BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
A.
Kajian Pustaka
1.
Teori Entitas (Entity Theory) Teori entitas yang dikemukakan oleh Paton (Suwardjono, 2005),
menyatakan bahwa organisasi dianggap sebagai suatu kesatuan atau badan usaha ekonomik yang berdiri sendiri, bertindak atas nama sendiri, dan kedudukannya terpisah dari pemilik atau pihak lain yang menanamkan dana dalam organisasi dan kesatuan ekonomik tersebut menjadi pusat perhatian atau sudut pandang akuntansi. Dari perspektif tersebut, akuntansi berkepentingan dengan pelaporan keuangan kesatuan usaha, bukan pemilik. Kesatuan usaha merupakan pusat pertanggungjawaban
sedangkan
laporan
keuangan
merupakan
medium
pertanggungjawabannya. Teori ataupun konsep entitas telah diaplikasikan dalam mekanisme keuangan negara di Indonesia dan istilah entitas pelaporan telah masuk dalam khasanah perundang-undangan yaitu pada pasal 51 ayat (2) dan ayat (3) UndangUndang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara menyatakan bahwa:”....tiap-tiap kementerian negara/lembaga merupakan entitas pelaporan yang tidak hanya wajib menyelenggarakan akuntansi tetapi juga wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan”. Oleh
17 http://digilib.mercubuana.ac.id/
18
karena itu maka dalam Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) dibakukan dan dipertegas eksistensi Entitas Pelaporan dan Entitas Akuntansi, sebagai berikut: 1). Entitas pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih entitas akuntansi yang menurut ketentuan perundang-undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan; 2). Entitas Akuntansi adalah unit pemerintahan pengguna anggaran/pengguna barang, dan oleh karenanya wajib menyelenggarakan akuntansi dan menyusun laporan keuangan untuk digabungkan pada entitas pelaporan.
2.
Teori Institusional Ide pokok teori institusional adalah bahwa organisasi dibentuk oleh
lingkungan institusional yang mengitarinya. Pengamatan terhadap organisasi harus dilihat sebagai totalitas simbol, bahasa, ataupun ritual-ritual yang melingkupinya (Scott, 2001). Paul J. Di Maggio dan Walter W. Powell (1983) menyatakan bahwa Teori institusionalisme merupakan sebuah teori yang berangkat dari konsep-konsep dalam Sosiologi yang menjelaskan bagaimana dinamika yang terjadi di dalam sebuah organisasi yang terdiri dari sekumpulan manusia. Sebuah studi tentang sistem sosial yang membatasi penggunaan dan pertukaran sumberdaya langka, serta upaya untuk menjelaskan munculnya berbagai bentuk peraturan institusional yang masing-masing mengandung konsekuensi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
19
Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia (2014), dalam
Standar
audit Intern Pemerintah Indonesia (SAIPI) menjelaskan bahwa Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) adalah instansi pemerintah yang dibentuk dengan tugas melaksanakan pengawasan intern di lingkungan pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah, yang terdiri dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Inspektorat Jenderal/Inspektorat/Unit Pengawasan Intern pada Kementerian/Kementerian Negara, Inspektorat Utama/Inspektorat Lembaga Pemerintah Non Kementerian, Inspektorat/Unit Pengawasan Intern pada Kesekretariatan Lembaga Tinggi Negara dan Lembaga Negara, Inspektorat Provinsi/Kabupaten/Kota, dan Unit Pengawasan Intern pada Badan Hukum Pemerintah lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Terkait dengan keberadaan APIP sebagai unit pengawasan dalam instansi pemerintah maka peneliti menggunakan pendekatan dengan menerapkan teori institusional atau teori kelembagaan dalam penelitian, untuk mengetahui peran organisasi APIP, khusunya individu dalam organisasi APIP untuk dapat melaksanakan setiap penugasan sesuai dengan Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia. Dalam Thomas B. Lawrence (2009) menjelaskan teori institusional adalah: Central to institutional theory is its emphasis on the manner in which organizations adopt structures, procedures, or ideas based, not on"efficiency,"but rather on external definitions of legitimacy (Meyer & Rowan, 1977). Phillips, N., & Thomas B. Lawrence (2012) menjelaskan bahwa teori institusional memberikan gambaran faktor-faktor yang dapat mempengaruhi organisasi dalam penerapan sistem yang akan dipergunakan. Organisasi dibangun melalui praktik kelembagaan dan pengalaman sejarah yang membangun model
http://digilib.mercubuana.ac.id/
20
normatif legitimasi organisasi. Secara tradisional, teori kelembagaan berfokus pada kerangka dua pihak yaitu stakeholder untuk organisasi sektor public, yaitu badan keuangan dan penyedia layanan professional. Disamping itu, ada empat faktor dalam teori institusional yang dianggap penting untuk kelangsungan hidup sebuah organisasi : legitimasi, ketergantungan, konsistensi dan kontrol. Kemampuan organisasi untuk bertahan hidup tergantung pada sesuai dengan norma-norma sosial dan mencapai legitimasi dari para pemangku kepentingan (Yang & Modell, 2013). Stakeholder, seperti asosiasi profesi, kelompok kepentingan luar, negara
dan opini publik membuat tekanan yang dapat
menyebabkan organisasi untuk mengubah sistem kontrol dan struktur, tanpa bukti bahwa ini akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas (Dacin et al, 2002). Dalam Dwi Ratmono (2013), menjelaskan bahwa teori institusional (institutional theory) dan teori keagenan (agency theory) merupakan dua teori yang bersifat komplementer untuk menjelaskan praktik pelaporan keuangan Kementerian. Teori institusional menyatakan bahwa organisasi merespon tekanan-tekanan dari konteks institusional mereka. Respon tersebut dapat berupa adopsi praktik-prakt ik serta struktur yang dapat diterima secara sosial sebagai pilihan organisasional yang tepat dalam rangka memperoleh legitimasi dari konteks institusional mereka. Adopsi praktik-praktik atau struktur dalam rangka memperoleh legitimasi tersebut dapat terjadi dalam organisasi melalui 3 mekanisme (disebut isomorphism) yaitu: (i) coercive (melalui tekanan dari organisasi lain yang mempunyai pengaruh yang kuat sehingga organisasi yang merespon mempunyai ketergantungan yang besar); (ii) mimetic (melalui peniruan terhadap organisasi
http://digilib.mercubuana.ac.id/
21
lain yang telah sukses melakukan adopsi dan memperoleh legitimasi); (iii) normative (melalui peran dari suatu kelompok profesional yang memperjuangkan praktik adopsi yang seharusnya
dilakukan). Praktik pelaporan keuangan
Kementerian melalui internet (IFR), menurut teori institusional, dapat dipandang sebagai suatu adopsi praktik-praktik yang dapat diterima secara sosial dalam rangka memperoleh legitimasi dari konteks institusional mereka. Dari uraian teori institusional tersebut di atas, APIP sebagai institusi aparat pengawasan intern pemerintah, memperoleh mandat berdasarkan peraturan perundang-undangan, dan melaksanakan tugasnya dengan tunduk kepada standar, kode etik dan peraturan perundang-undangan
yang
terkait
dengan
kegiatan
pengawasan
yang
dilaksanakannya, antara lain terkait dengan pengelolaan keuangan negara/daerah, pengadaan barang dan jasa pemerintah, pengelolaan barang milik negara/daerah, semua peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia menjadi kriteria yang dipergunakan dalam pelaksanaan tugas
pengawasannya. Dalam
pelaksanaan tugas pengawasannya, APIP tunduk kepada
ketentuan yang
mengaturnya antara lain Peraturan Pemerintah RI Nomor 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
(SPIP),
Peraturan Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: PER/05/M.PAN/03/2008 Tentang Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah dan Peraturan Nomor: PER/04/M.PAN/03/2008 Tentang Kode Etik Aparat Pengawasan Intern Pemerintah serta Keputusan Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia (AAIPI) Nomor: KEP-005/AAIP I/DPN/2014 Tentang Pemberlakuan Kode Etik Auditor Intern Pemerintah Indonesia, Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
22
dan Pedoman Telaah Sejawat Auditor Intern Pemerintah Indonesia, tanggal 24 April 2014. Di samping itu, dalam pelaksanaan penugasannya, Auditor APIP harus memahami ketentuan ketentuan yang
teknis atas kegiatan yang diaudit, antara lain
berkaitan dengan Keuangan Negara, Pengelolaan Keuangan
Negara/Daerah, Perbendahaan Negara, Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, dan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Pelaksanaan ketentuan dengan mengadopsi ketentuan dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 60 tahun 2008 dan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negera terkait dengan Standar Audit APIP dan Kode Etik APIP serta ketentuan lain yang terkait dengan penerapan profesionalisme APIP dapat merupakan praktik adopsi yang dapat diterima secara sosial dalam rangka memperoleh legitimasi dari konteks institusional APIP.
3.
Teori Keagenan (Agency Theory) Teori utama yang mendasari penelitian mengenai pengaruh kompetensi,
independensi, motivasi dan skeptisme professional terhadap kualitas hasil audit (studi empiris auditor internal pada sepuluh Inspektorat Jenderal Kementerian Republik Indonesia) ini dijelaskan melalui perspektif teori agensi. Teori agensi menggambarkan hubungan antara dua individu yang mempunyai kepentingan berbeda. Menurut Jensen dan Meckling (1976) teori keagenan adalah: “an agency relationship as a contract under which one or more persons (the principal (s)) engage another person (the agent) to perform some service on their behalf which involves delegating some decision making authority to the agent.”
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
Teori keagenan, menurut Jensen dan Meckling (Jensen, 1976) mendefinisikan hubungan keagenan sebagai sebuah kontrak dimana satu atau lebih (principal) menyewa orang lain (agent) untuk melakukan beberapa jasa untuk kepentingan mereka dengan mendelegasikan beberapa wewenang pembuatan keputusan kepada agen. Konflik kepentingan akan muncul dalam pendelegasian tugas berkepentingan mempunyai
untuk
yang diberikan kepada agen dimana agen tidak memaksimumkan
kecenderungan
untuk
kesejahteraan
mementingkan
diri
principal, sendiri
tetapi dengan
mengorbankan kepentingan pemilik. Permasalahan yang sering terjadi adalah adanya benturan kepentingan antara kepentingan manajemen dengan kepentingan stakeholder. Manajemen tidak selalu bertindak untuk kepentingan stakeholder, namun seringkali manajemen bertindak untuk memaksimumkan kesejahteraan mereka dan mengamankan posisi mereka sendiri tanpa memandang bahaya yang ditimbulkan terhadap stakeholder lain, misalnya karyawan, investor, kreditor dan masyarakat. Demikian pula pada entitas publik, hubungan keagenan dapat terjadi pada sebuah tatanan pemerintahan suatu negara, terutama pada negara dengan sistem demokrasi. Pada dasarnya organisasi sektor publik dibangun atas dasar agency theory. Diakui atau tidak pada pemerintahan terdapat hubungan dan masalah keagenan (Syukriy Abdullah, 2006).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
24
HUBUNGAN KONTRAK PRINSIPAL - AGEN
Rencana Anggaran/Kerja
Pelaporan
Akuntansi
Agen
Lembaga Perwakila n
RAKYAT
Prinsipal
Ketentuan Undang-Undang
PEMERINTAH
.
Auditing
AKUNTABILITAS
Gambar 2.1. Hubungan Kontraktual Prinsipal – Agen pada Sektor Publik Sumber: Kemenkeu, 2012 (telah diolah kembali)
Dipandang dari sudut teori keagenan tersebut, hubungan antara masyarakat dengan pemerintah seperti hubungan antara principal dan agen. Masyarakat adalah pincipal dan pemerintah adalah agen. Principal memberikan wewenang pengaturan kepada agen dan memberikan sumberdaya kepada agen (dalam bentuk pajak dan lain-lain). Sebagai wujud pertanggungjawaban atas wewenang yang diberikan maka agen memberikan laporan pertanggungjawaban terhadap principal. Permasalahan akan muncul mengingat principal tidak selalu mengetahui apa sebenarnya yang dilakukan agen (terjadi asimetri informasi), oleh karena itu maka principal membutuhkan pihak ketiga yang mampu meyakinkan principal bahwa apa yang dilaporkan oleh agen adalah benar. Dalam posisi sebagai pihak ketiga inilah sebenarnya peran akuntan sector public diharapkan berperan besar, mengingat bahwa sebagian (atau bahkan sebagian besar) laporan yang diberikan pemerintah adalah dalam bentuk informasi keuangan. Inti dari Agency Theory atau teori keagenan adalah pendesainan kontrak yang tepat untuk
http://digilib.mercubuana.ac.id/
25
menyelaraskan kepentingan principal dan agent dalam hal terjadi konflik kepentingan (Scott, 2014). Jensen dan Meckling (1976) menyatakan permasalahan asymmetric information tersebut menjadi dua tipe, yaitu: 1) Permasalahan yang muncul jika agen tidak melaksanakan hal-hal yang disepakati bersama dalam kontrak kerja; 2) Permasalahan yang disebabkan dari keadaan dimana principal tidak dapat mengetahui apakah suatu keputusan yang diambil oleh agent benar-benar didasarkan atas informasi yang telah diperolehnya atau terjadi sebagai sebuah kelalaian dalam tugas. Organisasi sektor publik pada dasarnya dibangun atas dasar agency theory, diakui maupun disadari atau tidak di pemerintahan terdapat hubungan dan masalah keagenan dan kerangka hubungan principal-agen merupakan suatu pendekatan yang sangat penting untuk menganalisis komitmen-komitmen kebijakan publik. Mardiasmo (2006) menjelaskan tentang akuntabilitas dalam konteks sektor publik bahwa
pengertian
akuntabilitas
sebagai
kewajiban
pemegang
amanah
(pemerintah) untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya kepada pihak pemberi amanah (masyarakat) yang memiliki hak untuk meminta pertanggungjawaban tersebut. Pernyataan ini mengandung arti bahwa dalam pengelolaan pemerintah terdapat hubungan keagenan (teori keagenan) antara masyarakat sebagai principal dan pemerintah sebagai agen.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
26
Teori keagenan memandang bahwa pemerintah sebagai agen bagi masyarakat sebagai principal akan bertindak dengan penuh kesadaran bagi kepentingan mereka sendiri serta memandang bahwa pemerintah tidak dapat dipercaya untuk bertindak dengan sebaik-baiknya bagi kepentingan masyarakat. Eisenhardt (1989) menyatakan ada tiga asumsi sifat manusia terkait teori keagenan, yaitu : (1) manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri (self interest), (2) manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality), dan (3) manusia selalu menghindari risiko (risk averse). Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia tersebut diperlukan pihak independen yang dapat menjembatani kepentingan principal dan agen. Pihak independen ini dapat melakukan pengamatan dan penilaian mengenai kinerja agen apakah sudah bekerja dengan baik sesuai dengan yang diharapkan oleh principal atau belum. Dan dalam hal ini yang dapat menjadi pihak independen yang mampu menjembatani hubungan antara principal dan agent adalah auditor independen. Auditor dianggap sebagai pihak yang independen karena auditor dapat melakukan pengawasan dan melakukan penilaian atas kinerja agen berdasarkan laporan keuangan yang diaudit. Dari laporan keuangan tersebut auditor akan memberikan opini tentang laporan keuangan yang diaudit apakah wajar atau tidak. Guna mewujudkan pengawasan tersebut, maka Indonesia membentuk suatu badan audit independen untuk mengaudit seluruh Kementerian/Lembaga di Indonesia, pengawasan tersebut dilakukan oleh auditor pemerintahan yang terdiri dari Inspektorat Jenderal Departemen/Kementerian, Satuan Pengawas
http://digilib.mercubuana.ac.id/
27
Intern (SPI) di lingkungan Lembaga Negara dan BUMN/D, Inspektorat Wilayah Propinsi, Inspektorat Wilayah Kabupaten/Kota dan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang merupakan auditor internal serta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai auditor eksternal. Pemeriksaan yang dilakukan tersebut terdiri dari pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Hasil dari pemeriksaan tersebut berupa opini, temuan, kesimpulan atau dalam bentuk rekomendasi. Menurut Undang-Undang No.15 Tahun 2004 (UU No.15/2004) Pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, obyektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Dengan meningkatnya akuntabilitas kinerja pemerintah maka informasi yang diterima masyarakat mengenai kondisi pemerintahan menjadi lebih berimbang sehingga informatif
asymmetry
yang
terjadi
dapat
berkurang.
Dengan
semakin
berkurangnya information asymmetry maka kemungkinan untuk melakukan korupsi juga menjadi lebih kecil (Setiawan, 2012).
3.
Teori Harapan (Expectancy Theory) Teori harapan atau disebut teori ekspetansi atau expectancy theory of
Motivation yang dikemukakan oleh Victor Vroom (1994). Vroom lebih menekankan pada faktor hasil (outcomes), dibandingkan kebutuhan (needs). Teori ini menyatakan bahwa intensitas kecenderungan untuk bertindak dengan cara
http://digilib.mercubuana.ac.id/
28
tertentu sangat tergantung pada intentitas harapannya. Vroom (Robbins, 2008) menyatakan bahwa orang-orang akan termotivasi untuk melakukan hal-hal tertentu guna mencapai tujuan apabila mereka yakin bahwa tindakan mereka akan mengarah pada pencapaian tujuan tersebut. Teori harapan memprediksi bahwa karyawan akan mengeluarkan tingkat usaha yang tinggi apabila mereka merasa bahwa ada hubungan yang kuat antara usaha dan kinerja, kinerja dan penghargaan, serta penghargaan dan pemenuhan tujuan pribadi. Dimana setiap hubungan ini akan dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu. Maka agar usaha dapat menghasilkan kinerja yang baik, individu harus memiliki kemampuan yang dibutuhkan untuk bekerja dan sistem penilaian kinerja yang mengukur kinerja individu tersebut harus dipandang adil dan obyektif. Hubungan kinerja-penghargaan akan menjadi kuat apabila individu merasa bahwa yang diberi penghargaan adalah kinerja (bukan senioritas, alasan pribadi atau kriteria lainnya). Hubungan terakhir dalam teori harapan adalah hubungan penghargaan-tujuan. Motivasi akan tinggi sampai tingkat dimana penghargaan yang diterima seorang individu atas kinerja yang tinggi mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan dominan yang konsisten dengan tujuan-tujuan individual (Robbins, 2008). Victor Vroom (1994) yang pertama kali mengemukakan teori harapan secara konseptual dengan persamaan, sebagai berikut : Motivasi = Harapan x Valensi x Instrumen.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
29
Tabel 2.1. Kerangka Berfikir Expectancy Theory Harapan
Instrumen
Valensi
Kemungkinan melakukan Kemungkinan mencapai Nilai Hasil Kerja tugas untuk mencapai target kinerja yang Karyawan baik atau target kinerja dipandu berbagai buruk program kerja (Sumber : Stephen P. Robbins .2008 “Prinsip-Prinsip Perilaku Organisasi ”Edisi Duabelas”)
Vroom
(dalam
Robbins,
2008)
mengatakan
bahwa
intensitas
kecenderungan untuk bertindak dengan cara tertentu sangat tergantung pada intensitas
pengharapan.
Dapat
diartikan
bahwa
karyawan
ditingkatkan
motivasinya untuk melakukan usaha yang lebih keras apabila menyakini bahwa usaha itu akan menghasilkan penilaian kinerja yang baik. Dengan penilaian kinerja yang baik maka karyawan berharap akan mendapatkan imbalan dari perusahaan berupa kenaikan upah, bonus atau promosi. Singkatnya teori ini berfokus pada tiga hubungan, yaitu: 1. Hubungan antara upaya dengan kinerja Individu mempunyai persepsi bahwa sejumlah usaha yang dikeluarkan akan meningkatkan kinerja; 2. Hubungan antara kinerja dengan imbalan Individu meyakini bahwa berkinerja pada suatu tingkat tertentu akan mendorong tercapainya suatu hasil yang diinginkan; 3. Hubungan antara imbalan dengan sasaran pribadi
http://digilib.mercubuana.ac.id/
30
Sejauh mana imbalan dari organisasi memuaskan tujuan atau kebutuhan pribadi seorang individu dan seberapa besar daya tarik imbalan tersebut bagi yang bersangkutan. Ketiga hubungan diatas dapat diartikan sebagai pemahaman terhadap sasaran individu dalam hubungannya antara upaya dengan kinerja, kinerja dengan imbalan dan imbalan dengan dipuaskannya dari masing-masing sasaran.
4
Auditing
4.1
Pengertian Umum Auditing Menurut American Accounting Association (AAA), auditing adalah suatu
proses sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif yang berhubungan dengan asersi tentang tindakan dan peristiwa ekonomi untuk menentukan tingkat kesesuaian antara asersi tersebut dengan kriteria yang ditetapkan, serta mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Auditing is a systematic process of objectivity obtaining and evaluating evidence regarding assertions about economic actions and events to ascertain the degree of correspondence between those assertions and estabilished criteria and communicating the results to interested users. Menurut Arens, Mark & Elder (2013) auditing adalah Suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh seseorang yang independen dan kompeten untuk menghimpun dan mengevaluasi bukti-bukti dari keterangan yang terukur dari suatu kesatuan ekonomi dengan tujuan untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian hubungan antara informasi yang terukur tersebut dengan kriteria yang telah ditentukan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
31
Sementara menurut Sukrisno Agoes (2014) auditing adalah Suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yeng telah ditetapkan serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan. Merujuk pengertian tersebut di atas, maka
dapat ditarik kesimpulan
bahwa auditing adalah proses yang sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif mengenai informasi tingkat kesesuaian antara tindakan atau peristiwa ekonomi dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta melaporkan hasilnya kepada pihak yang membutuhkan, dan auditing harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan independent. Berdasarkan penjelasan tersebut, terdapat beberapa poin penting yang mendasari definisi auditing. Hal pertama adalah informasi dan kriteria yang ditetapkan dimana dalam pelaksanaan audit harus terdapat informasi yang dapat diuji dan suatu kriteria yang dapat digunakan auditor untuk mengevaluasi informasi tersebut. Poin kedua adalah pengumpulan dan pengevaluasian bukti audit dimana bukti audit merupakan informasi yang digunakan oleh auditor untuk menentukan apakah informasi yang diaudit telah disajikan sesuai dengan kriteria yang ditetapkan, dan oleh karena itu dibutuhkan bukti audit yang memadai untuk mencapai tujuan audit. Poin ketiga adalah seseorang yang kompeten dan independen dimana auditor harus memiliki kualifikasi dalam memahami kriteria yang ditetapkan serta harus kompeten dalam menentukan jenis dan jumlah bukti audit yang perlu diuji untuk mencapai kesimpulan audit yang tepat serta harus mampu mempertahankan sikap mental independensinya agar mampu bersikap
http://digilib.mercubuana.ac.id/
32
secara obyektif dalam pengumpulan dan pengevaluasian bukti. Poin keempat adalah pelaporan dimana merupakan suatu bentuk komunikasi atas kesimpulan auditor mengenai tingkat kesesuaian antara suatu informasi dengan kriteria yang ditetapkan para pemangku kepentingan.
4.2.
Jenis Audit dan Auditor Menurut Arens, Mark & Elder (2013), terdapat 3 (tiga) jenis audit yang
dilaksanakan oleh akuntan publik, antara lain: 1) Audit Laporan Keuangan Tujuan audit laporan keuangan adalah untuk menentukan apakah laporan keuangan secara keseluruhan telah dilaporkan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Dalam menentukan tingkat kewajaran penyajian laporan keuangan, auditor perlu melaksanakan serangkaian uji yang
tepat
untuk
menentukan
apakah
terdapat
kesalahan
atau
misstatement lainnya yang bersifat material dalam laporan keuangan. Hasil dari audit laporan keuangan berupa opini audit atas laporan keuangan. 2) Audit Operasional Tujuan audit operasional adalah untuk mengevaluasi efisiensi dan efektivitas dari bagian-bagian prosedur dan metode kegiatan operasional perusahaan. Dalam audit operasional, pelaksanaan review tidak terbatas hanya pada akuntansi, tetapi juga dapat mencakup evaluasi atas struktur organisasi, operasi computer, metode produksi, pemasaran dan bagian-
http://digilib.mercubuana.ac.id/
33
bagian lainnya yang sesuai dengan kualifikasi auditor. Berbeda dengan jenis audit lainnya, kriteria yang ditetapkan dalam pelaksanaan audit operasional merupakan suatu hal yang bersifat subjektif sehingga audit operasional cenderung tergolong sebagai konsultasi manajemen. Hasil dari audit operasional biasanya berupa pernyataan mengenai efektivitas dan efisiensi operasi atau sejumlah rekomendasi kepada manajemen untuk memperbaiki atau meningkatkan kinerja operasional perusahaan. 3) Audit Kepatuhan Tujuan audit kepatuhan adalah untuk menentukan apakah pihak yang diaudit telah mengikuti prosedur kebijakan dan regulasi yang telah ditetapkan oleh badan/otoritas yang lebih tinggi. Hasil dari audit kepatuhan biasanya berupa pernyataan temuan atau tingkat kepatuhan dan dilaporkan kepada pihak tertentu dalam unit organisasi yang diaudit. Uraian ringkas jenis audit dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut ini. Audit Audit Laporan Keuangan
Audit Kepatuhan
Audit Operasional
Memeriksa asersi dalam laporan keuangan
Memeriksa tindakan perorangan atau organisasi
Memeriksa seluruh atau sebagian aktivitas organisasi
Kriteria yang digunakan adalah prinsip akuntansi yang berterima umum
kriteria yang digunakan adalah kebijakan perundangan, peraturan
kriteria yang digunakan adalah tujuan tertentu organisasi
Laporan audit berisi pendapat auditor atas kesesuain laporan keuangan dengan prinsip akuntansi berterima umum
Laporan audit berisi pendapat auditor atas kepatuhan perorangan atau organisasi terhadap kebijakan perundangan, peraturan
Laporan audit berisi rekomendasi perbaikan aktivitas
(Sumber: Arens, Mark & Elder. 2013)
Gambar 2.2. Jenis-jenis Audit
http://digilib.mercubuana.ac.id/
34
Adapun jenis-jenis auditor menurut Arens and Loebbecke (2008) adalah : 1) Auditor Pemerintah Auditor Pemerintah adalah auditor yang bertugas melakukan audit atas keuangan pada instansi-instansi pemerintah. Di Indonesia, auditor pemerintah dibagi menjadi dua yaitu : a) Auditor Eksternal Pemerintah yang dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai perwujudan dari Pasal 23 E ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi “Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri. Ayat (2) Hasil pemeriksa keuangan negara diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sesuai dengan kewenangannya”. Badan Pemeriksa Keuangan merupakan badan yang tidak tunduk kepada pemerintah sehingga diharapkan dapat bersikap independen. b) Auditor Internal Pemerintah atau yang lebih dikenal sebagai Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah dan dilaksanakan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Inspektorat Jenderal Departemen/Kementerian dan Badan Pengawasan Daerah. 2) Auditor Intern merupakan auditor yang bekerja pada suatu perusahaan dan oleh karenanya berstatus sebagai pegawai pada perusahaan tersebut. Tugas utamanya ditujukan untuk membantu manajemen perusahaan tempat dimana ia bekerja.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
35
3) Auditor Independen atau Akuntan Publik adalah melakukan fungsi pengauditan atas laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan. Pengauditan ini dilakukan pada perusahaan terbuka yaitu perusahaan yang go public, perusahaan-perusahaan besar dan juga perusahaan kecil serta organisasi-organisasi yang tidak bertujuan mencari laba. Praktik akuntan publik ini harus dilakukan melalui suatu Kantor Akuntan Publik (KAP). Uraian ringkas jenis auditor dapat dilihat pada gambar 2.3 berikut ini. Audit External Auditing
Internal Auditing
Governmental Auditing
Dilaksanakan oleh auditor independen atas dasar kontrak kerja
Dilaksanakan oleh auditor intern sebagai karwayan organisasi
Dilaksanakan oleh auditor pemerintah sebagai karyawan pemerintah
Mencakup berbagai tipe audit, terutama audit atas laporan keuangan
Mencakup audit kepatuha dan audit operasional
Mencakup audit laporan keuangan, audit kepatuhan, dan audit operasional
(Sumber: Arens and Loebbecke. 2008)
Gambar 2.3. Jenis Auditor 4.3
Audit Sektor Pemerintah Audit sektor pemerintah secara khusus merupakan kegiatan yang
ditujukan terhadap entitas yang menyediakan pelayanan dan penyediaan barang yang pembiayaannya berasal dari penerimaan pajak dan penerimaan negara lainnya dengan tujuan untuk membandingkan antara kondisi yang ditemukan dan kriteria yang ditetapkan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
36
Berikut perbedaan antara Audit Sektor Pemerintah dan Audit Sektor Privat di Indonesia: Tabel 2.2. Perbedaan Audit Sektor Pemerintah dengan Audit Sektor Privat
(Sumber: http://www.bpk.go.id diakses pada tanggal 23 Agustus 2016)
4.4
Jenis-Jenis Audit Dalam Sektor Pemerintah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dan secara umum sesuai dengan Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara ada tiga jenis audit dalam sektor publik yaitu : 1) Audit keuangan, adalah audit atas laporan keuangan, Audit Keuangan tersebut bertujuan utuk memberikan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan tentang kesesuaian antara laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen (dalam hal ini pemerintah) dengan standar akuntansi
yang
berlaku
(dalam
hal
http://digilib.mercubuana.ac.id/
ini
Standar
Akuntansi
37
Pemerintahan/SAP). Hasil dari audit keuangan adalah opini (pendapat) audit mengenai kesesuaian laporan keuangan dengan SAP. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004, kewenangan melakukan audit keuangan berada di tangan BPK. APIP tidak mempunyai kewenangan untuk melakukan audit keuangan atas laporan keuangan Instansi pemerintah. Namun demikian,
sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 8
Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, APIP berkewajiban melakukan review (intern) atas laporan keuangan yang disusun oleh Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah. Tujuan pelaksanaan review intern tersebut adalah untuk menyakinkan bahwa penyusunan laporan keuangan instansi pemerintah telah sesuai dengan SAP sehingga pada waktu diaudit oleh BPK tidak terdapat lagi permasalahan yang menyebabkan BPK memberikan opini atas auditing laporan keuangan pemerintah selain Wajar Tanpa Pengecualian atau setidaknya Wajar Dengan Pengecualian. 2) Audit Kinerja, adalah audit atas pengelolaan keuangan negara yang terdiri atas pemeriksaan aspek ekonomi dan efisiensi serta pemeriksaan aspek efektivitas. Dalam melakukan Audit kinerja, Auditor juga menguji kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan serta pengendalian intern. Audit kinerja dilakukan secara obyektif dan sistematik terhadap berbagai macam bukti untuk dapat melakukan penilaiaan secara independen atas kinerja entitas atau program/kegiatan yang diperiksa. Audit Kinerja menghasilkan informasi yang berguna
http://digilib.mercubuana.ac.id/
38
untuk
meningkatkan
kinerja
suatu
program
dan
memudahkan
pengambilan keputusan bagi pihak yang bertanggungjawab untuk mengawasi dan mengambil tindakan koreksi serta meningkatkan pertanggungjawaban publik. Audit kinerja dapat memiliki lingkup yang luas atau sempit dan menggunakan berbagai metodelogi, berbagai tingkat analisis, penelitian atau evaluasi. Audit Kinerja menghasilkan temuan, simpulan dan rekomendasi. Tujuan Audit yang menilai hasil dan efektivitas suatu program tersebut adalah untuk mengukur sejauh mana suatu program mencapai nilai ekonomis dan efisiensi yang berkaitan dengan apakah suatu entitas telah menggunakan sumber dayanya dengan cara yang paling produktif. 3) Audit dengan Tujuan Tertentu bertujuan untuk memberikan simpulan atas suatu hal yang diperiksa. Audit dengan Tujuan Tertentu dapat bersifat eksaminasi, review atau prosedur yang disepakati. Audit dengan tujuan tertentu meliputi antara lain pemeriksaan atas hal-hal lain dibidang keuangan, audit investigative dan audit atas sistem pengendalian intern.
4.5
Pelaksana Audit Sektor Pemerintah Berdasarkan pihak yang mengaudit, Audit Sektor Pemerintah terbagi
menjadi: 1) Audit Intern Audit Intern adalah audit yang dilakukan oleh pihak dari dalam organisasi auditee. Pengertian Organisasi Auditee adalah pemerintah daerah,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
39
kementerian negara, lembaga negara, perusahaan atau bahkan pemerintah pusat. Sebagai contoh, untuk pemerintah daerah, maka audit intern dilakukan oleh aparat pengawasan intern daerah yang bersangkutan (Bawasda), sedangkan pada organisasi kementerian negara audit intern dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Departemen/Kementerian dan dalam organisasi pemerintah pusat audit intern dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Audit intern dilaksanakan dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan dalam manajemen. 2) Audit Ekstern Audit Ekstern adalah audit yang dilakukan oleh pihak di luar organisasi auditee. Dalam Pemerintahan Republik Indonesia peran audit ektern dijalankan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
5.
Pengertian dan Peran Audit Internal Internal Audit merupakan bagian integral yang tidak dapat dipisahkan dari
rangkaian proses kegiatan organisasi karena berkaitan langsung dengan pengujian terhadap Sistem Pengendalian Intern (SPI) yang terdapat di dalam suatu organisasi. Adapun definisi dari Internal Auditing menurut International Professional Practices Framework-Institute of Internal Auditing (1999) adalah: Internal auditing is an indepedent, objective assurance and consulting activity designed to add value and improve organization’s operations. It helps an organization accomplish its objectives by bringing asystematic, disciplined approach to evaluate and improve the effectiveness of risk management, control and governance processes.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
40
Definisi tersebut menjelaskan bahwa fungsi internal audit amatlah penting dalam memberikan nilai tambah dan meningkatkan kegiatan operasi suatu organisasi yang dapat membantu organisasi dalam mencapai tujuan-tujuannya dengan mengevaluasi dan memperbaiki efektifitas proses manajemen resiko, pengendalian dan tata kelola organisasi melalui pendekatan yang teratur dan sistematik serta dalam rangka pemenuhan pelayanan sektor publik. Pemenuhan pelayanan sektor publik erat kaitannya dengan tanggungjawab pemerintah sebagai penyelenggara negara. Suatu pemerintahan dikatakan sukses manakala pemerintah mampu menyediakan pelayanan yang baik dan menjalankan program-program sesuai dengan peraturan yang berlaku. Untuk menjaga kepercayaan
publik
tersebut
pemerintah
memiliki
kewajiban
untuk
mempertanggung jawabkan dana-dana publik dengan melaporkan secara periodik mengenai bagaimana sumber daya negara dapat mencapai tujuan publik. Untuk menjaga kredibilitas dari pelaporan ini diperlukan pihak ketiga yang diberikan kewenangan untuk melakukan pengawasan yang membantu manajemen pemerintahan yang dilakukan oleh internal audit sektor publik. Internal audit sektor publik berperan dalam memperkuat tata kelola pemerintahan dengan menciptakan akuntabilitas dan melindungi tugas pokok pemerintah melalui manajemen dan pegawai yang menjalankan tugasnya sesuai dengan prinsip kejujuran, transparan dan adil sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Peran auditor pemerintah men-support tanggung jawab tata kelola baik dengan oversight maupun insight. Oversight berarti bahwa internal audit harus
http://digilib.mercubuana.ac.id/
41
mencari apakah entitas pemerintah melaksanakan tugas dan fungsinya, juga untuk mendeteksi dan mencegah adanya korupsi. Insight terkait dengan peran internal auditor untuk memberikan penilaian independen atas program, kebijakan, operasi dan output dalam rangka pengambilan keputusan.
6.
Standar Pemeriksaan Keuangan Negara Berdasarkan Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia
Nomor 01 Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara Pasal 1 disebutkan bahwa Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) adalah Patokan untuk melakukan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, dimana yang dimaksud dengan Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Dalam Pasal 1 butir 6 dijelaskan bahwa Aparat Pengawas Intern Pemerintah adalah unit organisasi di lingkungan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Kementerian Negara, Lembaga Negara dan Lembaga Pemerintah Non Departemen yang mempunyai tugas dan fungsi melakukan pengawasan dalam lingkup kewenangannya.
7.
Aparat Pengawasan Internal Pemerintah Dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, berdaya
guna, berhasil guna, bersih dan bertanggung jawab diperlukan adanya Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) yang berkualitas dan auditor yang
http://digilib.mercubuana.ac.id/
42
profesional. Audit Internal Pemerintah atau yang lebih dikenal dengan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) melakukan pengawasan fungsional terhadap
pengelolaan
keuangan
negara
untuk
membantu
manajemen
pemerintahan dalam rangka pengendalian terhadap kegiatan unit kerja yang dipimpinnya (fungsi quality assurance). Kontribusi APIP diharapkan dapat memberi masukan kepada pimpinan penyelenggara pemerintahan mengenai hasil, hambatan, dan penyimpangan yang terjadi
atas
jalannya
pemerintahan
dan
pembangunan
yang
menjadi
tanggungjawab para pimpinan penyelenggara pemerintahan tersebut. 7.1
Definisi APIP Peraturan Pemerintah Nomor. 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian
Internal Pemerintah (SPIP) pasal 1 mendefinisikan Pengawasan Intern yaitu seluruh proses kegiatan audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolak ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien untuk kepentingan pimpinan dalam mewujudkan tata pemerintahan yang baik, dan APIP adalah aparat yang melakukan pengawasan intern dan bertanggung jawab langsung kepada Menteri/ Pimpinan lembaga. 7.2
Peran dan Fungsi APIP Auditor internal merupakan komponen penting dari struktur pengendalian
internal instansi pemerintah dan lingkungan. Van Gansberghe (2006) menyatakan bahwa untuk mengefektifkan fungsi internal auditor sektor publik dipengaruhi
http://digilib.mercubuana.ac.id/
43
oleh : kesamaan persepsi antara APIP dan manajemen dalam pencapaian tujuan organisasi, tata kelola organisasi yang baik, adanya legislasi yang jelas sehingga diketahui batasan dari kewenangan dan tanggung jawab profesionalnya, peningkatan skill dan profesionalitas APIP, adanya kerangka konseptual dan Sumber Daya Aparat Pengawas yang kompeten. APIP juga berperan dalam memberikan penilaian yang objektif dan independen atas kelayakan struktur
tata kelola dan keefektifan kinerja dari
aktivitas tertentu dari organisasi/instansi pemerintah (watchdog, konsultan, quality assurance) dan APIP juga bertindak sebagai katalisator perubahan, memberikan saran atau mendorong perbaikan-perbaikan untuk meningkatkan struktur dan praktek tatakelola. 7.3
Tugas APIP Penilaian terhadap control and governance process adalah salah satu
aspek penting yang menjadi fokus dan tanggung jawab APIP sebagai auditor intern di dalam suatu instansi pemerintah. Dimana pelaksanaan governance yang baik akan lebih meningkatkan fungsi pengendalian (control) yang pada akhirnya akan membantu manajemen menangani risiko. Hasil kerja APIP diharapkan bermanfaat bagi pimpinan dan unit-unit kerja serta pengguna lainnya untuk meningkatkan kinerja organisasi secara keseluruhan. Selain itu, tugas dan fungsi APIP menurut Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 yaitu APIP melakukan pengawasan intern melalui:
Audit, terdiri atas Audit Kinerja dan Audit dengan Tujuan Tertentu
Reviu
http://digilib.mercubuana.ac.id/
44
Evaluasi
Pemantauan
Kegiatan Pengawasan Lainnya APIP memiliki tanggung jawab penuh dalam melaksanakan tugas
pemeriksaan intern yaitu mendeteksi adanya kelemahan sistem pengendalian intern serta adanya ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, kecurangan dan ketidakpatutan (PER/05/M.PAN/03/2008). Pemeriksaan intern merupakan kegiatan yang dipergunakan untuk menilai apakah kebijakan yang ditetapkan oleh organisasi telah dilaksanakan dengan tepat dan apabila terdapat penyimpangan maka pengawas intern harus segera melakukan tindakan koreksi agar tujuan organisasi dapat tercapai. Internal audit pemerintah memegang kontribusi yang signifikan untuk meningkatkan kinerja keuangan suatu instansi Internal Control yang kuat dengan didukung oleh proses pengendalian terhadap proses manajemen keuangan. Internal audit pemerintah membantu memberikan peningkatan yang berate di dalam Financial Management (Aikins, 2011). Kualitas laporan keuangan yang dihasilkan suatu instansi dapat dipengaruhi oleh peran audit internalnya. Dengan audit internal yang memadai, diharapkan dapat mencegah terjadinya penilaian buruk dari auditor atas laporan keuangan yang disajikan. Untuk mendukung upaya perbaikn sistem penyusunan laporan keuangan , Pemerintah perlu memberdayakan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dan BPKP. Keduanya merupakan bagian dari elemen pemantauan dalam Sistem Pengendalian Internal Pemerintah sebagaimana diatur
http://digilib.mercubuana.ac.id/
45
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008. APIP dan BPKP harus lebih banyak mengalokasikan sumber dayanya untuk membantu menteri/pimpinan lembaga dalam mengelola anggaran dan barang milik negara agar lebih akuntabel, transparan dan mematuhi ketentuan perundangan yang berlaku sehingga dalam audit dilakukan oleh BPK maupun APIP tidak dijumpai lagi adanya temuan yang berulang akibat lemahnya sistem pengawasan. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor. Per/05/M.PAN/03/2008 tanggal 31 Maret 2008 tentang Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang menyatakan bahwa auditor pemerintah berwenang atas pengawasan intern di lingkungan Departemen, Kementerian dan Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) dilaksanakan oleh Inspektorat Jenderal dan Inspektorat Utama/Inspektorat untuk kepentingan Menteri/Pimpinan LPND dalam upaya pemantauan terhadap kinerja unit organisasi yang ada dalam kendalinya. Pelaksanaan fungsi Inspektorat Jenderal atau Inspektorat Utama tidak terbatas pada fungsi audit tapi juga fungsi pembinaan terhadap pengelolaan keuangan negara. Pengawasan intern di lingkungan pemerintah pusat/daerah dalam melaksanakan pemantauan terhadap kinerja unit organisasi yang ada di dalam kepemimpinannya. Sedangkan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang berada di bawah Presiden melaksanakan tugas pemerintah di bidang pengawasan keuangan dan pembangunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
46
(Sumber : Paparan Deputi Bidang Pengawasan Instansi Pemerintah Bidang Perekonomian BPKP- 2012)
Gambar 2.4. Kerangka Perwujudan Tata Kelola Pemerintahan yang baik 7.4
Perubahan Paradigma Pengawasan APIP Dalam menjalankan fungsinya audit internal tidak jarang dihadapkan pada
berbagai persoalan yang mempengaruhi kinerja audit internal itu sendiri. Salah satu persoalan tersebut adalah menyangkut persepsi pimpinan berkaitan dengan audit internal, persepsi dapat berdampak pada kerjasama maupun dukungan para pimpinan organisasi. Persepsi pimpinan yang salah terhadap fungsi internal audit dapat menyebabkan terganggunya kerjasama dan dukungan yang seharusnya terjalin antara auditor internal dengan pihak manajemen. Dewasa ini keberhasilan auditor internal bukan lagi diukur dari jumlah banyaknya temuan melainkan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
47
diukur dari kemampuan auditor internal membantu para pimpinan dalam menjalankan tugasnya (Hiro, 2007). Pengertian audit internal menurut ”Professional Practices Framework”: International Standars for TheProfessional Practices of Internal Audit, IIA (2004) adalah suatu aktivitas independen yang memberikan jaminan keyakinan serta konsultasi (consulting) yang dirancang untuk memberikan suatu nilai tambah serta meningkatkan kegiatan operasi organisasi internal auditing yaitu membantu organisasi dalam usaha mencapai tujuannya dengan cara pendekatan disiplin yang sistematis untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektifitas manajemen resiko (risk management), pengendalian dan proses tata kelola. Berdasarkan pengertian tersebut tampak telah terjadi perubahan pengertian tentang internal auditing (Hiro, 2007) membandingkan pengertian audit internal yang lama dan yang baru dapat dilihat dengan perbandingan konsep kunci sebagai berikut: Tabel 2.3. Perbedaan Audit Sektor Pemerintah dengan Audit Sektor Privat
Pengertian Lama
a. Fungsi penilaian yang dibentuk dalam suatu organisasi b. Fungsi penilaian c. Mengkaji dan mengevaluasi aktivitas organisasi sebagai bentuk jasa yang diberikan bagi organisasi d. Membantu agar para anggota organisasi dapat menjalankan tanggung jawabnya secaraefektif e. Memberi hasil analisis penilaian rekomendasi konseling dan informasi yang berkaitan dengan aktivitas yang dikaji dan menciptakan pengendalian efektif dengan biaya yang wajar
Pengertian Baru
a. Suatu aktivitas independen obyektif b. Aktivitas pemberian jaminankeyakinan c. Dirancang untuk memberikan suatu nilai tambah serta meningkatkan kegiatan organisasi d. Membantu organisasi dalam usaha mencapai tujuannya e. Memberikan suatu pendekatan disiplin yang sistematis untuk mengevaluasi dan meningkatan keefektifan manajemen resiko, pengendalian dan proses pengaturan dan pengelolaan organisasi
(sumber : Majalah AUDITOR Rubrik ”Kolom 1”, Edisi No 05 Tahun 2002)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
48
Hal tersebut di atas didukung oleh pendapat Arief Effendi (2003), terdapat pergeseran filosofi internal auditing dari paradigma lama menuju paradigma baru yang ditandai dengan perubahan orientasi dan peran profesi internal auditor. Pada abadini, auditor internal lebih berorientasi untuk memberikan kepuasan kepada jajaran manajemen sebagai pelanggan (customer satisfaction). Auditor internal tidak dapat lagi hanya berperan sebagai watchdog, namun harus dapat berperan sebagai konsultan dan mitra bagi manajemen.
8.
Jabatan Fungsional Auditor Inspektorat mempunyai tugas untuk melaksanakan pengawasan intern
terhadap kinerja dan keuangan melalui audit reviu, evaluasi, pemantauan dan kegiatan pengawasan lainnya, pengawasan dengan tujuan tertentu atas penugasan menteri serta penyusunan laporan hasil pengawasan. Dalam pelaksanaan tugasnya tersebut Inspektorat menyelenggarakan fungsi-fungsi sebagai berikut: a. penyusunan rencana dan program pengawasan intern; b. pengawasan intern terhadap kinerja dan keuangan melalui audit, reviu, evaluasi, pemantauan dan kegiatan pengawasan lainnya; c. pengawasan untuk tujuan tertentu atas penugasan Menteri; d. penyusunan laporan hasil pengawasan; dan e. pelaksanaan urusan tata usaha Inspektorat. Masing-masing Inspektorat dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya dibantu oleh Kelompok Jabatan Fungsional Auditor (JFA) dan Subbagian Tata Usaha, yang mempunyai tugas melakukan urusan tata usaha dan rumah tangga
http://digilib.mercubuana.ac.id/
49
Inspektorat. Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/220/M.PAN/7/2008 tentang Jabatan Fungsional Auditor dan Angka Kreditnya, struktur jabatan dalam JFA diatur sebagai berikut: Tabel 2.4. Struktur Jabatan Fungsional Auditor
Auditor Terampil
Jenjang Jabatan
Peranan Dalam Tim Mandiri
Auditor Pelaksana
1. Pengendali Mutu (Daltu) 2. Pengendali Teknis (Dalnis) 3. Ketua Tim (Katim) 4. Anggota Tim (Atim)
Auditor Pelaksana Lanjutan Auditor Penyelia Auditor Pertama Auditor Muda
Auditor Ahli
Auditor Madya Auditor Utama
(Sumber : Lampiran Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/220/M.PAN/7/2008)
Adapun pengaturan peran dan aktivitas masing-masing jabatan dalam JFA ditetapkan sebagai berikut : Tabel 2.5. Peran dan Aktivitas Jabatan dalam JFA Peranan Dalam Aktivitas Tim Mandiri Pengendali Mutu
1. Menerima rencana kegiatan pengawasan, baik rencana audit maupun rencana pengawasan lainnya dari pejabat struktural.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
50
Peranan Dalam Aktivitas Tim Mandiri 2. Menerima penugasan pengawasan struktural dalam bentuk surat tugas.
dari
pejabat
3. Membicarakan penugasan pengawasan dengan tim baik mengenai kegiatan audit maupun kegiatan pengawasan. 4. Membuat perencanaan kegiatan pengawasan baik rencana kegiatan audit maupun kegiatan pengawasan lainnya. 5. Membuat program pengawasan, baik program audit maupun program pengawasan lainnya. 6. Mengkomunikasikan program pengawasan dengan Pengendali Teknis dan Ketua Tim. 7. Menyelenggarakan konsultasi/diskusi dengan pemberi tugas, Pengendali Teknis, Ketua Tim, Anggota Tim. Konsultasi dan diskusi dilaksanakan apabila ada permasalahan yang dijumpai di lapangan yang tidak dapat diselesaikan oleh Tim. 8. Penyelesaian masalah mengacu pada ketentuanketentuan/ peraturan-peraturan yang berlaku. Konsultasi/diskusi yang dilaksanakan dibuat dokumentasinya dan diarsipkan dalam Kertas Kerja. 9. Melakukan supervisi atas pelaksanaan penugasan 10. Wajib menghadiri pertemuan monitoring pelaksanaan penugasan secara periodik yang diselenggarakan oleh Pemberi Tugas. 11. Menetapkan revisi program pengawasan dan koreksi pelaksanaan,apabila keadaan di lapangan tidak memungkinkan pelaksanaan program pengawasan yang ada. 12. Melakukan reviu Audit/Pengawasan.
atas
konsep
laporan
hasil
13. Melakukan evaluasi atas realisasi pelaksanaan dengan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
51
Peranan Dalam Aktivitas Tim Mandiri program pengawasannya. 14. Menandatangani Laporan Hasil Audit Pengawasan. 15. Melakukan evaluasi kinerja Pengendali Teknis dan Ketua Tim, antara lain mencakup ketepatan waktu penyelesaian penugasan dan penyelesaian permasalahan yang dihadapi oleh Tim Pengendali Teknis
1. Membantu Pengendali Mutu mempelajari membicarakan penugasan pengawasan/audit.
dan
2. Membantu Pengendali Mutu membuat anggaran waktu pengawasan/audit. 3. Membantu Pengendali Mutu membuat rencana pengawasan/audit. 4. Membantu Pengendali Mutu menyusun program pengawasan/audit. 5. Membantu Pengendali Mutu mengkomunikasikan program pengawasan pada Ketua Tim dan Anggota Tim. 6. Membantu Pengendali Mutu menyelenggarakan konsultasi/diskusi dengan pemberi tugas, Ketua Tim, dan anggota Tim serta pihak lain yang terkait. 7. Mengajukan usul revisi program pengawasan/audit karena kendala di lapangan dan melakukan koreksi atas pelaksanaannya. 8. Melakukan supervisi atas pelaksanaan penugasan. 9. Melakukan reviu atas realisasi pelaksanaan penugasan dengan program program pengawasan yang dilakukan Ketua Tim dan Anggota Tim. 10. Melakukan reviu atas Kertas Kerja. 11. Melakukan reviu Pengawasan/audit.
atas
konsep
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Laporan
Hasil
52
Peranan Dalam Aktivitas Tim Mandiri 12. Melakukan evaluasi kinerja Ketua Tim dan Anggota Tim. Ketua Tim
1. Membantu Pengendali Teknis membuat Rencana Kegiatan Pengawasan/Audit. 2. Membantu Pengendali Teknis menyiapkan bahan untuk penyusunan program pengawasan/audit. 3. Membantu Pengendali Teknis mengkomunikasikan program pengawasan/audit kepada Anggota Tim. 4. Memberikan penugasan harian kepada Anggota Tim. 5. Melakukan supervisi pelaksanaan kegiatan Anggota Tim. 6. Membantu Pengendali Mutu dan atau Pengendali Teknis menyelenggarakan konsultasi/diskusi dengan pemberi tugas dan intern tim. 7. Melaksanakan kegiatan pengawasan/audit program pengawasan/audit.
sesuai
8. Melakukan reviu atas realisasi dengan programnya yang dilakukan Anggota Tim. 9. Melakukan reviu atas kertas kerja. 10. Menyusun daftar analisis tugas-tugas mingguan. 11. Menyusun kesimpulan hasil audit/pengawasan. 12. Menyusun konsep Laporan Hasil Audit/Pengawasan. 13. Melakukan evaluasi atas kinerja Anggota Tim Anggota Tim
1. Mempelajari program audit/pengawasan. 2. Membicarakan dan menerima penugasan harian dari Ketua Tim. 3. Melaksanakan kegiatan pengawasan sesuai dengan program pengawasan. 4. Membuat kesimpulan hasil audit/pengawasan 5. Membantu Ketua Tim menyusun konsep Laporan Hasil
http://digilib.mercubuana.ac.id/
53
Peranan Dalam Aktivitas Tim Mandiri Audit/Pengawasan. (Sumber : Lampiran Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/220/M.PAN/7/2008)
9.
Kualitas Hasil Audit Kualitas
auditor
memiliki
peranan
yang sangat
penting dalam
menghasilkan audit yang berkualitas sehingga dapat mengurangi penyimpangan yang dilakukan lembaga pemerintahan. Hasil audit atas pelaksanaan pengelolaan keuangan dikatakan berkualitas jika hasil audit tersebut dapat meningkatkan bobot pertanggungjawaban atau akuntabilitas serta dapat memberikan informasi pembuktian ada tidaknya penyimpangan, kesalahan serta tindak pidana korupsi. Hal ini akan memberikan kontribusi bagi mutu akuntabilitas instansi pemerintah yang bersih dan bebas korupsi. Pada dasarnya, tidak ada definisi yang pasti mengenai bagaimana dan apa kualitas hasil audit itu. Hal itu menyebabkan tidak terdapatnya pemahaman secara umum mengenai faktor-faktor dalam penyusunan kualitas hasil audit sehingga sering terjadi konflik peran antara berbagai pengguna laporan audit. Standar Pemeriksaan Keuangan Negara menyatakan definisi kualitas hasil audit yaitu: “Laporan hasil pemeriksaan yang memuat adanya kelemahan dalam pengendalian intern, kecurangan, penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan dan ketidakpatutan, harus dilengkapi tanggapan dari
http://digilib.mercubuana.ac.id/
54
pimpinan atau pejabat yang bertanggung jawab pada entitas yang diperiksa mengenai temuan dan rekomendasi serta tindakan koreksi yang direncanakan”. Peraturan
Menteri
Pendayagunaan
Aparatur
Negara
Nomor:
PER/05/M.PAN/03/2008 tentang Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah menyatakan Laporan Hasil Audit merupakan hasil akhir pemeriksaan kepada auditee dan pihak lain yang berwenang berdasarkan peraturan perundangundangan, menghindari kesalahpahaman atas hasil audit menjadi bahan untuk melakukan tindakan perbaikan bagi auditee dan instansi terkait dan memudahkan pemantauan tindak lanjut untuk menentukan pengaruh tindakan perbaikan yang semestinya telah dilakukan. Kompetensi dan independensi yang dimiliki oleh auditor dalam penerapannya adalah untuk menjaga kualitas audit dan terkait dengan etika (Sari, 2011). Government
Accountability
Office
(GAO)
dalam
sektor
Publik
mendefinisikan kualitas audit sebagai ketaatan terhadap standar profesi dan ikatan kontrak selama melaksanakan audit (Lowenshon et al, 2005). Menurut Peraturan Menteri
Negara
Pendayagunaan
Aparatur
Negara
Nomor
PER/05/M.PAN/03/2008, pengukuran kualitas audit atas laporan keuangan, khususnya yang dilakukan oleh APIP, wajib menggunakan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN). Lampiran 3 Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) menyebutkan bahwa: Besarnya manfaat yang diperoleh dari pekerjaan pemeriksaan tidak terletak pada temuan pemeriksaan yang dilaporkan atau rekomendasi yang dibuat, tetapi terletak pada efektivitas penyelesaian yang ditempuh oleh entitas yang diperiksa. Manajemen entitas yang diperiksa
http://digilib.mercubuana.ac.id/
55
bertanggungjawab untuk menindaklanjuti rekomendasi serta menciptakan dan memelihara suatu proses dan sistem informasi untuk memantau tindaklanjut atas rekomendasi pemeriksa dimaksud. Jika manajemen tidak memiliki cara semacam itu pemeriksa wajib merekomendasikan agar manajemen memantau status tindaklanjut atas rekomendasi pemeriksa. Perhatian secara terus menerus terhadap temuan pemeriksaan yang material beserta rekomendasinya dapat membantu pemeriksa untuk menjamin terwujudnya manfaat pemeriksaan yang dilakukan (paragraph 17). Audit yang berkualitas adalah audit yang dapat ditindaklanjuti oleh auditee. Kualitas ini harus dibangun sejak awal pelaksanaan audit hingga pelaporan dan pemberian rekomendasi. Dengan demikian, indikator yang digunakan untuk mengukur kualitas audit antara lain kualitas proses, apakah audit dilakukan dengan cermat, sesuai prosedur sambil terus mempertahankan sikap skeptis. Cara yang paling efektif untuk dapat menjamin suatu laporan hasil audit telah dibuat secara wajar, lengkap dan obyektif adalah dengan mendapatkan review dan tanggapan dari pejabat yang bertanggung jawab pada entitas yang diperiksa.
10.
Kompetensi Kinerja Organisasi didalamnya juga mencakup kinerja anggota organisasi.
Oleh sebab itu maka kesuksesan kerja pada masing-masing anggota organisasi menjadi suatu hal yang penting bagi tercapainya keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan tertentu. Dalam konteks ini, David McClelland (Martin, 2002) mengatakan
terdapat
suatu
karakteristik
dasar
yang
penting
dalam
memprediksikan kesuksesan kerja. Sesuatu tersebut lebih berharga dari pada sekedar kecerdasan akademik dan sesuatu itu dapat ditentukan dengan akurat
http://digilib.mercubuana.ac.id/
56
serta dapat menjadi titik penentu atau pembeda antara satu orang dengan yang lain. Menurut David McClelland, sesuatu itulah yang disebut dengan Kompetensi. Menurut
pemikiran
McClelland
dikemukakan
bahwa
kompetensi
merupakan salah satu faktor yang membedakan seseorang yang mampu menunjukkan kinerja yang optimal dengan seseorang yang tidak mampu menunjukkan kinerja yang optimal. Kompetensi merupakan kumpulan sumber daya manusia yang secara dinamis menunjukkan kapasitas intelektual, kualitas sikap mental dan kapabilitas social seseorang. Kompetensi didefinisikan oleh Mitrani et.al, (1992) dan Spencer and Spencer, (1993), “an underlying characteristics of an individual which is related to criterionreferenced effective and or superior performance in a job or situation (sebagai karakteristik yang mendasari seseorang dan berkaitan dengan efetivitas kinerja individu dalam pekerjaannya). Menurut Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 46A Tahun 2003, tentang kompetensi adalah Kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seorang Pegawai Negeri Sipil berupa pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya, sehingga Pegawai Negeri Sipil tersebut dapat melaksanakan tugasnya secara professional, efektif dan efisien. Sedangkan Kharismatuti (2012) mendefinisikan bahwa seorang yang kompeten adalah orang yang dengan keterampilannya mengerjakan pekerjaan dengan mudah, cepat, intuitif dan sangat jarang atau tidak pernah membuat kesalahan. Berdasarkan uraian pengertian kompetensi tersebut dapat disimpulkan bahwa kompetensi yaitu sifat dasar yang dimiliki atau bagian
http://digilib.mercubuana.ac.id/
57
kepribadian yang mendalam dan melekat kepada seseorang serta perilaku yang dapat diprediksi pada berbagai keadaan dan tugas pekerjaan sebagai dorongan untuk mempunyai prestasi dan keinginan berusaha agar melaksanakan tugas dengan efektif. Pada dasarnya kompetensi sebagai sebuah konsep dalam melakukan pengelolaan sumber daya manusia yang efektif untuk menerapkan prinsip the right man, on the right place, at the right man and on the right job. Keefektifan dalam melakukan pekerjaan dapat menunjang operasional dalam pencapaian target yang telah ditetapkan oleh perusahaan serta meminimalkan biaya yang tidak perlu sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai secara optimal. Menurut Mathis & Jackson (2001), “Competency is a base characteristic that correlation of individual and team performance achievement.” Kompetensi adalah karakteristik dasar yang dapat dihubungkan dengan peningkatan kinerja individu atau tim. Pengelompokan kompetensi itu sendiri terdiri dari pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill) dan kemampuan (abilities). Kompetensi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kompetensi seorang auditor dalam melaksanakan tugas pengawasan. Sukriah (2009) menyatakan bahwa kompetensi auditor adalah kualifikasi yang dibutuhkan oleh seorang auditor dalam melaksanakan proses auditing dengan benar. Penelitian yang dilakukan oleh Muh. Taufik Effendy (2010) menyatakan bahwa kompetensi berpengaruh positif terhadap kualitas hasil audit. Auditor yang dalam hal ini adalah APIP harus memiliki pengetahuan yang baik, kualitas diri yang baik serta keahlian khusus dibidangnya. Penelitian
http://digilib.mercubuana.ac.id/
58
yang dilakukan oleh Zakiyah, dkk (2012) menyatakan bahwa kompetensi yang dimiliki auditor mempunyai pengaruh terhadap kualitas hasil auditnya. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 menyatakan bahwa pelaksanaan audit intern di lingkungan instansi pemerintah dilakukan oleh pejabat yang mempunyai tugas melaksanakan pengawasan dan yang telah memenuhi syarat kompetensi keahlian sebagai auditor. Syarat kompetensi keahlian auditor dapat dipenuhi melalui keikutsertaan dan kelulusan program sertifikasi. Setiap APIP harus mengidentifikasi dan menetapkan kegiatan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas dan fungsi pada masing-masing posisi dalam instansi pemerintah. Setiap aparat pengawas intern pemerintah diharapkan mampu melakukan review analitis tentang organisasi yang diperiksanya, pengetahuan tentang proses pemeriksaan, auditing serta mampu melakukan olah data hasil pemeriksaannya serta APIP juga harus mampu membuat laporan hasil review dan melaporkan hasilnya kepada atasannya. Standar umum pertama (SA seksi 210 dalam SPAP 2001) menyebutkan bahwa audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor. Kompetensi berkaitan dengan keahlian professional yang dimiliki oleh auditor sebagai hasil dari pendidikan formal, ujian professional maupun keikutsertaan dalam pelatihan, seminar, symposium. Secara umum terdapat 5 (lima) pengetahuan yang harus dimiliki oleh seorang auditor (Kusharyanti, 2003) menjelaskan bahwa pengetahuan terbagi
http://digilib.mercubuana.ac.id/
59
menjadi: (1) Pengetahuan pengauditan umum, (2) Pengetahuan area fungsional, (3) Pengetahuan mengenai isu-isu akuntansi yang paling baru, (4) Pengetahuan mengenai industri khusus, (5) Pengetahuan mengenai bisnis umum serta penyelesaian masalah. Pernyataan standar umum pertama dalam SPKN adalah: ”Pemeriksa secara kolektif harus memiliki kecakapan professional yang memadai untuk melaksanakan tugas pemeriksaan”. Dengan Pernyataan Standar Pemeriksaan ini semua organisasi pemeriksa bertanggung jawab untuk memastikan bahwa setiap pemeriksaan dilaksanakan oleh para pemeriksa yang kolektif memiliki pengetahuan, keahlian dan pengalaman yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas tersebut. Oleh karena itu, organisasi pemeriksa harus memiliki prosedur rekrutmen, pengangkatan, pengembangan berkelanjutan dan evaluasi atas pemeriksa untuk membantu organisasi pemeriksa dalam mempertahankan pemeriksa yang memiliki kompetensi yang memadai.
11.
Independensi Berdasarkan Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia
Nomor 01 Tahun 2007 standar umum kedua dalam Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) mengenai Independensi adalah: “Dalam semua hal yang berkaitan dengan pekerjaan pemeriksaan, organisasi pemeriksa dan pemeriksa harus bebas dalam
sikap mental dan penampilan dari gangguan
pribadi, ekstern dan organisasi yang dapat mempengaruhi independensinya”. Dengan pernyataan standar umum kedua ini, organisasi pemeriksa dan para
http://digilib.mercubuana.ac.id/
60
pemeriksanya bertanggung jawab untuk dapat mempertahankan independensinya sedemikian rupa, sehingga pendapat, simpulan, pertimbangan atau rekomendasi dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tidak memihak dan dipandang tidak memihak oleh pihak manapun. Auditor harus menghindar dari situasi yang menyebabkan pihak ketiga yang mengetahui fakta dan keadaan yang relevan menyimpulkan bahwa auditor tidak dapat mempertahankan independensinya sehingga tidak mampu memberikan penilaian yang obyektif dan tidak memihak terhadap semua hal yang terkait dalam pelaksanaan dan pelaporan hasil pemeriksaan. Auditor perlu mempertimbangkan tiga macam gangguan terhadap independensi, yaitu gangguan pribadi, ekstern dan atau organisasi. Apabila satu atau lebih dari gangguan independensi tersebut mempengaruhi kemampuan auditor secara individu dalam melaksanakan tugas pemeriksaannya, maka auditor tersebut harus menolak penugasan auditnya. Dalam keadaan auditor yang karena suatu hal tidak dapat menolak penugasan audit tersebut, gangguan dimaksud harus dimuat dalam bagian lingkup pada laporan hasil audit. Dalam menggunakan tenaga ahli, audit harus memperlakukan tenaga ahli tersebut seperti anggota tim audit sehingga perlu menilai kemampuan tenaga ahli tersebut untuk melaksanakan sebagian pekerjaan audit dan melaporkan hasilnya secara tidak memihak. Dan dalam melakukan penilaian ini, auditor harus memberlakukan ketentuan independensi menurut Standar Pemeriksa kepada tenaga ahli dan memperoleh representasi dari tenaga ahli tersebut mengenai independensi tenaga ahli. Apabila tenaga ahli memiliki gangguan terhadap independensi, auditor tidak
http://digilib.mercubuana.ac.id/
61
boleh menggunakan hasil pekerjaan tenaga ahli tersebut. Organisasi auditor harus memiliki sistem pengendalian mutu intern untuk membantu menentukan apakah auditor memiliki gangguan pribadi terhadap independensi. Lampiran 2 Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) menyebutkan bahwa: Gangguan pribadi yang disebabkan oleh suatu hubungan dan pandangan pribadi mungkin mengakibatkan pemeriksa membatasi lingkup pertanyaan dan pengungkapan atau melemahkan temuan dalam segala bentuknya. Pemeriksa bertanggung jawab untuk memberitahukan kepada pejabat yang berwenang dalam organisasi pemeriksanya apabila memiliki gangguan pribadi terhadap independensi. Gangguan pribadi dari pemeriksa secara individu meliputi antara lain: a) Memiliki hubungan pertalian darah ke atas, ke bawah, sampai dengan derajat kedua dengan jajaran manajemen entitas atau program yang diperiksa atau sebagai pegawai dari entitas yang diperiksa, dalam posisi yang dapat memberikan pengaruh langsung dan signifikan terhadap entitas atau program yang diperiksa; b) Memiliki kepentingan keuangan baik secara langsung maupun tidak langsung pada entitas atau program yang diperiksa; c) Pernah bekerja atau memberikan jasa kepada entitas atau program yang diperiksa dalam kurun waktu dua tahun terakhir; d) Mempunyai hubungan kerjasama dengan entitas atau program yang diperiksa; e) Terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam kegiatan obyek pemeriksaan, seperti memberikan asistensi, jasa konsultasi,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
62
pengembangan sistem, menyusun dan/atau mereview laporan keuangan entitas atau program yang diperiksa; f) Adanya prasangka terhadap perorangan, kelompok, organisasi atau tujuan suatu program yang dapat membuat pelaksanaan pemeriksaan menjadi “berat sebelah”; g) Memiliki tanggung jawab untuk mengatur suatu entitas yang berdampak pada pelaksanaan kegiatan atau program entitas yang sedang berjalan atau sedang diperiksa; h) Memiliki tanggung jawab untuk mengatur suatu entitas atau kapasitas yang dapat mempegaruhi keputusan entitas atau program yang diperiksa, misalnya sebagai seorang direktur, pejabat atau posisi senior lainnya dari entitas, aktivitas atau program yang diperiksa atau sebagai anggota manajemen dalam setiap pengambilan keputusan, pengawasan atau fungsi monitoring terhadap entitas, aktivitas atau program yang diperiksa; i) Adanya kecenderungan untuk memihak, karena keyakinan politik atau sosial sebagai akibat hubungan antar pegawai, kesetiaan kelompok, organisasi atau tingkat pemerintahan tertentu; j) Pelaksanaan pemeriksaan oleh seorang pemeriksa yang sebelumnya pernah sebagai pejabat yang menyetujui faktur, daftar gaji, klaim dan pembayaran yang diusulkan oleh suatu entitas atau program yang diperiksa;
http://digilib.mercubuana.ac.id/
63
k) Pelaksanaan pemeriksaan oleh seorang pemeriksa yang sebelumnya pernah menyelenggarakan catatan akuntansi resmi atas entitas/unit kerja atau program yang diperiksa; l) Mencari pekerjaan pada entitas yang diperiksa selama pelaksanaan pemeriksaan. Organisasi auditor dan auditornya mungkin menghadapi berbagai keadaan yang dapat menimbulkan gangguan pribadi. Oleh karena itu organisasi audit harus mempunyai sistem pengendalian mutu intern yang dapat mengidentifikasi gangguan pribadi dan memastikan kepatuhannya terhadap ketentuan independensi yang
diatur
dalam
Standar
Pemeriksaan.
Apabila
organisasi
audit
mengidentifikasi adanya gangguan pribadi terhadap independensi auditor, maka gangguan tersebut harus diselesaikan secepatnya. Dalam hal gangguan pribadi tersebut hanya melibatkan seorang auditor dalam suatu pemeriksaan, organisasi audit dapat menghilangkan gangguan tersebut dengan meminta auditor melepas keterkaitan dengan entitas yang diperiksa yang dapat mengakibatkan gangguan pribadi atau organisasi audit dapat tidak mengikutsertakan auditor dari penugasan audit yang terkait dengan entitas tersebut. Gangguan ekstern bagi organisasi audit dapat membatasi pelaksanaan audit atau mempengaruhi kemampuan auditor dalam menyatakan pendapat atau simpulan hasil auditnya secara independen dan obyektif. Independensi dan obyektifitas pelaksanaan suatu audit dapat dipengaruhi apabila terdapat: a) Campur tangan atau pengaruh pihak ekstern yang membatasi atau mengubah lingkup audit secara tidak semestinya;
http://digilib.mercubuana.ac.id/
64
b) Campur tangan pihak ekstern terhadap pemilihan dan penerapan prosedur audit atau pemilihan sampel audit; c) Pembatasan waktu
yang tidak wajar untuk penyelesaian suatu
pemeriksaan; d) Campur tangan pihak ekstern mengenai penugasan, penunjukan dan promosi audit; e) Pembatasan terhadap sumber daya yang disediakan bagi organisasi auditor, yang dapat berdampak negatif terhadap kemampuan organisasi audit tersebut dalam melaksanakan pemeriksaan; f) Wewenang untuk menolak atau mempengaruhi pertimbangan auditor terhadap isu suatu laporan hasil pemeriksaan; g) Ancaman penggantian petugas auditor atas ketidaksetujuan dengan isi laporan hasil audit, simpulan auditor atau penerapan suatu prinsip akuntansi atau kinerja lainnya; h) Pengaruh yang membahayakan kelangsungan auditor sebagai pegawai selain sebab-sebab yang berkaitan dengan kecakapan auditor atau kebutuhan audit. Auditor harus bebas dari tekanan politik agar dapat melaksanakan auditnya dan melaporkan temuan hasil audit, pendapat dan simpulan secara obyektif, tanpa rasa takut akibat tekanan politik tersebut. Penelitian mengenai independensi sudah cukup banyak dilakukan baik itu dalam negeri ataupun luar negeri. Lavin (1976) dalam Elfarini (2007) meneliti 3 (tiga) faktor yang mempengaruhi independensi akuntan public, yaitu: (1) Ikatan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
65
keuangan dan hubungan usaha dengan klien, (2) Pemberian jasa lain selain jasa audit kepada klien, dan (3) Lamanya hubungan antara akuntan public dengan klien. Menurut Donals dan Wiliam (1982) mengemukakan bahwa independensi auditor mencakup dua aspek, yaitu: a) Independensi sikap mental berarti adanya kejujuran dalam diri akuntan dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang obyektif, tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya; b) Independensi penampilan berarti adanya kesan masyarakat bahwa auditor independent bertindak bebas atau independent, sehingga auditor harus menghindari keadaan yang dapat menyebabkan masyarakat meragukan kebebasannya. Penelitian yang dilakukan oleh Muh.Taufik Effendy (2010) menyatakan bahwa Indepenensi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas hasil audit, sehingga independensi yang dimiliki aparat inspektorat tidak menjamin apakah yang bersangkutan akan melakukan audit secara berkualitas.
12.
Motivasi Menurut Dr. Hamzah B. Uni, M.Pd (2010), istilah motivasi berasal dari
kata motif yang dapat diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu tersebut bertindak atau berbuat. Motif tidak dapat diamati secara langsung, tetapi dapat diinterprestasikan dalam tingkah laku berupa rangsangan, dorongan atau pembangkit tenaga munculnya suatu tingkah laku tertentu. Motif
http://digilib.mercubuana.ac.id/
66
dapat dibedakan tiga jenis yaitu: (1) motif biogenetis adalah motif-motif yang berasal dari kebutuhan organisme bagi kelangsungan hidupnya, misalnya lapar, haus, bernafas dan lain-lain, (2) motif sosiogenetes merupakan motif yang berkembang berasal dari lingkungan kebudayaan setempat, (3) motif tiologis, dalam motif ini manusia sebagai mahluk yang berketahanan sehingga ada interaksi manusia dengan Tuhannya, seperti ibadah. Motivasi adalah keinginan dan kemampuan seseorang untuk melakukan suatu kegiatan atau tindakan dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Konsep motivasi yang berhubungan dengan tingkah laku seseorang dapat diklasifikasikan sebagai berikut: (1) seorang senang terhadap sesuatu apabila ia mempertahankan rasa senangnya maka akan termotivasi untuk melakukan kegiatan tersebut, (2) apabila seseorang merasa yakin mampu menghadapi tantangan maka biasanya orang tersebut terdorong melakukan kegiatan tersebut. Menurut David Clarence McClelland (1987), motivasi utama adalah penggabungan kekuatan dan prestasi, ia menandai sifat-sifat orang awam dengan kebutuhan pencapaian yang tertinggi yaitu: 1) Selera
akan
keadaan
yang
menyebabkan
seseorang
dapat
bertanggungjawab secara pribadi; 2) Kecenderungan menentukan sasaran-sasaran yang pantas (sedang) dan mempertimbangkan resikonya; 3) Keinginan untuk mendapatkan umpan balik yang jelas atas kinerjanya. Teori Motivasi menurut Abraham Maslow (2003) mengemukakan ada lima tingkat kebutuhan pokok manusia yang terdiri dari:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
67
1) Kebutuhan fisiologis (physiological needs) kebutuhan ini merupakan dasar yang bersifat primer dan vital yang mengungkapkan fungsi-fungsi biologis dasar dari organisasi manusia seperti kebutuhan akan pangan, sandang dan papan, kesehatan fisik, kebutuhan seks dan lain-lain. 2) Kebutuhan rasa aman dan perlindungan (safety and security), seperti terjamin keamanannya, terlindung dari bahaya dan ancaman penyakit, perang, kemiskinan, kelaparan, perlakuan tidak adil dan sebagainya. 3) Kebutuhan social (social needs) yang meliputi antara lain kebutuhan akan dicintai, diperhitungkan sebagai pribadi, diakui sebagai anggota kelompok, rasa setia kawan dan kerjasama 4) Kebutuhan akan penghargaan (esteem needs) termasuk kebutuhan dihargai karena prestasi, kemampuan, kedudukan atau status, pangkat dan sebagainya 5) Kebutuhan akan aktualisasi diri (self actualization) seperti kebutuhan mempertinggi potensi-potensi yang dimiliki, pengembangan diri secara maksimum, kreatifitas dan ekspresi diri.
13.
Skeptisme Profesional Auditor Pemeriksa wajib menggunakan kemahiran profesionalnya secara cermat
dan seksama dalam pelaksanaan pemeriksaan serta penyusunan laporan hasil pemeriksaan.
Kemahiran
profesional
menuntut
pemeriksa
melaksanakan
skeptisme profesional seorang auditor yaitu sikap yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti
http://digilib.mercubuana.ac.id/
68
pemeriksaan. Auditor harus memiliki tanggung jawab secara profesional dalam pelaksanaan tugasnya untuk bersikap tekun dan penuh kehati-hatian, mengingat sebagai seorang yang profesional dalam profesinya auditor harus menghindarkan terjadinya kecerobohan serta sikap asal percaya namun auditor juga tidak diharapkan untuk membuat suatu pertimbangan yang sempurna dalam setiap kesempatan Aren (2014:47). Standar umum ketiga SA seksi 230:06 (2011) menyatakan bahwa skeptisme profesional auditor adalah sikap yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti audit. Dalam melakukan pemeriksaan auditor dituntut oleh profesinya untuk menggunakan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan secara cermat dan seksama dengan maksud baik dan integritas tinggi dalam pengumpulan dan penilaian bukti audit secara obyektif. Menurut Shub dan Lawrence (1996) dalam Sabrina dan Januarti (2012) mengartikan skeptisme profesional auditor sebagai...”professional scepticism is a choice to fulfill the professional auditor’s duty to prevent or reduce or harmful consequences of another person’s behavior...”. Secara spesifik dapat diartikan adanya suatu sikap kritis terhadap bukti audit dalam bentuk keraguan, pertanyaan klien atau kesimpulan yang dapat diterima umum. Auditor harus menunjukkan sikap skeptisme profesionalnya dengan berfikir skeptis atau menunjukkan perilaku tidak mudah percaya. Kegiatan audit tambahan dan menanyakan langsung pada sumber data merupakan bentuk perilaku auditor dalam menindaklanjuti keraguan auditor terhadap auditee. Skeptisme profesional auditor
http://digilib.mercubuana.ac.id/
69
dapat tersirat dalam literatur dengan adanya keharusan auditor untuk mengevaluasi
kemungkinan
terjadinya
kecurangan
atau
penyalahgunaan
wewenang yang material dan dapat juga diartikan sebagai pilihan untuk memenuhi tugas audit profesionalnya untuk mencegah dan mengurangi konsekuensi bahaya dan perilaku orang lain. Skeptisme
profesional
seorang
auditor
sangat
dibutuhkan
guna
pengambilan keputusan-keputusan tentang seberapa banyak bukti audit yang harus dikumpulkan Aren (2014:48). Sementara fase-fase dalam proses auditing dalam Aren (2014:15) adalah pertama, terdapat informasi dan kriteria yang telah ditetapkan. Kedua, pengumpulan serta pengevaluasian bukti. Ketiga, ditangani oleh auditor yang kompeten dan independen. Terakhir, mempersiapkan laporan audit. Hal ini menjelaskan bahwa auditor yang skeptis akan terus mencari dan menggali bahan bukti yang ada sehingga cukup bagi auditor tersebut untuk melaksanakan pekerjaannya untuk mengaudit, dengan tidak mudah percaya dan cepat merasa puas dengan apa yang telah dilihat dan disajikan secara kasat mata, sehingga dapat menemukan kesalahan-kesalahan atau kecurangan-kecurangan yang bersifat material dan pada akhirnya dapat memberikan kualitas hasil audit yang tepat sesuai dengan gambaran keadaan yang sebenarnya. Oleh karena itu maka dapat dikatakan bahwa Skeptisme profesional yang dimaksud disini adalah sikap skeptis yang dimiliki oleh seorang auditor yang selalu mempertanyakan dan meragukan bukti audit. Sebagimana telah dipaparkan sebelumnya
bahwa
auditor
dituntut
untuk
menggunakan
kemahiran
profesionalnya dengan cermat dan seksama dan berfikir secara skeptisme
http://digilib.mercubuana.ac.id/
70
profesional, mengingat skeptisme profesional merupakan salah satu faktor dalam menentukan kemahiran seorang auditor dalam mengaudit.
B.
Penelitian Terdahulu Di dalam melakukan penelitian ini selain mengacu kepada literatur dan
teori yang mendukung penelitian, peneliti juga mengumpulkan beberapa penelitian terdahulu. Penelitian terdahulu dimaksudkan untuk menguatkan argumentasi bahwa penelitian yang dilakukan akan memberikan kontribusi yang signifikan bagi pengembangan ilmu dan pembuat kebijakan. Adapun penelitian terdahulu yang disajikan adalah hasil penelitian yang relevan dengan topik yang diangkat dan disajikan secara ringkas dan jelas yang menyangkut tentang nama peneliti dan tahun laporan
risetnya, lokasi penelitian dilakukan, metode
penelitian yang digunakan, variabel dan atau hubungan antar variabel serta hasil penelitian. Beberapa penelitian terdahulu adalah sebagai berikut: a.
Penelitian yang dilakukan Muh. Taufik Efendy (2010), dengan judul “Pengaruh Kompetensi, Independensi dan motivasi terhadap kualitas audit aparat inspektorat dalam pengawasan keuangan daerah.” Lokasi penelitian ini adalah Inspektorat Kota Gorontalo. Variabel dependen yang digunakan adalah Kualitas Hasil Audit. Variabel independen yang digunakan adalah Kompetensi, Independensi, Motivasi. Hasil dari penelitian tersebut, antara lain bahwa secara simultan kompetensi, independensi dan motivasi berpengaruh positif terhadap kualitas audit aparat inspektorat dalam
http://digilib.mercubuana.ac.id/
71
pengawasan keuangan daerah. Namun secara parsial Independensi tidak berpengaruh terhadap kualitas audit aparat inspektorat dalam pengawasan keuangan daerah. b.
Penelitian yang dilakukan Nungky Nurmalita Sari (2011), berjudul “Pengaruh pengalaman kerja, independensi, obyektivitas, integritas, kompetensi dan etika terhadap kualitas audit.” Penelitian ini dilakukan terhadap Kantor Akuntan Public Semarang. Variabel dependen yang digunakan adalah Kualitas Hasil Audit. Variabel independen yang digunakan adalah Pengalaman Kerja, Independensi, Obyektivitas, Integritas dan Kompetensi serta etika. Hasil dari penelitian tersebut, antara lain pengalaman kerja, independensi, obyektivitas, integritas dan kompetensi serta etika berpengaruh positif terhadap kualitas hasil audit.
c.
Penelitian yang dilakukan ST. Nur Irawati (2011) berjudul “Pengaruh kompetensi, independensi auditor terhadap kualitas audit.” Penelitian ini dilakukan terhadap Kantor Akuntan Public Makasar. Variabel dependen yang digunakan adalah Kualitas Hasil Audit. Variabel independen yang digunakan adalah Kompetensi dan Independensi. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa kompetensi, independensi berpengaruh positif terhadap Kualitas Hasil.
d.
Penelitian yang dilakukan Metha Kartika Carolita, Shiddiq Nur Rahardjo (2012),
berjudul
“Pengaruh
Pengalaman
Kerja,
Independensi,
Obyektifitas, Integritas, Kompetensi dan Komitmen Organisasi terhadap Kualitas Hasil Audit (Studi pada Kantor Akuntan Publik di Semarang).”
http://digilib.mercubuana.ac.id/
72
Penelitian ini dilakukan terhadap Kantor Akuntan Publik di Semarang. Variabel dependen yang digunakan adalah Kualitas Hasil Audit. Variabel independen
yang
digunakan
adalah
Pengalaman
Kerja,
Independensi,Obyektifitas, Integritas, dan Komitmen Organisasi. Hasil dari penelitian tersebut
adalah
Pengalaman kerja, independensi,
obyektifitas, integritas, komitmen organisasi berpengaruh positif terhadap kualitas audit baik secara parsial maupun simultan. e.
Penelitian yang dilakukan Annesa Adriyani (2013), berjudul “Pengaruh Keahlian, Independensi, Kecakapan Profesional, Tingkat Pendidikan terhadap kualitas hasil pemeriksaan dengan Pengalaman Kerja sebagai Variabel
Moderating”
Penelitian
ini
dilakukan
terhadap
auditor
Inspektorat Propinsi Riau. Variabel dependen yang digunakan adalah Kualitas Hasil Audit. Variabel independen yang digunakan adalah Keahlian, Independensi, Kecakapan Profesional, Tingkat Pendidikan. Variabel Moderating adalah Pengalaman Kerja. Hasil dari penelitian tersebut adalah secara parsial Keahlian, kecakapan professional dan tingkat pendidikan berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan, sedangkan independensi tidak berpengaruh terhadap Kualitas hasil pemeriksaan, pengalaman kerja juga terbukti tidak mempengaruhi hubungan keahlian, independensi, kecakapan professional dan tingkat pendidikan terhadap kualitas hasil pemeriksaan. f.
Penelitian yang dilakukan Johanes Enho (2014), berjudul “Pengaruh Kompetensi, Independensi dan Motivasi Aparat Inspektorat dalam Audit
http://digilib.mercubuana.ac.id/
73
Operasional terhadap Kualitas Audit Aparat pada Inspektorat Kota Tangerang”. Penelitian ini dilakukan terhadap Aparat Inspektorat Daerah Kota Tangerang. Variabel dependen yang digunakan adalah Kualitas Hasil Audit. Variabel independen yang digunakan adalah Kompetensi, Independensi,Motivasi. Hasil dari penelitian tersebut menjelaskan independensi dan motivasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas audit. Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa Kompetensi
tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
Kualitas Audit. g.
Penelitian yang dilakukan Syamsuddin, I Made Sudarma, Abdul Hamid Habbe, Mediaty (2014), berjudul “The Influences of Ethics Independence and Competence on the Quality of An Audit Through The Influence of Profesional Skepticism in BPK of South Sulawesi, Central Sulawesi and West Sulawesi.”
Penelitian ini dilakukan terhadap Aparat Inspektorat
BPK of South Sulawesi, central Sulawesi and west Sulawesi. Variabel dependen
yang digunakan adalah Kualitas Hasil Audit.Variabel
independen yang digunakan adalah Etika, Independensi, Kompetensi. Variabel Mediator pada penelitian ini adalah Skeptisme Profesional Auditor. Hasil dari penelitian tersebut menujukkan adanya pengaruh antara independensi dan kualitas audit dengan skeptisme professional sebagai variabel mediator.Penelitian ini juga menunjukkan bahwa Auditor BPK telah berperilaku independen dalam melaksanakan tugasnya, ini akan mengembalikan kepercayaan masyarakat tentang kualitas audit yang
http://digilib.mercubuana.ac.id/
74
dihasilkan auditor BPK dan akan memberikan kepuasan pokok untuk kinerja BPK. Pengaruh antara pengalaman dan audit mutu dengan skeptisme professional sebagai variabel moderator artinya auditor dengan pengalaman audit yang baik cenderung skeptis dan dengan pengalaman tersebut mampu lebih baik dan lebih mudah mendeteksi kecurangan atau kesalahan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel etika, independensi, kompetensi secara simultan dengan skeptisme professional auditor sebagai mediator secara signifikan mempengaruhi peningkatan kualitas audit. h.
Penelitian yang dilakukan Tutut Kusna Nugraha (2015), berjudul “Pengaruh Latar Belakang Pendidikan, Pengalaman Kerja, Kompetensi dan Independensi Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) Terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan (Studi Empiris Pada Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan Kejaksaan Agung Republik Indonesia)”. Penelitian ini dilakukan terhadap Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) di Kantor Kejaksaan Agung Republik Indonesia. Variabel dependen yang digunakan adalah Kualitas Hasil Pemeriksaan. Variabel independen yang digunakan adalah Latar Belakang Pendidikan, Pengalaman Kerja, Kompetensi, Independensi. Hasil dari penelitian tersebut menjelaskan latar
belakang
pendidikan,
pengalaman
kerja,
kompetensi
dan
independensi aparat pengawas intern pemerintah (APIP) berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaannya, artinya semakin tinggi tingkat pendidikan, pengalaman kerja, kompetensi dan independensi APIP maka
http://digilib.mercubuana.ac.id/
75
kinerja yang dihasilkan akan semakin tinggi. Semakin tinggi tingkatan pendidikan
para
APIP
khususnya
di
Kejaksaan
akan
mampu
melaksanakan tugas pemeriksaan atau audit dengan baik, pengalaman kerja yang dimiliki oleh para APIP di Kejaksaan Agung RI mampu membantu dalam setiap penugasan. Selain itu kompetensi APIP harus selalu ditingkatkan demi kemajuan dan penanganan perkara di Kejaksaan sesuai dengan hasil dari penelitian ini yang menyatakan bahwa semakin tinggi kompetensi maka kinerjanya akan semakin tinggi juga. Jajaran APIP pada Jaksa Agung Muda dibidang pengawasan harus selalu meningkatkan
kompetensinya
baik
kompetensi
bidang
keahlian,
kemampuan kemahiran hal ini untuk mendukung kinerja pada APIP dalam mengawasai setiap aparatur kejaksaan dalam melaksanakan tugas. Hasil penelitian ini juga menyatakan bahwa independensi juga berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaaan, hal ini menggambarkan bahwa setiap APIP yang mampu menjaga dan meningkatkan independensinya dalam bekerja khususnya pemeriksaan dan pengawasan di Kejaksaan akan mampu meningkatkan kinerja secara keseluruhan. i.
Penelitian yang dilakukan Made Konny Koswara (2016), berjudul “Pengaruh Kompetensi, Independensi dan Skeptisme Profesional Auditor terhadap Kualitas Audit serta Ketepatan Pemberian Opini Auditor (Studi Kasus pada KAP di Jawa Barat, DIY & Jawa Tengah dan Bali)”. Penelitian ini dilakukan terhadap Kantor Akuntan Publik yang berada di Wilayah Jawa Barat,DIY dan Jawa Tengah serta Bali dan berbasis KAP
http://digilib.mercubuana.ac.id/
76
Lokal. Variabel dependen yang digunakan adalah Kualitas Hasil Audit. Variabel
independen
yang
digunakan
adalah
Kompetensi,
Independensi,Skeptisme Profesional Auditor. Variabel Moderating adalah Ketepatan Pemberian Opini Auditor. Hasil dari penelitian tersebut menjelaskan kompetensi, independensi, skeptisme professional auditor berpengaruh positif terhadap kualitas audit. Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan
bahwa
Kompetensi,
Independensi
dan
Skeptisme
professional auditor dan Kualitas Audit berpengaruh positif dan signifikan terhadap Ketepatan Pemberian Opini Auditor. Secara ringkas, hasil penelitian dari peneliti-peneliti terdahulu dapat disajikan dalam Tabel 2.6 sebagai berikut: Tabel 2.6. Ringkasan Penelitian Terdahulu 1 Nama Judul Penelitian Lokasi Penelitian Variabel Hasil Penelitian
2 Nama Judul Penelitian Lokasi
Muh. Taufik Efendy (2010) “Pengaruh Kompetensi, Independensi dan motivasi terhadap kualitas audit aparat inspektorat dalam pengawasan keuangan daerah.” Inspektorat Kota Gorontalo Variabel Dependen: Kualitas Hasil Audit Variabel Independen: Kompetensi, Independensi dan Motivasi Kompetensi, Independensi dan Motivasi secara simultan berpengaruh postitif terhadap kualitas audit aparat Inspektorat dalam pengawasan keuangan daerah. Sedangkan secara parsial Independensi tidak berpengaruh terhadap Kualitas Hasil Audit Aparat Inspektorat dalam Pengawasan Keuangan Daerah sehingga Independensi aparat pengawas tidak mempengaruhi apakah akan mempengaruhi Kualitas hasil pengawasan Nungky Nurmalita Sari (2011) “Pengaruh pengalaman kerja, independensi, obyektivitas, integritas, kompetensi dan etika terhadap kualitas audit.” Kantor Akuntan Public Semarang
http://digilib.mercubuana.ac.id/
77
Penelitian Variabel Hasil Penelitian 3 Nama Judul Penelitian Lokasi Penelitian Variabel
4
Hasil Penelitian Nama Judul Penelitian Lokasi Penelitian Variabel
Hasil Penelitian 5 Nama Judul Penelitian Lokasi Penelitian Variabel
Hasil Penelitian
Variabel Dependen: Kualitas Hasil Audit Variabel Independen: Pengalaman Kerja, Independensi, Obyektivitas, Integritas, Kompetensi dan Etika. Pengalaman kerja, Independensi, Obyektivitas, Integritas dan Kompetensi serta Etika berpengaruh positif terhadap kualitas hasil audit. ST. Nur Irawati (2011) “Pengaruh kompetensi, independensi auditor terhadap kualitas audit.” Kantor Akuntan Public Makasar Variabel Dependen: Kualitas Hasil Audit Variabel Independen: Kompetensi, Independensi Kompetensi, Independensi berpengaruh positif terhadap Kualitas Hasil Audit Metha Kartika Carolita, Shiddiq Nur Rahardjo (2012) “Pengaruh Pengalaman Kerja, Independensi, obyektifitas, Integritas, Kompetensi dan Komitmen Organisasi terhadap Kualitas Hasil Audit (Studi pada Kantor Akuntan Publik di Semarang.” Kantor Akuntan Publik Semarang Variabel Dependen: Kualitas Hasil Audit Variabel Independen: Pengalaman Kerja, Independensi, Obyektifitas, Integritas, Kompetensi dan Komitmen Organisasi Pengalaman Kerja, Independensi, Obyektifitas, Integritas, Kompetensi dan Komitmen Organisasi berpengaruh positif terhadap kualitas hasil audit baik secara simultan maupun parsial Annesa Adriyani (2013) “Pengaruh Keahlian, Independensi, Kecakapan Profesional, Tingkat Pendidikan terhadap kualitas hasil pemeriksaan dengan Pengalaman Kerja sebagai Variabel Moderating” Inspektorat Propinsi Riau Variabel Dependen: Kualitas Hasil Pemeriksaan Variabel Independen: Keahlian, Independensi, Kecakapan Profesional, Tingkat Pendidikan Variabel Moderating: Pengalaman Kerja Secara parsial Keahlian, kecakapan professional dan tingkat pendidikan berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
78
sedangkan independensi tidak berpengaruh terhadap Kualitas hasil pemeriksaan. Pengalaman kerja juga terbukti tidak mempengaruhi hubungan keahlian, independensi, kecakapan professional dan tingkat pendidikan terhadap kualitas hasil pemeriksaan. 6
Nama Judul Penelitian Lokasi Penelitian Variabel
Hasil Penelitian
7
Nama Judul Penelitian Lokasi Penelitian Variabel
Hasil Penelitian 8
Johanes Enho (2014) “Pengaruh Kompetensi, Independensi dan Motivasi aparat Inspektorat dalam audit operasional terhadap Kualitas Audit Aparat pada Inspektorat Kota Tangerang”. Aparat Inspektorat Daerah Kota Tangerang Variabel Dependen : Kualitas Audit Variabel Independen: Kompetensi, Independensi dan Motivasi Independensi dan Motivasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas audit sedangkan variabel Kompetensi tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Kualitas Audit. Syamsuddin, I Made Sudarma, Abdul Hamid Habbe, Mediaty (2014) “The Influences of Ethics Independence and Competence on the Quality of An Audit Through The Influence of Profesional Skepticism in BPK of South Sulawesi, Central Sulawesi and West Sulawesi.” BPK of South Sulawesi, Central Sulawesi and West Sulawesi Variabel Dependen : Kualitas Audit Variabel Independen: Etika, Independensi, Kompetensi. Variabel Mediator pada penelitian ini adalah Skeptisme Profesional Auditor variabel etika, independensi, kompetensi secara simultan dengan skeptisme professional auditor sebagai mediator secara signifikan mempengaruhi peningkatan kualitas audit.
Nama Judul Penelitian
Tutut Kusna Nugraha (2015) “Pengaruh Latar Belakang Pendidikan, Pengalaman Kerja, Kompetensi dan Independensi Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) Terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan (Studi Empiris Pada Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan Kejaksaan Agung Republik Indonesia)”
Variabel
Variabel Dependen : Kualitas Hasil Pemeriksaan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
79
Hasil Penelitian 9
Nama Judul Penelitian
Variabel
Hasil Penelitian
Variabel Independen : Latar Belakang Pendidikan, Pengalaman Kerja, Kompetensi dan Independensi Aparat Pengawas Intern Pemerintah Latar Belakang Pendidikan, Pengalaman Kerja, Kompetensi dan Independensi Aparat Pengawas Intern Pemerintah berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan Made Konny Koswara (2016) “Pengaruh Kompetensi, Independensi dan Skeptisme Profesional Auditor terhadap Kualitas Audit serta Ketepatan Pemberian Opini Auditor (Studi Kasus pada KAP di Jawa Barat, DIY dan Jawa Tengah serta Bali) Variabel Dependen : KualitasAudit Variabel Independen : Kompetensi, Independensi dan Skeptisme Profesional Auditor Variabel Moderating : Ketepatan Pemberian Opini Auditor Kompetensi, Independensi dan Skeptisme Profesional Auditor berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualtas audit dan Kompetensi, Independensi dan Skeptisme Profesional serta Kualitas auditor juga berpengaruh signifikan terhadap Ketepatan Pemberian Opini Auditor.
(Sumber : Data Penelitian-penelitian sebelumnya)
C.
Kerangka Pemikiran Mardiasmo (2006) mengemukakan bahwa pemeriksaan (audit) merupakan
kegiatan yang dilakukan oleh pihak yang memiliki kompetensi dan independensi untuk memeriksa apakah hasil kinerja telah sesuai dengan standar
yang
ditetapkan. Inspektorat jenderal merupakan auditor internal pemerintah yang melakukan fungsi pemeriksaan. Keberhasilan dalam mengaudit laporan keuangan tidak terlepas dari faktor kompetensi, independensi dan motivasi yang dimiliki oleh auditor. Kompetensi menerapkan pengetahuan, keahlian dan pengalaman yang diperlukan dalam pelaksanaan layanan audit. Independensi menunjukkan auditor tidak membela
http://digilib.mercubuana.ac.id/
80
salah satu. Motivasi akan mendorong seseorang, termasuk auditor, untuk berprestasi, komitmen terhadap kelompok serta memiliki inisiatif dan optimisme yang tinggi. Kualitas hasil kerja auditor juga sangat dipengaruhi oleh kemahiran profesional auditor yang secara cermat dan seksama dalam pelaksanaan pemeriksaan serta penyusunan laporan hasil pemeriksaan. Kemahiran profesional menuntut pemeriksa melaksanakan skeptisme profesional seorang auditor yaitu sikap yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti pemeriksaan. Auditor harus memiliki tanggung jawab secara profesional dalam pelaksanaan tugasnya untuk bersikap tekun dan penuh kehati-hatian, mengingat sebagai seorang yang profesional dalam profesinya auditor harus menghindarkan terjadinya kecerobohan serta sikap asal percaya namun auditor juga tidak diharapkan untuk membuat suatu pertimbangan yang sempurna dalam setiap kesempatan. Penelitian ini mengunakan Agency Theory, Teori Entitas dan Teori Harapan, Auditing. Teori-teori tersebut membantu penelitian ini untuk melihat ada tidaknya pengaruh sumber daya yang dimiliki seorang Auditor/APIP dalam meningkatkan kinerja yaitu kualitas hasil audit. Penelitian ini menggunakan rerangka pemikiran yang menggambarkan antar variabel yang diuji. Dengan teori dan literature yang ada, peneliti ingin merumuskan permasalahan yang diteliti selanjutnya membangun hipotesis yaitu pengaruh variabel independen yaitu kompetensi, independensi , motivasi dan skeptisme profesional auditor Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) terhadap Kualitas Hasil Audit yang merupakan variabel dependen. Dari
http://digilib.mercubuana.ac.id/
81
permasalahan dan uraian variabel tersebut dalam penelitian ini dapat digambarkan rerangka pemikiran sebagai berikut:
Gambar 2.5 Rerangka Pemikiran D.
Hipotesis Berdasarkan latar belakang masalah dan landasan teori, hasil-hasil
penelitian terdahulu, serta rerangka pemikiran, maka dirumuskanlah suatu hipotesis. Hipotesis adalah hubungan yang diperkirakan secara logis di antara dua atau lebih variabel yang diungkapkan dalam bentuk pernyataan yang dapat di uji. Menurut Sugiyono (2013) hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap suatu rumusan masalah penelitian, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori. SedangkanVariabel penelitian didefinisikan sebagai atribut seseorang atau obyek yang mempuyai “variasi” antara satu orang dengan lain atau satu obyek dengan obyek lainnya. Oleh karena itu, pernyataan hubungan antar satu variabel dengan variabel lainnya dalam penelitian ini dinyatakan sebagai berikut:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
82
1).
Pengaruh Kompetensi terhadap Kualitas hasil audit Kompetensi dalam pengauditan merupakan pengetahuan, keahlian dan
pengalaman yang dibutuhkan auditor untuk dapat melakukan audit secara obyektif, cermat dan seksama. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 menyatakan bahwa pelaksanaan audit intern di lingkungan instansi pemerintah dilakukan oleh pejabat yang mempunyai tugas melaksanakan pengawasan dan yang telah memenuhi syarat kompetensi keahlian sebagai auditor. Syarat kompetensi keahlian auditor dapat dipenuhi melalui keikutsertaan dan kelulusan program sertifikasi. Setiap APIP harus mengidentifikasi dan menetapkan kegiatan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas dan fungsi pada masing-masing posisi dalam instansi pemerintah. Kompetensi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kompetensi seorang auditor dalam melaksanakan tugas pengawasan. Auditor harus mempunyai pengetahuan, keterampilan dan kompetensi lainnya yang diperlukan untuk melaksanakan tanggung jawabnya. Auditor APIP harus mempunyai tingkat pendidikan formal minimal Strata Satu (S-1) atau yang setara. Kompetensi teknis yang harus dimiliki oleh auditor adalah auditing, akuntansi, administrasi pemerintahan dan komunikasi. Disamping wajib memiliki keahlian tentang Standar Audit, kebijakan, prosedur dan praktik-praktik audit, auditor juga harus memiliki keahlian yang memadai tentang lingkungan pemerintahan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi unit yang dilayani oleh APIP. Pernyataan di atas didukung oleh beberapa penelitian antara lain : Effendy (2010) telah melakukan penelitian mengenai pengaruh kompetensi, independensi dan motivasi terhadap kualitas audit aparat Inspektorat dalam pengawasan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
83
keuangan daerah pada Inspektorat Daerah Kota Gorontalo, dari penelitian tersebut disimpulkan bahwa kompetensi berpengaruh postitif terhadap kualitas audit aparat Inspektorat dalam pengawasan keuangan daerah. Penelitian lainnya yang dilakukan Irawati (2011) berjudul “Pengaruh kompetensi, independensi auditor terhadap kualitas audit.” Penelitian ini dilakukan terhadap Kantor Akuntan Public Makasar. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa kompetensi berpengaruh positif terhadap Kualitas Hasil Audit. Penelitian yang dilakukan Syamsuddin, I Made Sudarma, Abdul Hamid Habbe, Mediaty (2014), berjudul “The Influences of Ethics Independence and Competence on the Quality of An Audit Through The Influence of Profesional Skepticism in BPK of South Sulawesi, Central Sulawesi and West Sulawesi.” Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kompetensi secara simultan mempengaruhi peningkatan kualitas audit. Penelitian yang dilakukan Koswara (2016), berjudul “Pengaruh Kompetensi, Independensi dan Skeptisme Profesional Auditor terhadap Kualitas Audit serta Ketepatan Pemberian Opini Auditor (Studi Kasus pada KAP di Jawa Barat, DIY & Jawa Tengah dan Bali)”. Hasil dari penelitian tersebut menjelaskan kompetensi, berpengaruh positif terhadap kualitas audit. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa beberapa hasil penelitian mengenai pengaruh kompetensi terhadap kualitas hasil audit menunjukkan bahwa kompetensi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas hasil audit. Berdasarkan penelitian sebelumnya dapat ditarik hipotesis sebagai berikut: H1
:
Kompetensi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas hasil audit Aparat Inspektorat Jenderal.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
84
2).
Pengaruh Independensi terhadap Kualitas hasil audit Independensi adalah sikap yang harus dimiliki oleh auditor. Auditor yang
independen adalah auditor yang tidak memihak atau tidak dapat diduga memihak sehingga tidak merugikan pihak manapun. Independensi dalam pengauditan merupakan penggunaan cara pandang yang tidak bisa dalam pelaksanaan pengujian audit, evaluasi hasil pengujian tersebut dan pelaporan hasil temuan audit. Segala hal yang berkaitan dengan audit mengharuskan APIP untuk independen dan para auditornya harus obyektif dalam melaksanakan tugasnya. Independensi APIP serta obyektivitas auditor diperlukan agar kredibilitas hasil pekerjaan APIP meningkat. Independensi dalam penelitian ini adalah: “Dalam semua hal yang berkaitan dengan pekerjaan pemeriksaan, organisasi pemeriksa dan pemeriksa harus bebas dalam sikap mental dan penampilan dari gangguan pribadi, ekstern dan organisasi yang dapat mempengaruhi independensinya”. Dengan pernyataan standar umum kedua ini, organisasi pemeriksa dan para pemeriksanya bertanggung jawab untuk dapat mempertahankan independensinya sedemikian rupa, sehingga pendapat, simpulan, pertimbangan atau rekomendasi dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tidak memihak dan dipandang tidak memihak oleh pihak manapun. Auditor harus menghindar dari situasi yang menyebabkan pihak ketiga yang mengetahui fakta dan keadaan yang relevan menyimpulkan bahwa auditor tidak
dapat
mempertahankan
independensinya
http://digilib.mercubuana.ac.id/
sehingga
tidak
mampu
85
memberikan penilaian yang obyektif dan tidak memihak terhadap semua hal yang terkait dalam pelaksanaan dan pelaporan hasil pemeriksaan. Auditor perlu mempertimbangkan dua macam gangguan terhadap independensi, yaitu gangguan pribadi dan ekstern. Apabila satu atau lebih dari gangguan independensi tersebut mempengaruhi kemampuan auditor secara individu dalam melaksanakan tugas pemeriksaannya, maka auditor tersebut harus menolak penugasan auditnya. Dalam keadaan auditor yang karena suatu hal tidak dapat menolak penugasan audit tersebut, gangguan dimaksud harus dimuat dalam bagian lingkup pada laporan hasil audit. AAA Financial Accounting Committee (2000) dalam Christiawan (2003) menyatakan bahwa “Kualitas Audit ditentukan oleh 2 (dua) hal yaitu kompetensi dan independensi”. Lampiran 2 Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) menyebutkan bahwa: Gangguan pribadi yang disebabkan oleh suatu hubungan dan pandangan pribadi mungkin mengakibatkan pemeriksa membatasi lingkup pertanyaan dan pengungkapan atau melemahkan temuan dalam segala bentuknya. Pemeriksa bertanggung jawab untuk memberitahukan kepada pejabat yang berwenang dalam organisasi pemeriksanya apabila memiliki gangguan pribadi terhadap independensi. Pernyataan di atas didukung dengan hasil Penelitian yang dilakukan Nugraha (2015), berjudul “Pengaruh Latar Belakang Pendidikan, Pengalaman Kerja, Kompetensi dan Independensi Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) Terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan (Studi Empiris Pada Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan Kejaksaan Agung Republik Indonesia)”. Penelitian ini dilakukan terhadap Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) di Kantor
http://digilib.mercubuana.ac.id/
86
Kejaksaan Agung Republik Indonesia. Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa independensi berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaaan, hal ini menggambarkan bahwa setiap APIP yang mampu menjaga dan meningkatkan independensinya dalam bekerja khususnya pemeriksaan dan pengawasan di Kejaksaan akan mampu meningkatkan kinerja secara keseluruhan. Penelitian lainnya dilakukan oleh Koswara (2016), berjudul “Pengaruh Kompetensi, Independensi dan Skeptisme Profesional Auditor terhadap Kualitas Audit serta Ketepatan Pemberian Opini Auditor (Studi Kasus pada KAP di Jawa Barat, DIY & Jawa Tengah dan Bali)”. Hasil dari penelitian tersebut menjelaskan independensi berpengaruh positif terhadap kualitas audit. Berdasarkan penelitian sebelumnya dapat ditarik hipotesis sebagai berikut: H2
:
Independensi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas hasil audit Aparat Inspektorat Jenderal
3).
Pengaruh Motivasi terhadap Kualitas hasil audit Sebagaimana yang dikatakan oleh Goleman (2011), hanya motivasi yang
akan membuat seseorang mempunyai semangat juang yang tinggi untuk meraih tujuan dan memenuhi standar yang ada. Dengan kata lain, motivasi akan mendorong seseorang, termasuk auditor, untuk berprestasi, komitmen terhadap kelompok serta memiliki inisiatif dan optimisme yang tinggi. Respon atau tindak lanjut yang tidak tepat terhadap laporan audit dan rekomendasi yang dihasilkan akan dapat menurunkan motivasi aparat untuk menjaga kualitas audit.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
87
Pernyataan di atas didukung dengan hasil Penelitian yang dilakukan oleh Efendy (2010), dengan judul “Pengaruh Kompetensi, Independensi dan motivasi terhadap kualitas audit aparat inspektorat dalam pengawasan keuangan daerah.” Lokasi penelitian ini adalah Inspektorat Kota Gorontalo. Hasil dari penelitian tersebut, antara lain bahwa secara simultan motivasi berpengaruh positif terhadap kualitas audit aparat inspektorat dalam pengawasan keuangan daerah. Penelitian lainnya dilakukan oleh Enho (2014), berjudul “Pengaruh Kompetensi, Independensi dan Motivasi Aparat Inspektorat dalam Audit Operasional terhadap Kualitas Audit Aparat pada Inspektorat Kota Tangerang”. Hasil dari penelitian tersebut menjelaskan motivasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas audit. Berdasarkan penelitian sebelumnya dapat ditarik hipotesis sebagai berikut: H3
:
Motivasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas hasil audit Aparat Inspektorat Jenderal
4).
Pengaruh Skeptisme Profesional auditor terhadap Kualitas hasil audit Skeptisme
Profesional
diperlukan
oleh
seorang
auditor
untuk
mengevaluasi kemungkinan kecurangan material. Menurut Shub dan Lawrence (1996) dalam Sabrina dan Januarti (2012) mengartikan skeptisme profesional auditor sebagai...”professional scepticism is a choice to fulfill the professional auditor’s duty to prevent or reduce or harmful consequences of another person’s behavior...”. Secara spesifik dapat diartikan adanya suatu sikap kritis terhadap bukti audit dalam bentuk keraguan, pertanyaan klien atau kesimpulan yang dapat
http://digilib.mercubuana.ac.id/
88
diterima umum. Auditor harus menunjukkan sikap skeptisme profesionalnya dengan berfikir skeptis atau menunjukkan perilaku tidak mudah percaya. Kegiatan audit tambahan dan menanyakan langsung pada sumber data merupakan bentuk perilaku auditor dalam menindaklanjuti keraguan auditor terhadap auditee. Pengalaman di bidang auditing diperlukan kemampuan seorang auditor untuk melakukan supervisi dan review terhadap hasil pekerjaan dari asisten junior yang baru memasuki karir auditing sebagai sarana untuk mencapai derajat keahlian dalam pelaksanaan auditing. Hasil penelitian Koswara (2016), berjudul “Pengaruh Kompetensi, Independensi dan Skeptisme Profesional Auditor terhadap Kualitas Audit serta Ketepatan Pemberian Opini Auditor (Studi Kasus pada KAP di Jawa Barat, DIY & Jawa Tengah dan Bali)”, menjelaskan skeptisme professional auditor berpengaruh positif terhadap kualitas audit. Berdasarkan penelitian sebelumnya dapat ditarik hipotesis sebagai berikut: H4
:
Skeptisme profesional auditor berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas hasil audit Aparat Inspektorat Jenderal
http://digilib.mercubuana.ac.id/