BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS A.
Kajian Pustaka
2.1
Manajemen Pemasaran Menurut Kotler dan Keller (2017) inti dari pemasaran (marketing) adalah
mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan manusia dan sosial. Pemasaran adalah proses sosial dan manajerial dengan mana seseorang atau kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan dan pertukaran produk dan nilai. Menurut American Marketing Association (AMA), pemasaran adalah suatu fungsi organisasi dan serangkaian proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan, dan memberikan nilai kepada pelanggan dan untuk mengelola hubungan pelanggan dengan cara yang menguntungkan organisasi dan pemangku kepentingannya. Manajemen Pemasaran terjadi ketika setidaknya satu pihak dalam sebuah pertukaran potensial berpikir tentang caracara untuk mencapai respons yang diinginkan pihak lain. Oleh karena itu, Manajemen Pemasaran (marketing management) adalah suatu seni dan ilmu memilih pasar sasaran dan meraih, mempertahankan, serta menumbuhkan pelanggan dengan menciptakan, menghantarkan, dan mengomunikasikan nilai pelanggan yang unggul. Definisi Sosial dari pemasaran adalah sebuah proses kemasyarakatan di mana individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan
8 http://digilib.mercubuana.ac.id/z
9
produk dan jasa yang bernilai dengan orang lain. Definisi sosial menunjukkan peran yang dimainkan pemasaran di dalam masyarakat. Menurut Stanton dalam Sunyoto (2012) pemasaran adalah suatu sistem total dari kegiatan bisnis yang dirancang untuk merencanakan, menentukan harga, promosi dan mendistribusikan abrang-barang yang dapat memuaskan keinginan dan mencapai pasar sasaran serta tujuan perusahaan. Menurut Swastha dalam Sunyoto (2012) pemasaran adalah sistem keseluruhan dari kegiatan usaha yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan, dan mendistribusikan barang jasa, ide kepada pasar sasaran agar dapat mencapai tujuan organisasi, sedangkan menjala adalah ilmu dan seni mempengaruhi pribadi yang dilakukan oleh penjual untuk mengajak orang lain agar bersedia membeli barang atau jasa yang ditawarkan.
2.2
Pemasaran Sosial Pemasaran sosial menurut Notoatmodjo (2010) dapat diartikan sebagai
perancangan, penerapan, dan pengendalian program yang ditujukan untuk meningkatkan penerimaan suatu gagasan atau praktik tertentu pada suatu kelompok sasaran. Menurut Andreasen (2006) Pemasaran Sosial adalah aturan yang sangat kuat mengenai konsep-konsep dan cara untuk membawa pada perubahanperubahan dalam perilaku individu (e.g., Andreasen, 1995). “Social marketing is an extremely powerful set of concepts and tools for bringing about changes in individual behavior”. Masalah-masalah sosial selalu menjadi perhatian pada
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
10
masyarakat di belahan dunia manapun. Kemiskinan, kelaparan, penyakit, dan diskriminasi sudah lebih dulu ada selama berabad-abad baik itu pada masyarakat yang paling sederhana maupun masyarakat yang paling modern atau berevolusi. Hal-hal apa yang bisa berubah merupakan hal penting dalam masalah-masalah tersebut sebagaimana masyarakat berubah dan nampaknya merupakan tantangan baru yang kuat, muculnya rasa frustrasi dan kepentingan-kepentingan. Perubahan-perubahan dalam hal umum dapat menghasilkan pergeseranpergeseran, sebagaimana dengan munculnya AIDS pada 1980-an dan hilangnya masalah-masalah seperti polio dan cacar di seluruh dunia dalam tiga dekade terakhir. Sebuah isu juga menjadi “panas” karena sebuah organisasi atau seorang politisi ingin membuatnya panas. Isu-isu juga bisa “lelah”. Polusi perkotaan diakui sebagai sebuah krisis pada sepuluh tahun yang lalu tapi sudah luntur beberapa tahun sekarang ini meskipun kita tetap mengakui bahwa bukti menunjukkan bahwa masalah ini masih kita alami. Cara kita memandang masalah-masalah sosial dapat mempengaruhi kepentingan mereka dan bagaimana kita berpikir tentang mereka. Sebagai contoh, solusi-solusi legislatif akhirnya diperlukan pada isu-isu pertumbuhan perkotaan. Di sisi lain, sebuah kombinasi dari legislasi, aksi komunitas, dan pemasaran sosial diperlukan untuk memahami masalah-masalah polusi lingkungan dan degradasi. Sangat jelas bahwa masalahmasalah sosial mempunyai kedua karakteristik-karakteristik dinamis dan struktural, sebaik dimensi-dimensi yang konkrit dan persepsi, mereka sebagian nyata dan sebagian merupakan seperti apa yang kita pikirkan tentang mereka.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
11
2.3
Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2010) pengetahuan adalah hasil penginderaan
manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimiliki nya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipenaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera penglihatan (mata). Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan, yaitu: a) Tahu (know) Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Misalnya: tahu bahwa buah tomat banyak mengandung vitamin C, jamban adalah tempat membuang air besar, penyakit demam berdarah ditularkan oleh gigitan nyamuk Aedes Agepti, dan sebagainya. Untuk mengetahui atau mengukur bahwa orang tahu sesuatu dapat menggunakan pertanyaanpertanyaan, misalnya; apa tanda-tanda anak yang kurang gizi, apa penyebab
penyakit
TBC,
bagaimana
cara
melakukan
PSN
(pemberantasan sarang nyamuk), dan sebagainya. b) Memahami (compehension) Memahami suatu objek bukan sekadar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekadar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
12
tersebut. Misalnya, orang yang memahami cara pemberantasan penyakit demam berdarah, bukan hanya sekadar menyebutkan 3 M (mengubur, menutup, dan menguras), tetapi harus dapat menjelaskan mengapa harus menutup, menguras, dan sebagainya tempat-tempat penampungan air tersebut. c) Aplikasi (application) Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami obyek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain. Misalnya, seseorang yang telah paham tentang proses perencanaan, ia harus dapat membuat perencanaan program kesehatan di tempat ia bekerja atau di mana saja. Orang yang telah paham metoologi penelitian, ia akan mudah membuat proposal penelitian di mana saja, dan seterusnya. d) Analisis (analysis) Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan/atau memisahkan,
kemudian
mencari
hubungan
antara
komponen-
komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah dapat membedakan, atau memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut. Misalnya, dapat membedakan antara nyamuk Aedes Agepty dengan nyamuk biasa,
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
13
dapat membuat diagram (flow chart) siklus hidup cacing kremi, dan sebagainya. e) Sintesis (synthesis) Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponenkomponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada. Misalnya, dapat membuat atau meringkas dengan kata-kata atau kalimat sendiri tentang hal-hal yang telah dibaca atau didengar, dapat membuat kesimpulan tentang artike yang telah dibaca. f) Evaluasi (Evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseoarang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengna sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat. Misalnya, seorang ibu dapat menilai atau menentukan seorang anak menderita malnustrisi atau tidak, seseorang dapat menilai manfaat ikut kelaurga berencana, dan sebagainya. Menurut Mowen dan Minor dalam Sumarwan (2015) mendefinisikan pengetahuan konsumen seabgai “the amount of experience with and information about particular products or services a person has”.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
14
Sementara Engel, Blackwell, dan Miniard dalam Sumarwan (2015) mengartikannya sebagai “At a general level, knowledge can be defined as the information stored within memory. The subset of total information relevant to consumers functioning in the marketplace is called consumer knowledge”. Dalam pengertian umum, pengetahuan dapat diartikan sebagai informasi yang tersimpan dalam ingatan. Bagian dari informasi keseluruhan yang berkaitan dengan fungsi konsumen dalam pasar disebut pengetahuan konsumen. Berdasarkan dua definisi tersebut dapat diartikan bahwa pengetahuan konsumen adalah semua informasi yang dimiliki konsumen mengenai berbagai macam produk dan jasa, serta pengetahuan lainnya yang terkait dengan produk dan jasa tersebut, dan informasi yang berhubungan dengan fungsinya sebagai konsumen. Para ahli psikologi kognitif secara umum membagi pengetahuan ke dalam pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedur. Pengetahuan deklaratif adalah fakta subjektif yang diketahui oleh seseorang. Arti subjektif di sini adalah pengetahuan seseorang tersebut mungkin tidak selalu harus sesuai dengan realitas yang sebenarnya. Misalnya, kacang kedelai adalah bahan baku untuk membuat tempe dan tahu. Pengetahuan prosedur adalah pengetahuan mengenai bagaimana fakta-fakta tersebut digunakan. Misalnya, pengetahuan bagaimana cara membuat kacang kedelai menjadi tempe atau tahu. Untuk kepentingan pemasaran Engel, Blackwell, dan Miniard dalam Sumarwan (2015) membagi pengetahuan konsumen ke dalam tiga macam pengetahuan produk, pengetahuan pembelian, dan pengetahuan pemakaian.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
15
1. Pengetahuan Produk Pengetahuan produk adalah kumpulan berbagai macam informasi mengenai produk. Pengetahuan ini meliputi kategori produk, merek, terminologi produk, atribut atau fitur produk, harga produk, dan kepercayan mengenai produk. Peter dan Olson dalam Sumarwan (2015) membagi tiga jenis pengetahuan produk, yaitu pengetahuan tentang karakteristik atau atribut produk, pengetahuan tentang manfaat produk, dan pengetahuan tentang kepuasan yang diberikan produk bagi konsumen. 2. Pengetahuan Pembelian Pengetahuan produk meliputi berbagai informasi yang diproses oleh konsumen untuk memperoleh suatu produk. Pengetahuan produk terdiri atas pengetahuan tentang dimana membeli produk dan kapan membeli produk. Ketika konsumen memutuskan akan membeli suatu produk, maka ia akan menentukan di mana ia membeli produk tersebut dan kapan akan membelinya. Keputusan konsumen mengenai tempat pembelian produk akan sangat ditentukan oleh pengetahuannya. Implikasi penting bagi strategi pemasaran adalah memberikan informasi kepada konsumen di mana konsumen bisa membeli produk tersebut. 3. Pengetahuan Pemakaian Suatu produk akan memberikan manfaat keapa konsumen jika produk tersebut telah digunakan atau dikonsumsi oleh konsumen. Agar produk tersebut bisa memberikan manfaat yang maksimal dan kepuasan yang
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
16
tinggi kepada konsumen, maka konsumen harus bisa menggunakan atau mengkonsumsi produk tersebut dengan benar. Hubungan Variabel Pengetahuan dengan Perilaku Wajib Pajak Berdasarkan analisis statistik dalam penelitian Suhendri (2015) ditemukan bahwa hipotesis pertama (H1) yaitu Pengetahuan Wajib pajak berpengaruh signifikan positif terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi. Hal ini berarti semakin baik Pengetahuan wajib pajak maka akan terjadi peningkatan Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H1= Pengetahuan berpengaruh positif terhadap perilaku wajib pajak 2.4
Kepribadian Menurut Larsen dan Buss (2014) “Personality is the set of psychological
traits and mechanisms within the individual that are organized and relatively enduring and that influence his or her interactions with, and adaptations to, the intrapsychic, physical, and social environments”. Kepribadian adalah susunan dari sifat-sifat psikologis dan mekanisme dalam diri individu yang terorganisasi dan relatif bertahan lama dan mempengaruhi interaksinya dengan, dan menyesuaikan kepada, intraspsikis, fisik, dan lingkungan sosial. Menurut Kotler dan Keller (2017) kepribadian (personality) adalah ciri bawaan psikologis manusia (human psychological traits) yang khas yang menghasilkan tanggapan yang relative konsisten dan bertahan lama terhadap rangsangan lingkungannya. Kita sering menggambarkannya sebagai sifat seperti
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
17
kepercayaan diri, dominasi, otonomi, rasa hormat, kemampuan bersosialisasi, pertahanan,
dan
kemampuan
beradaptasi.
Karakteristik
pribadi
juga
mempengaruhi keputusan seseorang dalam mengambil keputusan untuk membeli. Faktor pribadi meliputi usia dan tahap dalam siklus hidup pembeli; pekerjaan dan keadaan ekonomi; kepribadian dan konsep diri; serta gaya hidup dan nilai. Menurut Suryani (2008) kepribadian sering diartikan sebagai karakteristik individual yan merupakan perpaduan dari sifat, temperamen, kemampuan umum, dan bakat yang dalam perkembangannnya dipengaruhi oleh interaksi individu
dengan
lingkungannya.
Kepribadian
juga
diartikan
sebagai
karakteristik yang ada dalam diri individu yang melibatkan berbagai proses psikologis yang akan menentukan kecenderungan dan respon seseorang terhadap lingkungan. Teori psikoanalisis menurut Freud dalam Suryani (2008) kepribadian individu merupakan hasil interaksi dinamis dari suatu sistem yang terdiri dari tiga sub siste, yaitu id, superego, dan ego. Id adalah bagian dari kepribadian yang berisi dorongan-dorongan primitif dan impuls-impuls kebutuhan fisiologis seperti haus, lapar dan seks dimana individu ingin mencari kepuasan segera tanpa melakukan pertimbangan terlebih dahulu. Id bekerja sesuai dengan prinsip kesenangan tanpa mempertimbangkan dan mempedulikan kenyataan. Superego dipandang sebagai bagian dari kepribadian yan berisi nilainilai moral sosial dan kode etik yang diyakini individu. Ajaran, norma-norma, hukum yang diperoleh dan diinternalisasi akan dijadikan pedoman bagi individu. Superego disebut juga sebagai hati nurani atau suara hati yang
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
18
menyuarakan nilai-nilai dan moral. Superego ini dibentuk selama masa kanakkanak (5 – 6 tahun) melalui proses internalisasi. Sedangkan ego adalah bagian dari kepribadian yang berfungsi sebagai monitor internal yang memberikan pertimbangan secara rasional konflik antara id dan superego. Kepribadian menurut teori psikoanalisis ini berkembang melalui tahap-tahap perkembangan sebagai berikut: a) Tahap oral Seorang bayi pertama kali akan mengalami hubungan yang lekat dengan dunia luar melalui mulut, melalui makan, minum dan menyusui. Suatu krisis akan terjadi pada akhir tahap ketika si bayi lepas dari menyusui ibunya atau lepas dari minum botol. b) Tahap anal Pada tahap ini sumber kenikmatan utama berawal dari proses pelepasan. Suatu krisis akan terjadi pada akhir tahap ini ketika orang tua berusaha mengajari “toiler training”. c) Tahap Phallic Pada tahap ini anak mengalami kenikmatan seksual yang diorientasikan pada diri sendiri, anak ingin tahu organ seks. Krisis terjadi ketika anak mengalami hasrat seksual pada orang tua yang berlawanan dengan seksnya. Kemampuan anak dalam mengatasi krisis ini akan mempengaruhi kemampuannya dalam menjalin hubungan dengan lawan jenis. d) Tahap Laten
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
19
Menurut Freud instink seksual terbengkalai ketika anak berusia lima tahun hingga awal remaja dan tidak ada perubahan penting dalam kepribadian selama jangka waktu tersebut. e) Tahap Genital Pada tahap dewasa, individu mengembangkan minat seksual pada lawan jenis. Konsumen berusaha dekat dan intim dengan lawan jenisnya. Tipe kepribadian Jungian menurut Carl Jung dalam Suryani (2008), kepribadian konsumen dapat diketahui dari baaimana individu merasakan dan bertindak dalam situasi-situasi tertentu secara konsisten. Tabel 2.1 Tipe Kepribadian Jungian
Menginderai (Sensing/S) Intuisi (I)
Berpikir (Thinking/ P) Menginderai-Berpikir (S - P)
Merasakan (Feeling/ R) Menginderai-Merasakan (S – R )
Intuisi – Berpikir ( I – P )
Intuisi – Merasakan (I – R)
Keempat tipe kepribadian tersebut apabila dideskripsikan memiliki karakteristik sebagai berikut: 1) Tipe Menginderai – Berpikir ( S – P) a) Rasional dalam mengambil keputusan. b) Pandangannya didasarkan pada logika dan bukti empiris. c) Dalam
melakukan
pengambilan
objektif.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
keputusan
orientasinya
20
d) Mempertimbangkan faktor ekonomi dalam pengambilan keputusan sehingga cenderung sensistif terhadap harga. e) Melakukan upaya yang cukup besar dalam mencari informasi untuk mengambil keputusan. f) Menghindari resiko. g) Materialisme merefleksikan motif pribadinya. h) Dalam mengambil keputusan cenderung berorientasi pada jangka pendek. 2) Menginderai – Merasakan ( S – R ) a) Pandangannya didasarkan pada hal-hal empirik. b) Didorong oleh nilai-nilai personal daripada logika. c) Dalam mengambil keputusan cenderung mengikuti orientasi yang bersifat subyektif. d) Lebih suka mempertimbangkan orang lain dibandingkan diri sendiri dalam mengambil keputusan. e) Berbagi resiko dengan orang lain. f) Materialisme
merefleksikan
bagaimana
obyek
berpengaruh pada orang lain. g) Daam mebuat keputusan orientasinya pada jangka pendek. 3) Intuisi – Berpikir ( I – P ) a) Mempunyai pandangna yang luas dalam situasi personal. b) Membayangkan setiap pilihan secara luas. c) Pilihannya didasarkan pada logika.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
akan
21
d) Bersedia mengambil resiko atau berspekulasi dalam mengambil keputusan. e) Dalam mengambil keputusan orientasinya jangka panjang. 4) Intuisi – Merasakan ( I – S ) a) Memiliki pandangan yang luas dalam situais personal. b) Membayangkan setiap pilihan itu secara luas. c) Sangat
berorientasi
kepada
orang,
mungkin
untuk
mempertimbangkan pandangan orang lain. d) Dalam membuat keputusan mengikuti orientasi yang bersifat subyektif. e) Menyukai dan mencari resiko (suka berpetualang dan suka mencari sesuatu yang baru). f) Pengambilan keputusannya dalam jangka waktu yang tidak terbatas. Teori sifat memfokuskan pengukuran kepribadian ke dalam karakteristik khusus. Orientasi teori ini lebih bersifat kuantitatif atau empiris. Menurut teori sifat, sifa adalah sesuatu yang membedakan, relatif bertahan yang ada pada diri individu dan dapat membedakan antara individu satu dengan individu lain. Menurut Supranto dan Limakrisna (2007) kepribadian (personality) merupakan suatu karakteristik individu mengenai kecenderungan merespon lintas situasi yang mirip. Dari banyak teori tentan kepribadian semuanya mempunyai dua asumsi, yaitu; Semua individu mempunyai karakteristik internal atau “trait”, Ada perbedaan yang terukur dan konsisten antara individu mengenai
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
22
karakteristik tersebut. Kebanyakan dari teori tersebut menyatakan bahwa karakteristik atau trait itu diturunkan (inherited) atau dibentuk pada usia anakanak (early age) dan secara relatif tidak berubah menurut perubahan waktu ( sekali agresif tetap agresif). Perbedaan antara teori kepribadian berpusat pada definisi, mana antara trait dan karakteristik yang paling penting. “Single-trait theories” menekankan suatu trait kepribadian khusus, relevan pada pemahaman suatu set perilaku. Mereka tidak menganjurkan bahwa trait lainnya tidak ada atau tidak penting, mereka mempelajari “a single trait” karena relevan dengan suatu set perilaku. Dalam kasus ini, “consumption-related behaviour”. Beberapa contoh, teori “single trait” yang telah ditunjukkan dan berkaitan degnan pemasaran ialah yang berkenaan dengan gangguan emosi (neuroticism), “consumer conformity”, kesombongan atau “vanity”, “affect intensity”, “trait anxiety”, “locos of control”, “sensation seeking”, “self monitoring”, and “the need for cognitive closure”. “Romanticism/Classicism”
merupakan
variabel
kepribadian
yang
menawarkan “useful potential” kepada pemasar. Romantis mempunyai ciri-ciri sebagai: “inspirational”, “imaginative”, “creative”, and “intuitive”. Lebih mendasar pada perasaan (feeling) dari pada fakta (fact). Klasik cenderung lebuh terus terang, “unadorned”, tidak emosional, tidak boros (ekonomis), dan “carefully proportional”. “Single-trait theory” lainnya yang digunakan pemasar disebut: “consumer need for uniqueness” yang didefinisikan sebagai pengejarak ketidaksamaan
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
23
seseorang relatif terhadap lainnya yang dicapai melalui kemahiran, pemanfaatan, dan disposisi barang-barang kosnumsi untuk maksud pengembangan dan peningkatan identitas perorangan dan sosial seseorang. “Consumer’s need for uniqueness” mempengaruhi pemilihan dan nilai konsumen, mengapa mereka memilikinya, dan bagaimana mereka menggunakannya. Berlawanan dengan “Single-trait theory”, suatu “multitrait theory” menentukan beberapa “trait” yang didalam kombinasi menangkap bagian terpenting dari kepribadian seseorang. “The Multi trait theory” yang sering dipergunakan oleh pemasar ialah: Model Lima Faktor dari kepribadian. Teori ini mengidentifikasikan lima trait dasar yang dibentuk oleh “genetic and early learning”. Trait inti ini berinteraksi dan “manifest themselves” dalam perilaku yang dipicu oleh situasi. Tabel 2.2 Core Trait and Manifestation Core Traits
Manifestation
Ekstraversi
Senang Bergaul dari pada sendiri.
(Extraversion)
Banyak Bicara ketika bersama dengan yang lain. Berani.
Ketidakstabilan
Murung
(Instability)
Emosional Mudah tersinggung
Sifat Menyenangkan
Simpatik
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
24
(Agreeableness)
Sopan terhadap orang lain Baik kepada orang lain
Keterbukaan terhadap hal-hal baru
Imajinatif
(Open-ness to experience)
Menghargai seni Mencari solusi baru
Sifat mendengarkan kata hati
Cermat
(Conscientionsness)
Tepat Efisien Sumber: Hawkins, cs, 2004: p. 369
“Model Lima Faktor” telah membuktikan kemanfaatannya dalam masalah seperti memahami perilaku tawar menawar dan keluhan dan dorongan untuk berbelanja. Ada bukti nyata bahwa mungkin memenuhi validitas lintas budaya. Keuntungan pendekatan “Multi trait” seperti ini merupakan gambaran yang penuh yang menggambarkan penentu perilaku. Sebagai contoh, misalnya riset berfokus pada dimensi tunggal “ extroversion” dan menemukan bahwa mereka yang mengeluh tentang pembelian yang mengecewakan cenderung “extrovert” yaitu orang yang mementingkan hal-hal lahir. Menurut Feist dan Feist (2010) kepribadian adalah pola sifat dan karakteristik tertentu, yang relatif permanen dan memberikan, baik konsistensi maupun individualitas pada perilaku seseorang. Sifat (trait) merupakan faktor penyebab adanya perbedaan antarindividual dalam perilaku, konsistensi perilaku dari waktu ke waktu, dan stabilitas perilaku dalam berbagai situasi. Sifat bisa saja unik, sama pada beberapa kelompok manusia,a tau dimiliki semua manusia,
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
25
tetapi pola sifat pasti berbeda untuk masing-masing individu. Jadi, masingmasing orang mempunyai kepribadian yang berbeda, walaupun memiliki kesamaan dalam beberapa hal dengan orang lain. Karakteristik (characteristic) merupakan kualitas tertentu yang dimiliki seseorang termasuk di dalamnya beberapa karakter seperti temperamen, fisik, dan kecerdasan. Menurut Setiadi (2010) kepribadian adalah organisasi yang dinamis dari sistem psikophisis individu yang menentukan penyesuaian dirinya terhadap lingkungannya secara unik. Hubungan Variabel Kepribadian dengan Perilaku Wajib Pajak Variabel kepribadian usia dan tahap siklus hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi, gaya hidup, kepribadian dan konsep diri mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap keputusan pembelian. Hal ini menunjukkan bahwa dalam memutuskan membeli produk konsumen didasari kepribadian mereka. Hasil penelitian Darmawati, Subekti, Murni, Sumarsono PERFORMANCE: Vol.6 No. 1 September 2007 (p. 16-32) ini sesuai dengan pendapat Kotler yang menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen diantaranya kepribadian. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa variable kepribadian ini yang mempunyai pengaruh paling besar terhadap keputusan pembelian. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H2= Kepribadian berpengaruh positif terhadap perilaku wajib pajak
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
26
2.5
Coping Menurut Chaplin dalam terjemahan Kartono (2008), Coping Behavior
(tingkah laku atau tindakan penanggulangan); sembarang perbuatan, dalam mana individu melakukan interaksi dengan lingkungan sekitarnya, dengan tujuan menyelesaikan sesuatu (tugas, masalah). Menurut Lazarus dan Folkman (1984) Coping merupakan upaya kognitif dan perilaku yang berubah secara konstan untuk mengelola tuntutan eksternal dan/atau internal tertentu yang dinilai berat dan melebihi sumber daya (kekuatan) seseorang. Secara sederhana, coping adalah usaha untuk mengelola tekanan psikologis, Lazarus (1999). Menurut Lazarus and Lazarus (2006) ada dua tipe coping, yaitu; problemfocused coping dan emotion-focused coping. Problem-focused coping adalah pusat-pusat perhatian seseorang pada apa yang dapat dilakukan untuk mengubah situasi untuk menghilangkan atau mengurangi stres. Sebagai contoh, ketika sebuah pohon di halaman tetangga menggugurkan daunnya jatuh ke halaman rumput, kita bisa mengatasi gangguan yang terus berulang ini dengan berbicara pada orang yang merupakan sumber dari permasalahannya. Kita berharap bahwa dia bisa memangkas cabang dari pohon miliknya, yang menerobos masuk ke pagar yang memisahkan dua halaman. Ini bisa beresiko konfrontasi kemarahan yang mungkin akan mempersulit hubungan atau mengubahnya menjadi bermuka masam. Jika usahanya gagal---mungkin kita mengupayakannya terlalu kasar atau dalam posisi menuduh, atau tetangga menolak bekerjasama---kita bisa mencobanya lagi dengan cara yang lebih halus. Emotion-focused coping, tidak
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
27
ada usaha yang dilakukan untuk mengubah situasi, mungkin karena kita merasakan bahwa sepertinya ini tidak akan berhasil. Tekanan memaksa kita untuk berurusan dengan kesulitan emosional, yang mana kemarahan akan muncul kembali kapanpun ketika daun-daun pohon tersebut mulai berjatuhan. Mungkin kita bisa menyembunyikan kemarahan kita untuk menghindari persengketaan yang lebih lanjut, tapi itu akan menyisakan sebuah gangguan dalam hidup kita setiap musim gugur ketika kita mengantisipasi situasinya akan terulang. Miller (1992) menyatakan bahwa perilaku coping dikategorikan sebagai strategi pendekatan atau penghindaran. Strategi-strategi pendekatan adalah perilaku-perilaku yang menunjukkan kemauan untuk menghadapi kenyataankenyataan daripada ancaman, sebuah kewaspadaan dari reaksi-reaksi pribadi dan perasaan-perasaan. Strategi-strategi penghindaran adalah perilaku-perilaku yang melindungi seseorang individu dari konfrontasi secara sadar dengan ancaman. Strategi pendekatan lebih sering digunakan untuk mengurusi kasus-kasus penyakit kronis yang harus dilakukan pencarian informasi. Penuh perhatian terhadap hal-hal kecil dan kontrol gejala, berpartisipasi dalam mengelola hal-hal yang berkaitan dengan penyakit, dan menjawab pertanyaan-pertanyaan tanpa keraguan adalah contoh dari strategi pendekatan ini. Mekanisme kejiwaan dari penolakan, represi, dan penekanan adalah termasuk dalam strategi-strategi penghindaran yang sering digunakan. Strategi-strategi dalam Coping pendekatan: 1. Mencari informasi
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
28
2. Mendapatkan kekuatan dari sisi kerohanian 3. Mengalihkan perhatian 4. Mengekspresikan perasaan-perasaan dan emosi-emosi 5. Menggunakan latihan-latihan relaksasi 6. Menyuarakan kepentingan-kepentingan 7. Mempertahankan sebuah ketergantungan kesehatan yang positif pada orang lain 8. Menggunakan teknik-teknik berpikir positif 9. Mencari pertolongan 10. Mempertahankan ketergantungan yang nyata 11. Mempertahankan ketergantungan nyata 12. Mempertahankan aktivitas-aktivitas sosial 13. Menetapkan tujuan-tujuan, berjuang untuk mencapainya 14. Mengenang terhadap pencapaian-pencapaian masa lalu 15. Melestarikan energi 16. Menggunakan humor 17. Intelektualisasi 18. Ikut serta dalam aktivitas-aktivitas meliputi ketidakmampuan, ketidaknyamanan 19. Latihan peran 20. Memanfaatkan pendekatan pemecahan masalah 21. Mencari kenyamanan dalam menyadari bahwa ada orang lain dalam perahu yang sama
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
29
Strategi-strategi Coping penghindaran: 1. Menggunakan penolakan, penekanan, represi 2. Meminimalisasi masalah-masalah, tanda-tanda dan gejala-gejala penyakit 3. Isolasi sosial 4. Menghindari berbicara mengenai diri sendiri, merasakan atau berpikir mengenai masalah kesehatan 5. Penerimaan pasif 6. Tidur 7. Menunda pengambilan keputusan dalam hal masalah kesehatan 8. Mempertimbangkan cara-cara alternatif dalam terapi 9. Menyalahkan orang lain 10. Menolak berpartisipasi dalam pengobatan 11. Terlalu banyak ketergantungan pada orang penting 12. Memanipulasi orang lain 13. Menetapkan tujuan-tujuan yang tidak realistis 14. Harapan yang tidak realistis untuk masa depan 15. Tidak secara aktif mencari pertolongan 16. Mengkonsumsi rokok, obat-obatan, alkohol
Hubungan Variabel Coping dengan Perilaku Wajib Pajak Hasil penelitian Eviani dan Ariati (2014) menunjukkan terdapat hubungan negatif yang signifikan antara coping stress dengan perilaku bullying. Hubungan
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
30
yang negatif tersebut mengindikasikan bahwa semakin efektif coping stress maka semakin rendah perilaku bullying siswa, demikian pula sebaliknya semakin tidak efektif coping stress maka semakin tinggi perilaku bullying. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H3= Coping berpengaruh negatif terhadap perilaku wajib pajak 2.6
Kebudayaan Menurut Kotler dan Keller (2017) budaya merupakan penentu keinginan
dan perilaku paling dasar. Setiap budaya terdiri dari beberapa subbudaya (subculture) yang lebih kecil yang memberikan identifikasi dan sosialisasi yang lebih spesifik untuk anggota mereka. Subbudaya meliputi kebangsaan, agama, kelompok, ras, dan wilayah geografis. Ketika subbudaya tumbuh besar dan cukup kaya, perusahaan sering merancang program pemasaran khusus untuk melayani mereka. Hampir seluruh kelompok manusia mengalami stratifikasi sosial, seringkali dalam bentuk kelas sosial, divisi yang relatif homogen dan bertahan lama dalam sebuah masyarakat, tersusun secara hierarki dan mempunyai anggota yang berbagi nilai, minat, dan perilaku yang sama. Salah satu gambaran klasik tentang kelas sosial di Amerika Serikat mendefinisikan tujuh tingkat dari bawah ke atas, sebagai berikut: (1) bawah rendah, (2) bawah tinggi, (3) kelas pekerja, (4) kelas menengah, (5) menengah atas, (6) atas rendah, (7) atas tinggi. Kelas sosial mempunyai beberapa karakteristik. Pertama, orang-orang yang berada dalam masing-masing kelas cenderung mempunyai kemiripan dalam
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
31
cara berpakaian, pola bicara, dan preferensi rekreasional dibandingkan orang dari kelas sosial yang berbeda. Kedua, orang dianggap menduduki posisi lebih rendah atau lebih tinggi menurut kelas sosial. Ketiga, kelompok variabel---misalnya, pekerjaan,
penghasilan,
kekayaan,
pendidikan,
dan
orientasi
nilai---
mengindikasikan kelas sosial, alih-alih variabel tunggal. Keempat, kelas sosial seseorang dalam tangga keals sosial dapat bergerak naik atau turun sepanjang hidup mereka. Seberapa mudah dan seberapa jauh gerakannya tergantung pada seberapa kaku stratifikasi sosial itu. Kebudayaan merupakan suatu cara hidup, yang meliputi objek-objek materi dari masyarakat, seperti senjata, sepak bola, mobil, buku religius, garpu, dan sumpit. Namun ini juga meliputi ide-ide dan nilai; misalnya, sebagian orang Amerika percaya bahwa masyarakat mempunyai hak untuk memilih di antara berbagai merek produk. Kebudayaan meliputi suatu bauran lembaga-lembaga yang meliputi organisasi legal (hukum), religius, dan bisnis. Beberapa dari lemabaga ini bahkan secara simbolis menunjukkan/mewakili suatu masyarakat (misalnya, McDonalds, atau Champagne Perancis). Cara kita berpakaian, berpikir, makan, dan menghabiskan waktu luang semuanya merupakan komponen dari kebudayaan kita. Sejumlah ide-ide tambahan diperlukan untuk memperoleh pemahaman menyeluruh tentang kebudayaan. Kebudayaan itu dipelajari ( tidak terdapat dalam gene-gene kita). Ia disalurkan secara sosial dari generasi ke generasi dan mempengaruhi para anggota masyarakat yang akan datang. Proses mempelajari kebudayaan itu disebut enkulturasi (enculturation), sementara tugas yang sulit dari
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
32
mempelajari kebudayaan baru disebut akulturasi (acculturation). Baru-baru ini, penelit telah membedakan akulturasi dari identifikasi kebudayaan. Identifikasi kebudayaan (cultural identification) mengacu pada masyarakat di mana seseorang lebih suka hidup, sehingga, bersifat attitudinal (seperti sikap) sebaliknya, akulturasi mengacu pada sejauh mana tidnakan seorang imigran sesuai normanorma dan kebiasaan dari kebudayaan baru. Kebudayaan juga “adaptif”, yang berarti bahwa ia berubah ketika masyarakat menghadapi masalah baru dan kesempatan baru. Jika organisme berkembang, maka demikian pula halnya dengan kebudayaan. Mereka mengambil ciri-ciri baru dan membuang yang lama untuk membentuk dasar kebudayaan yang baru. “Revolusi Seksual” yang terjadi selama tahun 1960-an di Amerika Serikat menjelaskan adaptasi kebudayaan seperti itu. Pengembangan pil KB membantu menciptakan lingkungan yang kondusif terhadap perubahan cara masyarakat memandang wanita dalam hubungan seksual. Baru-baru iniepidemi AIDS telah mempengaruhi orang-orang yang secara seksual aktif, baik orang Amerika, Ghana, atau Bulgaria, untuk kembali ke nilai-nilai seksual yang lebih konservatif. Kebudayaan memenuhi kebutuhan. Dengan menyediakan norma (norms), atau peraturan perilaku, kebudayaan ikut berperan dalam kehidupan masyarakat. Dengan menyediakan nilai (values), ia menjelaskan apa yang benar, baik dan penting. Orang tidak perlu mengetahui apa yang diharapkan dari mereka, apa yang benar dan salah, dan apa yang harus mereka lakukan dalam berbagai situasi. Kebudayaan memenuhi kebutuhan masyarakat seperti itu.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
33
Komponen-komponen kebudayaan; Norma, mitos, nilai. Ada dua jenis norma yang umum, yaitu norma ang dijalankan (enacted norms) diungkapkan secara eksplisit dan kadang-kadang dalam bentk undang-undang. Contohnya adalah, pada sisi manakah dair jalan Anda mengendarai mobil. Di Amerika Serikat orang mengendarai mobil di sisi kanan, tetapi di Inggris dan sebagian besar mantan kerajaan Inggris (Australia, Hongkong, Kenya dan lain-lain) maupun Jepang, orang berkendara di sebelah kiri. Jenis norma yang kedua disebut norma kresive (cresive norm), tertanam dalam kebudayaan dan hanya dipelajari melalui interaksi yang luas dengan orang-orang yang menganut kebudayaan tersebut. Ada tiga jenis norma kresive” a) Kebiasaan (customs) Disampaikan dari generasi ke generasi, kebiasaan berlaku pada tindakan dasar seperti upacara yang diadakan dan peran apa yang dimainkan oleh jenis-jenis kelamin. b) Adat istiadat (mores) Adat adalah kebiasaan yang menekankan aspek-aspek moral perilaku. Seringkali, adat berlaku pada perilaku yang dilarang, seperti memperlihatkan kulit oelh wanita-wanita di negara-negara Muslim fundamentalis. c) Konvensi (conventions) Konvensi menjelaskan bagaimana bertindak dalam kehidupan sehari-hari, dan mereka seringkali diterapkan pada perilaku konsumen. Misalnya, landscaping halaman berbeda dari suatu
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
34
masyarakat ke masyarakat lainnya. Di Amerika Serikat halaman sering kali luas dan tertutup rumput. Di Jerman seringkali merupakan kebun bunga yang apik. Sementara di Jepang, halamannya kecil, ditanami semak-semak, dan seringkali dihiasi dengan suar air yang menggelembung.
Mitos (myths) adalah kisah yang mengungkapkan nilai-nilai kunci dan cita-cita suatu masyarakat. Misalnya, di Amerika Serikat tokoh mytologis yang terkenal adalah Superman yang menunjukkan nilai-nilai penting dalam kebudayaan Amerika, seperti kekuatan yang tersembunyi di belakang penampilan yang lemah lembut. Ia memerangi kejahatan dan ketidakadilan. Sebagaimana diseutkan oleh seorang otoritas mengenai toik ini, mitos (1) membantu menjelaskan asal-usul eksistensi, (2) mengungkapkan seperangkat nilai bagi masyarakat dan (3) menyediakan model-model (contoh) sikap seseorang. Setiap kebudayaan juga memiliki seperangkat simbol, upacara, dan nilainilai dimana para pemasar dapat mengikat produk dan jasa mereka. Misalnya, di Amerika Serikat burung rajawali merupakan simbol kekuatan, keberanian, patriotisme. Perusahaan-perusahaan yang ingin menciptakan citra seperti itu untuk diri mereka sendiri dapat menggunakan rajawali dalam iklan atau kemasan mereka; iklan untuk Miller Beer, misalnya, menunjukkan burung rajawali. Di Australia koala merupakan simbol penting yang digunakan perusahaan untuk menghubungkan diri mereka secara simbolik dengan negara. Berbagai upacara
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
35
juga penting untuk kebudayaan. Pada akhir bulan Januari dari setiap tahun jutaan orang di Amerika Serikat berkumpul dalam kelompok kecil, duduk di depan Televisi, dan makan makanan yang bisa menggemukkan sambil menonton bintang raksasa berkelahi di lapangna bermain dalam upacara yang dikenal sebagai Super Bowl. Nilai juga berbeda di semua kebudayaan. Di Amerika Serikat kebebasan untuk memiliki pistol sudah mendarah daging. Menurut Setiadi (2006) budaya adalah bentuk jamak dari kata budi dan daya yang berarti cinta, karsa, dan rasa. Kata budaya sebenarnya berasal dari bahasa Sanskerta budhayah yaitu bentuk jamak kata buddhi yang berarti budi atau akal. Dalam bahasa Inggris, kata budaya berasal dari kata culture , dalam bahasa Belanda diistilahkan dengan kata cultuur, dalam bahasa Latin, berasal dari kata colera. Colera berarti mengolah, mengerjakan, menyuburkan, mengembangkan tanah (bertani). Kemudian pengertian ini berkembang dalam arti culture, yaitu sebagai segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam. Menurut Taylor dalam Setiadi (2006) budaya adalah suatu keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, keilmuan, hukum, adat istiadat, dan kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Menurut Linton dalam Setiadi (2006) kebudayaan dapat dipandang sebagai konfigurasi tingkah laku yang dipelajari dan hasil tingkah laku yang dipelajari, dimana unsur pembentuknya didukung dan diteruskan oleh anggota masyarakat lainnya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
36
Menurut Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi dalam Setiadi (2006) kebudayaan adalah semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Menurut Herkovits dalam Setiadi (2006) kebudayaan adalah bagian dari lingkungan hidup yang diciptakan oleh manusia. Koentjaraningrat dalam Setiadi (2006) mengemukakan bahwa kebudayaan itu dibagi atau digolongkan dalam tiga wujud, yaitu: a) Wujud sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, normanorma, dan peraturan. Wujud tersebut menunjukkan wujud ide dari kebudayaan, sifatnya abstrak, tak dapat diraba, dipegang, ataupun difoto, dan tempatnya ada di alam pikiran warga masyarakat di mana kebudayaan yang bersangkutan itu hidup. Kebudayaan ideal ini disebut pula tata kelakuan, hal ini menunjukkan bahwa budaya ideal mempunyai fungsi mengatur, mengendalikan, dan memberi arah kepada tindakan, kelakuan, dan perbautan manusia dalam masyarakat sebagai sopan santun. Kebudayaan ideal ini dapat disebut adat atau adat istiadat , yang sekarang banyak disimpan dalam arsip, tape, dan komputer. Kesimpulannya, budaya ideal ini adalah merupakan perwujudan dan kebudayaan yang bersifat abstrak. b) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivistas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat. Wujud tersebut dinamakan sistem sosial, karena menyangkut tindakan dan kelakun berpola dari manusia itu sendiri. Wujud ini bisa diobservasi, difoto dan didokumentasikan karena dalam sistem sosial ini terdapat aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksi dan berhubungan serta bergaul satu dengan yang
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
37
lainnya dalam masyarakat. Kesimpulannya, sistem sosial ini merupakan perwujudan kebudayaan yang bersifat konkret, dalam bentuk perilaku dan bahasa. c) Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Wujud yang terakhir ini disebut pula kebudayaan fisik. Dimana wujud budaya ini hampir seluruhnya merupakan hasil fisik (aktivitas perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat). Sifatnya paling konkret dan berupa benda-ebnda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan difoto yang berwujud besar ataupun kecil. Kesimpulannya, kebudayaan fisik ini merupakan perwujudan kebudayaan yang bersifat konkret, dalam bentuk materi/artefak. Contoh: Candi Borobudur (besar), kain batik, dan kancing baju (kecil), teknik bangunan. Substansi (isi) utama budaya merupakan wujud abstrak dari segala macam ide dan gagasan manusia yang bermunculan di dalam masyarakat yang memberi jiwa kepada masyarakat itu sendiri, baik dalam bentuk datau berupa sistem pengetahuan, nilai, pandangan hidup, kepercayaan, persepsi, dan etos kebudayaan. 1. Sistem pengetahuan. Sistem pengetahuan yang dimiliki manusia sebagai makhluk sosial merupakan suatu akumulasi dari perjalanan hidupnya dalam hal berusaha memahami: a) Alam sekitar b) Alam flora di daerah tempat tinggal c) Alam fauna di daerah tempat tinggal d) Zat-zat bahan mentah, dan benda-benda dalam lingkungannya e) Tubuh manusia f) Sifat-sifat dan tingkah laku sesama manusia
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
38
g) Ruang dan waktu Untuk memperoleh pengetahuan tersebut di atas manusia melakukan tiga cara, yaitu: i.
Melalui pengalaman dalam kehidupan sosial. Pengetahuan melalui pengalaman langsung ini akan emmbentuk kerangka pikir individu untuk bersikap dan bertindak sesuai dengan aturan yang dijadikan pedomannya.
ii.
Berdasarkan pengalaman yang diperoleh melalui pendidikan formal/resmi (di sekolah) maupun dari pendidikan non-formal (tidak resmi), seperti kursus-kursus, penataran-penataran, dan ceramah.
iii.
Melalui petunjuk-petunjuk yang bersifat simbolis yang sering disebut sebagai komunikasi simboliks.
2. Nilai. Nilai adalah sesuatu yang baik yang selalu diinginkan, dicita-citakan dan dianggap penting oleh seluruh manusia sebagai anggota masyarakat. Karena itu, sesuatu diakatakan memiliki nilai apabila berguna dan berharga (nilai kebenaran), indah (nilai estetika), baik (nilai-moral atau etis), religius (nilai agama). 3. Pandangan Hidup. Pandangan hidup merupakan pedoman bagi suatu bangsa atau masyarakat dalam menjawab atau mengatasi berbagai masalah yang dihadapinya. Di dalam terkandung konsep nilai kehidupan yang dicita-citakan oleh suatu masyarakat. Oelh karena itu, pandangan hidup
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
39
merupakan nilai-nilai yang dianut oleh suatu masyarakat dengan dipilih secara selektif oleh dindividu, kelompok, atau bangsa. 4. Kepercayaan. Kepercayaan mengandung arti yang lebih luas daripada agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yan gMaha Esa. 5. Persepsi. Persepsi atau sudut pandang ialah suatu titik tolak pemikiran yang tersusun dari seperangkat kata-kata yang digunakan untuk memahamai kejadian atau gejala dalam kehidupan. Persepsi terdiri dari 1) persepsi sensorik, yaitu persepsi yang terjadi tanpa menggunakan salah satu indra manusia; 2) persepsi telepati, yaitu kemampuan pengetahuan kegiatan mental individu lain; 3) persepsi clairvoyance, yaitu kemampuan melihat peristiwa atau kejadian di tempat lain, jauh dari tempat orang yang bersangkutan. 6. Etos Kebudayaan. Etos atau jiwa kebudayaan (dalam antropologi) berasal dari bahasa Inggris berarti watak khas. Etos sering tampak pada gaya perilaku warga misalnya, kegemaran-kegemaran warga masyarakatnya, serta berbagai benda budaya hasil karya mereka, dilihat dari luar oleh orang asing. Contohnya kebudayaan Batak dilihat oleh orang Jawa sebagai orang yang agresif, kasar, kurang sopan, tegas, konsekuen, dan berbicara apa adanya. Sebaliknya kebudayaan Jawa dilihat oleh orang Batak, bahwa watak orang Jawa memancarkan keselarasan, kesuraman, ketenangan yang berlebihan, lamban, tingkah laku yang sukar ditebak, gagasan yang berbelit-belit, feodal, serta diskriminasi terhadap tingkatan sosial.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
40
Hubungan Variabel Kebudayaan dengan Perilaku Wajib Pajak Menurut Ghoni dan Bodroastuti (2012) Faktor budaya merupakan sekelompok nilai-nilai sosial yang diterima masyarakat secara menyeluruh dan tersebar kepada anggota-anggotanya melalui bahasa dan simbol-simbol. Faktor budaya memberikan pengaruh paling luas dan mendalam pada tingkah laku konsumen. Pemasaran harus mengetahui peran yang dimainkan oleh budayabudaya, subbudaya,dan kelas sosial. Budaya mengacu pada gagasan, simbolsimbol yang memiliki makna untuk berkomunikasi, nilai, melakukan penafsiran dan evaluasi sebagai anggota masyarakat. Budaya dapat dilihat dari kepercayaan, pandangan dan kebiasaan konsumen terhadap suatu produk. Semakin tinggi kepercayaan terhadap produk, maka semakin tinggi keputusan konsumen untuk melakukan pembelian. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H4= Kebudayaan berpengaruh positif terhadap perilaku wajib pajak
2.7
Perilaku Wajib Pajak Menurut Hambali (2015) perilaku manusia merupakan hasil segala macam
pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tidakan. Perilaku ini merupakan respons/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar ataupun dari dalam dirinya. Perilaku adalah reaksi psikis seseorang terhadap lingkungannya. Pada
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
41
dasarnya, perilaku dapat diamati melalui sikap dan tindakan juga dalam sikap potensial, yaitu dalam bentuk pengetahuan, motivasi, dan persepsi. Menurut Skiner dalam Hambali (2015) merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus, perilaku dapat dibedakan menjadi dua; 1. Perilaku Tertutup (Covert Behavior) Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung, atau tertutup (covert). Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran, dan sikap yang terjadi pada penerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain. Oleh sebab itu, perilaku ini disebut covert behavior atau unobservable behavior. 2. Perilaku Terbuka (Overt Behavior) Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tidakan nyata atau terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut jelas dalam bentuk tindakan atau praktik (practice), yang dengan mudah dapat diamati atau dlihat oleh orang lain. Oleh sebab itu, perilaku ini disebut overt behavior, tindakan nyata, atau praktik (practice). Skinner dalam Notoatmodjo (2010), seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Dengan demikian, perilaku manusia terjadi melalui proses: Stimulus ---
---
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
42
teori
“S-O-R”
(stimulus-organisme-respons).
Selanjutnya
teori
Skinner
menjelaskan adanya dua jenis respons, yaitu: Respondent respons atau refleksif, yakni respons yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu yang disebut eliciting stimuli, karena menimbulkan respons-respons yang relatif tetap. Misalnya: makanan lezat akan menimbulkan nafsu untuk makan, cahaya terang akan menimbulkan reaksi mata tertutup, dan sebagainya. Respondent respons juga mencakup perilaku emosional, misalnya mendengar berita musibah akan menimbulkan rasa sedih, mendengar berita suka atau gembira, akan menimbulkan rasa suka cita. Operant respons atau instrumental respons, yakni respons yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimuli atau rangsangan yang lain. Perangsang yang terakhir ini disebut reinforcing stimuli atau reinforcer, karena berfungsi untuk memperkuat respons. Misalnya, apabila seorang petugas kesehatan melakukan tugasnya dengan baik adalah sebagai respons terhadap gaji yang cukup, misalnya (stimulus). Kemudian karena kerja baik tersebut, menjadi stimulus untuk memperoleh promosi pekerjaan. Jadi, kerja baik tersebut sebagai reinforcer untuk memperoleh promosi pekerjaan. Berdasarkan teori “S-O-R” tersebut, maka perilaku manusia dapat dikelompokkan menajdi dua, yaitu: 1. Perilaku tertutup (Covert Behavior) Perilaku terutup terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut masih belum dapat diamati orang lain (dari luar) secara jelas. Respons seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
43
dan sikap terhadap stimulus yang bersangkutan. Bentuk “unobservable behavior” atau “covert behavior” yang dapat diukur adalah pengetahuan dan sikap. Contoh: ibu hamil tahu pentingnya periksa hamil untuk kesehatan bayi dan dirinya sendiri (pengetahuan), kemudian ibu tersebut bertanya kepada tetangganya di mana tempat periksa hamil yang dekat (sikap). 2. Perilaku terbuka (Overt Behavior) Perilaku terbuka ini terjadi bila repspons terhadap stimulus tersebut sudah berupa tindakan, atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar atau “observable behavior”. Contoh, seorang ibu hamil memeriksakan kehamilannya ke Puskesmas atau ke bidan praktik, seorang penderita TB Paru minum obat anti TB secara teratur, seorang anak menggosok gigi setela makan, dan sebagainya. Contoh-contoh tersebut adalah berbentuk tindakan nyata, dalam bentuk kegiatan, atau dalam bentuk praktik (practice). Menurut de Mooij (2011:20) perilaku konsumen bisa diarikan sebagai studi mengenai proses-proses termasuk di dalamnya ketika orang memilih, membeli, memakai, atau membuang produk-produk, pelayanan-pelayanan, ideide, atau pengalaman-pengalaman untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan dan keinginan-keinginan. Menurut Loudon dan Della Bita dalam Mangkunegara (2005) perilaku konsumen dapat didefinisikan sebagai proses pengambilan keputusan dan
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
44
aktivitas individu secara fisik yang dilibatkan dalam proses mengevaluasi, memperoleh, menggunakan atau dapat mempergunakan barang-barang dan jasa. Menurut Mangkunegara (2005:4) perilaku konsumen adalah tindakantindakan yang dilakukan oleh individu, kelompok atau organisasi yang berhubungan dengan proses pengambilan keputusan dalam mendapatkan, menggunakan barang-barang atau jasa ekonomis yang dapat dipengaruhi lingkungan. Louden dan Della Bita dalam Mangkunegara (2005) mengemukakan bahwa “Three classes of variables are involved in understanding consumer behavior in any of these specific stuations: stimulus variables, response variables and intervening variables”. Ada tiga vairabel dalam mempelajari perilaku konsumen, yaitu variabel stimulus, variabel respon, dan variabel antara. 1. Variabel Stimulus Variabel stimulus merupakan variabel yang berada di luar diri individu (faktor eksternal) yang sangat berpengaruh dalam proses pembelian. Contohnya: merek dan jenis barang, iklan, pramuniaga, penataan barang, dan ruangan toko. 2. Variabel Resspons Variabel respons merupakan hasil aktivitas individu sebagai reaksi dari variabel stimulus. Variabel respons sangat bergantung pada faktor individu dan kekuatan stimulus. Contohnya: keputusan membeli barang, pemberi penilaian terhadap barang, perubahan sikap terhadap suatu produk.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
45
3. Variabel Intervening Variabel intervening adalah variabel antara variabel stimulus dan respons. Variabel ini merupakan faktor internal individu, termasuk motif-motif membeli, sikap terhadap suatu peristiwa, dan persepsi terhadap suatu barang. Pajak menurut Soemitro dalam Mardiasmo (2013) adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Penggolongan jenis pajak menurut sifatnya: 1. Pajak Langsung Pajak Langsung yaitu pajak yang bebannya dipikul sendiri oleh wajib pajak dan dapat dikenakan secara berulang-ulang pada waktu-waktu tertentu, misalnya Pajak Penghasilan. 2. Pajak Tidak Langsung Pajak Tidak Langsung yaitu pajak yang bebannya dapat dilimpahkan kepada orang lain dan hanya dikenakan pada hal tertentu, misalnya; Pajak Pertambahan Nilai. Penggolongan jenis pajak menurut lembaga pemungutnya: 1. Pajak Pusat Pajak pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan dikelola oelh Departemen Keuangan cq. Direktorat Jenderal Pajak.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
46
Penerimaannya masuk ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), antara lain; a) Pajak Penghasilan (PPh), dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolenya dalam tahun pajak. Subjek Pajak adalah Orang Pribadi; Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak, badan; dan Bentuk Usaha Tetap (BUT). Orang Pribadi yang memperoleh penghasilan melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). b) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah PPnBM). PPN dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan atau Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha; impor BKP; pemanfaatan BKP tidak berwujud dan atau JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. Pada dasarnya semua barang dan jasa merupakan BKP dan JKP dikenakan PPN, kecuali karena pertimbangan tertentu ditetapkan tidak dieknakan PPN. PPnBM dikenakan atas penyeraha BKP yang tergolong mewah yang dilakukan oleh Pengusaha yang menghasilkan BKP yang tergolong mewah, di dalam daerah pabean dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya, dan impor BKP yang tergolong mewah. c) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), adalah pajak yang dikenakan atas Bumi dan/atau Bangunan. Termasuk pengertian bangunan adalah jalan
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
47
lingkungan; jalan tol, kolam renang, pagar mewah, tempat olah raga, galangan kapal, dermaga, taman mewah, tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak, fasilitas lain yang memiliki manfaat. d) Pajak/Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan meliputi pemindahan hak karena jual beli, tukar menukar, hiabh, wasiat, waris, pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya, pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, penunjukan pembeli dalam lelang, pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap, penggabungan usaha, peleburan suaha, pemekaran usaha, hadiah, dan pemberian hak baru karena kelanjutan pelepasan hak, atau di luar pelepasan hak. e) Bea Materai, dikenanan atas dokumen yang meliputi surat perjanjian akte notaris, akte yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah, surat yang memuat jumlah uang lebih dari 1 juta rupiah, surat berharga, efek. Sebagian dai pajak pusat tersebut hasil penerimaannya dibagikan kepada pemerintah daerah yakni: a) Hasil penerimaan PPh Orang Pribadi dalam negeri dan PPh Pasal 21 dibagi dengan imbangan 80% untuk pemerintah pusat dan 20% untuk pemerintah daerah. b) Hasil penerimaan PBB dibagi dengan imbangan 10% untuk pemerintah pusat dan 90% untuk pemerintah daerah. Dari 10% bagian
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
48
permerintah pusat tersebut semuanya dibagikan secara merata ke seluruh pemerintah kabupaten/kota. c) Hasil penerimaan BPHTB dibagi dengan imbangan 20% untuk pemerintah pusat dan 80% untuk pemerintah daerah. 2. Pajak Daerah Pajak Daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan dikelola oleh Dinas Pendapatan Daerah (Dipenda). Hasil penerimaannya mask ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Jenis Pajak Daerah antara lain: a) Jenis Pajak Propinsi i.
Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air.
ii.
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air.
iii.
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.
iv.
Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.
b) Jenis Pajak Kabupaten/Kota i.
Pajak Hotel
ii.
Pajak Restoran
iii.
Pajak Hiburan
iv.
Pajak Reklame
v.
Pajak Penerangan Jalan
vi.
Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
49
vii.
Pajak Parkir
Pemerintah Daerah selain memungut pajak juga melakukan pemungutan retribusi yang terdiri dari: retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, retribusi perizinan tertentu. Wajib Pajak (WP) menurut Mardiasmo (2013) adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu. Sedangkan Badan menurut Mardiasmo (2013) adalah sekumpulan orang lain dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) menurut Mardiasmo (2013) adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
50
Hasil-hasil Penelitian terdahulu Tabel 2.3 Penelitian sebelumnya dari jurnal No
Peneliti
1
Abdul Ghoni dan Tri Bodroastuti (2012)
2
Judul Penelitian
Pengaruh Faktor Budaya, Sosial, Pribadi Dan Psikologi Terhadap Perilaku Konsumen (Studi Pada Pembelian Rumah di Perumahan Griya Utama Banjardowo Semarang) Handoko dan Variabel Budaya Dan Alamsyah Sosial Yang (2016) Mempengaruhi Keputusan Kosnsumen Dalam Membeli Rumah Di Kompleks Perumahan Bumi Meranti Wangi Kota Malang
3
Okkysantria (2014)
Analisis Pengaruh Kebudayaan, Sosial, Pribadi Dan Psikologis Konsumen Usia Muda Terhadap Keputusan Pembelian Makanan Cepat Saji McDonald’s (Studi pada konsumen McDonald’s Watugong Malang)
4
Wahyuni (2016)
Pengaruh Faktor-Faktor Pribadi Terhadap Keputusan Pembelian Produk Indihome pada PT Telkom, Tbk Witel di kota Samarinda
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
Hasil Penelitian Faktor budaya memberikan pengaruh paling luas dan mendalam pada tingkah laku konsumen. Berdasarkan analisisanalisis pada sebelumnya, maka dapat dibuat suatu simpulan bahwa variabel faktor Sosial dan faktor Budaya mempunyai pengaruh parsial dan simultan yang signifikan terhadap keputusan konsumen dalam membeli rumah di kompleks perumahan Bumi Meranti Wangi kota Malang. Faktor kebudayaan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap keputusan pembelian makanan cepat saji pada McDonald’s Watugong, ditunjukkan dengan nilai signifikansi t sebesar 0,009 lebih kecil dibandingkan = 0,05 maka H0 ditolak. Dari hasil analisis variabel usia (X1), pekerjaan (X2), keadaan ekonom (X3), gaya hidup (X4), dan kepribadian (X5), secara simultan berpengaruh
51
Studi hubungan antara Harga diri,, Coping Dan Gejala-gejala klinis dalam sebuah kelompok pemuda dewasa: Sebuah laporan ringkas
signifikan terhadap variabel keputusan pembelian (Y) Data menunjukkan bahwa rendahnya harga diri berhubungan dengan gangguan-gangguan klinis hampir parah, bahwa sumber-sumber coping individu-individu berpengaruh terhadap diri sendiri dan sosial, terkadang bahkan dalam situasi kesengangan dengan diri sendiri dan isolasi sosial Hasil penelitian mengungkapkan hubungan signifikan antara variabel strategistrategi Coping dan kecerdasan emosional keseluruhan.
5
Giulia Savarese, PhD, Luna Carpinelli, MA, Oreste Fasano, PhD, Monica Mollo, PhD, Nadia Pecoraro, PhD, Antonio Iannaccone, PhD (2013)
6
Afsaneh Hubungan antara strategiMoradi, strategi Coping dan Nooshin Kecerdasan Emosional Pishva, Hadi Bahrami Ehsan, Parvaneh Hadadi, Farzaneh Pouladi (2011) Sumber:diolah dari berbagai referensi (dalam jurnal)
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
52
B.
Rerangka Konseptual
Pengetahuan -
-
Tahu Memahami Aplikasi Analisis Sintesis Evaluasi
H1 Kepribadian Ekstraversi Sifat Menyenangkan - Sifat mendengarkan kata hati - Ketidakstabilan -
-
Perilaku Wajib Pajak Terbuka Tertutup
H2
Keterbukaan
-
Coping Pendekatan Penghindaran
H3
H4
-
Budaya Sistem pengetahuan Nilai Pandangan hidup Kepercayaan Persepsi Etos Kebudayaan
Gambar 2.1 RERANGKA KONSEPTUAL
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
53
C.
Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara (probabilistic) dari perumusan
masalah yang harus diuji kebenarannya. Berdasarkan tinjauan pustaka dan perumusan masalah yang telah dikemukan diawal, maka peneliti mencoba unuk merumuskan hipotesis yang merupakan kesimpulan sementara dari penelitian sebagai berikut: H1= Pengetahuan berpengaruh positif terhadap perilaku wajib pajak H2= Kepribadian berpengaruh positif terhadap perilaku wajib pajak H3= Coping berpengaruh negatif terhadap perilaku wajib pajak H4= Kebudayaan berpengaruh positif terhadap perilaku wajib pajak
http://digilib.mercubuana.ac.id/z