BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1
Kajian Pustaka 2.1.1 Manajemen Pemasaran Menurut Kotler dan Keller (2009:5) manajemen pemasaran adalah seni dan
ilmu memilih pasar sasaran serta meraih, mempertahankan, dan menumbuhkan pelanggan melalui penciptaan, penghantaran dan pengomunikasian nilai pelanggan yang unggul. Menurut Kotler dan Philip dalam Benyamin Molan (2005:10) Manajemen Pemasaran adalah proses perencanaan, dan pelaksanaan, pemikiran, penetapan harga, promosi serta penyaluran gagasan barang dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang memenuhi sasaran individu dan organisasi. 2.1.2 Perilaku Konsumen Menurut Supranto dan Limakrisna (2007:4) perilaku konsumen merupakan tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, menggunakan (memakai, mengkonsumsi) dan menghabiskan produk (barang dan jasa) termasuk proses yang mendahului dan mengikuti tindakan ini. Schiffman dan Kanuk (2010:23) perilaku konsumen sebagai perilaku yang menampilkan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan membuang produk dan jasa yang mereka harapkan akan memuaskan yang kebutuhan mereka. Solomon (2013:31) Perilaku konsumen itu adalah studi tentang proses yang terlibat ketika individu atau kelompok memilih, membeli, menggunakan, atau membuang produk, jasa, ide, atau pengalaman untuk memenuhi kebutuhan dan
8
keinginan. Sedangkan Loudon dan Bitta dalam Suryani (2008:7) menjelaskan bahwa perilaku konsumen mencakup proses pengambilan keputusan dan kegiatan yang dilakukan konsumen secara fisik dalam pengevaluasian, perolehan penggunaan atau mendapatkan barang dan jasa. Jadi dalam menganalisis perilaku konsumen
tidak
hanya
menyangkut
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
pengambilan keputusan kegiatan saat pembelian, akan tetapi meliputi proses pengambilan keputusan yang menyertai pembelian. Menurut Engel, Blackwell, dan Miniard dalam Setiadi (2010:24) perilaku konsumen merupakan tindakan-tindakan individu yang secara langsung terlibat dalam usaha memperoleh, menggunakan, dan menentukan produk dan jasa, termasuk proses pengambilan keputusan yang mendahului tindakan-tindakan tersebut. 2.1.3 Values Solomon (2013:162) Nilai adalah keyakinan bahwa beberapa kondisi lebih baik atau sebaliknya. Menurut Rose dalam Kropp (2003) Values telah digunakan untuk menjelaskan dan memprediksi sikap dan perilaku dalam keragaman situasi dan konteks karena mereka menyediakan pedoman-prinsip prilaku. Karena nilainilai adalah kepercayaan sosial yang paling abstrak, mereka mencerminkan karakteristik adaptasi yang paling dasar dan berfungsi untuk membimbing dan membentuk sikap dan perilaku. Sedangkan Kahle dalam Sanchez (2011) menunjukkan bahwa values dibentuk dari pengalaman seseorang dan proses belajar. Kahle menciptakan sebuah “List of Values” yang telah digunakan dalam berbagai macam riset
9
konsumen di berbagai negara. Literatur ini menunjukkan bahwa sikap dan perilaku individu dipandu oleh nilai-nilai timbal balik antara persaingan yang terlibat secara bersamaan dalam perilaku atau sikap mereka. List Of Values merupakan suatu instrument untuk mengetahui prilaku konsumsi dari suatu masyarakat berdasarkan nilai-nilai individual atau nilai-nilai yang dianut oleh seseorang untuk menentukan konsumsinya. Kasali dalam Tampubolon (2001) menyebutkan bahwa melalui nilai-nilai individual akan menentukan gaya hidup dan selanjutnya melalui gaya hidup akan menentukan prilaku konsumsi seseorang. Pendukung konsep nilai-nilai individual diyakini bahwa nilai-nilai individual memiliki hubungan langsung dengan perilaku konsumen, bahwa pembelian suatu produk oleh konsumen dipengaruhi langsung oleh nilai-nilai yang dianutnya dan demikian pula penganut konsep gaya hidup. 2.1.3.1 Self Directed Values Menurut Solomon (2013:165) Teori List Of Values mengidentifikasikan aplikasi
pemasaran
mengidentifikasi
langsung
sembilan
dengan
segmen
lebih
konsumen
aplikatif. berbasis
List
Of
nilai-nilai
Values yang
menghubungkan setiap nilai prilaku konsumen yang berbeda. Menurut Kahle (1988) memberikan penjelasan singkat mengenai List Of Values dari penelitian terhadap masyarakat Amerika Serikat dengan periode waktu 1976 sampai dengan 1986 : 1. Harga Diri (Self Respect) nilai yang dipilih oleh segala kelompok umur dan pendapatan dan dipandang sangat penting. Kelompok pemilih nilai ini cenderung untuk membeli produk
10
yang tidak berkaitan dengan tren seperti produk-produk untuk kebutuhan keseharian, dan dipengaruhi oleh acara-acara televisi. 2. Rasa Aman (security) nilai defisit, dipilih oleh masyarakat yang kurang dalam tingkatan ekonomi dan keamanan psikologis. Kecenderungan mengkonsumsi apabila keadaan keuangan mereka stabil di masa mendatang. 3. Kehangatan hubungan (warm relationships with others) nilai lebih yang dipilih oleh masyarakat khususnya wanita, memiliki banyak teman akrab. Pemilih adalah orang-orang yang telah pensiun, sering beribadah, ibu rumah tangga dan para pegawai rendah. Mereka memiliki prilaku dalam berbelanja untuk memberikan produk yang mereka beli sebagai hadiah. 4. Pencapaian prestasi (Sence of Accomplishment) Nilai yang dipilih oleh orang-orang yang telah banyak mendapatkan pencapaian. Pemilih adalah orang-orang yang sukses dan berumur pertengahan. Memiliki pekerjaan yang bagus dan penghasilan yang tinggi, suka mengkonsumsi barang-barang berharga, tetapi tidak suka menonton televisi yang dapat mengganggu pencapaian prestasi. Mereka memiliki prilaku belanja produkproduk mewah yang menunjukan status mereka. 5. Pemenuhan diri (Self-Fulfilment) Nilai yang dipilih oleh orang-orang muda professional dari perkotaan. Mereka adalah kaum yang secara ekonomi, pendidikan, dan emosional telah terpenuhi, kesehatan telah terpenuhi dan perrcaya diri. Mereka lebih menyukai
11
menonton bioskop dari pada televisi. Perilaku berbelanja mereka adalah melakukan pembelian barang-barang yang sedang menjadi mode. 6. Terhormat (being well-respected) Nilai yang dipilih oleh orang-orang yang berusia diatas 50 tahun, dan memiliki pekerjaan yang pratise yang rendah, tetapi mereka menyukai pekerjaan mereka. Penghasilan mereka rendah dan berasal dari latar pendidikan yang rendah. Mereka memiliki kecenderungan untuk membelanjakan produk-produk tetapi dapat digunakan untuk sekedar pamer karena status mereka bukan masyarakat menengah ke atas. 7. Kebersamaan (sence of belonging) Nilai social yang dipilih para wanita. Nilai ini berorientasi keluarga. Responden cenderung merupakan ibu rumah tangga, pegawai rendah. Mereka cenderung berpendidikan sekolah menengah keatas, berpenghasilan menengah. Mereka puas dengan peranan di dalam keluarga. Mereka rajin beribadah. Dalam melakukan pembelian, cenderung dipengaruhi pendapat dari anggota keluarga lainnya. 8. Kesenangan hidup (fun and enjoyment in life) Nilai ini menjelaskan kaum hedonis di Amerika. Orang-orang muda yang menikmati kehidupan memilih nilai ini. Mereka adalah cenderung pengangguran atau bekerja dipenjualan atau buruh, tetapi mereka optimis, mudah bergaul. Mereka tidak menyukai peran dalam keluarga, agama, dan anak-anak. Tetapi mereka menyukai olah raga dan hiburan.
12
Sedangkan menurut Kim (2002) hanya 4 faktor yang termasuk kedalam self directed values secara umum yaitu : 1. self respect 2. being well respected 3. security 4. fun and enjoyment life. 2.1.3.2 Social Affiliation Values Menurut Kim (2002) hanya 2 faktor yang termasuk kedalam social affiliation values yaitu : 1. sence of belonging 2. warm relationship with other. 2.1.4
Needs
Schiffman dan Kanuk (2010:106) setiap individu mempunyai kebutuhan : beberapa bawaan, yang lain diperoleh. kebutuhan bawaan (Innate Needs) fisiologis (yaitu biogenik) mereka termasuk kebutuhan akan makanan, air, udara, pakaian, tempat tinggal, dan jenis kelamin. karena mereka dibutuhkan untuk mempertahankan kehidupan biologis, kebutuhan biogenik dianggap kebutuhan primer (primary needs) atau motif. Acquired Needs kebutuhan yang diperoleh adalah kebutuhan yang kita pelajari dalam menanggapi kebudayaan atau lingkungan kita. ini mungkin termasuk kebutuhan untuk harga diri, prestise, kekuasaan dan belajar. karena kebutuhan yang diperoleh umumnya psikologis (yaitu psikogenik), mereka dianggap kebutuhan sekunder (secondary needs) atau motif.
13
Sedangkan Menurut Solomon (2013:144) terbagi menjadi 4 elements needs yaitu : 1. Biogenic Needs Kita lahir didunia memiliki beberapa kebutuhan untuk tetap bertahan dalah hidup seperti makanan, air, dan udara. 2. Pyschogenic Needs Seseorang dalam hidup pasti memiliki budaya yang sangat spesifik seperti kebutuhan status, kekuatan, dan afiliasi. Kebutuhan psikogenik mencerminkan prioritas budayadan efeknya pada prilaku yang bervariasi dari satu lingkungan ke lingkungan lain. 3. Ultilitarian Needs Kebutuhan ini menekankan pada tujuan, atribut nyata dari sebuah produk, seperti jumlah lemak, kalori dan protein pada sebuah burger keju serta daya tahan celana jeans biru. 4. Hedonic Needs Kebutuhan hedonis bersifat subjektif dan pengalaman. Kami melihat sebuah produk bertemu dengan kebutuhan seseorang dapat menciptakan kegembiraan, kepercayaan diri, serta fantasi yang tercipta pada pemakai produk tersebut. 2.1.4.1 Experiential Needs Solomon (2013:145) hedonis bersifat subjektif dan pengalaman. Di sini kita bisa melihat ke produk untuk memenuhi kebutuhan kita akan kegembiraan, kepercayaan diri, atau fantasi - mungkin untuk menghindari aspek duniawi atau rutinitas kehidupan.
14
Menurut Park dalam Kim (2002) memenuhi kebutuhan konsumen adalah tujuan mendasar dari pemasar. Produk konsumen umumnya dipasarkan untuk menarik tiga jenis dasar kebutuhan konsumen yaitu; functional, social and experential needs. Atribut fungsional produk yang memenuhi kebutuhan konsumen dapat mencegah atau memecahkan masalah. Contohnya Allen’s (2001) studi ini menemukan bahwa preferensi merek konsumen untuk toyota corolla berdasarkan evaluasi positif mereka dari aspek fungsional merek (safety and reliability) untuk memenuhi functional needs mereka. Citra sosial memenuhi social needs seperti persetujuan sosial, afiliasi atau ekspresi pribadi (status, prestise) dan penghargaan diri. Konsumen yang lebih tinggi dalam kebutuhan sosial dapat menghargai produk terlihat secara sosial atau merek yang memberikan prestise dan eksklusivitas. Experiential needs mencerminkan kebutuhan konsumen untuk kebaruan, variasi dan sensorik kepuasan atau kesenangan dan telah diakui sebagai aspek penting dalam konsumsi terutama untuk membangkitkan permintaan baru dari produk konsumen. Roth dalam Kim (2002) lingkungan sosial-ekonomi dan budaya mempengaruhi jenis kebutuhan yang harus dipenuhi melalui produk pakaian. Pasar dengan individualisme yang rendah akan menghargai produk untuk memenuhi kebutuhan sosial atau fungsional untuk memperkuat keanggotaan kelompok dan afiliasi atau mengurangi risiko tidak diterima. Di sisi lain, konsumen di pasar dengan individualisme yang tinggi akan nilai produk yang menarik bagi experiential needs mereka. Dengan demikian, diharapkan bahwa
15
nilai-nilai yang dianggap penting dalam setiap pasar akan berhubungan dengan konsumen yang harus dipenuhi melalui produk pakaian. Beberapa penelitian telah menunjukkan hubungan positif yang kuat antara mode kepemimpinan dan kebutuhan pengalaman di mana para pemimpin mode mencari perubahan, variasi, dan pengalaman baru (Schrank, 1973; Summers dan King, 1969; Workman dan Johnson, 1993). Pemimpin busana berusaha untuk memenuhi
kebutuhan pengalaman
(Kaiser,
1990;
McCracken
,
1986;
O'Shaughnessy , 1987) , fashion merangsang permintaan konstan untuk produk pakaian baru dengan memenuhi kebutuhan individu untuk mengalami perubahan dan variasi ( O'Shaughnessy, 1987) . Oleh karena itu , kepemimpinan mode dapat dianggap sebagai pengganti untuk kebutuhan pengalaman , seperti yang muncul untuk mewakili dasarnya konstruk yang sama. Menurut Goldsmith, Jacqueline C
dalam Sabrina (2012) Fashion
leadership (pemimpinan mode) telah menjadi konsep penting dalam pemasaran karena pemimpinan mode memainkan peran penting dalam menampilkan fashion baru. Oleh karena itu, pemimpinan mode adalah lebih ke kegembiraan dalam membeli fashion item terbaru dan menikmati proses karena kegembiraannya. Menurut
Kang dan Park-Poaps dalam Sabrina (2012) terdapat dua dimensi
kepemimpinan fashion yaitu : 1. inovasi mode (fashion innovativeness) Sproles dalam Sabrina (2012) fashion inovasi adalah tipe orang yang cenderung untuk membeli busana baru lebih awal dari konsumen lain. 2. pendapat pemimpin mode (fashion opinion leadership)
16
Beaudion dalam Sabrina (2012) Pemimpin mode opini didefinisikan sebagai orang yang lebih tertarik pada fashion dari konsumen lain di pasar, lebih percaya diri untuk penampilan mereka sendiri, yang pertama untuk membeli fashion item baru dan dapat mempengaruhi pembeli lain untuk mengadopsi dan membeli fashion item baru.
2.1.5
Perilaku Pembelian
Menurut Schiffman dan Kanuk (2007:491) pengambilan keputusan pembelian dapat dipengaruhi oleh pengaruh eksternal yaitu : a. Usaha pemasaran perusahaan Kegiatan pemasaran perusahaan merupakan usaha langsung untuk mencapai, memberikan
informasi,
dan
membujuk konsumen untuk membeli dan
menggunakan produknya. Masukan kepada proses pengambilan keputusan konsumen ini mengambil bentuk berbagai strategi bauran pemasaran khusus yang terdiri dari produk itu sendiri: iklan di media masa, pemasaran langsung, penjualan personal dan berbagai usaha promosi lainnya; kebijakan harga; dan pemilihan saluran distribusi untuk memindahkan produk dari pabrikan kepada konsumen. b. Lingkungan sosiobudaya Tipe masukan yang kedua, lingkungan sosiobudaya, juga mempunyai pengaruh besar terhadap konsumen. Masukan sosiobudaya terdiri dari berbagai macam pengaruh nonkomersial. Sebagai contoh, komentar teman, editorial disurat kabar, pemakaian oleh anggota keluarga, artikel pada consumer reports, atau pandangan para konsumen berpengalaman yang ikut serta dalam kelompok
17
diskusi khusus di internet, semuanya itu merupakan sumber informasi nonkomersial. Pengaruh kelas sosial, budaya dan subbudaya, walaupun kurang nyata, merupakan factor-faktor masukan penting yang dikhayati dan diserap dan mempengaruhi bagaimana para konsumen menilai sehingga akhirnya mengadopsi (atau menolak) produk. Aturan tingkah laku yang tidak tertulis yang disampaikan budaya dengan halus menyatakan perilaku konsumsi mana yang harus dianggap “benar” atau “salah” pada suatu waktu tertentu. Schiffman dan Kanuk (2010:497) perilaku yang melibatkan dua jenis pembelian: (trial purchases) pembelian percobaan tahap eksplorasi di mana konsumen mengevaluasi produk melalui penggunaan langsung dan (repeat purchases) pembelian ulang, yang biasanya menandakan bahwa produk tersebut memenuhi dengan persetujuan konsumen dan konsumen bersedia untuk digunakan dengan lagi. Menurut Berkman dan Gilson dalam Ryani (2013) perilaku pembelian adalah sebuah proses keputusan dan tindakan dalam membeli dan menggunakan produk. Perilaku pembelian mengacu pada perilaku membeli konsumen akhir. Adapun jenis perilaku pembelian konsumen tersebut, antara lain : 1. Perilaku Pembelian yang Rumit Keadaan dimana konsumen memiliki derajat keterlibatan tinggi dalam pembelian yang sadar akan perbedaan yang berarti antar merek. Konsumen pada umumnya tidak terlalu mengetahui mengenai kategori produk dan harus banyak belajar. Perilaku pembelian yang rumit melibatkan tiga langkah. Pertama, pembeli mengembangkan keyakinan tentang produk tertentu. Kedua, pembeli membangun
18
sikap terhadap produk tersebut. Ketiga, pembeli membuat pilihan produk pembelian yang cermat. 2. Perilaku Pembelian Pengurang Ketidakcocokan Perilaku mencerminkan bahwa konsumen memiliki tingkat keterlibatan yang tinggi dalam pembelian namun melihat sedikit perbedaan antar merek. Konsumen merasakan ketidaksesuaian dengan pilihannya karena baru mengetahui keunggulan-keunggulan yang dimiliki merek lain setelah melakukan pembelian. 3. Perilaku Pembelian Karena Kebiasaan Perilaku pembelian seperti ini mencerminkan mudahnya keterlibatan konsumen dan tidak adanya perbedaan merek yang berarti. Konsumen tidak mencari informasi secara mendalam mengenai suatu merek, mengevaluasi karakteristiknya dan membuat yang sukar tentang merek mana yang akan dibeli. 4. Perilaku Pembelian yang Mencari Variasi Perilaku Pembelian ini mempunyai karakteristik dimana keterlibatan konsumen rendah namun merek memiliki perbedaan yang berarti. Konsumen sering melakukan perpindahan merek, perpindahan merek terjadi untuk kepentingan variasi dan ketidakpastian. Menurut Shim dan Easlick dalam Kim (2002) dalam literatur perilaku konsumen, niat pembelian (niat untuk membeli produk atau untuk mengunjungi toko atau pusat perbelanjaan) dan frekuensi belanja kunjungan mal dan jumlah pembelian telah banyak digunakan untuk mengukur loyalitas merek / toko atau pusat perbelanjaan. Dampak dari nilai-nilai konsumen, sikap atau persepsi atribut produk, toko ritel atau pusat perbelanjaan pada hasil perilaku tersebut diperiksa
19
dan dampak kebutuhan konsumen harus puas melalui produk tertentu pada hasil perilaku mungkin berbeda tergantung pada jenis hasil perilaku.
2.2
Rerangka Pemikiran Berdasarkan pada kajian teori dan hasil riset terdahulu, maka peneliti dapat
menguraikan rerangka pemikiran secara logis, mengalir dari masalah penelitian, teori yang dipakai dan hubungan antar variabel yang merupakan cerminan fakta atau fenomena yang diteliti hal tersebut dapat digambarkan seperti:
Self Directed Values Experiential Needs
Perilaku Pembelian
Social Affiliation Values
Gambar 2.1 Rerangka Pemikiran Sumber : Peneliti
2.3
Hipotesis Berdasarkan penelitian terdahulu terdapat hasil hipotesis sebagai berikut :
HA1
: Self Directed Values berpengaruh terhadap Experiential Needs.
HA2
: Social Affiliation Values berpengaruh terhadap Experiential Needs.
HA3
: Experiential Needs berpengaruh terhadap Perilaku Pembelian.
HA4
: Self Directed Values berpengaruh terhadap Perilaku Pembelian.
HA5
: Social Affiliation Values berpengaruh terhadap Perilaku Pembelian.
20
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Judul Penelitian
No 1
Using
values
Peneliti
and Francisco J.
shopping styles to
identify
Sarabia-Sanchez fashion (Spanyol)
Hasil Penelitian memantau dan mengantisipasi evolusi nilai-nilai, gaya belanja dan hubungan mereka
apparel
penting untuk mengembangkan
segments
pendekatan
(2011)
panjang
strategis
yang
cocok
jangka untuk
merespon lebih baik terhadap pasar dan konsumen. 2
Social
values
Female
and Jacqueline
C British fashion leaders menilai
Fashion Kilsheimer
excitement value lebih penting
Leadership: A Cross-
(USA and U.K)
Cultural Study
dibandingkan dengan nilai-nilai LOV lainnya.
(1993) 3
Analisis
sikap Samuel
E.D Pada penelitian ini ditemukan
konsumen berdasarkan Tampubolon
tiga faktor yang berbeda secara
List of Values dalam
signifikan
melakukan pembelian (Indonesia)
bahwa perilaku konsumsi dari
produk sepatu jenis
konsumen di DKI Jakarta lebih
high
PT.
dipengaruhi oleh ketiga nilai ini
TBK,
yaitu rasa aman, pencapaian diri
Sepatu
fashion Bata
Jakarta
yang
menunjukkan
dan terhormat.
(2001) 4
An
Analisis
of Khadija Humayan
values
mengarahkan
konsumen
kepada
Needs, and Behavior
kesadaran
kesehatan
for Liquid Milk in
produk
Hazara, Pakistan
mereka. Orang yang memiliki
(2009)
kesadaran
Consumer
Values, (Pakistan)
Internal
susu
pentingnya melalui
sesuai
kesehatan
21
selera
akan
menghabiskan uang dan bersedia membayar lebih untuk produk susu
yang
berkualitas
dan
higenis. 5
Consumer Profiles Of
Hye-Shin, Kim (USA) Ditemukan ketertarikan lain yang
Apparel Product
digunakan
untuk
menetapkan
Involvement And
perbadaan antara tipe konsumen
Values (2005)
penggemar pakaian dan mederat. Tipe penggemar dirasakan lebih kuat tentang berbagai nilai yang penting dalam kehidupan seharihari.
Sumber : Berbagai literatur dan jurnal
22