BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Teks dan Wacana Teks merupakan esensi wujud bahasa. Artinya, teks direalisasikan atau diwujudkan dalam bentuk wacana dan lebih bersifat konseptual. Halliday (1985: 290) menjelaskan definisi mengenai teks yaitu “Text is something that happens, in the form of talking or writing, listening or reading.” Dari penjelasan tersebut dapat diketahui secara garis besar bahwa teks merupakan bentuk lisan dan tulisan. Trask (1999: 312) mengungkapkan bahwa teks yaitu “Text is a continuous piece of spoken or written language, especially one with a recognizable beginning and ending. For some linguists, a text is no different from a discourse.” Maksud pendapat tersebut adalah bagian dari bahasa lisan atau tulisan yang terjadi secara terus menerus sehingga membentuk sebuah teks. Beberapa ahli bahasa menyebutkan bahwa teks tidak berbeda dari wacana. Pendapat lain, sejalan dengan pengertian teks yang diungkapkan oleh O’Grady dan Dobrovolsky (1993: 455) menyebutkan sebagai berikut: ”The written version of any utterance or body of distance is called a text.” Penjelasan tersebut adalah setiap ucapan atau komunikasi yang tertulis disebut teks. Teks berisi serangkaian kalimat yang memiliki hubungan dan kesatuan yang utuh sehingga memberikan pemahaman yang jelas tentang isi dan maknanya. Teks dan wacana saling berhubungan karena teks berada dalam suatu wacana. O’Grady dan Dobrovolsky (1993: 455) menunjukkan adanya hubungan antara teks dan wacana sebagai berikut “The field that deals with the organization
6
7
of texts, ways in which parts of texts are connected, and the devices used for achieving textual structure is discourse analysis.” Maksudnya adalah bagian yang berhubungan dengan kelompok teks, bagaimana teks dapat saling berhubungan, dan metode untuk mencapai struktur tekstual adalah analisis wacana. Analisis wacana digunakan untuk menjelaskan teks agar saling berhubungan. Pendapat yang masih sejalan mengenai definisi wacana diungkapkan pula oleh Swan (1995: 151) yaitu:
“Discourse means ‘pieces of language longer than a sentence’. Some words and expressions are used to show how discourse is constructed. They can show the connection between what a speaker is saying and what has already been said or what is going to be said; they can help to make clear the structure of what is being said; they can indicate what speakers think about what they are saying or what others have said.” Swan (1995: 151)
Wacana adalah bahasa yang konstruksinya lebih panjang dari kalimat. Wacana adalah kesatuan dari beberapa kalimat, satu dengan yang lainnya saling terikat. Teks digunakan untuk menunjukkan bagaimana sebuah wacana terbentuk, sedangkan wacana terbentuk dari kata-kata dan ekspresi dalam sebuah teks yang memiliki makna. Wacana adalah deretan kalimat dalam bentuk tertulis ataupun lisan. Wacana merupakan suatu teks yang saling berkaitan dan memiliki makna antar kalimatnya secara utuh. Contoh: I bought a new guitar. It was very expensive. Contoh tersebut menjelaskan bahwa kalimat satu dan lainnya memiliki makna yang saling berhubungan. Wacana adalah satuan bahasa terlengkap dan tertinggi yang berfungsi untuk menyambungkan antar kalimat sehingga memberikan pemahaman yang jelas mengenai isi dan topik dalam wacana tersebut.
8
Kesimpulannya, teks adalah suatu bentuk yang terdiri dari unit-unit bahasa. Unitunit bahasa tersebut merupakan unit gramatikal seperti klausa atau kalimat. Sedangkan, wacana merupakan suatu bentuk realisasi makna dari teks yang terdiri dari kalimat-kalimat yang saling berkaitan.
2.2 Koherensi dan Kohesi Koherensi dan kohesi diperlukan dalam mempelajari sebuah wacana, seperti yang dijelaskan Trask (1999:79) bahwa “Two fundamental terms in the study of discourse are cohesion and coherence.” Terdapat dua hal yang sangat mendasar ketika mempelajari sebuah wacana, yaitu adanya koherensi dan kohesi. Dalam hal ini sebuah wacana harus saling berkaitan antar kalimatnya sehingga dapat memberikan pemahaman yang jelas.
2.2.1 Koherensi Koherensi adalah keterkaitan antara bagian yang satu dengan yang lainnya. Menurut Trask (1999: 39) bahwa “Coherence is the degree to which a piece of discourse makes sense.” Koherensi adalah suatu bentuk dimana setiap kalimat dalam suatu wacana harus memiliki makna yang logis. Tanskanen (2006: 20) memberikan definisi mengenai koherensi yaitu "Coherence can be perceived and communication is more likely to be successful if the receiver's background knowledge is sufficient for making an interpretation". Koherensi dapat diartikan dan dikomunikasikan jika latar belakang pengetahuan pendengar cukup baik untuk membuat interpretasi.
9
Hal ini sejalan dengan Collins-COBUILD English Dictonary (1995:305) bahwa "Coherence is a state or situation in which all the part or ideas fit together well so that they form a united whole." Penjelasan tersebut menyebutkan bahwa koherensi adalah keadaan atau situasi dimana semua bagian atau ide memiliki kesesuaian yang baik sehingga membentuk suatu kesatuan. Contoh: 1) I ate a lot of hamburgers because I was starving. Kalimat pertama membahas I ate a lot of hamburgers lalu di kalimat selanjutnya menerangkan bahwa I was starving. Contoh 1) merupakan kalimat yang koheren karena ada gagasan yang dikemukakan kalimat yang satu dengan yang lainnya. Kalimat-kalimatnya memiliki hubungan timbal balik serta secara bersama-sama membahas satu gagasan utama. Jadi, kalimat pertama dan kalimat kedua memiliki kesinambungan menjadi kalimat yang koheren. Schmidt (1995:125) menjelaskan definisi mengenai koherensi yaitu “Coherence is a synonym for cohesion, but it relates more to the order and consistency of ideas and statements and it means that all parts of a piece of writing are clearly related to one another in a logical sequence.” Maksud dari penjelasan di atas adalah koherensi memiliki kesamaan dengan kohesi, tetapi lebih berkaitan dengan urutan tulisan atau kalimat, konsistensi gagasan dan pernyataan, itu berarti bahwa semua bagian dari tulisan berhubungan satu sama lain pada urutan yang logis.
10
2.2.2 Kohesi Kohesi adalah hubungan antar bagian di dalam teks yang menggunakan unsur-unsur bahasa. Kohesi pada dasarnya mengacu kepada bentuk struktur tulisan. Menurut Halliday (1985: 288) pengertian kohesi adalah “The nonstructural resources for discourse are what are referred to by the term cohesion.” Maksudnya adalah kohesi berfungsi menyambungkan sumber-sumber yang tidak terstruktur di dalam wacana. Halliday dan Hasan (1976: 299) mengungkapkan definisi mengenai kohesi yaitu “Cohesion expresses the continuity that exists between one part of the text and another.” Kohesi menunjukkan urutan antara kalimat yang satu dengan kalimat yang lain dalam suatu teks. Kohesi memiliki keserasian hubungan antar unsur yang satu dengan unsur yang lain dalam suatu teks, kalimat, atau wacana. Sejalan dengan Trask (1999: 40) definisi mengenai kohesi yaitu “Cohesion is the presence in a discourse of explicit linguistic links which provide structure.” Kohesi menjadikan kalimat dalam setiap wacana memiliki kepaduan dan struktur yang mudah dipahami, setiap alur dalam kalimatnya memiliki makna yang saling berhubungan. Contoh: 2) The girls went to the market. The market wasn't too far. Dari contoh 2) merupakan kohesi karena setiap kalimat memiliki makna yang saling berhubungan. Kalimat pertama menerangkan the girls yang pergi ke the market lalu kalimat selanjutnya menerangkan the market yang tidak telalu jauh bagi mereka. Dengan kata lain, pengulangan ini menjadi salah satu cara untuk membuat kalimat menjadi kohesif.
11
Markels (1984: 4) bahwa “Cohesion elevates a random collection of sentence to status of a text, and in the process impart meaning, insight, and purpose to those sentence”. Jadi menurut Markels bahwa kohesi berfungsi untuk memperbaiki kalimat yang tidak tersusun di dalam teks. Pada prosesnya, kohesi memberi makna, wawasan, dan tujuan pada kalimat tersebut. Sejalan dengan Taboada (2004: 156) bahwa “Cohesion occurs when the interpretation of another of some element in the discourse depend on the interpretation of another one, whether preceding or following”. Jadi menurut Taboada bahwa kohesi terjadi ketika satu interpretasi dari beberapa elemen dalam wacana bergantung pada interpretasi yang lain. Seperti yang dijelaskan oleh Halliday dan Hasan (1976: 572) “The kinds of lexical relations playing a role in cohesion are claimed to be synonymy, hyponymy, meronymy, antonymy, and repetition. Jadi menurut Halliday dan Matthiessen bahwa jenis-jenis hubungan leksikal yang berperan dalam kohesi diklaim sebagai sinonimi, hiponimi, meronimi, antonimi, dan repetisi.
A. Sinonimi Crystal (1995:164) menjelaskan bahwa sinonimi adalah leksem yang memiliki arti yang sama. Sinonimi diartikan sebagai nama lain untuk benda atau hal yang sama atau ungkapan yang maknanya kurang lebih sama dengan ungkapan lain. Sinonimi merupakan salah satu aspek leksikal untuk mendukung kepaduan wacana. Sedangkan Verhaar (1994) memaknai sinonimi sebagai ungkapan (kata, frasa, klausa, atau kalimat) yang memiliki sedikitnya dua makna yang sama. Akan tetapi dalam bahasa apapun terdapat dua kata yang merupakan
12
sinonimi yang maknanya sama dalam semua konteks. Contoh; “small” dan “little” sebagai kata maknanya tidak jauh beda. Tetapi jika kata itu digunakan dalam frasa “My small brother” dan “My little brother” tentu tidak memiliki makna yang sama. Oleh karena itu kita perlu memahami kemungkinan yang membuat sinonimi berbeda. Hal ini bergantung pada tingkatan kata dalam maknanya. Dari kedua definisi di atas dapat disimpulkan bahwa sinonimi adalah makna kata yang sama dengan kata yang lainnya, kata yang bermakna sama atau kata yang hampir sama seperti kata dalam bahasa yang sama. Sinonimi berfungsi menjalin hubungan makna yang sepadan antara satuan lingual tertentu dengan satuan lingual lain dalam wacana. Sinonimi dapat dibedakan atas beberapa jenis, tergantung dari sudut pandang yang digunakan. Yang harus diingat dalam sinonim adalah dua buah satuan bahasa (kata, frasa atau kalimat) sebenarnya tidak memiliki makna yang persis sama. Menurut Verhaar yang sama adalah informasinya. Hal ini sesuai dengan prinsip semantik yang mengatakan bahwa apabila bentuk berbeda maka makna pun akan berbeda, walaupun perbedaannya hanya sedikit. Contoh: 3) My mother usually comes home at seven. 4) Wait for me! Before she arrives I should clean the room. Dalam kalimat 3 dan 4 disimpulkan bahwa kata ‘arrives’ adalah padanan kata atau sinonim dari ‘comes’.
13
B. Hiponimi Hiponimi adalah relasi antar kata yang berwujud atas-bawah, atau dalam suatu makna terkandung sejumlah komponen lain. Karena ada kelas atas yang mencakup sejumlah komponen yang lebih kecil, dan ada kelas bawah yang merupakan komponen-komponen yang tercakup dalam kelas atas, maka kata yang berkedudukan di kelas atas ini disebut superordinat dan kata yang berada di kelas bawah disebut hiponimi. Contoh: 5) He often use crimson 6) But sometimes he use vermilion to colour the sky. “Crimson” yang artinya merah tua dan “vermilion” yang berarti merah terang berhubungan secara hiponim dengan (red) warna merah. Kata (red) adalah superodinat yang memiliki subordinat crimson, red berry, scarlet, lust red, vermilion. Hiponimi merupakan hubungan makna leksikal yang bersifat hierarkis antara satu konstituen dan konstituen yang lain. Relasi makna terlihat pada hubungan antara konsituen yang memiliki makna umum dan konstituen yang memiliki makna khusus (Halliday dan Hasan, 1976: 278). Kata hiponimi berasal dari Yunani Kuno yang terdiri dari kata onoma ‘nama’ dan hypo’di bawah’. Secara leksikal hiponimi berarti nama yang termasuk di bawah nama lain (Verhaar, 1994). Secara semantis, hiponimi dapat didefinisikan sebagai ungkapan (kata, frasa, atau kalimat) yang maknanya dianggap merupakan bagian dari makna ungkapan lain.
14
Hiponimi diartikan sebagai satuan bahasa (kata, frasa, kalimat) yang maknanya dianggap merupakan bagian dari makna satuan lingual yang lain. Unsur atau satuan lingual yang mencakupi beberapa unsur atau satuan lingual yang berhiponim itu disebut hipernim atau superordinat. Dalam kata lain, hiponimi merujuk kepada sesuatu yang dikenal dari tingkat keanggotaan yang memiliki kedekatan relasi diantara kata.
C. Meronimi Meronimi adalah bentuk ujaran yang maknanya merupakan bagian atau komponen dari bentuk ujaran yang lain. Meronimi merupakan relasi makna yang memiliki kemiripan dengan hiponimi karena relasi maknanya bersifat hierarkis, namun tidak menyiratkan perlibatan searah, tetapi merupakan relasi makna bagian dengan keseluruhan. Jika hiponimi memiliki hubungan khusus ke umum, maka pada meronimi unsur leksikal yang satu merupakan bagian dari keseluruhan unsur leksikal yang lain (part of the whole). Meskipun demikian, meronimi masih memiliki acuan yang sama. Bentuk meronimi dapat terlihat seperti contoh berikut: 7) She knelt down and looked along the passage into the loveliest garden you ever saw. How she longed to get out of that dark hall, and wander about among those beds of bright flowers and those cool fountains … (Halliday, 1985:312).
Kata flowers dan fountains pada penggalan kalimat di atas merupakan meronimi dari kata garden karena kata flowers dan fountains adalah bagian dari garden. Dengan adanya kata flowers dan fountains menjadikan kata garden di atas menjadi jelas, sehingga penggalan kalimat di atas mempunyai keutuhan.
15
D. Antonimi Antonimi adalah suatu kata yang artinya berlawanan satu sama lain. Antonim disebut juga dengan lawan kata. Antonimi dapat diartikan sebagai nama lain untuk benda atau hal yang lain atau relasi semantik di antara kata yang memiliki makna berlawanan (Halliday dan Hasan, 1976: 279). Sementera itu Jackson (1988: 64) mendefinisikan bahwa “Antonym deals with the oppositeness of meaning, word with opposite meaning of various kinds. Furthermore, antonym is word that means the opposite another word”. Jadi antonim berhubungan dengan perlawanan makna, kata yang memiliki macam-macam lawan kata. Hal serupa dijelaskan oleh Jackson dan Amvela (2000:98) menyatakan bahwa “Antonym is word which is in the some sense opposite in meaning. For Example: Old and Young are having opposite meaning.” Antonim adalah kata yang di dalamnya terdapat makna yang berlawanan. Sebagai contoh, Tua dan Muda memiliki makna yang berlawanan. Contoh: 8) Hey man, look at my dog! He looks so happy. 9) How do you know he is happy? He feels sad behind the face! Contoh kedua kata di atas adalah kata yg saling bertentangan dengan rasa. “happy” yang artinya senang dan "sad” berarti sedih menunjukkan bahwa kedua kata tersebut merupakan Antonimi.
2.3 Repetisi Repetisi adalah gaya bahasa penegasan yang mengulang-ulang suatu kata secara berturut-turut dalam suatu kalimat atau wacana. Perulangan itu merupakan
16
perulangan bunyi, suku kata, kata atau bagian kalimat yang dianggap penting dan sesuai dalam sebuah konteks. Perulangan kata itu mungkin berupa pengulangan kata, frasa atau klausa (Halliday dan Hasan, 1976: 278). Sementara itu Keraf (1994: 127) mendefinisikan repetisi sebagai pengulangan satuan lingual (bunyi, suku kata, kata, atau bagian kalimat) yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai. Berdasarkan tempat satuan lingual yang diulang dalam baris, klausa atau kalimat. Repetisi pada umumnya berperan penting dan banyak ditemukan dalam lagu maupun puisi, ketika perkataan atau bagian dari lirik lagu sering diulang-ulang maka dapat disebut repetisi. Contoh: 10) We promise we will win the exhibition. 11) We promise! I said, we promise! Dalam contoh kalimat 10) dan 11) terdapat pengulangan kata we promise yang merupakan bagian dari repetisi. Repetisi merupakan penekanan kata untuk meyakinkan sesuatu agar lebih jelas. Johnstone (1991: 11) menjelaskan definisi mengenai repetisi bahwa “That repetition is thereby a central process through which language is created in discourse”. Jadi menurut Johnstone bahwa pengulangan itu adalah proses pokok terciptanya suatu bahasa di dalam wacana. Johnstone (1991: 4) menambahkan bahwa “The underlying structural principle in text in which repetition is a discourse structuring device”. Prinsip struktural yang mendasari dalam teks dimana pengulangan adalah penataan wacana. Jackson (1988: 578) mengungkapkan bahwa setiap kali sebuah kata atau frasa yang diulang, maknanya dapat berubah. Para pendengar dalam sebuah pidato
17
atau pembaca dalam sebuah tulisan dapat menafsirkan arti kata atau frasa yang diulang sehingga dapat mengerti maksud dari pesan yang disampaikan.
“Each time a word or phrase is repeated, its meaning is altered. The audience reinterprets the meaning of the word or phrase in light of the accretion, juxtaposition, or expansion; thus it participates in making meaning of the utterances. (1988: 578)
Contoh: (12) Algy met a bear. The bear was bulgy. Jadi kata bear diulang untuk menekankan atau mendeskripsikan kata bear itu sendiri. Menurut Bakker (1989: 159) yang menjelaskan definisi repetisi lainnya sebagai berikut:
“Repetition … may involve the exact, verbatim recurrence of a given phrase, but it may also involve the recurrence of a rhythmical pattern … repetitions may be ordered by degree of linguistic sameness … (mere metrical repetition) to maximal linguistic sameness (verbatim repetition). In between, we may localize repetitions with linguistic sameness on the level of category (parts of speech).” (1989: 159)
Jadi pengulangan meliputi perulangan yang sesuai dengan verbatim (kata demi kata) dari frasa yang diberikan. Kata yang sering diulang adalah bagian dari parts of speech seperti noun, verb, adjective, dan adverb, sehingga dapat memberikan makna yang jelas dalam konteks yang sesuai. McArthur (1992: 861) menjelaskan bahwa “Doing, saying or writing the same thing more than once, the recurrence of processes, structures, elements and motifs is fundamental to communication in general and language in particular.”
18
Penjelasana McArthur bahwa melakukan, mengatakan atau menulis hal yang sama lebih dari sekali, terulangnya proses, struktur, elemen dan motif adalah dasar komunikasi pada umumnya dan bahasa pada khususnya. “Pattern of repetition involves repetition of the same pattern in two or more word in close proximity”. (McArthur, 1992: 883) McArthur menambahkan bahwa pola pengulangan melibatkan pengulangan pola yang sama dalam dua atau lebih kata terdekat.
2.3.1 Jenis Repetisi Menurut Aitchison (1994:16) terdapat tujuh jenis repetisi seperti: a) Anadiplosis: Starting a clause or phrase with the word or phrase that ended the preceding unit. b) Anaphora: The repetition of a word or group of words at the beginning of successive clauses or phrases. c) Epistrophe: Ending a series of phrases or clauses with the same word or words. d) Isocolon: A series of similarly structured phrases. e) Ploche (ploce, repetitio): The repetition of the same word in a short span of text. f) Polyptoton: The repetition of a word, but in a different form (i.e., the repetition of a stem, with a difference in affixes). g) Polysyndeton: Employing many conjunctions between clauses, often slowing the tempo or rhythm.
19
Sesuai dengan batasan masalah, penulis akan mengkaji dan membatasi hanya empat jenis repetisi yaitu epistrophe, isocolon, ploche dan polyptoton. Namun, ketujuh jenis repetisi di atas akan diuraikan dan dijelaskan definisinya serta contoh dari masing-masing repetisi tersebut untuk memudahkan pembaca dalam memahami perbedaannya.
2.3.1.1 Repetisi Anadiplosis Preminger dan Brogan (1993:69) menyebutkan bahwa anadiplosis adalah bentuk pengulangan kata yang menghubungkan dua frasa, klausa, baris, bait, atau kalimat dengan mengulangi kata di akhir yang pertama pada awal kedua. “Anadiplosis is a figure of word repetition that links two phrases, clauses, lines, stanzas, or sentences by repeating the word at the end of the first one at the beginning of the second.” (1993:69) Hal serupa diungkapkan oleh Jasinski (2001:543) bahwa "Anadiplosis is when a word at or near the end of one clause or sentence is used to begin the following clause or sentence". Ungkapan itu menunjukan bahwa anadiplosis adalah sebuah kata pada akhir klausa atau kalimat yang digunakan untuk memulai kalimat atau kalimat berikut. Contoh: 13) Comforte it is for man to have a wife. Wife chast, and wise, and lowly all her life. 14) Suffering breeds character. Character breeds faith, In the end. Pada contoh 13) kata wife berakhir di kalimat sebelumnya dan di sambung dengan kata wife di awal kalimat. Sama dengan contoh 13), contoh 14) terdapat
20
pengulangan yaitu kata character. Pada kalimat pertama kata character ditulis di akhir kalimat dan pada kalimat selanjutnya kata character di tulis pada awal kalimat. Menurut Zimmerman (2005:121) bahwa "Anadiplosis can express emotion" (2005:121). Jadi menurut Brett Zimmerman bahwa anadiplosis dapat mengekspresiakan emosi. Jadi anadiplosis ialah pengulangan kata yang menghubungkan frasa dengan frasa, klausa dengan klausa, kalimat dengan kalimat, di akhir dan di ulang di awal pada kalimat selanjutnya. Anadiplosis juga adalah sebuah alat yang berguna
untuk
menggambarkan
sebuah
penekanan
dan
juga
dapat
mengekspresikan emosi.
2.3.1.2 Repetisi Anaphora Anaphora atau epanaphora adalah pengulangan kata yang sama atau katakata pada awal frasa, klausa, atau kalimat berturut-turut. Hal itu di ungkapkan oleh Preminger dan Brogan (1993:73) bahwa “Also epanaphora, the repetition of the same word or words at the beginning of successive phrases, clauses, sentences, or lines.” Preminger dan Brogan mengungkapkan bahwa anaphora atau epanaphora ialah pengulangan kata pada awal frasa, klausa, atau kalimat berturut-turut. Hal serupa diungkapkan oleh Levin (1982:114) bahwa the “Anaphora is beginning of successive clauses with the same word or group of words.” Levin berpendapat bahwa anaphora adalah klausa dengan kata yang sama atau kelompok kata.
21
Contoh: 15) Ask not what your country can do for you. Ask what you can do for your country. Contoh 15) merupakan anaphora karena kata ask terdapt di dua kalimat dan diulang pada awal kalimat secara berturut-turut. Ada juga yang mengungkapkan hal serupa bahwa "Specific type of repetition; word, phrase, or clause repeated at the begining of two more sentences in row." Moran dan Holder (2007:287). Menurut Moran dan Holder anaphora adalah jenis pengulangan tertentu, kata, frasa, atau klausa yang diulang pada awal kalimat berturut-turut. Kebalikan dari anaphora ialah epistrophe. Jika anaphora ialah pengulangan kata pada awal frasa, klausa, atau kalimat dan epistrophe ialah pengulangan kata pada akhir kalimat, seperti yang diungkapkan oleh Preminger dan Brogan (1993:73) bahwa “The opposite of anaphora is epistrophe which repeats words at the ends of clauses, lines or stanzas” (1993:73). Preminger dan Brogan menjelaskan bahwa kebalikan dari anaphora adalah epistrophe yang mengulangi kata-kata di ujung klausa, baris atau bait. Contoh: 16) Sweet Portia, If you did know to whom I gave the ring, If you did know for whom I gave the ring, And would conceive for what I gave the ring, And how unwillingly I left the ring.
22
Pengulangan kata the ring terdapat pada akhir klausa, kalimat, atau bait, berbeda dengan anaphora yang diulang di depan klausa, kalimat, atau bait. Jadi anaphora atau epanophora ialah pengulangan kata yang sama atau kata-kata pada awal frasa, klausa, atau kalimat secara berturut-turut. Kebalikan dari anaphora ialah epistrophe. Jika anaphora ialah pengulangan kata pada awal frasa, klausa, atau kalimat dan epistrophe ialah pengulan kata pada akhir kalimat.
2.3.1.3 Repetisi Epistrophe Hunter (2006:90) menyebutkan bahwa contoh yang dikenal sebagai epistrophe didefinisikan sebagai pengulangan kata yang sama pada akhir kalimat atau klausa yang berurutan. Oleh karena itu, kebalikan dari anaphora di mana awal kalimat adalah sama. “The figure known as Epistrophe is defined as the repetition of the same word(s) at the end of successive sentences or clauses. Thus, it is opposite of Anaphora in which the beginning of sentences is the same.” (2006:90) Hal serupa dijelaskan oleh Farnsworth (2010:32) “Epistrophe sometimes also known as antistophe, the repetition of a word or phrase at the end of series of sentences or clauses.” Ungkapan itu menunjukan bahwa epistrophe kadangkadang juga dikenal sebagai antistrophe yang berarti pengulangan kata atau frasa pada akhir klausa atau kalimat. Menurut Duke (2004:283) bahwa “In contrast to anaphora, epistrophe involves “like-sentence endings.” Each sentence in a series ends with the same word or phrase.” Jadi berbeda dengan anaphora, epistrophe melibatkan setiap kalimat berakhir dengan kata atau frasa yang sama.”
23
Contoh: 17)"For no government is better than the men who compose it, and I want the best, and we need the best, and we deserve the best." Contoh 17) merupakan epistrophe karena kata “the best” terdapat di tiga kalimat dan diulang pada akhir kalimat berturut-turut. Berbanding terbalik dengan anaphora yang mengulang kata, frasa, atau klausa pada awal kalimat berturutturut.
2.3.1.4 Repetisi Isocolon Fansworth (2010:74) menyebutkan bahwa isocolon, salah satu contoh retoris yang paling umum dan penting, adalah penggunaan kalimat berturut-turut, klausa, atau frasa yang sama panjang dan sejajar dalam struktur. “Isocolon, one of the most common and important rhetorical figures, is the use of successive sentences, clauses, or phrases similar in length and parallel in structure.” (2010:74) Hal serupa dijelaskan oleh Lapidge (1998:21) “Isocolon is defined in the rhetorical tradition only; it is the parallel arrangement of two or more cola (sentences, clauses or word groups).” Ungkapan itu menunjukkan bahwa isocolon didefinisikan sebagai susunan paralel dari dua kalimat, klausa, dan kelompok kata atau lebih. Menurut Hunter (2006:88) bahwa “The figure of known as Isocolan is present when two or more phrases are possessed of “approximately the same length and corresponding structure...”. Jadi isocolon itu hadir ketika dua frasa atau lebih yang memiliki panjang yang sama dan struktur yang sesuai.
24
Contoh: 18)"Come then: let us to the task, to the battle, to the toil--each to our part, each to our station. Fill the armies, rule the air, pour out the munitions, strangle the U-boats, sweep the mines, plow the land, build the ships, guard the streets, succor the wounded, uplift the downcast, and honor the brave." Contoh 18) merupakan isocolon karena frasa “to the task, to the battle, to the toil” dan “fill the armies, rule the air, pour out the munitions” dan lain-lain memiliki struktur yang sejajar yang diulang pada setiap frasa nya.
2.3.1.5 Repetisi Ploche Fahnestock (2011: 133) menyebutkan bahwa contoh ploce melambangkan argumen yang didasarkan pada bentuk yang sama dari sebuah kata muncul lagi dan lagi dalam sebuah argumen. Itu kadang-kadang digolongkan dengan contoh pengulangan yang ditentukan di mana kata atau frasa akan muncul kembali. “The figure ploce epitomizes arguments based on the same form of a word appearing again and again in an argument. It was sometimes classed with the figures of repetition that specified where a word or phrase would reappear.” (2011:133) Contoh: 19)"I know what's going on. I may be from Ohio, but I'm not from Ohio." Contoh 19) merupakan ploce karena frase “from Ohio” muncul pada kalimat kedua dan ketiga yang merupakan bentuk yang sama seperti pengulangan yang ditentukan di mana kata, frasa, atau klausa muncul kembali dengan makna yang berbeda, setelah adanya intervensi dari satu kata lainnya atau lebih.
25
2.3.1.6 Repetisi Polyptoton Anderson (1998:249) menyebutkan bahwa polyptoton adalah kolokasi asal mula kata yang terkait, sering digambarkan oleh hubungan konseptual yang erat antara dua referen. “Polyptoton is the collocation of derivationally related words, often iconizes a close conceptual relationship between two referents.” (1998:249) Menurut Avery (2001:182) bahwa “Polyptoton is a repetition of the same word or root of the word with different grammatical functions or forms.” Ungkapan itu menunjukan bahwa polyptoton adalah pengulangan kata yang sama atau kata dasar dengan gramatikal yang berbeda fungsi atau bentuk. Hal serupa dijelaskan oleh Abondolo (2001:60) bahwa “Polyptoton, entails the repetition of a root with different inflectional suffixes.” Jadi polytoton itu memerlukan pengulangan kata dasar dengan akhiran inflektif yang berbeda. Contoh: 20)“I dreamed a dream in times gone by, when hope was high, and life worth living." Contoh 20) merupakan polyptoton karena pada kalimat pertama, kata “dreamed” menggunakan akhiran –ed dan “dream” adalah kata dasarnya. Sama seperti “living” menggunakan akhiran –ing yang berasal dari kata “life” yang menjadikannya berbeda makna dan bentuk.
26
2.3.1.7 Repetisi Polysyndeton Farnsworth (2010:128) bahwa "Polysyndeton is the repeated use of conjunction." Farnsworth Ward mengungkapkan bahwa polysyndeton ialah pengulangan yang menggunakan konjungsi. Ada juga polysyndeton yang diungkapkan oleh Baldick
(2000:199) bahwa “Term for repeated use of
conjunctions to link together a succession of words, clauses, or sentences.” Baldick mengungkapkan bahwa polysyndeton digunakan untuk pengulangan konjungsi yang menghubungkan uratan kata-kata, klausa, atau kalimat. Contoh : 21) A generation that uses their own creativity and talent and technology. Pada contoh 21) terdapat polysyndeton yaitu terdapat pengulangan konjungsi dalam satu kalimat. Konjungsi yang diulang ialah konjungsi and. Menurut Dietrich (1997:370) bahwa "The polysyndeton occurs when an emphasis is repeated successively in the same part of a passage" Dietrich berpendapat bahwa polysyndeton terjadi ketika penekanan ini diulang pada bagian yang sama dari suatu bagian. Jadi polysyndeton ialah pengulangan konjungsi untuk menghubungkan kata, klausa, atau kalimat. Menggunakan pengulangan konjungsi sering memperlambat tempo atau irama dalam sebuah tulisan. Polysyndeton juga digunakan untuk menunjukkan irama bahasa dan tergantung pada genre dan menambah suasana kesungguhan untuk teks, sehingga mencerminkan daya tarik.
27
2.3.2 Fungsi Repetisi Aitchison (1994:19) mengungkapkan bahwa ada fungsi repetisi di dalam teks yang saling berkaitan satu sama lain yang dapat diidentifikasi: 1) pengulangan dapat memperluas sumber daya bahasa, 2) menyambungkan kohesi tekstual dan dapat dimengerti, dengan teks yang digunakan dalam arti luas yang diucapkan pada sebuah pidato, 3) memfasilitasi interaksi percakapan.
"The function of repetition have been studied above all by stylisticians and sociolinguists. the former have concentrated on self-repetition, and the latter on other-repetition. three broad, overlapping functions can be identified: first, repetition may extend existing language resources (usually self-repetition); second, it promotes textual cohesion and comprehensability, with "text" used in its widest sense to include spoken speech (again, usually self-repetition); third, it facilitates conversation interaction (usually other-repetition)." (Aitchison 1994:19)
Pengulangan berfungsi untuk menunjukkan keterkaitan satu kalimat dengan kalimat lain, pengulangan juga membantu pemahaman, karena informasi yang sampai ke sebagian pendengar atau pembaca tidak dapat langsung dimengerti, maka dibutuhkan sebuah pengulangan. Hal diatas diungkapkan oleh Hoey (2001:35) "Repetition serves to show the relatedness of sentences in much the same way that a bibliographical reference shows relatedness, repetition also aids comprehension, since information is dripped across to the hearer more slowly." Contoh: 22) Dark behind it rose the forest, rose the black and gloomy pine-trees, rose the firs with cones upon them.
28
Jadi Contoh 22) mengulangi kata rose, rose di ulang-ulang untuk menekankan kata rose dan kata rose juga untuk menyambungkan kohesi tekstual. Sara Thorne (2008:476) juga mengungkapkan bahwa pengulangan adalah perangkat yang menekankan sebuah ide melalui pengulangan. Ini adalah strategi retoris untuk memproduksi efek penekanan, kejelasan, amplifikasi atau emosional dan sebagai alat pemersatu kata, frasa, klausa dan kalimat.
“Repetition is a device which emphasizes an idea through reiteration. It is a major rhetorical strategy for producing emphasis, clarity, amplification or emotional effect. As a unifying device, independent of conventional metrics, repetition is found extensively in free verse where parallelism reinforced by the recurrence of actual words and phrases, governs the rhythm which helps to distinguish free from prose.” (Sara Thorne, 2008: 476)
Jadi repetisi ialah mengatakan atau menulis hal yang sama lebih dari sekali. Repetisi yang berfungsi sebagai: 1) elemen pemersatu dalam menulis. 2) penekanan atau iterasi, klarifikasi, konfirmasi, mengungkapkan ekspresi atau emosi dan upaya untuk membuat kalimat menjadi kohesif.