BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka
1. Math Games (Permainan Matematika) a. Definisi Math Games Permainan merupakan salah satu alat yang dapat digunakan oleh guru
maupun
orangtua
untuk
memudahkan
dalam
memberikan
pembelajaran. Permainan terkadang menjadi sarana bagi anak untuk mengutarakan perasaan yang dialami seperti rasa cemas, sedih, marah, senan, dan sebagainya. Swarrtz (Muniarti, 2012) menyatakan bahwa permainan yang baik bagi anak adalah jenis permainan yang mampu memberi peluang kepada anak-anak secara
terus-menerus untuk
menyibukkan imajinasinya, mengembangkan kecakapannya, memperbesar pemikiran, dan daya ciptanya. Salah satunya adalah pembelajaran yang dituangkan dalam bentuk permainan yaitu permainan matematika (Math Games). Ahli
psikologi
Piaget,
Bruner
dan
Dienes
(Ernest,1986)
menyarankan bahwa permainan memiliki bagian yang penting dalam belajar, khususnya ketika belajar matematika. Permainan matematika merupakan permainan menyenangkan yang mengajarkan kepada anak untuk berdiskusi dengan kelompok anak-anak atau dengan guru ketika masalah timbul. Anak-anak bermain permainan matematika sebagai tim yang cepat belajar dengan cara yang efektif, anak-anak dapat bersaing satu dengan yang lainnya, dan mereka dapat bekerja secara kooperatif dengan teman satu kelompoknya. Hal yang hampir sama dikemukakan oleh Griffiths (Ozdogan, 2011) yang menyatakan bahwa: Matematika dan bermain adalah mitra yang sangat berguna.Jika kita ingin anak-anak untuk menjadi ahli matematika yang sukses, kita perlumenunjukkan kepada mereka bahwa matematika adalah hal 7
8
menyenangkan dan bermanfaat dan hal tersebut dapat menjadi sarana kegiatan bersosialisasi dan kooperatif serta menjadi kegiatan yang tenang dan keindividuan. Kita harus selalu berhati-hati mengingat bermain tidak hanya cara memperkenalkan sesuatu dengan sederhana. Anak-anak akan sering mengatur diri mereka sendiri dengan tantangan yang jauh lebih sulit. Jika kita memberi mereka kontrol mereka akan belajar dibandingkan deagan mereka yang tidak diberi apa-apa dan dibiarkan hingga tumbuh dewasa (hlm 156-157). Burnet (Bragg, 2003) menyatakan bahwa permainan matematika merupakan permainan instruksional sebagai sarana belajar konsep-konsep matematika dan permainan ini menyediakan alternatif metode pengajaran yang lebh formal, walaupun tidak menjamin pembelajaran akan berlangsung
selama
permainan.
Penggambaran
dalam
permainan
matematika sangat ditentukan oleh tema yang mendasari pembelajaran karena hal tersebut menjadi respons atau perhatian utama dari anak-anak. Doucet dan Tugde (2004) menyatakan bahwa permainan matematika merupakan permainan yang berasal dari anak-anak yang aktif sehingga selain memunculkan perhatian hal ini juga dapat memunculkan motivasi pada diri anak untuk mendapatkan hasil yang diinginkan dari permainan tersebut. Moomaw dan Hieronym (Chutler, Gilkerson, Parrot,& Bowne, 2003) berpendapat bahwa permainan matematika memungkinkan anak untuk memanfaatkan keterampilan yang lebih kompleks dalam bermain seperti, penambahan dan pengurangan. Clements (2001) juga berpendapat bahwa dalam mengajarkan kegiatan
matematika
dengan
membiarkan
anak
bermain
harus
memperhatikan beberapa hal bahwa anak usia prasekolah berbeda dengan orang dewasa. Anak usia prasekolah belajar dari pengalaman yang bersifat imajinatif, bermain, dan kepentingan anak adalah sumber pengalaman matematika pertama bagi mereka. Pada usia-usia tersebut anak merasa tertarik
terhadap
perhitungan,
pengurutan,
membangun
bentuk,
menemukan pola, mengukur, dan memperkirakan. Lingkungan yang kondusif seperti : unit blok, lingkungan perbelanjaan, dan manipulatif
9
akan membantu anak dalam mengembangkan motivasi diri, minat, keterlibatan anak, dan berusaha memecahkan masalah secara mandiri. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa Burnet (Bragg, 2003) menyatakan bahwa permainan matematika merupakan permainan instruksional sebagai sarana belajar konsep-konsep matematika dan permainan ini menyediakan alternatif metode pengajaran yang lebh formal, walaupun tidak menjamin pembelajaran akan berlangsung selama permainan. b. Manfaat Permainan Matematika untuk Anak Usia Dini Permainan matematika memiliki banyak manfaat
bagi
perkembangan anak usia dini. Booker (Bragg, 2003) menyatakan bahwa permainan matematika membuat permainan menjadi menyenangkan, selain dapat memotivasi, permainan dapat memastikan keterlibatan penuh anak-anak yang sedang belajar konstrukti tergantung. Permainan matematika dapat membangkitkan antusiasme dan keterlibatan penuh anak dalam sebuah permainan. Permainan matematika mampu menigkatkan motivasi dalam diri anak sehingga akan meningkatkan prestasi dalam belajar (Song, 2002). Selain itu Cunningham (Ku, dkk.,2014) menyatakan permainan matematika yang dirancang secara menarik misalnya dalam bentuk permainan digital (Games Based Learning) mampu meningkatkan keyakinan dalam diri anak. Sehingga, anak merasa percaya diri dalam mengerjakan tugas yang diberikan. Schiro (2009) juga mengungkapkan bahwa melalui permainan matematika dapat meningkatkan kepercayaan diri anak. Kepercayaan diri anak dapat dibangun ketika mereka merasa nyaman dan tertantang dalam mengambil keputusan mngenai isu matematika. Anak akan berlatih berdiskusi mencari tahu jawaban dan menjelaskan pemikiran mereka kepada orang lain dengan cara yang mereka pahami, memperdebatkan pendapat masing-masing mengenai matematika, mencari aturan dalam permainan matematika bersama-sama dengan orang lain, belajar konsensus tentang cara mengubah aturan permainan. Dengan melatih anak untuk
10
bertanggungjawab dalam mengambil keputusan sendiri maka orang tua maupun guru dapat mengembangkan kepercayaan diri anak melalui matematika. Dalam sebuah studi Department of Public Instruction di Sekolah Umum North Carolina, Amerika (2015) permainan matematika yang menarik mampu mendorong anak untuk mengeksplorasi kombinasi angka, nilai tempat, pola, dan konsep-konsep matematika penting lainnya. Permainan
ini
memperdalam
juga
memberikan
pemahaman
kesempatan
matematika
dan
bagi
siswa
penalaran
untuk
terhadap
matematika dasar. Selain hal tersebut studi ini juga menunjukkan bahwa permainan yang disatukan dengan matematika memiliki keuntungan lainnya, yaitu: 1). Permainan matematika dapat mendorong pemikiran yang strategis dalam memecahkan masalah dan memperdalam pemahaman tentang angka, 2). Permainan yang dilakukan berulang-ulang akan mendukung perkembangan terutama dalam kefasihan komputasi anak. 3). Permainan matematika memberikan kesempatan untuk praktek, ketika masalah muncul guru dapat mengamati atau menilai siswa, atau bekerja dengan individu atau kelompok kecil siswa, 4). Permainan memiliki potensi untuk mengembangkan keakraban dengan sistem dan memberikan kesempatan untuk berlatih perhitungan, membangun pemahaman yang lebih dalam operasi, dan 5). Permainan membuat koneksi antara orang tua dan juga guru sehingga, orang tua dapat mengajarkan anak matematika dengan permainan yang ada di sekolah ketika di rumah. Berdasarkan pendapat para ahli dan hasil peneltian yang telah menunjukkan bahwa permainan matematika adalah permainan yang menarik dan menyenangkan. Banyak manfaat yang didapat dari permainan tersebut, tidak hanya mampu mengembangkan aspek kognitif tetapi aspek bahasa, sosial, dan seni juga ikut berkembang di dalamnya. c. Jenis dan Sumber Permainan Matematika Anak Usia Dini Permainan matematika adalah permainan menyenangkan yang dapat mengembangkan segala aspek dalam diri anak. Tidak hanya aspek
11
kognitif saja yang berkembang dalam permainan ini tetapi, aspek sosial, bahasa dan seni dapat berkembang. merancang permainan matematika diperlukan lingkungan yang kondusif dan jenis permainan yang sesuai dengan perkembangan anak agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai. Chutler dkk (2003) menyatakan bahwa terdapat beberapa jenis permainan matematika yang dapat dikembangkan di Taman Kanak-Kanak dan sekolah dasar yaitu : 1). Permainan lotto yaitu membiarkan anak-anak menggunakan keterampilan pencocokan mereka, berlatih satu-ke-satu korespondensi, dan membangun keterampilan menghitung dari awal, 2).Permainan jalur pendek memungkinkan anak mendapat giliran mengambil dan mengikuti aturan permainan, tanpa mengganggu unsur kompetisi, 3). Permainan jangka panjang melalui permainan ini anak akan menambahkan banyak unsur counter bergerak pada jalan yang sama dan kemungkinan menambahkan banyak elemen rumit. Ide-ide dalam permainan matematika dapat bersumber dari berbagai hal dalam kehidupan sehari-hari. Burton (Ozdogan, 2011) menyatakan bahwa anak-anak menggunakan aktivitas dalam kehidupan sehari-hari untuk bermain drama yang mencangkup pengalaman matematikanya. Drama matematika mendorong anak untuk meningkatkan kemampuan berpikir logis dan bekerja pada pengetahuan prosedural seperti: penambahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian fakta. Lingkungan di sekitar juga kaya akan ide-ide baru yang dapat digunakan untuk diskusi dan refleksi anak-anak atas penemuan yang ada (Grenees, Ginsburg & Balfans, 2004). Chutler,dkk (2003) menyatakan bahwa banyak ide permainan atau bentuk permainan matematika yang dapat ditemukan dari sastra anakanak. Salah satunya melalui buku cerita yang alurnya mendukung untuk membuat suatu permainan. Cara membuat permainan matematika yang bersumber dari buku cerita yaitu : 1). Memilih buku berdasarkan konsep matematika agar anak siap belajar, 2). Menentukan sasaran usia pemain atau tahap perkembangan anak, 3). Memilih gaya atau jenis permainan
12
(loto atau jalur pendek adalah permainan terbaik untuk anak-anak), 4). Membuat permainan yang fleksibel, beberapa permainan dapat dimainkan oleh berbagai kelompok umur dengan menambakan hal-hal sederhana seperti pemintal atau kartu yang berbeda dan jika memungkinkan tambahkan fitur-fitur agar anak dapat belajar lebh dari satu, 5). Memastikan untuk melaminasi atau membuat potongan media yang digunakan agar kuat jika digunakan berulang-ulang. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis permainan matematika yang dapat dikembangkan di TK yaitu : permainan lotto, permainan jalur pendek, dan permainan jangka panjang. Penelitian ini menggunakan jenis permainan jangka pendek karena mengandung unsur peraturan dan kompetisi. Selain itu sumber ide dari permainan matematika dapat diperoleh dari aktivitas sehari-hari, lingkungan sekitar, bahkan buku cerita. Merancang permainan matematika tidak hanya berdasarkan jenisnya saja tetapi usia dan media yang digunakan juga harus diperhatikan.
d. Keterampilan-Keterampilan Matematika Anak Usia Dini The National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) dan The National Association for the Education of Young Children (NAEYC) menyatakan bahwa perkembangan matematika anak sejak usia dini akan mempengaruhi perkembangan matematika anak hingga dewasa. Sehingga keterampilan dasar matematika harus dikuasai oleh anak sejak usia dini. Berikut merupakan keterampilan matematika untuk anak usia 3-6 tahun menurut NAECY dan NCTM (2000) adalah sebagai berikut: Tabel 1. Keterampilan matematika untuk anak usia 3-6 tahun
13
Area Jumlah dan operasi
Contoh pengetahuan dan Keterampian Usia 3 tahun usia 6 tahun Menghitung banyaknya benda dari jumlah satu sampai empat untuk mengetahui kata “Berapa banyak”
Menghitung jumlah sampai 100 menggunakan 10 kelompok Melihat dengan cepat dan menghitung jumlah koleksi gambar..
Menambah dan mengurangi variabel secara non lisan . Mengukur
Mengetahui alat yang digunakan untuk mengukur benda.
Contoh strategi pembelajaran Menghitung dari jumlah yang terkecil.
Memberikan penjelasan kepada anak-anak secara singkat bagaimana cara memperoleh jumlah tersebut Menambah dan Menceritakan ceritamengurangi dengan cerita yang berhubungan strategi perhitungan.. dengan angka, . Mencoba mengukur Menggunakan kata-kata dengan menggunakan pembanding kemudian satuan pengukuran mendiskusikannya. dengan menggunakan Menciptakan suasana metode yang untuk menarik perhatian berbeda. anak-anak dalam menggunakan satuan pengukuran sesuatu dan diukur dengan dengan unit yang tidak menggunakan berbeda. (misalnya, satuan) membuat taman “empat baris sepatu” pertama barisan sepatu guru, kemudian barisan sepatu anak )
14
Geometri dan visual spasial
Menggambar bentuk benda secara tepat
Menggambar dengan menggunakan bentuk yang tepat
Menggambar lokasi Membangun, obyek dengan kata-kata menarik, atau “depan” dan “belakang”. membuat jalan dengan peta sederhana. Seperti : kelas bermain Pola atau berpikir aljabar
Mengulangi bentuk pola, seperti : blok dinding panjang, pendek, panjang, pendek, ......
Membahas jumlah pola yang ada dalam bentuk aritmatika.
Mengajak anak-anak untuk menggambar benda asing menggunakan bentuk blok, kertas, dan lain sebagainya Mendorong anak-anak untuk membuat dan menceritakan tentang model menggunakan blok dan mainan Menantang anak untuk menandai keranjang sampah dengan masking tape, kemudian menggambar jalan, menambahkan gambar di jalan seperti : kuda-kuda atau meja Mendorong diskusi bentuk pola-pola yang ada Melibatkan anak-anak dalam menemukan bentuk dan warna pola di lingkungan sekitar Belajar pola nomor dan grafik dari kalender (misalnya, angka 1-100). Pola dari aritmatika (misalnya, jika 0 ditambah dengan suatu jumlah maka hasilnya akan sama dengan jumlah tersebut)
15
Menampilkan dan menganaisis data
Membandingkan macam-macam benda dari kelompok benda dan jumlah yang ada
Mengatur dan menampilkan data melalui representasi numerik sederhana.
Membuat grafik sedehana, misalnya: membuat pictograph.
Mengajak anak-anak untuk memilih materi pembelajaran berdasarkan warna, bentuk, ukuran, dan lain sebagainya. Menggunakan kata “tidak” untuk membedakan dan menganalisis benda. Bekerjasama dengan anak-anak untuk menciptakan skema numerik sederhana,.
Berdasarkan tabel, penelitian yang dilakukan menggunakan tiga area keterampilan yang sesuai dengan perkembangan anak usia 3-6 tahun yaitu : area keterampilan jumlah dan operasi, geometri dan visual spasial, pola atau berpikir aljabar, dan area menampilkan dan menganalisis data. Area yang digunakan dalam permainan disesuaikan dengan tema pembelajaran.
1. Kepercayaan diri (Self-Confidence) a. Pengertian Kepercayaan Diri Semua perilaku yang dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari membutuhkan
suatu
keyakinan
untuk
mendapatkan
hasil
yang
sesuaidengan harapan. Self-efficacy (keyakinan) adalah situasi tertentu yang terdapat dalam kepercayaan diri (Bandura,1994). Kloosterman dan Gorman (Ku,dkk.,2014) menyatakan bahwa kepercayaan diri merupakan suatu keyakinan terhadap kemampuan yang dimiliki dalam diri anak. Hal tersebut akan menimbulkan motivasi untuk berhasil melaksanakan setiap tugas yang diberikan, termasuk dalam belajar. Sebuah studi yang dilaksanakan Ku, dkk (2014) menunjukkan bahwa rasa percaya diri yang ada pada diri anak memainkan peran penting dalam belajar karena merupakan prediktor dari perilaku belajar peserta didik, seperti tingkat upaya yang dilakukan dan harapan hasil. Anak dengan tingkat kepercayaan diri yang tinggi dapat mencapai kinerja yang lebih baik dalam
16
meyelesaikan tugas-tugas sementara anak-anak dengan kepercayaan diri yang rendah cenderung menghindari tugas yang diberikan dan lebih suka meminta bantuan kepada orang lain Sieler (Hafir& Alias,2009) juga menyatakan bahwa kepercayan diri adalah karakteristik individu (self-construk) yang memungkinkan seseorang untuk memiliki pandangan positif atau realistis dari diri mereka sendiri atau ketika mereka berada dalam suatu situasi. Hal ini diperjelas dengan pernyataam Stevens (Hafir &Alias, 2009) bahwa kepercayaan diri mengacu pada harapan seseorang atas kemampuannya untuk mencapai suatu tujuan dalam situasi tertentu dan banyak faktor yang berpengaruh terhadap diri seseorang untuk merealisasikan potensi yang dia miliki. Molloy (2010) juga menyatakan bahwa kepercayaan diri adalah unsur terpenting dalam meraih kesuksesan yang diperlukan dalam menjaga dan meraih target. Kepercayaan diri adalah merasa mampu, nyaman, dan puas dengan diri sendiri tanpa harus ada persetujuan lain dari orang di sekitar. Rich & Mattox (2010) juga mengungkapkan bahwa kepercayaan diri adalah merasa mampu dalam melakukan sesuatu. Hal tersebut merupakan salah satu kemampuan mega skill (ketrampilan dasar super) yang terdapat pada diri anak. Neil (Hafir &Alias, 2009) menyatakan bahwa kepercayaaan diri sebagai perasaan umum harga diri atau diri nilai. Seseorang dengan kepercayaan diri yang rendah akan merasa minder jika berdekatan dengan orang bijak atau memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Penelitian Falk, Huffman, dan Sunde (2006) mengungkapkan bahwa kepercayaan diri didefinisikan sebagai probabilitas nilai individu yang dibedakan menjadi tipe tinggi, terlalu tinggi, dan terlalu rendah. Kepercayaan diri merupakan salah satu ciri kepribadian komposit dari pikiran dan perasaan seseorang, berharap adanya pengarahan, dan berfantasi. Kepercayaan diri mengandung unsur tentang pandangan, tentang kemungkinan yang akan terjadi, dan sikap yang berkaitan dengan kemampuannya
(Goel
&
Anggarwall,
2012).
Lautser
(2002)
menyatakanbahwa kepercayaan diri merupakan suatu sikap atau keyakinan
17
atas kemampuan diri sendiri sehingga dalam tindakan-tindakannya orang yang bersangkutan tidak terlalu cemas, merasa bebas untuk melakukan hal-hal yang sesuai keinginan dan tanggung jawab atas perbuatannya, sopan dalam berinteraksi dengan orang lain, memiliki dorongan prestasi serta dapat mengenal kelebihan dan kekurangan diri sendiri.Kepercayaan merupakan suatusikap kepribadian yang mempengaruhi sikap hati-hati, ketidaktergantungan, ketidakserakahan, toleransi, dan cita-cita atau ambisi yang terarah. Seseorang yang percaya pada dirinya tidaklah berhati-hati secara berlebihan, dia yakin akan ketergantungan dirinya. Percaya pada diri sendiri tidak menjadi terlalu egois, lebih toleran, dan memiliki cita-cita yang normal
karena
tidak perlu bagi
dirinya untuk
menutupi
ketidakpercayaan pada dirinya dengan cita-cita yang berlebihan (Ambisi berlebihan).
Alicke,
Brown,
Champbell,
Taylor,
dan
Brown
(Crocker&Park, 2004) menyatakan bahwa kepercayaan diri yang tinggi berhubungan dengan optimisme masa depan yang positif dan meningkat, keyakinan tentang ketrampilan dan kemampuan seseorang. Al-Hebaish (2012) juga berpendapat bahwa keyakinan dalam kepercayaan diri berkorelasi positif dengan kinerja . Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kepercayaan diri merupakan suatu sikap atau keyakinan atas kemampuan diri sendiri sehingga dalam tindakan-tindakannya orang yang bersangkutan tidak terlalu cemas, merasa bebas untuk melakukan hal-hal yang sesuai keinginan dan tanggung jawab atas perbuatannya, sopan dalam berinteraksi dengan orang lain, memiliki dorongan prestasi serta dapat mengenal kelebihan dan kekurangan diri sendiri. b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kepercayaan Diri Anak Kepercayaan diri yang dimiliki oleh setiap anak tidak sama. Stimulus perlu diberikan agar anak dapat mengembangkan kepercayaan dirinya. Akan tetapi, pemberian stimulasi
saja terkadang tidak cukup untuk
mengembangkan kepercayaan diri anak. Hal tersebut dikarenakan
18
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan kepercayaan dirinya. Berikut faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri anak ; 1. Lingkungan Keluarga Penelitian
Baumrind
(Yusuf,
2011)
menunjukkan
bahwa
lingkungan keluarga terutama gaya perlakuan orangtua (parenting style) mempunyai pengaruh terhadap perilaku anak, salah satunya adalah anak memiliki rasa percaya diri. Melalui wawancara dan observasi yang dilakukan terhadap siswa di sejumlahTK. Baumrind (1966) mendapatkan hasil bahwa parenting style mempunyai kontribusiterhadap kompetensi sosial, emosional, dan intelektual anak. Dalam penelitian ini menunjukkan terhadap empat macam gaya (Yusuf, 2011). Hasil penelitian menunjukkan bahwa gaya perlakuan orang tua mampu memberikan dampak yang baik terhadap perkembangan anak. Anak mampu memiliki rasa percaya diri karena orangtua menerapkan gaya perlakuan tersebut. Dapat disimpulkan bahwa parenting style yang diterapkan orang tua mampu menciptakan rasa percaya diri dalam diri anak. 2. Harga Diri Taylor dan Brown (Crocker & Park, 2004) berpendapat bahwa harga diri (self-esteem) mempengaruhi kepercayaan diri dalam diri individu. Harga diri yang tinggi dapat memberikan kontribusi dalam mengembangkan
kompetensi,
kontrol,
dan
optimisme
terhadap
kemampuan seseorang. Frank dkk (Crocker & Park,2004) menyatakan kompetensi dan optimisme yang dirasakan dapat mengurangi kecemasan sosial sehingga seseorang akan merasa yakin dan mampu untuk mencapai tujuan yang ditargetkan. 3. Jenis Kelamin Jahanbakhsh, Jomehri, dan Mujembari (2015) menyatakan bahwa tingkat kepercayaan diri pada perempuan lebih rendah. Sehingga hal tersebut membuat perempuan memberikan kontribusi dan respons yang
19
sedikit jika dibandingkan dari sudut gender (Falk, Huffman & Sunde, 2006). c. Aspek dan Karakteristik Kepercayaan Diri pada Anak Usia Dini Kepercayaan diri memiliki beberapa aspek-aspek yang perlu dipahami oleh setiap individu. Lautser (2002) menyebutkan ada lima aspek yang terkandung dalam kepercayaan diri yaitu : (1).Ambisi yaitu merupakan dorongan kepada orang lain. Alfred dan Julian (2008) menyatakan bahwa ambisi adalah dorongan yang besar untuk meraih sasaran yang sudah ditetapkan.Ambisi yang positif akan memberikan kontribusi dalam kehidupan terkait dengan harapan dan tujuan yang akan dicapai. Tetapi,memiliki ambisi yang berlebihan dalam kehidupan juga tidak memberikan dampak yang positif bagi kehidupan, (2). Mandiri yaitu tidak tergantung kepada individu lain. Seseorang dikatakan mandiri apabila tidak bergantung terhadap pendapat orang lain, norma sosial, tahan terhadap tekanan, dan mengacuhkan kekuasaan, (3). Optimis, yaitu berpikiran positif dan selalu beranggapan akan berhasil. Seseorang yang memiliki sikap optimis akan selalu berpikiran positif dan dapat menggunakan kemampuannya secara efektif dan terbuka, (4). Peduli tidak mementingkan diri sendiri dan memikirkan kepentingan orang lain di sekitarnya, (5).Toleransi sikap mau menerima pendapat dan perilaku orang lain yang berbeda dengan dirinya. Aspek atau komponen kepercayaan diri dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini :
20
Tabel 2. Aspek dan indikator kepercayaan diri No 1
Komponen Ambisi
Indikator 1.1 Yakin terhadap kemampuan sendiri 1.2 Bangga terhadap hasil karya terbaiknya
2
Mandiri
1.1 2.1 Mampu melakukan tugas tanpa bantuan orang lain. 1.2 2.2 mampu membereskan sisa mainan atau pekerjaan sendiri
3
Optimis
3.1 Bisa mengerjakan tugas yang diberikan 3.2 Berani bercerita di depan kelas
4
Peduli
4.1 Suka membantu teman yang kesulitan 4.2 Mau berbagi dengan teman yang lain
5
Toleransi
5.1 Menghargai orang lain 5.2 Mau mengalah dengan teman
Preston (2007) juga menyatakan bahwa aspek-aspek pembangun kepercayaan diri adalah (1). Self-awareness (kesadaran diri) adalah kemampuan dalam diri sendiri untuk mengerti diri, menentukan hidup, dan menghargai masalah-masalah psikis, (2).intention (niat) merupakan keinginan dalam
hati
untuk
melakukan suatu
hal,
(3).Thinking
mencangkup berpikir positif dan rasional, (4).Imagination berpikir kreatif pada saat akan bertindak, (5). Act yaitu bertindak sesuai apa yang dipikirkan. Maslow (1970) berpendapat bahwa karakteristik anak yang memiliki kepercayaan diri adalah anak yang memiliki “kemerdekaan psikotogis” artinya mereka bebas mengarahkan pikiran dan mencurahkan tenaga berdasar keyakinan atas kemampuan diri untuk melakukan hal-hal yang produktif. Oleh karena itu mereka menyukai pengalaman baru, menghadapi tantangan, pekerja yang efektif dan tanggung jawab sehingga tugas yang dibebankan dapat diselesaikan dengan baik. Ignoffo (1999) juga menggambarkan beberapa karakteristik kepercayaan diri pada
21
individu yaitu, (1) memiliki cara pandang positif terhadap dirinya, (2) yakin terhadap kemampuan yang anak, (3) melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dipikirkan, (4) berpikir positif dalam kehidupan, (5) bertindak mandiri dalam mengambil keputusan, (6) memiliki potensi dan kemampuan. Setiap anak memiliki tingkat kepercayaan diri yang berbeda-beda. Alicke dkk (Crocker & Park, 2004) menggambarkan faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri yang rendah pada anak berkaitan dengan sikap pesimis tentang masa depan dan merasa kemampuan dan kompetensinya selalu kurang dalam mengerjakan suatu hal. Sejalan dengan hal tersebut Adler (Lautser, 2002) menyatakan bahwa anak yang memiliki kepercayaan diri yang rendah cenderung memiliki perasaan inferiorioritas atau perasaan tidak sempurna dalam dirinya. Hal tersebut dapat dilihat dari: (1). Anak yang memiliki kepercayaan diri rendah terlihat sebagai anak yang pemalu, (2).Merasa sering kebingungan, (3). Memiliki sikap rendah hati yang berlebihan, (4). kemahsyuran yang besar, (5).Memiliki kebutuhan berlebihan untuk pamer,(6). Keinginan berlebihan untuk dipuji. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan aspek kepercayaan diri terdiri dari yang meliputi ambisi, optimis, mandiri, toleransi, dan peduli. sedangkan karakteristik kepercayaan diri meliputi memiliki cara pandang yang baik, yakin terhadap kemampuannya, melakukan sesuatu sesuai yang dipikirkan, berpikir positif dalam kehidupan, bertindak mandiri, dan memiliki potensi atau kemampuan. d. Pembentukan Kepercayaan Diri Anak Usia Dini Proses pembentukan kepercayaan diri bersumber dari adanya pengakuan atau aktualisasi. Dundis dan Benson (2003) menyatakan bahwa aktualisasi atau pengakuan dari lingkungan yang didapatkan dari pelatihan atau kompetensi atau karya yang dikerjakan akan membangkitkan kepercayaan diri yang besar dalam diri anak.Pelatihan yang diberikan dapat memberikan kesempatan untuk merasakan dan menjadi produktif
22
dalam mengerjakan tugas dalam pelatihan tersebut. Anak akan belajar tentang hal-hal baru dan belajar mengambil resiko ketika mengerjakan tugas yang diberikan. Molloy (2010) juga mengungkapkan bahwa kepercayaan diri dalam diri seseorang bersumber dari belajar, untuk mengembangkan hal tersebut anak harus melalui empat tahapan dalam belajar. Robinsson (Molloy, 2010) merumuskan empat tahapan pembelajaran yaitu, tahap pertama yaitu unconscious incompetence (anak sadar bahwa dia tidak sanggup untuk melakukan sesuatu, ke tahap conscious incompetence (anak sadar bahwa tidak sanggup untuk melakukan sesuatu), lalu menuju tahap conscious competence
(anak
memiliki
ketrampilan namun
perlu
memikirkan hal apa yang akan dilakukan), tahapan yang terakhir unconscious competence (anak memiliki keterampilan baru yang menjadi alami sampai tidak sadar mereka telah menggunakan ketrampilan tersebut). Perubahan dari keempat tahapan ini berlangsung sepanjang waktu dengan ketekunan dan latihanlah anak dapat mencapainya. Hakim
(2002)
menyatakan
bahwa
proses
pembentukan
kepercayaan diri dibedakan menjadi empat proses yaitu : 1). Terbentuknya kepribadian yang baik sesuai dengan proses perkembangan yang melahirkan kelebihan-kelebihan tertentu, 2). Pemahaman seseorang terhadap
kelebihan-kelebihan
yang
dimilikinya
yang
melahirkan
keyakinan kasar untuk dapat berbuat segala sesuatu dengan memanfaatkan kelebihan-kelebihannya, 3). Pemahaman dan reaksi positif seseorang terhadap kelemahan yang dimilikinya agar tidak menimbulkan rasa rendah diri atau rasa sulit menyesuaikan diri, 4). Pengalaman dalam menjalani berbagai aspek kehidupan dengan menggunakan segala kelebihan yang ada pada dirinya. Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa kepercayaan diri terbentuk dari aktualisasi atau pengakuan dari lingkungan yang didapatkan dari pelatihan atau kompetensi atau karya yang dikerjakan akan membangkitkan kepercayaan diri yang besar dalam diri
23
anak.Pelatihan yang diberikan dapat memberikan kesempatan untuk merasakan dan menjadi produktif dalam mengerjakan tugas dalam pelatihan tersebut. Anak akan belajar tentang hal-hal baru dan belajar mengambil resiko ketika mengerjakan tugas yang diberikan. e. Upaya untuk Meningkatkan Kepercayaan Diri Banyak upaya yang dapat dilakukan dalam meningkatkan kepercayaan diri anak. Adler (Lautser, 2002) menyatakan bahwa ada dua cara menutupi rasa rendah diri yaitu dengan menyerah dan kompensasi. Menyerah berarti rasa rendah diri dianggap sebagai perbaikan terhadap kepercayaan pada diri sendiri yang dapat dicapai. Sedangkan kompensasi bila seseorang memiliki rasa rendah diri maka seseorang berusaha meniadakan perasaan tersebut dengan menebus atau mencari pemulih. Jadi kompensasi adalah akibat yang wajar daripada rasa rendah diri. Oleh karena itu penting bahwa seseorang tidak berpura-pura dengan rasapercaya
diri
tetapi
tetap
mengembangkannya
dari
dalam
kepribadiannya. Selain itu tidak kalah penting seseorang untuk tidak hanya mengkompensasi kelemahan dengan kelebihan dan dapat menerima kenyataan diri pribadinya. Menumbuhkan rasa percaya diri yang proporsional maka seseorang harus memulainya dari dalam diri sendiri. Hal ini sangat penting karena hanya dirinya yang dapat mengatasi rasa rendah diri yang dimiliki. Lautser (2002) menyatakan terdapat beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kepercayaan diri yaitu, 1). Mencari penyebab rendahnya sikap percaya diri, 2). Mengatasi kelemahan yang dimiliki, 3). Mengembangkan bakat dan kemampuan, 4). Berbangga dan berbahagia dengan keberhasilan yang telah dicapai, 5). Bebaskan diri dari pendapat orang lain. 6). Kembangkan bakat melalui hobi, 7). Melakukan pekerjaan dengan rasa yang optimis, 8). Miliki cita-cita yang realistis, 9). Jangan terlalu sering membandingkan diri dengan orang lain, 10). Berpikir bahwa tak seorangpun mempunyai hasil yang sama dalam setiap bidang.
24
Santrock
(2001)
menyebutkan
terdapat
beberapa
cara
meningkatkan rasa percaya diri yaitu : (1). Mengidentifikasi penyebab kurang percaya diri dan identifikasi domain-domain kompetensi diri yang penting, (2). Memberi dukungan dan penerimaan sosial dari orang tua, guru, teman sebaya, dan keluarga. (3). Prestasi,percaya diri pada anak mampu meningkat melalui prestasi-prestasi yang anak hasilkan melalui tugas-tugas, (4).Mengatasi masalah, ketika anak dihadapkan pada masalah. Anak akan berusaha mencari jalan keluar atas masalah yang dihadapinya hal tersebut akan mendorong terjadinya persetujuan dalam diri anak sehingga bisa meningkatkan rasa percaya diri dalam diri anak. Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat beragam cara yang dapat dilakukan dalam membangun kepercayaan diri dalam diri anak. Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kepercayaan diri yaitu, (1). Mencari penyebab rendahnya sikap percaya diri, (2). Mengatasi kelemahan yang dimiliki, (3). Mengembangkan bakat dan kemampuan, (4). Berbangga dan berbahagia dengan keberhasilan yang telah dicapai, (5). Bebaskan diri dari pendapat orang lain, (6). Kembangkan bakat melalui hobi, (7). Melakukan pekerjaan dengan rasa yang optimis, (8). Miliki cita-cita yang realistis, (9). Jangan terlalu sering membandingkan diri dengan orang lain, (10). Berpikir bahwa tak seorangpun mempunyai hasil yang sama dalam setiap bidang. Selain terdapat beberapa teori yang mendukung terdapat beberapa Penelitian-penelitian sebelumnya yang dapat dijadikan acuan atau referensi dalam penelitian yaitu : a. Penelitian Oskar Ku, Y.Chen, Denise Sherry H.Wu, Andrew C.C.Lao. and Tak Wai Chan .(2014). Dengan penelitian berjudul “The Effects of GameBased Learning on Mathematical Confidence and Performance High Ability
vs
Low
Ability”.
Penelitian
ini
menyimpulkan
bahwa
terjadiperbaikan yang nyata dalam kepercayaan diri anak yang diberikan perlakuan berupa tugas dalam permainan yang berbasis pembelajaran (Games Based Learning) dengan menggunakan komputer mengalami
25
peningkatan yang signifikan dibandingkan anak yang mendapat perlakuan dengan kegiatan berbasis kertas. Penelitian di atas relevan dengan penelitian ini. Persamaan kedua penelitian ini adalah Terletak pada variabel bebas kepercayaan diri. Selain memiliki persamaan,penelitian ini juga memiliki perbedaan yaitu Pada penelitian ini menggunaan Games Based Learning (GBL) dengan menggunakan komputer sedangkan penelitian ini menggunakan math games . b. Penelitian Song (2002) dalam penelitian yang berjudul “Designing GameBased Interactive Mathematics”. Penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa terjadi perubahan yang signifikan terhadap prestasi matematika setelah diberikan permainan matematika dengan penggunaan komputer. Penelitian di atas relevan dengan penelitian ini. Persamaan kedua penelitian ini adalah Terletak pada penggunaan permainan matematika Selain memiliki persamaan,penelitian ini juga memiliki perbedaan yaitu Penggunaan komputer pada permainan matematika. Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa penelitian yang dilakukan oleh peneliti merupakan penelitian yang baru sehingga diharapkan penelitian ini dapat digunakan untuk menguji efek positif math games terhadap kepercayaan diri anak usia 5-6 tahun.
Kepercayaan kemampuan
yang
B. Kerangka Berpikir diri merupakan suatu dimiliki
seseorang.
keyakinan
Kepercayaan
terhadap diri
perlu
dikembangkan sejak anak masih usia dini, sebab dalam masa-masa tersebut anak mengalami perkembangan yang luar biasa. Banyak sekali kemajuan-kemajuan yang dialami anak-anak dalam masa tersebut.Seorang anak yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi dalam dirinya akan mampu untuk
berpikir positif, memiliki keberanian, dan dapat
26
menghasilkan karya yang kreatif. Namun dalam kenyataanya, anak masih sering takut-takut dalam mengerjakan suatu tugas yang diberikan. Hal tersebut tidak hanya terjadi dalam dunia pendidikan, namun ketika anak berada di rumah, maupun di lingkungan masyarakat sering timbul masalah mengenai kepercayaan diri anak. Melihat realita di atas perlu adanya sebuah stimulus yang menarik dan menyenangkan agar dapat membantu anak untuk mengembangkan kepercayaan diri dalam dirinya, salah satu stimlus yang diberikan dapat berbentuk sebuah permainan. Permainan dipilih karena di dalam sebuah permainan yang telah dirancang anak tidak akan sadar bahwa dia telah mempelajari suatu hal di dalamnya. Melalui sebuah permainan anak dapat mencurahkan perasaan dalam kehidupan sehari-hari seperti rasa senang, sedih, takut, dan lain sebagainya. Salah satu bentuk permainan tersebut adalah Math Games (permainan matematika). Math Games merupakan salah satu cara menyampaikan pembelajaran matematika melalui cara yang kreatif, menarik, dan menyenangkan. Berdasarkan hal tersebut diharapkan anak mampu mengembangkan kepercayaan diri dalam bentuk yang paling sederhana. Anak dapat menerapkan kepercayaan diri tidak hanya di lingkungan sekolah tetapi dimanapun dan kapanpun.
27
Penitian ini dilakukan untuk mengetahui efek positif math games terhadap kepercayaan dirianak usia 5-6 tahun . Hal tersebut dapat dilihat padakerangka berpikir berikut:
Anak belum menyadari pentingnya kepercayaandiri
Anak memerlukan stimulus khusus untuk mengembangkan kepercayaan diri dalam dirinya
Pemberian stimulus berupa permainan matematika
-
Kepercayaan diri anak meningkat
Kepercayaan diri anak tetap
Gambar 1. Kerangka Berpikir
C. Hipotesis Berdasarkan kerangka berpikir yang dikemukakan sebelumnya, maka dapat dirumuskan hipotesis dalam penelitian ini adalah “Math Games memiliki efek positif terhadap kepercayaan diri anak usia 5-6 ta