BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
A.
Teori 1. Keagenan (Agency Theory) Teori keagenan adalah teori yang menjelaskan hubungan antara agen sebagai pihak yang mengelola perusahaan dan principal sebagai pihak pemilik, keduanya terikat dalam sebuah kontrak. Pemilik atau principal adalah pihak yang melakukan evaluasi terhadap informasi dan agen adalah sebagai pihak yang menjalankan kegiatan manajemen dan mengambil keputusan (Jensen dan Meckling 1976). Artinya, teori keagenan menjelaskan adanya konflik kepentingan antara manajemen dan pemilik usaha serta entitas lain dalam kontrak. Teori keagenan menunjukkan atau kontrak antara principal dan manajemen (agen). Principal mempekerjakan agen untuk melakukan tugas untuk kepentingan principal, termasuk pendelegasian otoritas pengambilan keputusan dari principal kepada agen. Teori keagenan juga memberikan tiang pokok bagi peranan akuntansi, sehingga hal ini memberikan akuntansi sebagai nilai umpan balik selain nilai prediktifnya. Sebaliknya teori keagenan juga dapat mengimplikasikan adanya asimetri informasi (information asymetri), yaitu suatu kondisi di mana principal tidak memiliki informasi yang
8
http://digilib.mercubuana.ac.id/
9
mencukupi mengenai preferensi atau tujuan yang berbeda dikarenakan semua individu bertindak atas kepentingan individu sendiri. Oleh karena itu, dibutuhkan adanya pihak yang melakukan pemantauan dan pemeriksaan terhadap aktivitas yang dilakukan oleh principal dan agen, agar aktivitas tersebut dapat dinilai berdasarkan kinerja keuangan yang tercermin dalam laporan keuangan. Maka diperlukannya suatu standar untuk meminimalisir asimetri informasi serta mencerminkan kinerja yang sebenarnya dari manajemen untuk dipertanggung jawabkan kepada pemilik. Menurut Jensen Meckling (1976), ketepatan waktu dalam pengungkapan laporan keuangan oleh manajemen (agent) kepada pemilik (principal) dilandasi oleh teori agen. Dalam agency theory mewajibkan agent menyajikan informasi secara tepat dan relevan. Namun sulit bagi prisipal untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan tersebut. Ketidaksamaan kepentingan antara agen dan principal mengakibatkan seringnya agen menahan informasi yang dibutuhkan oleh principal apabila hal tersebut dapat memberikan keuntungan bagi agen. Meskipun, telah menjadi tanggung jawab bagi agent untuk menyertakan informasi selengkapnya kepada principal. Sehingga penelitian tentang ketepatan waktu pelaporan keuangan adalah perluasan dari teori agen yang memaparkan bahwa terdapat perbedaan cara pandang serta kebutuhan diantara principal (Ukago, 2004).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
10
Jensen dan Meckling (1976) juga menyatakan bahwa terdapat tiga unsur yang dapat membatasi perilaku menyimpang yang dilakukan oleh agen. Unsur tersebut adalah bekerjanya pasar bagi keinginan menguasai dan memiliki kepemilikan perusahaan (market of corporate control). Agen bisa tidak mempunyai masa depan jika kinerjanya buruk sehingga diberhentikan oleh pemegang saham. Pasar tenaga manajerial akan menghapus kesempatan agen yang tidak mempunyai kinerja baik dan berperilaku menyimpang dari keinginan pemegang saham perusahaan yang dikelola oleh agen. Bekerjanya pasar modal secara efisien bisa menjadi cermin kinerja manajer dari harga saham perusahaannya. Bekerjanya market for corporate control bisa menghambat tindakan menguntungkan diri pengelola sendiri, dalam hal menghentikan pengelola dari jabatannya jika perusahaan yang dikelolanya mempunyai kinerja rendah yang memungkinkan pemegang saham baru menggantinya dengan pengelola (agent) lain setelah perusahaan diambil alih.
2. Teori Kepatuhan (Compliance Theory) Kepatuhan berasal dari kata patuh. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), patuh berarti suka menurut (perintah dsb), taat (pd perintah, aturan, dsb), dan berdisiplin. Kepatuhan berarti sifat patuh dan ketaatan.
Tuntutan
akan
kepatuhan
terhadap
ketepatan
waktu
penyampaian laporan keuangan tahunan perusahaan yang go public telah diatur dalam Undang- Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
http://digilib.mercubuana.ac.id/
11
dan selanjutnya diatur dalam peraturan BAPEPAM tentang Kewajiban Penyampaian Laporan Keuangan. Dalam Sigit (2015) Peraturan tentang kewajiban penyampaian laporan keuangan berkala secara hukum menginformasikan adanya kepatuhan setiap individu maupun organisasi (perusahaan publik) yang terlibat di pasar modal Indonesia untuk menyampaikan laporan keuangan tahunan perusahaan secara tepat waktu. Hal tersebut sesuai dengan teori kepatuhan (compliance theory). Terdapat dua perspektif dasar dalam literatur sosiologi mengenai kepatuhan pada hukum, yaitu instrumental dan normative. Perspektif instrumental mengasumsikan individu secara utuh didorong oleh kepentingan pribadi dan tanggapan-tanggapan terhadap perubahan insentif, dan penalty yang berhubungan dengan perilaku. Perspektif normative berhubungan dengan apa yang orang anggap sebagai moral dan berlawanan dengan kepentingan pribadi mereka. Seorang individu cenderung mematuhi hukum yang mereka anggap sesuai dan konsisten dengan norma-norma internal mereka. Komitmen normatif melalui legitimasi (normative commitment through legitimacy) berarti mematuhi peraturan karena otoritas penyusun hukum tersebut memiliki hak unttuk mendikte perilaku, sedangkan komitmen normatif melalui moralitas personal (normative commitment through morality) berarti mematuhi hukum karena hukum tersebut dianggap sebagai keharusan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
12
Teori kepatuhan dapat mendorong seseorang untuk lebih mematuhi peraturan yang berlaku, perusahaan menyampaikan laporan keuangan secara tepat waktu bukan hanya sebuah kewajiban, tetapi juga akan bermanfaat bagi pengguna laporan keuangan perusahaan tersebut.
B.
Kajian Pustaka 1. Laporan Keuangan dan Pelaporan Keuangan Menurut Kieso et. Al (2007), menjelaskan definisi Laporan Keuangan: “Financial statements are the principal means through which financial information is communicated to those outside an enterprise. These statement provide a company’s history quantified in money terms.” Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Maka, laporan keuangan merupakan sarana utama bagi perusahaan dalam mengkomunikasikan informasi keuangannya kepada pihak luar perusahaan. Definisi laporan keuangan menurut Standar Akuntansi Keuangan, yaitu: “Laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas.” Tujuan laporan keuangan adalah memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang bemanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan keuangan dalam pembuatan keputusan ekonomi. Laporan keuangan juga menunjukkan hasil pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber daya yang
http://digilib.mercubuana.ac.id/
13
dipercayakan kepada mereka. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, laporan keuangan menyajikan informasi mengenai entitas yang meliputi: A. Asset B. Liabilitas C. Ekuitas D. Pendapatan dan beban termasuk keuntungan dan kerugian E. Kontribusi dari dan distribusi kepada pemilik dalam kapasitasnya sebagai pemilik; dan F. Arus kas. Informasi tersebut, beserta informasi lain yang terdapat dalam catatan atas laporan keuangan, membantu pengguna laporan keuangan dalam memprediksi arus kas masa depan dan, khususnya, dalam hal waktu dan kepastian diperolehnya kas dan setara kas. (IAI, 2012:3) Laporan keuangan merupakan alat bagi perusahaan untuk menguji dan menganalisis kondisi keuangan perusahaan. Karena, merupakan suatu gambaran proses masuk dan keluarnya keuangan pada perusahaan pada suatu periode tertentu. Laporan keuangan sangatlah penting bagi perusahaan yang tidak hanya berguna bagi internal perusahaan tetapi juga dibutuhkan oleh para eksternal pemakai laporan keuangan yang digunakan sebagai acuan untuk mengambil keputusan dalam berinvestasi. Pengguna laporan keuangan meliputi investor sekarang dan investor potensial, karyawan, pemberi pinjaman, pemasok dan kreditur usaha lainnya, pelanggan, pemerintah serta lembaga-lembaganya, dan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
14
masyarakat. Mereka menggunakan laporan keuangan untuk memenuhi beberapa kebutuhan informasi yang berbeda. Dalam Standar Akuntansi Keuangan (IAI, 2012:2) menjelaskan pengguna dan kebutuhan informasi laporan keuangan, yang meliputi: 1. Investor. Penanaman modal berisiko dan penasihat mereka berkepentingan dengan risiko yang melekat serta hasil pengembangan dari investasi yang mereka lakukan. Mereka membutuhkan informasi untuk membantu menentukan apakah harus membeli, menahan, atau menjual investasi tersebut. Pemegang
saham
juga
tertarik
pada
informasi
yang
memungkinkan mereka untuk menilai kemampuan entitas untuk membayar dividen. 2. Karyawan. Karyawan atau kelompok-kelompok yang mewakili mereka tertarik pada informasi mengenai stabilitas dan profitabilitas entitas. Mereka juga tertarik dengan informasi yang memungkinkan mereka untuk menilai kemampuan entitas dalam memberikan balas jasa, imbalan pascakerja, dan kesempatan kerja. 3. Pemberi pinjaman. Pemberi pinjaman tertarik dengan informasi keuangan yang memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah pinjaman serta bunganya dapat dibayar pada saat jatuh tempo.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
15
4. Pemasok dan kreditur usaha lainnya. Pemasok dan kreditur usaha lainnya tertarik dengan informasi yang memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah jumlah yang terutang akan dibayar pada saat jatuh tempo. Kreditur usaha berkepentingan dalam entitas dalam tenggang waktu yang lebih pendek daripada pemberi pinjman kecuali kalau sebagai pelanggan utama mereka bergantung pada kelangsungan hidup entitas. 5. Pelanggan. Para pelanggan berkepentingan dengan informasi mengenai kelangsungan hidup entitas, terutama jika mereka terlibat dalam
perjanjian
jangka panjang dengan, atau
bergantung pada entitas. 6. Pemerintah. Pemerintah dan berbagai lembaga yang berada dibawah kekuasaannya berkepentingan dengan alokasi sumber daya dan karena itu berkepentingan dengan aktivitas entitas. Mereka juga membutuhkan informasi untuk mengatur aktivitas entitas, menetapkan kebijakan pajak, dan sebagai dasar untuk menyusun statistik pendapatan nasional dan statistik lainnya. 7. Masyarakat. Perusahaan memengaruhi anggota masyarakat dalam berbagai cara. Misalnya, entitas dapat memberikan kontribusi berarti kepada perekonomian nasional, termasuk jumlah orang yang dipekerjakan dan perlindungan kepada penanam modal domestik. Laporan keuangan dapat membantu masyarakat dengan menyediakan informasi kecenderungan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
16
(trend) dan perkembangan terakhir kemampuan entitas serta rangkaian aktivitasnya. Kerangka kerja konseptual Financial Accounting Standards Board (FASB) mendefinisikan karakteristik kualitatif yang dapat membuat informasi dalam laporan keuangan berguna bagi pengguna. Terdapat empat karakteristik kualitatif pokok yaitu: dapat dipahami, relevan, keandalan, dan dapat diperbandingkan (IAI, 2012:7). 1. Dapat dipahami (Understandability) Informasi dalam laporan keuangan akan bermanfaat bagi pengguna bila dapat segera dipahami. Pengguna diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai tentang aktivitas ekonomi dan bisnis, akuntansi, serta kemauan untuk mempelajari informasi mengenai asumsi dan konsep yang mendasari penyusunan laporan keuangan. 2. Relevan (relevance) Suatu informasi yang bermanfaat harus relevan untuk memenuhi kebutuhan pengguna dalam proses pengambilan keputusan. Informasi memiliki kualitas relevan jika dapat memengaruhi keputusan ekonomi pengguna dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa kini atau masa depan, menegaskan, atau mengoreksi, hasil evaluasi pengguna di masa lalu. Kemampuan informasi yang relevan dapat membantu pengguna dalam membedakan beberapa alternative keputusan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
17
sehingga pemakai dapat dengan mudah menentukan pilihan. Terdiri dari unsur nilai prediktif (predictive value), nilai balikan (feedback value) dan ketepatan watu (timeliness). 3. Keterandalan (realibility) Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan harus andal (reliable). Informasi memiliki kualitas andal jika bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan dapat diandalkan penggunanya sebagai penyajian yang tulus atau jujur (faithful representation) dari yang seharusnya disajikan atau secara wajar diharapkan dapat disajikan. Keterandalan juga merupakan kemampuan informasi untuk memberi keyakinan bahwa informasi tersebut benar atau valid. Terdiri dari unsur keterujian
(verifiability)
dan
ketepatan
penyimbolan
(representational faithfulness). 4. Dapat dibandingkan (Comparability) Informasi laporan keuangan harus dapat dibandingkan antar periode dan antar entitas dalam periode yang sama untuk mengevaluasi kecenderungan posisi keuangan dan kinerja keuangan. Perbandingan laporan keuangan untuk dua tau lebih periode
akan
dapat
memeberikan
gambaran
tentan
perkembangan atau tren keadaan keuangan maupun kinerja suatu entitas, sehingga lebih mampu memberikan gambaran tentang prospek entitas dimasa depan. Sedangkan, perbandingan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
18
laporan keuangan antar entitas akan memberikan masukan yang berguna bagi para calon investor dalam menentukan pilihan investasi yang dilakukan. Salah
satu
indikator
kualitas
laporan
keuangan
adalah
ketepatwaktuan. Ketepatwaktuan adalah informasi yang ada di dalam laporan keuangan telah siap digunakan oleh pengguna dan memiliki makna serta berperan dalam pengambilan keputusan. Belkaoui (2006: 233) dalam Vica (2014), pelaporan keuangan tidak hanya memuat laporan keuangan namun juga cara-cara lain dalam mengkomunikasikan informasi yang berhubungan, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan informasi yang diberikan oleh sistem akuntansi yaitu informasi mengenai sumber daya, kewajiban, penghasilan perusahaan, dan lain-lain. Pelaporan
keuangan
adalah
bagaimana
laporan
keuangan
dilaporkan atau disajikan, pelaporan keuangan harus menyediakan informasi yang bermanfaat untuk menaksir arus kas perusahaan. Pelaporan keuangan juga meliputi informasi lain yang disediakan oleh sistem akuntansi dimana informasi tersebut berisi tentang sumber daya perusahaan, kewajiban, pendapatan dan lain sebagainya. Menurut Hendriksen dan Van Breda (2000:136) dalam Vica (2014), Financial Accounting Standards Board meringkaskan bahwa tujuan-tujuan pelaporan keuangan adalah sebagai berikut:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
19
1. Pelaporan keuangan harus menyediakan informasi yang berguna bagi investor dan kreditor dan pemakai lain yang sekarang dan yang potensial mengambil keputusan rasional untuk investasi, kredit dan yang serupa. 2. Pelaporan keuangan harus menyediakan informasi guna membantu investor dan kreditor dan pemakai lain yang sekarang dan yang potensial dalam menetapkan jumlah, waktu, dan ketidakpastian penerimaan kas prospektif dari deviden atau bunga dan hasil dari penjualan, penarikan, atau jatuh tempo surat berharga atau pinjaman. 3. Pelaporan keuangan harus menyediakan informasi mengenai sumber daya ekonomi dari satuan usaha, tuntutan terhadap sumber daya tersebut (kewajiban satuan usaha itu untuk mentransfer sumber daya ke satuan usaha lain dan modal pemilik), dan pengaruh transaksi, kejadian, dan situasi yang mengubah sumber daya dan tuntutannya pada sumber daya tersebut. Tujuan juga dipengaruhi oleh karakteristik dan keterbatasan dari jenis informasi yang dapat diberikan oleh pelaporan keuangan (Belkaoui, 2006:234 dalam Vica, 2014). Dengan kata lain, cakupan pelaporan keuangan lebih luas dibandingkan laporan keuangan karena berkaitan dengan seluruh kinerja perusahaan yang merupakan suatu gambaran tentang kondisi keuangan suatu perusahaan dengan menggunakan analisis
http://digilib.mercubuana.ac.id/
20
keuangan, sehingga dapat diketahui baik buruknya keadaan keuangan suatu perusahaan yang dapat mencerminkan prestasi kerja dalam periode tertentu.
2. Peraturan Pelaporan Laporan Keuangan di Indonesia Pada Undang-undang (UU) No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal dinyatakan secara jelas bahwa perusahaan publik wajib menyampaikan laporan berkala dan laporan insidental lainnya kepada Bapepam. Ketentuan tentang pelaporan perusahaan publik diatur dalam Lampiran Keputusan Ketua Bapepam Nomor: KEP-38/PM/2003 tentang Laporan Tahunan yang berlaku sejak tanggal 17 Januari 1996. Kemudian pada tanggal 7 Desember 2006, untuk meningkatkan reputasi keterbukaan informasi kepada publik, diberlakukanlah Peraturan Bapepam dan Lembaga Keuangan (LK) Nomor X.K.6, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor: KEP134/BL/2006 tentang Kewajiban Penyampaian Laporan Tahunan bagi Emiten atau Perusahaan Publik. Dalam rangka meningkatkan kualitas keterbukaan informasi dalam laporan tahunan Emiten dan Perusahaan publik, dipandang perlu menyempurnakan Peraturan Bapepam Peraturan tersebut pada tahun 2012 menjadi peraturan No. X.K.6. Dalam Kep-431/BL/2012 tersebut dinyatakan Emiten atau Perusahaan Publik yang pernyataan pendaftarannya telah menjadi efektif wajib menyampaikan laporan tahunan kepada Bapepam dan LK paling lama 4 (empat) bulan setelah tahun buku berakhir. Perusahaan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
21
yang terlambat dalam menyampaikan laporan keuangannya. Maka, akan dikenakan sanksi atau denda administrasi yang telah ditentukan oleh Undang-Undang. Pada tahun 1996, Bapepam mengeluarkan Lampiran Keputusan Ketua Bapepam Nomor: KEP-80/PM/1996, yang mewajibkan bagi setiap emiten dan perusahaan publik untuk menyampaikan laporan keuangan tahunan perusahaan dan laporan auditor independennya kepada Bapepam selambat-lambatnya pada akhir bulan keempat (120 hari) setelah tanggal laporan keuangan tahunan perusahaan. Namun sejak tanggal 30 September 2003, Bapepam semakin memperketat peraturan dengan dikeluarkannya Peraturan Bapepam Nomor X.K.2, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam Nomor: KEP-36/PM/2003 tentang Kewajiban Penyampaian Laporan Keuangan Berkala. Peraturan Bapepam Nomor X.K.2 ini menyatakan bahwa laporan keuangan tahunan harus disertai dengan laporan Akuntan dengan pendapat yang lazim dan disampaikan kepada Bapepam selambat-lambatnya pada akhir bulan ketiga (90 hari) setelah tanggal laporan keuangan tahunan. Dan dalam Peraturan Bapepam dan LK Nomor X.K.6 dinyatakan bahwa dalam hal penyampaian laporan tahunan dimaksud melewati batas waktu penyampaian laporan keuangan tahunan sebagaimana diatur dalam Peraturan Bapepam Nomor X.K.2 tentang Kewajiban Penyampaian Laporan Keuangan Berkala, maka hal tersebut diperhitungkan sebagai keterlambatan penyampaian laporan keuangan tahunan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
22
Apabila perusahaan tidak berkaitan dengan perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, persyaratan ketepatan waktu merupakan suatu keharusan, karena perusahaan yang tidak tepat waktu menyampaikan laporan keuangannya akan dikenakan sanksi administrasi dan denda sesuai dengan ketentuan pasal 63 huruf e Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1995 tentang penyelenggaraan kegiatan di Bidang Pasar Modal yang menyatakan bahwa : “emiten yang pernyataan pendaftarannya telah menjadi efektif, dikenakan sanksi denda Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah) atas setiap hari keterlambatan penyampaian laporan dengan ketentuan jumlah keseluruhan denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)”. Pasar modal di Indonesia memandang keterlambatan tersebut sebagai pelanggaran terhadap prinsip keterbukaan informasi di pasar modal. Ketepatan waktu juga turut mendukung kinerja pasar yang efisien dan cepat serta mengurangi kebocoran dan rumor di pasar saham.
3. Ketepatan Waktu (Timeliness) Ketepatan waktu merupakan salah satu cara untuk mengukur transparansi dan kualitas pelaporan keuangan. Menurut Rachmawati (2008) dalam Sigit (2015), Penyampaian informasi sendiri mungkin sangat diperlukan agar dapat dipakai sebagai dasar dalam pengambilan keputusan ekonomi dan mencegah agar terlambatnya pembuatan keputusan tersebut. Informasi tidak dapat relevan jika tidak tepat waktu, karena harus tersedia bagi pengambil keputusan. Ketepatan waktu tidak menjamin
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
relevansinya, tetapi relevansi tidaklah mungkin tanpa ketepata waktu. Oleh karena itu, ketepatan waktu adalah batasan penting pada publikasi laporan keuangan. Ketepatan waktu juga menunjukkan bahwa laporan keuangan harus disajikan dalam kurun waktu yang teratur untuk memperlihatkan perubahan keadaan perusahaan yang pada gilirannya mungkin akan mempengaruhi prediksi dan keputusan pemakai. Hilmi dan Ali (2008) menyatakan bahwa berdasarkan Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuanngan Standar Akuntansi Keuangan, laporan keuangan harus memenuhi empat karakteristik kualitatif yang merupakan ciri khas yang membuat informasi laporan keuangan berguna bagi para pemakainya. Keempat karakteristik tersebut yaitu dapat dipahami, relevan, andal, dan dapat diperbandingkan. Untuk mendapatkan informasi yang relevan tersebut, terdapat beberapa kendala, salah satunya adalah kendala ketepatan waktu. Dalam Standar Akuntansi Keuangan (IAI, 2012:8), Tepat waktu merupakan salah satu kendala informasi yang relevan dan andal. Jika terdapat penundaan yang tidak semestinya dalam pelaporan, maka informasi yang dihasilkan akan kehilangan relevansinya, manajemen mungkin perlu menyeimbangkan manfaat relatif antara pelaporan tepat waktu dan ketentuan informasi andal. Untuk menyediakan informasi tepat waktu, sering kali perlu melaporkan sebelum seluruh aspek transaksi atau peristiwa lainnya diketahui, sehingga mengurangi keandalan informasi. Sebaliknya, jika pelaporan ditunda sampai seluruh aspek diketahui, informasi yang
http://digilib.mercubuana.ac.id/
24
dihasilkan
mungkin
sangat
andal
tetapi
kurang bermanfaat
bagi
pengambilan keputusan. Dalam usaha mencapai keseimbangan antara relevansi dan keandalan, kebutuhan pengambilan keputusan merupakan pertimbangan yang menentukan. Menurut Chambers dan Penman (1984) dalam Hilmi dan Ali (2008) mendefinisikan ketepatan waktu dalam dua cara, yaitu: 1. Ketepatan waktu didefinisikan sebagai keterlambatan waktu pelaporan dari tanggal laporan keuangan sampai tanggal melaporkan. 2. Ketepatan waktu ditentukan dengan ketepatan waktu pelaporan relative atas tanggal pelaporan yang diharapkan. Dalam Dyer dan Mc Hugh (1975) dalam Hilmi dan Ali (2008) terdapat tiga kriteria keterlambatan untuk melihat ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan, yaitu: 1. Preliminary lag, interval jumlah hari antara tanggal laporan keuangan sampai penerimaan laporan akhir preliminary oleh bursa. 2. Auditor’s report lag, interval jumlah hari antara tanggal laporan keuangan sampai tanggal laporan auditor ditandatangani. 3. Total lag, interval jumlah hari antara tanggal laporan keuangan sampai tanggal penerimaan laporan dipublikasikan oleh bursa.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
25
Ketepatan waktu mengimplikasikan bahwa laporan keuangan seharusnya disajikan pada satu interval waktu, untuk menjelaskan perubahan dalam perusahaan yang mungkin mempengaruhi pemakai informasi dalam membuat prediksi dan keputusan. (Vita dan Peni, 2012).
4. Likuiditas 4.1 Pengertian Likuiditas Likuiditas merupakan kemampuan perusahaan dalam melunasi kewajiban jangka pendeknya saat jatuh tempo. Dalam Kasmir (2010:129), Fred Weston menyebutkan bahwa rasio likuiditas merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban (utang) jangka pendek. Maka jika utang tersebut jatuh tempo, perusahaan akan mampu untuk memenuhi utang tersebut. Rasio likuiditas berfungsi untuk menunjukkan atau mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya yang jatuh tempo, baik kepada pihak luar perusahaan (likuiditas badan usaha) maupun di dalam perusahaan (likuiditas perusahaan). Rasio likuiditas atau sering juga disebut rasio modal kerja merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa likuidnya suatu perusahaan. Yaitu dengan membandingkan seluruh komponen yang ada di aktiva lancar dengan komponen di passiva lancar (utang jangka pendek). Terdapat dua hasil penilaian terhadap pengukuran rasio likuiditas, yaitu sebagai berikut: (Kasmir, 2010:130)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
26
1. Apabila perusahaan mampu memenuhi kewajibannya, dikatakan perusahaan tersebut likuid. 2. Sebaliknya
apabila
perusahaan
tidak
mampu
memenuhi
kewajiban tersebut atau tidak mampu, dikatakan illikuid.
4.2 Tujuan dan Manfaat Rasio Likuiditas Dalam Kasmir (2010:131) terdapat tujuan dan manfaat dalam dari hasil rasio likuiditas, yaitu: 1. Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban atau utang yang segera jatuh tempo pada saat ditagih. Artinya, kemampuan untuk membayar keawajiban yang sudah waktunya dibayar sesuai jadwal batas waktu yang telah ditetapkan (tanggal dan bulan tertentu). 2. Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka pendek dengan aktiva lancar secara keseluruhan. Artinya jumlah kewajiban yang berumur dibawah satu tahun atau sama dengan satu tahun, dibandingkan dengan total aktiva lancar. 3. Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka pendek dengan aktiva lancar tanpa memperhitungkan sediaan atau piutang. Dalam hal ini aktiva lancar dikurangi sediaan dan utang yang dianggap likuiditasnya lebih rendah. 4. Untuk mengukur atau membandingkan antara jumlah sediaan yang ada dengan modal kerja perusahaan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
27
5. Untuk mengukur seberapa besar uang kas yang tersedia untuk membayar utang. 6. Sebagai alat perencanaan ke depan, terutama yang berkaitan dengan perencanaan kas dan utang. 7. Untuk mrlihat kondisi dan posisi likuiditas perusahaan dari waktu ke waktu dengan membandingkannya untuk beberapa periode. 8. Untuk melihat kelemahan yang dimiliki perusahaan, dari masing-masing komponen yang ada di ktiva lancar dan utang lancar. 9. Menjadi alat pemicu bagi pihak manajemen untuk memperbaiki kinerjanya, dengan melihat rasio likuiditas yang ada pada saat ini.
4.3 Jenis – Jenis Rasio Likuiditas a) Rasio Lancar (Current Ratio) Dalam Kasmir (2010:134), rasio lancar (current ratio) merupakan rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek atau hutang yang segera jatuh tempo pada saat ditagih secara keseluruhan. Dengan kata lain, seberapa banyak aktiva lancar yang tersedia untuk menutupi kewajiban jangka pendek yang segera jatuh tempo. Rasio lancar dapat pula dikatakan sebagai bentuk untuk mengukur tingkat keamanan (margin of safety) suatu perusahaan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
28
Perhitungan rasio lancar dilakukan dengan cara membandingkan antara total aktiva lancar dengan total utang lancar. Versi terbaru pengukuran rasio lancar adalah mengurangi persediaan dan piutang. Aktiva lancar (current assets) merupakan harta perusahaan yang dapat dijadikan uang dalam waktu singkat (maksimal satu tahun). Komponen aktiva lancar meliputi kas, bank, surat-surat berharga,piutang, persediaan, biaya dibayar di muka, pendapatan yang masih harus diterima, pinjaman yang diberikan, dan aktiva lancar lainnya. Utang lancar (current liabilities) merupakan kewajiban perusahaan jangka pendek (maksimal satu tahun). Artinya, utang ini segera harus dilunasi dalam waktu paling lama satu tahun. Komponen utang lancar terdiri dari utang dagang, utang bank satu tahun, utang wesel, utang gaji, utang pajak, utang dividen, biaya diterima di muka, utang jangka panjang yang sudah hampir jatuh tempo, serta utang jangka pendek lainnya.
Aktiva Lancar (Current Assets) Current Ratio = Hutang Lancar (Current Liabilities)
Sumber : Kasmir (2010:135) b) Rasio Cepat (Quick Ratio) Dalam Kasmir (2010:136), rasio cepat (Quick ratio) merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi atau membayar kewajiban atauu hutang lancar dengan asset lancar tanpa memperhitungkan nilai persediaan (inventory). Artinya nilai persediaan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
29
kita abaikan, dengan cara dikurangi dari nili total aktiva lancar. Hal ini dilakukan karena persediaan dianggap memerlukan waktu relatif lebih lama untuk diuangkan, apabila perusahaan membutuhkan dana cepat untuk membayar kewajibannya dibandingkan dengan ativa lancar lainnya. Untuk mencari quick ratio, diukur dari total aktiva lancar, kemudian dikurangi dengan nilai persediaan. Terkadang perusahaan juga memasukkan biaya yang dibayar di muka jika memang ada dan dibandingkan dengan seluruh utang lancar.
Aktiva Lancar (Current Assets) – Persediaan (Inventory) Quick Ratio = Hutang Lancar (Current Liabilities)
Atau
Kas + Bank + Efek + Piutang Quick Ratio = Hutang Lancar (Current Liabilities) Sumber : Kasmir (2010:137) c) Rasio Kas (Cash Ratio) Dalam Kasmir (2010:138), rasio Kas (Cash ratio) merupakan alat yang digunakan untuk mengukur seberapa besar uang kas yang tersedia untuk membayar hutang. Ketersediaan uang kas dapat ditunjukkan dari tersedianya dana kas atau yang setara dengan kas seperti rekening giro atau tabungan di bank (yang dapat ditarik setiap saat). Dapat dikatakan rasio ini
http://digilib.mercubuana.ac.id/
30
menunjukkan kemampuan sesungguhnya bagi perusahaan untuk membayar utang-utang jangka pendeknya.
Cash or Cash Equivalent Rasio Kas = Hutang Lancar
Atau
Kas + Bank Rasio Kas = Hutang Lancar Sumber: Kasmir (2010: 139) d) Rasio Perputaran Kas Menurut James O. Gill dalam Kasmir (2010:140), rasio perputaran kas (Cash Turnover) berfungsi untuk mengukur tingkat kecukupan modal kerja perusahaan yang dibutuhkan untuk membayar tagihan dan membiayai penjualan. Artinya,
rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat
ketersediaan kas untuk membayar tagihan (utang) dan biaya-biaya yang berkaitan dengan penjualan.
Penjualan Bersih Rasio Perputaran Kas = Modal Kerja Bersih Sumber : Kasmir (2010:141) e) Inventory to Net Working Capital Dalam Kasmir (2010:141), rasio ini merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur atau membandingkan antara jumlah persediaan yang ada
http://digilib.mercubuana.ac.id/
31
dengan modal kerja perusahaan. Modal kerja tersebut terdiri dari pengurangan antara aktiva lancar dengan utang lancar.
Inventory Inventory to NWC = Current Assets – Current Liabilities Sumber : Kasmir (2010:142) 5. Ukuran Perusahaan Menurut keputusan Bapepam No. 9 tahun 1995, definisi perusahaan menengah/kecil adalah badan hokum yang didirikan di Indonesia yang: (1) memiliki jumlah kekayaan (total asset) tidak lebih dari Rp. 20 miliar, (2) bukan merupakan afiliasi atau dikendalikan oleh suatu perusahaan yang bukan perusahaan mengengah/kecil, (3) bukan merupakan reksa dana. Sedangkan usaha menengah/besar adalah kegiatan ekonomi yang mempunyai kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan usaha kecil. Usaha menengah/besar meliputi usaha nasional (milik Negara atau swasta) dan usaha asing yang melakukan kegiatan di Indonesia (Michell dan Sofyan, 2008). Ukuran perusahaan dapat dinilai dari beberapa segi. Besar ataupun kecilnya ukuran dapat didasari besarnya nilai pada total asset, total penjualan, kapasitas pasar, jumlah tenaga kerja dan sebagainya. Ukuran perusahaan dalam penelitian ini diukur bedasarkan besar asset yang dimiliki oleh perusahaan tersebut. Menurut Sudarmadji dan Sularto (2007) dalam Sigit (2015), total asset dipilih sebagai proksi dari variabel ukuran perusahaan karena total asset lebih stabil dan representative dalam menunjukkan ukuran perusahaan dibandingkan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
32
dengan kapitalisasi pasar dan penjualan yang sangat dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran. Suatu perusahaan yang mempunyai asset besar akan memiliki banyak sumber informasi yang akan disorot oleh investor dan lebih banyak mendapat tekanan untuk memberikan informasi secara tepat waktu.
6. Kualitas Auditor Laporan keuangan yang disampaikan merupakan laporan keuangan yang telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik (KAP). Laporan keuangan auditan yang berkualitas, relevan dan realibel dihasilkan dari audit yang dilakukan secara efektif oleh auditor yang berkualitas. Pemakai laporan keuangan lebih percaya pada laporan keuangan auditan yang diaudit oleh auditor yang dianggap berkualitas tinggi dibanding auditor yang kurang berkualitas, karena mereka menganggap bahwa untuk mempertahankan kredibilitasnya, auditor akan lebih berhati-hati dalam melakukan proses audit untuk mendeteksi salah saji atau kecurangan (Dessy, 2004). Randal J. Elder (2011:19) menyatakan bahwa KAP bertanggung jawab mengaudit laporan keuangan historis yang dipublikasikan oleh semua perusahaan terbuka, banyak perusahaan lain yang cukup besar, dan perusahaan serta organisasi non komersial yang lebih kecil. Oleh karena luasnya penggunaan laporan keuangan yang diaudit dalam perekonomian Indonesia. Maka, auditor harus memenuhi Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
33
Dalam Randal J. Elder (2011:42) menyebutkan standar umum seorang auditor ada 3, yaitu: 1. Audit harus dilaksanakan oleh orang yang sudah mengikuti pelatihan dan memiliki kecakapan teknis yang memadai sebagai seorang auditor. 2. Auditor harus mempertahankan sikap mental yang independen dalam semua hal yang berhubungan dengan audit. 3. Auditor harus menerapkan kemahiran professional dalam melaksanakan audit dan menyusun laporan. Kualitas auditor menjadi hal yang penting terhadap opini audit yang akan diberikan untuk laporan keuangan. Kualitas auditor dapat dilihat dari segi independensi yang dimiliki serta masa kerja yang lama juga menentukan kualitas yang dimiliki oleh seorang auditor dalam senuah Kantor Akuntan Publik (KAP). Kantor Akuntan Publik besar yang dapat berlaku universal adalah big 4 worldwide accounting firm. Kantor akuntan besar disebutkan memiliki akuntan yang berperilaku lebih etikal daripada akuntan di kantor akuntan kecil (Loeb, 1971 dalan Michell dan Sofyan, 2008). Namun, sering kali kualitas auditor tidak bergantung pada dimana auditor itu berada, meskipun tidak berada dalam KAP besar seperti KAP Big four, kualitas auditor juga masih tetap tejaga di berbagai KAP kecil. Namun, untuk meningkatkan kredibilitas dari laporan keuangan, maka perusahaan lebih menggunakan jasa auditor dari KAP Big four yang mempunyai reputasi atau nama baik.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
34
Kategori KAP Big four di Indonesia, yaitu: 1. KAP Price Waterhouse Coopers, yang bekerjasama dengan KAP Haryanto Sahari dan rekan. 2. KAP
KPMG
(Klynveld
Peat
Marwick
Goerdeler),
yang
bekerjasama dengan KAP Siddharta- Sidharta dan Widjadja. 3. KAP Ernst and Young, yang bekerjasama dengan KAP Purwantono, Sarwoko dan Sandjadja. 4. KAP Deloitte Touche Thomatsu, yang bekerjasama dengan KAP Osman Bing Satrio dan rekan.
7. Financial Distress 7.1 Pengertian Financial Distress Financial distress adalah suatu kondisi di mana sebuah perusahaan mengalami kesulitan keuangan. Hal ini dimulai ketika perusahaan tidak mampu membayar seluruh atau sebagian dari utang (kewajiban) yang disebabkan pada saat ditagih. Apabila ditinjau dari aspek keuangan perusahaan (financial factor) maka terdapat 3 keadaan yang menyebabkan perusahaan
mengalami
kondisi
financial
distress,
yaitu
faktor
ketidakcukupan modal atau kekurangan dana, besarnya beban hutang dan bunga dan menderita kerugian (Dwi Puryati dan Savitri, 2012). Ketidakmampuan dari perusahaan untuk membayar kewajibannya, terutatama utang jangka pendek, disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, perusahaan tidak memiliki dana apapun. Kedua,perusahaan memiliki dana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
35
tetapi pada tanggal jatuh tempo yang perusahaan tidak memiliki dana tunai sehingga harus menunggu dalam waktu tertentu untuk mencairkan asset lain seperti mengumpulkan piutang, penjualan surat beharga, dan menjual saham atau asset lainnya. Jurnal Sunday Samson Babalola (2009) dalam Dwi Puryati dan Savitri (2012), menjelaskan bahwa gejala financial distress terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan, sehingga kondisi ini arus dicegah sebelum terjadi. Oleh karena itu, manajemen dan pemegang otoritas perbankan harus memberikan perhatian pada persepsi public terhadap industri perbankan guna kepentingan ekonomi, karena kesehatan ekonomi suatu Negara bergantung pada efisiensi lembaga keuangannya. Financial distress merupakan masalah likuiditas yang sangat parah yang tidak dapat dipecahkan tanpa perubahan ukuran dari operasi atau struktur perusahaan. Informasi financial distress ini dapat dijadikan sebagai peringatan dini atas kebangkrutan sehingga manajemen dapat melakukan tindakan secara cepat untuk mencegah masalah sebelum terjadinya kebangkrutan. Menurut Mamduh (2007:278) dalam Juan (2014), financial distress dapat digambarkan dari dua titik ekstrim yaitu kesulitan likuiditas jangka pendek sampai insolvabel. Kesulitan keuangan jangka pendek tersebut dapat berkembang menjadi parah. Indikator kesulitan keuangan dapat dilihat dari analisis aliran kas, analisis strategi perusahaan, dan laporan keuangan perusahaan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
36
Menurut Rayenda (2007) dala Juan (2014), financial distress terjadi karena tidak mampu mengelola dan menjaga kesstabilan kinerja keuangan perusahaannya yang bermula dari kegagalan dalam mempromosikan produk yang dibuatnya yang menyebabkan turunnya penjualan sehingga dengan
pendapatan
yang
menurun
dari
sedikitnya
penjualan
memungkinkan perusahaan mengalami kerugian operasional dan kerugian bersih untuk tahun yang berjalan. Lebih lanjut, dari kerugian yang terjadi akan mengakibatkan defisiensi modal dikarenakan penurunan nilai saldo laba yang terpakai untuk melakukan pembayaran dividen, sehingga total ekuitas secara keseluruhan pun akan mengalami defisiensi. Jika hal itu terus terjadi, maka tidak mustahil bahwa suatu saat total kewajiban perusahaan akan melebihi total aktiva yang dimilikinya. Kondisi seperti yang telah disebutkan di atas mengasosiasikan suatu perusahaan sedang mengalami kesulitan keuangan (financial distress) yang pada akhirnya jika perusahaan tidak mampu keluar dari kondisi tersebut di atas, maka perusahaan tersebut akan mengalami kepailitan. Dari berbagai jenis kesulitan keuangan yang ada, antara lain dapat didefinisikan sebagai berikut (Brigham dan Gapenski,1991 dalam Harun dan Rina, 2007): a.
Economic Failure, yaitu kegagalan ekonomi yang berarti bahwa pendapatan perusahaan tidak dapat menutup biayanya sendiri. Ini berarti tingkat labanya lebih kecil dari biaya modal.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
37
b.
Bussines Failure, didefinisikan sebagai usaha yang menghentikan operasinya dengan akibat kerugian bagi kreditur, dan kemudian dikatakan gagal meskipun tidak melalui kebangkrutan secara normal. 1. Technical insolvency, sebuah perusahaan dapat dinilai mengalami kesulitan keuangan apabila tidak memenuhi kewajibannya yang jatuh tempo. Technical insolvency ini menunjukkan kekurangan likuiditas yang sifatnya sementara dimana pada suatu waktu perusahaan
dapat
mengumpulkan
uang
untuk
memenuhi
kewajibannya dan tetap beroperasi. 2. Insolvency in bankcrupy, sebuah perusahaan dapat dikatakan mengalami kesulitan keuangan bilamana nilai buku dari total kewajiban melebihi nilai pasar dari asset perusahaan. 3. Legal Bankcrupy, sebuah perusahaan dikatakan sebagai bangkrut secara hokum, kecuali diajukan tuntutan secara resmi dengan undang-undang.
7.2 Pengukuraan Financial Distress Altman (2008:239) dalam Juan (2014) berpendapat “In general, rations measuring profitability, liquidity, leverage, and solvency, and multidimensional measures, like earnings and cash flow coverage, prevailed as the most significant indicators”. Definisi ini mengandung arti bahwa untuk mendeteksi kesulitan keuangan perusahaan dapat digunakan analisis rasio keuangan. Secara umum rasio-rasio seperti profitabilitas, likuiditas, leverage dan cakupan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
38
arus kas berlaku sebagai indikator yang paling signifikan dalam memprediksi kesulitan keuangan maupun kebangkrutan. Kesulitan keuangan dari suatu perusahaan dapat diukur dengan laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan tersebut, yang dapat berguna sebagai pendukung pengambilan keputusan. Altman (1968) dalam Almilia (2003:2) dalam Juan (2004), mengkaji pemanfaatan analisis rasio keuangan sebagai alat untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan. Dengan menggunakan analisis diskriminan, fungsi diskriminan akhir yang digunakan untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan perusahaan memasukkan rasio-rasio keuangan berikut: working capital/total asset, retained earning/total asset, earning before interest and taxes/total assets, market value equity/book value of total debt, sales/total assets. Fungsi diskriminan model Altman untuk perusahaan manufaktur (Altman, 2000), sebagai berikut: Indeks kebangkrutan Z = 0,717 WCTA + 0,847 RETA + 3,107 EBITA + 0,420 MVTL + 0,998 STA. dengan score 1 untuk Financial Distress dimana Z < 1,23 dan 0 untuk Non Financial Distress dimana Z > 1,23. Dimana: 1. Working Capital to Total Asset (WCTA), rasio ini digunakan untuk mengukur likuiditas aktiva relatif terhadap kapitalisasinya (Media Akuntansi, 2000:52 dalam Harun dan Rina, 2007).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
39
WCTA =
(Asset Lancar – Hutang Lancar) (Aset Lancar + Asset Tidak Lancar)
2. Retained Eaning to Total Asset (RETA), rasio ini digunakan untuk
mengukur
profitabilitas
secara
kumulatif
(Media
Akuntansi, 2000:52 dalam Harun dan Rina, 2007). RETA =
(Laba ditahan) (Asset Lancar + Asset Tidak Lancar)
3. Earning Before Interest & Tax to Total Asset (EBITA), Rasio ini mengindikasikan kemampuan perusahaan dalam menggunakan asetnya dalam menghasilkan laba sebelum bunga dan pajak, atau mengukur produktivitas aktiva sebenarnya (Media Akuntansi, 2000:52 dalam Harun dan Rina, 2007). EBITA =
(Laba sebelum bunga dan pajak) (Asset Lancar + Asset Tidak Lancar)
4. Market Value of Equity to Total Liabilities (MVTL), rasio ini mengukur seberapa banyak penurunan aktiva perusahaan (Media Akuntansi, 2000:52 dalam Harun dan Rina, 2007). MVTL =
(Nilai saham biasa dan Preferen) (Hutang Lancar + Hutang Tidak Lancar)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
40
5. Sales to Total Asset (STA), rasio ini menunjukkan seberapa efisien perusahaan dalam menggunakan asset untuk meningkatkan penjualan (Media Akuntansi, 2000:52 dalam Harun dan Rina, 2007). STA =
(Sales) (Asset Lancar + Asset Tidak Lancar)
C.
Penelitian Terdahulu Bedasarkan penelitian-penelitian yang dilakukan oleh para peneliti
sebelumnya, maka diambil topik penelitian dengan judul “Analisis Pengaruh Likuiditas, Ukuran Perusahaan, Kualitas Auditor, dan Financial Distress terhadap ketepatan waktu pelaporan laporan keuangan “. Hilmi dan Ali (2008) melakukan penelitian dengan variabel profitabilitas, leverage, likuiditas, ukuran perusahaan, kepemilikan publik, reputasi KAP, dan opini auditor terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan pada perusahaan manufaktur yang tercatat di BEI (Bursa Efek Indonesia) dari tahun 2004-2006 yang diambil dengan menggunakan metode purposive sampling. Hasil penelitiannya adalah Profitabilitas, likuiditas, dan kepemilikan publik secara signifikan mempengaruhi ketepatan waktu pelaporan keuangan. Namun, Leverage, ukuran perusahaan, reputasi KAP dan opini auditor secara signifikan tidak mempengaruhi ketepatan waktu pelaporan laporan keuangan. Vita dan Peni (2013) melakukan penelitian dengan variabel Debt to equity ratio, profitabilitas, struktur kepemilikan, ukuran perusahaan, dan opini audit
http://digilib.mercubuana.ac.id/
41
terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan pada perusahaan manufaktur yang tercatat di BEI (Bursa Efek Indonesia) dari tahun 2008-2011 yang diambil dengan menggunakan metode purposive sampling. Hasil penelitiannya adalah Debt to equity
ratio
(DER)
dan
Profitabilitas
menunjukkan
secara
signifikan
mempengaruhi ketepatan waktu pelaporan keuangan. Kemudian, Return on Asset (ROA), Struktur kepemilikan, Ukuran perusahaan, dan Opini Auditor secara signifikan tidak mempengaruhi ketepatan waktu pelaporan keuangan. Selanjutnya, Merlina dan Made (2013) melakukan penelitian dengan variabel Leverage, Profitabilitas, Ukuran perusahaan, Reputasi Kantor Akuntan Publik (KAP), Kepemilikan manajerial, dan Komite audit. Bedasarkan analisis yang dilakukan maka hasil penelitiannya yaitu, nilai signifikansi leverage yang diproksikan dengan debt to equity ratio, dan kepemilikan manajerial tidak berpengaruh
terhadap
ketepatwaktuan
penyampaian
laporan
keuangan.
Sedangkan, Profitabilitas yang diproksikan dengan rasio return on assets (ROA), dan reputasi akuntan publik berpengaruh negative pada ketepatwaktuan penyampaian laporan keuangan yan diterima. Sedangkan, ukuran perusahaan berpengaruh positif pada ketepatwaktuan penyampaian laporan keuangan. Seni dan Mertha (2015) melakukan penelitian dengan variabel independen Manajemen laba, Kualitas auditor, Likuiditas, Kesulitas keuangan dengan proksi leverage terhadap perusahaan manufaktur yang terdapat di Bursa Efek Indonesia periode 2010-2012. Manajemen laba dengan menggunakan proxy earning management memiliki pengaruh terhadap ketepatwaktuan pelporan keuangan. Lalu, Kualitas auditor memiliki pengaruh terhadap ketepatwaktuan pelaporan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
42
keuangan. Likuiditas memiliki pengaruh terhadap ketepatwaktuan pelaporan keuangan. Serta, Financial distress yang diukur dengan Leverage sebuah perusahaan tidak memiliki pengaruh terhadap ketepat waktuan pelaporan keuangan. Sigit (2015) melakukan penelitian dengan variabel independen Profitability, Likuiditas, leverage, Ukuran Perusahaan, KAP, Opini Audit, Lamanya Perusahaan Menjadi Klien KAP, dan Pergantian Manajemen terhadap perusahaan di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2010. Pengujian atas variabel likuiditas yang diproksi dengan current ratio (CR) ditemukan bukti empiris bahwa current ratio secara signifikan tidak berpengaruh terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan perusahaan. Variabel leverage yang diproksi dengan debt to equity ratio (DER) dinyatakan tidak signifikan secara statistik. Lalu, pengujian atas variabel penggunaan KAP besar (Big4) ditemukan bukti empiris bahwa penggunaan KAP besar (Big4) secara signifikan tidak berpengaruh terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan perusahaan. Serta, pengujian atas variabel opini audit ditemukan bukti empiris bahwa opini audit secara sigifikan berpengarh terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan perusahaan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
43
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No 1.
Peneliti
Variabel Penelitian
Hasil Penelitian
Utari Hilmi
1. Profitabilitas
dan Syaiful
2. Leverage
kepemilikan publik
Ali (2008)
3. Likuiditas
secara signifikan
4. Ukuran Perusahaan
mempengaruhi ketepatan
5. Kepemilikan Publik
waktu pelaporan
6. Reputasi Auditor
keuangan.
7. Ketepatan Waktu
1. Profitabilitas, likuiditas,
2. Leverage, ukuran
Pelaporan Keuangan
perusahaan, reputasi KAP dan opini auditor secara signifikan tidak mempengaruhi ketepatan waktu pelaporan keuangan.
2.
Vita
1. Debt to equity ratio
Magdalena
2. Profitabilitas
(DER) dan Profitabilitas
Awalludin
3. Struktur Kepemilikan
secara signifikan
dan Peni
4. Ukuran Perusahaan
mempengaruhi ketepatan
Sawitri
5. Opini Audit
waktu pelaporan
(2012)
6. Ketepatan Waktu
keuangan.
Pelaporan Keuangan
1. Debt to equity ratio
2. Struktur kepemilikan, Ukuran perusahaan, dan Opini auditor secara signifikan tidak mempengaruhi ketepatan waktu pelaporan keuangan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
44
3.
Merlina
1. Leverage
Toding dan
2. Profitabilitas
manajerial dan komite
Made Gede
3. Ukuran perusahaan
audit tidak berpengaruh
Wirakusuma
4. Reputasi Kantor
terhadap ketepatwaktuan
(2013)
1. Leverage, kepemilikan
Akuntan Publik (KAP)
penyampaian laporan
5. Kepemilikan Manajerial
keuangan. 2. Profitabilitas dan
6. Komite Audit
reputasi kantor akuntan
Ketepatan Waktu
publik berpengaruh
Penyampaian Laporan
negative pada
Keuangan
ketepatwaktuan penyampaian laporan keuangan. 3. Ukuran perusahaan berpengaruh positif pada ketepatwaktuan penyampaian laporan keuangan.
4.
Nyi Nyoman
1. Manajemen Laba
Anggar Seni
2. Kualitas Auditor
Kualitas Auditor, dan
dan I Made
3. Likuiditas
Likuiditas memiliki
Mertha
4. Kesulitan Keuangan –
pengaruh terhadap
(2015)
1. Manajemen Laba,
Leverage
ketepat waktuan
5. Ketepatan Waktu Pelaporan Keuangan.
pelaporan keuangan. 2. Leverage tidak memiliki pengaruh terhadap ketepatwaktuan pelaporan keuangan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
45
5.
Sigit Mareta
1. Profitability
1. Profitability dan Opini
(2015)
2. Likuiditas
audit secara signifikan
3. Leverage
berpengaruh kepada
4. Ukuran Perusahaan
ketepatan waktu
5. Kantor Akuntan Publik
pelaporan keuangan.
6. Opini Audit 7. Lamanya
2. Likuiditas, Leverage, Perusahaan
Menjadi Klien KAP
Ukuran perusahaan, KAP, Lamanya
8. Pergantian Manajemen
perusahaan menjadi
9. Ketepatan
klien KAP dan
Waktu
Pelaporan Keuangan
Pergantian manajemen secara signifikan tidak berpengaruh kepada ketepatan waktu pelaporan keuangan.
Sumber : Dari beberapa jurnal.
D.
Rerangka Pemikiran Seseorang investor pasti akan mempertimbangkan berbagai faktor untuk
bergabung dalam suatu perusahaan, salah satu faktornya adalah ketepatan waktu pelaporan keuangan suatu perusahaan.
1.
Pengaruh Likuiditas dan Ketepatan Waktu Pelaporan Laporan Keuangan Likuiditas mengacu kepada ketersediaan sumber daya (kemampuan)
perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya yang jatuh tempo secara tepat waktu. Likuiditas suatu perusahaan ditunjukkan oleh rasio lancar
http://digilib.mercubuana.ac.id/
46
yaitu membandingkan aktiva lancar dengan kewajiban lancar. Rasio ini dapat memberikan sebuah ukuran likuiditas yang cepat, mudah digunakan dan mampu menjadi indikator terbaik dari sampai sejauh mana klaim dari kreditor jangka pendek telah ditutupi oleh aktiva yang diharapkan dapat diubah menjadi kas dengan cukup cepat (Brigham & Houston, 2006 dalam Hilmi dan Ali, 2008). Hasil Seni dan Mertha (2015) menunjukkan bukti empiris bahwa Likuiditas memiliki pengaruh terhadap Ketepatan waktu pelaporan laporan keuangan. Artinya, apabila tingkat likuiditas dalam sebuah perusahaan tinggi kemungkinan akan tepat waktu dalam melakukan pelaporan keuangan. 2.
Pengaruh Ukuran Perusahaan dan Ketepatan Waktu Pelaporan Keuangan Dalam Hilmi dan Ali (2008) menyatakan bahwa ukuran perusahaan dapat
dinilai dari beberapa segi. Besar kecilnya ukuran perusahaan dapat didasarkan pada total nilai aktiva, total penjualan, kapitalisasi pasar, jumlah tenaga kerja dan sebagainya. Semakin besar nilai item-item tersebut maka semakin besar pula ukuran perusahaan itu. Semakin besar aktiva maka semakin banyak modal yang ditanam, semakin banyak penjualan maka semakin banyak perputaran uang dan semakin besar kapitalisasi pasar maka semakin besar pula perusahaan dikenal dalam masyarakat. Ukuran perusahaan menunjukkan bahwa ada banyak informasi yang terdapat di dalam perusahaan. Perusahaan yang besar akan cenderung lebih menjaga image perusahaannya di depan masyarakat, untuk menjaga image
http://digilib.mercubuana.ac.id/
47
tersebut maka perusahaan akan berusaha melaporkan laporan keuangannya secara tepat waktu. Penelitian yang dilakukan Merlina dan Made (2013) menunjukkan bukti empiris bahwa Ukuran Perusahaan berpengaruh berpengaruh positif terhadap ketepatan waktu pelaporan laporan keuangan. 3.
Pengaruh Kualitas Aduitor dan Ketepatan Waktu Pelaporan Laporan Keuangan Kualitas Auditor dapat dilihat dari Kantor Akuntan Publik itu sendiri, Jika
Kantor Akuntan Publik (KAP) adalah kantor akuntan yang besar. Maka, kualitas auditor yang dihasilkan juga baik. Reputasi ausitor sering digunakan sebagai gambaran dari kualitas auditor didasarkan pada kepercayaan pemakai jasa auditor. Jika perusahaan merupakan klien KAP the big four, maka peusahaan cenderung tepat waktu dalam pelaporan laporan keuangannya. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Seni dan Mertha (2015) bahwa kualitas auditor berpengaruh terhadap ketepatak waktu pelaporan laporan keuangan. 4.
Pengaruh Financial Distress dan Ketepatan Waktu Pelaporan Laporan Keuangan Perusahaan yang memiliki kesulitan keuangan dengan tingkat tinggi akan
memiliki tenggang waktu dalam pelaporan laporan dan melaporkan laporan keuangannya tidak tepat waktu. Karena, perusahaan harus memperbaiki kesulitan keuangan tersebut dan akan memakan waktu yang lama sehingga menjadi salah satu faktor keterlambatannya pelaporan laporan keuangan perusahaan tersebut.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
48
Berdasarkan penelitian terdahulu, rerangka pemikiran yang akan diuji dalam penelitian ini adalah likuiditas, ukuran perusahaan, kualitas auditor dan financial distress sebagai variabel independen. Dan ketepatan waktu pelaporan keuangan menjadi variabel dependen. Penelitian ini untuk menguji pengaruh hubungan variabel independen terhadap dependen. Rerangka pemikiran mengenai hubungan antar variabel dependen dan independen dapat di ilustrasikan pada gambar berikut:
Likuiditas
Ukuran Perusahaan Ketepatan Waktu Pelaporan Keuangan Kualitas Auditor
Financial Distress
Gambar 2.2 Rerangka Pemikiran
http://digilib.mercubuana.ac.id/
49
E.
Hipotesis H1 : Likuiditas berpengaruh terhadap Ketepatan Waktu Pelaporan Laporan Keuangan. H2 : Ukuran Perusahaan berpengaruh terhadap Ketepatan Waktu Pelaporan Laporan Keuangan. H3 : Kualitas Auditor berpengaruh terhadap Ketepatan Waktu Pelaporan Keuangan. H4 : Financial Distress berpengaruh terhadap Ketepatan Waktu Pelaporan Keuangan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/