PERUBAHAN TINGKAH LAKU MAKAN DAN AGONISTIK DOMBA EKOR TIPIS (Ovis aries) AKIBAT PEMBERIAN PAKAN RUMPUT KORONIVIA (Brachiaria humidicola) DAN KULIT SINGKONG
SKRIPSI RUDY WICAKSONO
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
RINGKASAN RUDY WICAKSONO. D14050532. 2010. Perubahan Tingkah Laku Makan dan Agonistik Domba Ekor Tipis (Ovis aries) Akibat Pemberian Pakan Rumput Koronivia (Brachiaria humidicola) dan Kulit Singkong. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi Dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Moh. Yamin, M.Agr.Sc. Pembimbing Anggota : Ir. Maman Duldjaman, MS. Domba merupakan salah satu komoditi ternak yang ikut berperan dalam pemenuhan kebutuhan daging yang kemungkinan dapat dikembangkan sebagai produk unggulan di sektor peternakan. Ternak domba tersebut harus ditingkatkan produktivitasnya, agar dapat memenuhi permintaan daging yang semakin meningkat melalui peningkatan jumlah ternak dan kualitas pertumbuhan ternak tersebut. Indikator awal produktivitas ternak yang baik dapat dilihat dari tingkah laku yang ditampilkan secara normal. Dengan potensi tersebut domba ekor tipis dicoba dikembangan dengan cara diberikan campuran pakan antara rumput koronivia (Brachiaria humidicola) dan kulit singkong. Penelitian ini telah dilaksanakan selama 2 bulan, yaitu pada tanggal 2 Maret hingga 3 Mei 2009 di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang perubahan tingkah laku makan dan agonistik domba ekor tipis (Ovis aries) yang ditambah pakan kulit singkong pada rumput Koronivia (Brachiaria humidicola) yang bermanfaat untuk membuat manajemen pemeliharaan yang lebih. Penelitian ini menggunakan dua belas ekor domba jantan lokal yang berumur di bawah satu tahun dengan bobot tubuh awal rata-rata 19,06 ± 1,46. Domba-domba ini kemudian dipelihara sesuai perlakuan yang diberikan selama 2 bulan dengan perlakuan P0 (100% Brachiaria humidicola + 0% cassava hull), P1 (80% Brachiaria humidicola + 20% cassava hul), P2 (60% Brachiaria humidicola + 40% cassava hull) and P3 (40% Brachiaria humidicola + 60% cassava hull). Peralatan yang digunakan antara lain tempat pakan untuk rumput dan kulit singkong serta tempat air minum dari ember plastik kapasitas tiga liter. Pakan yang digunakan adalah rumput Brachiaria humidicola yang diperoleh dari padang rumput laboratorium lapang ruminansia kecil dan kulit singkong yang diperoleh dari peternakan Mitra Tani, Desa Tegal Waru RT 04 RW 05, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Pengamatan tingkah laku makan dan dilakukan sembilan hari pengamatan. Pembagian waktu pengamatan dilakukan dengan lama pengamatan selama 120 menit dalam dua jam pengamatan. Per ekor domba dilakukan pengamatan selama 5 menit dan jeda atau istirahat antar domba selama 5 menit. Hasil pengamatan tingkah laku harian menunjukan bahwa pemberian kulit singkong dapat menimbulkan perubahan terhadap tingkah laku makan tetapi tidak dapat menimbulkan perubahan terhadap tingkah laku agonistik domba ekor tipis sehingga penggunaan kulit singkong sebagai bahan pakan ternak perlu diperhatikan karena adanya pengaruh negatif terhadap tingkah laku makan yang disebabkan kandungan HCN dalam kulit singkong. Kata kunci : domba ekor tipis, tingkah laku harian, Brachiaria humidicola, kulit singkong
ABSTRACT Response of Eating Behavior and Agonistic Behavior of Domestic Sheep (Ovis aries) Conseguence by Given Woof Koronivia Grass (Brachiaria humidicola) and Cassava Hul R. Wicaksono, M. Yamin, M. Duldjaman Thin tail sheep is livestock which can easily adapt to the new environment, that is resistance towards dry conditions and eating various kinds of plants. With this potency, the sheep were tested by giving cassava hull and koronivia grass (Brachiaria humidicola) to be mixed in the ration. Eating behavior and agonistic behavior of the sheep in different treatments were tested. In order to have good sheep management especially in feeding practice, the research was conducted on the 2 nd of March until 3rd of May 2009. The purpose of this research was to observe the response in eating behavior and agonistic behavior of domestic sheep (Ovis aries) as consequence of giving koronivia grass (Brachiaria humidicola) and cassava hull. The research used twelve (12) male thin tail sheep of treatment of this study is one year old with average body weight of 19.06 ± 1.46 Kg. Four different experimental ration. P0 (100% Brachiaria humidicola + 0% cassava hull), P1 (80% Brachiaria humidicola + 20% cassava hul), P2 (60% Brachiaria humidicola + 40% cassava hull) and P3 (40% Brachiaria humidicola + 60% cassava hull). The experimental data were analyzed by using analysis of variance (ANOVA) in randomized completely design. The results of this research show that level of Brachiaria humidicola grass and cassava hull did not give significant effect (P>0,05) on agonistic behavior but the treatments gave significant effect (P<0,01) on eating behavior. It is concluded that the use of cassava hull in feed must be treated carefully because of HCN content as limited factor causing possibly negative effect on eating behavior and agonistic behavior of domestic sheep (Ovis aries). keyword : thin tail sheep, daily behavior, Brachiaria humidicola, cassava hull
PERUBAHAN TINGKAH LAKU MAKAN DAN AGONISTIK DOMBA EKOR TIPIS (Ovis aries) AKIBAT PEMBERIAN PAKAN RUMPUT KORONIVIA (Brachiaria humidicola) DAN KULIT SINGKONG
RUDY WICAKSONO D14050532
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
Judul Skripsi : Perubahan Tingkah Laku Makan Dan Agonistik Domba Ekor Tipis (Ovis aries) Akibat Pemberian Pakan Rumput Koronivia (Brachiaria humidicola) Dan Kulit Singkong Nama
: Rudy Wicaksono
NIM
: D14050532
Menyetujui
Pembimbing Utama
Dr. Ir. Mohamad Yamin, M.Agr.Sc. NIP. 1963028 198803 1 002
Pembimbing Anggota
Ir. Maman Duldjaman, MS. NIP. 19460105 197403 1 001
Mengetahui Ketua Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc NIP. 19591212 198603 1 004
Tanggal Ujian : 13 Januari 2010
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 24 Maret 1987 di Subang, Jawa Barat. Penulis adalah anak terakhir dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Moch. Kusnan Hady dan Iis Sumiarsih. Pendidikan dasar penulis diselesaikan di SD Negeri 1 Sukaasih pada tahun 1999. Pendidikan SMP diselesaikan di SMP Negeri 1Kalijati pada tahun 2003. Pendidikan SMA diselesaikan di SMAN 1 Subang. Penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2005 melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada program studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan tahun 2006. Selama menempuh pendidikan di Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, penulis aktif dalam melakukan aktivitas usaha tanaman hias dan membuka usaha peternakan ayam yang bekerja sama dengan PT Primatama Karya Persada sebagai peternakan plasma inti.
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan berkah, hidayah dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul Perubahan Tingkah Laku Makan dan Agonistik Domba Ekor Tipis (Ovis aries) Akibat Pemberian Pakan Rumput Koronivia (Brachiaria humidicola) dan Kulit Singkong. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Domba ekor tipis merupakan ternak domba yang paling banyak populasinya dan paling luas penyebarannya. Domba ekor tipis merupakan domba asli Indonesia dan sering dikenal sebagai domba lokal atau domba kampung, Penyebaran domba ekor tipis banyak terdapat di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Jumlah tertinggi di Asia Tenggara adalah terpusat di Jawa Barat, maka perlu digali berbagai informasi dari domba ekor tipis ini guna meningkatkan produktivitasnya. Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari sempurna. Namun penulis berharap semoga penelitian ini memberikan informasi dan pengetahuan yang bermanfaat bagi pembaca.
Bogor, Ferbuari 2010
Penulis
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN............................................................................................
i
ABSTRACT..............................................................................................
iii
LEMBAR PERNYATAAN......................................................................
iv
LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................
v
RIWAYAT HIDUP...................................................................................
vi
KATA PENGANTAR...............................................................................
vii
DAFTAR ISI.............................................................................................
viii
DAFTAR TABEL.....................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR.................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................
xi
PENDAHULUAN.....................................................................................
1
Latar Belakang............................................................................. Perumusan Masalah..................................................................... Tujuan.......................................................................................... Manfaat........................................................................................
1 2 3 3
TINJAUAN PUSTAKA............................................................................
4
Domba Ekor Tipis........................................................................ Klasifikasi Domba............................................................... Domba Lokal Indonesia...................................................... Konsumsi Pakan.................................................................. Tingkah Laku Domba.................................................................. Sikap Menyerang dan Bertahan (Agonistic Behavior)........ Memeriksa Lingkungannya (Investigative Behavior)......... Mencari Makan dan Minum (Ingestive Behavior).............. Perilaku Membuang Kotoran (Eliminative Behavior)........ Perilaku Ruminasi (Ruminating Behavior)......................... Perilaku Istirahat dan Tidur (Resting and Sleeping Behavior)............................................................................ Kesejahteraan Hewan.................................................................. Singkong...................................................................................... Rumput Brachiaria humidicola...................................................
4 4 4 5 6 7 8 9 9 10
METODE..................................................................................................
16
Lokasi dan Waktu........................................................................ Materi........................................................................................... Ternak................................................................................. Kandang dan Peralatan....................................................... Pakan dan Minum...............................................................
16 16 16 16 17
10 11 12 14
Rancangan Percobaan.................................................................. Perlakuan............................................................................ Model.................................................................................. Analisis Data....................................................................... Peubah yang Diamati................................................................... Prosedur....................................................................................... Persiapan............................................................................. Pemeliharaan....................................................................... Pelaksanaan Penelitian........................................................ Pengumpulan Data..............................................................
18 18 19 19 19 20 20 20 21 21
HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................
23
Keadaan Umum Penelitian.......................................................... Kondisi Ternak.................................................................... Kondisi Lingkungan Penelitian........................................... Tingkah Laku Makan................................................................... Tingkah Laku Agonistik..............................................................
23 23 23 24 28
KESIMPULAN DAN SARAN................................................................. Kesimpulan.................................................................................. Saran............................................................................................
32 32 32
UCAPAN TERIMAKASIH......................................................................
33
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................
34
LAMPIRAN……………………………………………………………
37
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1.
Kandungan Nutrisi Kulit Singkong Bagian Dalam........................
13
2.
Kandungan Nutrien Rumput Brachiaria humidicola dan Kulit Singkong (dalam Bahan Segar dan Bahan Kering) yang digunakan Selama Penelitian……………………………………
18
3.
Kandungan Zat Makanan dalam Ransum……………………….
18
4.
Parameter Iklim Daerah Darmaga dan Sekitarnya Tahun 2009...
24
5.
Aktivitas Tingkah Laku Makan Domba Ekor Tipis yang Diberi Campuran Pakan Kulit Singkong Dengan Level yang Berbeda………………………………………………………….
25
Rataan Tingkah Laku Makan pada Pagi Hari Akibat Pemberian Perlakuan Pakan Kulit Singkong....................................................
26
Rataan Tingkah Laku Makan pada Siang Hari Akibat Pemberian Perlakuan Pakan Kulit Singkong....................................................
27
Rataan Tingkah Laku Makan pada Sore Hari Akibat Pemberian Perlakuan Pakan Kulit Singkong....................................................
28
Aktivitas Tingkah Laku Agonistik Domba Ekor Tipis yang Diberi Campuran Pakan Kulit Singkong Dengan Level yang Berbeda………………………………………………………….
29
Rataan Tingkah Laku Agonistik pada Pagi Hari Akibat Pemberian Perlakuan Pakan Kulit Singkong…….........................
30
Rataan Tingkah Laku Agonistik pada Siang Hari Akibat Pemberian Perlakuan Pakan Kulit Singkong……………………
30
Rataan Tingkah Laku Agonistik pada Sore Hari Akibat Pemberian Perlakuan Pakan Kulit Singkong.................................
31
6. 7. 8. 9.
10. 11. 12.
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1.
(a) Kandang Penggemukan dan (b) Kandang Individu.........
16
2.
(a) Thermohygrometer dan (b) Timbangan Pakan................
17
3.
(a) Rumput Brachiaria humidicola dan (b) Kulit Singkong
17
DAFTAR LAMPIRAN Nomor 1.
Halaman
Perhitungan Total Digestible Nutrient (TDN) Pakan Rumput Brachiaria humidicola dan Kulit Singkong............................................
38
2.
Hasil Uji Analisis Ragam Perilaku Makan............................................
39
3.
Hasil Uji Perbandingan (Tuckey) Perilaku Makan..................................
40
4.
Tingkah Laku Makan pada Pagi Hari Akibat Pemberian Perlakuan Pakan Kulit Singkong..............................................................................
40
Tingkah Laku Makan pada Siang Hari Akibat Pemberian Perlakuan Pakan Kulit Singkong..............................................................................
41
Tingkah Laku Makan pada Sore Hari Akibat Pemberian Perlakuan Pakan Kulit Singkong..............................................................................
41
7.
Hasil Uji Analisis Ragam Perilaku Agonistik…………………............
41
8.
Tingkah Laku Agonistik pada Pagi Hari Akibat Pemberian Perlakuan Pakan Kulit Singkong..............................................................................
42
Tingkah Laku Agonistik pada Siang Hari Akibat Pemberian Perlakuan Pakan Kulit Singkong..............................................................................
42
10. Tingkah Laku Agonistik pada Sore Hari Akibat Pemberian Perlakuan Pakan Kulit Singkong..............................................................................
42
11. Hasil Uji Perbandingan (Tuckey) Perilaku Makan..................................
42
5. 6.
9.
PENDAHULUAN Latar Belakang Domba merupakan salah satu komoditi ternak yang ikut berperan dalam pemenuhan kebutuhan daging yang kemungkinan dapat dikembangkan sebagai produk unggulan di sektor peternakan. Terdapat beberapa aspek yang menjadi keunggulan ternak domba, antara lain domba dapat berkembang biak dengan cepat dan mudah menyesuaikan diri terhadap lingkungan serta daging domba relatif digemari oleh masyarakat luas. Ternak domba tersebut harus ditingkatkan produktivitasnya, agar dapat memenuhi permintaan daging yang semakin meningkat. Produktivitas ternak pada dasarnya merupakan interaksi antara faktor dalam (genetik) dan faktor luar (lingkungan). Faktor luar yang mempengaruhi produktivitas ternak menyangkut berbagai aspek diantaranya faktor kandungan nutrisi dalam pakan. Kandungan nutrisi dalam pakan dapat berpengaruh terhadap kondisi dalam tubuh ternak. Kondisi dalam tubuh ternak pada dasarnya merupakan hasil dari serangkaian proses fisiologis dan tingkah laku sebagai respon pengaruh lingkungan yang selalu berubah sesuai dengan tempat dan waktu yang berkaitan dengan faktor cuaca, nutrisi dan manajemen. Produktivitas ternak dapat dilihat dari peningkatan jumlah ternak dan kualitas pertumbuhan ternak tersebut. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas ternak adalah pakan. Perubahan pakan dalam manajemen produksi merupakan salah satu faktor yang menyebabkan perubahan tingkah laku makan dan agonistik yang dapat berdampak terhadap produktivitas ternak. Indikator awal produktivitas ternak yang baik dapat dilihat dari tingkah laku yang ditampilkan secara normal. Tingkah laku domba memiliki berbagai perilaku yaitu sikap menyerang
dan
bertahan
(agonistic
behavior),
memeriksa
lingkungannya
(investigative behavior), mencari makan dan minum (ingestive behavior), perilaku membuang kotoran (eliminative behavior), perilaku ruminasi (ruminating behavior), perilaku istirahat dan tidur (resting and sleeping behavior). Tingkah laku adalah aksi yang merupakan gerak-gerik organisme untuk memenuhi rangsangan dalam tubuhnya dengan memanfaatkan rangsangan dari lingkungannya. Terjadinya tingkah laku makan disebabkan karena adanya makanan (rangsangan dari lingkungan) dan adanya kebutuhan atau lapar (rangsangan dari
dalam). Tingkah laku dapat terjadi sebagai akibat suatu stimulus dari luar dan reseptor diperlukan untuk mendeteksi stimulus tersebut. Syaraf diperlukan untuk mengkoordinasikan respon dan efektor yang melaksanakan aksi. Perubahan tingkah laku makan dan agonistik akibat penggunaan kulit singkong sebagai pakan alternatif dalam usaha penggemukan domba akan berpengaruh terhadap produktivitas ternak yang dihasilkan sehingga penggunaannya perlu diperhatikan, dimana salah satu unsur yang mempengaruhinya berasal dari zat antinutrisi di dalam pakan. Adanya zat anti nutrisi di dalamnya akan berpengaruh terhadap tingkah laku makan dan agonistik domba tersebut, sehingga zat anti nutrisi akan menjadi faktor pembatas dalam penggunaannya. Penggunaan kulit singkong sebagai bahan campuran pakan ternak ditujukan untuk mengatasi kendala dalam penyediaan hijauan dan semakin mahalnya harga konsentrat yang menuntut adanya informasi mengenai bahan pakan alternatif yang dapat digunakan sebagai pengganti hijauan dan konsentrat dengan harga murah, mudah didapat, tidak tergantung pada musim dan mempunyai kandungan nutrisi yang cukup. Beberapa limbah hasil pertanian dapat digunakan dan salah satu limbah hasil pertanian yang dapat dimanfaatkan adalah kulit singkong. Perumusan Masalah Permasalahan yang melatarbelakangi penelitian ini adalah : 1.
Kebutuhan protein hewani yang terus meningkat sehingga diperlukan upaya peningkatan produktivitas ternak melalui peningkatan jumlah ternak dan kualitas pertumbuhan ternak tersebut.
2.
Perubahan pakan akan menyebabkan perubahan tingkah laku makan dan tingkah laku agonistik yang dapat mempengaruhi produktivitas ternak sehingga perlu adanya perhatian terhadap tingkah laku yang tidak normal yang dapat menurunkan produktivitas ternak.
3.
Penggunaan kulit singkong akan mempengaruhi tingkah laku makan domba yang merupakan salah satu indikator awal produktivitas ternak yng baik dapat dilihat dari tingkah laku yang ditampilkan secara normal.
4.
Penggunaan kulit singkong akan mempengaruhi tingkah laku agonistik domba yang merupakan salah satu indikator awal produktivitas ternak yng baik dapat dilihat dari tingkah laku yang ditampilkan secara normal.
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang perubahan tingkah laku makan dan agonistik domba ekor tipis (Ovis aries) akibat pemberian kulit singkong pada rumput Koronivia (Brachiaria humidicola) dengan level yang berbeda. Manfaat Informasi tentang perubahan tingkah laku makan dan agonistik domba ekor tipis (Ovis aries) yang ditambah pakan kulit singkong pada rumput Koronivia (Bachiaria humidicola) dapat digunakan untuk membuat manajemen pemeliharaan yang lebih baik agar dapat meningkatkan produktivitas melalui tingkah laku ternak yang normal dan menjaga kesejahteran ternak selama pemeliharaan.
TINJAUAN PUSTAKA Domba Ekor Tipis Klasifikasi Menurut Ensminger (2002) taksonomi domba ekor tipis : Kingdom
: Animalia
Phylum
: Chordata
class
: Mammalia
Ordo
: Artiodactyla
Family
: Bovidae
Genus
: Ovis
Spesies
: Ovis aries Menurut Clutton, Juliet and Brock(1981) menyatakan bahwa taksonomi dan
daftar istilah domba sangat komplikasi, terutama domba dimana pada umumnya pada kurang dari 40 bangsa liar telah digambarkan.Bangsa domba yang didomestikasi di indonesia yang banyak ditemukan dan dikenal adalah domba ekor tipis, domba priangan, dan domba ekor gemuk. Penggolongan berdasarkan kriteria ukuran ekor (panjang, lebar, tebal) lebih terpercaya dibandingkan peubah lainnya (panjang, badan lingkaran dada lingkaran pinggul dan bobot badan). Domba Lokal Indonesia Ternak domba merupakan salah satu ternak ruminansia yang banyak dipelihara oleh masyarakat Indonesia terutama di daerah pedesaan dan umumnya berupa domba-domba lokal. Domba lokal tersebut merupakan domba asli Indonesia yang mempunyai tingkat daya adaptasi yang baik pada iklim tropis dan beranak sepanjang tahun. Domba lokal memiliki ukuran tubuh yang relatif kecil, warna bulu yang seragam, ekor kecil dan tidak terlalu panjang. Domba lokal yang terdapat dalam Sumoprastowo (1987), mempunyai perdagingan sedikit dan disebut juga domba kampung atau domba negeri. Jenis domba yang terdapat di Indonesia menurut Iniguez et al. (1991) berjumlah tiga jenis yaitu Jawa ekor tipis, Jawa ekor gemuk, dan Sumatera ekor tipis. Inounu dan Diwyanto (1996) mengemukakan bahwa terdapat dua tipe domba yang paling menonjol di Indonesia yaitu domba ekor tipis (DET) dan domba ekor gemuk
(DEG) dengan perbedaan galur dari masing-masing tipe. Domba lokal terdiri atas dua bagian yaitu domba ekor tipis dan domba ekor gemuk. Asal-usul domba ini tidak diketehui secara pasti, namun diduga DET berasal dari India dan DEG berasal dari Asia Barat (Williamson dan Payne, 1993). Domba ekor tipis merupakan ternak domba yang paling banyak populasinya dan paling luas penyebarannya. Domba ekor tipis merupakan domba asli Indonesia dan sering dikenal sebagai domba lokal atau domba kampung (Sumoprastowo, 1987). Menurut Cahyono (1998) domba ekor tipis ini kurang produktif jika diusahakan secara komersial karena karkas yang dihasilkan sangat rendah (45-55 % dari bobot hidup) dan pertumbuhannya lambat. Bobot domba ekor tipis jantan yang telah dewasa antara 20-30 kg, sedangkan bobot betinanya adalah 15-20 kg. domba ekor tipis termasuk golongan domba kecil dengan bobot potong sekitar 20-30 kg. warna bulunya putih dan biasanya memiliki bercak hitam disekeliling matanya selain itu pola warna belangnya bervariasi mulai dari bercak, belang, polos dan Ekornya tidak menunjukkan adanya deposisi lemak. Konsumsi Pakan Konsumsi pada umumnya diperhitungkan sebagai jumlah makanan yang dimakan oleh ternak, yang kandungan zat makanan di dalamnya digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan untuk keperluan produksi ternak tersebut (Tillman et al., 1998). Tingkat konsumsi adalah jumlah makanan yang terkonsumsi oleh ternak bila bahan makanan tersebut diberikan secara ad libitum. Konsumsi merupakan faktor essensial sebagai dasar untuk hidup pokok dan untuk produksi. Tingkat konsumsi ternak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor hewan, faktor makanan yang diberikan dan faktor lingkungan (suhu dan kelembaban). Jumlah konsumsi pakan merupakan salah satu tanda terbaik bagi produktivitas ternak (Arora, 1989). Konsumsi pakan sangat dipengaruhi oleh jenis kelamin, besarnya tubuh, keaktifan dan kegiatan pertumbuhan atau produktivitas lainnya yaitu suhu dan kelembaban udara. Suhu udara yang tinggi maka konsumsi pakan akan menurun karena konsumsi air minum yang tinggi berakibat pada penurun konsumsi energi (Siregar, 1984). Konsumsi juga sangat dipengaruhi oleh palatabilitas yang tergantung pada beberapa hal yaitu penampilan dan bentuk makanan, bau, rasa, tekstur, dan suhu
lingkungan (Church dan Pond, 1988). Konsumsi pakan secara umum akan meningkat seiring dengan meningkatnya berat badan, karena pada umumnya kapasitas saluran pencernaan meningkat dengan semakin meningkatnya berat badan. Tingkah Laku Ilmu yang mempelajari tingkah laku hewan disebut ethology, yang berasal dari kata ethos yang berarti karakter atau alam dan logos yang berarti ilmu. Ethology merupakan ilmu yang mempelajari tingkah laku hewan yang menentukan karakteristik hewan dan bagaimana respon terhadap lingkungan. Tingkah laku adalah aksi fase tanggapan antara organisme dan lingkungan. Aksi ini merupakan kegiatan yang diarahkan dari luar dan tidak banyak perubahan di dalam tubuh secara tetap yang terjadi pada makhluk hidup. Tingkah laku dapat terjadi sebagai akibat suatu stimulus dari luar dan reseptor diperlukan untuk mendeteksi stimulus tersebut. Syaraf diperlukan untuk mengkoordinasikan respon dan efektor yang melaksanakan aksi (Kasim, 2002). Tingkah laku hewan dipengaruhi oleh faktor dalam dan faktor luar dari individu yang bersangkutan. Faktor dalam antara lain hormon dan sistem syaraf, sedangkan faktor luar berupa cahaya, suhu dan kelembaban (Grier, 1984). Gambaran atau etogram tingkah laku domba menurut Hafez et al (1969) yaitu 1. Tingkah laku ingestif yaitu merumput, makan tunas-tunas, mengunyah, menjilat garam, minum, menyusui dan mendorong dengan hidung. 2. Shelter-seeking yaitu bergerak ke bawah pohon, ke dalam kandang berkumpul bersama untuk menjauhkan lalat. Saling berdesakan pada keadaan iklim yang sangat dingin, membuat lubang di tanah dan berbaring. 3. Investigatory (memeriksa lingkungan) yaitu mengangkat kepala, mengarahkn mata, telinga dan hidung ke arah gangguan, mencium benda atau domba dan domba lainnya. 4. Allelomimetik (berkelompok) yaitu berjalan, berlari, merumput, tidur bersama dan menumbuk rintangan dengan kaki tegak secara bersamaan. 5. Agonistik yaitu mengkais, menanduk, mendorong dengan bahu, lari bersama dan menerjang (menendang dan berkelahi, melarikan diri dan menanduk). 6. Eliminatif (pengeluaran) yaitu Posisi untuk kencing, membungkukan punggung dan membengkokan kaki (anak domba jantan).
7. Care giving yaitu menjilati dan menggigit membran plasenta pada anak. Membungkukan punggung untuk memberi kesempatan anak menyusu, mencium anak domba mulai dari ekor dan mengembik/berteriak pada ternak dewasa bilamana dipisahkan dari kelompoknya. 8. Allelomimetik yaitu berlari bersama (meloncat sambil mengankat kaki dan berputar di udara bersama-sama). Game playing meloncat di atas batu karang atau kayu yang roboh. 9. Sexual yaitu Perkawinan. Tingkah laku hewan adalah tindak tanduk yang terlihat dan saling berkaitan secara individu maupun bersama-sama. Selain itu tingkah laku merupakan cara hewan berinteraksi secara dinamika dengan lingkungannya, baik dengan makhluk hidup maupun dengan benda mati (Tanudimadja, 1982). Tingkah laku domba secara makro memiliki berbagai perilaku yaitu tingkah laku makan (merumput, meramban, ruminasi dan minum), Eliminasi (defekasi dan urinasi) dan istirahat (sambil berdiri atau tidur, memeriksa, mencari perlindungan, lokomosi, agonistik, merawat diri dan berbaring). Perilaku dapat diartikan sebagai ekspresi seekor hewan yang dituangkan dalam bentuk gerakan-gerakan. Faktor yang mempengaruhi tingkah laku dinamakan rangsangan. Menurut Houpt (2005) menyatakan bahwa tingkah laku hewan dapat diketahui berdasarkan komunikasi, keagresifan dan struktur sosial, irama biologis dan tidur, tingkah laku seksual, tingkah laku maternal (keibuan) perkembangan tingkah laku (kedewasaan), pembelajaran, serta tingkah laku makan dan minum. Fungsi utama tingkah laku adalah menyesuaikan diri terhadap perubahan keadaan, baik dari luar maupun dari dalam. Tingkah laku merupakan gerak-gerik organisme untuk memenuhi rangsangan dalam tubuhnya dengan memanfaatkan rangsangan dari lingkungannya. Terjadinya tingkah laku makan, disebabkan karena adanya makanan (rangsangan dari lingkungan) dan adanya kebutuhan atau lapar (rangsangan dari dalam). Demikian juga terjadinya perilaku kawin, disebabkan adanya rangsangan dari dalam, kemudian baru terjadi perkawinan jika ada rangsangan dari lawan jenis. Sikap Menyerang dan Bertahan (Agonistik Behavior) Tingkah laku bertahan dan sikap menyerang merupakan suatu cara untuk mengatasi kendala, serangan, kepatuhan, melarikan diri dan pasif. Diantara variasi
spesies domestik mamalia, jantan lebih banyak menyukai pertarungan daripada betina, tetapi betina melakukan hal yang sama pada kondisi melindungi anaknya. (Campbell, 2003). Menurut Ensminger (2002), tingkah laku agonistik pada domba jantan diperlihatkan pada saat berkelahi dengan mundur terlebih dahulu kemudian menyerang dengan cara menumbukkan kepalanya atau tanduknya pada kepala lawan. Domba akan terus berkelahi sampai salah satu dari mereka berhenti dan menyerah. Biasanya domba sebelum berkelahi dia akan mengendus. Menurut Ensminger (2002), tingkah laku yang termasuk kedalam tingkah laku agonistik adalah berkelahi, berlari atau terbang dan tingkah laku lainnya yang mempunyai hubungan dengan konflik. Pada hewan mamalia, jantan memiliki tingkah laku berkelahi lebih tinggi dibandingkan dengan hewan mamalia betina. Hal ini karena dipengaruhi oleh hormon, terutama hormon testosteron. Menurut Fraser (1975), tingkah laku agonistik adalah tingkah laku yang memperlihatkan tingkah laku aktif dan pasif, tingkah laku aktif seperti berkelahi, berlari atu terbang serta tingkah laku agresif. Pola tingkah laku agonistik merupakan interaksi sosial antara satwa yang dikategorikan beberapa tingkat konflik, yaitu dalam memperoleh makanan, pasangan seksual dan perebutan wilayah istirahat dengan melakukan tindakan yang bersifat ancaman menyerang dan tingkah laku patuh (Hart, 1985). Tingkah laku agonistik merupakan tingkah laku yang penting dalam menetapkan dan mempertahankan hubungan dominan dan subordinant antara tingkatan sosial spesies. Menurut Wodzicka-Tomaszewaska et al. (1991), jika sistem penggembalaan di padang rumput dengan sumber makanan dan air banyak tersedia, keadaan tingkah laku dominan tidak begitu jelas terlihat, tetapi akan terlihat nyata dan penting dalam keadaan berdesakan. Memeriksa Lingkungannya (Investigative Behavior) Domba memiliki sifat memeriksa lingkungannya untuk mengetahui objek yang
berbahaya
yang
terdapat
disekitarnya
yang
sewaktu-waktu
dapat
membahayakan dengan menggunakan mata, telinga dan indera lainnya. Domba selalu bersifat ketakutan daripada sapi dan akan bergerombol dan lari jika objek yang mendekat berupa gerakan maupun suara yang membuat mereka tidak dapat diterima (Campbell, 2003). Hal ini juga dikemukakan menurut Taylor dan Field (1977),
domba memiliki sifat ketakutan yang sangat tinggi daripada hewan ternak lainnya. Jika ada suara yang aneh mendekat, maka dia akan lari. Mencari Makan dan Minum (Ingestive Behavior) Tingkah laku makan terdiri dari aktivitas makan dan minum yang merupakan karakteristik dari semua hewan. Aktivitas ini sangat penting untuk memenuhi kebutuhan hidup, performa produksi dan reroduksi (Campbell, 2003). Domba merumput sama seperti sapi tetapi domba dapat memakan rumput lebih baik. Pakan merupakan salah satu factor yang mempengaruhi perubahan tingkah laku makan domba ekor tipis. Hal ini menyangkut palatabilitas (daya kesukaan) dari pakan yang diberikan. Jika palatabilitas tinggi maka konsumsi pakan akan semakin tinggi. Jika palatabilitas rendah maka konsumsi pakan akan semakin rendah (Campbell, 2003). Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkah laku merumput domba adalah (1) faktor hewan yaitu umur, keadaan fisiologis dan kebutuhan zat makanan (2) faktor tanaman yaitu jenis hijauan, palatabilitas dan tinggi tanaman (3) faktor lingkungan yaitu hujan, temperatur dan kelembaban Menurut Frasher and Broom (1990) menyatakan bahwa aktivitas minum menunjukan total konsumsi air, termasuk air dimana kerapkali terkandung didalam pakan hewanair digunakan untuk kebutuhan hidup domba, diantaranya untuk pencernaaan, thermoregulator dan sebagai pelarut zat-zat makanan maupun senyawasenyawa kimia yang terdapat dalam tubuh. Perilaku Membuang Kotoran (Eliminative Behavior) Tingkah laku membuang kotoran berbeda-beda diantara hewan lainnya. Sapi, domba, kambing dan ayam memiliki perilaku pembuangan urin dan feses yang berbeda-beda dengan bentuk kotoran yang berbeda (Taylor dan Field, 1977). Domba memiliki ciri khas dalam bentuk fesesnya, yaitu berbentuk bulat. Domba membuang feses dan pengeluaran urin dengan variasi posture yang berbeda-beda. Bentuk kotoran domba berbentuk bulat hitam yang memiliki warna coklat kehitaman. Sedangkan urin berbentuk cair berwarna kekuningan. Posisi untuk kencing yaitu membungkukan punggung, membengkokan kaki (anak domba jantan).
Perilaku Ruminasi (Ruminating Behavior) Arnold dan Dudzinski (1978) menyatakan bahwa ruminasi merupakan proses memakan kembali bahan pakan setelah bahan pakan disimpan dalam rumen. Proses ruminasi terjadi ketika hewan ruminansia diberikan pakan hijauan. Ruminasi merupakan tingkah laku yang cukup dominan pada domba. Biasanya ruminasi dilakukan diantara tingkah laku makan dan istirahat dan disela-sela tingkah laku istirahat. Memamah biak (ruminasi) merupakan aktivitas kedua terbanyak bagi hewan ruminasi sangat dipengaruhi oleh pola merumput yang umumnya dilakukan pada malam hari dan pada saat merumput jarang dilakukan ruminasi (Arnold dan Dudzinski, 1978). Domba membutuhkan sepertiga waktu dalam sehari untuk ruminasi. Tingkahlaku ruminasi yaitu pengeluaran makanan dari rumen yang dimuntahkan ke mulut (regurgitas) yang ditandai dengan adanya bolus yang bergerak ke arah atas di kerongkongan dari rumen. Perilaku Istirahat dan Tidur (Resting and Sleeping Behavior) Istirahat merupakan salah satu tingkah laku yang dilakukan dalam posisi duduk, berbaring dan tidur. Tingkah laku tersebut kadang dengan merawat tubuh (grooming), bermain dengan benda dan menggaruk-garukan badannya (Fleagle, 1988). Domba melakukan aktivitas berbaring (lie down) dalam satu hari untuk beristirahat. Proporsi yang tinggi selama hidupnya adalah dengan melakukan istirahat. Tidur dan beristirahat diatur oleh pengaturan waktu (timming control). Fungsi dari tingkah laku isirahat dan tidur sesungguhnya dilakukan untuk menghindari bahaya predator agar posisinya tidak mudah terlihat dan tidak mudah ditemukan oleh pemangsa, serta untuk menghemat energi yang digunakan oleh tubuh (Fraser and Boom, 1990). Istirahat dilakukan secara posisi berbaring dimana pada posisi tersebut jarang mengeluarkan suara. Pada temperatur tinggi, domba biasanya beristirahat sambil berteduh tanpa melakukan aktivitas apapun (Houpt, 2005). Jam biologis merupakan pengatur waktu kapan saja domba harus beristirahat. Tingkah laku tidur dilakukan satu seperempat hidup hewan. Tertidur dapat jelas terlihat seperti berbaring memanjang (Fraser and Broom, 1990). Menurut Houpt (2005), tidur dapat diklasifikasikan kedalam dua tipe yaitu SWS (Slow Wave Sleep)
dan REM (Rapid Eye Movement). Domba terbangun dari tidurnya 16 jam dalam sehari, mengantuk selama 4,5 jam per hari lebih rendah dibandingkan dengan sapi, SWS selama 3,5 jam per hari dan REM dilakukan selama tujuh periode dalam 43 menit total rata-rata (Fraser and Boom, 1990). Kesejahteraan Hewan Kesejahteraan hewan selalu dikaitkan dengan tingkatan stress yang diderita oleh hewan. Stress sendiri didefinisikan sebagai respon yang tidak spesifik dari tubuh terhadap setiap permintaan yang diminta darinya. Penyebab stress adalah kejadian yang menghasilkan stress dan ketegangan atau siksaan sebagai efek akhirnya (Tomaszewaska et all., 1991). Appleby dan Hughes (1997) menyatakan bahwa tingkah laku sering digunakan sebagai indikator untuk mengukur kesejahteraan hewan. Tingkah laku ini pun merupakan cara yang paling mudah untuk mengukur kesejahteraan hewan. Tingkah laku merupakan cara yang paling mudah untuk mengukur kesejahteaan hewan dan dapat menggambarkan keadaan internal hewan tersebut. Menurut Appleby dan Hughes (1997), rasa sakit dan senang merupakan elemen penting yang secara alami dapat digunakan sebagai kriteria penilaian terhadap kesejahteraan pada hewan. Moss (1992) menyatakan bahwa parameter kesejahteraan hewan harus memenuhi tiga pertanyaan yaitu : 1. Apakah hewan atau ternak tersebut sehat dan bebas dari luka ? 2. Apakah hewan atau ternak dapat berproduksi secara normal ? 3. Apakah tingkah laku yang diperlihatkan oleh ternak atau hewan normal ? Menurut World Veterinary Association (1991) dalam Moss (1992), ukuran dari kesejahteraan hewan harus memenuhi lima kebebasan, yaitu : 1. Bebas dari kelaparan dan kehausan 2. Bebas dari kegelisahan dan kesakitan 3. Bebas dari luka dan penyakit 4. Bebas dari rasa takut dan stress 5. Bebas untuk memperlihatkan tingkah laku alami Menurut peraturan dan undang-undang peternakan Pasal 22 No. 6 Tahun 1967 untuk kepentingan kesejahteraan hewan maka ditetapkan ketentuan-ketentuan tentang :
1. Tempat dan perkandangan 2. Pemeliharaan dan perawatan 3. Pengangkutan 4. Penggunaan dan pemanfaatan 5. Cara pemotongan dan pembunuhan 6. Perlakuan dan pengayoman yang wajar oleh manusia terhadap hewan Singkong Tanaman singkong (Manihot esculenta Crantz) termasuk ke dalam kingdom Plantae, divisi Spermathophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dicotyledonae, ordo Euphorbialis, famili Euphorbiacea, genus Manihot dan spesies Manihot esculenta Crantz. Umbi yang terbentuk merupakan akar yang berubah bentuk fungsinya sebagai tempat penyimpanan cadangan makanan. Umbi ini biasanya memiliki bentuk memanjang, daging umbi mengandung zat pati dan tiap tanaman dapat menghasilkan 5-10 umbi (Rukmana, 1997). Menurut Grace (1977) singkong merupakan tanaman tipikal daerah tropis. Tanaman ini memerlukan tanah yang gembur dengan pH kurang lebih lima. Suhu optimum pertumbuhan sekitar 25-270C, bila suhu turun menjadi 150C pertumbuhan akan terhenti dan pada suhu 8-100C tanaman ini akan mati. Selanjutnya dikatakan singkong tumbuh baik pada ketinggian kurang dari 150 meter di atas permukaan laut, meskipun ada beberapa varietas yang dapat tumbuh pada ketinggian 1500 meter atau lebih di atas permukaan laut. Curah hujan yang diperlukan rata-rata 500-5000 mm per tahun. Kelebihan tanaman singkong dibandingkan dengan tanaman sumber karbohidrat lainnya yaitu (1) dapat tumbuh di lahan kering dan kurang subur, (2) daya tahan terhadap penyakit relatif tinggi, (3) masa panennya tidak diburu waktu sehingga bisa dijadikan lumbung hidup, yakni dibiarkan di tempatnya untuk beberapa minggu dan (4) daun serta umbinya dapat diolah menjadi aneka makanan baik sebagai makanan utama maupun selingan (Lingga, 1989). Produksi tanaman singkong di Indonesia secara keseluruhan mencapai 16.723.257 ton dan Jawa Timur merupakan daerah yang paling banyak memproduksi singkong yaitu sebesar 4.019.393 ton (Badan Pusat Statistik, 2002). Persentase jumlah limbah kulit bagian luar sebesar 0,5-2% dari berat total singkong segar dan
limbah kulit bagian dalam 8-15% (Grace, 1977). Berdasarkan hal di atas bila dikonversi jumlah kulit bagian dalam yang dapat dimanfaatkan sebesar 2.508.489 ton dari produksi singkong di Indonesia. Singkong terdiri atas beberapa lapisan. Lapisan paling luar disebut lapisan epidermis berwarna coklat dan tipis. Lapisan kedua disebut lapisan dermis yang agak tebal (2-3 mm) tapi masih dapat dikupas secara keseluruhan dari daging umbi. Lapisan ketiga adalah daging umbi (Djaeni, 1987). Komposisi zat-zat makanan daging umbi singkong dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kandungan Nutrisi Kulit Singkong Bagian Dalam Bahan
Bahan Kering (%)
Bahan Kering
22,69
Protein Kasar
10,64
Serat Kasar
9,48
Lemak Kasar
5,24
Abu
3,21
BETN
71,43
TDN
79,87
Keterangan : Hasil Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan IPB (2004)
Singkong sebagai bahan makanan mempunyai beberapa kelemahan antara lain palatabilitas rendah dan adanya kandungan asam prusik (HCN) sehingga merupakan faktor pembatas dalam pemakaiannya baik untuk ternak maupun manusia (Ciptadi, 1977). Kandungan HCN yang normal pada singkong sebesar 15-400 ppm HCN per kg berat segar dan manusia tidak dapat mengkonsumsi lebih dari 1 mg HCN per kg bobot badan per hari (Balagopalan et al., 1988). Berdasarkan kandungan HCN, singkong digolongkan ke dalam empat jenis yaitu (1) jenis yang tidak beracun, mengandung HCN lebih kecil dari 50 mg per kg umbi segar yang telah diparut, (2) jenis yang sedikit beracun, mengandung HCN 50-80 mg per kg umbi segar yang telah diparut, (3) jenis beracun, mengandung HCN 80-100 mg kg umbi segar yang telah diparut dan (4) jenis yang sangat beracun, mempunyai kandungan HCN yang lebih besar dari 100 mg per kg umbi segar yang telah diparut (Muchtadi dan Sugiyono, 1989). Singkong sebagai bahan makanan mempunyai beberapa kelemahan antara lain palatabilitas rendah dan adanya kandungan asam sianida (HCN) sehingga
merupakan faktor pembatas dalam pemakaiannya baik untuk ternak maupun manusia (Ciptadi, 1977). Kandungan HCN yang normal pada singkong sebesar 15-400 ppm HCN per kg berat segar dan manusia tidak dapat mengkonsumsi lebih dari 1 mg HCN per kg bobot badan per hari (Balagopalan et al., 1988). Berdasarkan kandungan HCN, singkong digolongkan ke dalam empat jenis yaitu (1) jenis yang tidak beracun, mengandung HCN lebih kecil dari 50 mg per kg umbi segar yang telah diparut, (2) jenis yang sedikit beracun, mengandung HCN 50-80 mg per kg umbi segar yang telah diparut, (3) jenis beracun, mengandung HCN 80-100 mg kg umbi segar yang telah diparut dan (4) jenis yang sangat beracun, mempunyai kandungan HCN yang lebih besar dari 100 mg per kg umbi segar yang telah diparut (Muchtadi dan Sugiyono, 1989). Balagopalan et al. (1988) menyatakan walaupun singkong mengandung racun yang berbahaya namun singkong telah dikonsumsi secara umum oleh jutaan orang di daerah tropis tanpa adanya efek keracunan yang berarti. Hal ini dikarenakan metode pengolahan secara tradisional ternyata mampu mengurangi kandungan HCN umbi sampai batas yang tidak membahayakan. Dikatakan juga proses pengolahan yang mampu mereduksi kandungan HCN dalam singkong adalah pengeringan. Rumput Brachiaria humidicola Rumput Brachiaria humidicola merupakan rumput asli Afrika Selatan, kemudian menyebar ke daerah Fiji dan Papua New Guinea, terkenal dengan nama Koronivia grass. Rumput ini merupakan rumput berumur panjang yang berkembang secara vegetatif dengan stolon. Stolon tumbuh pada jarak 1-2 m dan cepat menyebar sehingga bila ditanam di lapang segera membentuk hamparan. Rumput ini memiliki tangkai daun lincolate, 3-4 raceme dengan panjang spikelet 3,5-4 mm (Skerman dan Rivers, 1990). Rumput tersebut dibedakan berdasarkan spesies dan genus lainnya. Rumput ini tumbuh baik pada musim panas. Suhu optimum untuk tumbuh sekitar 3235 0C di Fiji (Robert, 1970 Dalam Skerman dan Rivers, 1990). Tumbuhnya pada ketinggian 1000-2000 m. Rumput tersebut tidak beracun, palatabilitasnya tinggi pada umur muda, tetapi ketika produktivitasnya maksimum maka palatabilitasnya rendah. Rumput ini juga toleran terhadap api atau kebakaran. Menurut Jayadi (1991), rumput B. humidicola dapat ditanam secara vegetatif dengan pols, stolon atau biji. Rumput
ini mempunyai toleransi pada daerah dengan drainase kurang baik dan lebih tahan terhadap tekanan pengembalaan berat. Komposisi zat makanan rumput Brachiaria humidicola muda berdasarkan persentase dari bahan kering mengandung protein kasar (PK) 5,1%, serat kasar (SK) 37,4%, abu 9,8% dan BETN sebesar 46,1%. Sedangkan yang sudah berbunga atau dewasa mengandung protein kasar 7,6%, serat kasar 35,5%, abu 14,7% dan BETN sebesar 39,9% (Gohl, 1975 Dalam Skerman dan Rivers, 1990).
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama 2 bulan, yaitu pada tanggal 2 Maret hingga 3 Mei 2009. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Analisis Proksimat pakan yang digunakan dilakukan di Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan dan di Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Analisis asam sianida (HCN) kulit singkong dilakukan di Balai Besar Industri Agro, Badan Penelitian dan Pengembangan Industri, Departemen Perindustrian RI, Bogor. Materi Ternak Penelitian ini menggunakan 12 ekor domba jantan lokal yang berumur di bawah satu tahun dengan bobot tubuh awal rata-rata 19,06 ± 1,46. Domba diperoleh dari pedagang pengumpul di pasar hewan Pasir Hayam Cianjur. Domba-domba ini kemudian dipelihara sesuai perlakuan yang diberikan selama dua bulan. Kandang dan Peralatan Kandang yang digunakan dalam penelitian ini merupakan kandang individu dengan ukuran 120 x 80 x 120 cm. Peralatan yang digunakan antara lain timbangan duduk merk "FIVE GOATS” dengan kapasitas 5 kg untuk menimbang rumput dan kulit singkong, sapu, serokan dan sikat untuk membersihkan kandang. Keranjang dan karung untuk rumput, Gunting, suntikan, Thermohygrometer, tempat pakan untuk rumput dan kulit singkong serta tempat air minum dari ember plastik kapasitas tiga liter, buku, bolpoin, obat-obatan dan kertas label.
(a)
(b)
Gambar 1. (a) Kandang Penggemukan dan (b) Kandang Individu
(a)
(b)
Gambar 2. (a) Thermohygrometer dan (b) Timbangan Pakan Pakan dan Minum Pakan yang digunakan adalah rumput Brachiaria humidicola yang diperoleh dari padang rumput laboratorium lapang ruminansia kecil dan kulit singkong yang diperoleh dari peternakan Mitra Tani, Desa Tegal Waru RT 04 RW 05, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Rumput Brachiaria humdicola yang diberikan, sebelumnya ditiriskan terlebih dahulu supaya kandungan air rumput berkurang dan rumput tidak terlalu basah saat diberikan ke domba. Sebelum kulit singkong diberikan pada domba, kulit singkong dicuci terlebih dahulu dan dibersihkan dari kulit ari dan tanah yang masih menempel kemudian dijemur selama sehari agar kandungan asam sianida (HCN) berkurang sehingga tidak meracuni ternak tersebut. Kandungan nutrien rumput Brachiaria humidicola dan kulit singkong yang digunakan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 2.
(a)
(b)
Gambar 5. (a) Rumput Brachiaria humidicola dan (b) Kulit Singkong
Tabel 2. Kandungan Nutrien Rumput Brachiaria humidicola dan Kulit Singkong (dalam Bahan Segar dan Bahan Kering) yang digunakan Selama Penelitian Jenis sampel
BK
ABU
PK
SK
LK
BetN
TDN
GE
-------------------------------------- % -------------------------------------Rumput
17,22
1,31
1,53
0,40
9,21
-
100
7,65
8,94 27,28 2,34
53,79
43,88
0,74
2,51
2,52
0,19
19,04
-
922
3,05
10,05 10,10
0,73
76,08
82,42
3552
Kulit. Singkong 25,00 100 Keterangan :
BK PK SK LK
: Bahan Kering : Protein Kasar : Serat Kasar : Lemak Kasar
4,67
BetN TDN Ge
: Bahan Ekstrak tanpa Nitrogen : Total Digestible Nutrient : Gross Energy
Tabel 3. Kandungan Zat Makanan dalam Ransum Perlakuan Komposisi Zat Makanan
P0
P1
P2
P3
--------------------- BK (%)---------------------Bahan Kering (BK)
18,22
19,73
21,24
22,75
Protein Kasar (PK)
8,94
9,16
9,38
9,61
Lemak Kasar (LK)
2,34
2,02
1,7
1,37
Serat Kasar
27,28
23,85
20,41
16,98
Abu
7,65
6,73
5,81
4,89
TDN
43,88
51,59
59,3
67
BETN
53,79
57,64
61,49
65,35
Keterangan :
BETN TDN
= Bahan Ekstrak tanpa Nitrogen = Total Digestible Nutrient
Rancangan Percobaan Perlakuan Perlakuan yang diberikan adalah pemberian rumput Brachiaria humidicola dan kulit singkong. Masing-masing perlakuan terdiri atas tiga ulangan. Adapun perlakuan yang digunakan yaitu : • P0
= 100% rumput dan 0% kulit singkong;
• P1
= 80% rumput dan 20% kulit singkong;
• P2
= 60% rumput dan 40% kulit singkong;
• P3
= 40% rumput dan 60% kulit singkong; Pengaruh perlakuan terhadap tingkah laku makan dan agonistik dianalisis
baik secara umum (sepanjang hari) maupun secara spesifik (pagi, siang dan sore). Model Model percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat taraf perlakuan pemberian pakan yang berbeda. Masing–masing taraf perlakuan terdiri atas tiga ulangan. Model rancangan menurut Mattjik dan Sumertajaya (2002) adalah sebagai berikut : Yij = µ + Yij
i
+
ij
= Nilai pengamatan dari perlakuan pemberian pakan ke-i dan ulangan ke-j
µ
= Rataan umum bobot badan domba
i
= Pengaruh pemberian pakan level ke-i (P0, P1 , P2 dan P3 )
ij
= Pengaruh galat percobaan perlakuan ke-i pada ulangan ke-j
i
= Perlakuan ke-i (0, 1, 2 dan 3)
j
= Ulangan ke-j (0, 1, 2 dan 3)
Analisis Data Data yang diperolah dianalisis dengan Analysis of Variance (ANOVA). Untuk melihat pengaruh perlakuan terhadap tingkah laku makan dan agonistik domba ekor tipis. Hasil yang nyata dilanjutkan dengan Uji Tuckey. Peubah yang Diamati Inventarisasi perilaku domba ekor tipis dilakukan dengan mengamati, mencatat dan mendeskripsikan perilaku-perilaku yang ditunjukan domba ekor tipis. perilaku yang diamati selama penelitian berdasarkan peubah yang diamati selama penelitian berdasarkan perilaku harian secara umum antara lain : 1. Sikap menyerang dan bertahan (agonistic behavior) 2. Mencari makan (eating behavior)
Prosedur Persiapan Bahan, peralatan dan kandang dipersiapkan seminggu sebelum penelitian. Domba jantan sebanyak dua belas ekor dipilih berdasarkan keseragaman bobot badan dan yang berumur di bawah satu tahun. Domba tersebut dimasukkan ke dalam kandang individu secara acak. Kulit singkong diperoleh dengan cara singkong dibersihkan terlebih dahulu dari tanah kemudian kulit singkong dikupas. Setelah dikupas, kulit singkong dicuci dan dibersihkan dari kulit paling luar sehingga diperoleh kulit singkong bagian dalam yang berwarna putih. Kulit singkong kemudian dijemur atau dilayukan selama sehari untuk mengurangi kadar HCN dan memperpanjang masa simpan. Adaptasi pakan dilakukan sebelum pelaksanaan penelitian selama dua minggu dan diberi perawatan intensif antara lain pencukuran bulu, pemberian obat cacing, vitamin B kompleks dan antibiotik. Obat-obatan yang digunakan antara lain obat cacing Kalbazen, obat mata Erlamycetin, salep mata Garamycin dan antibiotik Vet-oxy LA dari PT. Sanbe Farma. Vitamin yang digunakan adalah vitamin B kompleks dari PT. Medion. Penimbangan bobot badan dilakukan pada akhir periode adaptasi dan digunakan sebagai data awal penelitian. Pemeliharaan Ternak domba diberi pakan tiga kali sehari, yaitu pada pagi hari (06.00-07.00 WIB), siang hari (10.00-11.00 WIB) dan sore hari (16.00-17.00 WIB). Pemberian kulit singkong diberikan dalam wadah plastik berupa ember sedangkan rumput diberikan dalam bentuk segar. Pemberian kulit singkong didahulukan daripada rumput, karena domba lebih menyukai rumput. Sisa pakan ditimbang keesokan harinya. Pemberian air minum dilakukan secara ad libitum. Pakan diberikan berdasarkan kebutuhan total bahan kering yaitu 4% dari bobot badan. Penggemukan domba dalam penelitian ini dilakukan selama dua bulan. Penimbangan ternak domba dilakukan dengan cara menggantung ternak dengan ban bekas yang dimodifikasi untuk menahan ternak pada perutnya. Penimbangan domba dilakukan setiap seminggu sekali.
Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) untuk melihat pengaruh tingkah laku makan dan tingkah laku agonistik akibat pemberian campuran pakan kulit singkong dengan level yang berbeda. Domba sebanyak dua belas ekor dibagi secara acak ke dalam empat taraf perlakuan pemberian pakan, diantaranya P0 (100% rumput dan 0% kulit singkong), P1 (80% rumput dan 20% kulit singkong), P2 (60% rumput dan 40% kulit singkong) dan P3 (40% rumput dan 60% kulit singkong) dan tiap perlakuan terdiri dari tiga ulangan. Pemeliharaan dilakukan selama dua bulan, mulai tanggal 2 Maret hingga 3 Mei 2009. Air minum diberikan secara ad libitum. Hijauan dan kulit singkong diberikan dalam bentuk segar, sementara kulit singkong diberikan dalam bentuk cacahan. Setiap hari dilakukan pemberian pakan, pembersihan kandang dan alat, serta pemeriksaan kesehatan ternak. Pengumpulan Data Pengamatan perilaku makan dan agonistik dilakukan pada waktu pagi hari (07.00-09.00 WIB), siang hari (11.00-13.00 WIB) dan sore hari (15.00-17.00 WIB) dengan lama waktu pengamatan untuk 12 ekor domba selama 120 menit. Per ekor domba dilakukan pengamatan dengan lama pengamatan selama lima menit dan jeda atau waktu istirahat antar domba yang diamati dengan lama waktu jeda selama lima menit. Pengamatan dilakukan dengan tiga kali ulangan selama sembilan hari pengamatan. Metode pengamatan yang digunakan yaitu metode intensitas perilaku yaitu mencatat jumlah lamanya tingkah laku makan dan agonistik yang ditampilkan domba serta lamanya aktivitas tersebut. Peubah yang diamati yaitu : Persentase Lama Aktivitas Makan (%) : Persentase rasio antara lamanya aktivitas tingkah laku makan yang ditampilkan dengan waktu pengamatan selama 5 menit. Lama aktivitas tingkah laku makan yang ditampilkan dihitung total waktu domba mulai makan sampai domba berhenti makan untuk melakukan aktivitas yang lain. Persentase Lama Aktivitas Agonistik (%) : Persentase rasio antara lamanya aktivitas tingkah laku agonistik yang ditampilkan dengan waktu pengamatan selama 5 menit. Lama aktivitas tingkah laku agonistik dihitung total waktu domba mulai saling menatap sampai domba berhenti memunculkan tingkah laku perlawanan
(menanduk, mendorong, menendang dan sebagainya) untuk melakukan aktivitas yang lain.
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Kondisi Ternak Pada awal penelitian, domba yang digunakan adalah 12 ekor dan ditempatkan pada kandang individu secara acak. Gangguan kesehatan yang terjadi selama penelitian adalah penyakit radang sekitar bibir (keropeng/orf) dan penyakit mata. Penyakit orf ditandai dengan bintik-bintik pada sekitar bibir yang kemudian membesar dan menyebabkan ternak sukar makan dan kondisinya menurun dan mudah menular. Penyakit orf hampir menimpa sebagian ternak pada minggu pertama dan kedua penelitian yaitu satu ekor pada P0, dua ekor pada P1, dua ekor pada P2 dan satu ekor pada P3. Hal ini dimungkinkan karena rumput B. humidicola yang agak tajam sehingga dapat melukai bibir ternak. Penyembuhan dilakukan dengan membersihkan bagian bibir yang terkena radang atau keropeng dengan cara dikompres menggunakan air hangat kemudian diberikan antibiotik yang dioleskan pada mulut yang terkena keropeng. Penyakit mata ditandai dengan keluarnya cairan mata dan mata berwarna merah. Cairan tersebut menjadi putih kotor dan menutupi bagian mata sehingga ternak tidak dapat melihat sempurna. Pengobatan dilakukan dengan pemberian Erlamycetin salep sampai penyakit yang diderita hilang. Gejala lain yang diderita oleh ternak pada saat penelitian yaitu mencret yang dimungkinkan penyebabnya adalah pemberian rumput yang masih basah dan diduga terdapat larva cacing pita yang ikut masuk dalam saluran pencernaan. Kondisi Lingkungan Penelitian Suhu dan kelembaban rata-rata kandang pada waktu pagi, siang dan sore hari sangat bervariasi yaitu berkisar 260C, 330C dan 29 0C dengan kelembaban berkisar 88%, 63% dan 77% (Darmanto, 2009). Perubahan suhu dan kelembaban yang tinggi selama penelitian berpengaruh terhadap aktivitas tingkah laku yang ditampilkan. Suhu dan kelembaban udara yang optimum bagi ternak untuk berproduksi di daerah tropis adalah 4 0C – 24 0C (Tomaszweska et al., 1993). Hujan masih sering selama penelitian. Curah hujan mengalami penurunan pada bulan April dan meningkat di
bulan Mei 2009 dimana pada bulan Maret, April dan Mei berkisar 28,75 0C, 29,290C dan 28,330C seperti tercantum dalam Tabel 4 (BMG, 2009). Tabel 4. Parameter Iklim Daerah Darmaga dan Sekitarnya Tahun 2009 Parameter
Bulan Maret
April
Mei
Curah Hujan Total/bulan (mm/m2)
261,10
259,90
570,60
Curah Hujan Rataan/hari (mm/m2)
24
20
27
40,50
0,00
0,00
0,00
62,2
115,10
82
82
85
Kelembaban Kandang (%)
75,78
76,83
77,33
Suhu Lingkungan (0C)
25,00
26,20
26,10
Suhu Kandang (0C)
28,75
29,29
28,33
Kecepatan Angin Total (Km/jam)
62,50
50,10
47,60
Kecepatan Angin Rataan (Km/jam)
2,02
1,70
1,50
Curah Hujan Min (mm/m2) 2
Curah Hujan Max (mm/m ) Kelembaban Lingkungan (%)
Sumber : Badan Meteorologi dan Geofisika Darmaga-Bogor, 2009 Keterangan : Waktu pengukuran setiap hari diukur pada pukul 07.00; 13.00 dan 18.00
Suhu dalam kandang dan luar kandang hampir sama yaitu sebesar 33°C dan adanya perubahan suhu dalam kandang yang tinggi antara pagi, siang dan sore. Keadaan suhu dalam kandang tersebut diduga disebabkan oleh penggunaan asbes sebagai atap kandang. Bahan asbes memiliki kecenderungan untuk meneruskan panas ke dalam kandang lebih tinggi dibandingkan dengan atap kandang yang tersusun dari genteng sehingga penggunaan penyusun atap kandang perlu diperhatikan agar suhu dalam kandang tidak berubah drastis agar domba tidak mengalami stres sehingga domba mampu meningkatkan produktivitas yang tinggi. Tingkah Laku Makan Menurut Campbell et. al., (2003), pakan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perubahan tingkah laku makan domba ekor tipis. Perubahan tersebut menyangkut palatabilitas (daya kesukaan) dari pakan yang diberikan. Jika palatabilitas tinggi maka konsumsi pakan akan semakin tinggi. Tingkah laku makan sangat berkaitan dengan jumlah konsumsi pakan ternak dimana semakin tinggi konsumsi pakan, konsumsi kandungan nutrisi semakin banyak untuk memenuhi
kebutuhan hidup dan kebutuhan produksi sehingga dapat meningkatkan produktivitas ternak yang dapat dilihat dari peningkatan jumlah ternak dan kualitas pertumbuhan ternak tersebut. Indikator produktivitas yang baik dapat dilihat dari tingkah laku yang ditampilkan secara normal. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan terhadap aktivitas tingkah laku makan berbeda sangat nyata (P<0,01)(Tabel 5). Perbedaan yang nyata terhadap tingkah laku makan ditampilkan oleh domba yang pakannya tidak ditambah kulit singkong (P0) dengan domba yang pakannya ditambah kulit singkong (P1, P2 dan P3). Sedangkan pada domba yang ditambah pakan kulit singkong antara P1, P2 dan P3 tidak berbeda nyata satu sama lain. Domba P0 melakukan aktivitas tingkah laku makan sebesar 75,31% dari total waktu pengamatan, sedangkan domba P1, P2 dan P3 melakukan aktivitas tingkah laku makan, masing-masing sebesar 51,76%, 56,79% dan 59,61%. Penurunan aktivitas tingkah laku makan yang ditampilkan pada ternak yang diberikan campuran pakan kulit singkong diduga disebabkan oleh rasa pahit yang ditimbulkan oleh kandungan asam sianida (HCN) sebesar 439,67 mg/kg (Badan Penelitian dan Pengembangan Industri, 2009). Dosis letal untuk domba yang berkisar 2,5-4,5 mg/kg bobot badan/hari
(Sumoprastowo,
1987)
sehingga
diperlukan
perhatian
dalam
penggunaannya sebagai bahan campuran pakan ternak untuk menghindari pengaruh negatif dari kandungan asam sianida (HCN). Tabel 5. Aktivitas Tingkah Laku Makan Domba Ekor Tipis yang Diberi Campuran Pakan Kulit Singkong Dengan Level yang Berbeda
Keterangan : P0 P1 P2 P3
Perlakuan
Rataan (%)
P0
75,31 ± 5,66 A
P1
51,76 ± 3,71B
P2
56,79 ± 1,72 B
P3
59,61 ± 2,14 B
= = = =
100% rumput dan 0% kulit singkong 80% rumput dan 20% kulit singkong 60% rumput dan 40% kulit singkong 40% rumput dan 60% kulit singkong
Hasil analisis selanjutnya yang dilakukan secara terpisah pada pagi, siang dan sore hari menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan terhadap aktivitas tingkah laku makan pada pagi hari tidak berbeda nyata (P>0,05) tetapi ada kecenderungan
perlakuan berpengaruh terhadap tingkah laku makan domba ekor tipis pada waktu pagi hari (P=0,059). Domba P0 melakukan aktivitas tingkah laku makan sebesar 100% dari total waktu pengamatan, sedangkan domba P1, P2 dan P3 melakukan aktivitas tingkah laku makan, masing-masing sebesar 62,96%, 70,37% dan 62,97% (Tabel 6). Kecenderungan penurunan aktivitas tingkah laku makan domba yang pakannya ditambah kulit singkong pada pagi hari (07.00-09.00 WIB) diduga disebabkan oleh rasa pahit yang ditimbulkan oleh kandungan asam sianida (HCN) yang melebihi dosis letal untuk domba sehingga diperlukan perhatian dalam penggunaan kulit singkong meskipun menurut hasil analisis ragam menunjukkan perlakuan tidak mempengaruhi aktivitas tingkah laku makan yang ditampilkan pada pagi hari, tetapi ada kecenderungan pengaruh negatif yang dapat menurunkan aktivitas tingkah laku makan yang ditampilkan. Tabel 6. Rataan Tingkah Laku Makan pada Pagi Hari Akibat Pemberian Perlakuan Pakan Kulit Singkong. Perlakuan
Rataan (%)
P0
100,00 ± 0,00
P1
62,96 ± 23,13
P2
70,37 ± 16,97
P3
62,97 ± 12,83
Keterangan : P0 = 100% rumput dan 0% kulit singkong P1 = 80% rumput dan 20% kulit singkong P2 = 60% rumput dan 40% kulit singkong P3 = 40% rumput dan 60% kulit singkong
Hasil analisis ragam menunjukan bahwa pengaruh perlakuan terhadap aktivitas tingkah laku makan pada siang hari tidak berbeda nyata (P>0,05) (Tabel 7). Domba P0 melakukan aktivitas tingkah laku makan sebesar 75,37% dari total waktu pengamatan, sedangkan domba P1, P2 dan P3 melakukan aktivitas tingkah laku makan, masing-masing sebesar 66,67%, 59,99% dan 66,67%. Hasil analisis ragam tidak berbeda nyata akan tetapi ada kecenderungan penurunan aktivitas tingkah laku makan yang ditampilkan pada ternak yang diberikan campuran pakan kulit singkong yang diduga disebabkan oleh rasa pahit dari kandungan asam sianida (HCN) yang melebihi dosis letal untuk domba sehingga mengurangi daya suka (palatabilitas) dan ada pengaruh suhu dalam kandang yang tinggi (33°C) yang dapat menurunkan aktivitas tingkah laku makan. Suhu dan kelembaban udara yang optimum bagi ternak
untuk berproduksi di daerah tropis adalah 40C – 240C (Tomaszweska et al., 1993). Suhu yang tinggi cenderung akan menampilkan tingkah laku minum lebih banyak karena adanya rangsangan haus dari dalam tubuhnya. Tabel 7. Rataan Tingkah Laku Makan pada Siang Hari Akibat Pemberian Perlakuan Pakan Kulit Singkong Perlakuan
Rataan (%)
P0
75,37 ± 16,97
P1
66,67 ± 0,00
P2
59,99 ± 21,91
P3
66,67 ± 0,00
Keterangan : P0 = 100% rumput dan 0% kulit singkong P1 = 80% rumput dan 20% kulit singkong P2 = 60% rumput dan 40% kulit singkong P3 = 40% rumput dan 60% kulit singkong
Hasil analisis ragam menunjukan bahwa pengaruh perlakuan terhadap aktivitas tingkah laku makan pada sore hari tidak berbeda nyata (P>0,05) (Tabel 8). Domba P0 melakukan aktivitas tingkah laku makan sebesar 55,55% dari total waktu pengamatan, sedangkan domba P1, P2 dan P3 melakukan aktivitas tingkah laku makan, masing-masing sebesar 25,92%, 33,33% dan 40,74%. Hasil analisis ragam tidak berbeda nyata akan tetapi ada kecenderungan penurunan aktivitas tingkah laku makan yang ditampilkan pada ternak yang diberikan campuran pakan kulit singkong diduga disebabkan oleh rasa pahit dari kandungan asam sianida (HCN) yang terkandung dalam kulit singkong, sehingga domba kurang menyukai pakan yang ditambah kulit singkong. Disamping itu, suhu yang tinggi dapat menurunkan aktivitas tingkah laku makan tetapi dapat meningkatkan aktivitas tingkah laku minum. Pada siang hari, suhu berkisar 29 0C. Suhu yang optimum bagi ternak untuk berproduksi di daerah tropis adalah 4 0C – 240C (Tomaszweska et al., 1993). Suhu yang tinggi cenderung akan memunculkan aktivitas tingkah laku minum lebih banyak karena adanya rangsangan haus dari dalam tubuhnya untuk menjaga suhu tubuh dan menjaga kandungan cairan dalam tubuh ternak tersebut.
Tabel 8. Rataan Tingkah Laku Makan pada Sore Hari Akibat Pemberian Perlakuan Pakan Kulit Singkong. Perlakuan
Rataan (%)
P0
55,55 ± 22,23
P1
25,92 ± 12,83
P2
33,33 ± 0,00
P3
40,74 ± 6,41
Keterangan: P0 = 100% rumput dan 0% kulit singkong P1 = 80% rumput dan 20% kulit singkong P2 = 60% rumput dan 40% kulit singkong P3 = 40% rumput dan 60% kulit singkong
Aktivitas tingkah laku makan cenderung menurun dari pagi hari, siang hari sampai sore hari. Penurunan tersebut diduga disebabkan oleh pakan yang sudah tidak segar lagi sehingga dapat menurunkan palatabilits domba terhadap pakan tersebut. Menurut (Campbell et al., 2003), faktor-faktor yang mempengaruhi tingkah laku merumput domba adalah (1) faktor hewan yaitu umur, keadaan fisiologis dan kebutuhan zat makanan (2) faktor tanaman yaitu jenis hijauan, palatabilitas dan tinggi tanaman (3) faktor lingkungan yaitu hujan, temperatur dan kelembaban. Suhu udara yang tinggi maka konsumsi pakan akan menurun. konsumsi air minum yang tinggi berakibat pada penurunan konsumsi energi. Tingkah Laku Agonistik Tingkah laku agonistik merupakan suatu cara untuk mengatasi kendala, serangan, kepatuhan, melarikan diri dan pasif. Beberapa bentuk tingkah laku diantaranya adalah mengkais, menanduk, mendorong dengan bahu, lari bersama dan menerjang (menendang dan berkelahi, melarikan diri, menanduk). Ensminger (2002) menyatakan bahwa tingkah laku agonistik pada domba jantan diperlihatkan pada saat berkelahi dengan mundur terlebih dahulu kemudian menyerang dengan cara menumbukkan kepalanya atau tanduknya pada kepala lawan. Domba akan terus berkelahi sampai salah satu dari mereka berhenti dan menyerah. Biasanya domba sebelum berkelahi dia akan mengendus. Hasil analisis ragam menunjukan bahwa pengaruh perlakuan terhadap aktivitas tingkah laku agonistik tidak berbeda nyata (P>0,05) (Tabel 9). Domba P0 melakukan aktivitas tingkah laku agonistik sebesar 0,00% dari total waktu pengamatan yang diberikan, sedangkan domba P1, P2 dan P3 melakukan aktivitas
tingkah laku agonistik, masing-masing sebesar 0,00%, 0,09% dan 2,48%. Hasil analisis tidak berbeda nyata akan tetapi ada kecenderungan peningkatan aktivitas tingkah laku agonistik yang ditampilkan pada ternak yang diberikan campuran pakan kulit singkong yang kemungkinan disebabkan oleh kandungan asam sianida (HCN) yang melebihi dosis letal asam sianida (HCN) untuk domba. Kandungan asam sianida (HCN) terakumulasi dalam tubuh domba yang dapat memberikan efek ketidaknymanan pada tubuh domba yang berdampak munculnya aktivitas tingkah laku agonistik sehingga diperlukan perhatian dalam penggunaan kulit singkong sebagai bahan campuran pakan ternak. Tabel 9. Aktivitas Tingkah Laku Agonistik Domba Ekor Tipis yang Diberi Campuran Pakan Kulit Singkong Dengan Level yang Berbeda.
Keterangan:
Perlakuan
Rataan (%)
P0
0,00
P1
0,00
P2
0,09 ± 0,16
P3
2,48 ± 0,21
P0 = 100% rumput dan 0% kulit singkong P1 = 80% rumput dan 20% kulit singkong P2 = 60% rumput dan 40% kulit singkong P3 = 40% rumput dan 60% kulit singkong
Hasil penelitian selanjutnya yang dilakukan secara terpisah pada pagi, siang dan sore hari menunjukkan bahwa aktivitas tingkah laku domba P0, P1, P2 dan P3 pada waktu pagi hari tidak menampilkan aktivitas agonistik (Tabel 10). Aktivitas tingkah laku agonistik tidak tampak pada domba yang tanpa diberi campuran pakan kulit singkong (P0) dan domba yang diberikan campuran pakan kulit singkong (P1, P2 dan P3), Aktivitas tingkah laku agonistik tidak tampak diduga disebabkan domba cenderung melakukan aktivitas tingkah laku makan untuk memenuhi rangsangan lapar dari dalam tubuhnya dan ada pengaruh suhu dalam kandang yang berkisar 26°C. Suhu dalam kandang pada waktu pagi hari mendekati suhu optimal ternak 40C – 240C (Tomaszweska et al., 1993) sehingga aktivitas tingkah laku makan pada pagi hari cenderung tinggi serta belum adanya pengaruh negatif akibat akumulasi kandungan asam sianida (HCN) pada domba yang diberikan campuran pakan kulit singkong terhadap tingkah laku agonistik.
Tabel 10. Rataan Tingkah Laku Agonistik pada Pagi Hari Akibat Pemberian Perlakuan Pakan Kulit Singkong. Perlakuan
Rataan (%)
P0
0,00
P1
0,00
P2
0,00
P3
0,00
Keterangan: P0 = 100% rumput dan 0% kulit singkong P1 = 80% rumput dan 20% kulit singkong P2 = 60% rumput dan 40% kulit singkong P3 = 40% rumput dan 60% kulit singkong
Hasil analisis ragam menunjukan bahwa pengaruh perlakuan terhadap aktivitas tingkah laku agonistik pada siang hari tidak berbeda nyata (P>0,05) (Tabel 11). Domba P0 melakukan aktivitas tingkah laku agonistik sebesar 0,00% dari total waktu pengamatan yang diberikan, sedangkan domba P1, P2 dan P3 melakukan aktivitas tingkah laku agonistik, masing-masing sebesar 0,00%, 0,28 % dan 0.00%. Hasil analisis ragam tidak berbeda nyata tetapi pada domba P2 menampilkan aktivitas tingkah laku agonistik yang kemungkinan disebabkan oleh penggunaan kulit singkong yang mengandung asam sianida (HCN) yang melebihi dosis letal untuk domba. Asam sianida (HCN) terakumulasi dalam tubuh dan dipacu oleh suhu dalam kandang pada siang hari yang berkisar 33°C yang melebihi suhu optimal sehingga menimbulkan efek ketidaknyamanan pada tubuh domba tersebut. Tabel 11. Rataan Tingkah Laku Agonistik pada Siang Hari Akibat Pemberian Perlakuan Pakan Kulit Singkong. Perlakuan
Rataan (%)
P0
0,00
P1
0,00
P2
0,28 ± 0,49
P3
0,00 ± 0,00
Keterangan: P0 = 100% rumput dan 0% kulit singkong P1 = 80% rumput dan 20% kulit singkong P2 = 60% rumput dan 40% kulit singkong P3 = 40% rumput dan 60% kulit singkong
Hasil analisis ragam menunjukan bahwa pengaruh perlakuan terhadap aktivitas tingkah laku agonistik pada sore hari berbeda nyata (P<0,05) (Tabel 12).
Aktivitas tingkah laku agonistik yang ditampilkan antara domba yang pakannya tidak ditambah kulit singkong (P0) dengan domba yang pakannya ditambah kulit singkong (P1, P2 dan P3) tidak berbeda nyata, serta pada domba yang ditambah pakan kulit singkong antara P1, P2 dan P3 tidak berbeda nyata satu sama lain. Domba P3 menampilkan aktivitas tingkah laku agonistik sebesar 7,45% yang kemungkinan disebabkan oleh penggunaan kulit singkong yang mengandung asam sianida (HCN) yang melebihi dosis letal asam sianida (HCN) untuk domba. Kandungan asam sianida (HCN) yang terakumulasi dalam tubuh dan suhu dalam kandang yang berkisar 29°C melebihi suhu optimal untuk domba sehingga menimbulkan efek ketidaknyamanan pada tubuh domba tersebut. Tabel 12. Rataan Tingkah Laku Agonistik pada Sore Hari Akibat Pemberian Perlakuan Pakan Kulit Singkong. Perlakuan
Rataan
P0
0,00A
P1
0,00A
P2
0,00A
P3
7,45 ± 6,33A
Keterangan: P0 = 100% rumput dan 0% kulit singkong P1 = 80% rumput dan 20% kulit singkong P2 = 60% rumput dan 40% kulit singkong P3 = 40% rumput dan 60% kulit singkong
Penggunaan kulit singkong diatas 20% akan menyebabkan tingkah laku agonistik lebih besar. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh pengaruh kandungan asam sianida (HCN) yang terkandung dalam kulit singkong yang dapat memberikan efek ketidaknyamanan dalam tubuh ternak. Ketidaknyamanan dalam tubuh ternak kemungkinan disebabkan oleh pengaruh negatif kandungan asam sianida (HCN) yang terpacu oleh suhu yang tinggi sehingga domba menampilkan aktivitas tingkah laku agonistik. Tingkah laku agonistik dapat berpengaruh terhadap produktivitas dan kualitas domba yang dihasilkan pada usaha penggemukan domba. Pertambahan bobot badan akan berkurang karena domba menggunakan energi untuk melakukan aktivitas tingkah laku agonistik dan kualitas daging akan berkurang karena adanya memar dan luka yang dapat menurunkan harga jual dan menurunkan daya tarik daging tersebut.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Penggunaan kulit singkong sebagai bahan campuran pakan baik dengan kadar 20, 40 dan 60% untuk ternak sangat nyata menurunkan aktivitas tingkah laku makan domba ekor tipis, walaupun belum menyebabkan peningkatan tingkah laku agonistik domba tersebut. Penggunaan kulit singkong dibawah 20% kemungkinan akan menimbulkan efek yang lebih baik sehingga perlu adanya perhatian dalam penggunaan kulit singkong sebagai bahan campuran pakan untuk ternak. Saran Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan dengan menggunakan kadar kulit singkong dibawah 20%, pakan yang lebih terukur kandungan nutrisinya dan jumlah ternak yang lebih banyak lagi dan lama pengamatan per ternak perlu ditingkatkan sehingga dapat diperoleh hasil yang lebih akurat lagi.
UCAPAN TERIMAKASIH Alhamdulillahirobbil’alamin. Puji syukur dan sembah sujud Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas nikmat, rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis dalam kesempatan ini, ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak dan Ibu tercinta yang dengan kesabaran dan ketulusan hatinya selalu memberikan dorongan baik berupa materil, kasih sayang dan doa, serta adik dan kasih tersayang, 2. Dr. Ir. Mohamad Yamin, Magr.Sc. dan Ir. Maman Duldjaman, MS. sebagai dosen pembimbing yang dengan sabar membimbing, memberi motivasi dan masukan berarti bagi Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 3. Teman-teman seperjuangan (M.U, Alwi, Panji, Aidil, Dede, Aish dan Mulya), terima kasih atas kebersamaan, kerja sama dan dukungannya. 4. Rekan-rekan kandang dan pihak yang telah membantu selama penelitian (Haer, Pak Arif) serta keluarga Mas Budi (Mbak Aisah, Mbak Lina, Mang Indra dan Mas Tono) yang telah memberikan sumbangsih besar bagi kelancaran penelitian ini. 5. Sahabatku tercinta (Dianti, Ayu dan Pipit,) yang teramat berarti bagi Penulis, terima kasih atas semua kasih sayang, dukungan dan doa yang kalian berikan. 6. Ucapan terima kasih spesial untuk Dian, sahabat yang paling penulis sayangi, yang luar biasa besar perannya hingga Penulis dapat menyelesaikan masa studi ini. 7. Tak lupa Penulis ucapkan terima kasih kepada teman-teman seperjuangan IPTP 42. Mudah-mudahan kebersamaan selama ini menjadi kenangan yang berharga. 8. Teman-teman penghuni Wisma Adi Sanggoro yang terlalu banyak untuk disebutkan, terima kasih untuk kebersamaannya.
Bogor, Juli 2009
Penulis
DAFTAR PUSTAKA Anggorodi. 1990. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia, Jakarta. Arnold, G. W. and M. L. Dudzinski. 1978. Ethology of Free Ranging Domestic Animal. Elsevier Scientific Publishing Company, New york Appleby, M. C. and Hughes B. O. 1997. Animal Walfare. Cambridge University Press, New York. Aurora, S. P. 1989. Pencernaan Mikroba pada Ruminansia. Terjemahan : Retno Muwarni. Universitas Gadjah Mada Press, Yogyakarta. Badan Pusat Statistik. 2002. Statistik Pertanian. Pusat Data dan Informasi Pertanian. Departemen Pertanian, Jakarta. Balagopalan C., G. Padmaja, S. K. Nanda and S. N. Moorthy. 1988. Cassava in Food, Feed and Industry. CRC Press, Florida. Cahyono, B. 1998. Beternak Domba dan Kambing. Kanisius, Yogyakarta. Cambell, Jhon R. 2003. Animal Science 4th. Mc Graw Hill, New York. Church, D. C. and W. G. Pond. 1988. Basic Animal and Feeding. John Willey and Son. New York, Singapore. Ciptadi, W. 1977. Umbi Ketela Pohon Sebagai Bahan Industri. Departemen Teknologi Hasil Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Clutton, Juliet dan Brock. 1981. Domesticated Animals . The British Museum (Natural History), London And William Heinemann Ltd, 10 Upper Grosvenor Street, London W1X (PA), London. Djaeni, A. 1987. Imu Gizi. Jilid 2. Penerbit Dian Rakyat, Jakarta. Ensminger E, M. 2002. Sheep & Goat Dcience Sixth Edition. Interstate Publisher, Inc. Danville, Illinois. Darmanto, D. U. E. 2009. Respon fisiologis domba ekor tipis jantan yang diberi pakan rumput Brachiaria humidicola dan kulit singkong pada level yang berbeda. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Fraser, F. A. 1975. Farm Animal Behavior. The Macmillan Publishing Company Inc, New York. Fraser, A. F. dan D. M. Broom. 1990. Farm Animal Behavior and Welfrare. Bailliiere Tindal publisher, London. Fleagle, J. G. 1988. Primate Adaptation ad Evolution. Academic Press. Harcout Brace and Company, New York. Gohl, B. O. 1975. Tropical feeds, feeds Information, summaries, and nutritive value. Dalam: Skerman, P. J. and F. Rivers (Eds). Tropical Grasses. Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome. Grace, M. R. 1977. Cassava Processing. Food and Agriculture Organization of the United Nation, Rome.
Grier, J. W. 1984. Biology Of Animal Behavior. Times Mirrir/Mosby College Publishing. St. Louis, Missouri. Hafez, E. S. E. 1969. The Behavior of Domestic Animals. William and Wilking Co, Baltimore. Hart, B. L. 1985. The Behavior of Domestic Animals. W. H. Freeman, New York. Hermawan, M. U. 2009. Performa produksi domba ekor tipis jantan pada berbagai level substitusi kulit singkong terhadap rumput dalam ransum. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Houpt, Katherine A. 2005. Domestic Animal Behavior fourth Edition. Blackwell Publishing, New York. Iniguez, L., M. Sanhez and S. P. Ginting. 1991. Productivity of Sumatran sheep in a system integrated with rubber plantation. Small Ruminant Research. 5 : 303307. Inounu, I. dan K. Diwyanto. 1996. Pengembangan ternak domba di Indonesia. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. XV (3) : 61-68. Jayadi, S. 1991. Pengenalan jenis tanaman pakan. Makalah Pelatihan Hijauan Makanan Ternak (Kalimantan II). Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Kasim, K. 2002. Potensi Anoa (Bubalus depressicornis dan Bubalus quarlesi) sebagai satwa budidaya dalam mengatasi kepunahanmya. Thesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Kammlade, W. G., Sr. and W. G., Yr. Kammlade. 1955. Sheep Science. Lippicot Co, New York. Lingga, P. 1989. Bertanam Ubi-ubian. Penerbit Swadaya, Jakarta. Mattjik, A. A. dan I. M. Sumertajaya. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Institut Pertanian Bogor Press, Bogor. Moss, R. 1992. Livestock Health And Welfare. Longman Scientific and Technical, London. Muchtadi, R. T. dan Sugiyono. 1989. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Petunjuk Laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. National Research Council. 1985. Nutrient Requirement of Sheep. 6th Revised Edition. National Academy Press, Washington. Rukmana, R. H. 1997. Ubi Kayu, Budidaya dan Pasca Panen. Penerbit Kanisius, Jakarta. Siregar, S. B. 1984. Pengaruh ketinggian tempat terhadap konsumsi makanan dan pertumbuhan kambing dan domba lokal di daerah Yogyakarta. Jurnal Ilmu
dan Peternakan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Bogor. Skerman, P. J. and F. Rivers. 1990. Tropical Grasses. Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome. Sumoprastowo, R. M. 1987. Beternak Domba Pedaging dan Wool. Bharata Karya Aksara, Jakarta. Tanudimadja, K. 1982. Buku Penuntun Kuliah Etologi. Edisi Kedua. School of Environmental Conservation Management Ciawi, Bogor. Taylor, E. Robert dan Thomas G. Field. 1977. Scientific Farm Animal Production 8th. Person Education., Inc., New Jersey. Tillman, E., H. Hartadi, S. Reksohadiprajdo. dan S. Labdosoeharjo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Williamson, G. dan W. J. A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Tomaszewska, M. W., I. M. Mastika, A. Djajanegara, S. Gardiner dan T. R. Wiradarya. 1993. Produksi Kambing dan Domba di Indonesia. Sebelas Maret University Press, Surakarta. World Veterinary Association. 1991. Policy statement on animal welfare, well-being and ethology. World Veterinary Association Bulletin 7(2) : 38-9; Dalam : Moss, R. 1992. Livestock Health And Welfare. Longman Scientific and Technical, London.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Perhitungan Total Digestible Nutrient (TDN) Pakan Rumput Brachiaria humidicola dan Kulit Singkong. Pakan
Persamaan dan Hasil % TDN = -26,685 + 1,334 (SK) + 6,598 (LK) + 1,423 (BetN) + 0,967 (PK) – 0,002 (SK)2 – 0,670 (LK)2 – 0,024 (SK)(BetN) – 0,055 (LK)(BetN) – 0,146 (LK)(PK) + 0,039 (LK)2 (PK) Rumput % TDN = -26,685 + 1,334 (27,28) + 6,598 (2,34) + 1,423 Brachiaria (53,79) + 0,967 (8,94) – 0,002 (27,28)2 – 0,670 humidicola (2,34)2 – 0,024 (27,28)(53,79) – 0,055 (2,34)(53,79) – 0,146 (2,34)(8,94) + 0,039 (2,34)2 (8,94) = 43,88% % TDN = 22,822 – 1,440 SK – 2,875 L + 0,655 BETA–N + 0,863 P + 0,020 SK2 – 0,078 L2 + 0,018 (SK)(BETA-N) + 0,045 (L)(BETA-N) – 0,085 (L)(P) + 0,020 (L2)(P) % TDN = 22,822 – 1,440(10.10) – 2,875 (0,73) + 0,655 Kulit Singkong (76,08) + 0,863 (10,05) + 0,020 (10,10)2 – 0,078 (0,73)2 + 0,018 (10,10)(76,08) + 0,045 (0,73)(76,08) – 0,085 (0,73)(10,05) + 0,020 (0,73)2 (10,05) = 82,42% Sumber : Hartadi et al., (1990) Keterangan : SK = Serat Kasar LK = Lemak Kasar PK = Protein Kasar BetN = Bahan Ekstrak tanpa Nitrogen TDN = Total Digestible Nutrient
Lampiran 2. Hasil Uji Analisis Ragam Perilaku Makan.
Perilaku Makan 20:17 Saturday, May 27, 2000 2 The ANOVA Procedure Dependent Variable: makan
Source
DF
Model
3
Error
8
Sum of Squares Mean Square 87.9565667
29.3188556
29.6229333
Corrected Total 11
F Value
Pr > F
7.92 0.0089
3.7028667
117.5795000
R-Square
Coeff Var
Root MSE
makan Mean
0.748060
5.670498
1.924283
33.93500
Source
DF
perlakuan
3
Anova SS 87.95656667
Mean Square F Value 29.31885556
7.92
Pr > F 0.0089
Lampiran 3. Hasil Uji Perbandingan (Tuckey) Perilaku makan. Uji Perbandingan (Tuckey) Output Minitab: Faktor “Perilaku makan” Tukey 95% Simultaneous Confidence Intervals All Pairwise Comparisons among Levels of perl Individual confidence level = 98,74% perl = 1 subtracted from: perl Lower Center Upper ----+---------+---------+---------+----2 -11,848 -6,790 -1,732 (---------*----------) 3 -10,828 -5,770 -0,712 (---------*----------) 4 -11,045 -5,987 -0,928 (---------*---------) ----+---------+---------+---------+-----10,0 -5,0 0,0 5,0 perl = 2 subtracted from: perl Lower Center Upper ----+---------+---------+---------+----3 -4,038 1,020 6,078 (---------*---------) 4 -4,255 0,803 5,862 (----------*---------) ----+---------+---------+---------+-----10,0 -5,0 0,0 5,0 perl = 3 subtracted from: perl Lower Center Upper ----+---------+---------+---------+----4 -5,275 -0,217 4,842 (----------*---------) ----+---------+---------+---------+-----10,0 -5,0 0,0 5,0
Lampiran 4. Tingkah Laku Makan Pada Pagi Hari Akibat Pemberian Perlakuan Pakan Kulit Singkong ————— 11/17/2009 8:50:51 AM ———————————————————— One-way ANOVA: NILAI versus PERLAKUAN Source DF SS MS F P PERLAKUAN 3 0.2798 0.0933 3.78 0.059 Error 8 0.1975 0.0247 Total 11 0.4773 S = 0.1571 R-Sq = 58.62% R-Sq(adj) = 43.10%
Lampiran 5. Tingkah Laku Makan Pada Siang Hari Akibat Pemberian Perlakuan Pakan Kulit Singkong One-way ANOVA: NILAI versus PERLAKUAN Source DF SS MS F P PERLAKUAN 3 0.0168 0.0056 0.29 0.830 Error 8 0.1536 0.0192 Total 11 0.1704 S = 0.1386 R-Sq = 9.88% R-Sq(adj) = 0.00%
Lampiran 6. Tingkah Laku Makan Pada Sore Hari Akibat Pemberian Perlakuan Pakan Kulit Singkong One-way ANOVA: NILAI versus PERLAKUAN Source DF SS MS F P PERLAKUAN 3 0.1440 0.0480 2.74 0.113 Error 8 0.1399 0.0175 Total 11 0.2840 S = 0.1323 R-Sq = 50.72% R-Sq(adj) = 32.24%
Lampiran 7. Hasil Uji Analisis Ragam Perilaku Agonistik. Perilaku Agonistik 19:56 Saturday, May 27, 2000 2 The ANOVA Procedure Dependent Variable: agonistik
Source
DF
Sum of Squares
Model
3
13.54755833
4.51585278
Error
8
8.93393333
1.11674167
Corrected Total
11
22.48149167
Source perlakuan
Mean Square
F Value
4.04 0.0506
R-Square
Coeff Var
Root MSE
0.602609
164.0507
1.056760
0.644167
Anova SS
Mean Square
F Value
DF 3
13.54755833
4.51585278
Pr > F
agonistik Mean
4.04
Pr > F
0.0506
Lampiran 8. Tingkah Laku Agonistik Pada Pagi Hari Akibat Pemberian Perlakuan Pakan Kulit Singkong One-way ANOVA: NILAI versus PERLAKUAN Source DF SS MS F P PERLAKUAN 3 0.0000000 0.0000000 * * Error 8 0.0000000 0.0000000 Total 11 0.0000000 S = 0 R-Sq = *% R-Sq(adj) = *%
Lampiran 9. Tingkah Laku Agonistik Pada Siang Hari Akibat Pemberian Perlakuan Pakan Kulit Singkong One-way ANOVA: NILAI versus PERLAKUAN Source DF SS MS F P PERLAKUAN 3 0.0000181 0.0000060 1.00 0.441 Error 8 0.0000482 0.0000060 Total 11 0.0000662 S = 0.002454 R-Sq = 27.27% R-Sq(adj) = 0.00%
Lampiran 10. Tingkah Laku Agonistik Pada Sore Hari Akibat Pemberian Perlakuan Pakan Kulit Singkong One-way ANOVA: NILAI versus PERLAKUAN Source DF SS MS F P PERLAKUAN 3 0.01251 0.00417 4.17 0.047 Error 8 0.00801 0.00100 Total 11 0.02052 S = 0.03164 R-Sq = 60.97% R-Sq(adj) = 46.34%
Lampiran 11. Hasil Uji Perbandingan (Tuckey) Perilaku Agonistik Tukey 95% Simultaneous Confidence Intervals All Pairwise Comparisons among Levels of PERLAKUAN Individual confidence level = 98.74%
PERLAKUAN = 0 subtracted from: PERLAKUAN 1 -0.08275 2 -0.08275 3 -0.00818
Lower Center Upper 0.00000 0.08275 0.00000 0.08275 0.07457 0.15731
PERLAKUAN +---------+---------+---------+--------1 (---------*---------) 2 (---------*---------) 3 (---------*----------) +---------+---------+---------+---------0.160 -0.080 0.000 0.080
PERLAKUAN = 1 subtracted from: PERLAKUAN
Lower Center
Upper
2 3
-0.08275 0.00000 0.08275 -0.00818 0.07457 0.15731
PERLAKUAN +---------+---------+---------+--------2 (---------*---------) 3 (---------*----------) +---------+---------+---------+---------0.160 -0.080 0.000 0.080
PERLAKUAN = 2 subtracted from: PERLAKUAN Lower Center Upper 3 -0.00818 0.07457 0.15731 PERLAKUAN +---------+---------+---------+--------3 (---------*----------) +---------+---------+---------+---------0.160 -0.080 0.000 0.080