan sejak di keluarkannya UU No.40 pasal 74 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Dimana perusahaan yang melakukan kegiatan usaha di bidang/berkaitan dengan sumber daya
alam wajib
Undangundang
melakukan tanggung
tersebut
menjadi
jawab sosial dan
landasan
bahwa
lingkungan.
pengungkapan
pertanggungjawaban sosial merupakan mandatory disclosure untuk setiap perusahaan di Indonesia bukan lagi voluntary disclosure. Metode untuk menilai pengungkapan pertanggungjawaban sosial perusahaan selama ini ada beberapa cara, karena sulitnya untuk menilai secara kuntitatif pertanggungjawaban sosial perusahaan. Namun, yang sering dipergunakan adalah metode konten analisis laporan tahunan perusahaan atau check list (Fauzi,2008). Indeks CSRI = Indeks CSRI: indeks pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan N
: jumlah item yang diungkapkan perusahaan
K
: jumlah skor maksimal
12
D. Kepemilikan institusional Kepemilikan institusional merupakan kepemilikan saham perusahaan yang mayoritas dimiliki oleh institusi atau lembaga (perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi, asset management dan kepemilikan institusi lain). Kepemilikan institusional merupakan pemegang saham terbesar sehingga merupakan sarana untuk memonitor manajemen (Djakman dan Machmud,2008). Investor institusional dapat meminta manajemen perusahaan untuk mengungkapkan informasi sosial dalam laporan tahunannya untuk transparansi kepada stakeholders untuk memperoleh legitimasi dan menaikkan nilai perusahaan melalui mekanisme pasar modal sehingga mempengaruhi harga saham perusahaan (Mahoney, 2007). Kepemilikan Institusi = Jumlah kepemilikan saham pihak institusi Jumlah saham yang beredar E. Leverage
x100%
Leverage merupakan alat untuk mengukur seberapa besar perusahaan pada kreditur dalam membiayai aset perusahaan. Perusahaan yang mempunyai tingkat leverage yang tinggi berarti sangat tergantung pada pinjaman luar untuk membiayai asetnya. Sedangkan perusahaan yang mempunyai tingkat leverage rendah lebih banyak membiayai asetnya dengan modal sendiri. Tingkat leverage perusahaan dengan demikian menggambarkan resiko keuangan perusahaan (Sembiring, 2005). Menurut Schipper (1981) dan Meek et. al., (1995) dalam Anggraini (2006) menyebutkan bahwa tambahan informasi diperlukan untuk menghilangkan keraguan pemegang obligasi terhadap dipenuhinya hak-hak mereka sebagai
13
kreditur. Oleh karena itu perusahaan dengan rasio leverage yang tinggi memiliki kewajiban untuk melakukan pengungkapan yang lebih luas daripada perusahaan dengan rasio leverage yang rendah. (DER) =
total kewajiban
F. Growth ( Pertumbuhan Perusahaan ) Pertumbuhan perusahaan (growth) dapat menunjukkan peningkatan kinerja keuangan perusahaan. Maria Ulfa (2009) menyatakan bahwa growth merupakan tingkat pertumbuhan perusahaan yang diukur dengan pertumbuhan penjualan perusahaan. Penjualan adalah hasil dari proses pertukaran barang atau jasa dari penjual dan pembeli yang diperoleh dari hasil kali antara harga jual dengan kuantitas yang terjual. Pertumbuhan penjualan yang diatas rata-rata bagi suatu perusahaan pada urutannya didasarkan pada pertumbuhan cepat yang diharapkan dan industri dimana perusahaan beroperasi (Djauharotun, 2005). Pertumbuhan perusahaan merupakan salah satu pertimbangan para investor dalam menanamkan investasinya. Perusahaan yang memiliki kesempatan tumbuh yang tinggi diharapkan akan memberikan profitabilitas yang tinggi di masa depan, diharapkan laba lebih persisten, sehingga investor akan tertarik untuk berinvestasi di perusahaan tersebut. Perusahaan dengan pertumbuhan tinggi akan mendapat banyak sorotan sehingga diprediksi perusahaan yang mempunyai kesempatan pertumbuhan yang lebih tinggi cenderung lebih banyak melakukan Corporate Social Responsibility Disclosure, Sari (2012). =
Penjualan − Penjualan Penjualan
14
G. Size ( Ukuran Perusahaan ) Ukuran perusahaan merupakan variabel penduga yang banyak digunakan untuk menjelaskan variasi pengungkapan dalam laporan tahunan perusahaan. Menurut Siregar dan Utama dalam Nofandrilla (2008), semakin besar ukuran perusahaan, informasi yang tersedia untuk investor dalam pengambilan keputusan sehubungan dengan investasi saham semakin banyak. Penelitian yang dilakukan oleh Sembiring (2005) menemukan pengaruh positif ukuran perusahaan (size) terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial. Penelitian ini menggunakan total aset untuk menganalisis pengaruh ukuran perusahaan (size) terhadap Corporate Social Responsibility Disclosure. Penelitian ini menggunakan total aset untuk menganalisis pengaruh ukuran perusahaan (size) terhadap Corporate Social Responsibility Disclosure. = H.
natural (total aset)
Global Reporting Initiatives GRI (Global Reporting Initiatives) merupakan sebuah organisasi nirlaba
internasional di bidang keberlanjutan yang terstruktur berbasis
jaringan.
Kegiatannya melibatkan ribuan tenaga profesional dan organisasi dari berbagai sektor,
konstituen dan
wilayah.
GRI
mendorong
penerapan pelaporan
keberlanjutan sebagai cara bagi perusahaan dan organisasi agar lebih berkelanjutan dan berkontribusi pada ekonomi global yang berkelanjutan. Misi GRI adalah membuat pelaporan keberlanjutan menjadi praktik standar, agar
15
semua perusahaan dan organisasi dapat melaporkan kinerja dan dampak ekonomi, lingkungan, sosial dan tata kelola mereka (GRI, 2013). Dibandingkan dengan versi pedoman sebelumnya, G4 memberikan penekanan lebih besar atas kebutuhan organisasi tentang fokus dalam proses pelaporan dan laporan final, yang berisikan topik-topik yang bersifat material bagi bisnis dan pemangku kepentingan utama perusahaan. Hal ini akan menjadikan laporan tersebut lebih relevan, lebih kredibel, lebih ramah pengguna dan memungkinkan organisasi memberikan informasi secara lebih baik kepada pasar dan masyarakat mengenai masalah-masalah keberlanjutan (GRI, 2013) Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pedoman GRI (Global Reporting Initiatives) versi 4 atau G4 yang memiliki 3 kategori yaitu ekonomi, lingkungan dan sosial serta didalamnya terdiri dari 91 item indikator, yang terdiri dari: 1) Ekonomi, terdiri dari aspek: a) Kinerja ekonomi (4 indikator) b) Keberadaan Pasar (2 indikator) c) Dampak Ekonomi Tidak Langsung (2 indikator) d) Praktik Pengadaan (1 indikator) 2) Lingkungan, terdiri dari aspek: a) Bahan (2 indikator) b) Energi (5 indikator) c) Air (3 indikator)
16
d) Keanekaragaman Hayati (4 indikator) e) Emisi (7 indikator) f) Efluen dan Limbah (5 indikator) g) Produk dan Jasa (2 indikator) h) Kepatuhan (1 indikator) i) Transportasi (1 indikator) j) Lain-lain (1 indikator) k) Asesmen pemasok atas lingkungan (2 indikator) l) Asesmen mekanisme pengaduan masalah lingkungan (1 indikator) 3) Sosial Sub kategori : Praktik Ketenagakerjaan Dan Kenyamanan Bekerja, terdiri dari Aspek: a) Kepegawaian (3 indikator) b) Hubungan Industrial (1 indikator) c) Kesehatan dan keselamatan kerja (4 indikator) d) Pelatihan dan Pendidikan (3 indikator) e) Keberagaman dan kesetaraan peluang (1 indikator) f) Kesetaraan Remunerasi Perempuan dan Laki-laki (1 indikator) g) Asesmen Pemasok terkait Praktik Ketenagakerjaan (2 indikator) h) Mekanisme pengaduan masalah ketenagakerjaan (1 indikator) Sub Kategori : Hak Asasi Manusia, terdiri dari aspek : a) Investasi (2 indikator) b) Non diskriminasi (1 indikator)
17
c) Kebebasan berserikat dan perjanjian kerja bersama (1 indikator) d) Pekerja anak (1 indikator) e) Pekerja paksa atau wajib pajak (1 indikator) f) Praktik pengamanan (1 indikator) g) Hak adat (1 indikator) h) Asesmen pemasok atas hak asasi manusia (2 indikator) i) Mekanisme pengaduan masalah hak asasi manusia ( 1 indikator) Sub kategori : Masyarakat, terdiri dari aspek: a) Masyarakat lokal (2 indikator) b) Anti korupsi (3 indikator) c) Kebijakan publik (1 indikator) d) Kepatuhan (1 indikator) e) Asesmen pemasok atas dampak terhadap masyarakat (2 indikator) f) Mekanisme pengaduan dampak terhadap masyarakat (1 indikator) Sub Kategori: tanggung jawab atas produk, terdiri dari aspek: a) Kesehatan dan keselamatan karyawan (2 indikator) b) Aspek pelebelan produk dan jasa (3 indikator) c) Aspek komunikasi pemasaran (2 indikator) d) Privasi pelanggan (1 indikator) e) Kepatuhan (1 indikator)
18
I.
Penelitian terdahulu
1. Yuliani (2014) meneliti pengaruh struktur kepemilikan saham dan karakteristik perusahaan terhadap pengungkapan corporate social responsibilty. Variabel dependen dalam penelitian ini yaitu pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan, sedangkan variabel independen yang digunakan adalah kepemilikan institusional, kepemilikan asing, leverage, dan pertumbuhan perusahaan. Dari empat variabel tersebut hanya dua yang signifikan terhadap CSR yaitu leverage dan pertumbuhan perusahaan. Sedangkan kepemilikan institusional dan kepemilikan asing tidak berpengaruh signifikan. 2. Rizkia Anggita Sari (2012) meneliti pengaruh karakteristik perusahaan terhadap corporate social responsibility (CSR) pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia.
Variabel dependen
dalam penelitian
ini
yaitu
pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan, sedangkan variabel independen yang digunakan adalah profil, size, profitabilitas, leverage, dan growth company. Dari lima variabel tersebut hanya dua yang signifikan terhadap CSR yaitu size dan profitabilitas. Sedangkan profile, leverage,
dan growth company tidak
berpengaruh signifikan. 3. Siagian (2012) menguji pengaruh karakteristik perusahaan terhadap pengungkapan CSR. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah ukuran perusahaan, profitabilitas, leverage, ukuran dewan komisaris, profit perusahaan, umur perusahaan, kepemilikan manajemen, earning per share, kepedulian dan peluang pertumbuhan. Dari sepuluh variabel tersebut, lima variabel yang
19
berpengaruh positif terhadap pengungkapan CSR yaitu ukuran perusahaan, profitabilitas, profil perusahaan, earning per share dan kepedulian lingkungan. 4. Cahya (2010) menganalisis pengaruh kinerja keuangan terhadap tanggung jawab sosial perusahaan. Dalam hal ini kinerja keuangan perusahaan dit unjukkan dengan size, ROA, dan leverage. Sedangkan objek penelitian yang digunakan adalah bank diIndonesia periode 2007-2008. Dari hasil analisis yang dilakukan ditemukan
bahwa
size dan
leverage berpengaruh positif terhadap CSR pada
Perbankan di Indonesia. Sedangkan ROA tidak berpengaruh terhadap CSR pada Perbankan di Indonesia. 5. Maria Ulfa (2009) dengan judul “Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Corporate Social Responsibility Disclosure”. Variabel yang digunakan dalam
penelitian
adalah
Corporate
Social
Responsibility
Disclosure,
profitabilitas, tipe industri (profile), ukuran dewan komisaris, leverage, kategori BUMN/Non BUMN dan growth (pertumbuhan
perusahaan). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa variabel profitabilitas dan tipe industri (profile) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Corporate Social Responsibility Disclosure. 6. Novita Machmud dan Chaerul D. Djakman (2008) yang meneliti tentang pengaruh struktur kepemilikan terhadap luas pengungkapan CSR. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki pengaruh kepemilikan asing dan kepemilikan institusional terhadap pengungkapan CSR pada laporan tahunan periode tahun 2006. Sampel penelitian ini adalah 107 laporan tahunan perusahaan yang terdaftar di Indonesia Stock Exchange pada tahun 2006. Penelitian ini menggunakan analisis regresi untuk melakukan pengujian. Hasil penelitian ini
20
menemukan bahwa baik kepemilikan asing maupun kepemilikan institusional tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap luas pengungkapan CSR. Penelitian ini menyimpulkan bahwa kedua struktur kepemilikan ini tidak terlalu peduli dengan pengungkapan CSR dalam melakukan keputusan investasi. 7. Anggraini (2006) melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan informasi sosial dalam laporan tahunan. Hasilnya menunjukkan bahwa hanya variabel prosentase kepemilikan manajemen dan tipe industri yang terbukti mempunyai hubungan positif signifikan. Sementara variabel lainnya (leverage, size, dan profitabilitas) tidak terbukti adanya pengaruh terhadap pengungkapan informasi sosial. 8. Sembiring (2005) melakukan penelitian karakteristik perusahaan dan pengungkapan tanggung jawab sosial pada perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Jakarta. Penelitian ini menggunakan variabel dependen yaitu CSR dan variabel independen yang terdiri dari size, profitabilitas, profile, leverage, ukuran dewan komisaris. Secara parsial tiga variabel, yaitu size, profile, dan ukuran dewan komisaris ditemukan berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial.
21
Tabel 2.1 Ringkasan penelitian terdahulu
Peneliti Novita Machmud dan Chaerul D. Djakman(2008) Siagian (2012)
Sembiring (2005)
Variabel Penelitian luas pengungkapan CSR, kepemilikan asing, kepemilikan institusional perusahaan, ukuran profitabilitas, leverage, ukuran dewan komisaris, profit perusahaan, umur perusahaan,kepemilikan manajemen, earning per share, kepedulian dan peluang pertumbuhan CSR, size, profitabilitas, profile, ukuran dewan leverage, komisaris
Anggraini (2006)
kepemilikan manajemen dan tipe industri, leverage, size, dan profitabilitas
Rizkia Anggita Sari (2012)
tanggung jawab sosial profil, size, perusahaan, profitabilitas, leverage, dan growth company CSR, profitabilitas, tipe industri(profile), ukuran dewan komisaris, leverage, kategori BUMN/Non BUMN dan growth size, ROA, dan leverage
Maria Ulfa (2009)
Cahya (2010)
Yuliani (2014)
Kepemilikan institusional, kepemilikan asing, leverage, dan pertumbuhan perusahaan
Hasil Penelitian Baik kepemilikan asing maupun kepemilikan institusional tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap luas pengungkapan CSR. Lima variabel yang berpengaruh positif terhadap pengungkapan CSR yaitu ukuran perusahaan, profitabilitas, profit perusahaan, earning per share dan kepedulian lingkungan. Sedangkan lima variabel lagi leverage, ukuran dewan komisaris, kepemilikan manajemen, peluang pertumbuhan, dan umur perusahaan berpengaruh negatif terhadap CSR Secara parsial tiga variabel, yaitu size, profile, dan ukuran dewan komisaris ditemukan berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR bahwa hanya variabel prosentase kepemilikan manajemen dan tipe industri yang terbukti mempunyai hubungan positif signifikan. Sementara variabel lainnya (leverage, size, dan profitabilitas) tidak terbukti adanya pengaruh terhadap pengungkapan informasi sosial Dari lima variabel tersebut hanya dua yang signifikan terhadap CSR yaitu size dan profitabilitas. Sedangkan profile, leverage, dan growth company tidak berpengaruh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel profitabilitas dan tipe industri (profile) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Corporate Social Responsibility Disclosure. Size dan leverage berpengaruh positif terhadap CSR pada Perbankan di Indonesia. Sedangkan ROA tidak berpengaruh terhadap CSR pada Perbankan di Indonesia Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa kepemilikan institusional dan kepemilikan asing tidak berpengaruh terhadap CSR. Sedangkan pertumbuhan perusahaan, dan leverage berpengaruh signifikan terhadap CSR
22
J. Rerangka pemikiran Pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) merupakan proses yang digunakan oleh perusahaan untuk mengungkapkan informasi berkaitan dengan kegiatan perusahaan dan pengaruhnya terhadap kondisi sosial masyarakat dan lingkungan, Ghozali dan Chariri (2007). Menurut (Faizal, 2004) semakin besar kepemilikan institusional maka semakin efisien pemanfaatan aktiva perusahaan dan diharapkan juga dapat bertindak sebagai pencegahan terhadap pemborosan yang dilakukan oleh manajemen. Selanjutnya mengenai ukuran perusahaan, penelitian yang dilakukan oleh Sembiring (2005) menunjukkan variabel size berpengaruh signifikan terhadap Corporate Social Responsibility Disclosure. leverage yang diteliti oleh Cahya (2010) menunjukkan leverage berpengaruh signifikan terhadap Corporate Social Responsibility Disclosure, Dan yang terakhir penelitian menggunakan pertumbuhan perusahaan (growth) dilakukan oleh Maria Ulfa (2009) dan menunjukkan hasil bahwa pertumbuhan perusahaan (growth) tidak berpengaruh terhadap Corporate Social Responsibility Disclosure.
23
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan, kajian teoritis, dan peninjauan dari penelitian terdahulu, maka dapat digambarkan kerangka pemikiran penelitian di bawah ini. Gambar 2.1 Metode Konseptual
Variabel Independen
Variabel Dependen
KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL
SIZE
LEVERAGE
GROWTH
LUAS PENGUNGKAPAN CSR
24
K. HIPOTESIS 1. Pengaruh kepemilikan institusional terhadap luas pengungkapan CSR Kepemilikan institusional merupakan kepemilikan saham perusahaan yang mayoritas dimiliki oleh institusi atau lembaga (perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi, asset management dan kepemilikan institusi lain). Kepemilikan institusional merupakan pemegang saham terbesar sehingga merupakan sarana untuk memonitor manajemen (Djakman dan Machmud,2008). Investor institusional dapat meminta manajemen perusahaan untuk mengungkapkan informasi sosial dalam laporan tahunannya untuk transparansi kepada stakeholders untuk memperoleh legitimasi dan menaikkan nilai perusahaan melalui mekanisme pasar modal sehingga mempengaruhi harga saham perusahaan (Mahoney, 2007). Djakman dan Machmud (2008) menemukan bahwa kepemilikan institusi yang terdiri dari perusahaan perbankan, asuransi, dana pensiun, dan asset management di Indonesia belum mempertimbangkan tanggung jawab sosial sebagai salah satu kriteria dalam melakukan investasi, sehingga para investor institusi ini juga cenderung tidak menekan perusahaan untuk mengungkapan CSR secara detail (menggunakan indikator GRI dalam laporan tahunan perusahaan). Hasil penelitian tersebut konsisten dengan Fauzi, Mahoney dan Rahman (2007) menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kepemilikan institusional dengan corporate social performance. Penelitian ini dilakukan pada tahun yang sama, saat UU No.40 Tahun 2007 dikeluarkan sehingga ada
25
kemungkinan bahwa perusahaan-perusahaan di Indonesia belum siap menerapkan aturan tersebut. Penelitian ini akan mencoba menguji kembali pengaruh kepemilikan institusional terhadap luas pengungkapan tanggung jawab sosial dalam laporan tahunan dengan mengemukakan hipotesis sebagai berikut: H1:
Kepemilikan
Institusional
berpengaruh
positip
terhadap
luas
pengungkapan tanggung jawab sosial (CSR Disclosure).
2. Pengaruh leverage terhadap luas pengungkapan CSR Leverage merupakan alat untuk mengukur seberapa besar perusahaan pada kreditur dalam membiayai aset perusahaan. Perusahaan yang mempunyai tingkat leverage yang tinggi berarti sangat tergantung pada pinjaman luar untuk membiayai asetnya. Sedangkan perusahaan yang mempunyai tingkat leverage rendah lebih banyak membiayai asetnya dengan modal sendiri. Tingkat leverage perusahaan dengan demikian menggambarkan resiko keuangan perusahaan (Sembiring, 2005). Penelitian yang dilakukan oleh Hossain, Islam dan Andrew (2006) menemukan adanya pengaruh negatif pada leverage terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Sembiring (2005); Fr. Reni Retno Anggraini (2006); Sitepu dan Siregar (2008) tidak menemukan adanya pengaruh leverage terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Sari (2012) dan Dewi dan Keni (2012) menggunakan variabel leverage pengukuran dengan Debt
26
to Equity (DER) hasil menunjukkan variabel leverege tidak berpengaruh terhadap pengungkapan CSR. sedangkan penelitian yang dilakukun Asrarsani (2013) menunjukkan hasil positif dan signifikan terdapa pengungkapan CSR. Variabel leverage akan diuji kembali pengaruhnya terhadap tingkat pengungkapan corporate social responsibility yang dibuat oleh perusahaan, yang mana pengukuran menggunakan Debt Ratio (DR) sama seperti penelitian yang dilakukan Chuzairi (2013) namun hasil menunjukkan hasil tidak berpengaruh. Dengan harapan perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi memiliki kewajiban untuk melakukan pengungkapan informasi yang lebih luas (termasuk didalamnya penggungkapan tanggung jawab sosial perusahaan) dibanding perusahaan dengan tingkat leverage rendah. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, maka dapat ditarik hipotesis sebagai berikut ini. H2 : Leverage berpengaruh positip terhadap luas pengungkapan tanggung jawab sosial (CSR Disclosure).
3. Pengaruh pertumbuhan perusahaan terhadap luas pengungkapan CSR Pertumbuhan perusahaan (growth) dapat menunjukkan peningkatan kinerja keuangan perusahaan. Maria Ulfa (2009) menyatakan bahwa growth merupakan tingkat pertumbuhan perusahaan yang diukur dengan pertumbuhan penjualan perusahaan. Penjualan adalah hasil dari proses pertukaran barang atau jasa dari penjual dan pembeli yang diperoleh dari hasil kali antara harga jual dengan kuantitas yang terjual. Pertumbuhan penjualan yang di atas rata-rata bagi
27
suatu perusahaan pada urutannya didasarkan pada pertumbuhan cepat yang diharapkan dan industri dimana perusahaan beroperasi (Djauharotun, 2005). Pertumbuhan perusahaan merupakan salah satu pertimbangan para investor dalam menanamkan investasinya. Perusahaan yang memiliki kesempatan tumbuh yang tinggi diharapkan akan memberikan profitabilitas yang tinggi di masa depan, diharapkan laba lebih persisten, sehingga investor akan tertarik untuk berinvestasi di perusahaan tersebut. Perusahaan dengan pertumbuhan tinggi akan mendapat banyak sorotan sehingga diprediksi perusahaan yang mempunyai kesempatan pertumbuhan yang lebih tinggi cenderung lebih banyak melakukan Corporate Social Responsibility Disclosure , Sari (2012) Penelitian yang menganalisis pengaruh pertumbuhan perusahaan (growth) terhadap Corporate Social Responsibility Disclosure belum banyak dilakukan dalam penelitian sebelumnya. Penelitian yang dilakukan Maria Ulfa (2009) tidak berhasil menemukan pengaruh pertumbuhan perusahaan (growth) terhadap Corporate Social Responsibility Disclosure. H 3 : Pertumbuhan perusahaan berpengaruh positip terhadap luas pengungkapan tanggung jawab sosial (CSR Disclosure).
4. Pengaruh size (Ukuran Perusahaan) terhadap luas pengungkapan CSR Ukuran perusahaan merupakan variabel penduga yang banyak digunakan untuk menjelaskan variasi pengungkapan dalam laporan tahunan perusahaan. Menurut Siregar dan Utama dalam Nofandrilla (2008), semakin besar ukuran
28
perusahaan, informasi yang tersedia untuk investor dalam pengambilan keputusan sehubungan dengan investasi saham semakin banyak. Sembiring (2005) dan Nofandrilla (2008) menemukan pengaruh yang signifikan ukuran perusahaan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Perusahaan besar juga akan mengungkapkan informasi lebih banyak daripada perusahaan kecil, karena perusahaan besar akan menghadapi resiko politis yang lebih besar dibanding perusahaan kecil. Namun, hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Islam dan Andrew (2006) tidak menemukan adanya pengaruh size terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, maka dapat ditarik hipotesis sebagai berikut ini. H4 : Ukuran perusahaan berpengaruh positip terhadap luas pengungkapan tanggung jawab sosial (CSR Disclosure).