BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1.
Belajar Dalam aktivitas sehari-hari, manusia hampir tidak pernah terlepas dari
kegiatan belajar, baik ketika seseorang melakukan aktivitas sendiri maupun di dalam suatu kelompok. Tanpa disadari segala sesuatu yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari merupakan kegiatan belajar. Terlebih keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses belajar yang dialami oleh siswa sebagai anak didik. Pendapat Cronbach, Harold Spears dan Geoch seperti dikutip dalam Sardiman A.M (2004:20) adalah sebagai berikut. 1) Cronbach memberikan definisi: “Learning is shown by a change in behavior as a result of experience” “Belajar adalah memperlihatkan perubahan dalam perilaku sebagai hasil dari pengalaman”. 2) Harold Spears memberikan batasan: “Learning is to observe, to read, to initiate, to try something themselves, to listen, to follow direction”. “Belajar adalah mengamati, membaca, berinisiatif, mencoba sesuatu sendiri, mendengarkan, mengikuti petunjuk atau arahan”. 3) Geoch, mengatakan : “Learning is a change in performance as a result of practice”. “Belajar adalah perubahan dalam penampilan sebagai hasil praktik”. James O. Whittaker (dalam Syaiful Bahri Djamarah, 2002: 12) berpendapat, “belajar adalah proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman”. Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto,2003).
8
9
Menurut beberapa pendapat mengenai pengertian belajar di atas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu interaksi dari individu dengan lingkungannya yang dapat merubah tingkah laku seseorang. Perubahan dan kemampuan untuk berubahlah yang menjadikan manusia dapat secara bebas untuk mengeksplorasi, memilih, dan menetapkan keputusan-keputusan penting untuk kehidupannya. Setelah diketahui definisi belajar, maka dapat dijabarkan pula prinsip-prinsip didalam proses belajar seperti yang dikemukakan oleh Slameto (2010:27) yakni ”prinsip belajar yang dapat dilaksanakan dalam situasi dan kondisi yang berbeda, dan oleh setiap siswa secara individual”. Prinsip-prinsip belajar itu adalah sebagai berikut. 1. Berdasarkan prasyarat yang diperlukan untuk belajar (a) Dalam
belajar
setiap
siswa
harus
diusahakan
berpartisipasi
aktif,
meningkatkan minat dan membimbing untuk mencapai tujuan instruksional; (b) Belajar harus dapat menimbulkan reinforcement dan motivasi yang kuat pada siswa untuk mencapai tujuan instruksional; (c) Belajar
perlu
lingkungan
yang
menantang
dimana
anak
dapat
mengembangkan kemampuannya bereksplorasi dan belajar dengan efektif; (d) Belajar perlu ada interaksi siswa dengan lingkungannya. 2. Sesuai hakikat belajar (a) Belajar itu proses kontinyu, maka harus tahap demi tahap menurut perkembangannya; (b) Belajar adalah proses adaptasi, organisasi, eksplorasi, dan discovery; (c) Belajar adalah proses kontinyuitas (hubungan antara pengertian yang satu dengan pengertian yang lain) sehingga mendapatkan pengertian yang diharapkan. 3. Sesuai materi atau bahan yang harus dipelajari (a) Belajar bersifat keseluruhan dan materi itu harus memiliki struktur, penyajian yang sederhana, sehingga siswa mudah menangkap penyajiannya;
10
(b) Belajar harus dapat mengembangkan kemampuan tertentu sesuai dengan tujuan instruksional yang harus dicapainya. 4. Syarat keberhasilan belajar (a) Belajar memerlukan sarana yang cukup, sehingga siswa dapat belajar dengan tenang. (b) Repetisi, dalam belajar perlu pengulangan agar pengertian/ keterampilan/ sikap itu mendalam pada siswa. 2.
Minat Belajar Secara sederhana menurut Sardiman A.M (2004:76) mengungkapkan bahwa “
minat diartikan sebagai suatu kondisi yang terjadi apabila seseorang melihat ciri-ciri atau arti sementara situasi yang dihubungkan dengan keinginan-keinginan atau kebutuhan-kebutuhannya sendiri”. Oleh karena itu, apa yang dilihat seseorang sudah tentu akan membangkitkan minatnya sejauh apa yang dilihat itu mempunyai hubungan dengan kepentingannya sendiri. Muhibbin Syah (2009:152) “minat (interest) berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu”. Menurut Reber seperti yang dikutip oleh Muhibbin Syah (2009:152) “ minat tidak termasuk istilah populer dalam psikologi karena ketergantungannya yang banyak pada faktor-faktor internal yang lainnya seperti : pemusatan perhatian, keingintahuan, motivasi, dan kebutuhan”. Syaiful
Bahri
Djamarah
(2008:123)
mengemukakan
minat
adalah
kecenderungan yang menetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa aktivitas. Minat sangat berpengaruh terhadap aktivitas belajar. Minat terhadap sesuatu merupakan hasil belajar dan mendukung aktivitas belajar selanjutnya. Siswa yang berminat terhadap suatu mata pelajaran akan mempelajarinya dengan sungguhsungguh karena ada daya tarik. Pengertian mengenai minat juga dikemukakan oleh Slameto (2010:180) yang berpendapat bahwa “minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada
11
suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh”. Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar dirinya. Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut, maka semakin besar pula minat seseorang terhadap sesuatu di luar dirinya itu. Berdasarkan pendapat tersebut dapat diketahui bahwa minat adalah landasan yang dimiliki oleh seseorang dalam melakukan aktivitas yang disenanginya tanpa adanya paksaan dari pihak manapun. Bila dikaitkan dengan kegiatan belajar, maka minat belajar merupakan pijakan yang kuat bagi siswa untuk mempelajari suatu bidang atau materi pelajaran, karena adanya ketertarikan dan merasa senang, maka siswa dapat belajar dengan optimal dan akan mendapat hasil yang optimal pula. Merujuk pada pengertian diatas dapat diketahui bahwa dalam suatu minat belajar terdapat beberapa unsur, yaitu : a) Perhatian b) Dorongan c) Kemauan d) Ketertarikan e) Kebutuhan Minat besar pengaruhnya terhadap aktivitas belajar siswa, minat merupakan faktor intern yang dapat menunjang keberhasilan siswa dalam menekuni pelajaran. Siswa yang berminat terhadap suatu mata pelajaran cenderung mudah memahami dan berkonsentrasi dengan materi yang dipelajarinya tersebut. Untuk menganalisa minat belajar matematika pada siswa terdapat beberapa indikator seperti yang dikemukakan Sukartini (2001:26) bahwa analisa terhadap minat dapat dilakukan terhadap hal-hal sebagai berikut. 1) Keinginan untuk mengetahui/memiliki sesuatu 2) Objek-objek atau kegiatan yang disenangi 3) Jenis kegiatan untuk mencapai hal yang disenangi 4) Usaha untuk merealisasikan keinginan atau rasa senang terhadap sesuatu
12
Selain itu, menurut Syaiful Bahri Djamarah (2002:132) mengemukakan bahwa minat dapat diekspresikan oleh siswa melalui : 1) Pernyataan lebih menyukai sesuatu daripada yang lain 2) Partisipasi aktif dalam suatu kegiatan 3) Memberikan perhatian yang lebih besar terhadap sesuatu yang diminatinya tanpa menghiraukan yang lain (fokus). Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk membangkitkan minat belajar siswa, antara lain : 1) Membandingkan adanya suatu kebutuhan pada diri siswa sehingga siswa rela belajar tanpa adanya paksaan. 2) Menghubungkan materi pelajaran dengan kehidupan sehari-hari sehingga siswa mudah menerima materi pelajaran. 3) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendapatkan hasil belajar yang baik dengan cara menyediakan lingkungan belajar yang kreatif dan kondusif. 4) Menggunakan berbagai bentuk dan teknik mengajar yang bervariasi. Definisi minat juga dikemukan oleh Abin Syamsudin seperti yang dikutip Suparlan Ali (2009:5) mengemukakan bahwa untuk menumbuhkan minat belajar siswa, upaya-upaya yang harus dilakukan guru adalah sebagai berikut : a) Hindarkan saran dan pernyataan negative yang dapat melemahkan kegiatan belajar, b) Ciptakan situasi-situasi kompetitif sesama siswa secara sehat, c) Berikan dorongan self competition dengan memberikan informasi tentang prestasinya yang telah dicapai dari saat ke saat, dari bidang studi ke bidang studi yang lainnya, d) Berikan kesempatan kepada setiap individu atau kelompok untuk mendistribusikan aspirasi-aspirasinya secara rasional, e) Berikan penghargaan yang tulus dan wajar kendati pun sebuah ujian, f) Laksanakan sebagai hukuman atas kelalaian dengan bijaksana, adil, dan berwibawa, g) Tunjukkan manfaat pelajaran yang bersangkutan pada saat ini dan nanti.
13
Menurut Harun Supriatna ( http:// asbabulismu.blogspot.com/ 2009/04/minatbelajar.html ) mengemukakan bahwa indikator minat yang dapat dikenal atau dapat dilihat melalui proses belajar diantaranya : a) Ketertarikan untuk membaca buku Siswa yang berminat terhadap suatu pelajaran maka ia akan memiliki perasaan ketertarikan terhadap belajar tersebut. Siswa yang berminat terhadap bidang studi Pendidikan agama Islam ia akan merasa tertarik dalam mempelajarinya. Ia akan rajin belajar dan terus mempelajari semua ilmu yang berhubungan dengan mata pelajaran tersebut, ia akan mengikuti pelajaran dengan penuh antusias tanpa ada beban dalam dirinya. b) Perhatian dalam Belajar Perhatian merupakan suatu aktivitas jiwa seseorang terhadap pengamatan, pengertian ataupun lainnya dengan mengesampingkan hal lain dari pada itu. Jadi, siswa akan mempunyai perhatian dalam belajar, apabila jiwa dan pikirannya terfokus dengan apa yang dipelajarinya. c) Motivasi Belajar Motivasi merupakan daya dorong yang diberikan secara sadar untuk melakukan tindakan belajar dan mewujudkan perilaku yang terarah demi pencapaian tujuan yang diharapkan dalam situasi interaksi belajar. d) Pengetahuan Selain dari perasaan senang dan perhatian, untuk mengetahui berminat atau tidaknya seorang siswa terhadap suatu pelajaran dapat dilihat dari pengetahuan yang dimilikinya. Siswa yang berminat terhadap suatu pelajaran maka ia akan mempunyai pengetahuan yang luas tentang pelajaran serta bagaimana manfaat belajar dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan uraian tentang minat belajar, pada intinya minat belajar merupakan aspek psikologi seseorang yang didasarkan pada keinginan, rasa suka, ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas yang meliputi mencari pengetahuan dan pengalaman tanpa ada yang menyuruh. Indikator minat yaitu meliputi keinginan
14
untuk mengetahui sesuatu, kegiatan yang disenangi, jenis kegiatan dan usaha untuk merealisasikannya. Dalam penelitian ini indikator pencapaian minat belajar siswa yaitu: 1. Pernyataan lebih menyukai sesuatu dari yang lain (ketertarikan), dengan indikator: a. Siswa antusias mengikuti pelajaran saat pembelajaran matematika berlangsung b. Siswa antusias dengan model pembelajaran yang diterapkan guru 2. Memberikan perhatian yang lebih besar terhadap sesuatu yang diminatinya tanpa menghiraukan yang lain (perhatian), dengan indikator : a. Siswa memperhatikan saat guru mengajar b. Siswa memperhatikan saat guru mengadakan tanya jawab c. Siswa
memperhatikan
saat
belajar
matematika
bersama-
sama/berkelompok 3. Keinginan untuk mengetahui sesuatu, dengan indicator : siswa menanyakan hal yang kurang dimengerti 4. Partisipasi aktif dalam suatu kegiatan, dengan indikator : a. Siswa berpartisipasi aktif dalam kegiatan berdiskusi di kelas b. Siswa aktif dalam melakukan presentasi di kelas c. Siswa aktif menanggapi dan menjawab pertanyaan dari teman ketika mempresentasikan hasil diskusi. 3.
Prestasi belajar Dalam proses belajar mengajar di kelas untuk mengetahui berhasil atau
tidaknya pembelajaran yang dicapai siswa harus dilakukan evaluasi yang hasilnya berupa prestasi belajar siswa. Evaluasi terhadap penilaian hasil dan proses belajar bertujuan untuk mengetahui ketuntasan peserta didik dalam menguasai kompetensi dasar yang telah ditetapkan.
15
Pendapat Oemar Hamalik (2008:159) adalah sebagai berikut : “Hasil belajar menunjuk pada prestasi belajar”. Prestasi belajar berfungsi sebagai indikator keberhasilan siswa dalam suatu mata pelajaran, juga berfungsi sebagai indikator kualitas suatu lembaga pendidikan. Prestasi belajar dapat memberikan suatu kepuasan tersendiri baik bagi para siswa maupun sekolah yang menyelenggarakan pendidikan. Untuk mengetahui seberapa jauh prestasi belajar telah dicapai peserta didik, maka diadakan kegiatan evaluasi pembelajaran. Evaluasi pembelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan secara sistematis dengan mengumpulkan bukti-bukti untuk menentukan keberhasilan belajar. Nana Sudjana (1991:3) menyatakan bahwa “Penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu”. Tujuan diadakannya kegiatan evaluasi adalah untuk mengetahui keefektifan dan keberhasilan kegiatan belajar mengajar sehingga dalam pelaksanaannya evaluasi harus dilakukan secara terus-menerus baik itu pada awal, pada saat berlangsungnya kegiatan belajar mengajar maupun pada akhir tatap muka kegiatan belajar mengajar. Zainal Arifin (2011:3) mengemukakan fungsi utama prestasi belajar antara lain: a) Prestasi belajar sebagai indikator kualitas pengetahuan yang telah dikuasai anak didik. b) Prestasi belajar sebagai lambang pemuasan hasrat ingin tahu. c) Prestasi belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan. d) Prestasi belajar sebagai indikator intern dan ekstern dari suatu institusi pendidikan. e) Prestasi belajar dapat dijadikan indikator terhadap daya serap (kecerdasan) anak didik. Berdasarkan pendapat tersebut, maka dapat diketahui bahwa betapa pentingnya mengetahui prestasi belajar siswa, baik individual maupun kelompok karena prestasi belajar tidak hanya sebagai indikator keberhasilan, dan juga berguna bagi guru yang bersangkutan sebagai umpan balik dalam melaksanakan
16
pembelajaran dikelas apakah akan diadakan perbaikan dalam proses belajar mengajar atau tidak. 4.
Hakikat Matematika Matematika merupakan ilmu tentang bilangan-bilangan, tetapi pada
kenyataanya cakupan matematika tidak mempelajari tentang bilangan saja, tetapi mempelajari tentang ruang, bidang, dan metodologi untuk memperoleh kesimpulan. Matematika menurut Ruseffendi yang dikutip oleh Erman Suherman(2003 : 16) terbentuk sebagai hasil pemikiran manusia berhubungan dengan ide, proses dan penalaran. Pada tahap awal matematika terbentuk dari pengalaman manusia dalam dunianya secara empiris, karena matematika sebagai aktivitas manusia kemudian pengalaman itu diproses dalam dunia rasio, diolah secara analisis dan sintesis dengan penalaran didalam struktur kognitif sehingga sampailah pada suatu kesimpulan berupa konsep-konsep matematika. Agar konsep-konsep matematika yang telah terbentuk itu dapat dipahami dan dapat dengan mudah dimanipulasi secara tepat, maka digunakan notasi dan istilah yang disepakati bersama secara global (universal) yang dikenal dengan istilah matematika. Cockroft (Abdurrahman, 2003: 253) mengemukakan enam alasan perlunya belajar matematika, yaitu: a) selalu digunakan dalam segi kehidupan, b) semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai, c) merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat, dan jelas, d) dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara, e) meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian, dan kesadaran keruangan, f) memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang. Berdasarkan pendapat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian matematika adalah bahasa simbolik yang mengekspresikan hubungan teoritis dan kehidupan sekitarnya, untuk dapat berpikir logis memecahkan masalah, dan sarana komunikasi.
17
5.
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS a.
Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi pencapaian tujuan pembelajaran. Pihak-pihak yang terlibat dalam sistem pengajaran terdiri dari siswa, guru dan tenaga lainnya, misalnya tenaga laboratorium. Material meliputi buku-buku, papan tulis dan kapur, fotografi, slide dan film, audio dan video tape. Fasilitas dan perlengkapan terdiri dari ruangan kelas, perlengkapan audiovisual, juga komputer. Prosedur meliputi jadwal dan metode penyampaian informasi, praktik, belajar, ujian dan sebagainya (Oemar Hamalik. 2001 : 57). Peranan guru bukan semata-mata memberikan informasi, melainkan juga mengarahkan dan memberi fasilitas belajar agar proses belajar berjalan dengan baik. Arifin yang dikutip oleh Muhhibbin Syah (2006: 181-182), mendefinisikan mengajar sebagai ”...suatu rangkaian kegiatan penyampaian bahan pelajaran kepada murid agar dapat menerima, menggapai, menguasai, dan mengembangkan bahan pelajaran itu.” Berdasarkan beberapa pengertian pembelajaran tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah kegiatan yang dirancang secara sistematis oleh guru sebagai fasilitator untuk membantu siswa dalam menemukan pengalaman baru dan mempelajari bagaimana siswa belajar sesuatu. b.
Pengertian Model Pembelajaran
Menurut Arends (1998 : 226), model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas dari pada suatu strategi, metode atau prosedur. Model Pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yaitu : (1) rasional teoritik yang logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya; (2) landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar; (3) tingkah laku mengajar dan belajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil; dan (4) lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai. Pada dasarnya tidak ada satupun model pembelajaran yang dapat dipandang sempurna dan cocok dengan semua pokok bahasan yang ada dalam setiap bidang
18
studi, karena setiap model pembelajaran pasti memiliki karakteristik serta memiliki keunggulan dan kelemahan yang khas. Huitt dalam Aunurrahman (2009:141) mengemukakan rasionalitas pengembangan model pembelajaran. Model-model pembelajaran dikembangkan utamanya beranjak dari adanya perbedaan berkaitan dengan berbagai karakteristik siswa. Karena siswa memiliki berbagai karakteristik kepribadian, kebiasaan, modalitas belajar siswa yang bervariasi antara individu satu dengan yang lain, maka model pembelajaran guru selayaknya bervariasi dengan tidak terpaku pada satu model pembelajaran tertentu. Di samping didasari pertimbangan keragaman siswa, pengembangan berbagai model pembelajaran juga dimaksudkan untuk menumbuhkan dan meningkatkan motivasi belajar siswa. Itulah sebabnya di dalam menetukan model-model pembelajaran yang akan dikembangkan, guru harus memiliki pemahaman yang baik tentang siswa-siswanya, keragaman kemampuan, motivasi, minat dan karakteristik pribadi lainnya. c.
Model Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif didasari oleh falsafah bahwa manusia adalah makhluk sosial. Oleh karena itu, model pembelajaran ini tidak mengenal kompetisi antar individu. Model ini juga tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar dengan kecepatan dan iramanya sendiri. Sebaliknya, model ini menekankan kerjasama atau gotong-royong sesama siswa dalam mempelajari materi pelajaran (Anita Lie: 2004). Inti dari pembelajaran kooperatif Slavin (2008:8) Dalam model pembelajaran kooperatif, para siswa akan duduk bersama dalam kelompok yang beranggotakan 4 orang untuk menguasai materi yang disampaikan guru. Slavin juga menyatakan bahwa pembelajaran konstruktivisme dalam pengajaran menerapkan pembelajaran kooperatif secara eksentif atas dasar teori siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka dapat saling mendiskusikan konsep-konsep itu dengan temannya.
19
Roger dan David Johnson dalam Anita Lie (2004: 31) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran gotong-royong harus diterapkan, yaitu: 1) Saling ketergantungan positif Adanya saling ketergantungan positif, saling membantu, dan saling memberi motivasi sehingga keberhasilan kelompok dapat tercapai 2) Tanggung jawab perseorangan Setiap anggota kelompok harus mempunyai tanggung jawab masingmasing dalam mengerjakan tugas. Setiap anggota kelompok akan menuntutnya untuk melaksanakan tugasnya agar tidak menghambat yang lain. 3) Tatap muka Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi. Pada intinya kegiatan ini bertujuan untuk menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masingmasing. 4) Komunikasi antar anggota Keberhasilan kelompok bergantung pada kesediaan anggota untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka. 5) Evaluasi proses kelompok Guru mengadakan evaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efekif. Menurut Ibrahim dalam Trianto (2007: 49), terdapat enam langkah utama atau tahapan
menggunakan
pembelajaran
kooperatif.
pembelajaran kooperatif seperti tersaji pada Tabel 1.
Langkah-langkah
model
20
Tabel 1 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Fase
Tingkah Laku Guru
Fase-1 Menyampaikan tujuan Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang dan memotivasi siswa
ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar
Fase
Tingkah Laku Guru
Fase-2 Menyajikan informasi
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan
Fase-3 Mengorganisasikan
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya
siswa ke dalam
membentuk kelompok belajar dan membantu setiap
kelompok kooperatif
kelompok agar melakukan transisi secara efisien
Fase-4 Membimbing kelompok bekerja dan
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas
belajar Fase-5 Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya
Fase-6 Memberikan
Guru mencari cara-cara menghargai baik upaya
penghargaan
maupun hasil belajar individu dan kelompok
Walaupun prinsip dasar pembelajaran kooperatif tidak berubah, tapi terdapat beberaapa variasi dari model tersebut. Setidaknya terdapat 4 pendekatan yang
21
seharusnya merupakan bagian dari strategi guru dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif yaitu Student Teams Achievement Division (STAD), TeamsGames-Tournament (TGT), Jigsaw II, dan pendekatan struktural yang meliputi Think Pair Share (TPS) dan Numbered Heads Together (NHT). d. Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS Model pembelajaran tipe Think Pair Share (TPS) adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Pembelajaran kooperatif adalah suatu strategi belajar mengajar yang dirancang untuk memotivasi minat siswa dan membantu gagasan-gagasan atau ide yang dilakukan diantara sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih. Keberhasilan mengajar dalam model ini bukan hanya ditentukan oleh kemampuan individu, melainkan perolehan pembelajaran akan lebih baik dilakukan secara bersama-sama dalam kelompok kecil yang terstruktur dengan baik. Nurhadi (2004:120), ”metode ini dikembangkan oleh Frank Lyman dan kawan-kawan dari Universitas Maryland yang mampu mengubah asumsi bahwa metode resitasi dan diskusi perlu diselenggarakan dalam setting kelompok kelas secara keseluruhan. Metode Think-Pair-Share memberi waktu kepada para siswa untuk berpikir dan merespons serta saling membantu satu sama lain”. Trianto (2009:81), “strategi Think-Pair-Share (TPS) atau berpikir berpasangan berbagi merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa”. Arends (dalam Trianto, 2009:81), ”menyatakan bahwa think-pair-share merupakan suatu cara efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa semua resitasi atau diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan, dan prosedur yang digunakan dalam think-pair-share (TPS) dapat memberi siswa lebih banyak waktu berpikir, untuk merespons dan saling menbantu”.
22
Lyman dan kawan-kawan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut: a.
Langkah 1 – Berpikir (Thinking): Guru mengajukan pertanyaan atau masalah yang berkaitan dengan pelajaran, dan meminta siswa menggunakan waktu beberapa menit untuk berpikir sendiri jawaban atau masalah. Siswa membutuhkan penjelasan bahwa berbicara atau mengerjakan bukan bagian berpikir.
b.
Langkah 2 – Berpasangan (Pairing): Guru meminta siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh. Interaksi selama waktu yang disediakan dapat menyatukan jawaban jika suatu pertanyaan yang diajukan atau menyatukan gagasan apabila suatu masalah khusus yang diidentifikasi. Secara normal guru memberi waktu tidak lebih dari 4 atau 5 menit untuk berpasangan.
c.
Langkah 3 – Berbagi (Sharing): Guru meminta pasangan-pasangan untuk berbagi dengan keseluruhan kelas yang telah mereka bicarakan. Langkah ini akan efektif jika guru berkeliling kelas dari pasangan yang satu ke pasangan yang lain, sehingga seperempat atau separo dari pasangan-pasangan tersebut memperoleh kesempatan untuk melapor.
(http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/archives/HASH2e82.dir/doc.pdf , diakses 9 Maret 2014). Langkah- langkah pembelajaran dalam model kooperatif tipe think- pairshare dapat dilihat pada tabel berikut: Sintaks Model Pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think- Pair-Share) Langkah- langkah Tahap 1
Kegiatan pembelajaran -
Pendahuluan
Guru menjelaskan aturan main dan batasan waktu untuk tiap kegiatan, memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah
-
Guru menjelaskan kompetensi yang harus dicapai oleh siswa.
23
-
Tahap 2 Think
Guru
menggali
pengetahuan
awal
siswa
melalui kegiatan demonstrasi -
Guru memberikan Lembar Kerja Siswa ( LKS ) kepada seluruh siswa.
-
Siswa
mengerjakan
LKS
tersebut
secara
individu. -
Tahap 3 Pair
Siswa
dikelompokkan
dengan
teman
sebangkunya. -
Siswa
berdiskusi
dengan
pasangannya
mengenai jawaban tugas yang telah dikerjakan. -
Tahap 4 Share
Satu pasang siswa dipanggil secara acak untuk berbagi pendapat kepada seluruh siswa di kelas dengan dipandu guru
-
Tahap 5
Siswa dinilai secara individu dan kelompok.
Penghargaan
Kelebihan dan kelemahan model pembelajaran Think Pair Share (TPS) adalah sebagai berikut: Kelebihan: 1) Meningkatkan pencurahan waktu pada tugas. Penggunaan model pembelajaran TPS menuntut siswa menggunakan waktunya untuk mengerjakan tugas – tugas atau permasalahan yang diberikan oleh guru di awal pertemuan sehingga diharapkan siswa mampu memahami materi dengan baik sebelum guru menyampaikannya pada pertemuan selanjutnya. 2) Memperbaiki kehadiran. Tugas yang diberikan oleh guru pada setiap pertemuan selain untuk melibatkan siswa secara aktif dalam proses
24
pembelajaran juga dimaksudkan agar siswa dapat selalu berusaha hadir pada setiap pertemuan. 3) hasil belajar lebih mendalam. Parameter dalam proses belajar mengajar adalah hasil yang diraih oleh siswa. Dengan pembelajaran TPS, perkembangan hasil belajar siswa dapat diidentifikasi secara bertahap, sehingga pada akhir pembelajaran hasil yang diperoleh siswa lebih optimal. Kelemahan: 1) tidak selamanya mudah bagi siswa untuk mengatur cara berpikir sistematik. 2) Lebih sedikit ide yang masuk 3) Jika ada perselisihan, tidak ad penengah dari siswa dalam kelompok yang bersangkutan sehingga banyak kelompok yang melapor dan dimonitor 4) Jumlah murid yang ganjil berdampak pada saat pembentukan kelompok, karna ada satu murid yang tidak mempunyai pasangan 5) Jumlah kelompok yang terbentuk banyak 6) Menggantungkan pada pasangan Kelebihan tersebut dapat terjadi apabila ada tanggung jawab individual anggota kelompok, artinya keberhasilan kelompok ditentukan oleh hasil belajar individual semua anggota kelompok. Selain itu diperlukan adanya pengakuan kepada kelompok yang kinerjanya baik sehingga anggota kelompok tersebut dapat melihat bahwa kerjasama untuk saling membantu teman dalam satu kelompok sangat penting. Sedangkan kelemahan yang ada dapat diminimalisir dengan peran guru yang senantiasa meningkatkan motivasi siswa yang lemah agar dapat berperan aktif, meningkatkan tanggung jawab siswa untuk berlajar bersama, dan membantu siswa yang mengalami kesulitan.
25
6.
Hasil Penelitian yang Relevan Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya adalah sebagai
berikut: 1. Nur Supriyatun (2011) dalam skripsinya yang berjudul “ Peningkatan minat dan prestasi belajar matematika melalui model pembelajaran kooperatif tipe Auditory Intellectually Repetition
siswa
kelas
VIII
SMP
Negeri
2
Sidoharjo”,
menyimpulkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan yaitu: a) Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Auditory Intellectually Repetition mampu meningkatkan minat belajar siswa pada materi kubus dan balok siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Sidoharjo tahun pelajaran 2010/2011 terbukti dari hasil observasi siklus I dan siklus II, data minat belajar mengalami peningkatan sesuai indikator keberhasilan yang telah ditetapkan. b) Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Auditory Intellectually Repetition mampu meningkatkan prestasi belajar siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Sidoharjo tahun pelajaran 2010/2011 terbukti dari hasil observasi siklus I dan siklus II, data prestasi belajar siswa mengalami peningkatan sesuai indikator keberhasilan yang telah ditetapkan. 2. Moh Abdul Khodir ( 2012) dalam skripsinya yang berjudul” Upaya meningkatkan hasil belajar perkalian cara susun pelajaran matematika dengan model Think Pair Share (TPS) pada siswa kelas IV SDN Plumbungan Gabus Kabupaten Pati tahun 2011/2012, menyimpulkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dapat meningkatkan hasil belajar perkalian cara susun siswa sesuai indikator yang telah ditetapkan. 3. Begitu pula pada penelitian yang dilakukan oleh Dr. Sutrisno, S.E., M.M dosen KOPERTIS dalam jurnalnya dengan judul “Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Think- Pair- Share terhadap hasil belajar Matematika”. Penelitian ini memberi kesimpulan sebagai berikut : Pembelajaran kooperatif tipe TPS dapat
26
meningkatkan hasil belajar siswa dalam memecahkan masalah matematika dan meningkatkan aktivitas serta kerjasama siswa. B. Kerangka Berpikir Berdasarkan kajian teori di atas dapat dibuat kerangka pemikiran sebagai berikut : Prestasi belajar adalah hasil yang dicapai siswa selama mengikuti proses belajar sehingga terjadi perubahan dalam pemikiran serta tingkah laku. Prestasi belajar dipengaruhi oleh model pembelajaran dan minat belajar. Belajar merupakan suatu interaksi dari individu dengan lingkungannya yang dapat merubah tingkah laku seseorang. Indikator keberhasilan siswa dalam belajar dapat dilihat dari prestasi belajarnya. Banyak yang menganggap bahwa pelajaran matematika itu sulit terutama pada materi volume bangun ruang. Dalam hal ini, peneliti mengambil materi tentang volume prisma dan volume limas. Untuk mempelajari materi tersebut dibutuhkan kemampuan dalam memahami rumus serta kemampuan untuk menginterpretasikan gambar-gambar dalam bentuk visual. Selain itu, kesulitan-kesulitan yang dialami oleh siswa disebabkan karena siswa kurang aktif ketika mengikuti proses belajar, padahal untuk mempelajari volume prisma dan volume limas memerlukan banyak diskusi dalam menyelesaikan soal. Oleh karena itu, diperlukan suatu model pembelajaran yang dapat mengatasi permasalahan tersebut. Model pembelajaran merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi prestasi belajar. Dalam memilih model pembelajaran, guru dapat memilih model pembelajaran yang melibatkan peran siswa secara aktif dalam proses pembelajaran. Salah satu model yang melibatkan peran siswa secara aktif adalah model pembelajaran kooperatif dimana dalam model pembelajaran ini siswa dapat mengemukakan pemikirannya, saling bertukar pendapat, serta saling bekerja sama dengan teman sekelompoknya. Misalnya untuk mempelajari volume prisma dan volume limas, materi ini bertujuan agar siswa dapat menyelesaikan semua
27
permasalahan yang berkaitan dengan volume prisma dan volume limas. Oleh karena itu, diperlukan suatu model pembelajaran yang dapat mengarahkan siswa untuk terlibat aktif dan mengarahkan siswa untuk berdiskusi dalam menyelesaikan permasalahan. Model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) merupakan model pembelajaran kooperatif yang dapat meningkatkan penguasaan akademik siswa. Melalui model pembelajran tersebut, selain siswa dapat menggali kemampuannya sendiri, siswa juga diarahkan untuk saling bekerja sama meskipun dalam kelompok kecil. Sehingga dengan menggunakan model pembelajaran Think Pair Share (TPS) dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) selain dapat meningkatkan prestasi belajar siswa, model ini juga dapat meningkatkan minat belajar siswa. Minat bila dikaitkan dengan kegiatan belajar, maka minat merupakan pijakan yang kuat bagi siswa untuk mempelajari suatu materi pelajaran karena adanya ketertarikan atau merasa senang, sehingga siswa akan belajar secara optimal dan hasil yang diperoleh juga akan maksimal. Untuk mempelajari volume prisma dan volume limas, biasanya guru mengajarkan materi tersebut dengan menggunakan metode ceramah. Dalam model pembelajaran Think Pair Share (TPS) terdapat diskusi kelompok meskipun dalam kelompok kecil. Dengan adanya diskusi tersebut, siswa tidak akan mudah merasa bosan dengan materi yang diajarkan. Selain itu dalam model pembelajaran ini terdapat sintak sharing dimana siswa saling bertukar pendapat atau bertukar jawaban dengan kelompok lain sehingga akan memacu semangat siswa untuk bertanya dan siswa yang pintar juga akan merasa senang karena dapat berbagi jawaban dengan teman lain. Berdasarkan pemikiran-pemikiran di atas, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dapat meningkatkan prestasi dan minat belajar matematika. Secara skematis alur penelitian dari sebelum tindakan sampai pada siklus I, siklus II, siklus III, dan seterusnya dapat digambarkan pada Gambar 1.
28
Guru
Kondisi awal
Belum menerapkan model pembelajaran Think Pair Share (TPS), guru langsung memberikan soal tanpa menjelaskan teori terlebih dahulu, dilanjutkan dengan pembahasan soal
Siswa Minat dan prestasi belajar siswa terhadap pembelajaran matematika rendah
Siklus I Tindakan
Kondisi Akhir
Menerapkan model pembelajaran Think Pair Share (TPS) dilengkapi LKS pada sub pokok Materi Prisma dan Limas
Diduga melalui implementasi model pembelajaran Think Pair Share (TPS) dilengkapi LKS dapat meningkatkan minat dan prestasi belajar siswa
Gambar 1. Alur kerangka berpikir
Membentuk siswa dalam kelompok beranggotakan 2 siswa untuk mengerjakan LKS ketika kegiatan diskusi
Siklus II Pelaksanaan siklus II disesuaikan dengan hasil refleksi siklus I
29
C. Hipotesis Tindakan Berdasarkan perumusan masalah dan kajian teori, maka peneliti merumuskan hipotesis yaitu bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dapat meningkatkan prestasi dan minat belajar matematika siswa kelas VIIIA SMP Negeri 2 Miri Sragen tahun pelajaran 2013/2014.