9 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka 1.
Penyelesaian Soal Cerita Matematika pada Siswa Kelas V Sekolah Dasar a. Karakteristik Siswa Kelas V Sekolah Dasar Karakteristik siswa sekolah dasar adalah mereka menampilkan perbedaan-perbedaan individual dalam banyak segi dan bidang diantaranya, perbedaan intelegensi, kemampuan dalam kognitif dan bahasa, perkembangan kepribadian dan perkembangan fisik anak. Siswa sekolah dasar umumnya berkisar antara 6 sampai 7 tahun, sampai 12 atau 13 tahun. Karakteristik siswa SD secara umum dikemukakan oleh Bassett, Jacka, dan Logan yaitu (1) secara alamiah mereka memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan tertarik akan dunia sekitar mereka; (2) senang bermain dan lebih suka bergembira; (3) suka mengatur dirinya untuk menangani berbagai hal, mengeksplorasi situasi dan mencoba usahausaha baru; (4) terdorong untuk berprestasi sebagaimana mereka tidak suka dengan ketidakpuasan dan menolak kegagalan-kegagalan; (5) mereka belajar secara efektif ketika mereka merasa puas dengan situasi yang terjadi; dan (6) mereka belajar dengan cara bekerja, mengobservasi, berinisiatif, dan mengajar anak-anak lainnya (Sumantri, 2001: 11). Secara rinci, Piaget (Yusuf, 2011: 6) mengemukakan bahwa proses perkembangan berpikir anak dari kecil hingga dewasa melalui empat tahap perkembangan, yaitu (1) tahap sensori motor (0-2 tahun), kegiatan intelektual anak hampir seluruhnya merupakan gejala yang diterima secara langsung melalui indera; (2) tahap pra-operasional (2-7 tahun), anak semakin memahami lambang-lambang bahasa yang digunakan untuk menunjukkan benda-benda; (3) tahap operasional konkret (7-11 tahun), anak mulai berpikir logis dan sistematis untuk 9
10 mencapai pemecahan masalah; dan (4) tahap operasional formal (11-15 tahun), pola pikir anak sudah dapat membentuk ide-ide dan berpikir tentang masa depan secara realistis. Berdasarkan tahap perkembangan kognitif yang diungkapkan Piaget tersebut, maka siswa kelas V berada dalam tahap operasional konkret (7-11 tahun) dimana anak telah mampu berpikir secara logis, namun belum mampu berpikir secara abstrak. Berdasarkan
uraian
di
atas
dapat
disimpulkan
bahwa
karakteristik siswa kelas V SD yaitu berada pada usia sekitar 10-11 tahun termasuk dalam dalam tahap perkembangan operasional konkret, pertumbuhan
fisik
anak
berkembang
cepat,
perkembangan
belajar/berpikir anak sudah sedikit dapat berpikir logis, cenderung masih suka bermain, memiliki rasa ingin tahu yang besar dan memiliki kemampuan pemecahan masalah (problem solving) sederhana. Penerapan model pembelajaran CIRC (Cooperatif Integrated Reading And Composition) dengan media ular tangga sesuai dengan karakteristik siswa kelas V SD tersebut yang masih suka bermain, mulai berpikir logis, memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan kemampuan memecahkan masalah (problem solving) sederhana. b. Hakikat Pembelajaran Matematika 1) Pembelajaran Matematika a) Pengertian Belajar Sebagian besar dari proses perkembangan berlangsung melalui kegiatan belajar. Belajar yang disadari ataupun yang tidak disadari, belajar selalu berkenaan dengan perubahan-perubahan pada diri orang yang belajar. Para ahli telah mencoba menjelaskan pengertian belajar dengan mengemukakan rumusan/ definisi menurut sudut pandang masing-masing, baik bentuk rumusan maupun aspek-aspek yang ditentukan dalam belajar. Beberapa ahli menyatakan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku, sikap, kecakapan,
11 kebiasaan, kepandaian seseorang yang merupakan hasil dari pengalaman yang berulang-ulang (Purwanto, 2007 : 84). Hamalik ( 2014 : 36) menyatakan bahwa belajar merupakan modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman Definisi ini diperkuat oleh tafsiran bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan yang menekankan bahwa belajar bukan hanya mengingat tetapi juga mengalami. Dalam interaksi inilah terjadi serangkaian pengalaman-pengalaman belajar. Dari definisi-definisi tersebut dapat disintesiskan bahwa pengertian belajar merupakan usaha yang dilakukan individu untuk mengadakan perubahan dalam dirinya secara keseluruhan baik berupa pengalaman, keterampilan, sikap dan tingkah laku sebagai akibat dari latihan serta interaksinya dengan lingkungan. b) Faktor - Faktor Belajar Purwanto (2007 : 102), menjelaskan bahwa faktorfaktor belajar dibedakan menjadi dua golongan, yaitu : (1) Faktor individual, yaitu faktor yang ada pada diri organisme itu sendiri, yang meliputi faktor kematangan/pertumbuhan, kecerdasan, latihan, motivasi dan faktor pribadi. (2) Faktor sosial, yaitu faktor yang ada di luar individu. Yang termasuk faktor sosial antara lain faktor keluarga/keadaan rumah tangga, guru dan cara mengajarnya, alat-alat yang dipergunakan dalam belajar-mengajar, lingkungan dan kesempatan yang tersedia, dan motivasi sosial. Sedangkan Ruseffendi mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi hasil belajar ada sepuluh macam, yaitu: kecerdasan, kesiapan anak, bakat anak, kemauan belajar, minat anak, model penyajian materi, pribadi dan sikap guru, suasana belajar, kompetensi guru, dan kondisi masyarakat (Susanto, 2013: 12-14).
12 Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi belajar siswa berasal dari dalam diri siswa (internal) dan dari luar diri siswa (eksternal). c) Pengertian Pembelajaran Pembelajaran merupakan komunikasi dua arah antara guru dan murid yang di dalamnya mengandung makna belajar dan mengajar atau merupakan kegiatan belajar dan mengajar. Belajar dilakukan oleh siswa, sedangkan mengajar dilakukan oleh pihak guru. UUSPN No. 23 tahun 2003 menyatakan bahwa “Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.” Menurut Corey (Sagala, 2014 : 61), “Pembelajaran adalah suatu proses di mana lingkungan seorang sengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dan kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi
tertentu.”
Dalam
pandangan
Corey,
pembelajaran
merupakan upaya menciptakan kondisi dan lingkungan belajar yang kondusif sehingga memungkinkan siswa berubah tingkah lakunya. Wenger
(Huda,
2014:
2)
berpendapat
bahwa
”Pembelajaran bukanlah aktivitas, sesuatu yang dilakukan oleh seseorang ketika ia melakukan aktivitas yang lain. Pembelajaran juga bukanlah sesuatu yang berhenti dilakukan oleh seseorang.” Lebih dari itu, pembelajaran bisa terjadi di mana saja dan pada level yang berbeda-beda, secara individual, kolektif, ataupun sosial. Berdasarkan definisi dari beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian pembelajaran adalah sebuah interaksi dua arah antara guru dengan siswa dalam proses penyampaian informasi pengetahuan dan keterampilan yang dapat
13 terjadi di mana saja, tanpa terhenti, dan pada level yang berbedabeda. d) Hasil Belajar Hasil adalah suatu istilah yang digunakan untuk menunjukan sesuatu yang dicapai seseorang setelah melakukan suatu usaha. Bila dikaitkan dengan belajar berarti hasil menunjukan sesuatu yang dicapai oleh seseorang yang belajar dalam selang waktu tertentu. Menurut Bloom, dkk hasil belajar dapat dikelompokkan ke dalam tiga domain, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor (Arifin, 2014: 21). Sedangkan,
Dimyati
&
Mudjiono
(2009:
3-4)
berpendapat, “Hasil belajar adalah hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses belajar.” Susanto (2014: 5) menyatakan, “Hasil belajar adalah perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor sebagai hasil dari kegiatan belajar.” Berdasarkan beberapa pendapat di atas, hasil belajar dapat disimpulkan sebagai hasil akhir dalam proses belajar mengajar yang berupa perubahan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor yang disebabkan adanya kegiatan belajar. e) Pengertian Matematika Menurut
Kurikulum
Tingkat
Satuan
Pendidikan
(Depdiknas, 2006: 147), matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia.
14 Matematika juga mendasari perkembangan disiplin ilmu yang lain. Bidang studi matematika diperlukan untuk proses perhitungan dan proses berpikir yang sangat dibutuhkan orang dalam menyelesaikan masalah. Bidang studi ini ada pada semua jenjang pendidikan, mulai dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Kata matematika menurut Depdiknas (Susanto: 184) berasal dari bahasa Latin, manthanein atau mathema yang berarti “belajar atau hal yang dipelajari,” sedang dalam bahasa Belanda, matematika disebut wiskunde atau ilmu pasti, yang kesemuanya berkaitan dengan penalaran. Wahyudi (2008: 3 ), menyatakan: Matematika merupakan suatu bahan kajian yang memiliki objek abstrak dan dibangun melalui proses penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya yang sudah diterima, sehingga kebenaran antar konsep dalam Matematika bersifat sangat kuat dan jelas. Menurut Lerner (Abdurrahman, 2003 : 252) menyatakan bahwa matematika selain sebagai bahasa simbolis juga sebagai bahasa universal yang memungkinkan manusia memikirkan, mencatat, dan mengkomunikasikan ide mangenai elemen dan kuantitas. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian matematika adalah suatu ilmu pengetahuan yang memiliki objek abstrak dengan menggunakan penalaran deduktif dan pemecahan masalah melalui pembuktian yang logis. f) Pembelajaran Matematika di SD Pembelajaran matematika merupakan suatu proses belajar mengajar yang mengandung kegiatan belajar dan mengajar anatara guru dan siswa maupun dengan lingkungan belajar disaat pembelajaran matematika sedang berlangsung.
15 Susanto (2013: 187-188) mengatakan bahwa “Pembelajaran Matematika adalah suatu proses belajar mengajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir siswa yang dapat meningkatkan kemampuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi matematika.” Pembelajaran matematika di SD menurut Heruman (2008: 2) bertujuan agar siswa terampil dalam menggunakan berbagai konsep matematika dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menuju ketercapaian keterampilan tersebut, harus melalui langkah-langkah benar sesuai dengan kemampuan dan lingkungan siswa. Adapun langkah penanaman konsep yang benar menurut Heruman (2008: 2-3) yaitu: a. Penanaman konsep dasar Pembelajaran penanaman konsep dasar merupakan jembatan yang harus apat menghubungkan kemampua kognitif siswa yagn konkret dengan konsep baru matematika yang abstrak. b. Pemahaman konsep Pemahaan konsep matematika merupakan langkah lanjutan dari penanaman konsep dasar, pada langkah ini bertujuan agar siswa lebih memahami suatu konsep matematika dengan baik. c. Pembinaan keterampilan Pada tahap ini penanaman dan pemahaman konsep sudah dianggap disampaikan dan pada langkah ini bertujuan agar siswa lebuh terampil dalam menggunakan berbagai konsep matematika. Berdasarkan
beberapa
pendapat
di
atas,
dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran matematika di SD adalah proses belajar mengajar yang di dalamnya terdapat interaksi antara guru dan siswa SD tentang matematika yang bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan kreativitas berpikir siswa dalam mempelajari matematika agar siswa dapat menerapkan berbagai konsep matematika dalam kehidupan sehari-hari.
16 2) Tujuan Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Tujuan dari mata pelajaran matematika, Wahyudi (2008:3 ) mengatakan bahwa “Tujuan matematika adalah melatih cara berpikir secara sistematis, logis, dan konsisten. Selain itu, Depdiknas (2006: 148) menyatakan : Mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan: (1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau alogaritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah; (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaiakan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; (4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; (5) memiliki sikap menghargai kegunaaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Lebih lanjut Susanto (2013: 189) menyatakan “Secara umum tujuan pembelajaran matematika di sekolah dasar adalah agar siswa mampu
dan
terampil
menggunakan
matematika
serta
dapat
memberikan tekanan penataran nalar dalam penerapan matematika.” Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran matematika adalah sebagai berikut : a) Melatih berpikir secara sistematis, logis, kreatif dan konsisten. b) Memahami
konsep
matematika,
menjelaskan
keterkaitan
antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau alogaritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah. c) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika;
17 d) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaiakan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; e) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; f) Memiliki
sikap
menghargai
kegunaaan
matematika
dalam
kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. 3) Ruang Lingkup Matematika di Sekolah Dasar Wahyudi (2008: 3) menyatakan bahwa “Ruang lingkup matematika dikelompokkan menjadi kemahiran matematika, bilangan, pengukuran dan geometri, aljabar, statistika dan peluang, trigonometri dan kalkulus” Depdiknas (2006: 148) menyebutkan, “Ruang lingkup mata pelajaran matematika pada satuan pendiidkan SD/MI meliputi aspekaspek berikut: (1) bilangan; (2) geometri dan pengukuran; (3) pengolahan data.” Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup matematika pada satuan pendidikan SD/MI meliputi bilangan, pengukuran dan geometri, serta pengolahan data. Dalam penelitian yang akan peneliti lakukan, materi yang dipilih adalah pecahan yang termasuk dalam ruang lingkup bilangan. 4) Materi Pecahan Kelas V Sekolah Dasar a) Silabus Materi Pecahan Kelas V Sekolah Dasar Materi pecahan kelas V SD antara lain tentang mengubah pecahan ke bentuk persen, mengubah pecahan ke bentuk pecahan, mengubah pecahan biasa menjadi bentuk desimal, mengubah desimal menjadi bentuk pecahan, mengubah bentuk desimal menjadi bentuk persen, mengubah bentuk persen menjadi bentuk desimal, mengurutkan dan membandingkan pecahan, dan
18 melakukan operasi hitung pecahan, menyelesaiakan soal cerita, pecahan dan perbandingan skala. Berikut
adalah
uraian
Standar
Kompetensi
dan
Kompetensi Dasar mata pelajaran Matematika pada kelas V semester 2 yang akan menjadi bahan penelitian:
Tabel 2.1 Pemetaan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Matematika pada Kelas V Semester 2 tentang Pecahan Standar Kompetensi Kompetensi Dasar 5.1 Mengubah pecahan ke bentuk 5. Menggunakan persen dan desimal serta pecahan dalam sebaliknya pemecahan masalah 5.2 Menjumlahkan dan mengurangkan berbagai bentuk pecahan 5.3 Mengalikan dan membagi berbagai bentuk pecahan 5.4 Menggunakan pecahan dalam masalah perbandingan dan skala Pada penelitian ini, peneliti memilih Kompetensi Dasar 5.2 tentang
“Menjumlahkan
dan
mengurangkan
berbagai
bentuk
pecahan.” Indikator yang hendak dicapai berkaitan dengan masalah sehari-hari yang dituangkan dalam soal cerita. Berikut adalah pemetaan indikator yang hendak dicapai yaitu: 5.2.1
Menentukan penjumlahan pecahan biasa berpenyebut sama dengan pecahan biasa berpenyebut beda.
5.2.2
Menentukan penjumlahan pecahan campuran berpenyebut sama dengan pecahan campuran berpenyebut beda.
5.2.3
Menentukan pengurangan pecahan biasa berpenyebut sama dengan pecahan biasa berpenyebut beda.
5.2.4
Menentukan pengurangan pecahan campuran berpenyebut sama dengan pecahan campuran berpenyebut beda.
19 5.2.5
Menentukan penjumlahan pecahan desimal dengan pecahan desimal.
5.2.6
Menentukan penjumlahan pecahan desimal dengan pecahan biasa.
5.2.7
Menentukan pengurangan pecahan desimal dengan pecahan desimal.
5.2.8
Menentukan pengurangan pecahan desimal dengan pecahan biasa.
b) Materi Pecahan Kelas V Sekolah Dasar Pecahan merupakan bagian dari bilangan rasional. Pecahan adalah suatu bilangan yang dapat ditulis melalui a pasangan terurut dari bilangan cacah , di mana b ≠ 0. Konsep b pecahan dapat dilihat dari peragaan pecahan. Peragaan pecahan dibedakan menjadi dua yaitu pecahan didasarkan atas pembagian benda dan didasarkan atas himpunan bagian (Wahyudi, 2008: 127-129). Berikut adalah peragaan pecahan: (1) Pecahan didasarkan atas Pembagian Benda: menunjukkan satuan, bilangan 1. 1 menunjukkan pecahan setengah 1 2
1 2
1
atau seperdua . 2
menunjukkan pecahan seperempat 1 4
1 4
1 4
1 4
1
( ). 4
(2) Pecahan didasarkan atas Himpunan Bagian:
daerah yang yang berwarna hitam 1
menunjukkan pecahan . 4
20 daerah
yang
berwarna
hitam
3
menunjukkan pecahan . 8
Persamaan nilai pecahan:
sama dengan =
1 4
3 12
2 8
1 4
Berdasarkan penjelasan silabus dan konsep tentang pecahan kelas V SD, berikut merupakan uraian materi pecahan yang akan dilaksanakan dalam pembelajaran selama penelitian dilakukan yaitu: a) Operasi penjumlahan pecahan biasa (1) Operasi penjumlahan pecahan biasa berpenyebut sama Langkah-langkah penyelesaian: -
Menjumlahkan
kedua
pecahan
tersebut.
Operasi
penjumlahan pecahan biasa berpenyebut sama, maka yang dijumlahkan hanya pembilangnya saja, sedangkan penyebutnya tetap. Contoh: 1 3 1+3 4 + = = 5 5 5 5 1
3
4
Jadi, hasil dari 5 + 5adalah 5.
21 Contoh soal cerita Ibu baru saja pergi ke pasar. Ibu membeli kue. Kemudian ibu memberikan kue tersebut kepada Ani dan Ayah. Ani mendapatkan
1
bagian, dan Ayah mendapatkan
5
3 5
bagian.
Berapa jumlah kue yang ibu beli ? Cara Penyelesaiannya : 1
3
5
5
Diketahui
: kue milik Ani = , kue milik Ayah =
Ditanyakan
: Berapa jumlah kue yang ibu beli?
Jawab
: 1 3 1+3 4 + = = 5 5 5 5 4
Jadi, jumlah kue yang dibeli ibu adalah 5. (2) Operasi penjumlahan pecahan biasa berpenyebut tidak sama Langkah-langkah penyelesaian: -
Menentukan KPK dari penyebut pecahan tersebut, misal KPK, mengubah penyebut pecahan tersebut dengan KPKnya, menjumlahkan pecahan tersebut. Contoh: 1 3 5 12 17 + = + = 4 5 20 20 20 1
3
17
Jadi, hasil dari 4 + 5adalah 20. Contoh soal cerita Nenek dan bibi pergi ke warung sembako. Nenek membeli gula
1 4
kg , Bibi membeli beras
3 5
. Berapa jumlah belanjaan
nenek dan bibi ? Cara Penyelesaiannya : Diketahui
1
3
: Gula = 4 kg , Beras = 5 kg
Ditanyakan : Berapa jumlah belanjaan nenek dan bibi?
22 Jawab
: 1 3 5 12 17 + = + = 4 5 20 20 20 17
Jadi, jumlah belanjaan nenek dan bibi adalah 20 b) Operasi pengurangan pecahan biasa (1) Operasi pengurangan pecahan biasa berpenyebut sama Langkah-langkah penyelesaian: -
Mengurangkan
kedua
pecahan
tersebut.
Operasi
pengurangan pecahan biasa berpenyebut sama, maka yang dikurangkan hanya pembilangnya saja, sedangkan penyebutnya tetap. Contoh: 3 1 3-1 2 - = = 5 5 5 5 3
1
2
Jadi, hasil dari 5 - 5 adalah 5. Contoh Soal Cerita 3
Andi pergi memancing dan pulang membawa ikan sebanyak 5 kantong. Ia memberikan ikan tersebut kepada ibu untuk 1
digoreng sebanyak 5 kantong dan sisanya ia simpan di dalam lemari es. Berapa banyak ikan yang Andi simpan di dalam lemari es? Cara Penyelesaiannya: Diketahui
: membawa ikan sebanyak
3 5
kantong digoreng
1
sebanyak 5 kantong. Ditanyakan : Berapa banyak ikan yang Andi simpan di dalam lemari es? Jawab
: 3 1 3-1 2 - = = 5 5 5 5
23 Jadi, ikan yang disimpan Andi di dalam lemari es adalah
2 5
kantong. (2) Operasi pengurangan pecahan biasa berpenyebut tidak sama Langkah-langkah penyelesaian: -
Menentukan KPK dari penyebut pecahan tersebut, mengubah penyebut pecahan tersebut dengan KPKnya, mengurangkan pecahan tersebut. Contoh: 2 1 8 5 3 - = = 5 4 20 20 20 2
3
1
Jadi, hasil dari 5 - 4 adalah 20. Contoh Soal Cerita Andre memiliki kelereng yang banyak dan dimasukkan kedalam kantong. beratnya mencapai
2 5
kg. Kelereng tersebut
akan diberikan kepada adiknya sebanyak
1 4
kg. Berapa sisa
kelereng milik Andre sekarang? Cara Penyelesaiannya: Diketahui
: kelereng Andre beratnya
2 5
kg, diberikan
1
kepada adiknya sebanyak 4 kg Ditanyakan
:
Berapa
sisa
kelereng milik
Andre
sekarang? Jawab
: 2 1 8 5 3 - = = 5 4 20 20 20 3
Jadi, sisa kelereng milik Andre sekarang adalah 20 kg. c) Operasi penjumlahan pecahan campuran (1) Operasi penjumlahan pecahan campuran berpenyebut sama dengan pecahan campuran berpenyebut sama. Langkah-langkah penyelesaian:
24 -
Mengubah pecahan campuran menjadi pecahan biasa agar mudah dilakukan operasi hitung, mengubah penyebut pecahan tersebut, menjumlahkan pecahan tersebut. Contoh: 1 1 3 5 8 1 + 2 = + = =4 2 2 2 2 2 1
1
8
Jadi, hasil dari 1 2 + 2 2 adalah 2 𝑎𝑡𝑎𝑢 4 Contoh Soal Cerita 1
Reza memiliki 2 bola. Bola kuning beratnya 1 2 kg. Bola putih 1
beratnya 2 2 kg. Berapa kg berat kedua bola Reza? Cara Penyelesaiannya: 1
: Bola kuning beratnya 1 2 kg
Diketahui
1
Bola putih beratnya 2 kg 2
Ditanyakan
: Berapa kg berat kedua bola Reza?
Jawab
:
1
1
12+ 22 =
3 2
5
+2=
8 2
=4 8
Jadi, berat kedua bola Reza adalah 2 kg atau 4 kg. (2) Operasi penjumlahan pecahan campuran dengan pecahan campuran berpenyebut tidak sama. Langkah-langkah penyelesaian: -
Mengubah pecahan campuran menjadi pecahan biasa agar mudah dilakukan operasi hitung, menentukan KPK dari penyebut pecahan tersebut, Mengubah penyebut kedua pecahan tersebut dengan KPKnya, kemudian jumlahkan pecahan tersebut. Contoh:
25 3 1 21 16 37 1 1 +1 = + = =3 4 3 12 12 12 12 3
1
1
Jadi, hasil dari 1 4 + 1 3 adalah 3 12. Contoh Soal Cerita Kakak pergi ke toko kain. Ia membeli kain untuk membuat 3
baju sepanjang 1 4 𝑚 , dan untuk membuat rok sepanjang 1
1 𝑚. Berapa meter jumlah kain yang dibeli Kakak? 3
Cara Penyelesaiannya: 3
: kain untuk membuat baju = 1 4 𝑚
Diketahui
1
kain untuk membuat rok = 1 3 𝑚 Ditanyakan
: Berapa meter jumlah kain yang dibeli Kakak?
Jawab 3
: 1
7
4
14+ 13 = 4+ 3 21
16
= 12 + 12 37
= 12 1
= 3 12 37
1
Jadi, jumlah kain yang dibeli Kakak adalah 12 m atau 3 12 m. d) Operasi pengurangan pecahan campuran (1) Operasi pengurangan pecahan campuran berpenyebut sama dengan pecahan campuran berpenyebut sama. Langkah-langkah penyelesaian: -
Mengubah pecahan campuran menjadi pecahan biasa agar mudah dilakukan operasi hitung, mengubah penyebut pecahan tersebut, mengurangkan pecahan tersebut. Contoh:
26 1 1 5 3 2 2 − 1 = − = =1 2 2 2 2 2 1
1
2
Jadi, hasil dari 2 2 − 1 2 adalah 2 𝑎𝑡𝑎𝑢 1 Contoh Soal Cerita Ibu membeli kain membuat baju untuk Dea dan Verin. Kain 1
yang dibeli ibu panjangnya 2 2 meter. Digunakan untuk 1
membuat baju Dea sepanjang 1 2 meter. Berapa meter kain yang digunakan untuk membuat baju Verin? Cara Penyelesaiannya: Diketahui
1
: Kain yang dibeli ibu panjangnya 2 2 meter. 1
Untuk membuat baju Dea sepanjang 1 2 meter Ditanyakan
: Berapa meter kain yang digunakan untuk membuat baju Verin?
Jawab
:
1 1 5 3 2 2 − 1 = − = =1 2 2 2 2 2 Jadi, panjang kain yang digunakan untuk membuat baju Verin 2
adalah 2 meter atau 1 meter (2) Operasi pengurangan pecahan campuran dengan pecahan campuran berpenyebut tidak sama. Langkah-langkah penyelesaian: -
Mengubah pecahan campuran menjadi pecahan biasa agar mudah dilakukan operasi hitung, menentukan KPK dari penyebut pecahan tersebut, mengubah penyebut pecahan tersebut dengan KPKnya, kemudian kurangkan pecahan tersebut. Contoh:
27 3 1 21 16 9 3 1 -1 = = = 4 3 12 12 12 4 3
1
3
Jadi, hasil dari 1 4 - 1 3 adalah 4
Contoh Soal Cerita 3
Ibu membeli telur sebanyak 1 4 kg. Kemudian telur tersebut 1
digunakan untuk membuat kue sebanyak 1 3 kg. Berapa kg sisa telur yang dimiliki ibu? Cara Penyelesaiannya: Diketahui
3
: Ibu membeli telur sebanyak 1 4 kg. Digunakan 1
untuk membuat kue sebanyak 1 3 kg Ditanyakan
: Berapa kg sisa telur yang dimiliki ibu?
Jawab
: 3 1 21 16 9 3 1 -1 = = = 4 3 12 12 12 4 3
Jadi, sisa telur yang dimiliki ibu sebanyak 4 kg. e)
Operasi penjumlahan pecahan desimal (1) Operasi penjumlahan pecahan desimal dengan pecahan desimal. Langkah-langkah penyelesaian: -
Menyusun pecahan desimal tersebut dengan teknik bersusun pendek , kemudian jumlahkan pecahan desimal tersebut dengan teknik bersusun pendek, dengan memerhatikan nilai tempatnya. Contoh: 0,75 1,3 + 2,05 Jadi, hasil dari 0,75+ 1,3 adalah 2,05
28 Contoh Soal Cerita Kakek sedang memotong kayu. Kayu tersebut dipotong sepanjang 0,75 m dan 1,3 m. Berapakah panjang seluruuh kayu tersebut? Cara Penyelesaiannya: Diketahui
: Kayu tersebut dipotong sepanjang 0,75 m dan 1,3 meter
Ditanyakan
: Berapakah panjang seluruuh kayu tersebut?
Jawab
: 0,75 1,3 + 2,05
Jadi, panjang seluruh kayu tersebut adalah 2, 05 meter. (2) Operasi penjumlahan pecahan biasa dengan pecahan desimal Langkah-langkah penyelesaian: -
Mengubah pecahan desimal menjadi pecahan biasa agar mudah dilakukan operasi hitung, menentukan KPK dari penyebut pecahan tersebut jika penyebutnya belum senilai, kemudian jumlahkan pecahan tersebut. Contoh: 2 4
2
1
3
+ 0,25= 4 + 4 = 4 (bentuk pecahan)
Jadi, bentuk pecahan dari hasil penjumlahan 3
adalah 4, sedangkan bentuk pecahan desimal dari
2 4 3 4
+ 0, 25 adalah
0,75. Contoh Soal Cerita 2
Dina membeli 0,25 kg gula pasir dan 4 𝑘𝑔 gula merah. Berapa jumlah gula yang dibeli oleh Dina? 2
Diketahui
: 0,25 kg gula pasir dan 4 𝑘𝑔 gula merah
Ditanyakan
: Berapa jumlah gula yang dibeli oleh Dina?
Jawab
:
29 2
1
2
0,25 + 4 = 4 +
4
3
= 4 atau 0,75 Jadi, jumlah gula yang dibeli oleh Dina adalah
3 4
kg atau 0,75
kg. f) Operasi pengurangan pecahan desimal (1) Operasi pengurangan pecahan desimal dengan pecahan desimal. Langkah-langkah penyelesaian: -
Menyusun pecahan desimal tersebut dengan teknik bersusun pendek, kemudian kurangkan pecahan desimal tersebut
dengan
teknik
bersusun
pendek,
dengan
memerhatikan nilai tempatnya. Contoh: 1,3 0,5 0,8 Jadi, hasil dari 1,3 - 0,5 adalah 0,8 Contoh Soal Cerita Kakek memiliki kayu. Kayu tersebut panjangnya 1,3 m. Kemudian kayu tersebut dipotong sepanjang 0,5 m untuk dijadikan tiang. Berapakah panjang sisa kayu milik Kakek? Cara Penyelesaiannya: Diketahui
: Panjang kayu 1,3 m. Kemudian kayu tersebut dipotong sepanjang 0,5 m untuk dijadikan tiang.
Ditanyakan
: Berapakah panjang sisa kayu milik Kakek?
Jawab
: 1,3 0,5 + 0,8
Jadi, panjang sisa kayu milik kakek adalah 0,8 meter.
30 (2) Operasi pengurangan pecahan biasa dengan pecahan desimal Langkah-langkah penyelesaian: -
Mengubah pecahan desimal menjadi pecahan biasa agar mudah dilakukan operasi hitung, menentukan KPK dari penyebut a pecahan tersebut jika penyebutnya belum senilai, kemudian kurangkan kedua pecahan tersebut. Contoh: 2 4
2 1
1
- 0,25= 4 - 4 = 4 (bentuk pecahan) 2
Jadi, bentuk pecahan dari hasil penjumlahan4 - 0, 25 1
adalah 4, sedangkan bentuk pecahan desimal dari
1 4
adalah
0,25. Contoh Soal Cerita Boni membeli mentega
2
kg kemudian mentega tersebut
4
dipergunakan ibu untuk membuat adonan kue sebanyak 0,25 kg. Berapakah sisa mentega sekarang? Cara Penyelesaiannya: 2
Diketahui
: Boni membeli mentega 4kg. Digunakan
untuk
membuat
adonan
kue
sebanyak 0,25 kg. Ditanyakan : Berapakah sisa mentega sekarang? Jawab
: 2 2 1 1 - 0,25= - = 4 4 4 4 1
Jadi, sisa mentega sekarang adalah 4 kg atau 0,25 kg. c. Penyelesian Soal Cerita Matematika di Sekolah Dasar Menurut Depdiknas (2014: 1470), kata “penyelesaian” berarti proses, cara, perbuatan menyelesaikan suatu hal. Sedangkan kata“soal” mempunyai arti “suatu pertanyaan yang menuntut jawaban atau sesuatu hal atau masalah yang harus dipecahkan. Dan kata “cerita” adalah
31 “tuturan yang membentangkan bagaimana terjadinya suatu hal, peristiwa, atau kejadian. Sweden, Sandra dan Japa (Winarni & Harmini, 2014: 122) menyatakan bahwa “Soal cerita adalah soal yang diungkapkan dalam bentuk cerita yang diambil dari pengalaman-pengalaman siswa yang berkaitan dengan konsep-konsep matematika.” Rahardjo & Astuti (2011 : 8) mengatakan bahwa soal cerita matematika adalah “Soal matematika yang terkait dengan kehidupan sehari-hari
untuk
dicari
penyelesaiannya
menggunakan
kalimat
matematika yang memuat bilangan, operasi hitung (+, –,x, :), dan relasi (=, <, >, =, ).” Kemampuan yang diperlukan untuk menyelesaikan soal cerita tidak hanya kemampuan keterampilan (skill) dan algoritma tertentu saja melainkan kemampuan lainnya yaitu kemampuan menyusun rencana dan strategi yang akan digunakan dalam mencapai penyelesaian. Dalam menyelesaikan soal cerita dibutuhkan langkah-langkah penyelesaian yang tepat. Eicholz mengemukakan bahwa langkah-langkah yang diperlukan dalam menyelesaikan soal cerita meliputi (a) memahami apa yang ditanyakan, (b) menemukan data yang dibutuhkan, (c) merencanakan apa yang harus dilakukan, (d) menemukan jawaban melalui komputasi (penghitungan), dan (e) mengoreksi kembali jawaban. Sedangkan Skemp menyarankan langkah-langkah yang dapat digunakan untuk menyelesaikan soal cerita matematika, yaitu: (a) pemahaman masalah (berhubungan dengan masalah dunia nyata); (b) pembuatan model matematika (mathematical mode) dalam proses abstraksi (abstracting); (c) melakukan manipulasi terhadap model matematika (manipulation of
model); dan (d) Melakukan interpretasi terhadap
masalah semula. (Rahardjo & Astuti (2011: 17-18) Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penyelesaian soal cerita adalah proses menyelesaikan soal yang diungkapkan dalam uraian kalimat yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari yang mengandung
32 suatu pertanyaan yang harus dipecahkan dengan langkah yang tepat yaitu meliputi kemampuan menentukan kalimat yang diketahui dalam soal, kemampuan
menentukan
kalimat
yang
ditanyakan
dalam
soal,
kemampuan membuat model matematika, kemampuan melakukan komputasi, dan kemampuan menginterpretasikan jawaban model pada permasalahan dalam soal cerita. 2.
Model CIRC dengan Media Ular Tangga Model pembelajaran Coperative Integrated Reading And Composition (CIRC) merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif (cooperative learning). a. Hakikat Model Pembelajaran Kooperatif CIRC 1) Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Model pembelajaran kooperatif
berasal dari kata “model
pembelajaran” dan “kooperatif”. Kooperatif dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti “bersifat kerjasama”. Soekamto (Shoimin, 2014: 23) model pembelajaran adalah: “Kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar.” Arends menyatakan bahwa model pembelajaran dapat didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar (Suprijono, 2015 : 46). Sanjaya (2008 : 242) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokan/tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda (heterogen). Slavin (2015: 4) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pengajaran di mana para siswa bekerja dalam kelompok-
33 kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang disajikan dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen dalam mempelajari materi pelajaran. 2) Macam-macam Model Pembelajaran Kooperatif Slavin (2015: 11) menyatakan bahwa model pembelajaran kooperatif memiliki variasi model yang banyak. Variasi atau tipe model pembelajaran kooperatif antara lain: Student Team Achievement Divisions (STAD), Team-Games-Tournaments (TGT), Jigsaw, dan Cooperative Integrated Reading And Composition ( CIRC). Berikut adalah uraian dari beberapa macam model pembelajaran kooperatif: a) Student Team Achievement Divisions (STAD) STAD merupakan salah satu strategi pembelajaran kooperatif yang dikembangkan pertama kali oleh Robert Slavin dan rekan-rekannya, di mana di dalamnya berbentuk beberapa kelompok kecil siswa dengan level kemampuan akademik yang berbeda-beda saling bekerja sama untuk menyelesaikan tujuan pembelajaran. Setelah pengelompokan dilakukan, ada sintak empat tahap yang harus dilakukan, yakni pengajaran, tim studi, tes, dan rekognisi. b) Team-Games-Tournaments (TGT) TGT adalah salah satu model pembelajaran kooperatif yang dikembangkan untuk membantu siswa mereview dan menguasai materi pelajaran. Siswa mempelajari materi dalam kelompok yang terdiri dari 3 orang dengan kemampuan rendah, sedang, dan tinggi. Setelah mempelajari materi, siswa baru diuji kemampuannya melalui game akademik. c) Jigsaw
34 Jigsaw adalah model pembelajaran kooperatif di mana pada model ini terdapat kelompok ahli dan kelompok kecil siswa. Pada model ini, guru harus memahami kemampuan dan pengalaman siswa, juga memberi banyak kesempatan pada siswa untuk
mengolah
informasi
dan
menigkatkan
keterampilan
berkomunikasi. d) CIRC (Cooperative Integrated Reading And Composition) CIRC (Cooperative Integrated Reading And Composition) adalah model kooperatif yang dikembangkan pertama kali oleh Stevens, dkk pada tahun 1987. Dalam model ini terdapat kelompok-kelompok yang heterogen. Semua kegiatan mengikuti siklus reguler yang melibatkan presentasi guru, latihan tim, latihan independent, pra penilaian teman, latihan tambahan dan tes. Model ini menekankan agar anggota dalam kelompok dapat saling mengeluarkan ide untuk memahami suatu konsep kemudian menyelesaiakan tugas, juga berkaitan dengan membaca dan menulis. Awal mulanya model ini diterapkan untuk mata pelajaran bahasa, namun seiring berkembangnya waktu model ini terus bekembang terutama di Sekolah Dasar dan Menengah dengan konteks pemecahan masalah kehidupan sehari-hari. Berdasarkan penjelasan mengenai macam-macam model pembelajaran kooperatif di atas, pada penelitian ini peneliti memilih model pembelajaran CIRC sesuai dengan karakteristik siswa dan tujuan penelitian ini. 3) Model Pembelajaran CIRC a) Pengertian Model CIRC CIRC singkatan dari Cooperative Integrated Reading and Composition.
CIRC
merupakan
salah
satu
tipe
model
pembelajaran kooperatif. Pada dasarnya model pembelajaran CIRC merupakan sebuah program komprehensif atau luas dan
35 lengkap untuk pengajaran membaca dan menulis untuk kelaskelas tinggi sekolah dasar ( Slavin, 2008: 200). Menurut Suyitno (Awwal, 2009: 26) “pembelajaran kooperatif tipe CIRC dapat digunakan dalam pembelajaran matematika khusus pada materi pemecahan masalah soal bentuk cerita.” Dalam pembelajaran CIRC, siswa bertanggung jawab terhadap tugas kelompok. Setiap anggota kelompok saling mengeluarkan ide-ide untuk memahami suatu konsep dan menyelesaiakan tugas, sehinga terbentuk suatu pemahaman dan pengalaman belajar yang lama. Siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen, yang terdiri atas 4-5 siswa. Dalam pembagian kelompok bersifat heterogen, yang tidak membedakan atas jenis kelamin, suku/bangsa, atau tingkat kecerdasan siswa sehingga setiap kelompok diharapkan terdiri dari siswa yang pandai, sedang/lemah, dan masing-masing siswa merasa cocok satu sama lain. Dengan pembelajaran kelompok tersebut, diharapkan siswa mampu meningkatkan daya pikir, kritis, kreatif dan menumbuhkan rasa sosial yang tinggi. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian
model
pembelajaran
CIRC
merupakan
model
pembelajaran kooperatif yang menekankan agar anggota dalam kelompok dapat saling mengeluarkan ide untuk memahami suatu konsep kemudian menyelesaiakan tugas, juga berkaitan dengan membaca dan menulis dan berkaitan dengan kegiatan atau masalah sehari-hari, misalnya pemecahan soal cerita. b) Langkah-langkah Penerapan Model CIRC Langkah-langkah penerapan model CIRC menurut Stevens, dkk (Huda, 2014: 222) yaitu (1) guru membentuk kelompokkelompok yang masing-masing terdiri dari 4 - 5 siswa; (2) guru memberikan wacana sesuai dengan topik pembelajaran; (3) siswa
36 bekerjasama saling membacakan dan menemukan ide pokok kemudian memberikan tanggapan terhadap wacana yang ditulis pada lembar kertas; (4) siswa mempresentasikan/ membacakan hasil diskusi kelompok; (5) guru memberikan penguatan (reinforcement); (6) guru dan siswa bersama- sama membuat kesimpulan. Shoimin (2014: 53) menyatakan bahwa langkah penerapan model CIRC terdapat 5 fase, yaitu: (1) Fase pertama, orientasi. Pada fase ini guru melakukan apersepsi dan pengetahuan awal siswa tentang materi yang akan diberikan, serta tujuan pembelajaran yang akan dilakukan; (2) Fase kedua, yaitu organisasi. Guru membagi siswa dalam berbagai kelompok, membagikan bahan bacaan tentang materi yanga akan dibahas, menjelaskan
mekanisme
diskusi;
(3)
Fase
ketiga,
yaitu
pengenalan konsep. Dengan cara mengenalkan suatu konsep baru yang mengacu hasil penemuan selama ekplorasi. Pengenalan ini bisa didapat dari keterangan guru, buku paket, film, kliping, poster, atau media lainnya; (4) Fase keempat, yaitu fase publikasi. Siswa mengkomunikasikan hasil diskusi di depan kelas; (5) Fase kelima, yaitu fase penguatan dan refleksi. Pada fase ini guru memberikan penguatan dan merefleksi serta mengevaluasi hasil pembelajarannya. Berdasarkan uraian di atas, dapat
disimpulkan bahwa
langkah-langkah penerapan model pembelajaran CIRC adalah sebagai berikut: (1) Langkah orientasi Pada langkah ini guru menyampaikan apersepsi dan tujuan pembelajaran. (2) Langkah organisasi Pada langkah ini guru memberikan penjelasan materi; membagi kelompok 4 – 5 anak, menjelaskan mekanisme
37 diskusi, membagi bahan bacaan tentang materi yang akan dibahas.
(3) Langkah Pengenalan konsep Pada langkah ini siswa berdiskusi kelompok membahas bahan bacaan. (4) Langkah Publikasi Pada langkah ini siswa mempresentasi hasil diskusi di depan kelas. (5) Langkah Penguatan dan refleksi Pada langkah ini siswa dan guru membuat kesimpulan pembelajaran;
pemberian
penguatan
dan
refleksi
mengevaluasi hasil pembelajaran. c) Kelebihan dan Kekurangan Model CIRC Saifulloh (Huda, 2014 : 221) mengatakan bahwa model pembelajaran CIRC (Cooperative Integrated Reading And Composition) memiliki beberapa kelebihan, antara lain : 1) pengalaman dan kegiatan belajar siswa akan selalu relevan dengan tingkat pekembangan anak; 2) kegiatan yang dipilih sesuai dengan dan bertolak dari minat dan kebutuhan siswa; 3) seluruh kegiatan belajar lebih bermakna bagi siswa sehingga hasil belajar siswa akan dapat bertahan lebih lama; 4) dapat menumbuhkembangkan keterampilan berpikir siswa; 5) menyajikan kegiatan yang bersifat pragmatis (bermanfaat) sesuai dngan permasalahan yang sering ditemui dalam lingkungan siswa; 6) dapat menumbuhkembangkan motivasi belajar siswa ke arah belajar yang dinamis, optimal, dan tepat guna; 7) menumbuhkembangkan interaksi sosial siswa, seperti kerja sama, toleransi, komunikasi, dan respek terhadap gagasan orang lain; 8) membangkitkan motivasi belajar serta memperluas wawasan dan aspirasi guru dalam mengajar.
38 Secara khusus, Slavin (Awwal, 2009: 27) menyebutkan kelebihan model pembelajaran CIRC sebagai berikut: (1) CIRC amat tepat untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah; (2) dominasi guru dalam pembelajaran berkurang; (3) siswa termotivasi pada hasil secara teliti, karena bekerja dalam kelompok; (4) para siswa dapat memahami makna soal dan saling mengecek pekerjaannya; (5) membantu siswa yang lemah. Kekurangan model CIRC menurut Saryuanti (2012) yaitu: membutuhkan waktu yang cukup lama, persiapan yang perlu dilakukan guru yang dalam menggunakan model pembelajaran CIRC cukup rumit, dan pengelolaan kelas dan pengoganisasian peserta didik lebih sulit. Sedangkan kekurangan model CIRC menurut Istarani (Syahfitri, 2014: 9) yaitu : (1) tidak mudah bagi guru dalam menentukan kelompok yang heterogen; (2) dalam diskusi adakalanya hanya dikerjakan oleh beberapa siswa saja, sementara yang lainnya hanya sekedar pelengkap saja; (3) dalam presentasi sering terjadi kurang efektif karena memakan waktu yang cukup lama
sehingga
tidak
semua
kelompok
dapat
mempresentasikannya. Dari beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kelebihan model pembelajaran CIRC antara lain: (1) dapat menumbuhkembangkan keterampilan berpikir dan sikap sosial (2) dapat meningkatkan keterampilan siswa dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah; (3) meningkatkan motivasi belajar siswa pada hasil secara teliti, karena bekerja dalam kelompok; (4) sesuai dengan karakteristik siswa SD; (5) kegiatan bermakna sehingga akan membekas di benak siswa agar siswa lebih paham. Sedangkan kekurangan model pembelajaran CIRC antara lain: (1) membutuhkan waktu yang cukup lama; (2) pengelolaan kelas dan
39 pengoganisasian peserta didik lebih sulit; (3) tidak semua siswa bisa mengerjakan soal dengan teliti. Dalam penelitian ini, kekurangan-kekurangan tersebut akan diminimalisir.
b. Hakikat Media Ular Tangga 1) Pengertian Media Pembelajaran Kata media berasal dari kata medium (latin), secara harfiah media mempunyai arti perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima.Media pembelajaran terdiri atas dua unsur penting, yaitu perangkat keras (hardware) dan pesan atau yang dibawanya (software). AECT (Association of duacation and Communication Technology) menyatakan bahwa media adalah segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi. (Arsyad, 2015: 3) Selanjutnya,
Gagne
dan
Briggs
(Arsyad,
2015:
4)
menyatakan bahwa media pembelajaran adalah komponen sumber belajar atau wahana fisik yang dapat merangsang sisiwa untuk belajar. Jadi, berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian media pembelajaran adalah perantara yang digunakan untuk penyampaian pesan atau informasi dari guru kepada siswa dalam kegiatan belajar mengajar. 2) Jenis-jenis Media Pembelajaran Ada pembelajaran
beberapa
pendapat
berdasarkan
sifat,
mengenai bentuk
jenis-jenis
fisik,
bahkan
media bahan
pembuatnya. Media pembelajaran yang sering digunakan dalam kegiatan pembelajaran adalah media grafis, media visual, media audio, dan media audio visual. Menurut Sadiman, dkk (2014: 28-81) jenis- jenis media yang lazim dipakai dalam kegiatan belajar mengajar khususnya di Indonesia adalah sebagai berikut.
40 b.
Media Grafis adalah media visual yang menyajikan fakta, ide atau gagasan melalui penyajian kata-kata, kalimat, angka-angka, dan simbol/ gambar. Macam-macam media grafis antara lain gambar/ foto,
sketsa, diagram, bagan/ chart, grafik, kartun,
poster, peta dan globe, papan flanel, papan buletin, c.
Media Audio adalah media yang berkaitan dengan indera pendengaran. Pesan
yang disampaikan dituangkan dalam
lambang- lambang auditif, baik verbal maupun non verbal. Macam- macam media audio antara lain radio, alat perekam pita magnetik, piringan hitam, dan laboratorium bahasa. d.
Media Proyeksi Diam adalah media visual yang diproyeksikan melalui alat sehingga menimbulkan kesan hidup dan bergerak. Macam- macam media proyeksi diam antara lain film bingkai(slide), film rangkai (film strip), overhead proyektor, proyektor
opaque,
tachitoscope,
microprojection
dengan
microfilm. e.
Media audio visual adalah media yang penyampaian pesannya dapat diterima oleh indera pendengaran dan penglihatan. Contoh media audio visual adalah televisi.
f.
Media Permainan / simulasi adalah segala sesuatu yang dapat digunakan sebagai sarana atau peralatan untuk bermain yang mengandung
nilai
edukatif
(pendidikan)
dan
dapat
mengembangkan seluruh kemampuan anak. Ada banyak jenisjenis permaianan yang kita kenal di lingkungan sekitar kita. Namun tidak semua permainan dapat dikategorikan sebagai permainan edukatif. Suatu alat permainan dikategorikan sebagai alat permainan edukatif jika memenuhi ciri-ciri sebagai berikut: (1) alat permainan tersebut ditujukan untuk anak usia dini; (2) difungsikan untuk mengembangkan berbagai perkembangan anak; (3) dapat digunakan dengan berbagai cara, bentuk, dan untuk bermacam
41 tujuan aspek pengembangan atau bermanfaat multiguna; (4) aman atau tidak berbahaya bagi anak, dirancang untuk mendorong aktifitas dan kreatifitas anak; (5) bersifat konstruktif atau ada sesuatu yang dihasilkan, dan mengandung
nilai pendidikan.
(Zaman, 2012) Berdasarkan uraian jenis-jenis media pembelajaran di atas, jenis-jenis media pembelajaran yang lazim digunakan di Indonesia antara lain media grafis, media audio, media proyeksi diam, media audio visual, dan media permainan. Pada penelitian yang dilakukan, peneliti menggunakan media ular tangga yang termasuk dalam kelompok media permainan. 3) Media Ular Tangga a) Pengertian Media Ular Tangga Salah
satu
permainan
yang
dikategorikan
sebagai
permainan edukatif yaitu ular tangga. Ular tangga merupakan permainan yang populer di kalangan anak-anak. Husna ( 2009) menggolongkan ular tangga pada golongan permainan di dalam rumah/ ruangan. Husna (2009: 145) menyatakan bahwa permainan ular tangga adalah permainan yang menggunakan dadu, papan kotakkotak yang bergambar ular dan tangga, serta bidak. Dadu sebagai alat untuk mengundi, dan bidak adalah alat yang dijalankan dalam papan ular tangga sesuai kotak undian. Tilong (2014: 30) menyatakan bahwa “Ular tangga adalah sebuah permainan dengan bentuk papan yang dibagi dalam kotakkotak kecil dan beberapa kotak bergambar sejumlah tangga dan ular yang menghubungkannya dengan kotak lain.” Dalam permainan ini gambar dimodifikasi sedemikian rupa agar menarik perhatian dan minat anak untuk melakukan permainan ini, sehingga apabila anak gagal, ia tetap bersemangat untuk mencobanya kembali.
42 Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian media ular tangga adalah permainan edukatif yang berbentuk papan kotak- kotak bergambar ular dan tangga, dan dilengkapi dengan dadu dan bidak. Dalam penelitian ini, media ular tangga tersebut digunakan sebagai sarana penunjang pengambilan soal untuk didiskusikan oleh siswa bersama kelompoknya.
Gambar 2.1 Media Ular Tangga b) Langkah-Langkah Penerapan Media Ular Tangga Menurut Tilong (2014: 30- 31) cara memainkan ular tangga adalah sebagai berikut: (1) menjelaskan aturan permainan; (2) memulai permainan/ meletakkan bidak dikotak pertama; (3) melemparkan dadu secara bergiliran; (4) meletakkan bidak di kotak sesuai mata dadu, jika bidak berhenti di gambar tangga bidak dapat langsung naik ke ujung tangga, sebaliknya jika bidak berhenti di ujung ular, maka bidak harus turun sampai menuju ke kotak kepala ular. Rifa (2012: 95-96) menyatakan bahwa ada beberapa langkah yang harus dilakukan guru sebelum memulai permainan ini yaitu sebagai berikut: (1) membagi siswa ke dalam beberapa kelompok, satu kelompok terdiri atas 4 – 5 orang; (2) membagikan satu set permainan ular tangga beserta kartu pertanyaan kepada masing-masing kelompok; (3) menyampaikan aturan permainan kepada siswa; (4) memberikan aba-aba permainan dimulai; (5)
43 permainan selesai ketika salah satu pemain sudah sampai di garis akhir atau finish. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa langkahlangkah penerapan media ular tangga dalam pembelajaran adalah sebagai berikut: (1) membagi kelompok yang terdiri atas 4 – 5 orang; (2) pengenalan papan ular tangga beserta kartu pertanyaan kepada masing-masing kelompok; (3) penyampaian aturan permainan kepada siswa; (4) pemberian aba-aba mulai permainan; (5) siswa mulai bermain ular tangga; (6) pemberian aba-aba selesai permainan. c) Kelebihan dan Kekurangan Media Ular Tangga Tilong (2014: 31- 32) menyatakan kelebihan media ular tangga antara lain: (1) menunjang perkembangan otak kanan dan kiri; (2) belajar mengatasi ketegangan; (3) dapat mengetahui dan belajar cara memecahkan masalah; (4) merangsang anak untuk berhitung. Rahayu (2013) menyatakan kekurangan ular tangga antara lain: (1) membutuhkan persiapan yang matang agar menyesuaikan konsep materi dan kegiatan pembelajaran; (2) jika terdapat siswa yang cenderung cepat bosan maka ia akan kehilangan minat untuk bermain; (3) penerapan media permainan ular tangga memerlukan banyak waktu untuk menjelaskan kepada anak; (4) permainan ular tangga tidak dapat mengembangkan semua materi pembelajaran; (4) kurangnya pemahaman aturan permainan oleh anak dapat menimbulkan kericuhan; (5) jika siswa turun tangga maka kemungkinan mendapatkan jenis soal yang sama; (6) bagi anak yang tidak menguasai materi dengan baik akan mengalami kesulitan dalam bermain. Berdasarkan uraian di atas, kelebihan media ular tangga adalah (1) menunjang perkembangan otak kanan dan kiri; (2) belajar mengatasi ketegangan; (3) dapat mengetahui dan belajar
44 cara memecahkan masalah, (4) merangsang anak untuk berhitung. Sedangkan kekurangannya antara lain (1) membutuhkan persiapan yang matang; (2) membutuhkan waktu yang lama; (3) ) jika siswa turun tangga maka kemungkinan mendapatkan jenis soal yang sama; (4) bagi anak yang tidak menguasai materi dengan baik akan mengalami kesulitan dalam bermain. Dalam penelitian ini, kekurangan-kekurangan tersebut akan diminimalisir. c. Penerapan Model CIRC Dengan Media Ular Tangga Menurut kamus besar bahasa Indonesia, penerapan berarti pemasangan, pengenaan, perihal mempraktikkan. Menerapkan sendiri berarti mengenakan pada, mempraktikkan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa penerapan model CIRC dengan media ular tangga adalah mempraktikkan model pembelajaran kooperatif yang menekankan agar anggota dalam kelompok dapat saling mengeluarkan ide untuk memahami suatu konsep kemudian menyelesaiakan tugas, juga berkaitan dengan membaca dan menulis dan berkaitan dengan kegiatan atau masalah sehari-hari, dengan berbantuan media permainan berupa ular tangga. Penerapan model CIRC dengan media ular tangga pada pembelajaran Matematika tentang operasi penjumlahan berbagai bentuk pecahan pada kelas V diharapkan dapat meningkatkan penyelesaian soal cerita. Hal ini dapat dilihat dari kelebihan model dan media yang dipadukan. Perpaduan penerapan model CIRC dengan media ular tangga pada pembelajaran Matematika dapat diidentifikasi berdasarkan langkahlangkah penerapannya. Adapun langkah-langkah penerapan model CIRC dengan media ular tangga pada pembelajaran Matematika tentang penyelesaian soal cerita pada materi operasi penjumlahan dan pengurangan berbagai bentuk pecahan pada kelas V adalah sebagai berikut: (1) langkah orientasi meliputi penyampaian apersepsi dan tujuan pembelajaran; (2) langkah organisasi yang meliputi penjelasan materi; pembagian kelompok;
45 penjelasan mekanisme diskusi; pengenalan media; penyampaian aturan permainan; dan pembagian bahan bacaan (3) langkah pengenalan konsep meliputi diskusi kelompok; (4) langkah publikasi meliputi presentasi hasil diskusi kelompok; (5) langkah penguatan dan refleksi meliputi pemberian
penguatan
dan
refleksi
pembelajaran;
menyimpulkan
pembelajaran; dan mengevaluasi hasil pembelajaran. 3.
Penelitian yang Relevan Penelitian relevan pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh Erhan Durukan pada tahun 2010 yang termuat dalam Educational Research and Reviews Vol. 6(1), (2011) 102-109 dengan judul “Effects of Cooperative Integrated Reading And Composition (CIRC) Technique On Reading-Writing Skills”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh metode pembelajaran CIRC pada teknik membaca dan menulis pada siswa SD. Hasilnya
menunjukkan
bahwa
model
pembelajaran
CIRC
dapat
meningkatkan keterampilan siswa dalam membaca pemahaman dan menulis secara signifikan hingga 90%. Dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Erhan Durukan memiliki relevansi dengan penelitian yang dilakukan, yaitu menggunakan model pembelajaran CIRC dan sama-sama mengambil subjek penelitian siswa SD. Namun, pada penelitian sebelumnya menekankan pada mata pelajaran menulis dan membaca pada mata pelajaran Bahasa, sedangkan penelitian yang dilakukan menekankan pada penyelesaian soal cerita pada mata pelajaran Matematika. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Erhan Durukan menggunakan metode penelitian kuantitatif, sedangkan penelitian yang dilakukan menggunakan metode penelitian Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian
yang
relevan
kedua,
berjudul
“Penerapan
Model
Cooperative Learning Tipe CIRC Untuk Meningkatkan Keterampilan Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Cerita Materi Himpunan Kelas VII SMP Negeri 13 Malang” oleh Atik Yuliana dan Sukoriyanto pada tahun 2013 dengan hasil penelitian bahwa penerapan model kooperatif tipe CIRC memberikan
46 pengaruh dalam meningkatkan keterampilan dalam menyelesaikan soal cerita matematika siswa kelas VII B SMP Negeri 13 Malang mencapai menjadi 89, 47% dengan kategori sangat baik. Selain itu, suasana belajar yang dilakukan dengan pembelajaran melalui model pembelajaran kooperatif tipe CIRC dan ditunjang dengan media mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar dan mengerjakan tugas secara berkelompok. Penelitian yang dilakukan oleh Atik Yuliana dan Sukoriyanto pada tahun 2013 menggunakan metode penelitian Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan pokok bahasan penyelesaian soal cerita matematika. Ini juga menjadi salah satu kesamaan dengan penilitian yang peneliti lakukan. Perbedaan dari penelitian yang relevan kedua ini dengan penelitian yang peneliti lakukan terletak pada materi dan subjek penelitian. Materi yang digunakan oleh Atik Yuliana dan Sukoriyanto adalah materi himpunan, dan subjek penelitiannya adalah siswa kelas VII SMP. Sedangkan penelitian yang dilakukan memilih materi pecahan dan subjek penelitiannya adalah siswa kelas V SD. Penelitian yang relevan ketiga adalah penelitian yang dilakukan oleh Associate Professor Dr. Suppiah Nachiappan, dkk pada tahun 2014 yang berjudul “Snake and Ladder Games in Cognition Development on Students with Learning Difficulties”. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi penerapan permainan ular tangga dalam meningkatkan perkembangan kognitif siswa terhadap kesulitan belajar matematika. Hasilnya membuktikan bahwa
penerapan
permainan
ular
tangga
mampu
meningkatkan
perkembangan kognitif siswa terhadap kesulitan belajar matematika, karena permainan ular tangga membantu siswa dalam menguasai dan memahami konsep dasar matematika khusunya urutan bilangan. Selain itu permainan ular tangga juga dapat membangun ketrampilan sosial siswa. Penelitian ini memiliki relevansi dengan penelitian yang peneliti lakukan antara lain sama-sama menggunakan media permainan ular tangga, dan mata pelajaran yang diteliti sama yaitu matematika. Perbedaannya terdapat pada metode penelitian, dan subjek penelitiannya. Penelitian yang
47 relevan ketiga menggunakan metode penelitian kualitatif dengan subjek penelitian lima orang siswa di salah satu sekolah menengah di Kabupaten Hulu, Selangor, sedangkan penelitian yang akan peneliti lakukan metode penelitian menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan subjek penelitian siswa kelas V SDN 2 Kutosari sebanyak 26 siswa. Penelitian yang relevan keempat yaitu penelitian yang berjudul “Model Pembelajaran TGT Berbantuan Media Permainan Ular Tangga Berpengaruh Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas IV SD Gugus VIII Sukawati”. Penelitian yang menggunakan metode quasi experiment dengan sampel penelitian sebanyak 61 siswa yang terdiri dari seluruh siswa kelas IV SDN 1 Singapadu Tengah sebagai kelompok eksperimen dan seluruh siswa kelas IV SDN 2 Singapadu Tengah sebagai kelompok kontrol ini dilakukan oleh Ni Md. Erlin Nopiani, dkk pada tahun 2013. Hasilnya menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan hasil belajar matematika antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran TGT berbantuan media permainan ular tangga dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari nilai ratarata yang diperoleh oleh masing-masing kelompok, yaitu kelompok ekperimen memperoleh nilai rata-rata lebih tinggi daripada kelompok kontrol (78.10 > 60.06). Dari penelitian yang relevan keempat ada beberapa persamaan dengan penelitian yang peneliti lakukan, antara lain sama-sama menggunakan media permainan ular tangga dan mata pelajaran yang digunakan adalah matematika, sedangkan perbedaannya terdapat pada metode penelitian, metode pembelajaran, dan subjek penelitian. Pada penelitian yang relevan keempat menggunakan metode penelitian quasi experiment atau penelitian eksperimen semu, metode pembelajaran TGT, subjek penelitian siswa kelas IV SD. Sedangkan penelitian yang akan dilakukan menggunakan metode penelitian Penelitian Tindakan Kelas (PTK), metode pembelajaran CIRC dan subjek penelitiannya adalah siswa kelas V SD.
48 B. Kerangka Berpikir Pada mata pelajaran Matematika khususnya dalam menyelesaikan soal cerita, nilai siswa kelas V SDN 2 Kutosari masih ada yang di bawah KKM. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil nilai ulangan harian siswa tahun ajaran 2015/2016 pada materi penyelesaian soal cerita FPB dan KPK hanya 15 siswa dari 26 siswa yang memenuhi KKM atau 57,7%. Berdasarkan latar belakang masalah dalam penelitian ini dan kondisi awal subjek, diketahui bahwa guru belum memvariasikan model pembelajaran walaupun sudah melibatkan teknologi di dalamnya sehingga muncul beberapa kendala pada siswa dalam pembelajaran Matematika. Kendala tersebut yaitu siswa masih kesulitan saat melakukan penyelesaian pada soal cerita menggunakan langkah yang tepat. Hal ini dipengaruhi oleh mindset siswa yang menganggap bahwa Matematika yang berbentuk soal cerita adalah sulit dan penggunaan model pembelajaran inovatif dan media belajar yang belum maksimal. Banyak cara yang dapat digunakan guru untuk menyelesaiakan permasalahan tersebut, salah satunya dengan penerapan model CIRC dengan media ular tangga. Seperti halnya penelitian relevan yang dilakukan oleh Atik Yuliana dan Sukoriyanto (2013) membuktikan bahwa model CIRC dapat meningkatkan penyelesaian soal cerita. Dengan belajar secara kooperatif, siswa
akan merasa lebih mudah untuk memahami materi yang
dipelajari, karena adanya kerja sama dan tukar pikiran antara siswa dalam kelompoknya. Pada penelitian ini, penerapan model CIRC dengan media ular tangga dalam pembelajaran matematika tentang penyelesaian soal cerita dilakukan selama tiga siklus. Pada siklus I pertemuan 1 dilakukan dengan materi operasi penjumlahan pecahan biasa berpenyebut sama dengan pecahan berpenyebut berbeda, sedangkan pada pertemuan 2 akan dilakukan dengan materi operasi penjumlahan pecahan campuran berpenyebut sama dengan pecahan campuran berpenyebut beda. Pada siklus II pertemuan 1 dilakukan dengan materi operasi pengurangan pecahan biasa berpenyebut sama dengan pecahan berpenyebut berbeda, sedangkan pada pertemuan 2 akan dilakukan dengan materi operasi penjumlahan pecahan campuran berpenyebut sama dengan pecahan campuran
49 berpenyebut beda. Siklus III pertemuan 1 dan pelaksanaan tindakan dilakukan dengan materi penerapan operasi hitung penjumlahan dan pengurangan pecahan desimal dengan pecahan desimal, sedangkan pertemuan 2 dilakukan dengan materi penerapan operasi hitung penjumlahan dan pengurangan pecahan desimal dengan pecahan biasa. Diharapkan dengan tindakan yang dilakukan dalam tiga siklus ini siswa dapat melakukan operasi penjumlahan dan pengurangan berbagai bentuk pecahan dalam bentuk soal cerita. Pelaksanaan tindakan penerapan model CIRC dengan media ular tangga pada setiap siklus diharapkan dapat mengubah perilaku siswa yaitu meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita pada materi pecahan menggunakan langkah penyelesaian yang benar, siswa akan merasa lebih mudah untuk memahami materi yang dipelajari, pembelajaran menjadi kondusif, siswa lebih aktif dalam mengikuti pembelajaran sehingga jumlah siswa yang mendapat nilai ≥ KKM 76 sebesar 85%.
50
Kondisi Awal
Tindakan
Guru - Guru belum maksimal dalam menerapkan model pembelajaran yang inovatif. - Guru belum menerapkan media pembelajaran
Penerapan Model CIRC dengan media ular tangga Langkah Penerapan: 1. Orientasi 2. Organisasi 3. Pengenalan Konsep 4. Publikasi 5. Penguatan dan Refleksi
Kondisi Akhir
Hasil belajar Matematika tentang menyelesaikan soal cerita Pecahan meningkat, jumlah siswa yang mendapat nilai ≥ KKM 76 sebesar 85%.
Siswa Siswa yang mendapatkan nilai di atas KKM hanya 57,7% dari 26 siswa.
- Siswa dapat menyelesaiakan soal cerita sesuai dengan langkah yang tepat. - Siswa akan merasa lebih mudah untuk memahami materi yang dipelajari. - Pembelajaran menjadi kondusif. - Siswa lebih aktif dalam mengikuti pembelajaran.
Gambar 2.2 Kerangka Berpikir Penerapan Model CIRC dengan Media Ular Tangga
51
C. Hipotesis Tindakan Berdasarkan latar belakang, kajian pustaka, penelitian yang relevan dan kerangka berpikir yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut: “Jika penerapan model CIRC dengan media ular tangga dilaksanakan sesuai dengan langkah-langkah yang tepat, maka dapat meningkatkan penyelesaian soal cerita Matematika tentang pecahan pada siswa kelas V SDN 2 Kutosari tahun ajaran 2015/2016.”