10
BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka 1.
Manajemen Keuangan a. Pengertian Manajemen Keuangan Pengertian manajemen keuangan mengalami perkembangan mulai dari
pengertian manajemen yang hanya mengutamakan aktivitas memperoleh dana saja sampai yang mengutamakan aktivitas memperoleh dan menggunakan dana serta pengelolaan terhadap aktiva. Beberapa definisi manajemen keuangan antara lain sebagai berikut : Menurut Agus Sartono (2001 : 6) “ Manajemen Keuangan adalah manajemen dana baik yang berkaitan dengan pengalokasian dana dalam berbagai bentuk investasi secara efektif maupun usaha pengumpulan dana untuk pembiayaan investasi atau pembelanjaan secara efisien”. Menurut Sutrisno (2003 : 3) “Manajemen Keuangan adalah sebagai semua aktivitas perusahaan yang berhubungan dengan usaha – usaha mendapatkan dana perusahaan dengan biaya yang murah serta usaha untuk menggunakan dan mengalokasikan dana tersebut secara efisien”. Manajemen keuangan dengan demikian merupakan suatu bidang keuangan yang menerapkan prinsip-prinsip keuangan dalam sebuah organisasi
http://digilib.mercubuana.ac.id/
11
untuk menciptakan dan mempertahankan nilai melalui pengambilan putusan dan manajemen sumberdaya yang tepat (Emery et al, 1998 : 3). Pinches (1996 : 6) menyatakan bahwa manajemen keuangan adalah akuisisi, manajemen, dan pembiayaan terhadap sumberdaya-sumberdaya bagi badan usaha dengan menggunakan uang dan berhubungan dengan harga harga di pasar ekonomi eksternal. Manajemen keuangan dapat didefinisikan dari tugas dan tanggung jawab manajer keuangan. Meskipun tugas dan tanggung jawabnya berlainan di setiap perusahaan, tugas pokok manajemen keuangan antara lain meliputi : keputusan tentang investasi, pembiayaan kegiatan usaha dan pembagian dividen suatu perusahaan (Weston dan Copeland, 1992: 2). Suad Husnan dan Enny pudjiastuti (1998 : 4) Manajemen Keuangan adalah pengaturan kegiatan keuangan dalam suatu organisasi yang menyangkut kegiatan perencanaan, analisis, dan pengendalian kegiatan keuangan. Grestenberg : bagaimana bisnis diselenggarakan untuk memperoleh dana, bagaimana mereka memperoleh dana, bagaimana menggunakannya dan bagaimana bisnis keuntungan didistribusikan. b. Tujuan Manajemen keuangan Untuk bisa mengambil keputusan-keputusan keuangan yang benar, manajemen keuangan perlu menentukan tujuan yang harus dicapai. Keputusan yang benar adalah keputusan yang akan membantu mencapai tujuan tersebut. Secara normatif tujuan keputusan keuangan adalah untuk memaksimumkan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
12
nilai perusahaan. Dimana nilai perusahaan itu sendiri merupakan harga yang tersedia dibayar oleh calon pembeli apabila perusahaan tersebut dijual dengan pertimbangan teknis sebagai berikut : 1. Memaksimumkan memaksimumkan
nilai laba,
bermakna karena
lebih
luas
memaksimumkan
nilai
daripada berarti
mempertimbangkan pengaruh waktu terhadap nilai uang. 2. Memaksimumkan nilai berarti mempertimbangkan berbagai resiko terhadap arus pendapatan perusahaan. 3. Mutu dari arus dana yang diharapkan diterima di masa yang akan datang mungkin beragam. Sementara pendapat lain mengatakan bahwa tujuan dari manajemen keuangan ialah untuk mewujudkan tujuan perusahaan. Dimana tujuan perusahaan itu sendiri adalah untuk memperoleh laba yang sebesar - besarnya. Menurut Sartono (2000 : 3) Manajemen keuangan yang efisien memenuhi adanya tujuan yang digunakan sebagai standar dalam memberi penilaian keefisienan yaitu: 1. Tujuan normatif manajemen keuangan adalah maximization wealth of stockholders atau memaksimalkan kemakmuran pemegang saham yaitu memaksimalkan nilai perusahaan. 2. Nilai perusahaan yang belum go-publik dapat diukur dengan harga
jual seandainya perusahaan tersebut dijual. Jadi tidak hanya nilai asset (laporan dineraca) tetapi diperhitungkan juga tingkat resiko usaha, prospek perusahaan, manajemen lingkungan kerja dan sebagainya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
13
c. Fungsi Manajemen Keuangan Fungsi manajemen keuangan dapat dirinci ke dalam tiga bentuk kebijakan perusahaan, yaitu (1) keputusan investasi, (2) keputusan pendanaan, dan (3) kebijakan dividen. Setiap fungsi harus mempertimbangkan tujuan perusahaan; mengoptimalkan kombinasi tiga kebijakan keuangan yang mampu meningkatkan nilai kekayaan bagi para pemegang saham. Ketiga fungsi manajemen keuangan harus dipertimbangkan yang membawa dampak sinergis terhadapa harga saham perusahaan di pasar. Damodaran (1997:10) menjelaskan bahwa tujuan dan fungsi menajemen keuangan klasik secara skematis disajikan pada Gambar 2.1. Secara umum, diantara berbagai teori keuangan perusahaan menunjukan bahwa tujuan perusahaan adalah memaksimalkan kekayaan para pemegang saham, meskipun hal ini masih menjadi perdebatan, yaitu apakah memaksimalkan kekayaan para pemegang saham atau memaksimalkan kekayaan
perusahaan,
mencakup
pihak-pihak
yang
memiliki
klaim
diantaranya (kreditor, pemegang saham preferen, karyawan bagi para pemegang saham masih menjadi perdebatan bahwa apakah kondisi yang sebenarnya dapat meningkatkan harga saham atau tidak.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
14
Para Pemegang Saham Rapat Umum Pemegang Saham Pertemuan Dewan Direksi
Pemaksimalan kekayaan pemegang saham
Dapat menelusuri informasi biaya
Para Manajer
Dana Pinjaman
Menentukan Proyek Kebijakan Pendanaan Menbayar Deviden
Pemegang Obligasi
Masyarakat Tidak ada biaya sosial
Proteksi Bunga Obligasi Informasi
Harga Pasar = Harga Sesungguhnya
Pasar Keuangan
Gambar 2.1 Tujuan dan Fungsi Manajemen Keuangan Klasik (Damodaran, 1997)
Untuk menjelaskan berbagai tujuan dan fungsi manajemen keuangan tersebut dibutuhkan asumsi-asumsi yang mendasarinya. Dalam hal ini, batasan tujuan
pemaksimalan
nilai
perusahaan
secara
umum
menunjukan
pemaksimalan harga saham, dengan demikian konsep nilai perusahaan dapat diproksikan melalui harga saham perusahaan. Batasan tujuan manajemen keuangan untuk pemaksimalan kekayaan para pemegang saham tidak mengakui asumsi efisiensi pasar atau proteksi para pemegang obligasi. Pemaksimalan para pemegang saham sebagai tujuan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
15
tambahan terhadap asumsi proteksi para pemegang obligasi, dan secara umum tujuan pemaksimalan nilai harga saham didasarkan pada asumsi pasar modal dalam keadaan efisien. Asumsi-asumsi yang dibutuhkan oleh tujuan fungsi manajemen keuangan secara singkat dapat dilihat pada Gambar 2.1. Beberapa pandangan, diantaranya Damodaran (1997), Rao (1995), Van Horne (1980), dan Husnan (1994) secara umum dapat disimpulkan bahwa tujuan dan fungsi manajemen keuangan adalah pemaksimalan kekayaan para pemegang saham. Implikasi naiknya harga saham menunjukan naiknya nilai perusahaan. Adapun fungsi manajemen keuangan melingkupi fungsi pendanaan, investasi, dan kebijakan dividen, dan berbagai fungsi manajemen keuangan tersebut pada akhirnya mengarah pada menaikan nilai perusahaan yang terefleksi pada harga saham, atau dapat dimaknai pemaksimalan kekayaan perusahaan bagi para pemegang saham. Namun, sesuai konsep nilai perusahaan maka asumsi yang harus dipenuhi adalah pasar modal dalam keadaan efisien, dan terdapat proteksi bunga obligasi guna mengantisipasi klaim oleh para pemegang obligasi.
2. Rasio Keuangan Laporan keuangan berisi informasi untuk masyarakat, pemerintah, pemasok dan kreditur, pemilik perusahaan atau pemegang saham, manajemen perusahaan, investor, pelanggan, karyawan, yang diperlukan secara tetap untuk mengukur kondisi dan efisiensi operasi perusahaan. Analisa dari laporan keuangan bersifat relatif karena didasarkan pengetahuan dan menggunakan rasio atau nilai relatif analisa rasio adalah suatu metode perhitungan dan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
16
interprestasi rasio keuangan untuk menilai kinerja dan status suatu perusahaan. Beberapa rasio keuangan yang dapat mempengaruhi kondisi financial distress perusahaan, adalah : 1.
Rasio Profitabilitas Profitabilitas perusahaan harus dilihat sebagai faktor pendorong dalam memantau aspek likuiditas dan solvabilitas. Dalam jangka panjang, perusahaan mampu menghasilkan keuntungan yang cukup dari usahanya sehingga mampu membayar kewajibannya. Kerugian yang terus menerus akan segera memperburuk aspek solvabilitas perusahaan dan apabila perusahaan akan memperluas usahanya, perusahaan memerlukan retained earning untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam jangka
pendek,
kerugian
segera
akan
menurunkan
likuiditas
perusahaan. Lebih lanjut, profitabilitas perusahaan akan mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk mendapatkan pembiayaan dari luar. a.
Net Profit Margin Net Profit Margin (NPM) atau marjin laba bersih merupakan keuntungan penjualan setelah menghitung seluruh biaya dan pajak penghasilan. Margin ini menunjukkan perbandingan laba bersih setelah pajak dengan penjualan. NPM
=
Laba Bersih Setelah Pajak Penjualan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
x 100 %
17
b. Return On Asset (ROA) rasio ini mengukur tingkat pengembalian dari bisnis atas seluruh aset yang ada. Atau rasio ini menggambarkan efisiensi pada dana yang digunakan dalam perusahaan. Rumus : ROA =
Laba Bersih Setelah Pajak Total Aktiva
x 100%
c. Return On Equity (ROE) Return On Equity (ROE) atau sering disebut Rentabilitas Modal Sendiri dimaksudkan untuk mengukur seberapa banyak keuntungan yang menjadi hak pemilik modal sendiri. Rumus : ROE=
2.
Laba Bersih Setelah Pajak Total Modal
x 100%
Rasio Likuiditas Likuiditas adalah jumlah dana tunai yang diperlukan perusahaan untuk membiayai pengeluarannya dan biasanya sangat tergantung pada sifat bisnis perusahaan tersebut. Pada umumnya manajemen kurang menyukai penggunaan benchmark tertentu untuk rasio likuiditasnya. Walaupun begitu, perusahaan pada umumnya kekurangan likuid aset segera sebelum episode kepailitan terjadi dan biasanya perusahaan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
18
tersebut meminjam lebih banyak lagi untuk mengelola kewajiban jangka pendeknya. a. Current Ratio Current Ratio merupakan perbandingan antara aktiva lancar (current assets) dengan hutang lancar (current liabilities). Current Ratio yang tinggi memberikan indikasi jaminan yang baik bagi kreditor jangka pendek dalam arti setiap saat perusahaan memiliki kemampuan untuk melunasi kewajibankewajiban jangka pendeknya. Akan tetapi current ratio yang tinggi
akan
berpengaruh
negatif
terhadap
kemampuan
memperoleh laba (rentabilitas), karena sebagian modal kerja tidak berputar atau mengalami pengangguran.
CR =
Aktiva lancar Kewajiban lancar
3.
Financial Distress
a.
Pengertian Financial Distress
x 100%
Financial distress pada dasarnya sukar untuk didefinisikan secara tepat. Hal ini disebabkan oleh bermacam-macam kejadian kejatuhan perusahaan pada saat financial distress. Peristiwa kejatuhan perusahaan yang disebabkan financial distress hampir tidak ada akhirnya, seperti berikut
http://digilib.mercubuana.ac.id/
19
ini : terjadinya pengurangan deviden, penutupan perusahaan, kerugiankerugian, pemecatan, pengunduran diri direksi dan jatuhnya harga saham. Financial distress terjadi sebelum kebangkrutan. Tidak ada istilah yang tetap mengenai financial distress dari studi-studi yang ada sebelumnya. Setiap studi mengambil masing-masing definisinya sendiri. Dalam penelitian terdahulu financial distress dapat diartikan sebagai berikut : 1. Jika beberapa tahun perusahaan mengalami laba bersih operasi (net operating income) negatif, digunakan oleh Hofer (1980) dan Whitaker (1999). 2. Adanya
pemberhentian
tenaga
kerja
atau
menghilangkan
pembayaran deviden, digunakan oleh Lau (1987) dan Hill, et.al (1996). 3. Arus kas hasil operasi perusahaan tidak cukup untuk memenuhi kewajiban perusahaan, digunakan oleh Karen Wruck (1990). 4. Rendahnya Interest Coverage Ratio, atau EBITDA negatif, digunakan oleh Assquith, et.al. (1991) dan Pindando, et.al. (2006) 5. Perubahan harga ekuitas atau EBIT negatif, digunakan oleh John, et.al. (1992) dan Platt (2004) 6. Stock – Based Insolvency yaitu kekayaan bersih negatif dan nilai asset kurang dari nilai hutang dan flow – based insolvency yaitu arus kas yang berjalan tidak cukup untuk memenuhi kewajiban, digunakan oleh Altman (1993)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
20
7. Adanya arus kas yang lebih kecil dari hutang jangka panjang saat ini digunakan oleh Whitaker (1999) 8. Perusahaan diberhentikan operasinya atas wewenang pemerintah dan perusahaan tersebut dipersyaratkan untuk melakukan perencanaan restrukturisasi , digunakan oleh Tirapat dan Nittayagasetwat (1999) 9. Negatif EBITDA Interest Coverage, negatif EBIT, Negatif Net Income digunakan oleh Platt (2004) 10. Beberapa tahun mengalami laba bersih operasi (net operating income negatif) dan selama lebih dari satu tahun tidak melakukan poembayaran deviden, digunakan oleh Almilia dan Kristijadi (2003) 11. Perusahaan mengalami delisted akibat laba bersih dan nilai buku ekuitas negatif berturut-turut, serta perusahaan tersebut telah di merger, digunakan oleh Almilia (2004) 12. Perusahaan yang selama dua tahun berturut-turut mengalami laba bersih (net income) negatif dan nilai buku ekuitas negatif, digunakan oleh Almilia (2006) Definisi financial distress ini diperluas oleh Altman (1993) terkait pada ketidakmampuan membayar hutang. Hal ini dirumuskan dalam Black’s Law Dictionary sebagai : ketidakmampuan membayar hutang (insolvency), kondisi dari aset atau milik dan kewajiban seseorang yang dahulunya tersedia menjadi tidak cukup untuk melunasi hutang. Definisi ini mempunyai dua bagian yaitu Stock dan Flow. Keduanya menggambarkan mengenai ketidakmampuan membayar hutang (insolvency) stock-based
http://digilib.mercubuana.ac.id/
21
insolvency terjadi ketika perusahaan memiliki kekayaan bersih yang negatif dan nilai aset kurang dari nilai hutang. Flow-based insolvency terjadi ketika arus kas yang berjalan tidak cukup untuk memenuhi kewajiban yang diminta. Flow-based insolvency mengacu pada ketidakmampuan perusahaan untuk membayar hutang. Hofer (1980) dalam Platt (2004) mendefinisikan financial distress bilamana perusahaan mempunyai negatif net income. Whitaker (1999) menerangkan financial distress sebagai penurunan kondisi perusahaan dari kondisi sebelumnya. Penurunan kondisi perusahaan turun disebabkan economic distress, penurunan industri operating income dan poor management, atau penurunan kondisi perusahaan relatif terhadap industri. Poor
management
didefinisikan
sebagai
kecenderungan
penurunan
operating income, selama lima tahun sebelumnya. Operating income didefinisikan sebagai net sales dikurangi cost of good sold dikurangi penjualan, biaya umum dan administratif sebelum depresiasi dan sebelum gains dan losses pada penjualan aset. Almilia dan Kristijadi (2003) mendefinisikan financial distress pada perusahaan yang dalam beberapa tahun mengalami laba bersih operasi (net operating income negatif) dan selama lebih dari satu tahun tidak melakukan pembayaran deviden. Kemudian Almilia (2004) mendefinisikan financial distress sebagai perusahaan yang mengalami delisted akibat laba bersih dan nilai buku ekuitas negatif berturut-turut serta perusahaan tersebut telah di merger. Almilia juga mendefinisikan financial distress sebagai perusahaan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
22
yang selama dua tahun beturut-turut mengalami laba bersih (net income) negatif dan nilai buku ekuitas negatif tahun 2006. Financial distress pada perusahaan dapat diatasi dengan beberapa cara yaitu: 1. Berhubungan dengan aset perusahaan yaitu dengan menjual aset-aset utama, melakukan merger dengan perusahaan lain, menurunkan pengeluaran dan biaya penelitian dan pengembangan. 2. Berhubungan
dengan
restrukturisasi
keuangan
yaitu
dengan
menerbitkan sekuritas baru, mengadakan negosiasi dengan bank dan kreditor,
dan
bankrut.
Financial
distress
dapat
melibatkan
restrukturisasi aset ataupun restrukturisasi keuangan. Financial Distress 49 %
51 %
Tidak melakukan restrukturisasi keuangan
Melakukan restrukturisasi keuangan 53 %
47 %
Melaksanakan atas putusan pengadilan
3 %
Melakukan atas prakarsa sendiri
10 % 7%
Melakukan reorganisasi dan berhasil bangkit kembali
Merger dengan perusahaan lain
Likuidasi
Gambar 2.2 Tahap Financial Distress (Ross, et.al. 2008.)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
Gambar diatas menjelaskan tahap-tahap financial distress perusahaan sampai dengan kepada kebangkrutan. Sejumlah 49 persen mendapatkan manfaat dari financial distress dengan merestrukturisasi aset mereka. Perusahaan yang tidak melakukan restrukturisasi
keuangan melakukan
penyehatan terhadap hutang sehingga mengubah prilaku perusahaan dan mendesak perusahaan untuk membuang bisnis mereka yang tidak berhubungan. Hal ini tejadi pada perusahaan Goodyear Tire and Rubber, ditahun 1986. Mereka memiliki cashflow perusahaan yang tidak cukup untuk menutupi pembayaran yang dibutuhkan dan mendesak untuk menjual noncare bussinesses. Financial distress pada beberapa perusahaan membawa perusahaan kepada bentuk organisasi baru dan strategi operasi yang baru. Restrukturisasi keuangan dapat dilakukan sendiri atau dilakukan atas putusan pengadilan. Dalam gambar tersebut dijelaskan juga, bahwa hampir separuh restrukturisasi
atas prakarsa sendiri. Dan yang melaksanakan
restrukturisasi berdasarkan putusan pengadilan sejumlah 83 persen dapat melakukan reorganisasi dan meneruskan usahanya kembali. Financial distress dapat menjadi “early warning” system perusahaan sebagai tanda adanya masalah. Perusahaan yang memiliki banyak hutang akan mengalami financial distress lebih awal dari perusahaan yang memiliki sedikit hutang. Namun demikian perusahaan yang mengalami financial
http://digilib.mercubuana.ac.id/
24
distress lebih awal dapat mempunyai banyak waktu untuk melakukan restrukturisasi atas prakarsa sendiri dan reorganisasi.
b. Faktor Keuangan Perusahaan Penyebab Financial Distress Secara umum kegiatan perusahaan dapat dianggap sebagai suatu proses arus dana. Dimulai dengan proses penarikan dana dari berbagai sumber kemudian dilakukan pembelanjaan dana tersebut pada harta perusahaan, lalu dilakukan pengoperasian atas harta perusahaan tersebut, dilanjutkan dengan reinvestasi dana yang diperoleh dari operasioanal perusahaan dan diakhiri dengan pengembalian. Dengan mendasarkan kepada pengertian arus dana ini dapat dikatakan bahwa financial distress merupakan keburukan dari bisnis perusahaan. Salah satu penyebab terjadinya financial distress adalah keburukan dalam pengelolaan bisnis (mismanagement) perusahaan tersebut. Namun demikian dengan bervariasinya kondisi internal dan eksternal maka terdapat banyak hal lain yang juga dapat menyebabkan terjadinya financial distress pada suatu perusahaan. Apabila ditinjau dari aspek keuangan, maka terdapat tiga keadaan yang dapat menyebabkan finaancial distress yaitu : 1. Faktor ketidakcukupan modal atau kekurangan modal. Ketidakseimbangan aliran penerimaan uang yang bersumber pada penjualan atau penagihan piutang dengan pengeluaran uang untuk membiayai operasi perusahaan tidak mampu menarik dana untuk
http://digilib.mercubuana.ac.id/
25
memenuhi kekurangan dana tersebut, maka perusahaan akan berada pada kondisi tidak likuid.
2. Besarnya beban hutang dan bunga. Apabila perusahaan mampu menarik dana dari luar, misalnya mendapatkan kredit dari bank untuk menutup kekurangan dana, maka masalah likuiditas perusahaan dapat teratasi untuk sementara waktu. Tetapi kemudian timbul persoalan baru yaitu adanya keterikatan keswajiban untuk membayar kembali pokok pinjaman dan bungan kredit. Walaupun demikian hal ini tidak membahayakan perusahaan dan masih memberikan keuntungan bagi perusahaan apabila tingkat bunga lebih rendah dari tingkat investasi harta (return on asset) dan perusahaan melakukan apa yang disebut dengan manajemen resiko atas hutang yang diterimanya. 3. Menderita kerugian Pendapatan yang diperoleh perusahaan harus mampu menutup seluruh biaya yang dikeluarkan dan menghasilkan laba bersih. Besarnya laba bersih sangat penting bagi perusahaan dan meningkatkan ROE (return Of Equity) untuk menjamin kepentingan pemegang saham. Oleh karena itu perusahaan harus selalu berupaya meningkatkan pendapatan dan mengendalikan tingkat biaya. Ketidakmampuan perusahaan akan mengalami financial distress.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
26
Ketiga aspek tersebut saling berkaitan. Oleh karena itu harus dijaga keseimbangan agar perusahaan terhindar dari kondisi financial distress yang mengarah kepada kebangkrutan. Caranya adalah dengan kemampuan memperoleh laba, likuiditas dan tingkat hutang dalam struktur permodalan. Kemampuan laba adalah kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba yang cukup dari modal yang digunakan. Jadi setiap pendapatan harus menghasilkan laba kotor (gross profit) jauh diatas biaya operasional agar menghasilkan laba kotor sisa yang disebut laba bersih (net profit). Setiap laba bersih kemudian harus diinvestasikan perusahaan guna memperbesar dana perusahaan. Perusahaan harus menjaga kualitas dan tingkat investasi piutang dan persediaan dalam arti kecepatan mengubah kas dengan resiko yang paling kecil. Untuk memprediksi kondisi financial distress perusahaan salah satu caranya dengan mencari informasi dari laporan keuangan perusahaan.
4. Penelitian Terdahulu Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang menguji tentang efektivitas rasio keuangan dalam memprediksi financial distress di suatu perusahaan, antara lain adalah sebagai berikut : Tabel 2.1 PenelitianTerdahulu N o 1
Peneliti dan Tahun Penelitian Neneng Sri Suprihatin dan H.Moch.
Judul Penelitian
Metode Penelitian
Pengaruh Rasio Keuangan dan
Analisis Regresi Logistik
Variabel Penelitian Variabel Independen X1 = Return
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Hasil Penelitian Return On Asset, Fixed Assets to
27
Mansur (2016)
2
Ni Luh Made Ayu Widhiari dan Ni K. Lely Aryani Merkusiwati (2015)
On Asset X2 = Retained Earning To Total Assets X3 = Stockholders Equity to Total Assets X4 = Debt Ratio X5= Fixed Assets to Total Assets X6 = Inventory to Net Sales X7 = Reputasi Underwriter
Reputasi Underwriterter hadap Financial Distress pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia(BEI ) Periode 2005-2008
Pengaruh Rasio Likuiditas, Leverage, Operating Capacity dan Sales Growth terhadap Financial Distress
Analisis Regresi Logistik
Variabel Dependen Y = Financial Distress Variabel Independen X1 = Rasio Likuiditas (Current Ratio) X2 = Rasio Leverage (Debt Ratio) X3 = Operating Capacity (Total Assets Turn Over) X4 = Sales Growth Variabel Dependen Y = Financial Distress
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Total Assets, dan Inventory to Net Sales Retained Earning To Total Assets, Stockholders Equity to Total Asset, Debt Ratio dan Reputasi Underwriter tidak berpengaruh terhadap Financial Distress.
Rasio Likuiditas (Current Ratio), Operating Capacity (Total Assets Turn Over) dan Sales Growth berpengaruh negatif terhadap Financial Distress sedangkan Rasio Leverage (Debt Ratio) tidak berpengaruh terhadap Financial Distress.
28
3
Aditya Wiratama Putra (2015)
Pengaruh Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Kondisi Financial Distress Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia
Analisis Regresi Logit
Variabel Independen X1 = Current Ratio X2 = Perputaran Aktiva X3 = Debt Equity Ratio X4 = Net Profit Margin Variabel Dependen Y = Financial Distress
4
Nurcahyono, Ketut Sudharma. (2014)
Analisis Rasio Keuangan Untuk Memprediksi Kondisi Financial Distress
Analisis Regresi Logit
Variabel Independen X1 = Return On Asset X2 = Return On Equity X3 = Working Capital X4 = Profit Margin On Sales X5= Retained Earning To Total Assets X6 = Current Ratio Variabel Dependen Y = Financial Distress
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Debt Equity Ratio berpengaruh positif terhadap financial distress. Net Profit Margin berpengaruh negatif terhadap financial distress. sedangkan Current Ratio, dan Perputaran Aktiva tidak berpengaruh terhadap financial distress. Return On Asset dan Retained Earning To Total Assets Memiliki pengaruh terhadap financial distress sedangkan Return On Equity, Working Capital, Profit Margin On Sales dan Current Ratio tidak berpengaruh terhadap financial distress.
29
5
Agus Baskoro Adi (2014)
Analisis Rasio-Rasio Keuangan Untuk Memprediksi Financial Distress Bank Devisa Periode 2006-2011
Analisis Regresi Logistik
Variabel Independen X1 = Capital Adequacy Ratio X2 = Non Performing Loan X3 = Return On Asset X4 = Return On Equity X5= Net Interest Margin X6 = Loan to Deposit ratio X7 = Internal Rate of Return Variabel Dependen Y = Financial Distress
6
Kanya Nindita, Moeljadi, dan Nur Khusniyah Indrawati (2014)
Prediction on Financial Distress of Mining Companies Listed in BEIusing Financial Variables and Non-Financial Variables
Logistic Regression
Variabel Independen X1 = Current Ratio X2 = Cash Ratio X3 = Debt Ratio X4 = Return On Asset X5 = Day Sales in Receivable Ratio X6 = Managerial Ownership Ratio X7 = Institutional
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Return On Asset, Return On Equity, dan Net Interest Margin berpengaruh signifikan terhadap Financial Distress sedangkan Capital Adequacy Ratio, Non Performing Loan, Loan to Deposit ratio dan Internal Rate of Return tidak berpengaruh signifikan terhadap financial distress. Current Ratio and Cash Ratio gave significant negative influence correlation coeficient. Debt ratio has significant effect on positive correlation coeficient. Return On Asset did not influence financial
30
Ownership Variabel Dependen Y = Financial Distress
7
8
Juniarti (2013)
Corinna Wongsosudo no dan Chrissa (2013)
Good Corporate Governance and Predicting Financial Distress Using Logistic and Probit Regression Model
Analisis Rasio Keuangan Untuk Memprediksi Financial Distress Pada
Logistic Regression
Analisis Regresi Logistik
Variabel Independen X1 = Good Corporate Governance X2 = Net Profit Margin X3 = Debt to Total Assets Ratio X4 = Current Ratio X5 = Industry Group Variabel Dependen Y = Financial Distress Variabel Independen X1 = Loan to Deposit ratio X2 = Loan to Asset Ratio
http://digilib.mercubuana.ac.id/
distress probability. Day Sales in Receivable Ratio and Managerial Ownership Ratio cannot be used to predict financial distress condition. Institutional Ownership ratio is not significant to be used as financial distress predictor. Net Profit Margin Significant Influence to Financial Distress. Good Corporate Governance, Debt to Total Assets, Current Ratio, and Industry Group did not influence to Financial Distress. Return On Asset berpengaruh terhadap Financial Distress
31
X3 = Return On Asset X4 = Return On Equity X5= Capital Adequacy Ratio X6 = Debt to Equity Ratio
Perusahaan Sektor Keuangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia
Variabel Dependen Y = Financial Distress
9
Amir Saleh dan Bambang Sudiyatno (2013)
Pengaruh Rasio Keuangan Untuk Memprediksi Probabilitas Kebangkrutan Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia
Metode Analisis Regresi Logistik
Variabel Independen X1 = Current Ratio X2 = Debt Ratio X3 = Total Asset Turn Over X4 = Return On Asset X5 = Return On Equity Variabel Dependen Y= Probabilitas Kebangkrutan (Financial Distress)
10
Syahidul Haq, Muhamad Arfan, dan Dana Siswar
Analisis Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Financial
Metode Variabel Logit Independen Regression X1 = Current Ratio X2 = Debt
http://digilib.mercubuana.ac.id/
sedangkan Loan to Deposit ratio, Loan to Asset Ratio, Return On Equity, Capital Adequacy Ratio dan Debt to Equity Ratio tidak berpengaruh signifikan terhadap financial distress. Current Ratio dan Total Asset Turn Over tidak berpengaruh signifikan terhadap probabilitas kebangkrutan (financial distress). Sedangkan Debt Ratio, Return On Asset, dan Return On Equity berpengaruh signifikan terhadap Probabilitas Kebangkruta n (Financial Distress) Current Ratio, Debt Ratio, Net Profit Margin, dan
32
(2013)
11
12
Distress (Studi Pada Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia)
Flora Seshani Penggunaan (2013) Rasio Keuangan Untuk Memprediksi Financial Distress Pada Sektor Infrastruktur , Utilitas dan Transportasi yang Terdaftar di BEI
Kamaludin dan Karina Ayu Pribadi (2011)
Prediksi Financial Distress Kasus Industri Manufaktur Pendekatan Model Regresi Logistik
Ratio X3 = Net Profit Margin X4 = Return On Equity Variabel Dependen Y = Financial Distress Logistic Variabel Regression Independen X1 = Net Profit Margin X2 = Leverage Ratio X3 = Return On Equity X4 = Return On Investment Variabel Dependen Y = Financial Distress
Analisis Regresi Logistik
Variabel Independen X1 = Current Ratio X2 = Leverage Ratio X3 = Gross Profit Margin Ratio X4 = Inventory Turn Over Ratio X5 = Return On Equity Variabel Dependen Y = Financial
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Return On Equity berpengaruh terhadap financial distress.
Leverage Ratio, dan Return On Investment berpengaruh terhadap financial distress sedangkan Return On Equity dan Net Profit Margin tidak berpengaruh terhadap financial distress Leverage Ratio, dan Return On Equity berpengaruh terhadap financial distress sedangkan Gross Profit Margin Ratio, Inventory Turn Over Ratio,dan Current Ratio tidak
33
Distress
berpengaruh signifikan terhadap financial distress
B. Rerangka Pemikiran Berdasarkan kajian teori di atas, maka dapat disajikan rerangka pemikiran untuk menggambarkan hubungan pengaruh dari variabel independen dalam hal ini adalah net profit margin, return on asset, return on equity, dan current ratio terhadap variabel dependen financial distress. Adapun rerangka pemikiran yang menggambarkan hubungan tersebut adalah sebagai berikut :
VARIABEL INDEPENDEN
VARIABEL DEPENDEN
NET PROFIT MARGIN (+)
RETURN ON ASSET (+)
RETURN ON EQUITY (+)
CURRENT RATIO (+)
Gambar 2.3 Rerangka Pemikiran
http://digilib.mercubuana.ac.id/
FINANCIAL DISTRESS
34
C. Hipotesis 1. Hubungan Net Profit Margin dengan Kemungkinan Financial Distress Melalui net profit margin dapat diketahui apakah manajemen perusahaan bisa mempertahankan biaya dan beban secara relatif dengan penjualan. Apabila ternyata perusahaan memiliki net profit margin yang rendah, maka nilai saham perusahaan tersebut dikhawatirkan akan turun seiring dengan turunnya kepercayaan investor pada pengelolaan manajemen perusahaan. Penurunan harga saham akan berakibat kesulitan bagi perusahaan untuk mendapatkan tambahan sumber pembiayaan. Hal ini yang dapat memicu terjadinya financial distress. H1 = Net Profit Margin berpengaruh terhadap terjadinya financial distress di suatu perusahaan
2. Hubungan Return on Asset dengan Kemungkinan Financial Distress Rasio ini mampu memberikan tolak ukur untuk menilai efektivitas dan efisiensi dari kegiatan operasional perusahaan. Apabila nilai Return On Asset semakin besar maka semakin besar perusahaan tersebut efektif dalam hal pengelolaan assetnya. Sebaliknya apabila semakin rendah nilai Return On Asset maka pengelolaan asset dalam
http://digilib.mercubuana.ac.id/
35
perusahaan tersebut dapat dikatakan tidak efektif sehingga dapat memicu penyebab perusahaan mengalami financial distress. H2 = Return on Asset berpengaruh terhadap terjadinya financial distress di suatu perusahaan
3. Hubungan Return on Equity dengan Kemungkinan Financial Distress Dengan nilai return on equity yang tinggi berarti perusahaan tersebut menguntungkan usahanya. Selain itu nilai yang tinggi juga berarti perusahaan tersebut menggunakan lebih sedikit pendanaan dengan hutang. Dengan semakin tingginya hutang yang dimiliki oleh suatu perusahaan, maka semakin tinggi pula perusahaan tersebut kemungkinan mengalami financial distress. Apabila return on equity tinggi, maka biaya hutang rendah, maka perusahaan akan terhindar dari kesulitan keuangan atau financial distress. H3 = Return on Equity berpengaruh terhadap terjadinya financial distress di suatu perusahaan
4. Hubungan Current Ratio dengan Kemungkinan Financial Distress Melalui current ratio dapat diketahui apakah hutang jangka pendek yang biasanya jatuh tempo dalam waktu 12 bulan bisa dibayar oleh perusahaan. Untuk bisa melunasi hutang jangka pendek
http://digilib.mercubuana.ac.id/
36
perusahaan, maka perusahaan tersebut harus memiliki curent ratio yang tinggi. Sebaliknya, apabila ternyata perusahaan memiliki current asset yang rendah, atau jumlah current asset harus lebih kecil dari jumlah current liabilities, maka perusahaan tersebut dikhawatirkan akan kesulitan dalam membayar hutang jangka pendeknya. Hal ini yang dapat memicu terjadinya financial distress. H4 = current ratio berpengaruh terhadap prediksi terjadinya financial distress di suatu perusahaan
http://digilib.mercubuana.ac.id/