BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1.
Kajian Teori
2.1.1.
Teori Optimalisasi Pajak Secara garis besar reformasi perpajakan berbicara tentang intensifikasi
dan ekstensifikasi perpajakan. Intensifikasi perpajakan berkaitan dengan usaha pemungutan pajak dan administrasi perpajakan. Sedangkan ekstensifikasi perpajakan berbicara tentang perluasan basis pajak dan evaluasi terhadap tarif pajak. Permasalahan intensifikasi dan ekstensifikasi perpajakan berhubungan dengan tax optimality, optimalitas perpajakan yang berhubungan dengan kondisi perekonomian secara makro. Secara garis besar model tax optimality standar berusaha memaksimalkan penerimaan pajak yang menghadapi kendala basis pajak. Silaban (2010) mengungkapkan bahwa kegiatan yang khusus dalam optimalisasi pajak mempunyai tiga aspek kunci, yaitu: Pertama, perwakilan eksplisit dari pilihan-pilihan individu, teknologi dan struktur pasar. Kedua, pemerintahan harus meningkatkan jumlah penerimaan dengan instrumeninstrumen pajak yang ada dimana dapat mengurangi biaya administrasi. Ketiga, adanya kriteria dimana hasil urutan dan pilihan yang paling optimal dari kriteria yang ada. Efisiensi biaya pemajakan merupakan biaya – biaya yang dikeluarkan dalam rangka pemungutan pajak harus diperhitungkan. Jangan sampai pajak yang
12
13
diterima lebih rendah dari pada biaya pemajakannya. Oleh karena itu, sistem pemungutan pajak harus sederhana dan mudah untuk dilaksanakan. Dengan demikian, wajib pajak tidak akan mengalami kesulitan dalam pembayaran pajak, baik dari segi perhitungan maupun dari segi waktu. Relavansinya dengan penelitian ini adalah pemungutan pajak dapat dilakukan secara efisien dengan adanya sistem modernisasi administrasi pajak. Dengan adanya sistem modernisasi administrasi pajak, memudahkan para account representative untuk meningkatkan kinerjanya sehingga berdampak baik bagi efektivitas penerimaan pajak.
2.1.2.
Teori yang Melatarbelakangi Diberlakukannya Pemungutan Pajak Waluyo (2010) mengungkapkan bahwa pajak adalah iuran kepada negara
(yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan – peraturan, dengan tidak mendapat prestasi – kembali, yang langsung dapat di tunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran – pengeluaran
umum
yang
berhubungan
dengan
tugas
negara
dalam
menyelenggarakan pemerintahan. Dilihat dari ciri – ciri yang melekat pada definisi pajak, pajak memiliki beberapa fungsi yaitu pajak berfungsi sebagai budgetair (fungsi penerimaan) dan reguler (fungsi mengatur). Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran, misalnya dimasukkannya pajak dalam Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN) sebagai elemen penerimaan dalam negeri. Sedangkan dilihat dari fungsi mengatur, pajak
14
berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan ekonomi. Sebagai contoh, dikenakannya pajak yang lebih tinggi terhadap minuman keras, sehingga pembelian atau penggunaannya dapat ditekan. Selain dua fungsi diatas, pajak juga memiliki fungsi stabilitas dimana pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan. Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat serta penggunaan pajak yang efektif dan efisien. Terakhir adalah fungsi redistribusi pendapatan, yaitu pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Adapun teori – teori yang melatarbelakangi dilakukannya pemungutan pajak (Waluyo, 2010: 14) adalah: a) Teori Asuransi Dalam perjanjian asuransi diperlukan pembayaran premi. Premi tersebut dimaksudkan sebagai pembayaran atas usaha melindungi orang dari segala kepentingannya, misalnya keselamatan atau keamanan harta bendanya. Teori asuransi ini menyamakan pembayaran premi dengan pembayaran pajak. Walaupun kenyatannya menyatakan bahwa dengan premi tersebut tidaklah tepat.
15
b) Teori Kepentingan Pada teori kepentingan ini memperhatikan beban pajak yang harus dipungut dari masyarakat. Pembebanan ini harus di dasarkan pada kepentingan setiap orang pada tugas pemerintah termasuk perlindungan jiwa dan hartanya. Oleh karena itu, pengeluaran negara untuk melindunginya di bebankan pada masyarakat. c) Teori Gaya Pikul Teori ini mengandung maksud bahwa dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada jasa – jasa yang di berikan oleh negara kepada masyarakat berupa perlindungan jiwa dan harta bendanya. Oleh karena itu, untuk kepentingan perlindungan, maka masyarakat akan membayar pajak menurut gaya pikul seseorang. d) Teori Bakti Teori bakti ini disebut juga teori kewajiban pajak mutlak. Teori ini berdasarkan pada negara mempunyai hak mutlak untuk memungut pajak. Dilain pihak masyarakat menyadari bahwa pembayaran pajak sebagai suatu kewajiban untuk membuktikan tanda baktinya pada negara. Dengan demikian dasar hukum pajak terletak pada hubungan masyarakat dengan negara. e) Teori Asas Daya Beli Dalam teori ini mendasarkan bahwa penyelenggaraan kepentingan masyarakat yang dianggap sebagai dasar keadilan pemungut pajak dan bukan kepentingan individu atau negara, sehingga mentik beratkan pada fungsi mengatur.
16
2.1.3.
Efektivitas Penerimaan Pajak Salah satu kunci keberhasilan sebuah organisasi adalah bergantung pada
kinerja sumber daya manusia yang secara langsung memberikan kontribusi bagi organisasi itu sendiri. Untuk mencapai tujuan organisasi, maka diperlukan kinerja yang optimal dari para anggotanya. Banyak organisasi yang tercapai tujuannya karena ditopang oleh kinerja sumber daya manusia anggota organisasi tersebut, ataupun sebaliknya banyak juga organisasi yang mengalami kemunduran akibat kurang baiknya kinerja dari para anggota organisasi tersebut. Harimawan (2008) berpendapat bahwa kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang yang dibandingkan dengan target atau sasaran yang telah ditentukan terlebih dahulu dan disepakati bersama. Tingkat efektivitas dapat diukur dengan membandingkan antara rencana yang telah ditentukan dengan hasil nyata. Namun, jika usaha atau hasil pekerjaan dan tindakan yang dilakukan tidak tepat sehingga menyebabkan tujuan tidak tercapai, maka hal tersebut dinyatakan tidak efektif. Sedangkan menurut Mardiasmo (2002), efektivitas adalah salah satu keadaaan yang menunjukkan tingkat keberhasilan atau kegagalan kegiatan manajemen dalam mencapai tujuan yang ditetapkan terlebih dahulu. Sebagai contoh, efektivitas untuk mengukur hubungan antara hasil pungutan suatu pajak dengan target yang telah ditetapkan adalah sebagai berikut: Efektivitas = Realisasi Penerimaan Pajak Target Penerimaan Pajak
17
Berdasarkan pengertian diatas, maka peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa efektivitas cenderung kepada pencapaian suatu hasil. Jadi dalam hal ini, pencapaian penerimaan pajak dikatakan efektif jika target penerimaan berbagai jenis pajak yang telah ditetapkan sebelumnya dapat direalisasikan.
2.1.3.1 Target Penerimaan Pajak Penerimaan pajak merupakan jumlah iuran yang dibayar oleh masyarakat dimana dipungut berdasarkan undang – undang yang berlaku, diterima oleh negara dalam suatu masa yang nantinya digunakan oleh negara untuk membayar pengeluaran negara berupa pemeliharaan berbagai fasilitas yang digunakan untuk kepentingan umum. Definisi pajak menurut Adriani (1991:2), yaitu: “Pajak adalah iuran rakyat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan – peraturan, dengan tidak mendapat prestasi – kembali, yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan”. Pengertian penerimaan pajak menurut Suherman (2011) Penerimaan pajak adalah penghasilan yang diperoleh oleh pemerintah yang bersumber dari pajak rakyat. Tidak hanya sampai pada definisi singkat di atas bahwa dana yang diterima di kas negara tersebut akan dipergunakan untuk pengeluaran pemerintah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, sebagaimana maksud dari tujuan negara yang disepakati oleh para pendiri awal negara ini yaitu menyejahterakan rakyat, menciptakan kemakmuran yang berasaskan kepada keadilan sosial.
18
Penerimaan pajak merupakan perkiraan penerimaan berdasarkan analisa makro dan mikro sebagai bahan pembagian target penerimaan kantor pelayanan pajak. Target penerimaan pajak merupakan rencana besarnya penerimaan pajak yang dibuat oleh Direktorat Jenderal Pajak sebagai dana yang dipersiapkan untuk Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Target penerimaan pajak dibebankan pada masing – masing account representative berdasarkan beban penerimaan seksi pengawasan dan konsultasi yang disusun berdasarkan realisasi penerimaan per account representative tahun sebelumnya. Setiap account representative bertanggungjawab untuk merealisasikan penerimaan pajak berdasarkan potensi wilayah kerjanya, khususnya untuk penerimaan pajak rutin.
2.1.3.2 Faktor – Faktor yang Berperan Penting dalam Optimalisasi Penerimaan Pajak Beberapa faktor yang berperan penting dalam menjamin optimalisasi penerimaan pajak dalam penelitian yang dilakukan oleh Suherman (2011) adalah sebagai berikut: a. Kejelasan dan kepastian peraturan perundang – undangan dalam bidang perpajakan Menurut Mayhew yang dikutip oleh Suherman (2011) Secara formal, pajak harus dipungut berdasarkan undang – undang demi tercapainya keadilan dalam pemungutan pajak (no taxation without representation atau taxation without representation is robbery). Namun, keberadaan undang – undang saja tidak cukup. Undang – undang haruslah jelas, sederhana dan mudah dimengerti,
19
baik oleh petugas pajak atau wajib pajak itu sendiri. Timbulnya konflik mengenai interpretasi atau tafsiran pemungutan pajak akan berakibat pada terhambatnya pembayaran pajak itu sendiri. b. Tingkat intelektual masyarakat Sejak tahun 1984, sistem perpajakan di Indonesia menganut prinsip self assessment system. Prinsip ini memberikan kepercayaan penuh kepada pembayar pajak untuk melaksanakan hak dan kewajibannya dalam bidang perpajakan, seperti yang tertuang dalam undang – undang no. 28 tahun 2007 pasal 4 ayat 1 menyatakan: wajib pajak wajib mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) dengan benar, lengkap, jelas dan menandatanganinya. Sementara di pasal 12 ayat 1 dinyatakan: setiap wajib pajak membayar pajak yang terutang berdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan dengan tidak menggantungkan pada adanya Surat Ketetapan Pajak. Dalam hal ini pembayar pajak mengisi sendiri SPT yang dibuat pada setiap akhir masa pajak atau akhir tahun pajak. Selanjutnya, fiscus melakukan penelitian dan pemeriksaan mengenai kebenaran pemberitahuan tersebut. Dengan menerapkan prinsip ini, pembayar pajak harus memahami peraturan perundang – undangan mengenai perpajakan sehingga dapat melakukan tugas administrasi perpajakan sebagai wajib pajak yang patuh. Untuk itu, intelektualitas menjadi sangat penting sehingga tercipta masyarakat yang sadar pajak dan mau memenuhi kewajibannya tanpa ada unsur paksaan. Hal tersebut dapat terjadi jika memang undang – undang perpajakan itu sendiri memang mudah dimengerti, sederhana dan tidak menimbulkan kesalahan persepsi.
20
c. Kualitas fiskus Kualitas fiskus sangat menentukan di dalam efektivitas pelaksanaan peraturan perundang – undangan dibidang perpajakan. Bila dikaitkan dengan optmalisasi target penerimaan pajak, maka fiskus haruslah orang yang berkompeten dibidang perpajakan, memiliki kecakapan teknis dan bermoral tinggi. d. Sistem administrasi perpajakan yang tepat Seberapa besar penerimaan yang diperoleh melalui pemungutan pajak juga dipengaruhi bagaimana pemungutan pajak itu dilakukan. Menurut Smith (1901) yang dikutip oleh Suherman (2011), pemungutan pajak hendaknya berdasarkan empat asas, yaitu: 1.
Equity/Equality, yaitu dimana keadilan merupakan pertimbangan penting dalam membangun sistem perpajakan. Dalam hal ini, pemungutan pajak hendaknya dilakukan seimbang dengan kemampuannya.
2.
Certainty, yaitu pajak yang harus dibayar haruslah terang (certain) dan tidak mengenal kompromi (non arbitrary). Kepastian hukum harus tercermin mengenai subyek, objek, besarnya pajak dan juga ketentuan mengenai pembayarannya.
3.
Convenience, yaitu pajak harus dipungut pada sat yang paling baik bagi pembayar pajak, yaitu saat diterimanya penghasilan.
4.
Economy, yaitu pungutan pajak hendaknya dilakukan sehemat – hematnya.
21
2.1.4.
Reformasi Administrasi Pajak Menurut De Leon (1997:152) administrasi perpajakan adalah seperangkat
cara dan prosedur dari perhitungan (assessing), pemungutan (collection) atau penagihan (enforcing) pajak terutang. Sedangkan Rosdiana (2011:3) menjelaskan bahwa administrasi perpajakan merupakan salah satu unsur dalam sistem perpajakan dan mempunyai tiga pengertian, yaitu: a. Suatu instansi atau badan yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab untuk menyelenggarakan pungutan pajak. b. Orang – orang yang terdiri dari pejabat dan pegawai yang bekerja pada instansi perpajakan yang secara nyata melaksanakan kegiatan pemungutan pajak. c. Kegiatan penyelenggaraan pemungutan pajak oleh suatu instansi atau badan yang ditatalaksanakan sedemikian rupa, sehingga dapat mencapai sasaran yang telah digariskan dalam kebijakan perpajakan berdasarkan sara hukum yang ditentukan oleh undang – undang perpajakan dengan efisien. Administrasi pajak dalam arti luas meliputi fungsi, sistem dan organisasi atau kelembagaan. Sebagai suatu sistem, kualitas dan kuantitas sumber daya manusia juga merupakan salah satu tolak ukur kinerja administrasi pajak. Administrasi perpajakan memegang peranan yang sangat penting karena seharusnya bukan saja sebagai perangkat laws enforcement, tetapi lebih penting dari pada itu, sebagai service point yang memberikan pelayanan prima kepada masyarakat sekaligus pusat informasi perpajakan.
22
Pelayanan seharusnya tidak boleh lagi dilakukan ala kadarnya karena akan membentuk citra yang kurang baik, yang pada akhirnya akan merugikan pemerintah jika image tersebut ternyata membentuk ‘taxphobia’. Jika suatu tingkat kepatuhan pajak di suatu negara relatif rendah, yang harus dilakukan pertama kali oleh Pemerintah adalah mencari tahu mengapa hal tersebut terjadi. Mencari akar permasalahan yang sebenarnya jauh lebih baik daripada menggalakkan penagihan, tetapi tidak mengimbanginya dengan pelayanan yang memuaskan. Pemberdayaan administrasi pajak dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan penelitian untuk mengetahui apa saja yang sebenarnya menjadi leverage, yaitu tindakan dan perubahan dalam struktur yang dapat mengarah pada perbaikan yang signifikan dan berlangsung selamanya. Oleh karena itu reformasi perpajakan yang hanya terfokus pada pengadopsian atau penggunaan teknologi yang canggih (yang membutuhkan biaya yang sangat besar) tidak akan berarti apa – apa jika perbaikan sistem sumber daya manusianya tidak di perbaiki. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh American Istitute of Certified Public Accountans
yang dikutip oleh Silaban (2010), yaitu
direkomendasikan sepuluh prinsip dari kebijakan perpajakan yang baik, diantaranya adalah persamaan dan keadilan, kepastian, pemajakan yang dilakukan pada waktu yang tepat, pertimbangan ekonomi dalam pemungutan pajak, kesederhanaan, netral, bertujuan untuk efisiensi dan pertumbuhan ekonomi, transparan, meminimalisir perbedaan pemajakan, pertimbangan yang tepat untuk meningkatkan penerimaan pajak.
23
Suatu sistem penerimaan negara yang mengurusi masalah pajak perlu direformasi dengan sedikitnya 4 alasan utama, yaitu: a.
Ketika hukum dan kebijakan pajak menciptakan potensi peningkatan penerimaan pajak, jumlah aktual pajak yang mengalir ke kas negara tergantung pada efisiensi dan efektivitas administrasi penerimaan negara.
b.
Kualitas dari administrasi penerimaan pajak mempengaruhi iklim investasi dan pengembangan sektor swasta.
c.
Administrasi perpajakan secara rutin kerap muncul dalam daftar teratas organisasi dengan kasus korupsi tertinggi.
d.
Reformasi perpajakan diperlukan untuk memungkinkan sistem perpajakan mengikuti
perkembangan
terbaru
dalam
aktivitas
bisnis
dan
pola
penghindaran pajak yang semakin canggih.
2.1.5
Sistem Modernisasi Administrasi Pajak Silaban (2010) berpendapat bahwa arti modernisasi merupakan adanya
usaha melakukan perubahan kearah yang lebih baik dari sistem sebelumnya. Hubungan modernisasi dengan tujuan utama administrasi pajak adalah adanya usaha yang lebih baik untuk meningkatkan efektivitas penerimaan pajak. Modernisasi perpajakan yang dicanangkan Direktorat Jenderal Pajak tentunya bukan hanya tanggung jawab Direktorat Jenderal Pajak semata. Keberhasilan modernisasi perpajakan membutuhkan kerja sama dan keterbukaan hati dari kedua belah pihak, baik dari Direktorat Jenderal Pajak maupun wajib pajak. Karena itu, Direktorat Jenderal Pajak juga mengharapkan apa yang telah
24
diprogramkan Direktorat Jenderal Pajak melalui modernisasi perpajakan mampu menggugah hati semua pihak untuk larut dan ikut dalam mewujudkannya. Adanya modernisasi administrasi perpajakan ini juga diharapkan mampu meningkatkan tingkat efektivitas penerimaan pajak. Menurut Rosdiana (2011:4), modernisasi administrasi perpajakan adalah kegiatan reformasi perpajakan yang diwujudkan dalam penerapan sistem administrasi perpajakan modern yang memiliki ciri khusus antara lain: adanya struktur organisasi berdasarkan fungsi serta merangkul kemajuan teknologi terbaru dengan pendekatan fungsi menjadi sistem informasi perpajakan yang berbasih sistem administrasi perpajakan terpadu. Sistem administrasi perpajakan modern yang berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131/PMK.01/2006 tentang Restrukturasi Kementrian Keuangan dan Instansi vertikal dibawahnya dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 132/PMK.01/2006 tentang Restrukturisasi Direktorat Jenderal Pajak dan Instansi vertikal dibawahya yaitu mengenai perencanaan mengimplementasikan program modernisasi perpajakan secara komprehensif yang mencakup semua lini operasi organisasi secara nasional. Dalam sistem administrasi perpajakan modern terjadi perubahan yang mendasar menyangkut struktur organisasi maupun paradigma pelayanan kepada wajib pajak. Struktur organisasi lebih sederhana, rentang kendali (span of control) lebih singkat dimana KPP Pratama dan Madya juga menangani pemeriksaan, tidak seperti sebelumnya dimana pemeriksaan ditangani oleh unit yang berbeda,
25
antara lain oleh kantor pemeriksaan dan penyidikan pajak atau Kanwil Direktorat Jenderal Pajak. Perbaikan mutu pelayanan secara berkesinambungan merupakan hal yang mutlak yang harus dilakukan. Account representative berfungsi
untuk
menjembatani antara Kantor Pelayanan Pajak dengan wajib pajak serta mengoptimalisasikan fungsi bimbingan, konsultasi dan pembinaan kepada wajib pajak. Selain adanya perubahan terhadap struktur organisasi terdapat juga berbagai fasilitas yang memberikan kemudahan dan kenyamanan pelayanan kepada wajib pajak dengan cara mengoptimalkan pemanfaatan perkembangan dan teknologi informasi. Fasilitas tersebut antara lain website, call center, complaint centre, e-filling, e-SPT, on-line payment, untuk memudahkan pelayanan dan pengawasan terhadap wajib pajak yang didukung oleh sistem administrasi yang berbasis teknologi informasi. Pelayanan kepada wajib pajak dapat ditingkatkan perbaikan administrasi pajak. Reformasi administrasi perpajakan juga dibutuhkan untuk meningkatkan kemampuan Direktorat Jenderal Pajak dalam mengawasi pelaksanaan ketentuan perpajakan yang berlaku dengan menggunakan prinsip – prinsip Good Corporate Governance yang dilandasi transparansi, akuntabel, responsive, independen dan adil. Dalam sistem modernisasi administrasi pajak, organisasi dirancang berdasarkan fungsinya dan memberikan pelayanan khusus atau account representative yang dipilih dan bekerja secara profesional dengan kompensasi
26
yang memadai. Hal ini akan membuat semua kegiatan pelayanan mulai dari penyuluhan, pembinaan dan pengawasan wajib pajak lebih terarah. Sasaran penerapan admnistrasi pajak modern
menurut pandiangan
(2004:8) adalah: a. Memaksimalkan penerimaan pajak; b. Kualitas pelayanan yang mendukung kepatuhan wajib pajak; c. Memberikan jaminan kepada publik bahwa Direktorat Jenderal Pajak mempunyai tingkat integritas dan keadilan yang tinggi; d. Menjaga rasa keadilan dan persamaan perlakuan dalam proses pemungutan pajak; e. Pegawai pajak dianggap sebagai karyawan yang bermotivasi tinggi, kompeten dan profesional; f. Peningkatan produktivitas yang berkesinambungan; g. Optimalisasi pencegahan penggelapan pajak. Sistem administrasi perpajakan modern melalui program dan kegiatan dalam rangka reformasi administrasi perpajakan, yang merupakan dimensi – dimensi sistem administrasi perpajakan modern yaitu: modernisasi struktur organisasi, modernisasi prosedur organisasi, modernisasi strategi organisasi dan modernisasi budaya organisasi.
2.1.5.1 Struktur Orgaisasi Modernisasi administrasi pajak dalam struktur organisasi meliputi beberapa hal diantaranya, yaitu:
27
a. Pembentukan organisasi berdasarkan fungsi. Sebagai wujud dari pembenahan fungsi pelayanan, pengawasan dan pemeriksaan, struktur organisasi yang berdasarkan fungsi yang jelas antara Kantor Wilayah (Kanwil) dan Kantor Pelayanan Pajak (KPP), dimana KPP bertanggung jawab melaksanakan fungsi pelayanan, pengawasan, penagihan dan pemeriksaan, sedangkan kanwil bertanggung jawab melaksanakan fungsi pengawasan pelaksanaan operasional KPP, keberatan dan banding, serta penyidikan. KPP Wajib Pajak Besar (Large Tax Office – LTO) dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 65/KMK.01/2002 yang terakhir diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 587/KMK.01/2003, menangani wajib pajak besar nasional dengan kriteria jumlah peredaran usaha, jumlah pembayaran ataupun jumlah tunggakan pajaknya. Penerapan sistem administrasi perpajakan modern pada KPP khusus yaitu KPP Badan Usaha Milik Negara, KPP Penanaman Modal Asing (PMA), KPP Perusahaan Masuk Bursa (PMB), dan KPP Badan dan Orang Asing (Badora) berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 519/KMK.01/2003 jo. 587/KMK.01/2003. Selanjutnya
dengan
Keputusan
Menteri
Keuangan
Nomor
254/KMK.01/2004, dibentuk KPP Madya (Midlle Tax Office – MTO) yang menangani wajib pajak badan besar dalam lingkup kerja Kanwil dan KPP Pratama (Small Tax Office – STO) yang menangani wajib pajak badan kecil dan wajib pajak orang pribadi.
28
b. Spesifikasi dan tanggung jawab. Penunjukan
account
representative
yang khusus
melayani
dan
mengawasi pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak secara langsung. Dengan pembagian tugas disesuaikan dengan kelompok usaha wajib pajak, yaitu: account representative yang memiliki pemahaman tentang bisnis dan kebutuhan pemenuhan
kewajiban
perpajakan
wajib
pajak.
Account
representative
bertanggungjawab untuk memberikan jawaban atas setiap pertanyaan yang diajukan wajib pajak secara efektif dan profesional, terutama mengenai rekening wajib pajak untuk semua jenis pajak, kemajuan proses pemeriksaan dan restitusi, interpretasi dan penegasan atas suatu peraturan, perubahan data identitas wajib pajak, tindakan pemeriksaan dan penagihan pajak, kemajuan proses keberatan dan banding, perubahan peraturan yang berkaitan dengan kewajiban perpajakan wajib pajak. Pemeriksaan pajak hanya dilakukan oleh tenaga profesional pemeriksa dengan alokasi tenaga fungsional pemeriksa disesuaikan dengan tingat resiko dan dilakukan pelatihan teknis yang mendukung profesionalisme tenaga pemeriksa berdasarkan kelompok usaha wajib pajak. Spesialisasi pegawai lainnya seperti juru sita pajak dan programer terknologi informasi. Juru sita pajak bertugas untuk mengamankan aset wajib pajak yang telah di sita oleh negara. Sedangkan programer teknologi bertanggungjawab atas kelancaran teknologi dan sistem informasi untuk administrasi perpajakan.
29
c. Menyelesaikan dan menyempurnakan implementasi sistem informasi terpadu (SIP) menjadi sistem administrasi perpajakan terpadu (SAPT) Sistem Informasi Perpajakan (SIP) dengan pendekatan fungsi menjadi Sistem Administrasi Perpajakan Terpadu (SAPT) yang dikendalikan oleh case management system dalam workflow system dengan berbagai modul otomasi kantor serta berbagai pelayanan dengan basis e-system seperti e-SPT, e-Filing, ePayment, Taxpayers’Account, e-Registration, dan e- Counceling yang diharapkan meningkatkan mekanisme kontrol yang lebih efektif ditunjang dengan penerapan kode etik pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang mengatur perilaku pegawai dalam melaksanakan tugas. d. Monitoring rutin melalui rekening wajib pajak (tax payer’s account). Transparansi pelayanan dan pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak didukung dengan taxpayer’s account yang berfungsi untuk mencatat secara otomatis setiap perubahan yang terjadi terhadap hak dan kewajiban wajib pajak sebagai akibat dari pembayaran pajak, penetapan, keberatan, pemindahbukuan, Surat
Peberitahuan
(SPT),
dan
dokumen
perpajakan
lainnya
sehingga
memudahkan pengawasan atas hak dan kewajiban perpajakan bagi masing – masing wajib pajak. e. Jalur tugas pengawasan dan pemeriksaan. Menetapkan standar kinerja dan pelayanan perpajakan, menerapkan Kode Etik Pegawai bagi pegawai pajak. Kode Etik secara tegas mencantumkan kewajiban dan larangan bagi pegawai, termasuk penerapan sanksi-sanksinya yang tegas. Selain itu dibentuk dua Sub-Direktorat yang menangani pengawasan
30
internal terhadap pelaksanaan kode etik. Selain menerapkan kode etik pegawai, dalam rangka pengawasan juga dibentuk Bank Data Nasional yang dirancang sebagai pusat penyimpanan arsip yang berisi data wajib pajak seluruh Indonesia. Saluran pengaduan juga dibuat yang berfungsi sebagai salah satu sarana mempermudah wajib pajak dalam menyampaikan masalah dan keluhannya.
2.1.5.2 Prosedur Organisasi a. Pelayanan satu pintu melalui account representative. Penunjukan account representative yang bertanggungjawab secara khusus melayani dan mengawasi administrasi perpajakan beberapa wajib pajak dengan mengembangkan konsep pelayanan satu pintu sehingga mengurangi persinggungan antara wajib pajak dengan petugas pajak. Account representative juga menangani permohonan surat keterangan bebas pajak, pemindahbukuan, peraturan – peraturan terkait dengan pajak . b. Penyederhanaan prosedur administrasi dan meningkatkan standar waktu dan kualitas pelayanan serta pemeriksaan pajak Kegiatan yang dilakukan antara lain : menyederhanakan formulir Surat Pemberitahuan, mempercepat proses penyelesaian keberatan dan banding atas produk pajak, pengukuhan wajib pajak patuh untuk mempercepat permohonan restitusi, meninjau kriteria wajib pajak pungut untuk mengurangi permohonan restitusi,
meninjau
kembali
kewajiban
pemeriksaan
atas
setiap
Surat
Pemberitahuan Lebih Bayar (SPT LB) dan mempercepat restitusi SPT LB yang beresiko rendah.
31
c. Dukungan teknologi informasi modern dalam memberikan pelayanan, pengawasan, pemeriksaan dan penagihan pajak. SAPT terintegrasi dengan pendekatan fungsi dan prosedur administrasi yang telah diatur dalam case management dan workflow system didukung esystem, terutama e-payment, e-SPT dan e-filling yang membantu kecepatan, ketepatan dan keamanan proses perekaman data administrasi pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak. Otomatisasi proses pemeriksaan dengan bantuan workflow management dalam SAPT juga dapat membantu menghindari duplikasi data, kesalahan pencatatan dan pengawasan prosedural pemeriksan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan didukung juga dengan aplikasi audit command language (ACL). Selain itu pembangunan bank data dalam konsep masterplan secara nasional dan kerjasama pertukaran data dengan instansi lain mewujudkan transparasi data. Otomasi penagihan pajak melalui SAPT sehingga prosedur pengawasan dan admnistrasi tunggakan pajak dapat selalu dilakukan. Pelaksanaan penagihan dilakukan oleh juru sita pajak dengan metode hard and soft collection, dimana soft collection dapat dilakukan dengan bantuan account representative. Dukungan teknologi informasi modern lainnya adalah melaksanakan pelatihan teknologi informasi.
32
2.1.5.3 Strategi Organisasi a.
Kampanye sadar dan peduli pajak. Kampanye dan sosialisasi perpajakan sebagai bagian dari good
governance framework melalui berbagai pihak, seperti perguruan tinggi, media masa, portal website, serta pemasangan billboard di tempat – tempat strategis dan meningkatkan kinerja penyuluhan informasi service dan public relation. b.
Simplifikasi administrasi perpajakan. Dukungan teknologi informasi mempercepat proses pelayanan dan
pemeriksaan
dimana
basis
data
dikembangkan
dalam
jaringan
online
memungkinkan kecepatan akses informasi dan juga pelayanan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) dan pembayaran pajak secara online mengurangi administrative cost dan complience cost. c.
Intensifikasi penerimaan pajak. Intensifikasi penerimaan pajak dapat dilakukan dengan melaksanakan
pemeriksaan terhadap sektor industri tertentu yang tingkat kepatuhannya masih rendah dan atau potensi perpajakannya masih dapat digali. Selain itu, mingkatkan kegiatan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan untuk memberikan detterent effect yang positif serta melaksanakan kegiatan penagihan pajak melalui penyitaan rekening wajib pajak atau penanggung pajak. d.
Mengembangkan mekanisme internal quality control. Mengembangkan mekanisme internal quality control atas pelaksanaan
pelayanan dan pemeriksaan serta melaksanakan pelatihan tentang metode atau
33
teknik pelayanan prima. Selain itu juga membangun komunikasi yang efektif untuk mendapatkan feeback. e.
Merancang,
mengusulkan
dan
merealisasikan
kebutuhan
investasi
sehubungan dengan reorganisasi dan penerapan sistem administrasi perpajakan modern. f.
Mengevaluasi pelaksanaan reorganisasi, pengukuran kinerja, pengukuran kepuasan wajib pajak, pertemuan rutin dan kunjungan rutin untuk mendapatkan feedback.
2.1.5.4 Budaya Organisasi Dalam modernisasi administrasi pajak, budaya organisasi yaitu meliputi: a. Program penerapan pemerintahan yang bersih dan berwibawa (good governance). Tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa dicirikan oleh adanya kode etik pegawai Direktorat Jenderal Pajak berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 222/KMK.03/2002 tanggal 14 Mei 2002 sebagaimana telah diubah
terakhir
dengan
Keputusan
Menteri
Keuangan
Nomor
382/KMK.03/2002 tanggal 27 Agustus 2002, adanya Komite Kode Etik Direktorat Jenderal Pajak berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 223/KMK.03/2002 tanggal 14 Mei 2002, adanya divisi Perpajakan dan Bea Cukai pada Komite Ombudsman Nasional, adanya kerja sama dengan Inspektorat Departemen Keungan dan Konsolidasi Internal.
34
b. Pemberian Tunjangan Kegiatan Tambahan (TKT) kepada pegawai pajak. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 269/KMK.03/2004 tanggal 31 Mei 2004. Besarnya TKT dibedakan berdasarkan golongan atau eselon untuk TKT pelaksanan dan pejabat struktural sedangkan TKT pejabat fungsional dibedakan sebagai pemeriksa pajak ahli dan pemeriksa pajak terampil. c. Fasilitas perkantoran modern. Fasilitas perkantoran modern dengan keseluruhan operasi berbasis teknologi dengan pengadaan sarana dan prasarana yang memenuhi persyaratan mutu dan menunjang upaya modernisasi administrasi perpajakan di seluruh Indonesia. Dari uraian diatas, maka peneliti mengambil kesimpulan bahwa sistem modernisasi administrasi pajak merupakan kegiatan pelayanan perpajakan modern yang memiliki ciri khusus berupa struktur organisasi berdasarkan fungsi, perbaikan pelayanan bagi setiap wajib pajak melalui pembentukan account representative serta merangkul kemajuan teknologi terbaru dengan pendekatan fungsi menjadi sistem informasi perpajakan yang berbasis sistem administrasi perpajakan terpadu.
2.1.6 Hubungan antara Sistem Modernisasi Administrasi Pajak dengan Efektivitas Penerimaan Pajak Pencapaian target penerimaan pajak yang sebesar-besarnya tidak dimaksudkan sebagai usaha untuk memungut pajak sebesar mungkin kepada
35
pembayar pajak, melainkan berusaha untuk mengoptimalkan jumlah subyek atau obyek yang dikenakan pajak agar tidak ada yang terlewatkan. Dengan adanya sistem administrasi perpajakan modern, penciptaan restrukturisasi di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak akan memudahkan account representative dalam meningkatkan efektivitas penerimaan pencapaian target pajak melalui penyempurnaan proses bisnis yang selalu di lakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak dapat mendukung kinerja account representative, karena dapat memudahkan komunikasi antara account representative dengan para wajib pajak. Selain membantu account representative dalam menjalankan tugasnya, sistem modernisasi administrasi pajak juga memudahkan para wajib pajak untuk melakukan kewajiban perpajakannya. Beberapa contoh mengenai penerapan administrasi modern di sektor perpajakan yang saat ini dilakukan Pemerintah yaitu pengadopsian teknologi informasi yang canggih seperti, pembayaran melalui bank yang telah menerapkan Sistem Monitoring Pelaporan Pembayaran Pajak (MP3), penyediaan portal atau website yang dikelola dan ditingkatkan dengan baik sehingga benar – benar menjadi sarana e-government yang mempunyai tingkat kematangan (maturity) yang tinggi, baik dari segi service maturity maupun delivery maturity. Hal tersebut membantu para wajib pajak untuk berinteraksi dengan Direktorat Jenderal Pajak sehingga memberikan efek positif terhadap efektivitas penerimaan pajak. Dari uraian tersebut, maka sistem modernisasi administrasi perpajakan dapat meningkatkan kinerja para account representative yang akan berdampak juga kepada efektivitas penerimaan pajak.
36
Dari pengertian – pengertian diatas, maka peneliti mengambil kesimpulan bahwa sistem modernisasi administrasi pajak merupakan kegiatan pelayanan modern yang memiliki ciri – ciri khusus berupa modernisasi struktur organisasi berdasarkan fungsi, modernisasi prosedur organisasi, modernisasi strategi organisasi dan modernisasi budaya organisasi serta pengembangan sistem informasi teknologi.
2.1.7
Kompetensi Account Representative
2.1.7.1 Pengertian Kompetensi Pengertian kompetensi menurut Spencer & Spencer (1993:9) yang dikutip oleh Harimawan (2008) adalah a competency is an underlying characteristics of an individual that is causally related to criterion – referenced effective. Kompetensi merupakan suatu karakteristik yang mendasar dari seorang individu, yaitu penyebab terkait dengan acuan kriteria tentang kinerja yang efektif. Dalam Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, mengemukakan bahwa kompetensi kerja merupakan kemampuan yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan. Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia dalam Keputusan Nomor 251/MEN/V/2007
mengenai
kompetensi
kerja,
mengemukakan
bahwa
kompetensi kerja secara etimologi dapat diartikan sebagai kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan atau melaksanakan pekerjaan yang dilandasi oleh
37
pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja. Sedangkan mengenai standar kompetensi itu sendiri di definisikan sebagai perumusan tentang kemampuan yang harus dimiliki seseorang untuk melakukan suatu tugas atau pekerjaan yang didasari atas pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja sesuai dengan untuk kerja yang di persyaratkan. Webster's Ninth New Collegiate Dictionary dikutip oleh Suherman (2011:74) mendefinisikan keahlian sebagai keterampilan dari seorang ahli. Ahli didefinisikan sebagai seseorang yang memiliki tingkat keterampilan tertentu atau pengetahuan yang tinggi dalam subjek tertentu yang diperoleh dari pelatihan atau pengalaman. Komponen keahlian berdasarkan model yang dikembangkan oleh Abdolmohammadi (1992) yang dikutip oleh Suherman (2011) dapat dibagi menjadi: a. Komponen pengetahuan (knowledge component) yang meliputi komponen seperti pengetahuan terhadap fakta-fakta, prosedur, dan pengalaman; b. Ciri-ciri psikologis (pshycological traits) yang ditujukan dalam komunikasi, kepercayaan, kreativitas, dan kemampuan bekerja dengan orang lain; c. Kemampuan berpikir untuk mengakumulasikan dan mengolah informasi; d. Strategi penentuan keputusan baik formal maupun informal; dan e. Analisis tugas yang dipengaruhi oleh pengalaman audit yang mempunyai pengaruh terhadap penentuan keputusan.
38
2.1.7.2 Pengertian Account representative Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 132/PMK.01/2006 tanggal 22 Desember 2006 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.01/2009 tanggal 1 April 2009 tentang organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak telah terjadi perubahan struktur dan organisasi di Direktorat Jenderal Pajak. Perubahanperubahan tersebut meliputi beberapa perubahan yang sangat mendasar diantaranya Kantor Pelayanan Pajak, Kantor Pelayanan PBB dan Kantor Pemeriksaan Pajak digabungkan menjadi satu yang disebut Kantor Pelayanan Pajak Besar, Kantor Pelayanan Pajak Madya dan Kantor Pelayanan Pajak Pratama atau disebut juga Kantor Pelayanan Pajak yang menerapkan sistem organisasi modern atau KPP Modern. Pada KPP (Kantor Pelayanan Pajak) tersebut diperkenalkan satu seksi baru yang disebut Seksi Pengawasan dan Konsultasi. Seksi
Pengawasan
dan
Konsultasi
ini
membawahi
beberapa
account
representative dengan wilayah kerja disesuaikan dengan beban kerja dan potensi penerimaan pajak KPP Pratama yang bersangkutan. Selain itu, berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 98/KMK.01/2006 tentang account representative pada Kantor Pelayanan Pajak yang telah mengimplementasikan organisasi modern, pengertian account representative adalah pegawai yang diangkat oleh pada setiap seksi pengawasan dan konsultasi di Kantor Pelayanan Pajak yang telah mengimplementasikan organisasi modern. Account representative adalah pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang diberi kepercayaan, wewenang, dan tanggung jawab untuk
39
memberikan pelayanan, pembinaan, dan pengawasan secara langsung kepada wajib pajak tertentu. Account representative berfungsi sebagai jembatan atau mediator antara wajib pajak dengan Kantor Pelayanan Pajak.
2.1.7.3 Peranan Account Representative di Direktorat Jenderal Pajak Penunjukan account representative merupakan karakteristik utama penerapan sistem administrasi pajak modern sebagai salah satu wujud reformasi perpajakan yang telah digulirkan oleh Direktorat Jenderal Pajak sejak tahun 2002. Penerapan sistem administrasi pajak modern ini pertama – tama dilakukan dilingkungan Kantor Wilayah dan Kantor Pelayanan Wajib Pajak Besar dengan adanya Keputusan Direktorat Jenderal Pajak Nomor KEP-277/PJ./UP.53/2002 dan
KEP-302.PJ/UP.53/2002
tanggal
16
Oktober
2002
serta
KEP-
304/UP.53/2002 tanggal 17 Oktober 2002 tentang penunjukkan pejabat Eselon IV, account representative dan pejabat fungsional pemeriksa pajak di lingkungan Kantor Wilayah dan Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar. Account representative disebut juga staff pendukung pelaksana di setiap Kantor Pelayanan Pajak modern, bertanggungjawab dan berwenang untuk memberikan pelayanan secara langsung, menyampaikan informasi perpajakan secara efektif dan profesional, memberikan respon yang efektif atas pertanyaan dan permasalahan yang disampaikan wajib pajak, edukasi, asistensi, serta mendorong dan mengawasi pemenuhan hak dan kewajiban wajib pajak. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 98/KMK.01/2006, tugas account representative adalah sebagai berikut:
40
a. Melakukan pengawasan dan kepatuhan wajib pajak; b. Memberikan bimbingan dan konsultasi teknis kepada wajib pajak; c. Penyusunan profil wajib pajak; d. Analisis kinerja wajib pajak, rekonsiliasi data wajib pajak dalam rangka intensifikasi; e. Melakukan evaluasi hasil banding berdasarkan ketentuan yang berlaku.
2.1.7.4 Tugas dan Kegiatan Account Representative Secara terperinci, tugas dan kegiatan account representative berdasarkan Peraturan Menteri keuangan Nomor 79/PMK.1/2008 tentang uraian jabatan di Lingkungan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak adalah sebagai berikut: 1) Menyusun estimasi penerimaan pajak berdasarkan potensi, perkembangan ekonomi dan keuangan; 2) Melaksanakan kepatuhan formal wajib pajak serta penelitian dan analisa kepatuhan material wajib pajak atas kewajiban perpajakannya; 3) Memberikan bimbingan dan himbauan mengenai ketentuan perpajakan serta konsultasi teknis kepada para wajib pajak; 4) Membuat atau memutakhirkan profil wajib pajak serta membuat usul rencana kunjungan kerja ke lokasi wajib pajak dalam rangka pengawasan dan pemutakhiran data wajib pajak; 5) Merekonsiliasi data wajib pajak (Data Matching);
41
6) Membuat konsep surat pemberitahuan perubahan besarnya angsuran PPh Pasal 25 berdasarkan data yang diterima sesuai dengan ketentuan yang berlaku; 7) Membuat konsep tentang uraian penelitian pembebasan atau pengurangan pembayaran angsuran PPh Pasal 25; 8) Membuat uraian penelitian dalam rangka menerbitkan Surat Keterangan Bebas pemotongan atau pemungutan PPh dan pemungutan PPN; 9) Membuat Nota Perhitungan dalam rangka penerbitan Surat Tagihan Pajak (tidak termasuk STP bunga penagihan) pasal 7, pasal 8 ayat (2), pasal 9 ayat (2a), pasal 14 ayat (3) dan pasal 19 ayat (3); 10) Menerbitkan Surat Tagihan Pajak (tidak termasuk STP bunga penagihan) pasal 7, pasal 8 ayat (2), pasal 9 ayat (2a), pasal 14 ayat (3) dan pasal 19 ayat (3); 11) Membuat
konsep
Nota
Perhitungan
dalam
rangka
penerbitan
SKPKB/SKPKBT tanpa prosedur pemeriksaan; 12) Membuat konsep usulan wajib pajak atau pengusaha kena pajak fiktif; 13) Membuat konsep usulan wajib pajak tidak patuh; 14) Membuat konsep Surat Keterangan Fiskal Non Bursa sesuai ketentuan yang berlaku; 15) Mengusulkan pemeriksaan dan atau penyidikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku; 16) Membuat konsep Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP) sesuai ketentuan yang berlaku;
42
17) Membuat konsep Surat Keputusan Pengembalian Kelebiahan Pembayaran Pajak (SKPKPP) sesuai ketentuan yang berlaku; 18) Membuat konsep Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP); 19) Membuat konsep Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga (SKPIB); 20) Membuat konsep Surat Perintah Membayar Imbalan Bunga (SPIMB); 21) Membuat konsep Surat Keterangan Pembayaran Pajak Sementara (SKPPS); 22) Membuat konsep Perhitungan Lebih Bayar (PLB); 23) Melaksanakan penelitian dalam rangka penerbitan Bukti Pemindahbukuan (Pbk) berdasarkan permohonan wajib pajak; 24) Melaksanakan penelitian Bukti Pemindahbukuan (Pbk) secara jabatan; 25) Melakukan penelitian dalam rangka penerbitan Surat Ijin Penggunaan Mesin Teraan Materai, Surat Ijin Pembubuhan Tanda Bea Materai Lunas dengan Teknologi Percetakan dan Surat Ijin Pembubuhan Tanda Bea Materai Lunas dengan Sistem Komputerisasi; 26) Memproses pencabutan ijin penggunaan masin teraan meterai, pembubuhan tanda Bea Meterai lunas dengan Sistem Komputerisasi; 27) Membuka segel mesin teraan dan membuat berita acara pembukaan segel mesin teraan; 28) Melaksanakan pengalihan saldo Bea Meterai dengan Mesin Teraan, teknologi percetakan dan sistem komputersasi; 29) Melaksanakan proses pembetulan ketetapan pajak sebagaimana dibahas dalam pasal 16 UU KUP;
43
30) Menyusun konsep uraian pelaksanaan putusan banding atau peninjauan kembali Mahkamah Agung; 31) Membuat konsep evaluasi hasil putusan banding atau peninjauan kembali Mahkamah Agung; 32) Membuat konsep laporan penelitian ijin perubahan tahun buku dengan metode pembukuan pertama. Berdasarkan
uraian
diatas,
maka
tugas
dan
kegiatan
account
representative adalah khusus melayani dan mengawasi pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak secara langsung. Account representative bertanggung jawab untuk memberikan jawaban atas semua pertanyaan yang diajukan oleh wajib pajak secara efektif dan profesional, terutama mengenai: rekening wajib pajak (taxpayer’s account) untuk semua jenis pajak, kemajuan proses pemeriksaan dan restitusi, interpretasi dan penegasan atas suatu peraturan, perubahan identitas wajib pajak, tindakan pemeriksaan dan penagihan pajak, kemajuan proses keberatan dan banding, perubahan peraturan yang berkaitan dengan kewajiban perpajakan wajib pajak. Penunjukan account representative juga secara khusus melayani dan mengawasi
administrasi
mengembangkan
konsep
perpajakan pelayanan
beberapa satu
pintu
wajib
pajak
sehingga
dengan
mengurangi
persinggungan antara wajib pajak dengan petugas pajak yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak negatif. Dalam hal ini, account representative menangani permohonan Surat Keterangan Bebas (SKB) pajak, Pemindahbukuan setoran pajak (Pbk) dan penerbitan produk hukum.
44
Pelaksanaan penagihan selain dilakukan oleh juru sita pajak dengan metode hard and soft collection, dalam hal ini soft collection dapat dilakukan dengan
bantuan
account
representative.
Account
representative
juga
melaksanakan pemeriksaan terhadap sektor industri tertentu yang tingkat kepatuhannya masih rendah atau potensi perpajakannya masih dapat digali. Selanjutnya Kementerian Keuangan mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 1/PM.3/2007 tanggal 23 juli 2007 tentang Kode Etik Pegawai Direktorat Jenderal Pajak dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-33/PJ./2007 tanggal 23 Juli 2007 tentang Panduan Pelaksanaan Kode Etik Pegawai Direktorat Jenderal Pajak. Berdasarkan pasal 3 dan 4 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 1/PMK.3/2007, Kode Etik Pegawai Direktorat Jenderal Pajak berisi kewajiban dan larangan pegawai dalam menjalankan tugasnya serta dalam pergaulan hidup sehari-hari, yaitu: 1. Setiap pegawai mempunyai kewajiban untuk: a. Menghormati agama, kepercayaan, budaya, dan adat istiadat orang lain; b. Bekerja secara profesional, transparan, dan akuntabel; c. Mengamankan data dan atau informasi yang dimiliki Direktorat Jenderal Pajak; d. Memberikan pelayanan kepada Wajib Pajak, sesama Pegawai, atau pihak lain dalam pelaksanaan tugas dengan sebaik-baiknya; e. Mentaati perintah kedinasan; f. Bertanggung jawab dalam penggunaan barang inventaris milik Direktorat
45
Jenderal Pajak; g. mentaati ketentuan jam kerja dan tata tertib kantor. 2. Setiap pegawai dilarang: a. Bersikap diskriminatif dalam melaksanakan tugas; b. Menjadi anggota atau simpatisan aktif partai politik; c. Menyalahgunakan kewenangan jabatan baik langsung maupun tidak langsung; d. Menyalahgunakan fasilitas kantor; e. Menerima segala pemberian dalam bentuk apapun, baik langsung maupun tidak langsung, dari wajib pajak, sesama pegawai, atau pihak lain, yang menyebabkan pegawai yang menerima, patut diduga memiliki kewajiban yang berkaitan dengan jabatan atau pekerjaannya; f. Menyalahgunakan data dan atau informasi perpajakan; g. Melakukan perbuatan yang patut diduga dapat mengakibatkan gangguan, perusakan dan atau perubahan data pada sistem informasi milik Direktorat Jenderal Pajak; h. Melakukan perbuatan tidak terpuji yang bertentangan dengan norma; i. kesusilaan dan dapat merusak citra serta martabat Direktorat Jenderal Pajak. Oleh karenanya kode etik dapat diartikan sebagai pola aturan, tata cara, pedoman berperilaku dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Dalam kaitannya dengan account representative, bahwa kode etik merupakan tata cara
46
atau aturan yang menjadi standar kegiatan, standar perilaku, nilai-nilai profesional yang bertujuan untuk memberikan pengabdian kepada masyarakat. Dampak yang akan muncul apabila kode etik ini tidak diterapkan secara tegas dan diawasi secara intensif adalah: 1.
Account representative melakukan kompromi dengan wajib pajak dalam menentukan potensi pajak terhutang sehingga berakibat potensi pajak yang ditetapkan kecil;
2.
Account representative memperkecil potensi pajak yang disajikan dalam analisis resiko untuk usulan pemeriksaan sehingga membuka peluang pemeriksa pajak akan menyesuaikan ketetapan pajaknya;
3.
Account representative berusaha melindungi wajib pajak atau memilah-milah wajib pajak yang akan digali potensi perpajakannya sehingga ada wajib pajak yang potensial tak tergali potensinya;
4.
Account representative berada di bawah tekanan pihak-pihak tertentu sehingga potensi perpajakan tidak digali secara maksimal. Melihat dampak yang dijelaskan di atas maka prediksi yang
kemungkinan besar terjadi adalah penerimaan pajak akan menurun, stagnasi atau lebih kecil dari yang seharusnya.
2.1.7.5 Kualifikasi Account Representative Seorang account representative harus mempunyai kemampuan teknis perpajakan dan mampu melaksanakan tugas yang dilimpahkan serta mengawasi kepatuhan kewajiban perpajakan wajib pajak. Selain itu account representative
47
juga harus memiliki integritas dan kemampuan untuk berkomunikasi jika ingin berhasil dalam tugasnya. Dengan tugas dan tanggung jawab yang diemban
sesuai prinsip
modernisasi perpajakan, setiap account representative harus profesional dengan memiliki knowledge, skills, dan attitude yang telah di standarisasi (Liberti Pandiangan, 2008:36), sebagai berikut: a. Dalam hal knowledge (pengetahuan), setiap account representative harus: (1) Menguasai ketentuan perpajakan secara menyeluruh (materi dan formal); (2) Menguasai semua jenis pajak; (3) Menguasai teknologi informasi terkini. b. Dalam hal skills (keahlian), setiap account representative harus: (1) Mengawasi pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak; (2) Memahami karakteristik perusahaan dan industri wajib pajak; (3) Melakukan analisis data dan potensi perpajakan yang diperoleh dari berbagai sumber; (4) Memberikan pelayanan yang prima; (5) Berkomunikasi dengan baik kepada wajib pajak. c. Dalm hal attitude (sikap dan perilaku), setiap account representative harus: (1) Proaktif; (2) Inovatif; (3) Kreatif; (4) Komunikatif; (5) Responsif.
48
Account representative tidak hanya cukup memiliki kemampuan teknis saja, tetapi juga perlu memiliki integritas dan kemampuan berkomunikasi serta bekerjasama, menghargai ide – ide dan pendapat orang lain dan mampu mencari jalan keluar dari semua tantangan yang dihadapinya sehingga dapat berjalan dengan efektif. Dalam konteks kompetensi account representative, Kementerian Keuangan mengeluarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 98/KMK.01/2006 tanggal 20 Februari 2006 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 68/PMK.01/2008 tanggal 7 Mei 2008 tentang account representative pada Kantor Pelayanan Pajak yang telah mengimplementasikan organisasi modern yang mengatur tentang syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi account representative yaitu: 1. Lulus pendidikan formal paling rendah Diploma III; 2. Pangkat paling rendah pada saat diusulkan adalah Pengatur Tingkat I; 3. Pendidikan formal paling rendah SLTA dan pangkat paling rendah Pengatur (Golongan II/c) dengan mempertimbangkan ketersediaan pegawai Direktorat Jenderal Pajak, beban kerja dan potensi penerimaan pajak KPP Pratama yang bersangkutan. Secara teknis pekerjaan, kompetensi seorang account representative diukur berdasarkan kemampuannya melaksanakan Standar Operasi Prosedur (SOP) yang secara garis besar berisi tentang deskripsi pekerjaan, dasar hukum,
49
pihak-pihak yang terlibat dalam pekerjaan, prosedur pekerjaan (flow chart), produk yang dihasilkan dan jangka waktu penyelesaian. Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti mengambil kesimpulan kompetensi account representative adalah kemampuan menguasai peraturan perpajakan, memiliki seni komunikasi, kemampuan menggali potensi pajak dari para wajib pajak, menganalisis laporan keuangan wajib pajak dan mampu melihat perkembangan dunia usaha. Semua kompetensi di atas diperoleh melalui diklat account representative dan account representative yang berkompeten apabila telah mengikuti dan lulus diklat account representative.
2.1.8
Hubungan Kompetensi Account Representative dengan Efektivitas Penerimaan Pajak Dalam panduan kode etik pegawai DJP banyak dicontohkan tentang
tindakan - tindakan yang tidak etis yang dilaksanakan account representative seperti ketika account representative mendapat data atau dokumen yang dapat menambah potensi pajak dari seorang wajib pajak, wajib pajak tersebut meminta untuk menghilangkan atau memusnahkan data tersebut dengan imbalan uang, akibatnya bagi penerimaan negara terjadi kerugian (potential loss). Oleh karenanya dengan kompetensi account representative yang baik maka diharapkan penerimaan negara dari sektor pajak akan semakin meningkat. Kaitan kompetensi seorang account representative yaitu dengan kemampuannya
dalam
menguasai
peraturan
perpajakan,
memiliki
seni
komunikasi, menganalisis laporan keuangan wajib pajak dan mampu melihat
50
perkembangan dunia usaha yang dapat menggali potensi penerimaan pajak dari wajib pajak sehingga efektivitas kinerja account representative yang baik dan berdampak positif terhadap penerimaan pajak.
2.1.9
Motivasi Kerja Account Representative Menurut Notoatmodjo (2009: 114) motif atau motivasi berasal dari kata
latin “movere” yang berati dorongan dari dalam diri manusia untuk bertindak atau berperilaku. Pengertian motivasi tidak terlepas dari kata kebutuhan atau “needs”atau “wants”. Clelland, seorang ahli psikologi bangsa Amerika Serikat dari Universitas Havard, dalam teori motivasinya, teori motivasi mengemukakan bahwa produktivitas sangat dibutuhkan oleh “virus mental” yang ada pada diri seseorang itu sendiri. Virus mental adalah kondisi jiwa yang mendorong seseorang untuk mampu menncapai prestasinya secara maksimal. Virus mental tersebut terdiri dari tiga dorongan kebutuhan, yaitu: a. Kebutuhan untuk berprestasi (need of achievement) Merupakan kebutuhan mencapai sukses, yang didukung berdasarkan standar kesempatan dalam diri seseorang. Kebutuhan ini berhubungan erat dengan pekerjaan dan mengarahkan tingkah laku pada usaha untuk mencapai prestasi tertentu. b. Kebutuhan berafiliasi (need for afiliation)
51
Merupakan kebutuhan akan kehangatan dan sokongan dalam hubungannya dengan orang lain. Kebutuhan ini mengarahkan kepada tingkah laku untuk mengadakan hubungan secara akrab dengan orang lain. c. Kebutuhan kekuatan (Need for power) Merupakan hubungan untuk menguasai dan mempengaruhi situasi dan orang lain agar menjadi dominan atau pengontrol. Kebutuhan ini menyebabkan orang yang bersangkutan kurang memperdulikan perasaan orang lain. Atas dasar teori McClelland’s Achievement Motivation Theory tersebut dapat disimpulkan ada tiga faktor atau dimensi dari motivasi, yaitu: a. Motif Suatu perangsang keinginan dan daya pengerak kemauan bekerja. Setiap motif mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapai. Suatu dorongan di dalam diri seorang, tingkat alasan atau motif – motif
yang menggerakkan tersebut
menggambarkan tingkat untuk menempuh sesuatu. b. Harapan Merupakan kemungkinan mencapai sesuatu dengan aksi tertentu. Seorang karyawan di motivasi untuk menjalankan tingkat upaya tinggi bila karyawan meyakini upaya tersebut akan menghantar ke suatu penilaian kinerja yang baik; suatu penilaian yang baik akan mendorong ganjaran – ganjaran organisasional (memberikan harapan pada karyawan) seperti bonus, kenaikan gaji, atau promosi dan ganjaran itu memuaskan tujuan pribadi karyawan. c. Insentif
52
Insentif yang diberikan kepada karyawan sangat berpengaruh terhadap motivasi dan produktifitas kerja. Insentif berupa uang jika pemberiannya dikaitkan dengan tujuan pelaksanaan tugas sangat berpengaruh terhadap peningkatan produktifitas kerja karyawan. Menurut Ivonne (2010) motivasi kerja adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upaya untuk mencapai kepuasan. Senada dengan definisi tersebut, motivasi sebagai daya pendorong yang mengakibatkan seorang anggota organisasi mau dan rela untuk menggerakkan kemampuannya (dalam bentuk keahlian atau keterampilan) tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya dan menunaikan kewajibannya, dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang telah ditentukan sebelumnya. Motivasi kerja merupakan suatu dorongan dari dalam diri yang menimbulkan berbagai kebutuhan dan sikap (attitude) karyawan dalam menghadapi situasi kerja di perusahaan yang merupakan kondisi atau energi yang menggerakkan dari karyawan sehingga bekerja dengan mental yang siap, fisik yang sehat, memahami situasi dan kondisi serta berusaha keras mencapai target kerja (tujuan utama organisasi) yang terarah dan tertuju untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan. Motivasi juga merupakan usaha-usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau kelompok orang tertentu bergerak melakukan sesuatu karena ingin
53
mencapai tujuan yang dikehendakinya atau mendapatkan kepuasan dengan perbuatannya. Berdasarkan berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa: a.
Motivasi kerja merupakan bagian yang penting dalam suatu organisasi yang berfungsi sebagai alat untuk pencapaian tujuan atau sasaran yang ingin dicapai;
b.
Motivasi kerja mengandung dua tujuan utama dalam diri individu yaitu untuk memenuhi kebutuhan atau keinginan pribadi dan tujuan organisasi;
c.
Motivasi kerja yang diberikan kepada seseorang hanya efektif manakala di dalam diri seseorang itu memiliki kepercayaan atau keyakinan untuk maju dan berhasil dalam organisasi. Motivasi itu timbul karena faktor-faktor, sebagai berikut :
a.
Adanya perasaan ingin mencapai sesuatu hasil dengan melakukan pekerjaan menantang dengan baik;
b.
Suatu kebutuhan dari dalam diri sendiri yang ingin melakukan suatu pekerjaan yang baik;
c. Melakukan pekerjaan menurut perasaan adalah penting; d. Apa yang dilakukan itu selalu berkaitan dengan suatu tujuan; e. Apa yang dikerjakan itu adalah sesuatu yang menarik; f.
Melakukan pekerjaan dengan harapan akan ada promosi;
g.
Mengerjakan sesuatu adalah membantu organisasi mencapai tujuannya;
h.
Mengharapkan kemungkinan kenaikan penghasilan;
i. Mengerjakan sesuatu sebagai kredit untuk keperluan penilaian penampilan prestasi yang akan datang;
54
j.
Untuk memperoleh penghargaan dan pengakuan dari atasan;
k. Melakukan sesuatu dengan kemungkinan bertambahnya kebebasan dalam pekerjaan; l. Harapan akan pengakuan dari teman sejawat; m. Melaksanakan tugas dengan tekad tidak menginginkan kelompoknya berpenampilan buruk; n. Jaminan adanya keamanan kerja yang prima; o. Mengerjakan sesuatu karena dorongan oleh kondisi fisik pekerjaan yang baik. Dari beberapa pengertian motivasi diatas, maka peneliti mengambil kesimpulan bahwa motivasi kerja merupakan suatu dorongan dari dalam diri yang menimbulkan berbagai kebutuhan dan sikap (attitude) karyawan dalam menghadapi situasi kerja di perusahaan yang merupakan kondisi atau energi yang menggerakkan dari karyawan sehingga bekerja dengan mental yang siap, fisik yang sehat, memahami situasi dan kondisi serta berusaha keras mencapai target kerja (tujuan utama organisasi) yang terarah dan tertuju untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan. 2.1.10
Hubungan
Motivasi
Kerja
Account
Representative
terhadap
Efektivitas Penerimaan Pajak Motivasi kerja account representative sebagai daya pendorong yang mengakibatkan para account representative mau dan rela untuk menggerakkan kemampuannya (dalam bentuk keahlian atau keterampilan) tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya dan
55
menunaikan kewajibannya, dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang telah ditentukan sebelumnya. Dengan motivasi kerja yang baik yang dimiliki oleh account representative,
maka
account
representative
dapat
menikatkan
kinerja
penerimaan. Melalui kinerja yang baik maka efektivitas pencapaian target penerimaan pajak yang dapat terealisasikan. Begitu pun sebaliknya, jika para account representative tidak memiliki motivasi kerja yang baik, maka kinerjanya juga akan menjadi kurang baik sehingga yang berefek pada tercapai atau tidaknya target penerimaan pajak yang telah ditentukan sebelumnya.
2.2.
Penelitian Terdahulu dan Perbedaan Penelitian dengan Penelitian Terdahulu
2.2.1
Penelitian Terdahulu Suherman (2011) meneliti mengenai kompetensi account representative
dan independensi account representative serta penerapan benchmarking laporan keuangan wajib pajak terhadap penerimaan pajak di Kanwil DJP Sumatera Utara I. Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknis analisis korelasi berganda. Variabel bebas yang digunakan adalah kompetensi account representative, independensi account representative dan penerapan banchmarking laporan keuangan. Variabel terikat yang digunakan adalah penerimaan pajak di Kanwil Sumatera Utara I. Hasil penelitian Suherman (2011) adalah analisa data diketahui secara simultan, kompetensi account representative, independensi account representative dan penerapan benchmarking laporan keuangan wajib pajak
56
mempunyai pengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak. Secara parsial, independensi account representative dan penerapan benchmarking laporan keuangan wajib pajak tidak signifikan berpengaruh terhadap penerimaan pajak. Silaban (2010) melakukan penelitian tentang reformasi perpajakan terhadap penerimaan pajak. Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data times series. Variabel bebas yang digunakan adalah reformasi perpajakan tahun 1983, 1994 dan 2000. Variabel terikat yang digunakan adalah penerimaan pajak. Analisa data menggunakan teknik regresi linear berganda. Hasil penelitian ini adalah reformasi perpajakan tahun 1983 mampu meningkatkan penerimaan pajak dari setiap kenaikan nilai Product Domestic Bruto (PDB) dibandingkan sebelum adanya reformasi. Namun kebijakan reformasi sebagai faktor diskresioneri belum mampu untuk meningkatkan penerimaan pajak. Reformasi perpajakan tahun 1994 dan 2000 belum mampu meningkatkan kontribusi penerimaan pajak setiap kenaikan nilai PDB. Pungutan pajak yang dilakukan masih belum optimal dan efisien. Sedangkan, kebijakan reformasi sebagai faktor diskresioneri mampu meningkatkan penerimaan pajak. Ismail Fahmi (2008) melakukan penelitian mengenai analisis determinan penerimaan pajak penghasilan orang pribadi di provinsi Sumatera Utara. Variabel bebas yang digunakan adalah jumlah wajib pajak, inflasi dan pendapatan per kapita. Variable terikat yang digunakan adalah penerimaan pajak penghasilan orang pribadi di provinsi Sumatera Utara. Teknik analisa yang digunakan adalah regresi linear berganda. Hasil penelitian ini adalah jumlah wajib pajak, inflasi dan
57
pendapatan per kapita berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak penghasilan orang pribadi di provinsi Sumatera Utara. Suryadi (2003) melakukan penelitian mengenai kesadaran, pelayanan, kepatuhan wajib pajak sebagai variabel bebas dan kinerja penerimaan pajak sebagai variabel terikat. Penelitian ini merupakan suatu survey Kantor Pelayanan Pajak di wilayah Jawa Timur. Teknik analisa data yang digunakan adalah regresi linear berganda. Hasil dari penelitian ini, kesadaran wajiib pajak yang diukur dari persepsi wajib pajak tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja penerimaan pajak. Sedangkan variabel pelayanan yang meliputi sistem administrasi pajak modern, kompetensi petugas pajak dan motivasi petugas pajak berpengaruh terhadap kinerja penerimaan. Selain itu variabel kepatuhan wajib pajak berpengaruh sangat signifikan terhadap kinerja penerimaan pajak. Harimawan (2008) meneliti kompetensi individu, kepemimpinan dan reformasi administrasi perpajakan sebagai variabel bebas, dan kinerja account representative menjadi variabel terikatnya. Penelitian ini merupakan suatu studi kasus pada Kantor Pelayanan Pajak Madya di Jawa Timur. Teknis analisis yang digunakan adalah regresi linear berganda dengan asumsi klasik. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh simultan antara kompetensi individu, kepemimpinan dan reformasi administrasi perpajakan terhadap kinerja account representative. Lindawaty (2004) melakukuan penelitian mengenai
analisa faktor –
faktor yang mempengaruhi jumlah wajib pajak orang pribadi yang mendaftarkan diri serta hubungannya dengan penerimaan pajak di wilayah Jakarta Timur.
58
Variabel bebas yang digunakan adalah jumlah penghasilan, tingkat pendidikan, jumlah penduduk dan sistem administrasi perpajakan. Sedangkan variabel terikatnya adalah jumlah wajib pajak orang pribadi yang mendaftarkan diri serta hubungannya dengan penerimaan pajak. Pada penelitian ini menggunakan teknik regresi linear berganda. Hasil dari penelitian ini adalah jumlah penghasilan, tingkat pendidikan, jumlah penduduk dan sistem administrasi pajak berpengaruh signifikan terhadap jumlah wajib pajak orang pribadi yang mendaftarkan diri serta hubungannya dengan penerimaan pajak di Jakarta Timur. Ringkasan penelitian terdahulu dapat di lihat pada tabel 2.1 dibawah ini: Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu
No.
Peneliti
1.
Suherman (2011)
2.
Silaban (2010)
Variable Yang Alat Digunakan Analisis variabel bebas Analisis yang digunakan korelasi adalah kompetensi berganda. account representative, independensi account representative dan penerapan banchmarking laporan keuangan. Variabel terikat yang digunakan adalah penerimaan pajak di Kanwil Sumatera Utara I.
Variabel bebas Regresi yang digunakan linear
Hasil Penelitian Secara simultan, kompetensi account representative, independensi account representative dan penerapan benchmarking laporan keuangan wajib pajak mempunyai pengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak. Secara parsial, independensi account representative dan penerapan benchmarking laporan keuangan wajib pajak tidak signifikan berpengaruh terhadap penerimaan pajak. Reformasi perpajakan tahun 1983 mampu
59
adalah reformasi berganda. perpajakan tahun 1983, 1994 dan 2000. Variabel terikat yang digunakan adalah penerimaan pajak.
3.
Fahmi (2008)
4.
Suryadi (2003)
meningkatkan penerimaan pajak dari setiap kenaikan nilai Product Domestic Bruto (PDB) dibandingkan sebelum adanya reformasi. Namun kebijakan reformasi sebagai faktor diskresionari belum mampu untuk meningkatkan penerimaan pajak. Reformasi perpajakan tahun 1994 dan 2000 belum mampu meningkatkan kontribusi penerimaan pajak setiap kenaikan nilai PDB. Pungutan pajak yang dilakukan masih belum optimal dan efisien. Sedangkan, kebijakan reformasi sebagai faktor diskresioneri mampu meningkatkan penerimaan pajak. Variabel bebas Regresi Jumlah wajib pajak, inflasi yang digunakan Linear dan pendapatan per kapita adalah jumlah Berganda. berpengaruh signifikan wajib pajak, inflasi terhadap penerimaan pajak dan pendapatan penghasilan orang pribadi per kapita. di provinsi Sumatera Variable terikat Utara. yang digunakan adalah penerimaan pajak penghasilan orang pribadi di provinsi Sumatera Utara. Variabel bebas Regresi Kesadaran wajiib pajak yang digunakan Linear yang diukur dari persepsi adalah kesadaran, Berganda. wajib pajak tidak pelayanan, berpengaruh signifikan kepatuhan wajib terhadap kinerja pajak. Variabel penerimaan terikat kinerja pajak.Sedangkan variabel penerimaan pajak. pelayanan berpengaruh terhadap kinerja
60
5.
6.
2.2.2.
Harimawan Variabel bebas (2008) yang digunakan adalah kompetensi individu, kepemimpinan dan reformasi administrasi perpajakan. Variabel terikat yang digunakan adalah kinerja account representative. Lindawaty Variabel bebas (2006) yang digunakan adalah jumlah penghasilan, tingkat pendidikan, jumlah penduduk dan sistem administrasi perpajakan. Sedangkan variabel terikatnya adalah jumlah wajib pajak orang pribadi yang mendaftarkan diri serta hubungannya dengan penerimaan pajak.
Regresi linear berganda.
Regresi linear berganda.
penerimaan. Selain itu variabel kepatuhan wajib pajak berpengaruh sangat signifikan terhadap kinerja penerimaan pajak. Terdapat pengaruh simultan antara kompetensi individu, kepemimpinan dan reformasi administrasi perpajakan terhadap kinerja account representative.
Jumlah penghasilan, tingkat pendidikan, jumlah penduduk dan sistem administrasi pajak berpengaruh signifikan terhadap jumlah wajib pajak orang pribadi yang mendaftarkan diri serta hubungannya dengan penerimaan pajak di Jakarta Timur.
Perbedaan Penelitian dengan Penelitian Terdahulu Berbagai penelitian yang telah dilakukan sebelumnya sebagaimana telah
di uraikan pada bagian sebelumnya diantaranya menganalisa penerimaan pajak dengan menguji variabel jumlah penghasilan, jumlah penduduk, jumlah wajib
61
pajak serta tingkat pendidikan wajib pajak (Lindawati, 2004). Peneliti sebelum nya juga menganalisa mengenai faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak yang dilihat secara makro, seperti inflasi dan pendapatan per kapita dari penduduk (Fahmi, 2008). Memfokuskan analisa pada account representatives dengan mengangkat variabel kompetensi, independensi, benchmarking laporan keuangan wajib pajak, kepemimpinan serta sistem administrasi pajak ( Suherman, 2011 dan Silaban, 2010). Penelitian ini menganalisis mengenai faktor – faktor yang mempengaruhi efektivitas penerimaan pajak di Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Satu dengan menggunakan variabel seperti sistem modernisasi administrasi pajak, kompetensi dan motivasi kerja account representative. Adapun alasan pemilihan variabel dan perbedaan dengan penelitian lain yaitu sesuai dengan latar belakang dari penelitian ini yang mengangkat bahwa account representative sebagai tulang punggung dari penerimaan pajak maka variabel sistem modernisasi administrasi pajak, kompetensi dan motivasi kerja account representative cenderung lebih sesuai untuk digunakan dibandingkan dengan variabel jumlah wajib pajak, inflasi dan pendapatan per kapita ( Ismail Fahmi, 2008) serta variabel jumlah penghasilan, tingkat pendidikan, jumlah penduduk ( Lindawaty, 2004). Adapun beberapa persamaan dalam penelitian yang sebelumnya yaitu sistem administrasi perpajakan serta variabel yang dipengaruhi yaitu mengenai penerimaan pajak dan teori yang mendasari penelitian sebelumnya (Reinhard
62
Silaban, 2010). Perbedaan dengan penelitian sebelumnya adalah adanya perbedaan lokasi penelitian. 2.3.
Rerangka Penelitian Teoritis Dalam penelitian ini yang dimaksudkan adalah persepsi account
representative terhadap sistem modernisasi administrasi pajak, kompetensi yang dimilikinya, serta motivasi kerja yang mampu menopang efektivitas penerimaan pajak pada kantor pelayanan pajak. Sistem modernisasi administrasi pajak, kompetensi dan motivasi kerja account representative diduga dapat berpengaruh terhadap efektivitas penerimaan pajak. Gambar 2.1 Rerangka Pemikiran Teoritis
Kantor Pelayanan Pajak Modern
Penerapan Sistem Modernisasi Administrasi Pajak
Account Representatives
Kompetensi Account Representatives
Efektivitas Penerimaan Pajak
Motivasi Kerja Account Representatives
63
Hipotesis: Sistem modernisasi administrasi pajak,2.2 kompetensi dan motivasi kerja Gambar account representatives berpengaruh terhadap efektivitas penerimaan pajak. Model Pemikiran Teoritis
Sistem Modernisasi Administrasi Pajak (Ha 1)
Efektivitas Penerimaan Pajak (Y)
Kompetensi Account Representatives (Ha 2)
Motivasi Kerja Account Representatives (Ha 3)
2.4.
Hipotesis Dengan
meningkatkan
adanya penerimaan
sistem pajak
modernisasi (Silaban,
administrasi
2010).
Untuk
pajak
dapat
meningkatkan
penerimaan pajak, maka pemerintah membuat Kantor Pelayanan Pajak modern yaitu dengan penciptaan restrukturisasi di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak akan memudahkan
account representative dalam meningkatkan efektivitas
penerimaan pencapaian target pajak melalui penyempurnaan proses bisnis yang dapat mendukung kinerja account representative, karena dapat memudahkan komunikasi antara account representative dengan para wajib pajak. Oleh karena
64
itu, sistem modernisasi administrasi perpajakan diduga dapat meningkatkan kinerja para account representative yang akan berdampak juga kepada efektivitas penerimaan pajak. Berdasarkan hal tersebut maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut: Ha 1
: Sistem modernisasi administrasi pajak berpengaruh terhadap efektivitas
penerimaan pajak. Suherman
(2010)
mengungkapkan
dalam
penelitiannya
bahwa
kompetensi account representative berpengaruh positif terhadap penerimaan pajak. Dengan memiliki kemampuan dalam menguasai peraturan perpajakan, memiliki seni komunikasi, menganalisis laporan keuangan wajib pajak dan mampu melihat perkembangan dunia usaha yang dapat menggali potensi penerimaan pajak dari wajib pajak sehingga efektivitas kinerja account representative yang baik dan berdampak positif terhadap penerimaan pajak. Oleh karena itu, kompetensi account representative diduga dapat meningkatkan efektivitas penerimaan pajak. Berdasarkan uraian tersebut, maka dirumuskan hipotesis berikut ini: Ha 2
: Kompetensi account representative berpengaruh terhadap efektivitas
penerimaan pajak. Dalam panduan kode etik pegawai DJP banyak dicontohkan tentang tindakan - tindakan yang tidak etis yang dilaksanakan account representative seperti ketika account representative mendapat data atau dokumen yang dapat menambah potensi pajak dari seorang wajib pajak, wajib pajak tersebut meminta
65
untuk menghilangkan atau memusnahkan data tersebut dengan imbalan uang, akibatnya bagi penerimaan negara terjadi kerugian (Suherman Ade, 2011). Motivasi kerja account representative sebagai daya pendorong yang mengakibatkan para account representative mau dan rela untuk menggerakkan kemampuannya (dalam bentuk keahlian atau keterampilan) tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya dan menunaikan kewajibannya, dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang telah ditentukan sebelumnya. Para Account Representative dengan memiliki motivasi kerja yang baik, maka di duga Account Representative dapat
menikatkan kinerjanya yang berdampak baik bagi penerimaan pajak. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis berikut ini: Ha 3
: Motivasi kerja account representative berpengaruh terhadap efektivitas
penerimaan pajak.