BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Kependidikan 1.
Hakikat Belajar a. Pengertian Belajar Belajar merupakan suatu proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam wujud perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungannya dalam rangka memenuhi
kebutuhan
hidupnya (Sugihartono dkk., 2013: 74). Beberapa definisi lain tentang belajar dikemukakan oleh Cronbach (Sumadi Suryabrata, 2007: 231) bahwa proses belajar ditunjukkan oleh adanya perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Belajar yang baik adalah dengan mengalami dengan menggunakan panca indera. Menurut Slameto (2003: 2) belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman sendiri dalam interaksi dengan lingkungan. Oemar Hamalik (2003: 27) menyatakan bahwa belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman (learning is defined as the modification or strengthening of behaviour through experiencing). Belajar merupakan proses suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Jadi dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses memperoleh pengetahuan melalui pengalaman-pengalaman belajar dari lingkungan yang kemudian diinternalisasikan oleh individu dan diwujudkan hasilnya dalam bentuk perubahan tingkah laku. 10
b. Ciri-Ciri Belajar Belajar menghasilkan suatu perubahan tingkah laku pada individu, akan tetapi, tidak semua tingkah laku dikategorikan sebagai aktivitas belajar. Tingkah laku yang dikategorikan sebagai perilaku belajar menurut Sugihartono dkk. (2013: 74-76) memiliki enam ciri sebagai berikut. 1) Perubahan tingkah laku terjadi secara sadar Suatu perilaku digolongkan sebagai aktivitas belajar apabila pelaku menyadari terjadinya perubahan tersebut atau merasakan adanya perubahan dalam dirinya. 2) Perubahan bersifat kontinu dan fungsional Perubahan yang terjadi dalam diri seseorang berlangsung secara berkesinambungan dan tidak statis. Satu perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan berikutnya dan selanjutnya akan berguna bagi kehidupan atau bagi proses belajar selanjutnya. 3) Perubahan bersifat positif dan aktif Perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar bersifat positif, artinya perilaku selalu bertambah dan tertuju untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya. Perubahan itu juga bersifat aktif, perubahan tidak terjadi dengan sendirinya melainkan karena usaha individu sendiri. 4) Perubahan bersifat permanen Perubahan yang terjadi bersifat permanen atau menetap. 11
5) Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah Perubahan tingkah laku dalam belajar mensyaratkan adanya tujuan yang akan dicapai oleh pelaku belajar dan terarah kepada perubahan tingkah laku yang benar-benar disadari. 6) Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku Jika seseorang belajar sesuatu sebagai hasilnya ia akan mengalami perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap, keterampilan, pengetahuan, dan sebagainya. c.
Belajar Tuntas (Mastery Learning) Tujuan proses belajar mengajar secara ideal adalah agar bahan
yang dipelajari dikuasai sepenuhnya oleh siswa. Hal ini disebut mastery learning atau belajar tuntas, artinya penguasaan penuh. Cita-cita ini hanya dapat dijadikan tujuan apabila guru meninggalkan kurva normal sebagai patokan keberhasilan mengajar. Jadi, masalah yang sangat penting yang dihadapi guru adalah bagaimana usaha agar sebagian besar dari siswa dapat belajar dengan efektif dan menguasai bahan-bahan pelajaran yang dianggap esensial (S. Nasution, 2003: 36-37). Bakat masing-masing anak berbeda. Perbedaan bakat ini menyebabkan perbedaan hasil belajar apabila seluruh anak dengan bakat berbeda tersebut diberi pengajaran yang sama.
Jika diberi metode
pengajaran lebih bermutu yang disesuaikan dengan kebutuhan setiap anak serta waktu belajar lebih banyak, maka dapat dicapai keberhasilan penuh bagi setiap anak dalam tiap bidang studi (S. Nasution, 2003: 38). 12
Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar tuntas antara lain: 1) bakat untuk mempelajari sesuatu, 2) mutu pengajaran, 3) kesanggupan untuk memahami pengajaran, 4) ketekunan, dan; 5) waktu yang tersedia untuk belajar (S. Nasution, 2003: 50). d. Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Belajar sebagai suatu aktivitas mensyaratkan banyak faktor. Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
belajar
secara
umum
dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu faktor eksternal dan internal (Sumadi Suryabrata, 2007: 233). 1) Faktor eksternal berasal dari luar diri individu, dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu faktor nonsosial dan faktor sosial. a) Faktor-faktor non sosial dalam belajar, misalnya: keadaan udara, suhu udara, cuaca, waktu belajar, alat-alat yang dipakai, letak sekolah
atau
tempat
belajar,
media
pembelajaran,
dan
sebagainya. b) Faktor-faktor sosial dalam belajar, yaitu faktor manusia baik yang hadir secara langsung maupun tidak langsung, misalnya kehadiran orang lain saat sedang belajar, persepsi dan dukungan dari orang-orang di sekitarnya, dan sebagainya. Sedangkan menurut Sugihartono dkk. (2013: 76) eksternal yang mempengaruhi belajar meliputi: 13
faktor
a) faktor keluarga, antara lain cara orangtua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orangtua, dan latar belakang kebudayaan; b) faktor sekolah, antara lain metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah; c) faktor masyarakat, antara lain kegiatan siswa dalam masyarakat, teman bergaul, bentuk kehidupan dalam masyarakat, dan media massa. 2)
Faktor internal, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri pelajar, dan dapat digolongkan memnjadi dua golongan, yaitu faktor fisiologis dan faktor psikologis. a) Faktor fisiologis meliputi keadaan tonus jasmani umum, yaitu kelelahan jasmani, asupan nutrisi dan faktor penyakit kronis yang dapat mengganggu belajar, serta keadaan fungsi jasmani tertentu
terutama
fungsi-fungsi
panca
indera
(Sumadi
Suryabrata, 2007: 233). b) Faktor psikologis
menurut Frandsen (Sumadi Suryabrata,
2007: 236) meliputi: (1) adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas; (2) adanya sifat kreatif dan keinginan untuk selalu maju; 14
(3) adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru, dan teman-teman; (4) adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha baru, baik dengan koperasi atau kompetisi; (5) adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman bila menguasai pelajaran, serta; (6) adanya reward and punishment sebagai akhir dari belajar e.
Penilaian Kognitif Penilaian kognitif adalah penilaian terhadap kemampuan berpikir
untuk memecahkan masalah. Menurut taksonomi Bloom kemampuan tersebut meliputi pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Taksonomi pada ranah kognitif tersebut direvisi oleh Anderson dan Krathwol menjadi dua dimensi, yaitu dimensi pengetahuan (faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif) dan dimensi proses kognitif (remember, understand, apply, analyze, evaluate, dan create) (Bambang Subali dan Pujiati Suyata, 2012: 3 dan Imam Gunawan dan Anggarini Retno Palupi, 2016: 30-31). Alasan dari adanya revisi taksonomi Bloom antara lain: 1)
mengarahkan kembali fokus pendidik karena pendidikan masih terkait dengan maslaah desain pendidikan, penerapan program yang tepat, kurikulum standar, dan aesmen autentik;
2)
kebutuhan untuk memadukan pengetahuan dan pemikiran baru dalam kerangka kategorisasi tujuan pendidikan; 15
3)
menjadi dasar merumuskan tujuan pendidikan yang seharusnya berisi satu kata kerja dan kata benda;
4)
proporsi yang tidak sebanding dalam penggunaan taksonomi pendidikan untuk perencanaan kurikulum dan untuk asesmen;
5)
taksonomi Bloom versi asli lebih menekankan kategori daripada subkategori;
6)
ketidakseimbangan proporsi subkategori taksonomi Bloom asli;
7)
taksonomi Bloom versi asli lebih ditujukan pada dosen, padahal perencanaan kurikulum, pembelajaran, dan penilaian tidak hanya dilakukan oleh dosen (Imam Gunawan dan Anggarini Retno Palupi, 2016: 22-23). Taksonomi dari tujuan pembelajaran merupakan sebuah kerangka
pikir untuk menggolongkan kemampuan-kemampuan yang diharapkan dipelajari oleh siswa sebagai bagian dari pembelajaran. Tingkat SMA diharapkan pada tingkat berpikir tinggi, yaitu aplikasi, evaluasi, dan kreasi (Bambang Subali dan Pujiati Suyata, 2012: 3). Taksonomi Bloom versi baru menurut Krathwol (2002: 214) dijelaskan dalam tabel 1.
16
Tabel 1. Kategori Tingkat Berpikir Kognitif Berdasarkan Taksonomi Bloom Versi Revisi (Krathwol, 2002: 214) Kategori Penjelasan Aktivitas berpikir Mengingat Kemampuan menyebutkan kembali Mengenali informasi/pengetahuan yang Mengingat tersimpan dalam ingatan jangka panjang Memahami Kemampuan menentukan Menafsirkan makna/pengertian instruksi, ide, Memberi contoh atau konsep yang telah diajarkan Mengklasifikasi baik dalam bentuk lisan, tertulis, Meringkas maupun grafik/diagram Menyimpulkan Membandingkan Menjelaskan Menerapkan Kemampuan melakukan suatu hal Melaksanakan atau mengaplikasikan suatu Menjalankan prosedur dalam situasi tertentu Menganalisis Kemampuan memisahkan konsep Membedakan ke dalam beberapa komponen dan Mengorganisasi menyelidiki hubungan Menghubungkan antarkomponen untuk memperoleh pemahaman atas konsep tersebut secara utuh. Mengevaluasi Kemampuan menetapkan penilaian Memeriksa sesuatu berdasarkan norma, kriteria Memberi kritik atau patokan tertentu Mencipta Kemampuan memadukan unsur Membangkitkan menjadi suatu bentuk baru yang Merencanakan utuh dan koheren, atau membuat Memproduksi suatu produk yang orisinal 2. Karakteristik Pembelajaran Biologi Istilah
pembelajaran
berbeda
dengan
belajar.
Pembelajaran
sesungguhnya merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menciptakan suasana atau memberikan pelayanan agar siswa belajar. Pembahasan tentang belajar lebih menekankan pada siswa dan proses yang menyertainya, sedangkan
pembahasan tentang pembelajaran lebih
17
menekankan pada guru dalam upayanya untuk membuat siswa dapat belajar (Sugihartono dkk., 2013: 73). Belajar biologi menurut Djohar (Suratsih dkk, 2010: 6) merupakan perwujudan dari interaksi subjek (anak didik) dengan objek yang terdiri dari benda dan kejadian, proses dan produk. Subyek belajar dapat mengeksplorasi dan menemukan konsep apabila melakukan interaksi dengan obyek belajar secara mandiri. Interaksi ini memberi peluang kepada siswa untuk berlatih belajar dan mengerti bagaimana belajar, mengembangkan potensi rasional pikir, ketrampilan, dan kepribadian serta mengenal permasalahan biologi dan pengkajiannya. Rulis Hidayatussaadah, Sukarni Hidayati & Siti Umniyatie (2016: 59) juga menyatakan bahwa pembelajaran Biologi bersifat faktual, artinya siswa dapat mengamati objek Biologi secara langsung baik di dalam kelas maupun di laboratorium sehingga keberadaan laboratorium untuk mendukung proses pembelajaran Biologi sangatlah penting. 3.
Kesulitan Belajar a. Pengertian Kesulitan Belajar Tingkat penguasaan kompetensi menurut Sugihartono dkk. (2013: 152) biasanya ditetapkan antara 75-90% apabila dikaitkan dengan konsep belajar tuntas (mastery learning). Penguasaan kompetensi siswa dinilai berdasarkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). KKM ditetapkan oleh guru melalui metode kualitatif dengan professional judgement atau kuantitatif dengan mempertimbangkan tiga hal, yaitu: 18
1)
tingkat kompleksitas setiap indikator dan kompetensi dasar;
2)
daya dukung penyelenggaraan pembelajaran, misalnya tenaga pendidik, sarana dan prasarana;
3)
kemampuan (intake) rata-rata peserta didik (Direktorat Pembinaan SMA, 2010: 24- 25). Setiap siswa pada prinsipnya berhak memperoleh peluang untuk
mencapai kinerja akademik (academic performance) yang memuaskan. Siswa
memiliki
perbedaan
dalam
hal
kemampuan
intelektual,
kemampuan fisik, latar belakang keluarga, kebiasaan dan pendekatan belajar yang terkadang sangat mencolok antara siswa satu dengan yang lain. Kesulitan belajar (learning difficulty) tidak hanya menimpa siswa yang berkemampuan rendah saja, tetapi juga pada siswa berkemampuan tinggi dan berkemampuan rata-rata yang disebabkan oleh faktor-faktor tertentu yang menghambat tercapainya kinerja akademik yang sesuai dengan harapan (Muhibbin Syah, 2012: 183-184). Caroll (Sugihartono dkk., 2013: 152) mengatakan bahwa apabila peserta didik diberi kesempatan menggunakan waktu yang dibutuhkan untuk belajar, dan mereka menggunakan dengan sebaik-baiknya, maka mereka akan mencapai tingkat hasil belajar yang diharapkan. Kesulitan belajar siswa menurut Warkitri dkk. (Sugihartono dkk., 2013: 151-152) mencakup pengertian yang luas, antara lain: 1) Learning disorder atau kekacauan belajar adalah keadaan proses belajar anak terganggu karena timbulnya respon yang bertentangan. 19
Anak yang mengalami kekacauan belajar potensi dasarnya tidak diragukan, akan tetapi belajar anak terhambat oleh adanya reaksireaksi belajar bertentangan, sehingga anak tidak dapat memahami bahan yang dipelajari dengan baik. 2) Learning disfunction yaitu kesulitan belajar mengacu pada gejala proses belajar yang tidak dapat berfungsi dengan baik walaupun anak tidak menunjukkan adanya subnormal mental, gangguan alat indera ataupun gangguan psikologis yang lain. 3) Learning disabilities atau ketidakmampuan belajar yaitu suatu gejala anak tidak mampu belajar atau selalu menghindari belajar dengan berbagai sebab sehingga hasil belajar yang dicapai berada di bawah potensi intelektualnya. 4) Underachiever, yaitu suatu kesulitan belajar yang terjadi pada anak yang memiliki potensi intelektual tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajar yang dicapai tergolong rendah. 5) Slow learner atau lambat belajar adalah kesulitan belajar yang disebabkan anak sangat lambat dalam proses belajarnya, sehingga setiap melakukan kegiatan belajar membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan anak lain yang memiliki tingkat intelektual yang lama. b. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesulitan belajar Faktor-faktor yang mempengaruhi kesulitan belajar siswa secara umum hampir sama dengan faktor yang mempengaruhi hasil belajar. 20
Faktor-faktor yang mempengaruhi kesulitan belajar siswa juga dapat berasal dari dalam individu sendiri maupun dari lingkungan (internal dan eksternal). Berdasarkan kedua faktor tersebut, penyebab timbulnya kesulitan belajar di sekolah menurut Alisuf Sabri (2007: 89-90) adalah: 1) rendahnya kemampuan intelektual atau kecerdasan anak; 2) gangguan-gangguan perasaan atau emosi; 3) kurangnya motivasi dalam belajar; 4) latar belakang sosial yang tidak menunjang; 5) kebiasaan belajar yang kurang baik; 6) kemampuan mengingat yang lemah atau rendah; 7) terganggunya alat indera; 8) proses belajar mengajar yang tidak sesuai; 9) tidak adanya dukungan dari lingkungan belajar. c.
Diagnosis Kesulitan Belajar Pembelajaran
efektif
adalah
pembelajaran
yang
dapat
mengkondisikan siswa mencapai kemajuan secara maksimal sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Tidak semua siswa dapat mencapai kemajuan secara maksimal dalam proses belajarnya. Siswa sering menghadapi kesulitan atau masalah dan membutuhkan bantuan serta dukungan dari lingkungan sekitarnya untuk menyelesaikan kesulitan tersebut. Kesulitan atau masalah yang dihadapi siswa tersebut perlu diketahui terlebih dahulu untuk kemudian dianalisis dan dirumuskan pemecahannya (Departemen Pendidikan Nasional, 2007: 3). 21
Evaluasi formatif sangat penting peranannya dalam peningkatan proses pembelajaran. Fungsi evaluasi formatif misalnya fungsi diagnosis, remediasi, umpan balik, motivasi, dan bimbingan. Apabila hasil dari evaluasi formatif tidak mengukur pencapaian tujuan (kurang dari 75%), maka guru perlu melakukan pembelajaran remedial dengan memberikan bimbingan dan motivasi serta memberikan umpan balik pada setiap latihan yang kurang dipahami siswa (Nuryani Rustaman, 2007: 151). Tes diagnostik adalah tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa sehingga hasil tersebut dapat digunakan sebagai dasar untuk memberikan tindak lanjut berupa perlakuan yang tepat dan sesuai dengan kelemahan yang dimiliki siswa. Tes diagnostik memiliki dua fungsi utama (Departemen Pendidikan Nasional, 2007: 3), yaitu mengidentifikasi masalah atau kesulitan yang dialami siswa dan merencanakan tindak lanjut berupa upaya-upaya
pemecahan sesuai
masalah atau kesulitan yang telah teridentifikasi. Mulyadi (2006: 4) menyatakan bahwa kedudukan diagnosis kesulitan belajar adalah menemukan letak kesulitan belajar siswa dan menentukan kemungkinan cara
mengatasi
dengan
memperhitungkan
faktor–faktor
yang
mempengaruhi keberhasilan belajar. B. Kajian Keilmuan Domain Bacteria dan Archaea merupakan organisme uniseluler prokaryotik (tidak memiliki nukleus dan organel bermembran lain), sedangkan domain eukarya merupakan organisme yang memiliki nukleus dan 22
organel-organel lain yang terselubung membran seperti mitokondria dan aparatus Golgi. Kingdom Protista menurut para ahli sebenarnya telah runtuh karena bersifat polifiletik, yaitu mencakup anggota-anggota yang berkerabat lebih dekat dengan tumbuhan, fungi, atau hewan daripada dengan protista lain (Campbell, et al., 2008: 113). Sistem klasifikasi yang diajukan oleh Thomas Cavalier-Smith membagi makhluk hidup menjadi tujuh kingdom, yaitu Archaea, Bacteria, Protozoa, Chromista, Fungi, Plantae, dan Animalia. Anggota kingdom Chromista berasal dari kingdom Protista dan Fungi yang dibedakan dari kingdom asalnya karena memiliki klorofil c (Ruggiero, et al., 2015: 4). Ahli biologi umumnya masih menggunakan istilah Protista hanya untuk memudahkan saat mengacu pada eukariota yang bukan tumbuhan, hewan, maupun fungi (Campbell, et al., 2008: 139). 1.
Pengertian Protista Kata protista berasa dari bahasa Yunani yang artinya "yang pertama" karena mereka merupakan organisme eukaryotik yang pertama kali berkembang. Sel eukaryotik memiliki nukleus dan organel lain yang diselubungi membran seperti mitokondria dan plastida, selain itu mereka juga memiliki beberapa kromosom yang menyimpan DNA dan protein dalam kromatin. Karakteristik lain dari eukaryot adalah bereproduksi secara seksual, meiosis, dan mitosis. Protista yang terdiri dari alga (alga), jamur air (water molds), jamur lendir (slime molds), dan protozoa, merupakan organisme uniseluler, berkoloni, atau multiseluler sederhana yang memiliki susunan sel eukaryotik (Solomon, et al., 2011: 571). 23
2.
Klasifikasi Protista Protista diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu Protista mirip hewan (Protozoa), Protista mirip tumbuhan (Alga), dan Protista mirip Fungi. Euglenoid merupakan salah satu tipe Protista yang memiliki karakteristik mirip hewan dan tumbuhan sekaligus. Mereka biasanya dikelompokkan dalam kelompok Alga karena memiliki kloroplas sehingga dapat melakukan fotosintesis (Biggs, et al. 2008: 540). a.
Protista Mirip Hewan (Protozoa)
1) Ciri-ciri Protozoa Protozoa terdapat sebagai sel tunggal dan heterotrofik, tetapi mereka dibedakan oleh kemampuannya bergerak dan tidak adanya dinding sel sehingga Protozoa dikatakan mempunyai ciri-ciri hewan (Pelczar dan Chan, 2015: 188). Ukuran dan bentuk Protozoa beragam. Ukuran Protozoa bervariasi antara 3-100x10-6m. Aktivitas metabolisme dilakukan oleh sel itu sendiri dengan berbagai macam organel, misalnya inti (nukleus), anak inti (nukleolus), rongga (vacuola), dan mitokondria (Adun Rusyana, 2007: 6). Beberapa organisme berbentuk lonjong atau bola, ada yang memanjang, dan ada pula yang polimorfik. Mereka memiliki satu atau lebih nukleus. Protozoa juga memiliki pelikel, yaitu lapisan yang meliputi membran sitoplasma sel. Banyak protozoa yang dapat membentuk sista, yaitu seludang yang melindungi trofozoit (bentuk vegetatif protozoa) dari bahaya alam sekitar, misalnya kekeringan dan kehabisan makanan. 24
Protozoa bereproduksi secara seksual dan aseksual. Reproduksi seksual pada berbagai kelompok Protozoa dilakukan dengan konjugasi, sedangkan aseksual dengan pembelahan biner, multiple fission, dan bertunas. Protozoa bersifat aerob obligat atau anaerob fakultatif (Pelczar dan Chan (2015: 220-221). Menurut Yusuf Kastawi dkk. (2005: 15) Protozoa
mengambil
(memakan/menguraikan
makanan bangkai
dengan hewan),
cara
saprozoik
holofitik
(memakan
tumbuhan), dan holozoik (memakan hewan). 2) Klasifikasi Protozoa Protozoa dapat diklasifikasikan berdasarkan cara geraknya menjadi empat filum sebagai berikut. Tabel 2. Kelas Utama Protozoa (Pelczar dan Chan, 2015: 225). Kelompok Cara Berkembang Cara Gerak Ciri-ciri Lain Utama Biak Mastigophora Flagela (satu Pembelahan biner Nutrisinya (Flagellata) atau lebih) membujur, pada fototrofik beberapa kelompok heterotrofik, ada reproduksi atau keduanya. seksual Sarcodina Pseudopodia Pembelahan biner, Kebanyakan (Rhizopoda) terutama tidak memiliki spesies hidup reproduksi seksual bebas, heterotrofik Ciliophora Silia (banyak) Pembelahan biner Kebanyakan (Ciliata) melintang, spesies hidup reproduksi seksual bebas, dengan konjugasi heterotrofik Apicomplexa Gerak dengan Pembelahan Semua spesies (Sporozoa) meluncur atau bahurangkap parasitik. tidak bergerak, (multiple fission), tak ada mikrogamet anggota berflagela pada lokomotor luar reproduksi seksual.
25
a) Mastigophora (Flagelata) Kelompok ini memiliki alat gerak berupa bulu cambuk (flagrum= mastix) dan hidup di air tawar, air laut, atau parasit pada organisme lain (Adun Rusyana, 2007: 9). Sitoplasma flagellata dikitari oleh pelikel yang nyata sehingga memberi bentuk pada organismenya. Membran sitoplasma organisme ini juga berombak yang digunakan untuk gerak alih atau mengumpulkan makanan (Pelczar dan Chan, 2015: 226-227). Flagellata dibagi menjadi dua grup, yaitu fitoflagellata dan zooflagellata. Fitoflagellata mengandung klorofil dan bersifat autotrof, sedangkan zooflagellata bersifat heterotrof (Pelczar dan Chan, 2015: 226227). Gembong Tjitrosoepomo (2009: 34) menyatakan bahwa Flagellata memperbanyak diri dengan dua cara. (1) Aseksual, yaitu dengan membelah menurut poros bujur, misalnya pada Dunaliella sp. (2) Seksual, dengan isogamet, hanya pada beberapa golongan saja, yaitu Volvocales dan Dinoflagellata. Kelas Fitoflagellata (Phytomastigophorea) biasanya memiliki satu atau dua flagela dan memiliki chromaplas (kromatofor) untuk melakukan fotosintesis (holofitik). Beberapa contoh organisme kelompok ini antara lain
Euglena,
Volvox,
Chlamydomonas,
dan
Paranema.
Kelas
Zooflagellata (Zoomastigophorea) memiliki satu atau lebih flagela dan tidak memiliki chromaplas sehingga bersifat holozoic atau saprozoic. Menurut Gembong Tjitrosoepomo (2009: 34) flagela dapat berbentuk 26
sama panjang (isokon), berbeda panjangnya (heterokon), atau hanya satu dan terletak ke belakang (opistokon). Beberapa jenis organisme kelompok ini hidup bebas, tetapi biasanya bersifat komensal, simbiosis, atau parasit pada hewan lain, terutama pada artropoda dan vertebrata. Contoh organisme kelompok ini adalah Leishmania dan Trypanosoma (Yusuf Kastawi dkk., 2005: 21).
Gambar 1. Trichomonas vaginalis, Flagellata Penyebab Penyakit Vaginitis (Sumber: Reece, et al., 2010: 593)
Organisme yang termasuk dalam kelompok flagellata antara lain: (1) Noctiluca miliaris, memiliki dua flagel pendek, hidup di laut, dan dapat menghasilkan cahaya (luminescent). (2) Trypanosoma gambiense, mempunyai 1 flagel, hidup sebagai parasit pada binatang atau manusia, penyebab penyakit tidur dengan perantara lalat tse-tse. (3) Trypanosoma evansi, berbentuk langsing atau intermediet, penyebab penyakit surrah (infeksi darah) pada ternak sapi, kerbau, dan kuda (4) Leishmania donovani, penyebab penyakit kala azar pada manusia (Adun Rusyana, 2011: 9 dan Yusuf Kastawi dkk., 2005: 22).
27
b) Sarcodina (Rhizopoda) Istilah Rhizopoda berasal dari kata rhiza : akar dan podus : kaki. Kelompok ini menggunakan pseudopodia (kaki semu) untuk bergerak. Rhizopoda mengambil oksigen dengan cara difusi pada permukaan tubuhnya. Cara perkembangbiakannya hanya dengan pembelahan biner (aseksual), dimulai dengan pembelahan inti dan diikuti pembelahan sitoplasma. Beberapa amoeba berkemampuan membentuk sista apabila kondisi lingkungan tidak memungkinkan untuk berkembang biak (Pelczar dan Chan, 2015: 228). Menurut Yusuf Kastawi dkk. (2005: 23) Sarcodina dibagi menjadi 4 grup, yaitu Amoeba, Foraminifera, Heliozoa, dan Radiolaria. (1) Amoeba Istilah Amoeba berasal dari bahasa Yunani amoibe yang artinya berubah karena bentuknya yang selalu berubah-ubah (Pelczar dan Chan, 2015: 228). Ada amoeba yang terbungkus oleh cangkang dan ada juga yang tidak terbungkus oleh cangkang. Cangkang tersebut berasal dari sekresi sitoplasma berupa silika, kitin, atau materi dari luar tubuh Amoeba (Yusuf Kastawi dkk., 2005: 23). Amoeba bergerak menggunakan pseudopodia atau kaki palsu. Pseudopodia merupakan perluasan sitoplasma agar dapat bergerak di suatu permukaan dan menelan partikel makanan untuk dikurung dalam vakuola dan kemudian dicerna (Pelczar dan Chan, 2015: 228). Ada dua tipe pseudopodia, yaitu tipe lobopodia (pada amoeba tanpa cangkang) 28
dan tipe filopodia (pada amoeba bercangkang). Penjuluran pseudopodia pada tipe lobopodia lebih besar, mengandung ektoplasma dan sitoplasma, sedangkan pada filopodia penjuluran lebih kecil dan hanya mengandung ektoplasma (Yusuf Kastawi dkk., 2005: 23).
Vakuola kontraktil
Pseudopoda Nukleus
Sitoplasma
Gambar 2. Struktur Tubuh Amoeba sp. (Sumber: Reece, et al., 2010: 591 & Biggs, et al., 2008: 550). Contoh organisme Amoeba antara lain: (a)Entamoeba coli yang hidup di usus manusia dan membantu proses pencernaan; (b)Entamoeba histolytica yang menyebabkan disentri amoeba; (c)Entamoeba gingivalis yang membusukkan sisa makanan di rongga mulut dan merusak gusi; (d)Difflugia memiliki rangka luar yang mengandung pasir, berbentuk seperti arloji panjang dan hidup di air tawar (Pelczar dan Chan, 2015: 228 dan Yusuf Kastawi dkk., 2005: 24). (2) Foraminifera Foraminifera umumnya hidup di laut dan sebagian besar melekat pada dasar lautan (benthos). Pseudopodianya berbentuk seperti benang, bercabang, dan saling bersambungan sehingga disebut reticulopodia. Pseudopodia ini berfungsi untuk berenang, membentuk testa, dan makan. Foraminifera memiliki cangkang yang tersusun dari kalsium karbonat
29
dan sedikit bahan anorganik, yaitu silika dan magnesium sulfat (Yusuf Kastawi dkk., 2005: 25). Testa foram dan protista berkapur lain terfosilasi membentuk sedimen laut (Campbell, et al., 2008: 154). (3) Heliozoa Heliozoa umumnya hidup bebas atau melekat di air tawar. Pseudopodia disebut axopodia berbentuk lurus seperti jarum dan berfungsi untuk menangkap makanan. Tubuh heliozoa terdiri dari dua bagian, yaitu bagian luar (korteks) yang berupa vakuola besar dan bagian dalam (medula) yang berisi protoplasma (Yusuf Kastawi dkk., 2005: 25). (4) Radiolaria Radiolaria memiliki rangka internal silika yang rumit dan simetris. Pseudopodia memancar dari pusat tubuh dan diperkuat oleh berkas-berkas mikrotubulus. Mikrotubulus tertutup oleh lapisan tipis sitoplasma. Mikroorganisme yang melekat pada pseudopodia ditelan oleh lapisan tersebut. Aliran sitoplasma kemudian membawa mangsa yang tertangkap ke bagian utama sel (Campbell, et al., 2008: 154).
c) Ciliophora (Ciliata) Ciliata dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu yang mempunyai silia pada sebagian selnya dan yang mempunyai silia yang tersebar merata di seluruh sel. Silia berfungsi untuk bergerak di sekitar di sekitar alur-alur mulut dan menimbulkan efek pusaran air yang membantu pengumpulan makanan (Pelczar dan Chan, 2015: 228). 30
Menurut Yusuf Kastawi dkk. (2005: 30) salah satu ciri khas Ciliophora adalah memiliki
dua
inti,
yaitu makronukleus (vegetatif) dan
mikronukleus (generatif). Sebagian besar anggota kelompok ini memiliki mulut (sitostoma). Ciliata
umumnya
bereproduksi
secara
aseksual
pembelahan biner atau secara seksual dengan konjugasi
dengan yang
menghasilkan variasi genetik. Ciliata umumnya hidup bebas, misalnya Paramaecium caudatum yang hidup bebas di perairan (Pelczar dan Chan, 2015: 231). Lekukan mulut
Vakuola kontraktil
Mulut sel
Silia Mikronukleus
Makronukleus Vakuola makanan
Gambar 3. Struktur Tubuh Paramaecium sp. (Sumber: Reece, et al., 2010: 600). Lubang mulut (sitostoma) Paramaecium sp. berfungsi untuk membentuk vakuola makanan. Vakuola makanan menyimpan makanan yang diperoleh melalui mulut dan diedarkan ke seluruh tubuh serta mengeluarkan sisa pencernaan ke “dubur” (sitopig). Vakuola kontraktil berfungsi mengatur kadar air (tekanan osmosis) di dalam tubuh dan membuang sisa metabolisme. Trikosis berbentuk gelendong, terletak di dalam ektoplasma berfungsi sebagai alat pertahanan atau alat 31
mengikatkan diri pada suatu objek. Silia di sepanjang lekukan mulut menggerakkan makanan ke dalam mulut sel (Yusuf Kastawi dkk., 2005: 30) Paramaecium caudatum berkembangbiak secara aseksual dengan membelah diri. Mikronukleus membelah menjadi dua secara mitosis, kemudian diikuti oleh makronukleus secara amitosis. Bagian tubuh yang lain
kemudian
membelah
sehingga
terbentuk
dua
individu.
Perkembangbiakan secara seksual dilakukan dengan cara konjugasi yang melibatkan dua individu. Proses konjugasi adalah sebagai berikut. 1 2 3 4
5 9
8
6
7
Gambar 4. Siklus Hidup Paramaecium sp. (Sumber: Reece, et al., 2010: 600). Keterangan: (1) Dua sel Paramaecium berdampingan dan melakukan fusi sebagian sel (plasmogami). (2) Mikronukleus melakukan meiosis sehingga terbentuk empat mikronukleus pada masing-masing sel.
32
(3) Tiga mikronukleus masing-masing sel hancur, mikronukleus yang tersisa membelah secara mitosis. (4) Sel-sel saling bertukar satu mikronukleus. (5) Sel-sel berpisah. (6) Kedua mikronukleus melakukan fusi (kariogami). (7) Mikronukleus melakukan mitosis sebanyak 3 kali sehingga menghasilkan 8 mikronukleus. (8) Makronukleus awal hancur, 4 mikronukleus menjadi makronukleus. (9) Terjadi dua kali sitokinesis, sehingga dihasilkan 4 individu baru Paramaecium (Campbell, et al., 2008: 151). Contoh lain dari siliata antara lain:. (1) Balantidium coli, berbentuk agak bulat telur, menyebabkan penyakit diare berdarah pada manusia (balantidiasis); (2) Stentor coeruleus (heterotricha), berbentuk seperti terompet, biasanya menetap pada suatu tempat meskipun dapat berpindah; (3) Vorticella campanula (peritricha), berbentuk seperti lonceng, bertangkai lurus atau spiral, hidup pada suatu tempat, memiliki silia hanya di sekitar mulut. (4) Stylonychia mytilus (hypotricha) memiliki bentuk spiral siput dan memiliki silia berkelompok di ujung tubuhnya; (5) Stentor coerulens, berbentuk seperti terompet, bagian pangkal melekat pada suatu tempat atau berpindah (Yusuf Kastawi dkk., 2005: 33); 33
d) Apicomplexa (Sporozoa) Hampir semua apicomplexa (sporozoa) adalah parasit pada hewan, dan beberapa dapat menyebabkan penyakit serius pada manusia. Parasit tersebut masuk ke dalam tubuh inang dalam bentuk sel penginfeksi kecil yang disebut sporozoit. Organisme dalam filum ini disebut apicomplexa karena pada ujung (apex) sel sporozoitnya terdapat sebuah kompleks organel yang terspesialisasi untuk menembus sel-sel inang. Sporozoa merupakan protista yang tidak memiliki alat gerak (Adun Rusyana, 2011: 14). Menurut Pelczar dan Chan (2015: 232), bentuk-bentuk dewasanya tidak mempunyai organ untuk pergerakan, tetapi mungkin pada satu stadium dalam daur hidupnya bergerak dengan cara meluncur. Sporozoa ini tidak dapat menelan partikel-partikel padat, tetapi hidup dari sel atau zat alir tubuh inangnya. Contoh dari filum ini antara lain: (1) Plasmodium sp. penyebab penyakit malaria yang menginfeksi manusia melalui gigitan nyamuk Anopheles betina. (2) Toxoplasma gondii penyebab penyakit toxoplasmosis yang dapat mengakibatkan keguguran janin dan cacat mental pada bayi. Parasit ini menjalani siklus reproduksi seksualnya pada usus hewan dari famili kucing. (3) Eimeria bovis, penyebab penyakit diare pada sapi.
34
Gambar 5. Struktur Tubuh Plasmodium sp. (Sumber: Reece, et al., 2010: 599 dan Raven, et al., 2011: 475).
Siklus hidup Apicomplexa umumnya terdiri dari tahap aseksual dan seksual yang seringkali membutuhkan dua atau lebih spesies inang seperti yang dijelaskan oleh Campbell, et al. (2008: 147). Daur hidupnya memperlihatkan pergiliran generasi antara bentuk seksual dan aseksual. Parasit yang menyebabkan penyakit malaria yaitu Plasmodium hidup di dalam tubuh nyamuk dan manusia (Pelczar dan Chan, 2015: 232). Reproduksi seksual Plasmodium terjadi di dalam nyamuk. Reproduksi aseksual pada manusia terjadi di dalam sel-sel hati dan darah merah. Sporozoit yang diinjeksikan oleh gigitan nyamuk memasuki selsel hati melalui peredaran darah dan memperbanyak diri secara aseksual (skizogoni). Merozoit yang terbentuk memasuki sel-sel darah merah dan membentuk gametozit. Gametozit kemudian dihisap dari darah oleh nyamuk yang menggigit dan diubah menjadi gamet di dalam perut serangga tersebut. Zigot membentuk sista secara eksternal pada dinding perut dan membentuk oosista. Oosista mengalami reproduksi aseksual 35
(sporogoni) menghasilkan banyak sporozoit. Sporozoit kemudian menyerbu kelenjar ludah nyamuk. Mereka diinjeksikan melalui gigitan nyamuk ke dalam inang manusia lain (Pelczar dan Chan, 2015: 232). Menurut Yusuf Kastawi dkk. (2005: 28), rasa demam timbul saat pecahnya sel darah merah karena racun tersebar bersamaan dengan keluarnya merozoit ke dalam sistem peredaran darah. 1. nyamuk menginjeksikan sporozoit Plasmodium ke dalam tubuh manusia
2. sporozoit masuk ke dalam hati, bereproduksi secara aseksual membentuk merozoit dan mengeluarkannya ke dalam pembuluh darah
6. gametosit berkembang menjadi gamet dan bereproduksi secara aseksual membentuk sporozoit dalam tubuh nyamuk
5. gametosit dihisap oleh nyamuk lain
4. merozoit berkembang menjadi gametosit
3. merozoit menggandakan diri di dalam sel darah merah, dikeluarkan, dan siklus berulang
Gambar 6. Siklus Hidup Plasmodium sp. (Sumber: Raven, et al., 2011: 577).
36
b. Protista Mirip Tumbuhan (Alga) 1) Ciri-ciri Alga Alga terdapat dalam bentuk makroskopik maupun mikroskopik. Ciri-ciri alga yang sama dengan tumbuhan hijau adalah mampu melakukan fotosintesis (Pelczar dan Chan, 2015: 188). Alga dijumpai hampir di semua lingkungan yang terkena sinar matahari. Morfologi dan ciri-cirinya beraneka ragam. Alga umumnya bersifat mikroskopis (Pelczar dan Chan, 2015: 237). Alga renik yang terapung merupakan bagian dari fitoplankton (flora laut tersuspensi). Fitoplankton berguna sebagai sumber makanan yang penting bagi organisme lain. Ia berperan sebagai produsen primer dalam ekosistem akuatik karena kemampuannya melakukan fotosintesis. Alga juga menghasilkan oksigen yang sangat berguna bagi organisme lain untuk respirasi aerobik (Pelczar dan Chan, 2015: 238). Banyak spesies yang hanya memiliki sel tunggal dan berbentuk bola, batang, gada, atau kumparan. Beberapa spesies dapat bergerak dengan flagela tunggal, berpasangan, atau bergerombol, dan beberapa tidak dapat bergerak. Alga bersifat uniseluler, membentuk koloni multiseluler, ada pula yang bersifat multiseluler. Alga mengandung nukleus yang dibatasi membran. Ia juga mengandung partikel lain misalnya pati, tetesan minyak, dan vakuola. Setiap sel mengandung satu atau lebih kloroplas yang berbentuk pita atau cakram-cakram deskrit. Alga bereproduksi secara seksual dan aseksual atau keduanya. 37
Reproduksi aseksual dilakukan dengan pembelahan biner sederhana (Pelczar dan Chan, 2015: 238). Alga dijumpai di seluruh tempat yang memiliki cukup cahaya, kelembaban, dan nutrien sederhana. Beberapa spesies alga hidup di salju dan es di daerah kutub dan puncak gunung. Beberapa alga hidup di dalam sumber air panas dan suhu setinggi 70oC meskipun suhu optimum alga di antara 50oC dan 54oC. Batuan di sumber air panas Yellowstone National Park berwarna hijau kebiruan karena adanya alga. Beberapa alga air tawar menyesuaikan metabolismenya terhadap konsentrasi garam yang tinggi yang terdapat pada danau air asin di daerah Amerika Serikat. Beberapa alga beradaptasi pada tanah lembab, pepohonan, dan permukaan batuan yang didegradasi olehnya (Pelczar dan Chan, 2015: 239). Alga memiliki tiga macam pigmen fotosintetik yang terdapat dalam kloroplas, yaitu klorofil, karotenoid, dan fikobilin. Semua alga memiliki klorofil a. Alga memiliki dua macam karotenoid, yaitu karoten dan xantofil serta dua macam fikobilin, yaitu fikosianin dan fikoeritrin. Warna alga berbeda karena adanya pigmen lain, misalnya alga berwarna coklat karena memiliki xantofil dan karoten dalam jumlah yang relatif besar sehingga warna hijau klorofil tertutupi. Alga tampak keunguan atau kemerahan karena kandungan fikobilinnya. Alga menyimpan cadangan makanan hasil fotosintesisnya dalam granul atau globul (Pelczar dan Chan, 2015: 240). 38
Beberapa spesies ganggang memiliki daur hidup dengan adanya pergiliran keturunan (metagenesis) antara keturunan yang haploid (gametofit) dan keturunan yang diploid (sporofit). Ukuran gametofit dan sporofit ada yang sama besar dan ada yang berbeda. Gametofit dan sporofit yang masing-masing hidup bebas, tetapi ada pula yang saling menumpang. Fase yang disebut sebagai “tumbuhan ganggang” adalah yang memiliki ukuran lebih besar antara sporofit dan gametofit (Gembong Tjitrosoepomo, 2009: 31-32). 2) Klasifikasi Alga Klasifikasi alga menurut Pelczar dan Chan (2015: 247) didasarkan pada enam hal, yaitu: 1.
susunan kimia pigmen,
2.
bentuk kimia produk makanan cadangan,
3.
jumlah dan morfologi flagela (jika ada),
4.
sifat fisika dan kimia dari dinding sel,
5.
organisasi sel,
6.
sejarah hidup (rangkaian perubahan yang lengkap dari makhluk hidup) dan reproduksi. Berdasarkan klasifikasi tersebut, Alga dibagi menjadi 9 macam
yang dijelaskan dalam tabel 3 (Pelczar dan Chan, 2015: 247)
39
Tabel 3. Ciri-ciri Penting Kelompok (Divisi) Taksonomi Alga yang Utama (Pelczar dan Chan, 2015: 247) Bahan Divisi (Nama Umum) Struktur Sel Cadangan Chlorophycophyta Pati, minyak Kebanyakan nonmotil (alga hijau) (kecuali satu ordo), tetapi beberapa sel reproduktif dapat berflagela Rhodophycophyta Pati floridean Nonmotil; agar dan karegen (alga merah) (seperti dalam dinding sel glikogen) Chrysophycophyta Karbohidrat Flagela; 1 atau 2, sama atau (alga keemasan) seperti pati; tak sama; pada beberapa, minyak permukaannya tertutup oleh sisik-sisik khas Phaeophycophyta Karbohidrat Flagela; 2 lateral, tak sama; (alga coklat) seperti pati; asam alginat pada dinding sel manitol Bacillariophycophyta Karbohidrat Flagela; 1 pada gamet jantan, (diatom) seperti pati; apikal; sel menjadi dua minyak/ paruhan; dinding bersilika dengan tanda-tanda rumit Euglenophycophyta Karbohidrat Flagela; 1, 2, atau 3 yang (euglenoid) seperti pati; sama, agak apikal, ada minyak kerongkongan; tidak ada dinding sel tetapi memiliki pelikel elastik Cryptophycophyta Pati Flagela; 2 tak sama, lateral; (kriptomonad) kerongkongan pada beberapa spesies, tak ada dinding sel Pyrrophycophyta Pati; minyak Flagela; 2 lateral; 1 menyeret, (dinoflagellata, 1 melilit fitodinad) Xantophycophyta Karbohidrat Flagela; 2 tak sama, apikal (alga hijau-kuning) seperti pati; minyak
a) Chlorophycophyta (alga hijau) Kloroplas alga hijau memiliki ultrastruktur dan komposisi pigmen yang mirip kloroplas tumbuhan darat. Alga hijau terbagi menjadi dua kelompok utama, yakni chlorophyta dan charophyta. Chlorophyta yang 40
paling
sederhana
misalnya
Chlamydomonas.
Berbagai
spesies
chlorophyta uniseluler hidup sebagai plankton atau mendiami tanah lembab. Beberapa spesies lain hidup bersimbiosis dengan eukariota lain dan menyumbangkan sebagian produk fotosintesisnya sebagai asupan makanan inang. Contoh dari chlorophyta lain antara lain: a) Volvox yang berbentuk koloni; b) Ulva, memiliki tubuh multiseluler sejati oleh pembelahan sel dan diferensiasi; c) Caulerpa, memiliki filamen multinukleat yang terbentuk melalui pembelahan nukleus berulang tanpa pembelahan sitoplasma. Kelompok yang lain yaitu charophyta berkerabat paling dekat dengan tumbuhan (Campbell, et al., 2008: 155-156).
Gambar 7. Alga Hijau Ulva sp. (Kiri) dan Caulerpa sp. (Kanan) (Sumber: Reece, et al., 2010: 603). Perkembangbiakan Perkembangbiakan
terjadi
aseksual
secara
dengan
seksual
membentuk
dan
aseksual.
zoospora
yang
berbentuk pir, sedangkan perkembangbiakan seksual dengan anisogami. Gamet jantan selalu bergerak bebas dan sangat menyerupai zoospora, sedangkan gamet betina kadang-kadang tidak bergerak sehingga merupakan oogonium (Gembong Tjitrosoepomo, 2009: 55). 41
b) Rhodophycophyta (alga merah) Alga merah memiliki pigmen fotosintetik aksesoris yang disebut fikoeritrin (phycoerythrin), sehingga warna hijau klorofil tersamarkan. Beberapa spesies tidak memiliki pigmentasi sama sekali dan berfungsi secara heterotrofik sebagai parasit pada alga merah lain. Alga merah umumnya bersifat multiseluler. Alga merah terbesar mencakup alga yang disebut sebagai rumput laut. Talus dari banyak jenis alga merah membentuk filamen, bercabang-cabang dan berpola sulaman. Contoh dari alga merah adalah Porphyra (“nori” dalam bahasa Jepang) (Campbell, et al., 2008: 155).
Gambar 8. Alga Merah Bonnemaisonia hamifera (Sumber: Reece, et al., 2010: 603). Alga merah memiliki siklus hidup yang beraneka ragam dan pergiliran generasi umum terjadi. Mereka tidak memiliki tahap berflagela pada siklus hidupnya sehingga penyatuan gamet tergantung pada arus air (Campbell, et al., 2008: 155). Perkembangbiakan alga merah secara
42
aseksual dengan pembentukan spora dan secara seksual dengan oogami. Spora dan gametnya tidak memiliki bulu cambuk, sehingga tidak dapat bergerak aktif (Gembong Tjitrosoepomo, 2009: 89).
c) Chrysophycophyta (alga keemasan) Warna khas alga pirang (keemasan, golden algae) berasal dari karotenoid kuning dan cokelat yang dimilikinya. Sel-sel alga pirang biasanya bersifat biflagella dengan kedua flagela yang melekat di dekat salah satu ujung sel. Banyak alga pirang yang merupakan komponen dari plankton air tawar dan air laut. Beberapa spesies bersifat miksotrofik. Mereka dapat mengabsorpsi senyawa-senyawa organik terlarut atau menelan
partikel-partikel
makanan
termasuk
sel
hidup
melalui
fagositosis. Spesies kelompok ini umumnya bersifat uniseluler, tetapi beberapa spesies bersifat kolonial, misalnya genus Dinobryon (Campbell, et al., 2008: 150).
Gambar 9. Alga Pirang Kolonial Dinobryon (Sumber : Reece, et al., 2011: 596).
43
Reproduksi alga pirang menurut Pelczar dan Chan (2015: 250) umumnya secara aseksual dengan pembelahan biner, tetapi terkadang secara seksual dengan isogami. Apabila kondisi lingkungan memburuk, banyak spesies membentuk kista pelindung yang dapat bertahan selama beberapa dekade (Campbell, et al., 2008: 150).
d) Phaeophycophyta (alga cokelat) Alga cokelat merupakan alga yang paling besar dan paling kompleks. Semua alga cokelat bersifat multiseluler, dan sebagian besar hidup di laut. Warna cokelat atau zaitun berasal dari karotenoid di dalam plastidanya. Banyak spesies alga cokelat disebut rumput laut. Dinding sel alga cokelat terbuat dari selulosa dan polisakarida pembentuk gel yang dapat mengalasi talus dari gelombang dan mengurangi kekeringan ketika terpapar matahari (Campbell, et al., 2008: 151). Siklus hidup dari alga cokelat Laminaria merupakan contoh dari pergiliran
generasi.
Individu
diploid
disebut
sporofit
karena
menghasilkan spora. Spora bersifat haploid dan bergerak dengan flagela (disebut zoospora). Zoospora berkembang menjadi gametofit haploid jantan dan betina, yang menghasilkan gamet. Penyatuan dua gamet (fertilisasi atau singami) menghasilkan zigot diploid yang dewasa dan menghasilkan sporofit baru (Campbell, et al., 2008: 151).
44
Gambar 10. Alga Coklat Laminaria sp. (Sumber: Reece, et al., 2010: 603). e) Bacillariophycophyta (diatom) Bentuk sel diatom secara umum ada dua, yaitu bentuk bilateral dan sentrik. Dinding sel tersusun dari pektin dengan suatu panser yang terdiri dari kersik di bagian luarnya. Panser kersik itu tidak menutup seluruh sel, akan tetapi membentuk wadah dan tutupnya. Sel diatom memiliki inti dan kromatofora berwarna kuning-coklat yang mengandung klorofil-a, karotin, xantofil, dan karotenoid lainnya yang menyerupai fikosantin. Beberapa jenis diatomae tidak memiliki zat warna, dan hidup sebagai saprofit (Gembong Tjitrosoepomo, 2009: 49).
Gambar 11. Berbagai Bentuk Diatom (Sumber: Raven, et al., 2011: 581) 45
Diatom bereproduksi secara aseksual dengan mitosis. Setiap sel anakan menerima separuh dinding sel induk dan membuat separuh dinding yang lain. (Campbell, et al., 2008: 149). Cara reproduksi lain yaitu dengan pembentukan auksospora. Panser dilepaskan sebelum suatu sel mencapai minimum, protoplas tumbuh sebesar sel normal, lalu kemudian membuat panser lagi. Reproduksi seksual dengan cara oogami, sel-sel dengan reduksi membuat gamet yang haploid (sel telur dan spermatozoid),
jadi
sel-sel
diatomae
adalah
diploid
(Gembong
Tjitrosoepomo, 2009: 49-50).
f)
Euglenophycophyta (euglenoid) Alga uniseluler ini bergerak dengan flagela dan bereproduksi
dengan pembelahan biner membujur. Sel-sel euglena tidak memiliki dinding sel selulosa (Pelczar dan Chan, 2015: 253). Radiopoetro dkk. (1996: 155) menempatkan euglena ke dalam kelompok Flagellata (Protozoa). Mereka umumnya bersifat holofitik atau saprofitik dan hidup di air tawar.
Gambar 12. Struktur Tubuh Euglena sp. (Sumber: Raven, et al., 2011: 574) 46
Euglenoid memiliki satu kantong pada salah satu ujung sel tempat munculnya satu atau dua flagela. Banyak spesies euglena merupakan miksotrof. Apabila ada sinar matahari mereka menjadi fototrof, akan tetapi apabila tidak ada sinar matahari, mereka menjadi heterotrof. Banyak euglenoid lain menelan mangsa melalui fagositosis (Campbell, et al., 2008: 145).
g) Cryptophycophyta (kriptomonad) Algae ini dinamakan kriptomonad yang memiliki dua flagela tak sama. Sel-selnya biasanya berbentuk pipih, sandal dan dijumpai secara individual. Beberapa sel memiliki dinding dan beberapa yang lain telanjang. Cadangan makanan disimpan sebagai pati. Sel kriptomonad membelah secara membujur. Reproduksi seksual belum diketahui (Pelczar dan Chan, 2015: 255). Radiopoetro dkk. (1996: 155) menggolongkan mereka dalam Protozoa (Flagellata). Beberapa spesies tidak memiliki pigmen, tetapi ada yang memiliki kromatofora hijau, kuning, atau coklat. Mereka bersifat holofitik atau saprofitik dan hidup di air tawar atau air laut, misalnya Cryptomonas dan Zooxanthellae.
h) Pyrrophycophyta (dinoflagellata, fitodinad) Divisi ini meliputi dinoflagellata yang motil dan fitodinad yang non motil, tetapi memiliki zoospora berflagel. Kedua divisi tersebut memiliki flagela yang keluar dari titik yang sama pada selnya (Pelczar 47
dan Chan, 2015: 255). Dinoflagellata memiliki sel yang diperkuat oleh lempengan selulosa. Dua flagela yang terletak di lengkungan tegak lurus dalam sel ini membuat dinoflagellata berputar cepat ketika bergerak melalui air. Dinoflagellata hidup di permukaan air. Ia merupakan komponen yang banyak menyusun plankton air tawar dan air laut. Beberapa anggota penting dinoflagellata merupakan spesies fotosintetik, akan tetapi banyak dinoflagellata fotosintetik bersifat miksotrofik. Kirakira separuh dari semua dinoflagellata bersifat heterotrofik, misalnya Ceratium (Campbell, et al., 2008: 146).
Gambar 13. Dinoflagellata yang Menyebabkan “Pasang Merah” (Sumber: Reece, et al., 2011: 598).
Fitodinad memiliki selubung selulosa dan kromatofora merah. Mereka umumnya bersifat holofitik dengan cadangan makanan berupa amilum.
Habitat
mereka
umumnya
di
air
tawar,
misalnya
Haematococcus, Pandorina, dan Volvox (Radiopoetro dkk., 1996: 156). Cara perkembangbiakan dinoflagellata ada dua, yaitu secara vegetatif dan generatif. Vegetatif dengan pembelahan sel yang bergerak, apabila sel memiliki panser maka selubung itu pecah. Protoplas membelah membujur lalu keluarlah dua sel telanjang yang dapat mengembara. 48
Perkembangbiakan generatif dengan membentuk 4 isogamet yang masing-masing dapat mengadakan perkawinan dengan isogamet dari individu lain. Sel-sel Volvox memiliki satu bintik mata dan dua bulu cambuk. Kumpulan yang berbentuk peluru terdiri dari 256-1024 sel atau lebih dan terisi dengan lendir. Sel-sel dalam kelompok itu protoplasmanya bersambungan dan tampak adanya pembagian kerja di antara sel-sel tersebut. Adanya polaritas dalam berkembang biak menjadikan koloni Volvox dianggap bukan sebagai koloni, tetapi sebagai suatu individu bersel banyak (Gembong Tjitrosoepomo, 2009: 46).
i)
Xantophycophyta (alga hijau-kuning) Sel-sel alga yang motil ini memiliki dua flagela yang tidak sama
panjang. Dinding sel alga ini biasanya berisi silika. Beberapa spesies alga ini tidak motil. Beberapa spesies merupakan organisme uniseluler dan berkoloni, berbentuk filamen, atau berbentuk tabung. Produk cadangan makanan jenis alga ini adalah minyak. Contoh spesies dari kelompok ini Vaucheria. Reproduksi seksual melalui oogami yang melibatkan gametgamet berukuran tak sama (Pelczar dan Chan, 2015: 255). c.
Protista Mirip Jamur
1) Ciri-ciri Protista Mirip Jamur Beberapa protista disebut mirip jamur karena mereka menyerap nutrisi dari organisme lain. Organisme ini tidak diklasifikasikan sebagai 49
fungi karena protista ini mengandung sentriol, organel bulat kecil yang berperan dalam mitosis dan biasanya tidak ditemukan di sel jamur. Dinding sel jamur dan protista mirip jamur juga berbeda (Biggs et al., 2008: 543). 2) Klasifikasi Protista Mirip Jamur a) Oomycetes (Jamur Air, Water Molds) Kelompok jamur ini mencakup jamur air (water mold), karat putih (white rust), dan embun tepung (downy mildew). Banyak jamur air memiliki filamen multinukleat (hifa) yang menyerupai hifa fungi, akan tetapi ada banyak perbedaan antara jamur air dan fungi. Jamur air memiliki dinding sel yang terbuat dari selulosa, sementara fungi memiliki dinding sel dari kitin. Contoh organisme kelompok ini antara lain Phytophthora infestans, penyebab penyakit hawar daun kentang yag mengubah tangkai dan batang tanaman kentang menjadi lendir hitam (Campbell, et al., 2008: 151-152).
Gambar 14. Jamur Air pada Jasad Insekta (Sumber: Solomon, et al., 2011: 582) Jamur air mendapatkan nutrien sebagai pengurai atau parasit. Reproduksi jamur air secara aseksual dan seksual. Ketika makanan 50
berlimpah
dan
kondisi
lingkungan
memungkinkan,
jamur
air
bereproduksi secara aseksual dengan mitosis. Ketika kondisi lingkungan memburuk, jamur air melakukan reproduksi seksual dengan oogami (Solomon, et al., 2011: 582). b) Mycetozoa (Jamur Lendir, Slime Molds). Jamur lendir atau mycetozoa dahulu dikelompokkan sebagai fungi karena menghasilkan tubuh buah yang membantu penyebaran spora. Menurut Gembong Tjitrosoepomo (2009: 86) dalam keadaan vegetatif tubuhnya berupa massa telanjang yang bergerak sebagai amoeba, disebut dengan plasmodium. Cara hidup plasmodium sebagai saprofit atau seperti hewan. Berdasarkan siklus hidupnya, jamur lendir terdiri dari dua kelompok, yaitu jamur lendir plasmodial dan jamur lendir seluler (Campbell, et al., 2008: 158). (1) Jamur Lendir Plasmodial Banyak spesies jamur lendir plasmodial yang berwarna cerah, misalnya kuning atau jingga. Mereka membentuk massa yang dapat mencapai ukuran beberapa sentimeter (disebut plasmodium) pada salah satu tahap hidupnya. Plasmodium adalah masa tunggal yang mengandung banyak nukleus diploid dan tidak terbagi-bagi oleh membran plasma. Supersel ini adalah produk pembelahan mitosis nukleus yang tidak diikuti oleh sitokinesis. Kondisi diploid ini merupakan bagian predominan dari siklus hidup. Ia menjulurkan pseudopodia melalui tanah lembab, seresah daun atau kayu busuk, menelan partikel mananan 51
meallui fagositosis ketika tumbuh. Jika habitat mengering atau tidak ada makanan tersisa, plasmodium berhenti tumbuh dan berdiferensiasi menjadi tubuh buah yang berfungsi dalam reproduksi seksual (Campbell, et al., 2008: 158).
Gambar 15. Jamur Lendir Plasmodial, Hemitrichia serpula (Sumber: Reece, et al., 2011: 606).
(2) Jamur Lendir Seluler Organisme ini melakukan aktivitas mencari makan secara soliter, akan tetapi ketika makanan habis mereka membentuk agregat yang berfungsi sebagai satu unit. Sel-sel tetap terpisah oleh membran plasma individualnya. Jamur lendir seluler juga berbeda dengan jamur lendir plasmodial karena merupakan organisme haploid (hanya zigot yang diploid), selain itu mereka memiliki tubuh buah yang berfungsi dalam reproduksi aseksual, bukan seksual (Campbell, et al., 2008: 158-159).
Gambar 16. Agregat Jamur Lendir Seluler Dictyostelium discoideum (Sumber: Reece, et al., 2011: 607). 52
7.
Peran Protista dalam Kehidupan a.
Protista Mirip Hewan Beberapa peran protista mirip hewan (protozoa) antara lain:
1) Sebagai mata rantai penting dalam rantai makanan komunitas akuatik, misalnya zooplankton yang menjadi makanan bagi organisme laut yang besar. 2) Berperan dalam keseimbangan ekologis karena memanfaatkan substansi yang dihasilkan oleh organisme dekomposer. 3) Menyebabkan penyakit pada binatang, termasuk manusia, misalnya: a) Entamoeba histolytica (Rhizopoda) menyebabkan disentri amoeba dan disebarkan melalui air minum, makanan, atau peralatan makan yang terkontaminasi. Entamoeba gingivalis yang membusukkan sisa makanan di rongga mulut dan merusak gusi b) Trypanosoma gambiense penyakit tidur Afrika yang disebarkan melalui perantara lalat tse-tse. Penderita mengalami demam, kerusakan jaringan limfoid dan anemia, bahkan menyebabkan kematian. Trypanosoma evansi, penyebab penyakit surrah pada ternak sapi, kerbau, dan kuda. c) Trichomonas vaginalis penyebab penyakit vaginitis, T. buccalis penyebab penyakit pada mulut, dan T. hominis pada usus besar. d) Plasmodium sp. penyebab penyakit malaria yang menginfeksi manusia melalui gigitan nyamuk Anopheles 53
betina. Empat
spesies Plasmodium yang menyebabkan penyakit ini, yaitu: (a)P. vivax penyebab malaria tertiana dengan lama sporulasi 48 jam; (b)P. ovale penyebab malaria quartana dengan lama sporulasi 72 jam; (c)P. malariae penyebab malaria tropicana dengan lama sporulasi 36-48 jam; dan (d)P. falciparum dengan gejala lebih ringan dari malaria tertiana dan lama sporulasi 48 jam. e) Balantidium coli, berbentuk agak bulat telur, menyebabkan penyakit
diare
berdarah
pada
manusia
(balantidiasis)
(Radiopoetro dkk., 1996: 177; Yusuf Kastawi dkk., 2005: 28; Campbell, et al., 2008: 161). b. Alga Beberapa peran dari alga antara lain: 1) Sebagai bahan makanan bagi manusia, misalnya nori (dari Porphyra), karagenan (alga merah), bahan penstabil sirup, es krim, dan cat (alga coklat), dimakan sebagai salad atau sup (alga hijau). 2) Diatom bermanfaat sebagai penyaring dalam berbagai produksi minuman, bahan kimia, minyak, air, dan pemisahan limbah 3) Alga pada “pasang merah” dapat membunuh ikan dan menyebabkan peracunan pada tiram. 4) Beberapa alga dapat bersimbiosis dengan organisme hidup lainnya, misalnya liken (dengan sianobakteria) (Biggs et al., 2008: 559 dan Pelczar dan Chan, 2015: 259). 54
c.
Protista Mirip Jamur Beberapa peran protista mirip jamur antara lain:
1) Infeksi zoospora miksamoeba menyebabkan bengkak akar tanaman sehingga tanaman menjadi kerdil dan mati. 2) Memakan bakteri, spora cendawan lain, dan pertikel organik kecil di dalam tanah, pada daun-daun yang mati, atau pada kayu gelondongan. 3) Phytophthora infestans menyebabkan penyakit hawar daun pada tanaman kentang. 4) Phytophthora ramorum penyebab penyakit Sudden Oak Death (SOD). C. Penelitian yang Relevan 1.
Penelitian Fatma Ismawati (2016) tentang analisis ragam kesulitan belajar sistem koordinasi pada siswa kelas XI di Bantul tahun 2015/2016 (studi kasus di SMA N 2 Bantul). Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa kesulitan belajar siswa terletak pada kategori C1 dalam Taksonomi Bloom pada sub materi sistem saraf. Faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa adalah faktor internal siswa pada aspek kesiapan belajar dan kebiasaan belajar. Faktor eksternal siswa yaitu faktor sarana prasarana dan aspek media belajar, suasana kelas, perhatian orang tua, dan kesepakatan jam belajar secara konsisten.
2.
Penelitian Waharni Widiastuti (2015) tentang analisis ragam kesulitan belajar sistem ekskresi pada siswa kelas XI semester 2 di SMAN 1 55
Prambanan, Sleman tahun 2015/2016. Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa kesulitan belajar siswa terletak pada kelompok underachiever, prestasi belajar yang dicapai tidak sesuai dengan potensi sehingga siswa mengalami kegagalan. Faktor yang menyebabkan kesulitan belajar siswa meliputi faktor internal siswa misalnya kesiapan dan kebiasaan belajar.
56
D. Kerangka Pikir Penelitian Daya serap UN siswa rendah
Wawancara siswa dan guru
Peringkat MA lebih rendah dari SMA
mengindikasikan adanya Kesulitan belajar materi Protista di MAN Kabupaten Wonosobo
analisis Faktor penyebab kesulitan belajar
Ragam kesulitan belajar
terdiri dari
terdiri dari Letak kesulitan belajar ditinjau dari Submateri
Tingkat kemampuan kognitif
Faktor internal
Faktor eksternal meliputi
meliputi
ditinjau dari
Psikologi Fisiologi
Taksonomi Bloom baru
Guru Kurikulum Sarana Prasarana Orang tua Lingkungan
perlu dilakukan
Analisis Ragam Kesulitan Belajar Biologi Pada Materi Protista Kelas X Semester I Madrasah Aliyah Negeri Di Kabupaten Wonosobo Tahun Ajaran 2016/2017
Gambar 17. Kerangka Pikir Penelitian
57