APLIKASI INDEKS MORFOLOGI DALAM PENDUGAAN BOBOT BADAN DAN TIPE PADA DOMBA EKOR GEMUK DAN DOMBA EKOR TIPIS
SKRIPSI HAFIZ
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
RINGKASAN HAFIZ. D14102078. 2009. Aplikasi Indeks Morfologi dalam Pendugaan Bobot Badan dan Tipe atau Jenis pada Domba Ekor Gemuk dan Domba Ekor Tipis. Skripsi. Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Ir. Sri Rahayu, MSi. Pembimbing Anggota : Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, MAgr.Sc. Indeks adalah alternatif dalam penilaian ternak sebagai indikator tipe dan fungsi ternak. Indeks dianggap paling tepat dalam penilaian bobot badan karena mencangkup konformasi atau bentuk ternak, panjang dan keseimbangan tubuh ternak. Indeks diharapkan menjadi alternatif uji empiris dengan terbatasnya pengukuran tunggal untuk penilaian bobot dan tipe ternak. Indeks juga diharapkan dapat meningkatkan kemampuan peternak dalam mengevaluasi ternak dan juga dapat meningkatkan kemampuan dalam memilih potensi breeding stock. Penelitian ini bertujuan untuk menguji sistem pengukuran tubuh dan indeks morfologi dalam mengevaluasi ternak untuk menduga bobot badan dan tipe ternak pada domba ekor gemuk dan domba ekor tipis. Penelitian ini dilaksanakan di Mitra Tani Farm di Desa Tegal Waru Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor dan dilaksanakan selama satu bulan pada bulan Maret 2009. Penelitian ini dilakukan dengan cara melakukan pengukuran dan pengamatan terhadap parameter tubuh ternak domba seperti bobot badan, panjang badan, tinggi badan, tinggi pinggul, lingkar dada, dalam dada, lebar dada, lebar pinggul dan panjang pinggul. Selanjutnya data bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh domba dianalisis dengan statistik deskriptif, uji rerata (uji t) dan indeks morfologi. Indeks morfologi yang dimaksud yaitu weight, height slope, length index, width slope, depth index, foreleg length index, balance dan cumulative index. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa domba ekor gemuk mempunyai nilai bobot badan dan semua ukuran tubuh yang lebih tinggi dari domba ekor tipis. Cumulative index mempunyai peranan yang paling penting dalam menentukan tipe dari suatu ternak domba. Nilai cumulative index domba ekor tipis yaitu 3,33, sedangkan pada domba ekor gemuk yaitu 3,66. Nilai cumulative index domba ekor gemuk lebih besar dari domba ekor tipis, meskipun dengan perbedaan yang tidak terlalu signifikan Indeks morfologi sangat berperan penting dalam pendugaan tipe ternak domba. Dengan sedikit revisi indeks Weight dapat digunakan untuk menduga bobot badan ternak domba dengan hasil yang cukup akurat. Nilai length index dapat menjelaskan tipe ternak domba apakah tubuhnya bertipe panjang atau bertipe tinggi, sedangkan nilai Depth index dapat menjelaskan ternak domba bertipe gemuk dan berkaki panjang atau berkaki pendek. Secara umum domba ekor gemuk memiliki parameter kuantitatif tubuh yang relatif lebih besar daripada domba ekor tipis. Kata-kata kunci : Domba lokal, Indeks Morfologi, Bobot badan, Tipe.
ii
ABSTRACT Application of Morphological Indices in the Assessment of Body Weight and Type in Javanese Fat Tailed and Javanese Thin Tailed Sheep Hafiz, S. Rahayu, and C. Sumantri Body weight and eight body measurements records taken on 78 male sheep comprising 64 Javanese Fat Tailed and 14 Javanese Thin Tailed sheep were analysed. The sheep were semi-intensively managed within the West Java. The aim to achieve a preliminary assessment of weigth and type from zoometrical indices produced from combinations of different morphometric scores. The body measurements used were body length, girth depth, chest width, wither height, hip width, rump height, chest depth, rump length. The indices used were weight, height slope, length index, width slope, depth index, foreleg length, balance and cumulative index. The body measurements showed that the Javanese Fat Tailed is bigger than the Javanese Thin Tailed sheep. Tested indices showed that Javanese Fat Tailed sheep are meat typical. This was shown by the cumulative index and balance indices which were 3.66 and 0.60 in Javanese Fat Tailed sheep. Girth depth in both breeds can be the assessment of body weight because had highest correlation (p<0.05) i.e. 0.62 in Javanese Fat Tailed and 0.92 in Javanese Thin Tailed sheep. Keywords :
Body measurements, Indigenous sheep, Indices, Type.
iii
APLIKASI INDEKS MORFOLOGI DALAM PENDUGAAN BOBOT BADAN DAN TIPE PADA DOMBA EKOR GEMUK DAN DOMBA EKOR TIPIS
HAFIZ D14102078
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
iv
APLIKASI INDEKS MORFOLOGI DALAM PENDUGAAN BOBOT BADAN DAN TIPE PADA DOMBA EKOR GEMUK DAN DOMBA EKOR TIPIS
Oleh HAFIZ D14102078
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 11 Agustus 2009
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Ir. Sri Rahayu, MSi. NIP. 19570611 198703 2 001
Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc. NIP. 19591212 198603 1 004
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Luki Abdullah, M.ScAgr. NIP. 19670107 199103 1 003
v
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 20 Januari 1984. Penulis adalah anak kelima dari tujuh bersaudara. Orangtua penulis bernama Hasanuddin dan Sarkiyah. Pendidikan Dasar diselesaikan pada tahun 1996 di SD Islam Miftahul Falah Kembangan Jakarta Barat. Pada tahun 1999 penulis menyelesaikan pendidikan lanjutan menengah pertama di SLTP Negeri 271 Kebon Jeruk Jakarta Barat, dan pada tahun 2002 menyelesaikan pendidikan lanjutan menengah atas di SMA Negeri 85 Kembangan Jakarta Barat. Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Jurusan Teknologi Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun 2002. Selama mengikuti pendidikan, penulis pernah aktif di Lembaga Dakwah Fakultas (LDF) FAMM Al-An’aam Fakultas Peternakan IPB.
vi
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas karunia dan rahmat-Nya sehingga dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan penerus risalahnya hingga akhir zaman. Skripsi ini merupakan tugas akhir yang merupakan syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pada Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini berjudul “Aplikasi Indeks Morfologi dalam Pendugaan Bobot Badan dan Tipe atau Jenis pada Domba Ekor Gemuk dan Domba Ekor Tipis”. Skripsi ini bertujuan untuk menguji sistem pengukuran tubuh dan indeks morfologi dalam mengevaluasi ternak untuk menduga bobot badan dan tipe ternak pada domba ekor gemuk dan domba ekor tipis. Penelitian ini penting dilakukan agar dapat bermanfaat bagi peternak dalam upayanya meningkatkan kemampuan peternak dalam mengevaluasi ternak khususnya domba ekor gemuk dan domba ekor tipis, dan juga dapat dijadikan sebagai informasi dasar secara berkelanjutan dalam program pemanfaatan dan pengembangan domba ekor gemuk dan domba ekor tipis. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak, khususnya pembimbing skripsi yang telah banyak menyumbangkan ide-idenya dalam penyusunan skripsi ini.
Jakarta, 1 Agustus 2009
Penulis
vii
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ……………………………………………………….......
ii
ABSTRACT ………………………………………………………..........
iii
RIWAYAT HIDUP ……………………………………………………..
vi
KATA PENGANTAR …………………………………………………...
vii
DAFTAR ISI ……………………………………………………….........
viii
DAFTAR TABEL ……………………………………………………….
x
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………….
xi
PENDAHULUAN …………………………………………………........
1
Latar Belakang ……………………………………………........ Perumusan Masalah ………………………………………........ Tujuan …………………………………………………………. Manfaat ………………………………………………………..
1 2 2 2
TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………...
3
Asal Usul dan Klasifikasi Domba …………………………….. Bangsa Domba di Indonesia …………………………………... Domba Ekor Gemuk ………………………………………….. Domba Ekor Tipis …………………………………………….. Ukuran-ukuran Tubuh ………………………………………… Indeks Morfologi …………………………………………....... Penentuan Umur Domba ……………………………………… Lingkungan Domba ………………………………………........
3 3 4 6 7 7 8 8
MATERI DAN METODE ……………………………………………...
10
Lokasi dan Waktu ……………………………………………... Materi …………………………………………………………. Ternak ………………………………………………....... Peralatan ……………………………………………….. Rancangan …………………………………………………….. Analisis Statistik Deskriptif ……………………………. Uji Rerata (uji t) ……………………………………....... Analisis Korelasi Pearson’s …………………………….. Indeks Morfologi ………………………………………. Prosedur ……………………………………………………...... Pengumpulan Data ……………………………………... Peubah yang Diukur …………………………………….
10 10 10 10 10 11 11 12 12 12 12 13
HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………........ Ukuran-ukuran Tubuh pada Domba Ekor Gemuk dan Domba Ekor Tipis …………………………………………….. Indeks Morfologi pada Domba Ekor Gemuk dan Domba Ekor Tipis…………………………………………....... Hubungan antara Bobot Badan dan Dimensi Tubuh Domba Ekor Gemuk dan Domba Ekor Tipis ………………….
15 15 19 24
KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………………........
26
Kesimpulan ………………………………………………........ Saran …………………………………………………………..
26 26
UCAPAN TERIMA KASIH ………………………………………........
27
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………...
28
LAMPIRAN …………………………………………………………….
31
ix
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1
Karakteristik Sifat-sifat Domba Indonesia ……………………
4
2
Pendugaan Umur Domba berdasarkan Pergantian Gigi Seri ………………………………………………………..
8
3
Jumlah dan Sebaran Contoh Ternak Domba ………………….
10
4
Rataan, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman pada Domba Ekor Gemuk dan Domba Ekor Tipis pada Kelompok Umur I0 ………………………………………
15
Rataan, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman pada Domba Ekor Gemuk dan Domba Ekor Tipis pada Kelompok Umur I1 ………………………………………
17
Perhitungan Indeks Morfologi pada Domba Ekor Tipis (DET) dan Domba Ekor Gemuk (DEG) ……………………………...
19
Rataan, Standar Baku dan Koefisien Keragaman Indeks Morfologi pada Domba Ekor Gemuk dan Domba Ekor Tipis ……………………………………………..
21
Perbandingan Penaksiran Bobot Badan antara Rumus Alderson dengan Rumus Revisi ……………………………….
22
Nilai Korelasi antara Bobot Badan dengan Dimensi Tubuh pada Bangsa dan Kelompok Umur yang Berbeda …………….
24
5
6 7
8 9
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1
Borang Penelitian …………………….......................................
31
2
Hasil Analisis Uji-t Rataan Bobot Badan dan Ukuran-ukuran Tubuh pada Domba Ekor Gemuk (DEG) dan Domba Ekor Tipis (DET) ………………...............................................
32
3
Ringkasan Perbandingan Rataan Bobot Badan dan Ukuranukuran Tubuh pada Domba Ekor Gemuk (DEG) dan Domba Ekor Tipis (DET) .......................................................................
33
4
Hasil Analisis Uji-t dan Rataan Indeks Morfologi pada Domba Ekor Gemuk (DEG) dan Domba Ekor Tipis (DET) …...............
34
5
Ringkasan Perbandingan Rataan Indeks Morfologi pada Domba Ekor Gemuk (DEG) dan Domba Ekor Tipis (DET).......
34
PENDAHULUAN Latar Belakang Populasi domba di Indonesia pada tahun 2007 yaitu sekitar 9.514.000 ekor, yang sebagian besar tersebar di Jawa Barat (44.43%), Jawa Tengah (23.81%), Jawa Timur (16.78%) dan sisanya tersebar di beberapa daerah lainnya. Rendahnya populasi domba tersebut berdampak terhadap produksi daging nasional. Produksi daging nasional pada tahun 2007 yaitu sekitar 2.069.500 ton. Daging domba yang diproduksi pada tahun tersebut yaitu sekitar 56.900 ton, artinya hanya 2.75% dari produksi daging nasional (Ditjen Peternakan, 2008). Keadaan ini membuat Indonesia harus mengimpor daging dan ternak guna memenuhi kebutuhan daging nasional. Semakin meningkatnya nilai impor daging dan ternak domba oleh Indonesia dari luar negeri merupakan hal yang tidak bisa dibiarkan. Produksi daging nasional khususnya daging domba harus ditingkatkan, salah satu caranya yaitu dengan meningkatkan kemampuan peternak dalam mengevaluasi ternaknya sehingga mendapatkan ternak yang baik. Kemampuan penaksiran dari pengukuran badan dalam mengestimasi bobot badan dan akurasinya dalam mengestimasi ukuran ternak telah dilaporkan secara luas. Berat badan biasanya dilaporkan dengan penghitungan ukuran-ukuran tubuh ternak. Pengujian pengukuran tunggal seperti tinggi badan, panjang badan, lingkar dada, tinggi dan panjang pinggul dan lain-lain dalam mengestimasi bobot badan dengan cara tradisional telah di dokumentasikan secara luas. Di pihak lain, digunakan dimensi-dimensi cramiometri sebagai indikator bangsa, kemurniannya dan hubungan antar spesies. FAO (Food and Agriculture Organization) telah menggunakan tinggi badan sebagai indikator untuk penentuan tipe daging pada sapi, karena tinggi badan mengindikasikan pertumbuhan tulang. Tetapi terkadang, tinggi pinggul lebih disukai dan banyak digunakan untuk mengestimasi bobot badan daripada tinggi badan. Barubaru ini tinggi badan dan tinggi pinggul dalam penilaian sebagai indikator bobot badan, menjadi tidak berarti dalam penilaian sebagai indikator tipe dan fungsi ternak. Oleh karena itu perlu adanya cara lain sebagai alternatif dalam penilaian tipe dan fungsi ternak.
Indeks adalah alternatif dalam penilaian ternak sebagai indikator tipe dan fungsi ternak. Indeks dianggap paling tepat dalam penilaian bobot badan karena mencangkup konformasi atau bentuk ternak, panjang dan keseimbangan ternak. Indeks diharapkan menjadi alternatif uji empiris dengan terbatasnya pengukuran tunggal untuk penilaian bobot, tipe dan fungsi ternak. Indeks juga diharapkan dapat meningkatkan kemampuan peternak dalam mengevaluasi ternak dan juga dapat meningkatkan kemampuan dalam memilih potensi breeding stock. Indeks yang dikembangkan untuk sistem penilaian jenis dan fungsi pada sapi, disarankan untuk dikembangkan penerapan sistemnya pada spesies ternak lain seperti halnya domba, karena di Indonesia domba memiliki potensi dan populasi yang baik dan besar. Perumusan Masalah 1. Sejauh mana tingkat keakuratan indeks morfologi dalam menduga bobot badan domba ekor gemuk dan domba ekor tipis. 2. Sejauh mana kemampuan indeks morfologi sebagai indikator dalam penilaian tipe ternak pada domba ekor gemuk dan domba ekor tipis. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk menguji sistem indeks morfologi dalam mengevaluasi ternak untuk menduga bobot badan dan tipe ternak pada domba ekor gemuk dan domba ekor tipis. Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi peternak sebagai upaya meningkatkan kemampuan peternak dalam mengevaluasi ternak khususnya domba ekor gemuk dan domba ekor tipis, dan juga dapat dijadikan sebagai informasi dasar secara berkelanjutan dalam program pemanfaatan dan pengembangan domba ekor gemuk dan domba ekor tipis.
2
TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul dan Klasifikasi Domba Domestikasi domba diperkirakan terjadi di daerah pegunungan Asia Barat sekitar 9.000 – 11.000 tahun lalu. Sebanyak tujuh jenis domba liar yang dikenal terbagi dalam 40 varietas. Diantara varietas yang masih liar diperkirakan mempunyai andil pada ternak domba dewasa ini adalah Argali (Ovis ammon) dari Asia Tengah, Urial (Ovis vignei) juga dari Asia dan Mouflon (Ovis muimon) dari Asia Kecil dan Eropa. Pusat asal terjadinya domestikasi tampaknya di padang rumput Ario-Caspian, termasuk wilayah yang diduduki oleh Iran dan Irak dewasa ini. Domba menyebar dari Asia ke arah barat menuju Eropa dan Afrika dan ke arah timur ke daerah Subcontinent India, Asia Tenggara dan Oceania (Tomaszewska et al., 1993). Domba domestikasi menurut Ensminger (1991) mempunyai sistematika sebagai berikut: Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Mamalia
Ordo
: Arthidactyla
Famili
: Bovidae
Genus
: Ovis
Spesies
: Ovies Aries
Ciri khas domba domestikasi adalah memiliki tanduk yang berpenampang segitiga dan tumbuh melilit seperti spiral yang terdapat pada domba jantan. Bobot badan pada jantan lebih besar dibandingkan betina. Bangsa Domba di Indonesia Secara umum domba asli Indonesia diklasifikasikan ke dalam tiga jenis yaitu domba ekor tipis (Javanese thin tailed) atau domba lokal, domba ekor sedang atau domba Priangan (Priangan of West Java) yang dikenal dengan nama domba Garut dan domba ekor gemuk (Javanese fat tailed) (Mulyaningsih, 1990). Asal domba tersebut tidak diketahui pasti, diasumsikan bahwa domba ekor tipis berasal dari India, sedangkan domba ekor gemuk berasal dari Somalia-Arab (Williamson, 1993). Domba lokal yang ada di Indonesia sebagian besar (92,3%) tersebar di Pulau Jawa
3
dan Madura. Domba ekor tipis terdiri dari domba Jawa ekor tipis, domba Semarang ekor tipis, dan domba Sumatera ekor tipis. Domba ekor tipis ini didominasi oleh domba Jawa ekor tipis yang banyak terdapat di Jawa Barat. Domba ekor gemuk umumnya berada di Jawa Timur, Sulawesi, Lombok dan Madura, namun banyak ditemukan di Jawa Timur dan dikenal dengan nama domba Jawa ekor gemuk. Karakteristik sifat-sifat domba lokal Indonesia disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Karakteristik Sifat-sifat Domba Indonesia Ekor Tipis
Ekor Gemuk
Karakteristik Jawa
Warna Wool Kualitas Tanduk Jantan Betina Musim kawin
Semarang
Sumatera
Jawa
putih, hitam, putih cokelat
puting, cokelat putih terang
rendah
rendah
rendah
rendah
ada-besar tidak ada sepanjang tahun
ada-medium tidak ada sepanjang tahun
ada-medium tidak ada sepanjang tahun
tidak ada tidak ada sepanjang tahun
Sumber : Bradford dan Inounu (1996)
Domba Ekor Gemuk Domba Ekor Gemuk (DEG) dikenal karena bentuk ekornya yang gemuk dan berkembang di daerah Jawa Timur, Madura, Lombok, Sumbawa, Kisar dan Sawa (Devendra dan McLeroy, 1982). Menurut Hardjosubroto (1994) domba ekor gemuk diduga berasal dari Asia Barat Daya yang dibawa oleh pedagang bangsa Arab pada abad ke-18. Sekitar tahun 1731-1779, pemerintah Hindia Belanda memutuskan mengimpor domba pejantan Kirmani dari Persia (Kirmani adalah nama lain domba ekor gemuk dari Iran). Belum diketahui dengan pasti apakah domba ekor gemuk yang ada di Indonesia merupakan keturunan dari domba-domba ini. Diwyanto (1982) menyatakan di Sulawesi terdapat domba ekor gemuk yang mempunyai ekor tidak terlalu gemuk dan disebut sebagai domba Donggala. Ekor yang tidak terlalu gemuk tersebut membuat domba Donggala termasuk dalam kategori domba ekor gemuk tipe ekor sedang.
4
Domba ekor gemuk yang terlihat di daerah Surabaya dan Situbondo serta di Desa Semiring juga memiliki ekor yang lebih kecil dibandingkan dengan yang ada di Pulau Madura. Besarnya ekor dari domba-domba yang ada di Pulau Madura memiliki kualitas terbaik dan pada umumnya berbentuk carrot (wortel) atau berbentuk strap (selempang) dan menggantung (Sutama, 1992). Domba Kisar diduga merupakan rumpun domba ekor gemuk yang telah lama dipelihara oleh masyarakat setempat. Domba kisar telah beradaptasi lama pada lingkungan setempat dengan populasi sekitar 7429 ekor (BPSPM, 2000). Karakteristik dan produktivitas domba kisar belum diteliti secara detail, tetapi ciri-ciri umum domba kisar antara lain pada domba jantan memiliki tanduk melingkar, sedangkan betina tidak bertanduk, memiliki warna bulu dominan putih dengan bercak hitam di bagian muka, leher, dan bagian tubuh lainnya, tapi ada juga penyimpangan warna, yaitu bercak coklat dan hitam seluruhnya (Salamena, 2006). Domba ekor gemuk pada umumnya tidak bertanduk, tetapi ada beberapa domba jantan yang memiliki benjolan tanduk dan umumnya mempunyai telinga berukuran medium dengan posisi agak menggantung. Warna bulu domba ekor gemuk adalah putih, tidak bertanduk dan wolnya kasar. Warna bulu yang putih juga dapat mengurangi stres akibat panas. Bentuk tubuh domba ekor gemuk lebih besar daripada domba ekor tipis (Devendra dan Mcleroy, 1982). Mulyaningsih dan Hardjosubroto (1990) menyatakan bahwa karakteristik khas domba ekor gemuk adalah ekor yang besar, lebar dan panjang. Bagian pangkal ekor yang membesar merupakan timbunan lemak (cadangan energi), sedangkan bagian ujung ekor yang kecil tidak berlemak. Pada saat banyak pakan, ekor domba penuh dengan lemak sehingga terlihat ekornya membesar. Namun apabila keadaan pakan kurang, maka ekor domba tersebut akan mengecil karena cadangan energi pada ekornya dipergunakan untuk mensuplai energi yang dibutuhkan tubuh. Domba ekor gemuk mempunyai suatu keistimewaan, yaitu kemampuannya dalam beradaptasi terhadap lingkungan kering (Mulyaningsih, 1990), dan juga terhadap lingkungan yang panas (Mason, 1980 dan Hardjosubroto, 1994). Domba ekor gemuk merupakan domba tipe pedaging dengan bobot badan pada jantan dewasa 40-60 kg, dan betina dewasa 25-35 kg. Ukuran tinggi badan pada jantan dewasa berkisar antara 60-65 cm, dan betina dewasa antara 52-60 cm
5
(Hardjosubroto, 1994). Sutama (1992) melaporkan bahwa pengembangan domba ekor gemuk meliputi daerah yang cukup luas dan umumnya mengarah ke wilayah Indonesia bagian timur dengan kondisi agroekosistem yang kering. Pertumbuhan domba ekor gemuk setelah sapih tergantung dari jumlah dan kualitas pakan yang dikonsumsi. Kisaran berat badan dewasa domba ekor gemuk cukup besar yaitu 20-78 kg dengan rataan 30,5 + 6,9 kg untuk jantan dan 27,2 + 4,7 kg untuk betina. Adanya variasi bobot badan yang besar ini akan memberi peluang yang besar untuk mengadakan seleksi terhadap domba ekor gemuk. Domba Ekor Tipis Domba ekor tipis merupakan ternak domba yang paling banyak populasinya dan paling luas penyebarannya. Domba ekor tipis merupakan domba asli Indonesia dan sering dikenal sebagai domba lokal atau domba kampong (Sumoprastowo,1987). Penyebaran domba ekor tipis menurut Hardjosubroto (1994) banyak terdapat di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Bahkan menurut Gatenby (1991) jumlah tertinggi di Asia Tenggara adalah terpusat di Jawa Barat. Domba ini mempunyai tubuh yang kecil sehingga disebut domba kacang atau domba Jawa. Selain badannya yang kecil, ciri lainnya yaitu ekor relatif kecil dan tipis. Biasanya bulu badan berwarna putih, hanya kadang-kadang ada warna lain misalnya belang-belang hitam di sekitar mata, hidung, atau bagian lainnya. Domba betina umumnya tidak bertanduk sedangkan domba jantan bertanduk kecil dan melingkar (Einstiana, 2006). Bobot domba ekor tipis jantan yang telah dewasa antara 20-30 kg, sedangkan bobot betinanya adalah 15-20 kg. Domba ekor tipis termasuk golongan domba kecil dengan bobot potong sekitar 20-30 kg. warna bulunya putih dan biasanya memiliki bercak hitam disekeliling matanya, selain itu pola warna belangnya bervariasi mulai dari bercak, belang dan polos. Ekornya tidak menunjukkan adanya deposisi lemak, sehingga disebut domba ekor tipis (Hardjosubroto, 1994). Sodiq dan Abidin (2002) menambahkan bahwa domba jantan memiliki tanduk kecil dan melingkar, sedangkan domba betina tidak bertanduk. Berat badan domba jantan berkisar antara 30-40 kg dan domba betina 15-20 kg. Salah satu keunggulan domba ekor tipis adalah sifatnya yang prolifik, karena mampu melahirkan anak kembar.
6
Ukuran-ukuran Tubuh. Penampilan seekor hewan adalah hasil dari suatu proses pertumbuhan yang berkesinambungan dalam seluruh hidup hewan tersebut. Setiap komponen tubuh mempunyai kecepatan pertumbuhan atau perkembangan yang berbeda-beda karena pengaruh genetik maupun lingkungan Diwyanto, 1982). Menurut Mulliadi (1996), ukuran permukaan dan bagian tubuh hewan mempunyai banyak kegunaan, karena dapat menaksir bobot badan dan karkas serta memberi gambaran bentuk tubuh hewan sebagai ciri suatu bangsa tertentu. Penggunaan ukuran-ukuran tubuh dilakukan berdasarkan ukuran yang umum pada ternak, yaitu sifat kuantitatif untuk dapat memberikan gambaran eksterior seekor domba dan mengetahui perbedaanperbedaan dalam populasi ternak ataupun digunakan dalam seleksi. Pengaruh genetik dan lingkungan menyebabkan timbulnya keragaman pada pengamatan dalam berbagai sifat kuantitatif. Keragaman merupakan suatu sifat populasi yang sangat penting dalam pemuliaan terutama dalam seleksi. Seleksi akan efektif bila terdapat tingkat keragaman yang tinggi (Martojo, 1990). Ukuran permukaan tubuh hewan memiliki banyak kegunaan seperti untuk menaksir bobot badan dan memberi gambaran bentuk tubuh hewan sebagai ciri khas suatu bangsa (Doho, 1994). Menurut Devendra dan McLeroy (1982), ukuran tubuh dewasa pada domba lokal untuk betina adalah tinggi badan 57 cm, bobot badan 25-35 kg, sedangkan pada jantan tinggi badan mencapai 60 cm dan bobot badan 40-60 kg dengan rata-rata bobot potong 19 kg. Indeks Morfologi Keragaman sifat morfologi dapat terjadi karena adanya proses mutasi akibat seleksi, perkawinan silang atau bencana alam yang dapat berakibat hilang atau hanyutnya gen tertentu. Menurut Suparyanto et al. (1999), Populasi yang besar dengan tingkat keragaman yang cukup tinggi, baik dalam bangsa maupun antar bangsa menjadikan domba-domba di Indonesia beragam bentuk dan pola warnanya. Perbedaan bobot badan, struktur tubuh, pola warna bulu dan kepadatan wol adalah contoh karakteristik morfologis yang berlainan antar agroekosistem yang dapat dijadikan sebagai gambaran spesifikasi suatu bangsa ternak.
7
Alderson (1999) menyatakan bahwa satu pengukuran linear lebih relevan di dalam pertanian termasuk peternakan karena memberi pengaruh yang signifikan dari sistem peternakan pada pengukuran tubuh tertentu. Sistem pengukuran linear juga dapat memberikan penilaian kepada tipe sapi dan nilai keseluruhan pada hewan. Rasio bobot badan / tinggi badan dan lingkar badan / tinggi badan telah di usulkan sebagai perhitungan indeks dari jenis sapi (Knapp dan Cook, 1933) dan ini telah ditemukan oleh Guilbert dan Gregory (1952) menjadi sangat berhubungan dengan nilai pada sapi Hereford. Penentuan Umur Domba Faktor umur pada domba sangat penting diketahui karena berkaitan dengan program pemeliharaan domba, seperti pemilihan calon induk atau pemilihan bakalan domba yang akan digemukkan. Sebenarnya cara yang paling tepat dalam menentukan umur adalah dengan melihat catatan kelahiran domba tersebut. Namun ada cara lain untuk menentukan umur domba yaitu dengan melihat keadaan gigi geligi dari domba tersebut, seperti melihat keterasahannya gigi seri (bagian depan) dan pergantian (tanggalnya) gigi seri susu. Pendugaan umur domba berdasarkan gigi disajikan pada tabel 2. Tabel 2. Pendugaan Umur Domba berdasarkan Pergantian Gigi Seri Umur
Penggantian Gigi Seri
Kode Umur
Kurang dari 1 tahun
Gigi seri masih utuh
I0
1 – 1,5 tahun
Gigi seri pasangan pertama tanggal dan berganti
I1
1,5 – 2 tahun
Gigi seri pasangan kedua tanggal dan berganti
I2
2,5 – 3 tahun
Gigi seri pasangan ketiga tanggal dan berganti
I3
3,5 – 4 tahun
Semua gigi seri susu sudah tanggal dan berganti
I4
Lebih dari 4 tahun
Semua gigi seri permanen sudah terasah / aus
I5
Sumber : Devendra dan McLeroy (1982)
Lingkungan Domba Produktivitas yang tinggi dari suatu ternak tidak terlepas dari pengaruh lingkungan tempat ternak tersebut hidup. Suhu, kelembaban udara dan curah hujan merupakan faktor penting dari iklim karena besar pengaruhnya terhadap produktivitas ternak baik secara langsung maupun tidak langsung. Suhu udara
8
yang tinggi dan konstan dapat menghambat metabolisme tubuh, mempengaruhi konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan. Ketinggian tempat juga mempengaruhi iklim, vegetasi tanaman serta kehidupan sosial masyarakatnya. Lebih lanjut Ramdan (2007) menyatakan bahwa peningkatan suhu dan kelembaban lingkungan dapat menyebabkan penurunan terhadap konsumsi pakan sehingga semakin tinggi suhu dan kelembaban udara pada suatu tempat cenderung menurunkan produktivitas ternak, produktivitas terutama pertambahan bobot badan yang lambat disebabkan oleh tidak efisiennya penggunaan energi untuk pertumbuhan,
karena
sebagian
energi
tersebut
banyak
digunakan
untuk
meningkatkan aktivitas fisiologis diantara respirasi.
9
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian lapangan dilaksanakan di Mitra Tani Farm di Desa Tegal Waru RT 004 RW 05 Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor. Penelitian lapangan ini dilaksanakan selama satu bulan pada bulan Maret 2009. Materi Ternak Jumlah domba yang digunakan pada penelitian ini sebanyak 78 ekor. Jumlah dan sebaran contoh ternak domba menurut jenis domba dan kelompok umur yang berbeda pada penelitian ini disajikan pada tabel 3. Tabel 3. Jumlah dan Sebaran Contoh Ternak Domba Jenis Domba
Jenis Kelamin
Kelompok Umur I0
I1
Jumlah
Domba ekor gemuk
Jantan
47
17
64
Domba ekor tipis
Jantan
7
7
14
54
24
78
Jumlah Keterangan :
I0 = umur kurang dari 1 tahun I1 = umur 1,0 – 1,5 tahun
Peralatan Peralatan yang digunakan dalam penelitian adalah timbangan gantung kapasitas 100 kg dengan skala terkecil 0,2 kg, tongkat ukur dengan skala terkecil 0,5 cm, pita ukur dengan skala terkecil 0,1 cm, sliding caliper dengan skala terkecil 0,1 cm, alat tulis, komputer dan piranti lunak program MINITAB versi 14. Rancangan Data bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh domba dianalisis dengan statistik deskriptif, uji rerata (uji t), analisis korelasi pearson’s dan indeks morfologi.
10
Analisis Statistik Deskriptif Analisis statistik deskriptif ditunjukkan untuk memperoleh karakterisasi bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh pada domba. Analisis ini dilakukan dengan menghitung nilai rataan (X), simpangan baku (s) dan koefisien keragaman (KK) dengan prosedur statistik berikut (Steel dan Torrie, 1995).
Keterangan :
X
= nilai rerata
Xi
= ukuran ke i dari peubah X
n
= jumlah contoh yang diambil dari populasi
s
= simpangan baku
KK
= koefisien keragaman
Uji Rerata (uji t) Untuk membandingkan kelompok domba antar jenis dilakukan uji rerata (uji t) dengan menggunakan rumus menurut Walpole (1995) sebagai berikut :
Keterangan :
= nilai t hitung = rataan sampel pada kelompok ke-1 = rataan sampel pada kelompok ke-2 = nilai pengamatan ke j pada kelompok pertama = nilai pengamatan ke j pada kelompok kedua = jumlah sampel pada kelompok ke-1 = jumlah sampel pada kelompok ke-2
11
Analisis Korelasi Pearson’s Untuk mengukur kekuatan hubungan linear antara distribusi dari dua variabel kuantitatif pada domba dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Matjik dan Sumertajaya, 2002).
Keterangan
:r
= nilai korelasi
X
= nilai pengamatan variabel X
Y
= nilai pengamatan variabel Y
n
= jumlah sampel pengamatan
Indeks Morfologi Indeks morfologi diperoleh dari perhitungan ukuran-ukuran tubuh domba dengan rumus menurut Alderson (1999) sebagai berikut : Weight : {panjang badan x lingkar dada x [(lebar dada + lebar pinggul) / 2]} / 1050 Height slope index : tinggi badan - tinggi pinggul Length index : panjang badan / tinggi badan Width slope index : lebar dada - lebar pinggul Depth index : dalam dada / tinggi badan Foreleg length index : tinggi badan - dalam dada Balance : (lebar pinggul x panjang pinggul) / (dalam dada x lebar dada) Cumulative index : (weight / breed average weight) + length indeks + balance Prosedur Pengumpulan Data Data penelitian menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari penelitian lapangan dengan cara melakukan pengukuran dan pengamatan terhadap sifat kuantitatif (bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh) ternak domba. Data sekunder didapatkan melalui penelusuran pustaka dari berbagai sumber. Data-data domba yang telah diperoleh dikelompokkan berdasarkan umur. Tidak adanya sistem pencatatan yang baik menyebabkan umur domba tidak dapat
12
ditentukan sehingga penentuan umur domba dapat dilakukan dengan melihat gigi domba. Umur domba dapat diperoleh dengan pendugaan yang berdasarkan pada gigi seri tetap seperti yang terdapat pada Tabel 2. Peubah yang Diukur Peubah yang diukur pada penelitian ini adalah karakteristik fenotipik yang berkaitan dengan sifat kuantitatif. Peubah yang diamati yaitu dengan mengukur panjang badan, tinggi badan, tinggi pinggul, lingkar dada, dalam dada, lebar dada, lebar pinggul dan panjang pinggul. Metode pengukuran untuk masing-masing peubah dilakukan sebagai berikut (Gambar 1.) dan semua pengukuran menggunakan satuan dalam cm. 1. Panjang Badan (PB) adalah jarak garis lurus dari tepi depan luar tulang Scapula sampai benjolan tulang lapis (tulang duduk/os ischum), diukur dengan menggunakan tongkat ukur. 2. Tinggi Badan (TB) adalah jarak tertinggi badan sampai tanah, diukur dengan menggunakan tongkat ukur. 3. Tinggi Pinggul (TPG) adalah jarak tertinggi pinggul sampai tanah, diukur dengan menggunakan tongkat ukur. 4. Lingkar Dada (LID) diukur melingkari rongga dada di belakang sendi bahu (os scapula) menggunakan pita ukur. 5. Dalam Dada (DD) adalah jarak tertinggi antara badan dengan tulang dada, diukur dengan menggunakan tongkat ukur. 6. Lebar Dada (LED) merupakan jarak antara penonjolan sendi bahu (os scapula) kiri dan kanan, diukur dengan menggunakan sliding caliper. 7. Lebar Pinggul (LPG) merupakan jarak antara penonjolan pinggul kiri dan kanan, diukur dengan menggukan sliding caliper. 8. Panjang Pinggul (PPG) adalah jarak antara penonjolan pinggul bagian atas sampai benjolan tulang lapis (tulang duduk/os ischum), diukur dengan menggunakan sliding caliper.
13
Gambar 1. Cara pengukuran ukuran-ukuran tubuh Keterangan Gambar : 1. Panjang Badan (PB)
5. Dalam Dada (DD)
2. Tinggi Badan (TB)
6. Lebar Dada (LED)
3. Tinggi Pinggul (TPG)
7. Lebar Pinggul (LPG)
4. Lingkar Dada (LID)
8. Panjang Pinggul (PPG)
14
HASIL DAN PEMBAHASAN Ukuran-ukuran Tubuh pada Domba Ekor Gemuk dan Domba Ekor Tipis Penggunaan ukuran-ukuran tubuh dilakukan berdasarkan ukuran yang umum pada ternak, yaitu sifat kuantitatif untuk dapat memberikan gambaran eksterior seekor domba dan mengetahui perbedaan- perbedaan dalam populasi ternak ataupun digunakan dalam seleksi. Rataan, simpangan baku dan koefisien keragaman hasil dari pengukuran ukuran-ukuran tubuh pada domba ekor gemuk dan domba ekor tipis pada kelompok umur I0 disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Rataan, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman pada Domba Ekor Gemuk dan Domba Ekor Tipis pada Kelompok Umur I0. Pengukuran tubuh Bobot Badan (kg) Panjang Badan Lingkar Dada Lebar Pinggul Lebar Dada Tinggi Badan Tinggi Pinggul Dalam Dada Panjang Pinggul Keterangan :
DET (n=7) X±s KK (cm) (%) 20.24a ± 2.51 12.40 51.00A ± 3.59 7.04 A 55.90 ± 5.29 9.46 12.10tn ± 1.02 8.43 tn 13.50 ± 1.33 9.85 A 51.17 ± 2.16 4.22 49.76A ± 2.08 4.18 a 24.43 ± 1.88 7.70 A 15.09 ± 1.43 9.48
DEG (n=47) X±s KK (cm) (%) 23.14b ± 1.62 7.00 56.77B ± 2.49 4.39 63.76B ± 2.12 3.32 13.03tn ± 0.84 6.45 14.64tn ± 0.85 5.81 54.53B ± 2.37 4.35 52.99B ± 2.32 4.38 26.31b ± 0.75 2.85 B 17.79 ± 0.93 5.23
Superskrip (A,B) pada baris yang sama menyatakan sangat berbeda nyata (P<0,01); Superskrip (a,b) pada baris yang sama menyatakan berbeda nyata (P<0,05); Superskrip (tn) pada baris yang sama menyatakan tidak berbeda nyata; X ± s = Rataan ± Simpangan baku; n = jumlah ternak; KK = Koefisien keragaman; DEG = Domba Ekor Gemuk; DET = Domba Ekor Tipis
Domba ekor gemuk mempunyai nilai yang tinggi daripada domba ekor tipis yaitu pada bobot badan dan semua ukuran tubuh. Ini menunjukkan bahwa domba ekor gemuk parameter tubuhnya lebih besar dari domba ekor tipis. Bobot badan pada domba ekor gemuk yaitu 23,14 ± 1.62 kg, sedangkan pada domba ekor tipis 20,24 ± 2,51 kg dengan selisih sebesar 2,90 kg. Perbedaan besar terdapat pada ukuran lingkar dada dari kedua bangsa domba yakni dengan selisih nilai sebesar 7,86 cm. Lingkar dada pada domba ekor gemuk yaitu 63,76 ± 2,12 cm dan pada domba ekor tipis yaitu 55,90 ± 5,29 cm. Domba ekor gemuk dan domba ekor tipis keduanya masing-masing memiliki tinggi badan dan tinggi pinggul yang tidak sama. Pada domba ekor gemuk tinggi badan yaitu 54,53 ± 2,37 cm dan tinggi pinggul yaitu
15
52,99 ± 2,32 cm dengan kemiringan sebesar 1,54. Sedangkan pada domba ekor tipis tinggi badan yaitu 51,17 ± 2,16 cm dan tinggi pinggul yaitu 49,76 ± 2,08 cm dengan kemiringan sebesar 1,40. Melihat hasil dari 2 pengukuran yaitu pada panjang badan dan tinggi badan, pada domba ekor gemuk, panjang badan dan tinggi badan yaitu masing-masing 56,77 ± 2,49 cm dan 54,53 ± 2,37 cm, sedangkan pada domba ekor tipis, panjang badan dan tinggi badan yaitu masing-masing 51,00 ± 3,59 cm dan 51,17 ± 2,16 cm. Artinya pada domba ekor gemuk panjang badannya lebih besar daripada tinggi badannya, sedangkan pada domba ekor tipis kebalikannya yaitu tinggi badannya lebih besar daripada panjang badannya. Pada domba ekor gemuk tubuhnya lebih panjang daripada tinggi dan pada domba ekor tipis tubuhnya lebih tinggi daripada panjang. Kemudian pada lebar dada dan lebar pinggul, baik domba ekor gemuk maupun domba ekor tipis keduanya memiliki ukuran lebar dada yang lebih besar daripada ukuran lebar pinggul. Proporsi bagian depan antara dalam dada dengan tinggi badan baik pada domba ekor gemuk maupun domba ekor tipis menunjukan nilai yang hampir sama. Pada domba ekor gemuk proporsi antara dalam dada dengan tinggi badan yaitu sebesar 48,24 %, sedangkan pada domba ekor tipis yaitu sebesar 47,74 %. Koefisien keragaman pada bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh lainnya baik pada domba ekor gemuk maupun pada domba ekor tipis tidak menunjukkan nilai keragaman yang besar. Pada domba ekor gemuk koefisien keragaman nilainya berkisar antara 2,85 – 7,00 %. Koefisien keragaman paling rendah yaitu pada dalam dada sebesar 2,85 % dan yang tertinggi yaitu pada bobot badan sebesar 7,00 %. Pada domba ekor tipis koefisien keragaman nilainya berkisar antara 4,18 – 12,40 %. Koefisien keragaman paling rendah yaitu pada tinggi pinggul sebesar 4,18 % dan yang tertinggi yaitu pada bobot badan sebesar 12,40 %. Hal ini menunjukkan bahwa baik domba ekor gemuk maupun domba ekor tipis memungkinkan dilakukan seleksi berdasarkan bobot badan pada kelompok umur I0, tetapi masih tidak efektif karena respon seleksinya kecil yang disebabkan tingkat keragamannya kurang (koefisien keragaman kurang dari 30 %).
16
Rataan, simpangan baku dan koefisien keragaman hasil dari pengukuran ukuran-ukuran tubuh pada domba ekor gemuk dan domba ekor tipis pada kelompok umur I1 disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Rataan, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman pada Domba Ekor Gemuk dan Domba Ekor Tipis pada Kelompok Umur I1. Pengukuran tubuh Bobot Badan (kg) Panjang Badan Lingkar Dada Lebar Pinggul Lebar Dada Tinggi Badan Tinggi Pinggul Dalam Dada Panjang Pinggul Keterangan :
DET (n=7) X±s (cm) 23.00tn ± 2.79 53.71A ± 2.13 59.81A ± 3.53 13.17tn ± 1.07 14.74tn ± 1.03 53.86tn ± 2.05 51.67a ± 2.31 25.00tn ± 1.79 15.67a ± 1.81
KK (%) 12.13 3.97 5.90 8.12 6.99 3.81 4.47 7.16 11.55
DEG (n=17) X±s KK (cm) (%) tn 25.28 ± 2.02 7.99 56.90B ± 2.72 4.78 65.30B ± 2.62 4.01 13.42tn ± 0.86 6.41 15.22tn ± 0.72 4.73 55.88tn ± 3.00 5.37 54.42b ± 3.20 5.88 26.44tn ± 0.82 3.10 18.22b ± 0.70 3.84
Superskrip (A,B) pada baris yang sama menyatakan sangat berbeda nyata (P<0,01); Superskrip (a,b) pada baris yang sama menyatakan berbeda nyata (P<0,05); Superskrip (tn) pada baris yang sama menyatakan tidak berbeda nyata; X ± s = Rataan ± Simpangan baku; n = jumlah ternak; KK = Koefisien keragaman; DEG = Domba Ekor Gemuk; DET = Domba Ekor Tipis
Pada kelompok umur I1, domba ekor gemuk masih tetap mempunyai nilai yang tinggi daripada domba ekor tipis yaitu pada bobot badan dan semua ukuran tubuh. Ini makin menunjukkan bahwa domba ekor gemuk parameter tubuhnya lebih besar dari domba ekor tipis. Bobot badan pada domba ekor gemuk yaitu 25,28 ± 2,02 kg, sedangkan pada domba ekor tipis 23,00 ± 2,79 kg dengan selisih sebesar 2,28 kg. Pada domba kelompok I1, perbedaan besar masih terdapat pada ukuran lingkar dada dari kedua bangsa domba yakni dengan selisih nilai sebesar 5,49 cm. Lingkar dada pada domba ekor gemuk yaitu 65,30 ± 2,62 cm dan pada domba ekor tipis yaitu 59,81 ± 2,13 cm. Domba ekor gemuk dan domba ekor tipis keduanya masing-masing memiliki tinggi badan dan tinggi pinggul yang tidak sama. Pada domba ekor gemuk tinggi badan yaitu 55,88 ± 3,00 cm dan tinggi pinggul yaitu 54,42 ± 3,20 cm dengan kemiringan sebesar 1,46. Sedangkan pada domba ekor tipis tinggi badan yaitu 53,86 ± 2,05 cm dan tinggi pinggul yaitu 51,67 ± 2,31 cm dengan kemiringan sebesar 2.19.
17
Melihat hasil dari dua pengukuran pada domba kelompok I1 yaitu pada panjang badan dan tinggi badan, pada domba ekor gemuk, panjang badan dan tinggi badan yaitu masing-masing 56,90 ± 2,72 cm dan 55,88 ± 3,00 cm, sedangkan pada domba ekor tipis, panjang badan dan tinggi badan yaitu masing-masing 53,71 ± 2,13 cm dan 53,86 ± 2,05 cm. Artinya seperti halnya pada domba kelompok I0, pada domba ekor gemuk panjang badannya lebih besar daripada tinggi badannya, sedangkan pada domba ekor tipis kebalikannya yaitu tinggi badannya lebih besar daripada panjang badannya. Pada domba ekor gemuk tubuhnya lebih panjang daripada tinggi dan pada domba ekor tipis tubuhnya lebih tinggi daripada panjang. Kemudian pada lebar dada dan lebar pinggul, baik domba ekor gemuk maupun domba ekor tipis keduanya memiliki ukuran lebar dada yang lebih besar daripada ukuran lebar pinggul seperti halnya pada domba kelompok I0. Proporsi bagian depan antara dalam dada dengan tinggi badan baik pada domba ekor gemuk maupun domba ekor tipis juga menunjukan nilai yang hampir sama seperti pada domba kelompok I0. Pada domba ekor gemuk proporsi antara dalam dada dengan tinggi badan yaitu sebesar 47,32 %, sedangkan pada domba ekor tipis yaitu sebesar 46,42 %. Koefisien keragaman pada bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh lainnya pada kelompok ini baik pada domba ekor gemuk maupun pada domba ekor tipis juga tidak menunjukkan nilai keragaman yang besar. Pada domba ekor gemuk koefisien keragaman nilainya berkisar antara 3,10 – 7,99 %. Koefisien keragaman paling rendah juga terdapat pada dalam dada yaitu sebesar 3,10 % dan yang tertinggi juga terdapat pada bobot badan yaitu sebesar 7,99 %. Pada domba ekor tipis koefisien keragaman nilainya berkisar antara 3,81 – 12,13 %. Koefisien keragaman paling rendah yaitu pada tinggi badan yaitu sebesar 3,81 % dan yang tertinggi yaitu pada bobot badan sebesar 12,13 %. Hal ini tetap menunjukkan bahwa baik domba ekor gemuk maupun domba ekor tipis memungkinkan dilakukan seleksi berdasarkan bobot badan pada kelompok umur I1, tetapi masih tidak efektif karena respon seleksinya kecil yang disebabkan tingkat keragamannya kurang (koefisien keragaman kurang dari 30 %).
18
Indeks Morfologi pada Domba Ekor Gemuk dan Domba Ekor Tipis Indeks adalah alternatif dalam penilaian ternak karena mencangkup konformasi atau bentuk ternak, panjang dan keseimbangan ternak. Perhitungan indeks morfologi menjadi sangat penting karena indeks diharapkan dapat meningkatkan kemampuan peternak dalam mengevaluasi ternak dan juga dapat meningkatkan kemampuan dalam memilih potensi breeding stock. Tabel 6. Perhitungan Indeks Morfologi pada Domba Ekor Tipis (DET) dan Domba Ekor Gemuk (DEG) Indeks morfologi Weight Height slope Length index Width slope Depth index Foreleg length index Balance Cumulative index
I1
I0 DET 34.75 1.40 0.99 1.40 0.48 26.74 0.55 3.26
DEG 47.70 1.54 1.04 1.61 0.48 28.22 0.60 3.70
DET 42.69 2.19 1.00 1.57 0.46 28.86 0.56 3.41
DEG 50.69 1.46 1.02 1.80 0.47 29.44 0.61 3.63
Indeks morfologi pada domba kelompok I0 yang menyangkut weight, height slope, length index, width slope, depth index, foreleg length index, balance dan cumulative index pada domba ekor gemuk nilainya lebih besar daripada domba ekor tipis. Weight
antara domba ekor gemuk dengan domba ekor tipis memiliki
perbedaan yang cukup signifikan. Pada domba ekor gemuk yaitu sebesar 47,70 dan pada domba ekor tipis yaitu sebesar 34,75 dengan selisih keduanya sebesar 12,95. Indeks yang hampir sama nilainya antara domba ekor gemuk dengan domba ekor tipis yaitu pada nilai length index dan balance. Pada kelompok ini ada juga nilai indeks yang sama antara domba ekor gemuk dengan domba ekor tipis yaitu pada nilai depth index dengan nilai sebesar 0,48. Pada kelompok I1 nilai indeks domba ekor gemuk umumnya masih lebih besar daripada domba ekor tipis, kecuali pada nilai height slope index. Pada domba ekor tipis height slope index nilainya lebih besar daripada domba ekor gemuk yaitu 2,19 pada domba ekor tipis dan 1,46 pada domba ekor gemuk. Weight index antara domba ekor gemuk dengan domba ekor tipis pada domba kelompok ini masih memiliki selisih yang cukup signifikan seperti halnya pada domba kelompok I0.
19
Domba ekor gemuk memiliki weight sebesar 50,69 dan pada domba ekor tipis sebesar 42,69 dengan selisih nilai sebesar 8,00. Pada kelompok ini tidak ada indeks yang besarnya sama seperti halnya domba kelompok I0, namun masih terdapat indeks yang besarnya hampir sama antara domba ekor gemuk dan domba ekor tipis yaitu pada length index, depth index dan balance. Cumulative index adalah indeks yang paling penting karena cumulative index membawa gambaran parameter yang lebih luas dan mendalam dibandingkan dari nilai indeks lainnya. Pada Tabel 6. baik pada domba kelompok I0 maupun domba kelompok I1 digambarkan bahwa cumulative index pada domba ekor gemuk lebih besar daripada domba ekor tipis. Ini menunjukan bahwa domba ekor gemuk semua nilai indeksnya lebih besar dari domba ekor tipis, dan gambaran cumulative index sudah cukup menandakan bahwa domba ekor gemuk parameter tubuhnya lebih besar dari domba ekor tipis. Pada Tabel 7. gambaran rataan indeks dari semua kelompok umur menunjukkan bahwa hanya height slope index pada domba ekor tipis saja yang nilainya lebih tinggi dari domba ekor gemuk dan juga pada depth index yang memiliki besar yang sama antara domba ekor tipis dengan domba ekor gemuk yakni sebesar 0,47. Selebihnya rataan indeks domba ekor gemuk masih lebih besar dari domba ekor tipis. Ini memang sudah dapat dipastikan karena domba ekor gemuk memiliki nilai genetik kuantitatif yang lebih tinggi daripada domba ekor tipis. Koefisien keragaman yang terkait dengan masing-masing indeks menunjukkan gambaran yang sedikit berbeda. Pada domba ekor tipis koefisien keragaman menunjukkan keragaman yang tinggi, koefisien keragaman tertinggi terdapat pada height slope index yaitu mencapai sebesar 31,28 %, sedangkan pada domba ekor gemuk koefisien keragaman tidak menunjukkan keragaman yang tinggi, koefisien keragaman tertinggi terdapat pada width slope index yaitu hanya sebesar 7,65 %. Pada domba ekor tipis seleksi bisa dilakukan dengan menggunakan parameter height slope index dan bisa saja efektif karena respon seleksinya cukup besar karena tingkat keragamannya lebih dari 30 %.
20
Tabel 7. Rataan, Standar Baku dan Koefisien Keragaman Indeks Morfologi pada Domba Ekor Gemuk dan Domba Ekor Tipis Indeks morfologi Weight Height slope Length index Width slope Depth index Foreleg length index Balance Cumulative index Keterangan :
X±s DET 38.72 ± 5.61tn 1.79 ± 0.56tn 0.99 ± 0.01tn 1.48 ± 0.12tn 0.47 ± 0.01tn 27.80 ± 1.50tn 0.55 ± 0.01a 3.33 ± 0.12tn
DEG 49.19 ± 2.11tn 1.50 ± 0.06tn 1.03 ± 0.01tn 1.70 ± 0.13tn 0.47 ± 0.01tn 28.83 ± 0.86tn 0.60 ± 0.01b 3.66 ± 0.05tn
KK % DET DEG 14.49 4.29 31.28 4.00 1.00 0.97 8.12 7.65 2.13 2.13 5.40 2.98 1.82 1.67 3.60 1.37
Superskrip (a,b) pada baris yang sama menyatakan berbeda nyata (P<0,05); Superskrip (tn) pada baris yang sama menyatakan tidak berbeda nyata; X ± s = Rataan ± Simpangan baku; KK = Koefisien keragaman; DEG = Domba Ekor Gemuk; DET = Domba Ekor Tipis
Pendugaan bobot badan ternak domba ekor gemuk dan domba ekor tipis dengan menggunakan indeks morfologi merupakan salah satu dari tujuan penelitian ini. Weight merupakan indeks untuk menduga bobot badan. Weight yang di dalamnya terdapat empat pengukuran tubuh meliputi panjang badan, lingkar dada, lebar dada dan lebar pinggul adalah penting dalam pendugaan bobot badan ternak. Pendugaan bobot badan ternak dengan indeks ini menunjukkan hasil yang tidak memuaskan atau tidak akurat. Misalnya pada domba ekor gemuk kelompok I0, hasil pendugaan bobot badan yaitu 47,70 kg, sedangkan rataan bobot badan sebenarnya yaitu 23,14 kg. Tidak akuratnya pendugaan ini mungkin karena rumus pendugaan bobot Alderson kurang cocok diterapkan untuk domba Indonesia. Oleh karena itu rumus ini butuh revisi agar pendugaan bobot badan dengan menggunakan ukuran-ukuran tubuh dapat menghasilkan nilai yang akurat dan lebih baik. Sedikit revisi pada rumus ini menunjukkan hasil yang cukup akurat. Misalnya pada domba ekor gemuk kelompok I0, rataan bobot sebenarnya yaitu 23,14 kg, sedangkan hasil pendugaan dengan rumus yang sudah direvisi yaitu 23,85 kg. Pendugaan Bobot Badan menurut Alderson (1999) Weight : panjang badan x lingkar dada x [(lebar dada + lebar pinggul) / 2] / 1050 Pendugaan Bobot Badan menurut Alderson (1999) yang sudah direvisi Weight : panjang badan x lingkar dada x [(lebar dada + lebar pinggul) / 2] / 2100
21
Tabel 8. Perbandingan Penaksiran Bobon Badan antara Rumus Alderson dengan Rumus Revisi. Kelompok Domba
Rataan Bobot Badan
Penaksiran Bobot Badan Rumus Alderson Rumus Revisi
DEG Kelompok I0
23.14
47.70
23.85
DET Kelompok I0
20.24
34.75
17.37
DEG Kelompok I1
25.28
50.69
25.34
DET Kelompok I1
23.00
42.69
21.34
Keterangan :
DEG = Domba Ekor Gemuk; DET = Domba Ekor Tipis
Indeks height slope yang di dalamnya terdapat dua pengukuran tubuh yaitu tinggi badan dan tinggi pinggul dalam penelitian ini sepertinya belum dapat dijadikan penaksiran tipe ternak. Nilainya didapat dari hasil pengurangan tinggi badan dengan tinggi pinggul. Salah satu ciri ternak sapi atau domba yang unggul yaitu dari pundak sampai pinggul membentuk garis lurus mendatar sama tinggi. Dapat dikatakan bahwa ketika nilai indeks height slope positif mendekati nol atau sama dengan nol, maka ternak tersebut baik atau bagus. Nilai length index dapat menjelaskan tipe ternak domba apakah tubuhnya bertipe panjang atau bertipe tinggi. Nilai length index didapat dari hasil pembagian panjang badan dengan tinggi badan. Nilai length index positif di bawah satu dapat dikatakan ternak tersebut bertipe tinggi, jika nilainya positif di atas satu maka dapat dikatakan ternak tersebut bertipe panjang. Hasil penelitian pada domba ekor gemuk nilai length index yang didapat yaitu 1.03 dan pada domba ekor tipis yaitu 0.99. Berdasarkan nilai tersebut jika dilihat dari proporsi tubuhnya dapat dikatakan bahwa domba ekor gemuk bertipe panjang dan domba ekor tipis bertipe tinggi. Indeks width slope terdiri dari dua pengukuran tubuh yaitu lebar dada dan lebar pinggul. Seperti halnya indeks height slope, dalam penelitian ini indeks width slope juga belum dapat dijadikan penaksiran tipe ternak. Nilainya didapat dari pengurangan lebar dada dengan lebar pinggul. Indeks width slope domba ekor gemuk pada penelitian ini yaitu 1.70 sedangkan pada domba ekor tipis yaitu 1.48. Dari nilai tersebut dapat dikatakan bahwa domba ekor gemuk dan domba ekor tipis memiliki lebar dada yang lebih besar daripada lebar pinggul.
22
Depth index dan foreleg length pndex merupakan indeks yang di dalamnya terdiri dari dua pengukuran tubuh yaitu tinggi badan dan dalam dada. Depth index dapat menjelaskan ternak domba bertipe gemuk dan berkaki panjang atau berkaki pendek. Jika nilai depth index >0,5 maka ternak tersebut dapat dikatakan bertipe gemuk dan berkaki pendek dan jika nilai depth index <0,5 maka ternak tersebut mempunyai tipe berkaki panjang. Foreleg length index dalam penelitian ini belum dapat digunakan untuk menjelaskan tipe suatu ternak. Nilainya didapat dari hasil pengurangan tinggi badan dengan dalam dada. Foreleg length index hanya dapat menjelaskan berapa panjang kaki depan ternak. Menurut Tabel 7, depth index domba ekor gemuk dan domba ekor tipis pada penelitian ini yaitu 0.47. Foreleg length pada domba ekor gemuk yaitu 28,83 dan pada domba ekor tipis yaitu 27,80. Dari hasil ini dapat dikatakan bahwa kedua bangsa ternak tersebut mempunyai tipe berkaki pendek, dan domba ekor gemuk kaki depan yang lebih panjang daripada domba ekor tipis meskipun perbedaannya tidak terlalu signifikan. Cumulative index yang di dalamnya terdiri dari weight, length index dan balance mempunyai peranan yang paling penting dalam menentukan tipe dari suatu ternak domba. Cumulative index adalah pengukuran terbaik untuk menilai tipe dan fungsi dari ternak domba (Alderson, 1999). Domba yang baik adalah domba yang memiliki produksi daging yang baik. Produksi daging pada domba dapat ditaksir dari pengukuran bagian-bagian tubuh atau morfologi domba. Ukuran-ukuran tubuh tersebut termasuk dalam perhitungan weight dan balance. Semakin besar nilai cumulative index maka semakin baik kualitas domba tersebut. Pada Tabel 7. digambarkan bahwa nilai cumulative index domba ekor tipis yaitu 3,33, sedangkan pada domba ekor gemuk yaitu 3,66. Nilai cumulative index domba ekor gemuk lebih besar dari domba ekor tipis, meskipun dengan perbedaan yang tidak terlalu signifikan. Belum adanya standar baku tentang besaran nilai cumulative index, dalam penelitian ini cumulative index belum dapat menjelaskan tipe dan fungsi ternak pada domba ekor gemuk dan domba ekor tipis.
23
Hubungan antara Bobot Badan dan Dimensi Tubuh Domba Ekor Gemuk dan Domba Ekor Tipis. Ukuran-ukuran tubuh telah banyak digunakan sebagai alat untuk menduga bobot badan karena praktis. Dimensi tubuh domba ekor gemuk dan domba ekor tipis yang digunakan yaitu panjang badan, lingkar dada, lebar pinggul, lebar dada, tinggi badan, tinggi pinggul, dalam dada dan panjang pinggul. Dimensi tubuh tersebut banyak ditunjukkan oleh nilai korelasi antara ukuran tubuh dengan bobot badan baik pada ruminansia besar maupun ruminansia kecil. Hasil analisis nilai korelasi antara bobot badan dan dimensi tubuh pada bangsa dan kelompok umur yang berbeda disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Nilai Korelasi antara Bobot Badan dengan Dimensi Tubuh pada Bangsa dan Kelompok Umur yang Berbeda Kelompok
I0
I1
Keterangan :
Bangsa Domba
PB
Korelasi Bobot Badan terhadap Dimensi Tubuh LID LPG LED TP TPG DD
PPG
DEG
0.453
0.626
0.411
0.521
0.179
0.255
0.244
0.363
DET
0.776
0.810
0.567
0.510
0.395
0.461
0.447
0.602
DEG
0.656
0.619
0.200
0.484
0.483
0.510
0.436
0.458
DET
0.800
0.920
0.889
0.923
0.851
0.796
0.888
0.786
DEG = Domba Ekor Gemuk; DET = Domba Ekor Tipis
Tabel 9 menjelaskan bahwa nilai korelasi antara bobot badan dengan dimensi tubuh seperti panjang badan, lingkar dada, lebar pinggul, lebar dada, tinggi badan, tinggi pinggul, dalam dada dan panjang pinggul baik domba ekor gemuk maupun domba ekor tipis pada domba kelompok I0 menunjukkan bahwa lingkar dada mempunyai nilai korelasi tertinggi. Pada domba ekor gemuk sebesar 0,626 dan pada domba ekor tipis sebesar 0,810. Berdasarkan hasil analisis korelasi diatas dapat disimpulkan bahwa pada domba kelompok I0 baik domba ekor gemuk maupun domba ekor tipis, lingkar dada mempunyai keeratan yang lebih tinggi dengan bobot badan dibandingkan dengan dimensi tubuh lainnya seperti panjang badan, lebar pinggul, lebar dada, tinggi badan, tinggi pinggul, dalam dada dan panjang pinggul.
24
Berdasarkan Tabel 9, hubungan antara bobot badan terhadap dimensi tubuh (panjang badan, lingkar dada, lebar pinggul, lebar dada, tinggi badan, tinggi pinggul, dalam dada dan panjang pinggul) domba ekor gemuk pada domba kelompok I1, menunjukkan bahwa panjang badan dan lingkar dada mempunyai nilai korelasi yang tinggi yaitu 0,656 dan 0,619. Sedangkan pada domba ekor tipis yang mempunyai nilai korelasi tinggi terhadap bobot badan yaitu pada lingkar dada dan lebar dada yaitu 0,920 dan 0,923. Hal ini sesuai dengan penelitian Isroli dan Agus (1992) terhadap domba ekor gemuk yang menyatakan bahwa lingkar dada mempunyai hubungan yang paling erat dengan bobot badan yang diperoleh dari nilai korelasi tertinggi yaitu sebesar 0,682 yang terdapat pada kelompok umur kurang dari dua tahun (gigi tetap dua).
25
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Indeks morfologi sangat berperan penting dalam penaksiran tipe ternak domba. Dengan sedikit revisi indeks Weight dapat digunakan untuk menduga bobot badan ternak domba dengan hasil yang cukup akurat. Nilai length index dapat menjelaskan tipe ternak domba apakah tubuhnya bertipe panjang atau bertipe tinggi, sedangkan nilai Depth index dapat menjelaskan ternak domba bertipe gemuk dan berkaki panjang atau berkaki pendek. Secara umum domba ekor gemuk memiliki parameter kuantitatif tubuh yang relatif lebih besar daripada domba ekor tipis. Ukuran-ukuran tubuh juga berperan dalam menduga bobot badan ternak domba. Lingkar dada merupakan salah satu ukuran tubuh yang dapat digunakan untuk menduga bobot badan karena memiliki nilai korelasi yang tinggi dengan bobot badan dibandingkan dengan ukuran-ukuran tubuh yang lain, sehingga lingkar dada mempunyai hubungan yang erat dengan bobot badan dan biasanya dapat digunakan sebagai pendugaan bobot badan. Saran Pendugaan bobot badan dan tipe ternak dengan menggunakan indeks morfologi dapat dilakukan pada ternak lain dan domba lokal selain domba ekor gemuk dan domba ekor tipis. Perlu kajian lebih lanjut untuk mendapatkan standar baku dari masing-masing indeks morfologi.
26
UCAPAN TERIMA KASIH Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT, ar-Rahmaan dan ar-Rohiim, atas segala limpahan nikmat dan karunia-Nya dan hanya dengan pertolongan-Nya skripsi ini dapat terselesaikan. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada kedua orang tua yang telah banyak membantu baik materi, motivasi serta do’a yang tiada henti diberikannya. Juga kepada Ibu Ir. Hj. Sri Rahayu, MSi. dan Bapak Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, MAgr.Sc. yang telah banyak membantu dalam membimbing dan mengarahkan penyusunan usulan proposal hingga tahap akhir penulisan skripsi. Ucapan terima kasih Penulis sampaikan pula kepada Bapak Ir. Maman Duldjaman, MS. dan Ibu Ir. Lilis Khotijah, MS. yang telah menguji, mengkritik, dan memberikan sumbangan pemikiran serta masukan dalam penulisan skripsi ini. Selanjutnya kepada mas Budi, kang Afnan dan bang Amrul yang telah menyediakan tempat penelitian di MT Farm dan juga kepada akhina Slamet Mulyanto dan Ukhtina Yuyun Sri Wahyuni atas dukungan spirit dan morilnya kepada Penulis. Semoga Allah memberikan keberkahan kepada orang-orang yang tersebut di atas. Terakhir Penulis ucapkan terima kasih banyak kepada civitas akademika Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membacanya.
Jakarta, 12 Agustus 2009
Penulis
27
DAFTAR PUSTAKA
Alderson, G. L. H. 1999. The development of a system of linear measurements to provide an assessment of type and fuction of beef cattle. Animal Genetic Resources Information. Vol 25 : 45-55. Badan Pusat Statistik Propinsi Maluku. 2000. Maluku dalam Angka. CV Prima, Ambon. Bradford, G. E. dan I. Inounu. 1996. Prolific Breed in Indonesia. Dalam : Fahmy, M. H. (Editor). Prolific Sheep. CAB International, Cambridge. Devendra, C. dan G. B. McLeroy. 1982. Goat and Sheep Production in the Tropics. 1st Edition. Oxford University Press, Oxford. Direktorat Jendral Bina Produksi Peternakan. 2008. Statistik Peternakan. Direktorat Jendral Bina Produksi Peternakan. Departemen Pertanian, Jakarta. Diwyanto, K. 1982. Pengamatan fenotip domba priangan serta hubungan antara beberapa ukuran tubuh dengan bobot badan. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Doho, S. R. 1994. Parameter fenotipik beberapa sifat kualitatif dan kuantitatif pada domba ekor gemuk. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Einstiana, A. 2006. Studi keragaman fenotipik dan pendugaan jarak genetic antar domba lokal di Indonesia. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Ensminger, M. E. 1991. Animal Science. 9th Edition. Interstate Printers and Publishers Inc, Illinois. Gatenby, R. M. 1991. The Tropical Agriculturalist Sheep. 1st Edition. McMillan Education Ltd, London and Basingtone. Guilbert, H. R. dan P. W. Gregory. 1952. Some features of growth and development of Hereford cattle. Journal animal Science. Vol 11 : 3. Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. Gramedia Widia Sarana Indonesia, Jakarta. Isroli dan S. Agus. 1992. Kecermatan penggunaan ukuran-ukuran tubuh untuk penaksiran bobot badan. Media Edisi ke-4, Th XVII, Desember 1992, Universitas Diponegoro, Semarang. Hal : 42-46 Knap, B. dan A. C. Cook. 1933. A comparison of body measurements of beef and dual-purpose cattle. Proc. American Soc. Animal Production. Vol 25 : 77. Martojo, H. 1990. Peningkatan Mutu Genetik Ternak. Pusat Antar Universitas Bioteknologi Institut Pertanian Bogor, Bogor. Mason, I. L. 1980. Sheep in Java. World Animal Review.
28
Matjik, A. A. dan Sumertajaya, I. M. 2002. Perancangan dan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Cetakan ke-2. IPB Press, Bogor. Mulliadi, D. 1996. Sifat fenotipe domba Priangan di Kabupaten Pandeglang dan Garut. Disertasi. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Mulyaningsih, N. 1990. Domba Garut sebagai Sumber Plasma Nutfah Ternak. Plasma Nutfah Hewan Indonesia. Komisi Pelestarian Plasma Nutfah Indonesia. Bogor. 42 – 49. Ramdan, R. 2007. Fenotipe domba Lokal di Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan Jonggol. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Salako, A. E. dan L. O. Ngere. 2002. Application of multifactorial discriminant analysis in the morphometric structural differentiation of West African Dwaft and Yankasa sheep in Southwest Nigeria. Nigerian Journal of Animal Production. Vol 29 (2) : 168-170. Salamena, J. F. 2006. Karakteristik fenotipik domba Kisar di Kabupaten Maluku Tenggara Barat Propinsi Maluku sebagai langkah awal konservasi dan pengembangannya. Disertasi. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sodiq, A. dan Z. Abidin. 2002. Penggemukan Domba. Agro Media Pustaka, Jakarta Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika. Terjemahan: Bambang Sumantri. Edisi ke-2. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Sumoprastowo, R. M. 1987. Beternak Domba Pedaging dan Wool. Bharata Karya Aksara, Jakarta. Suparyanto, A., T. Purwadaria dan Subandrio. 1999. Pendugaan jarak genetik dan faktor peubah pembeda bangsa dan kelompok domba di Indonesia melalui pendekatan analisis morfologi. JITV 4 : 80 – 87. Sutama, I. K. 1992. Domba Ekor Gemuk di Indonesia potensi dan permasalahannya. Prosiding Sarasehan Usaha Ternak Domba dan Kambing Menyongsong Era PJPT II. ISPI – HPDKI Bogor, hlm Bogor. 78 – 84. Tomaszewska, M. W., I. M. Mastika, A. Djajanegara, S. Garder, dan T. R. Wiradarya. 1993. Produksi Kambing dan Domba di Indonesia. Sebelas Maret University Press, Surakarta. Walpole, R. E. 1995. Pengantar Statistik. Terjemahan: Bambang Sumantri. Edisi ke-3. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Williamson, G. dan W. J. A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Terjemahan: SGN Djiwa Darmadja. Edisi ke-3. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
29
LAMPIRAN
Lampiran 1. Borang Penelitian 1. Keterangan Hari / Tanggal Nama Peternak Nama Desa Nama Kecamatan 2. Karakteristik Ukuran Tubuh No
Kode
Umur
BB
(kg)
Body Length
Girth Depth
Hip Width
Chest Width
Wither Heigth
Rump Height
Chest Depth
panjang badan
lingkar dada
lebar pinggul
lebar dada
tinggi pundak
tinggi pinggul
dalam dada
(cm)
(cm)
(cm)
(cm)
(cm)
(cm)
(cm)
Rump Length panjang pinggul (cm)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
31
Lampiran 2. Hasil Analisis Uji-t dan Rataan Bobot Badan dan Ukuran-ukuran Tubuh pada Domba Ekor Gemuk (DEG) dan Domba Ekor Tipis (DET). Pengukuran Tubuh (cm)
Perbandingan
Nilai T
Niai P
Bobot badan (kg)
I0 DEG vs I0 DET I1 DEG vs I1 DET
2,96 1,96
0,025* 0,086tn
Panjang badan
I0 DEG vs I0 DET I1 DEG vs I1 DET
4,11 3,06
0,006** 0,008**
Lingkar dada
I0 DEG vs I0 DET I1 DEG vs I1 DET
3,88 3,72
0,008** 0,006**
Lebar pinggul
I0 DEG vs I0 DET I1 DEG vs I1 DET
2,32 0,56
0,054tn 0,587tn
Lebar dada
I0 DEG vs I0 DET I1 DEG vs I1 DET
2,21 1,14
0,069tn 0,286tn
Tinggi badan
I0 DEG vs I0 DET I1 DEG vs I1 DET
3,80 1,91
0,005** 0,286tn
Tinggi pinggul
I0 DEG vs I0 DET I1 DEG vs I1 DET
3,76 2,36
0,006** 0,032*
Dalam dada
I0 DEG vs I0 DET I1 DEG vs I1 DET
2,61 2,04
0,040* 0,081tn
Panjang pinggul
I0 DEG vs I0 DET I1 DEG vs I1 DET
4,82 3,62
0,003** 0,011*
Keterangan :
** = sangat berbeda nyata (P<0,01); * = berbeda nyata (P<0,05) dan tn = tidak berbeda nyata (P>0,05).
32
Lampiran 3. Ringkasan Perbandingan Rataan Bobot Badan dan Ukuranukuran Tubuh pada Domba Ekor Gemuk (DEG) dan Domba Ekor Tipis (DET). Pengukuran tubuh
Bobot Badan (kg)
Panjang Badan
Lingkar Dada
Lebar Pinggul
Lebar Dada
Tinggi Badan
Tinggi Pinggul
Dalam Dada
Panjang Pinggul
Keterangan :
DET (n=7) X ± s (cm)
umur
DEG (n=47) X ± s (cm)
20.24a ± 2.51
I0
23.14b ± 1.62
23.00tn ± 2.79
I1
25.28tn ± 2.02
51.00A ± 3.59
I0
56.77B ± 2.49
53.71A ± 2.13
I1
56.90B ± 2.72
55.90A ± 5.29
I0
63.76B ± 2.12
59.81A ± 3.53
I1
65.30B ± 2.62
12.10tn ± 1.02
I0
13.03tn ± 0.84
13.17tn ± 1.07
I1
13.42tn ± 0.86
13.50tn ± 1.33
I0
14.64tn ± 0.85
14.74tn ± 1.03
I1
15.22tn ± 0.72
51.17A ± 2.16
I0
54.53B ± 2.37
53.86tn ± 2.05
I1
55.88tn ± 3.00
49.76A ± 2.08
I0
52.99B ± 2.32
51.67a ± 2.31
I1
54.42b ± 3.20
24.43a ± 1.88
I0
26.31b ± 0.75
25.00tn ± 1.79
I1
26.44tn ± 0.82
15.09A ± 1.43
I0
17.79B ± 0.93
15.67a ± 1.81
I1
18.22b ± 0.70
Superskrip (A,B) pada baris yang sama menyatakan sangat berbeda nyata (P<0,01); Superskrip (a,b) pada baris yang sama menyatakan berbeda nyata (P<0,05); Superskrip (tn) pada baris yang sama menyatakan tidak berbeda nyata (P>0,05); X ± s = Rataan ± Simpangan baku; n = jumlah ternak;
33
Lampiran 4. Hasil Analisis Uji-t dan Rataan Indeks Morfologi pada Domba Ekor Gemuk (DEG) dan Domba Ekor Tipis (DET). Indeks Morfologi
Perbandingan
Nilai T
Niai P
Weight
DEG vs DET
2,47
0,245 tn
Height slope
DEG vs DET
- 0,74
0,593 tn
Length index
DEG vs DET
3,13
0,197 tn
Width slope
DEG vs DET
1,73
0,334 tn
Depth index
DEG vs DET
0,45
0,732 tn
Foreleg length index
DEG vs DET
0,84
0,554 tn
Balance
DEG vs DET
7,07
0,019*
Cumulative index
DEG vs DET
3,99
0,156 tn
Keterangan :
* = berbeda nyata (P<0,05) dan tn = tidak berbeda nyata (P>0,05).
Lampiran 5. Ringkasan Perbandingan Rataan Indeks Morfologi pada Domba Ekor Gemuk (DEG) dan Domba Ekor Tipis (DET). Indeks morfologi Weight Height slope Length index Width slope Depth index Foreleg length index Balance Cumulative index Keterangan :
X±s Domba Ekor Tipis Domba Ekor Gemuk tn 38.72 ± 5.61 49.19 ± 2.11tn 1.79 ± 0.56tn 1.50 ± 0.06tn 0.99 ± 0.01tn 1.03 ± 0.01tn 1.70 ± 0.13tn 1.48 ± 0.12tn 0.47 ± 0.01tn 0.47 ± 0.01tn 27.80 ± 1.50tn 28.83 ± 0.86tn 0.60 ± 0.01b 0.55 ± 0.01a 3.33 ± 0.12tn 3.66 ± 0.05tn
Superskrip (a,b) pada baris yang sama menyatakan berbeda nyata (P<0,05); Superskrip (tn) pada baris yang sama menyatakan tidak berbeda nyata; X ± s = Rataan ± Simpangan baku.
34