BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Teori Tujuan (Goal Theory) Menurut I Wayan Suartana, 2010 teori ini mula-mula dikembangkan oleh Locke (1968). Teori ini mengemukakan bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh dua cognitions yaitu values and invention (atau tujuan). Yang dimaksud dengan values adalah apa yang dihargai seseorang sebagai upaya mendapatkan kemakmuran/welfare. Orang telah menentukan goal atas perilakunya di masa depan dan goal tersebut akan memengaruhi perilaku yang sesungguhnya. Teori ini juga menyatakan bahwa perilaku individu diatur oleh ide (pemikiran) dan niat seseorang. Sasaran dapat dipandang sebagai tujuan / tingkat kinerja yang ingin dicapai oleh individu. Jika seorang individu komit dengan sasaran tertentu, maka hal ini akan memengaruhi tindakannya dan memengaruhi konsekuensi kinerjanya. Berdasarkan teori tujuan diatas berarti seorang auditor dalam menetapkan sebuah opini atas auditnya harus di awali dengan menentukan goal atas perilakunya di masa depan dan pemikiran serta niat yang dipandang sebagai tujuan bahwa auditor tersebut haruslah komit dengan aturan yang telah ada karena pertimbangan bahwa segala hasil opini yang
12
http://digilib.mercubuana.ac.id/
13
di buat serta tindakan yang dilakukan akan memengaruhi konsekuensi dari kinerjanya. 2. Teori Kognitif (Piaget) Dalam teori kognitif memaparkan bahwa tingkah laku atau sikap manusia tidak ditentukan oleh stimulus yang berada diluar dirinya, melainkan dari faktor yang terdapat dalam dirinya sendiri. Faktor – faktor yang dari dalam diri tersebut berupa kemampuan untuk mengenal dunia luar, dan dengan pengenalan itu manusia mampu memberikan respon terhadap stimulus. Berdasarkan pada hal tersebut, teori kognitif memandang belajar sebagai proses pemfungsian unsur-unsur kognisi terutama pikiran untuk mengenal dan memahami kejadian yang terjadi disekitar. Teori kognitif memandang belajar sebagai proses yang memberi fungsi. Piaget ada tiga prinsip utama pembelajaran bagi manusia, yaitu: belajar aktif (pengembangan unsur pengetahuan, kemampuan, dan inisiatif dari individu), belajar melalui interaksi sosial (pengembangan kognitif mengarah pada banyak pandangan), dan belajar melalui pengalaman sendiri (Winarto 2011). Jean Piaget terkenal dengan teori kognitifnya yang berpengaruh penting terhadap perkembangan konsep kecerdasan. Menurut Piaget ada tiga prinsip utama pembelajaran bagi manusia, yaitu:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
14
1. Belajar aktif Belajar dengan aktif secara individu tidak lepas dari unsur pengetahuan, kemampuan, dan inisiatif dari individu tersebut. Melalui halhal tersebut seorang individu akan aktif mencari tahu hal-hal yang baru, mengolah informasi yang ada, dan pada akhirnya dapat memberikan pengetahuan yang baru bagi individu tersebut serta dapat mengembangkan cara berpikir serta sikap mental nya terhadap suatu hal. 2. Belajar melalui interaksi sosial Tanpa interaksi sosial, perkembangan kognitif seorang individu akan bersifat egosentris. Sebaliknya melalui interaksi sosial, perkembangan kognitif seorang individu akan mengarah pada banyak pandangan dengan bermacam-macam sudut pandang dari alternatif tindakan. 3. Belajar melalui pengalaman sendiri Pengalaman sendiri mengenai suatu hal tertentu adalah sarana belajar yang cukup optimal dan efektif. Melalui pengalaman yang ada, individu akan memperoleh gambaran mengenai apa yang harus dilakukan ketika menghadapi suatu hal yang sama. Teori Kognitif dapat digunakan sebagai bahan dasar kajian auditor untuk membuat suatu pertimbangan atau judgement berdasarkan pengalaman dan keahliannya. Dalam tiap kesempatan seorang auditor melakukan tugas audit nya, maka auditor akan belajar dari pengalaman sebelumnya yang pernah terjadi, memahami serta meningkatkan kecermatan serta sikap skeptisnya dalam pelaksanaan audit dengan sangat
http://digilib.mercubuana.ac.id/
15
berhati hati terhadap segala bukti audit yang ditemukan. Auditor akan mengintegrasikan pengalaman auditnya dengan pengetahuan yang telah dimilikinya. Proses memahami dan belajar inilah yang menjadi proses peningkatan keahlian auditor, seperti bertambahnya pengetahuan audit dan meningkatnya kemampuan auditor dalam membuat sebuah pertimbangan /judgement . Rochmawati (2009) menyatakan aplikasi teori kognitif dapat digunakan untuk mengkaji bagaimana auditor mengambil suatu pertimbangan
berdasarkan
pengalaman
dan
keahliannya
dalam
melaksanakan tugas audit. Ketika pengalaman audit seorang auditor bertambah maka judgement yang dibuat akan lebih berkualitas. 3. Pengertian Audit Auditing menurut Arens, dkk (2012) adalah sebagai berikut : “Auditing is the accumulation and evaluation of evidence about information to determine and report on the degree of correspondence between the information and established criteria. Auditing should be done by a competent, independent person”.
Yang artinya ialah : “auditing adalah pengumpulan dan penilaian bukti mengenai informasi untuk menentukan dan melaporkan derajat kesesuaian antara informasi itu dan kriteria yang telah diterapkan. Auditing harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen.” Sukrisno Agoes (2012) mengatakan bahwa auditing adalah: “Suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis oleh pihak yang independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh managemen beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut”.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
16
Berdasarkan pengertian yang telah dipaparkan maka Auditing adalah proses yang sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif yang berhubungan tingkat kesesuaian antara informasi yang diterima dengan ketentuan dan kriteria yang telah ditentukan serta ditetapkan yang kemudian memberikan pendapat mengenai kewajaran atas laporan tersebut kepada para pemangku kepentingan. 4. Standar auditing Acuan pelaksanaan Standar auditing di Indonesia saat ini telah mengalami perubahan yaitu mengacu pada International Standard on Auditing (ISA) pada tahun 2013, yang sebelumnya berlaku adalah penggunaan SPAP yang mengacu pada standar auditing dari Amerika. SPAP yang digunakan ketika itu membagi standar auditing menjadi tiga bagian utama yaitu Standar Umum, Standar Pekerjaan Lapangan dan Standar Pelaporan. Sedangkan International Standard on Auditing (ISA) tidak membagi standar auditing dengan kategori seperti halnya SPAP. Penyajian standar-standar yang ada pada ISA sudah mencerminkan proses pengerjaan auditing. Theodorus dalam bukunya yang berjudul Auditing berbasis ISA (Internasional Standards on Auditing) menjelaskan bahwa ISA adalah suatu standar kompetensi bagi profesional yang bekerja di bidang auditing. ISA sendiri diterbitkan oleh International Auditing and Assurance Standard Boards ( IAASB) melalui International Federation of Accountant (IFAC) pada tahun 2009.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
17
Dalam akta yang dikeluarkan oleh IAASB melalui IFAC dituliskan ”International Standards on Auditing (ISAs) are professional standard that deal with the independent auditor’s responsibilities when conducting an audit of financial statement. ISAs contain objectives and requirements together with application and other explanatory material. The auditor is required to have an understanding of the entire text of an ISAs, including its requirements properly”. Maksud nya ialah bahwa auditor diharuskan untuk mengerti ISA, termasuk penerapan dan isi materinya serta tujuannya. International Standard on Auditing (ISA) dibuat dengan tujuan meningkatkan kualitas bukti-bukti audit yang pada akhirnya meningkatkan kualitas hasil audit. ISA sangat terkait dengan International Standard on Quality Control. Terdapat lima bagian dalam ISA yaitu: 1. Introduction mencakup tujuan, ruang lingkup, dan subjek materi. 2. Objective yang menjelaskan mengenai kepentingan auditor 3. Definition yang menjelaskan pengertian yang dibakukan oleh ISA 4. Requirements adalah bagian yang menjelaskan bagaimana seharusnya sikap seorang auditor 5. Application and Other Explanatory Material menjelaskan bagaimana pelaksanaan berikut prosedur serta penjelasan hal lain yang masih terkait. Secara garis besar ISA terdiri atas beberapa hal pokok, yaitu : 1. Tanggung Jawab ( Responsibility) 2. Perencanaan Audit (Audit Planning) 3. Pengendalian Intern (Internal Control) 4. Bukti Audit (Audit Evidence)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
18
5. Penggunaan oleh Ahli (Using Work of Other Expert) 6. Kesimpulan Audit dan Laporan Audit (Audit Conclusion and Audit report) 7. Bidang Khusus (Specialized Areas) 5. Tujuan Audit PSA 02 (SA 110) dalam Alvin A. Arens (2011) mengatakan: Tujuan pengauditan umum atas pelaporan keuangan oleh auditor independen merupakan pemberian opini atas kewajaran dimana laporan tersebut telah disajikan secara wajar dalam segala hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha dan arus kas, sesuai prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. 6. Audit Judgement Judgement adalah perilaku yang paling dipengaruhi oleh persepsi situasi (Robin dan Judge, 2007). Audit Judgement melekat pada setiap tahap dalam proses audit laporan keuangan, yaitu penerimaan perikatan audit, perencanaan audit, pelaksanaan pengujian audit, dan pelaporan audit. Audit Judgement diperlukan karena audit tidak dilakukan terhadap seluruh bukti. Bukti inilah yang digunakan untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan, sehingga dapat dikatakan bahwa audit (Magdalena, 2014). Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) pada seksi 341 menyebutkan bahwa audit judgement atas kemampuan kesatuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya harus berdasarkan pada
http://digilib.mercubuana.ac.id/
19
ada tidaknya sanksi dalam diri auditor itu sendiri terhadap kemampuan suatu kesatuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam periode satu tahun sejak tangga laporan keuanan auditan. Audit
judgement
merupakan
suatu
pertimbangan
yang
mempengaruhi dokumentasi bukti dan keputusan pendapat yang dibuat oleh auditor. Kualitas judgement menunjukkan seberapa baik kinerja auditor dalam melaksanakan tugasnya. (Fitriana, 2014). Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi auditor dalam pembuatan audit judgement. Salah satu faktor yang mempengaruhi audit judgement adalah keahlian audit.
Dalam
melaksanakan
meningkatkan
kompetensinya
proses dengan
pengauditan, menambah
auditor keahlian
harus dan
pengalaman auditnya. (Artha, 2014). Menurut Tielman (2011), pertimbangan yang mempengaruhi keputusan yang diambil auditor merupakan audit judgement. Dalam pembuatan judgement ini auditor mempunyai kesadaran bahwa suatu pertanggungjawaban merupakan faktor yang cukup penting karena penilaiannya akan ditinjau dan dimintai keterangan. Kualitas judgement akan menunjukkan seberapa baik kinerja seorang auditor dalam melakukan tugasnya. 7. Tekanan Ketaatan Tekanan ketaatan adalah jenis tekanan pengaruh sosial yang dihasilkan ketika individu dengan perintah langsung dari perilaku individu
http://digilib.mercubuana.ac.id/
20
lain. Tekanan ketaatan ini timbul akibat adanya kesenjangan ekspektasi yang terjadi antara entitas yang diperiksa dengan auditor telah menimbulkan suatu konflik tersendiri bagi auditor. Dalam suatu audit umum, auditor dituntut untuk memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan entitas untuk menghindari adanya pergantian auditor. (Magdalena, 2014). Tekanan ketaatan diartikan sebagai tekanan yang diterima oleh auditor junior atau bawahan dari auditor yang lebih senior atau atasannya dan kliennya untuk melakukan tindakan yang menyimpang dari standar etika dan profesionalisme (Irwanti, 2011). Hal ini pasti dapat menimbulkan tekanan pada diri auditor itu sendiri untuk menuruti atau tidak menuruti keinginan klien ataupun atasannya. Oleh sebab itu, seorang auditor seringkali dihadapkan pada dilemma penerapan standar profesi auditor dalam pengambilan keputusannya (Jamilah dkk, 2007). Praditaningrum (2012) menyatakan bahwa tekanan ketaatan mengarah pada tekanan yang berasal dari atasan atau dari auditor senior ke auditor junior dan tekanan yang berasal dari entitas yang diperiksa untuk melaksanakan penyimpangan terhadap standar yang telah ditetapkan. Jadi tekanan ketaatan merupakan pengaruh yang diterima dari lingkungan dan timbul akibat adanya kesenjangan ekspetasi dari atasan pada bawahannya serta konflik antara keharusan mengikuti aturan yang ada dengan tuntutan dari klien akan hasil yang diinginkan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
21
8. Kompleksitas Tugas Kompleksitas tugas adalah persepsi individu tentang kesulitan suatu tugas yang disebabkan oleh terbatasnya kapasitas dan daya ingat serta kemampuan untuk mengintegrasikan masalah yang dimiliki oleh seorang pembuat keputusan. (Irwanti 2011). Menurut Sanusi dan Iskandar, 2007, kompleksitas tugas dapat didefinisikan sebagai fungsi dari tugas tersebut. Pengertian kompleksitas tugas itu sendiri dalam penelitian ini mengenai tingkat inovasi dan kemampuan pemecahan masalah yang dihadapi oleh staf pemeriksa. Prasojo (2011) dalam Fitriana (2014) menyatakan tugas yang tingkat kompleksitasnya tinggi memerlukan inovasi dan pertimbangan audit yang relatif banyak, sedangkan tugas yang tingkat kompleksitasnya rendah memerlukan tingkat inovasi dan pertimbangan audit yang relatif sedikit. Kompleksitas dapat muncul dari ambiguitas dan struktur yang lemah, baik dalam tugas-tugas utama maupun tugas-tugas yang lain (Restuningdiah dan Indriantoro, 2000). Menurut Wood (1988) dalam Nadiroh (2010) kompleksitas tugas dapat didefinisikan sebagai fungsi dari tiga dimensi dari tugas itu sendiri, yaitu: 1) Sejumlah perbedaan komponen dan informasi penting yang digunakan untuk menyelesaikan tugas.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
22
2) Komplikasi pada pola hubungan antara informasi, tindakan, dan produk. 3) Stabilitas pola hubungan di atas dari waktu ke waktu. Chung dan Monroe (2001) mengemukakan bahwa kompleksitas dalam pengauditan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: (1) banyaknya informasi yang tidak relevan dalam artian informasi tersebut tidak konsisten dengan kejadian yang akan diprediksikan, (2) adanya ambiguitas yang tinggi, yaitu beragamnya hasil yang diharapkan oleh entitas yang diperiksa dari kegiatan pengauditan. Terkait dengan kegiatan pengauditan, tingginya kompleksitas audit ini dapat menyebabkan auditor berperilaku disfungsional. Adanya kompleksitas tugas yang tinggi dapat merusak judgement yang dibuat oleh auditor. Semakin kompleks suatu tugas maka auditor harus semakin memikirkan banyak hal. Kompleksitas tugas sangat dekat dengan kinerja auditor dan dapat mempengaruhi kebijakan audit yang dibuat oleh auditor. Ada berbagai pemahaman dari kompleksitas tugas, yakni sekumpulan tugas dan informasi yang berubah-ubah diperoleh auditor dalam satu waktu pekerjaan. Banyaknya jumlah informasi yang harus diproses dan tahapan pekerjaan yang harus dilakukan untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan mengindikasikan tingkat kompleksitas tugas yang akan dihadapi oleh auditor. (Fitriana, 2014) 9. Pengalaman Auditor
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
Menurut Asih (2006), pengalaman mengarah kepada proses pembelajaran dan pertambahan potensi bertingkah laku dari pendidikan formal maupun nonformal atau bisa diartikan sebagai suatu proses peningkatan pola tingkah laku. Pengalaman audit adalah pengalaman yang dimiliki seorang auditor dalam melakukan pemeriksaan dari banyaknya penugasan berbeda yang pernah dilakukan dan juga lamanya auditor menjalankan profesinya serta
dapat
menambah
pengetahuannya
mengenai
pendeteksian
kekeliruan. (Maria dkk, 2014). Auditor yang memiliki pengalaman akan membuat keputusan yang lebih baik jika dibanding dengan auditor yang belum berpengalaman (Herliansyah dan Meifida, 2006). Menurut Abdolmohammadi dan Wright (1987) dalam Aris Eddy Sarwono (2006), Pengalaman seorang auditor merupakan salah satu bagian atau komponen yang sangat penting dan vital karena akan mempengaruhi keputusan yang sulit. Pengalaman menjadi salah satu penentu utama yang mempengaruhi efisiensi kinerja dalam praktek professional. Standar umum yang pertama menyebutkan”Pemeriksaan harus dilaksanakan oleh seseorang atau orang-orang yang telah menjalani pendidikan dan latihan teknis yang cukup dalam bidang pemeriksaan akuntan dan memiliki keahlian sebagai akuntan publik” (IAI 2001). Pernyataan ini menjelaskan bahwa meskipun seseorang memiliki kemampuan dalam bidang lain termasuk bidang keuangan namun tetap
http://digilib.mercubuana.ac.id/
24
tidak akan memenuhi persyaratan yang diungkapkan dalam standar jika tidak memiliki pendidikan dan pengalaman yang memadai dalam hal pemeriksaan. 10. Skeptisisme Profesional Skeptisisme profesional auditor adalah sikap yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara skeptis
terhadap
bukti
audit.
Auditor
diharapkan
dapat
lebih
mendemonstrasikan tingkat tertinggi dari skeptisisme profesionalnya. Skeptisisme profesional auditor dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain keahlian, pengetahuan, kecakapan, pengalaman, situasi audit yang dihadapi dan etika. (Maghfirah, 2008). Standar
Profesional
Akuntan
Publik
(2011)
menyatakan
skeptisisme profesional auditor sebagai suatu sikap yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti audit. International Standards on Auditing (IAASB, 2009) dalam Nasution (2012) menyatakan: “Skepticism means the auditor makes a critical assesment, with a questioning mind, of the validity of audit evidance obtained and is alert to audit evidance that contradicts or brings into question the reliability of documents and responses to inquiries and other information obtained from management and those charged with governance” Yang artinya bahwa skeptisisme profesional adalah sikap yang meliputi pikiran yang selalu bertanya-tanya (questioning mind), waspada (alert) terhadap kondisi dan keadaan yang mengindikasikan adanya
http://digilib.mercubuana.ac.id/
25
kemungkinan salah saji material yang disebabkan oleh kesalahan atau kesengajaan (fraud), dan penilaian (assessment) bukti-bukti audit secara kritis. Konsep skeptisisme profesional yang tercermin dalam standar tersebut adalah sikap selalu bertanya-tanya, waspada, dan kritis dalam melaksanakan seluruh proses audit. Auditor dituntut untuk melaksanakan skeptisisme profesionalnya sehingga auditor dapat menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama, karena kemahiran profesional seorang auditor mempengaruhi opini yang diberikannya. Dalam pelaksanaan praktik jasa auditing yang dilakukan, sebagian masyarakat masih ada yang meragukan tingkat skeptisisme profesional yang dimiliki oleh para auditor yang selanjutnya berdampak pada keraguan masyarakat terhadap pemberian opini. Skeptisisme profesional harus dimiliki auditor dalam melaksanakan tugas audit yaitu dengan mengumpulkan bukti yang cukup untuk mendukung atau membuktikan asersi manajemen. Sikap skeptis dari auditor ini diharapkan dapat mencerminkan kemahiran profesional dari seorang auditor. (Astari, 2013) Dalam hal ini skeptisisme professional perlu diterapkan auditor agar dapat melakukan audit dengan standar yang tinggi. Penerapan skeptisisme ini akan mampu mendeteksi potensi kemungkinan salah saji dan meminimalisir resiko pengguna laporan keuangan menerima informasi yang menyesatkan. ( Siti Amelia, 2014).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
26
Kee dan Knox’s (1970) pada model “Professional Scepticism Auditor” dalam maghfirah (2008) menyatakan bahwa skeptisisme profesional auditor dipengaruhi oleh beberapa factor yaitu faktor-faktor kencondongan etika, situasi dan pengalaman. a. Faktor-faktor kecondongan etika Faktor-faktor kecondongan etika memiliki pengaruh yang signifikan terhadap skeptisisme profesional auditor. The American Heritage Directory menyatakan etika sebagai suatu aturan atau standar yang menentukan tingkah laku para anggota dari suatu profesi. Pengembangan kesadaran etis/moral memainkan peranan kunci dalam semua area profesi akuntan (Louwers, 1997) dalam Astari (2013), termasuk dalam melatih sikap skeptisisme profesional akuntan. b. Faktor-faktor situasi Faktor-faktor situasi berperngaruh secara positif terhadap skeptisisme profesional auditor. Faktor situasi seperti situasi audit yang memiliki risiko tinggi (situasi irregularities) mempengaruhi auditor untuk meningkatkan sikap skeptisisme profesionalnya.
c. Pengalaman Pengalaman yang dimaksudkan disini adalah pengalaman auditor dalam melakukan pemeriksaan laporan keuangan baik dari segi lamanya waktu, maupun banyaknya penugasan yang pernah dilakukan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
27
Dalam Praditaningrum (2012) mengatakan pengalaman merupakan
suatu
proses
pembelajaran
dan
pertambahan
perkembangan potensi bertingkah laku (Asih, 2006). Pengalaman seseorang dapat diartikan sebagai suatu proses yang dapat membawa seseorang kepada suatu pola tingkah laku yang lebih tinggi. Pengalaman dapat memberikan peluang bagi seseorang untuk melakukan pekerjaan dengan lebih baik. Semakin luas pengalaman kerja seseorang, semakin trampil melakukan pekerjaan dan semakin sempurna pola berpikir dan sikap dalam bertindak untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Puspaningsih, 2004). Butt (1988) dalam Maghfirah (2008) memperlihatkan dalam penelitiannya bahwa auditor yang berpengalaman akan membuat judgement yang relatif lebih baik dalam tugas tugas profesionalnya, daripada auditor yang kurang berpengalaman. Jadi seorang auditor yang lebih berpengalaman akan lebih tinggi tingkat skeptisisme profesionalnya
dibandingkan
dengan
auditor
yang
kurang
berpengalaman.
11. Penelitian Terdahulu Siti Amelia dkk (2014) melakukan uji mengenai pengaruh dari Insentif Kerja, Persepsi Etis dan Skeptisisme Profesional terhadap audit judgement. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode verifikatif dengan pendekatan survey melalui tekhnik pengumpulan data
http://digilib.mercubuana.ac.id/
28
dengan kuesioner. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah auditor yang bekerja di KAP Bandung. Metode pengambilan sample yang digunakan
dalam
penelitian
ini
adalah
dengan
metode
non
probabilitysampling, yaitu convenience sampling. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Insentif Kerja, Persepsi Etis dan Skeptisisme Profesional berpengaruh secara signifikan terhadap audit judgement. Penelitian yang dilakukan oleh Ariyantini dkk (2014) ini bertujuan untuk meneliti secara empiris pengaruh pengalaman auditor, tekanan ketaatan, dan kompleksitas tugas terhadap audit judgement. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, yang menggunakan data primer berupa kuesioner untuk menghimpun data. Populasi penelitian ini adalah auditor yang bekerja pada BPKP Perwakilan Provinsi Bali, sedangkan teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini yakni teknik purposive sampling dengan kriteria auditor yang sudah bekerja lebih dari satu tahun dan telah melaksanakan pemeriksaan minimal 10 kali. Kuesioner yang disebarkan sebanyak 62 dan yang bisa diolah adalah 56 kuesioner. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa pengalaman auditor, tekanan ketaatan, kompleksitas tugas, berpengaruh terhadap audit judgement. Pada penelitian mengenai Pengaruh kompleksitas tugas, tekanan ketaatan, tingkat senioritas auditor, keahlian auditor, dan hubungan dengan klien terhadap audit judgement yang dilakukan oleh Rahayu Fitriana (2014) menjelaskan bahwa pada penelitiannya tersebut yang dilakukan di daerah Sumatera dengan menggunakan pengujian random sampling
http://digilib.mercubuana.ac.id/
29
mendapatkan hasil bahwa variable kompleksitas tugas, tekanan ketaatan, keahlian auditor, dan hubungan dengan klien memiliki pengaruh terhadap audit judgement sedangkan tingkat senioritas auditor tidak berpengaruh terhadap audit judgement. Total dari responden yang mengisi sample dalam pengujian ini adalah sebanyak 48% atau sejumlah 106 orang. Sabaruddinsah (2010) merupakan salah satu dari banyak penguji yang melakukan penelitian mengenai pengalaman dan kompleksitas tugas dengan judul pengaruh gender, pengalaman auditor, dan kompleksitas tugas terhadap audit judgement. Penelitian ini dilakukan di KAP yang ada di Jakarta dengan analisis pengmpulan data menggunakan kuesioner dan menggunakan teknik purposive sampling. Hasil yang didapatkan dari penelitiannya adalah bahwa kompleksitas tugas tidak berpengaruh signifikan terhadap audit judgement. Penelitian yang dilakukan Magdalena (2014) ini adalah untuk meneliti pengaruh tekanan ketaatan, pengalaman audit, dan audit tenure terhadap audit judgement. Data diperoleh dari kuesioner yang diisi oleh responden yang merupakan auditor dengan pengalaman bekerja lebih dari dua tahun yang bekerja di KAP Wilayah Surabaya. Sebanyak 72 kuesioner kembali dan dapat diolah. Dengan menggunakan Regresi Linear Berganda, hasil penelitian menunjukkan adanya korelasi positif antara Pengalaman Audit dan Audit Tenure terhadap Audit Judgement.Semakin meningkatnya pengalaman audit dan audit tenure, maka akan meningkatkan kualitas Audit Judgement. Tetapi, Tekanan Ketaatan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
30
menunjukkan adanya korelasi negatif terhadap Audit Judgement. Semakin meningkatnya Tekanan Ketaatan, maka akan menurunkan kualitas Audit Judgement I Made Angga bersama rekan (2014) melakukan penelitian mengenai audit judgement. Penelitian ini menguji mengenai pengaruh keahlian audit, konflik peran dan kompleksitas tugas terhadap audit judgement. Penelitian ini merupakan penelitian kausal, dengan pendekatan kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh auditor internal pemerintah yang bekerja Inspektorat Pemerintah Kabupaten Gianyar dan Kabupaten Bangli, sebanyak 41 orang (17 orang dari Inspektorat Kabupaten Gianyar dan 24 orang dari Inspektorat Kabupaten Bangli). Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan sampel jenuh sebanyak 41 responden. Jenis data penelitian adalah data primer. Metode pengumpulan data penelitian menggunakan kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Keahlian audit mempunyai pengaruh yang signifikan dan berkorelasi positif terhadap audit judgement. Konflik Peran dan Kompleksitas tugas mempunyai pengaruh yang signifikan dan berkorelasi negatif terhadap audit judgement.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
31
Tabel 2.1 Hasil Penelitian Terdahulu No
1 .
Nama dan Tahun Penelitian Siti Amelia, Hendra Gunawan Mey Maemunah (2014)
Variable Penelitian
Judul Penelitian
Hasil penelitian
Audit Judgement (Y) Insentif Kerja ( X1) Persepsi Etis (X2) Skeptisisme Profesional (X3) Audit Judgement (Y) Pengaruh Gender(X1) tekanan ketaatan (X2) Kompleksitas tugas (X3)
Pengaruh Insentif Kerja, Persepsi Etis dan Skeptisisme Profesional terhadap Audit Judgement
Variable Insentif Kerja, Persepsi Etis dan Skeptisisme Profesional berpengaruh secara signifikan terhadap audit judgement
Pengaruh gender, tekanan ketaatan, dan kompleksitas tugas terhadap audit judgement
Pengaruh Gender, tekanan ketaatan serta kompleksitas tugas berpengaruh terhadap audit judgement.
Audit Judgement (Y) kompleksitas tugas(X1) tekanan ketaatan( X2) tingkat senioritas auditor(X3) keahlian auditor(X4) hubungan dengan klien(X5) audit judgement (Y) tekanan ketaatan( X1) pengalaman audit(X2) audit tenure (X3) audit judgement (Y) keahlian audit (X1) konflik peran (X2) kompleksitas tugas (X3)
Pengaruh kompleksitas tugas, tekanan ketaatan, tingkat senioritas auditor, keahlian auditor, dan hubungan dengan klien terhadap audit judgement
kompleksitas tugas, tekanan ketaatan, keahlian auditor, dan hubungan dengan klien berpengaruh terhadap audit judgemen. Sementara Tingkat senioritas auditor tidak berpengaruh terhadap Audit Judgement
Pengaruh tekanan ketaatan, pengalaman audit, dan audit tenure terhadap audit judgement
pengalaman audit dan audit tenure berpengaruh positif terhadap Audit Judgement. Tetapi, Tekanan Ketaatan berpengaruh negatif terhadap Audit Judgement.
Pengaruh keahlian audit, konflik peran dan kompleksitas tugas terhadap audit judgement
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Keahlian audit mempunyai pengaruh yang signifikan dan berkorelasi positif terhadap audit judgement. Konflik Peran dan Kompeksitas tugas mempunyai pengaruh yang signifikan dan berkorelasi negatif terhadap audit Judgement
2.
Siti jamilah dan Zaenal fanani, grahita chandrarin (2007)
3.
Rahayu fitriana Kamaliah Susilatri (2014)
4.
Maria Magdalena, Oerip Liana Sofiani Elisa Tjondro (2014)
5.
I Made Angga Parama Artha, Nyoman Trisna Herawati, Nyoman Ari Surya Darmawan (2014)
6.
Janne Chung, Gary S Monroe (2001)
Audit Judgement (Y1) Gender ( X1) task complexity (X2)
the effects of gender and task complexity on an audit judgement
Berdasarkan penelitian yang dilakukan chung dan monroe, memberikan hasil bahwa gender dan kompleksitas tugas berpengaruh secara signifikan terhadap audit judgement.
7.
Kadek Evi Ariyantini, Edy Sujana, Nyoman Ari Surya Darmawan (2014)
Audit Judgement (Y) pengalaman (X1) tekanan ketaatan (X2) Kompleksitas (X3)
Pengaruh pengalaman auditor, tekanan ketaatan dan Kompleksitas tugas terhadap audit judgement
pengalaman auditor, tekanan ketaatan serta kompleksitas tugas berpengaruh terhadap audit judgement.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
32
B. Rerangka Pemikiran Kerangka
pemikiran
teoritis
mengenai
Tekanan
Ketaatan,
Kompleksitas Tugas, Pengalaman Auditor dan Sketisisme Profesional Auditor terhadap Audit Judgement dapat digambarkan secara diagramatis sebagai berikut:
TEKANAN KETAATAN H1 KOMPLEKSITAS TUGAS
PENGALAMAN AUDITOR
H2 AUDIT JUDGEMENT (Y) H3
H4 SKEPTISISME PROFESIONAL
http://digilib.mercubuana.ac.id/
33
C. Hipotesis 1. Pengaruh tekanan ketaatan terhadap audit judgement Tekanan ketaatan berarti tekanan yang diterima oleh auditor junior dari auditor yang lebih senior dan juga kliennya untuk melakukan tindakan yang menyimpang dari ketentuan dan aturan standar yang telah ditetapkan. Menurut Jamilah,dkk (2007) dalam Praditaningrum (2012) menyatakan dalam melaksanakan tugas audit, auditor secara terus menerus berhadapan dengan dilema etika yang melibatkan pilihan antara nilai-nilai yang bertentangan. Dalam keadaan ini, klien bisa mempengaruhi proses pemeriksaan yang dilakukan oleh auditor. Adanya tekanan untuk taat dapat membawa dampak pada judgement yang diambil oleh auditor. Semakin tinggi tekanan yang dihadapi oleh auditor maka judgement yang diambil oleh auditor cenderung kurang tepat. Penelitian yang telah dilakukan Praditaningrum (2012) dan Idris (2012) menyatakan bahwa terdapat pengaruh negatif antara tekanan ketaatan dengan judgement auditor. Tekanan yang diberikan atasan ataupun entitas yang diperiksa cenderung mengarahkan auditor untuk berprilaku menyimpang dari standar yang telah ditetapkan. Bila dilihat dari standar yang telah ditentukan sudah tentu auditor harus lah mengikuti dan melaksanakan tugas sesuai ketentuan yang berlaku, namun bila tidak mengikuti permintaan klien pun auditor bisa mendapatkan sanksi dari klien berupa penghentian penugasan. Maka dari itu berdasarkan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
34
pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa tekanan ketaatan berpengaruh signifikan terhadap audit judgement. H1 : Tekanan ketaatan berpengaruh terhadap audit judgement 2. Pengaruh kompleksitas tugas terhadap audit judgement Dilingkungan pekerjaan, atasan akan melakukan perencanaan bersama para bawahan untuk menentukan tugas-tugass yang harus dilaksanakan oleh setiap bawahan, dan juga waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas tersebut. dalam menentukan tugas yang diberikan dan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu tugas yang diberikan dan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu tugas tersebut, ditentukan berdasarkan persepsi atasan terhadap tingkat kompleksitas tugas dan pengalaman bawahan. Dengan beragamnya tingkat kompleksitas. (Fitriana, 2014). Menurut Jamilah,dkk (2007) kompleksitas tugas mengarah pada tugas yang sulit, tidak terstuktur dan membinggungkan. Penelitian yang telah dilakukan Sugiarto (2009) dan Tielman (2011) menyatakan bahwa kompleksitas tugas berpengaruh
secara
negatif
terhadap
audit
judgement.
Tingginya
kompleksitas tugas akan berdampak pada menurunnya usaha dan motivasi kerja sehingga penurunan kinerja akan terjadi. Semakin tinggi tingkat kompleksitas tugas yang dimiliki auditor akan semakin mempengaruhi pertimbangan keputusan yang harus diambil auditor maka dari itu dapat dirumuskan hipotesis H2 : Kompleksitas tugas berpengaruh terhadap audit judgement.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
35
3. Pengaruh pengalaman auditor terhadap audit judgement Akuntan secara terus menerus berhadapan dengan dilema etika yang melibatkan pilihan antara nilai-nilai yang bertentangan. Dalam keadaan ini, klien bisa mempengaruhi proses pemeriksaan yang dilakukan oleh auditor. Klien bisa menekan auditor untuk mengambil tindakan yang melanggar standar pemeriksaan. Auditor secara umum dianggap termotivasi oleh etika profesi dan standar pemeriksaan, maka auditor akan berada dalam situasi konflik. ( Jamilah, 2007) Menurut Asih (2006) dalam Ariyantini (2014), pengalaman mengarah kepada proses pembelajaran dan pertambahan potensi bertingkah laku dari pendidikan formal maupun nonformal atau bisa diartikan sebagai suatu proses peningkatan pola tingkah laku. Penelitian yang telah dilakukan Putri (2013) dan Tobing (2011) menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif antara pengalaman dengan judgement auditor. Banyaknya pengalaman dalam bidang audit dapat membantu auditor dalam menyelesaikan tugas yang cenderung memiliki pola yang sama. Maka dari itu, berdasarkan pemaparan diatas maka dapat disimpulkan bahwa pengalaman auditor berpengaruh terhadap audit judgement H3 : Pengalaman auditor berpengaruh terhadap audit judgement 4. Pengaruh skeptisisme professional auditor terhadap audit judgement Skeptisisme profesional yang dimaksud disini adalah sikap skeptis yang dimiliki seorang auditor yang selalu mempertanyakan dan meragukan bukti audit. Sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya bahwa penggunaan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
36
profesional dengan cermat dan seksama menuntut auditor untuk melaksanakan skeptisisme profesional. Dapat diartikan bahwa skeptisisme profesional menjadi salah satu faktor dalam menentukan kemahiran profesional seorang auditor. (Magfiroh, 2008). Auditor dengan sikap skeptisisme profesionalnya diharapkan dapat melaksanakan tugasnya sesuai standar yang telah ditetapkan, menjunjung tinggi kaidah dan norma agar kualitas audit dan citra profesi auditor tetap terjaga. Kemahiran profesional auditor akan sangat mempengaruhi pemberian opini oleh auditor, sehingga secara tidak langsung skeptisisme profesional auditor ini akan mempengaruhi pemberian opini. Dalam memberikan opini yang tepat ada beberapa hal yang bisa dilakukan seorang auditor agar dapat memberikan opini yang nantinya berguna dan nantinya dapat dipertanggung jawabkan kewajarannya. Untuk itu auditor diharapkan dapat selalu meningkatkan dan menjaga kualitas dalam memberikan opini. (Astari, 2013).
Dengan skeptisisme yang dimiliki, maka seorang auditor akan mampu bersikap awas serta kritis dalam menerima bukti-bukti dan kejadian disekitar yang berhubungan dengan tugasnya sebagai auditor. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Amelia (2014) menyatakan bahwa skeptisisme berpengaruh terhadap audit judgement. H4 : skeptisisme berpengaruh terhadap audit judgement.
http://digilib.mercubuana.ac.id/