BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka 1. Teori Agensi Jesen dan Meckling (1976) mendefinisikan hubungan keagenan sebagai berikut “agency relationship as a contract under which one or more person (the principals) engage another person (the agent) to perform some service on their behalf which involves delegating some decision making authority to the agent”. Dari definisi tersebut hubungan keagenan merupakan hubungan kontrak antara principal yang mempekerjakan agent untuk memberikan
suatu
jasa
dan
kemudian
mendelegasikan
wewenang
pengambilan keputusan kepada agent tersebut. Agent melakukan tugas-tugas tertentu bagi principal, sedangkan principal memberikan upah kepada agent sebagai imbalan atas tugas yang telah dilaksanakannya (hendriksen,1992). Masalah keagenan (agency problem) terjadi ketika satu orang atau lebih (principal) mempekerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan. Principal merupakan pemegang saham atau investor, sedangkan agent merupakan manajemen yang mengelola perusahaan. Inti dari hubungan keagenan ini adalah adanya pemisahan fungsi antara kepemilikan di investor dan pengendalian di pihak manajemen (Jensen dan Meckling 1976). Tujuan
10
http://digilib.mercubuana.ac.id/
11
dipisahkannya pengelolaan dari kepemilikan ini adalah agar pemilik perusahaan memperoleh keuntungan yang maksimal dengan biaya yang lebih efisien karena perusahaan telah dikelola oleh orang-orang professional (Sulistyanto, h. 132:2008). Masalah keagenan timbul ketika di dalam hubungan antara prinsipal dan agen terdapat ketidak sempurnaan arus informasi (Stiglitz 1992). Teori keagenan menggambarkan bahwa perusahaan merupakan suatu titik temu antara perusahaan (principal) dengan manajemen (agent). Tujuan perusahaan adalah memaksimumkan kemakmuran para pemegang saham yang diterjemahkan sebagai utama tersebut. Karena agent diangkat oleh principal maka idealnya mereka bertindak yang terbaik untuk kepentingan principal. Namun dalam praktek sering terjadi konflik antara kedua pihak tersebut yang dinamakan agency problem (Martono dan Agus, h. 11:2008). Konflik antara manajemen selaku agen dengan pemilik selaku principal dapat merugikan kedua belah pihak. Dalam
hal tersebut, manajer sebagai agent yang
memegang kasus dari principal biasanya cenderung melakukan perilaku yang tidak seharusnya. Alasannya karena adanya asimetri informasi dalam penyajian laporan keuangan. Hubungan antara konvergensi IFRS dan konservatisme dengan asimetri informasi dapat dijelaskan dengan menggunakan teori keagenan. Teori keagenan melibatkan keberadaan asimetri informasi antara manajer sebagai agent dan stakeholder sebagai principal. Munculnya asimetri informasi ketika manajer yang dalam hal ini sebagai pembuat laporan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
12
keuangan, memiliki informasi serta prospek perusahaan kedepannya, dibandingkan para pemangku kepentingan lain. Kondisi seperti ini dapat mempengaruhi para manajer untuk merubah dan memanipulasi pelaporan keuangan untuk kepentingan sebagian golongan. Kondisi ini kemudian menimbulkan masalah moral yang akan menimbulkan asimetri informasi karena tidak sempurnanya informasi
yang didapat para pemangku
kepentingan. Scott (2009) menyatakan bahwa apabila beberapa pihak yang terkait dalam transaksi bisnis lebih memiliki informasi dibandingkan pihak lainnya, maka kondisi tersebut dikatakan sebagai asimetri informasi.
2. Teori Sinyal Brigham dan Houston (2013 : 185) menyatakan bahwa sinyal adalah suatu tindakan yang diambil oleh manajemen perusahaan yang memberikan petunjuk bagi investor tentang bagaimana manajemen memandang prospek perusahaan. Suatu perusahaan dengan prospek yang tidak menguntungkan akan melakukan pendanaan menggunakan saham, dimana artinya membawa investor baru masuk untuk berbagi kerugian. Teori Sinyal menjelaskan bahwa pemberian sinyal dilakukan oleh manajer untuk mengurangi asimetri informasi. Manajer memberikan informasi melalui laporan keuangan bahwa mereka menerapkan kebijakan akuntansi konservatisme yang menghasilkan laba lebih berkualitas karena prinsip ini mencegah perusahaan melakukan tindakan membesar-besarkan laba dan membantu pengguna laporan keuangan dengan menyajikan laba dan asset
http://digilib.mercubuana.ac.id/
13
yang tidak overstate. Dalam praktiknya, manajemen menerapkan kebijakan akuntansi konservatif dengan menghitung depresiasi yang tinggi akan menghasilkan laba rendah yang relatif permanen yang berarti tidak mempunyai efek sementara pada penurunan laba yang akan berbalik pada masa yang akan datang (Fala, 2007). Penman dan Zhang (2002) menyatakan bahwa konservatisme akuntansi mencerminkan kebijakan akuntansi yang permanen. Secara empiris penelitian mereka menunjukkan bahwa earnings yang berkualitas diperoleh jika manajemen menerapkan akuntansi konservatif secara konsisten tanpa adanya perubahan metode akuntansi atau perubahan estimasi. Understatement laba dan aktiva bersih yang relatif permanen yang ditunjukkan melalui laporan keuangan merupakan suatu sinyal positif dari manajemen kepada investor bahwa manajemen telah menerapkan akuntansi konservatif untuk menghasilkan laba yang berkualitas. Investor diharapkan dapat menerima sinyal ini dan menilai perusahaan dengan lebih tinggi.
3. Asimetri Informasi Asimetri informasi adalah keadaan dimana manajer memiliki akses informasi atas prospek ke depan suatu perusahaan dimana informasi ini tidak dimiliki oleh pihak luar selain perusahaan. Jensen and Mecking (1976) menambahkan jika kedua kelompok (agen dan prinsipal) tersebut adalah orang-orang yang berusaha memaksimalkan utilitasnya, maka akan muncul alasan
kuat yang meyakini bahwa agen tidak selalu bertindak yang terbaik
untuk
kepentingan
prinsipal.
Prinsipal
dapat
http://digilib.mercubuana.ac.id/
membatasinya
dengan
14
menetapkan intensif yang tepat bagi agen dan melakukan monitor yang didesain untuk membatasi aktifitas agen yang menyimpang. Manajer sebagai pengelola yang mengetahui informasi perusahaan terkadang tidak memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan yang sesungguhnya kepada pemilik. Sementara pemilik atau para pemegang saham mempunyai informasi yang lebih sedikit dibandingkan manajer karena tidak mempunyai kontak langsung dengan perusahaan, sehingga mereka tidak mengetahui peristiwa-peristiwa signifikan yang terjadi. Kondisi seperti inilah yang menyebabkan terjadinya asimetri informasi, yaitu kondisi dimana salah satu pihak dari suatu transaksi memiliki infomasi lebih banyak atau lebih baik disbanding pihak lainnya (Martono dan Agus, 2008). Lebih lanjut Martono dan Agus (2008) menyatakan manajer lebih banyak mengetahui informasi berkaitan dengan kondisi dan prospek perusahaan dibandingkan dengan pemegang saham.. Menurut Bandi (2010) terdapat dua macam asimetri informasi yaitu: 1. Adverse selection, yaitu bahwa para manajer biasanya mengetahui lebih banyak tentang keadaan dan prospek perusahaan dibandingkan investor pihak luar. Fakta yang mungkin dapat mempengaruhi keputusan yang akan diambil oleh pemegang saham tersebut tidak disampaikan informasinya kepada pemegang saham. 2. Moral hazard, yaitu jenis asimetri informasi ketika pihak yang terkait dengan transaksi perusahaan yang dapat mengamati secara langsung
http://digilib.mercubuana.ac.id/
15
berjalannya transaksi tersebut, sedangkan pihak lain tidak dapat melakukan yang sama. Hal ini dapat terjadi karena adanya pemisahan kepemilikan dan pengendalian terhadap perusahaan. Pemilik dan kreditor tidak mungkin dapat secara langsung mengamati berjalannya transaksi perusahaan. Kegiatan yang dilakukan oleh seorang manajer tidak seluruhnya diketahui oleh pemegang saham maupun pemberi pinjaman. Sehingga manajer dapat melakukan tindakan diluar pengetahuan pemegang saham yang melanggar kontrak dan sebenarnya secara etika atau norma yang mungkin tidak layak dilakukan. 4. Konservatisme Konservatisme merupakan salah satu komponen laporan keuangan yang telah lama diterapkan. Dalam kerangka konseptual mendefinisikan konservatisme adalah ketika di dalam situasi yang meragukan, pilihlah keputusan yang tidak menaikkan aset dan income (Kieso, 2007). Di dalam proses pembuatan laporan keuangan, konservatisme dipandang sebagai sebuah metode akuntansi yang akan membuahkan hasil seperti berikut: a) Penundaan pengakuan pendapatan, b) Pengakuan biaya secara langsung, c) Evaluasi nilai aset lebih rendah daripada nilai aktualnya, d) Evaluasi nilai liabilitas lebih tinggi daripada nilai aktualya. FASB menjelaskan definisi konservatisme di dalam SFAC no. 2 tahun 1980 sebagai reaksi yang hati-hati dalam menghadapi ketidakpastian dalam
http://digilib.mercubuana.ac.id/
16
perusahaan untuk meyakinkan bahwa ketidakpastian dan risiko yang melekat di dalam bisnis perusahaan sudah cukup dipertimbangkan. Konservatisme secara mudah dapat diinterprestasikan sebagai kehati-hatian (prudent), dengan kehati-hatian maka kecenderungan yang ada di dalam laporan adalah pesimisme. Akuntansi tidak lagi mengungkapkan secara tepat tapi cenderung menetapkan angka laporan yang lebih rendah dari nilai sebenarnya (Handojo, 2012). Watts (2003) mendefinisikan konservatisme sebagai prinsip kehatihatian dalam pelaporan keuangan di mana perusahaan tidak terburu-buru dalam mengakui dan mengukur aset dan laba serta segera mengakui kerugian dan liabilitas yang mempunyai kemungkinan akan terjadi. Penerapan prinsip ini mengakibatkan pilihan metode akuntansi ditujukan pada metode yang melaporkan laba atau aset lebih rendah serta melaporkan liabilitas lebih tinggi. Dengan demikian, pemberi pinjaman akan menerima perlindungan atas resiko menurun (downside risk) dari neraca yang menyajikan aset bersih understatement dan laporan keuangan yang melaporkan berita buruk secara tepat waktu. Konservatisme tidak berfokus pada bukti, tapi pada ketakutan akan terjadinya overstatement dari net asset dan profit dimana hal ini dapat menyebabkan terjadinya informasi yang menyesatkan (Godfrey et al 2010). Konservatisme menyebabkan data yang dilaporkan secara konservatif tidak dapat diinterprestasikan secara tepat, karena kehati-hatian yang diterapkan menyebabkan angka yang dilaporkan cenderung angka-angka yang rendah
http://digilib.mercubuana.ac.id/
17
untuk hal-hal yang menguntungkan namun untuk hal-hal yang merugikan maka angka yang dilaporkan cederung angka-angka yang relatif tinggi walaupun dengan verifikasi yang lemah. Konservatisme akuntansi tidak menjadi prinsip yang diatur dalam standar akuntansi internasional (IFRS). Karena saat ini akuntansi mulai menerapkan fair value accounting dalam penentuan nilai dalam akun-akun akuntansi yang dilaporkan, dimana, sesuai dengan salah satu kualitas yang terkandung
dari
karakteristik
faithful
representation
dalam
kualitas
fundamental akuntansi yaitu netralitas, maka konservatisme ditenggarai tidak menghasilkan nilai yang netral selain kecurigaan bahwa bukan nilai sebenarnya yang akhirnya dilaporkan (Handojo, 2012). Hellman (2007) menyatakan bahwa jika dibandingkan dengan akuntansi konvensional, IFRS fokus pada pencatatan yang lebih relevan sehingga menyebabkan ketergantungan yang semakin tinggi terhadap estimasi dan berbagai judgement. Dalam hal ini, kebijakan yang ditetapkan IASB tersebut menyebabkan semakin berkurangnya penekanan atas penerapan akuntansi konservatif secara konsisten dalam pelaporan keuangan berdasarkan IFRS (Hellman, 2007). Konservatisme merupakan salah satu konsep akuntansi yang kontroversial dan banyak menimbulkan pro dan kontra akan penggunaan prinsip ini. Ketika laporan keuangan menggunakan basis konservatisme akan timbul intepretasi yang bias dan tidak mencerminkan realita. Akibatnya, kualitas laba yang disajikan oleh manajer tidak akurat bagi investor untuk
http://digilib.mercubuana.ac.id/
18
menganalisa kondisi keuangan perusahaan sehingga pengambilan keputusan investasi pun menjadi salah (Winata, 2010). Konsekuensi dari konservatisme tersebut menimbulkan kritik terhadap konservatisme itu sendiri. Dalam hal ini kritik terhadap konservatisme adalah karena konservatisme memungkinkan prinsip matching concept tidak dilaksanakan secara tepat selain dari kemungkinan terjadinya understatement di periode terkini yang dapat memicu terjadinya overstatement dimasa mendatang. Konservatisme menyebabkan kemungkinan timbulnya earnings yang non konservatif di masa depan karena estimasi net asset yang cenderung bias ke bawah untuk saat ini karena pengakuan yang bersifat asimetrik tersebut akan mengarahkan terjadinya nilai estimasi yang cenderung bias keatas pada saat asset tersebut direalisasikan. Qiang (2003) menyatakan beberapa aspek yang menyebabkan konservatisme ditolak, antara lain: a) Ketidakkonsistenan. Asset dilaporkan terlalu rendah ketika akan dijual. Hal ini akan menyebabkan laba dilaporkan terlalu tinggi. Dalam kasus lain, laba yang dilaporkan terlalu rendah pada periode sekarang akan dilaporkan terlalu tinggi pada periode berikutnya. b) Ketidakteraturan. Berhubungan dengan kebijakan perusahaan. Misalnya dalam mengakui kerugian, mungkin dicatat atau mungkin tidak karena ekspektasi yang selalu bisa direvisi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
19
c) Penyembunyian. Dalam hal ini kerugian dialami oleh investor karena sulit menentukan dan menemukan jumlah asset yang dilaporkan terlalu rendah. d) Kontradiktif e) Bertentangan dengan prinsip akuntansi lainnya. f) Bertentangan dengan karakteristik kualitatif laporan akuntansi. Meskipun banyak pendapat mengenai kegunaan konsep konservatif dalam laporan keuangan, namun konservatisme masih dianggap baik dan dilaksanakan dalam praktik, karena secara alami manajer dan pemilik bersikap overoptimistic dalam melakukan perkembangan usahanya. Di sisi lain, konservatisme dapat meningkatkan nilai perusahaan karena konservatisme membatasi
pembayaran
(shareholders)
yang
kepada pihak
bersifat
manajer
opportunistik.
ataupun
pihak
Transaksi-transaksi
lain yang
menguntungkan pihak di luar perusahaan harus diverifikasi lebih mendalam berdasarkan kosep konservatisme ini sehingga akan mencegah terjadinya halhal yang opportunistik. Akuntansi konservatif akan menguntungkan dalam kontrak antara pihak dalam perusahaan maupun pihak luar perusahaan. Selain itu konservatisme dapat membatasi tindakan manajer dalam membesarbesarkan laba. Konservatisme
dibagi
menjadi
dua
jenis
yaitu
conditional
conservatism dan unconditional conservatism adalah jenis konservatisme di mana akuntansi itu mengakui penurunan nilai aset sebagai respon dan bad news, namun tidak di naikan kembali ketika ada respon good news. Contoh
http://digilib.mercubuana.ac.id/
20
dari conditional conservatism adalah penggunaan lower cost or market dalam inventory, impairment pada aset tetap (li, 2007). Sedangkan unconditional conservatism adalah konservatisme di mana munculnya bias akuntansi pada pelaporan nilai buku yang lebih rendah terhadap akun ekuitas pemegang saham. Kebanyakan
investor lebih
menyukai conditional dibanding
unconditional (Trianingsih, 2010). 5. IFRS (International Financial Reporting Standard) IFRS (International Financial Reporting Standard) merupakan standar akuntansi internasional yang disusun oleh International Accounting Standards Board (IASB), yang pada awal terbentuknya bernama International Accounting Standards Committee (IASC). IASC dibentuk di London, Inggris pada tahun 1973 di saat sedang terjadi perubahan mendasar pada peraturan berkaitan dengan akuntansi. Natawidyana (2008) menyatakan bahwa sebagian besar standar yang menjadi bagian dari IFRS sebelumnya merupakan International Accounting Standars (IAS). IFRS merupakan standar akuntansi internasional yang diterbitkan oleh International Accounting Standards Board (IASB) dan International Accounting Standards Committee (IASC). International Accounting Standard Board (IASB) merupakan lembaga independen untuk menyusun standar akuntansi dan memiliki tujuan mengembangkan dan mendorong penggunaan standar akuntansi global yang berkualitas tinggi, dapat dipahami dan dapat diperbandingkan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
21
Tujuan
IFRS
adalah
memastikan
bahwa
laporan
keuangan
mengandung informasi yang berkulitas tinggi yang transparan bagi para pemangku kepentingan dan dapat diperbandingkan sepanjang periode yang disajikan. Pada tahun 2009, Indonesia belum mewajibkan perusahaan listed di BEI menggunakan IFRS dan masih mengacu kepada standar akuntansi keuangan nasional. Namun pada tahun 2010 perusahaan tersebut dianjurkan adopsi IFRS. Dan pada tahun 2012, lembaga profesi akuntansi
(Ikatan
Akuntan Indonesia) menetapkan bahwa Indonesia melakukan adopsi penuh IFRS. Indonesia merupakan bagian dari IFAC (International Federation of Accountant) yang harus tunduk pada SMO (Statement Membership Obligation), salah satunya adalah menggunakan IFRS sebagai accounting standard. Konvergensi IFRS adalah salah satu kesepakatan pemerintah Indonesia sebagai anggota G20 forum.
6. Penelitian Terdahulu Novianto (2014)
menguji apakah penerapan konvergensi IFRS di
Indonesia mempunyai pengaruh positif terhadap nilai informasi asimetri perusahaan dengan menggunakan bid-ask spread sebagai proksi. Pada penelitian ini ditemukan bahwa penerapan konvergensi IFRS memiliki pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan asimetri informasi pemegang saham. Hal ini bertentangan dengan peran dan tujuan penerapan IFRS sebagai standar akuntansi bagi perusahaan yang terdaftar di BEI.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
22
Muliati (2011) menyebutkan bahwa asimetri informasi dapat diketahui dengan mengukur bid ask spread perusahaan. Dan hasil pengukuran bid ask spread itu sendiri adalah refleksi dari nilai suatu asimetri informasi. Disebutkan, ketika nilai asimetri tersebut menurun, maka nilai bid ask spread juga menurun sesuai dengan penurunan nilai asimetri informasi. Fanani (2009) meneliti tentang apakah ada tumpang tindih antara atribut kualitas pelaporan keuangan satu sama lainnya. Dalam penelitiannya tidak terjadi tumpang tindih antara atribut kualitas pelaporan keuangan satu sama lain, sehingga atribut pelaporan keuangan yaitu relevansi nilai, ketepat waktuan, dan konservatisme dapat menjelaskan mengenai kualitas pelaporan keuangan. Selanjutnya Fanani juga meneliti apakah ada hubungan antara kualitas pelaporan keuangan dengan asimetri informasi, dalam penelitiannya Fanani (2009) menggunakan atribut kualitas pelaporan keuangan sebagai variabel independen dan asimetri informasi sebagai variabel dependen. Fanani menemukan kualitas pelaporan keuangan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap informasi asimetri, dengan menggunakan kualitas pelaporan keuangan faktorial yang terdiri atas relevansi nilai dan konservatisme sebagai atribut kualitas pelaporan keuangannya. Indriani dan Khoiriyah (2010) meneliti dengan menggunakan atribut kualitas pelaporan sebagai variabel independen dan asimetri informasi sebagai variabel dependen. Indriani dan Khoiriyah menggunakan konsekuensi ekonomi dan model bid-ask spread sebagai proksi asimetri informasi dalam penelitiannya. Berbeda dengan hasil yang diperoleh Fanani, Indriani dan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
Khoriyah dalam penelitiannya menemukan bahwa adanya hubungan positif antara kualitas pelaporan keuangan dan asimetri informasi. Perbedaan hasil penelitian Indriani dan Khoriyah dengan penelitian Fanani ( dengan periode sampel tahun 2001 sampai dengan tahun 2006) dapat disebabkan karena data yang diperoleh Indriani dan Khoriyah (periode sampel tahun 2004 sampai dengan tahun 2008) berbanding terbalik dengan penelitian Fanani. Perbedaan tersebut dapat disebabkan karena model regresi untuk menghitung relevansi nilai dan ketepatwaktuan yang menggunakan pengaruh antara laba dan return saham. Di Indonesia, pengaruh laba terhadap return memiliki pengaruh yang sangat kecil, terutama pada periode krisis. Sementara, Muller, Riedl, dan Sellhorn (2011) melakukan penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh konvergensi IFRS pada perusahaan Real Estate di Eropa terhadap Asimetri Informasi dengan menggunakan bidask spread sebagai variabel kontrol. Pada penelitian ini didapatkan bahwa Konvergensi IFRS berpengaruh secara signifikan terhadap menurunnya Asimetri Informasi. Adapun penelitian terdahulu adalah sebagai berikut: Tabel 2.1 Ringkasan Penenelitian Terdahulu Nama Peneliti Fanani (2009)
Variabel Penenelitian Variabel Dependen : Asimetri informasi Variabel Independen : Siklus operasi perusahaan, volatilitas perusahaan, umur perusahaan, proporsi laba/rugi, likuiditas, leverage, klasifikasi
Hasil Penenlitian Relevansi nilai, ketepatwaktuan, dan konservatisme terdapat perbedaan antara atribut tersebut dan tidak terjadi tumpang tindih antar ketiganya,kualitas pelaporan keuangan faktorial berpengaruh negatif dan signifikan terhadap asimetri
http://digilib.mercubuana.ac.id/
24
industri, relevansi nilai, ketepat waktuan, konservatisme. Variabel Dependen : Asimetri informasi
Meilani (2009)
Variabel Independen : Indeks Corporate Governance, kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen, dan ukuran dewan komisaris
Indriani dan Khoiriyah (2010)
Variabel Dependen : Asimetri informasi
Haniati dan Fitriany (2010)
Variabel Independen : atribut kualitas pelaporan keuangan, relevansi nilai, ketepatwaktuan, dan konservatisme Variabel Dependen : Asimetri informasi
Santoso (2012)
Novianto (2014)
Variabel Independen : Konservatisme Variabel Dependen : Asimetri Informasi Variabel Independen : Ukuran perusahaan, relevansi nilai Variabel Dependen : Asimetri Informasi Variabel Independen : Konvergensi IFRS
LaFond dan Watts (2008)
Variabel Dependen : Konservatisme
informasi, faktor kualitas laba tidak menunjukan pengaruh yang signifikan. Corporate Governance berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat asimetri informasi, variabel indeks Corporate Governance dan kepemilikan manajerial terbukti memiliki hubungan yang negatif dengan asimetri informasi, variabel kepemilikan institusional, proporsi dewan komisaris independen dan ukuran dewan komisaris tidak terbukti mempunyai hubungan negatif dengan asimetri informasi. Terdapat perbedaan antara atribut tersebut dan tidak terjadi tumpang tindih antar ketiganya,kualitas pelaporan keuangan faktorial berpengaruh positif dan signifikan terhadap asimetri informasi. Konservatisme berpengaruh negatif dan signifikan terhadap asimetri informasi
Relevansi nilai tidak berpengaruh signifikan terhadap asimetri informasi, variabel ukuran perusahaan berpengaruh positif signifikan terhadap asimetri informasi Konvergensi IFRS menunjukkan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan asimetri informasi pemegang saham. Hal ini bertentangan dengan peran dan tujuan penerapan IFRS sebagai standar akuntansi bagi perusahaan yang terdaftar di BEI. Asimetri informasi berhubungan positif signifikan dengan konservatisme setelah
http://digilib.mercubuana.ac.id/
25
Variabel Independen : Asimetri Informasi antara manajer dan luar investor ekuitas
Muller, Riedl, dan Sellhorn (2011)
Variabel Dependen: Asimetri Informasi Variabel Independen: Konvergensi IFRS
Sohn dkk (2014)
Variabel Dependen: Asimetri Informasi Variabel Independen: Perubahan CEO
Lara, Osma dan Penalva (2014)
Konsekuensi Informasi Konservatisme dalam akuntansi
melakukan kontrol terhadap hal-hal lain yang membutuhkan konservatisme dan perubahan tingkat asimetri informasi diantara investor saham akan mengarah pada terjadinya perubahan tingkat konservatisme. Konservatisme tidak memicu asimetri informasi, malah asimetri informasi yang memicu konservatisme. Konvergensi IFRS berpengaruh secara signifikan terhadap menurunnya asimetri Informasi.
Terdapat hubungan positif dan signifikan antara perubahan CEO dan asimetri informasi yang diukur dengan pengungkapan perusahaan dan analisis perkiraan kesalahan (analyst forecast errors. Perubahan CEO meningkatkan asimetri informasi karena upaya yang disengaja manajer untuk mengurangi tingkat informasi yang tersedia. Kenaikan konservatisme memperbaiki informasi dalam lingkungan perusahaan dan menyebabkan penurunan asimetri informasi antara pihak internal dan pihak eksternal perusahaan.
Sumber: Berbagai Sumber Penelitian
B. Rerangka Pemikiran Teori keagenan (agency theory) mengimplikasikan adanya perbedaan pemahaman informasi atau asimetri informasi antara manajer sebagai agen
http://digilib.mercubuana.ac.id/
26
dan pemilik (pemegang saham) sebagai prinsipal. Masalah yang terjadi biasanya, kedua pihak pasti sama sama ingin memaksimalkan utilitasnya sendiri. Di satu sisi, pemilik ingin manajer bekerja keras untuk memaksimalkan
utilitas
pemilik.
Disisi
lain,
manajer
juga
ingin
memaksimalkan utilitas mereka sendiri. Selain itu ada masalah keagenan yang muncul ketika manajemen berperilaku mensejahterakan dirinya sendiri yang berlawanan dengan kepentingan prinsipal. Perilaku ini disebut perilaku oportunistik. Bagaimanapun juga, kepentingan manajer maupun kepentingan prinsipal harus berjalan selaras dan janganlah saling mendahulukan kepentingan sepihak. Dan ketika kepentingan berjalan dengan selaras, maka asimetri informasi ini juga pasti akan menurun. Terjadinya asimetri informasi salah satunya adalah ketika terjadi perbedaan pemahaman antara manajer dan prinsipal atas laporan keuangan. Perbedaan pemahaman ini salah satunya terjadi karena perbedaan standar pelaporan keuangan yang ada pada masing masing perusahaan bahkan masing-masing
negara.
Untuk
menghilangkan
perbedaan
itu
maka
diciptakanlah suatu standar internasional yang bisa diterapkan diseluruh dunia yaitu IFRS. Dengan adanya konvergensi IFRS ini dapat menurunkan asimetri informasi sehingga keselarasan antara manajer dan prinsipal dapat terwujud Bukti empiris yang menyatakan bahwa konvergensi IFRS berpengaruh signifikan terhadap asimetri terdapat pada penelitian yang dilakukan oleh Muller, Riedl, dan Sellhorn (2011), mereka membutikan bahwa variabel independen konvergensi IFRS di eropa berpengaruh signifikan terhadap
http://digilib.mercubuana.ac.id/
27
penurunan asimetri informasi sebagai variabel dependen. Penerapan IFRS juga dihipotesiskan dapat membatasi tindakan opportunistik manajemen (Barth dkk., 2008). Hasil penelitian Van der Meulen (2007), Hung dan Subramayam (2007), serta Karampinis dan Hevas (2011) menunjukkan bukti empiris yang bertentangan. Namun di sisi lain, akibat dari konvergensi IFRS terdapat prinsip yang hilang dalam conceptual framework, yaitu prinsip konservatisme. Prinsip konservatime tidak menjadi prinsip yang diatur dalam standar akuntansi internasional
(IFRS),
padahal,
prinsip
konservatisme
tersebut
dapat
mengurangi kemungkinan manajer melakukan manipulasi laporan keuangan serta mengurangi deadweight loss (biaya agensi) yang timbul akibat dari asimetri informasi (Lafond dan Watts, 2008). Berdasarkan hasil penelitian yang kontradiktif tersebut, penelitian ini berusaha untuk menegaskan konvergensi IFRS dan konservatisme pada perusahaan perbankan sebelum dan sesudah penerapan IFRS. Sehingga rerangka pemikiran untuk penelitian ini adalah sebagai berikut:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
28
Gambar 2.2 Model Penelitian
Variabel Independen
Variabel Dependen
Konvergensi IFRS Asimetri Informasi Konservatisme
Variabel Kontrol
SIZE
= Ukuran Perusahaan (LOG Asset)
LEV
= Tingkat hutang terhadap ekuitas
PRICE
= Rata-rata harga saham harian
KEP_PUBLIK = Presentase kepemilikan publik
http://digilib.mercubuana.ac.id/
29
C. Hipotesis 1. Pengaruh Konvergesi IFRS Terhadap Asimetri Informasi Muller, Riedl, dan Sellhorn (2011) menemukan bahwa di Eropa konvergensi IFRS ini berpengaruh positif terhadap Asimetri Informasi dimana dengan menerapkan IFRS ini pada perusahaan maka nilai Asimetri Informasi tersebut akan menurun. Menurunnya asimetri informasi dapat diartikan bahwa manajer bekerja dengan baik dalam memenuhi kebutuhan prinsipal, dimana dengan hal itu dapat meningkatkan nilai suatu perusahaan. Terdapat beberapa penelitian sudah memberikan bukti empiris bahwa telah terjadi penurunan asimetri informasi (dengan proksi bid-ask spread) setelah adopsi IFRS (Healy et al., 1999, Leuz dan Verrecchia, 2000, Daske et al., 2008 dan Armstrong et al., 2010). Penyebabnya adalah bahwa peningkatan disclosure dapat menurunkan persentase bid-ask spread (Healy et al., 1999). Novianto (2014), menjelaskan konvergensi IFRS memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap asimetri informasi dengan menggunakan bidask spread sebagai proksi. Penerapan konvergensi IFRS menunjukkan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan asimetri informasi pemegang saham. Hal ini bertentangan dengan peran dan tujuan penerapan IFRS sebagai standar akuntansi bagi perusahaan yang terdaftar di BEI.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
30
Penurunan Asimetri Informasi ini dapat diketahui dengan mengukur nilai bid-ask spread. Bid-ask spread adalah selisih harga yang ditawarkan oleh dealer dengan harga terendah. Spread merupakan faktor selisih antara harga beli tertinggi yang menyebabkan investor bersedia untuk membeli saham tertentu dengan harga jual terendah yang menyebabkan investor bersedia untuk menjual sahamnya. Bid ask spread juga dapat diartikan sebagai selisih harga beli tertinggi dengan pedagang saham bersedia membeli suatu saham dengan dengan harga jual terendah yang trader bersedia menjual saham tersebut. Menurunnya nilai bid-ask spread merupakan refleksi atas menurunnya nilai Asimetri Informasi itu sendiri. Berdasarkan penjelasan diatas, maka hipotesis ke-1 yang diajukan dalam penelitian ini adalah H1 : Konvergensi IFRS berpengaruh positif terhadap Asimetri Informasi
2. Pengaruh Konservatisme Akuntansi terhadap Asimetri Informasi Asimetri informasi yang muncul antara manajer dengan investor memungkinkan manajer menggunakan informasi privat yang mereka miliki untuk memindahkan kekayaan para investor ke diri mereka dengan jalan membesar-besarkan
(overstatement)
kinerja
keuangan
dalam
laporan
keuangan sehingga harga saham perusahaan juga ikut naik selama mereka mengelola perusahaan (Lafond dan Wattts, 2006). Cara lain yang dapat dilakukan oleh manajemen untuk mengambil kekayaan pemegang saham adalah melalui biaya agensi. Biaya agensi disini adalah biaya yang diberikan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
31
kepada manajemen untuk mengelola perusahaan sehingga dapat memenuhi keinginan pemegang saham. Dengan meningkatkan biaya agensi dan harga saham, maka investor akan membayar lebih, namun tidak mendapatkan keuntungan sesuai harapan. Keadaan seperti ini sangat merugikan investor. Berhubungan dengan kecenderungan manajer untuk melakukan manipulasi laporan keuangan, maka Lafond dan Watts (2006) memberikan berpendapat bahwa konservatisme merupakan salah satu mekanisme tata kelola perusahaan yang dapat mengurangi kemampuan manajer untuk melakukan manipulasi dan overstatement laporan keuangan, terutama mengenai kinerja keuangan sehingga dapat meningkatkan arus kas dan nilai perusahaan. Konservatisme menguragi asimetri informasi dan manipulasi laporan keuangan dengan cara membatasi penyajian laba yang tidak diverifikasi serta memastikan semua kerugian telah termasuk dalam laporan keuangan. Selain itu konservatisme juga melakukan verifikasi terhadap net asset yang terdapat di neraca untuk mencegah manajemen membesar-besarkan aset (Haniati dan Fitriany 2010). Lara et al (2013) menemukan bahwa konservatisme dapat membatasi manipulasi laba, dan memberikan kontribusi untuk peningkatan dan pengungkapan dan meningkatkan efisiensi investasi. Sebaliknya ada pula hasil penelitian yang membuktikan bahwa konservatisme berpengaruh positif dan signifikan terhadap asimetri informasi. Penelitian tersebut menunjukkan hasil tidak ada perbedaan asimetri informasi yang signifikan setelah adopsi IFRS (Leuz, 2003, dalam Latif, 2012). Penyebabnya
adalah
bahwa
standar
bukanlah
http://digilib.mercubuana.ac.id/
faktor
utama
yang
32
mempengaruhi asimetri informasi (Hung dan Subramanyam (2007) dalam Latif, 2012). Berdasarkan penjelasan di atas dapat dilihat bahwa semakin tinggi tingkat konservatisme dalam laporan keuangan, maka semakin rendah asimetri informasi yang muncul antara manajer dengan investor luar. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa konservatisme dapat mengatasi masalah yang timbul akibat asimetri informasi, diantaranya overstatement laporan keuangan dan munculnya agency cost.
Dari berbagai penelitian yang kontradiktif,
sehingga dapat diambil hipotesis penelitian ke-2 sebagai berikut: H2: Konservatisme akuntansi berpengaruh negatif terhadap asimetri informasi
http://digilib.mercubuana.ac.id/