STATUS HEMATOLOGIS PADA DOMBA EKOR GEMUK JANTAN YANG MENGALAMI TRANSPORTASI
D. Nurrasyidah, A. Yulianti, dan A. Mushawwir Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh transportasi terhadap status hematologis dan RNA retikulosit pada Domba Ekor Gemuk jantan. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur (PT. Agro Great Indoberkah); Kota Bandung, Jawa Barat (PT. Agro Jaya Mulya); dan Laboratorium Fisiologi Ternak dan Biokimia Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran pada bulan Maret-April 2012. Metode penelitian menggunakan studi kasus dan dianalisis dengan uji-T berpasangan. Pada Domba Ekor Gemuk yang mengalami transportasi dari Probolinggo, Jawa Timur menuju Bandung, Jawa Barat terjadi peningkatan jumlah eritrosit (dari 6,459 juta/mm3 menjadi 8,471 juta/mm3), nilai hematokrit (dari 26,94% menjadi 28,87%), RNA retikulosit (dari 2,72% menjadi 5,18%), dan penurunan kadar hemoglobin (dari 13,13 g/100 ml menjadi 12,47 g/100 ml). Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) antara sebelum dan setelah transportasi pada jumlah eritrosit, nilai hematokrit, kadar hemoglobin dan RNA retikulosit. Kata kunci : transportasi, status hematologis, RNA retikulosit, Domba Ekor Gemuk (DEG)
PENDAHULUAN Domba Ekor Gemuk merupakan domba yang dianggap mempunyai tingkat produktivitas tinggi dan tahan terhadap cuaca panas dengan kelembaban tinggi. Oleh karena itu, dapat dipelihara oleh setiap anggota masyarakat, tidak memerlukan teknologi tinggi dan dengan cara sederhana pun dapat berkembang biak dengan baik. Sarana transportasi diperlukan untuk memenuhi permintaan ternak dari suatu daerah ke daerah lain. Perjalanan antar daerah membutuhkan waktu yang beragam karena adanya variasi jarak, kondisi jalanan yang buruk serta ketidakteraturan jadwal pengangkutan. Selain memberikan kemudahan dalam mobilisasi ternak, transportasi juga memiliki dampak negatif pada ternak, yaitu dapat menimbulkan stres. Stres merupakan sebuah konsekuensi dan efek samping dari lingkungan atau sistem manajemen yang memaksa perubahan fisiologis atau tingkah laku ternak yang dapat mengganggu fungsi fisiologis ternak itu sendiri (Ujang Suryadi dkk., 2010).
Stres transportasi pada ternak, dapat terjadi karena berbagai macam hal, antara lain lama waktu perjalanan, kepadatan pengangkutan ternak, jarak tempuh perjalanan, cuaca selama perjalanan, kondisi jalan yang buruk, dan faktor lainnya. Apabila ternak merasa tertekan atau adanya perubahan kondisi lingkungan yang ekstrim, maka ternak akan menjadi tidak tenang dan akan menimbulkan aktivitas berlebih, begitu pula dengan ternak yang mengalami transportasi, sehingga semakin lama perjalanan atau transportasi ternak maka ternak akan lebih banyak mengalami guncangan dan tingkat kelelahan akan semakin besar. Hal ini dapat diperlihatkan dengan adanya perubahan fisiologis yang ditunjukkan oleh perubahan hematologis ternak, antara lain perubahan jumlah eritrosit, kadar hemoglobin, nilai hematokrit, serta kadar RNA (asam ribonukleat) retikulosit. Ternak yang mengalami perjalanan dengan jarak tempuh yang jauh dan waktu perjalanan yang lama akan mengalami stres transportasi, sehingga jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin akan menurun akibat terlalu banyak cairan tubuh yang dikeluarkan, baik melalui urinasi, keringat, atau panting (terengah-engah), sehingga terjadi perubahan bentuk yang tidak normal pada eritrosit dan menyebabkan hemoglobin yang terikat akan terlepas. Jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin akan meningkat pada suhu lingkungan rendah dan akan menurun pada suhu lingkungan yang tinggi (Guyton, 1991). Jumlah eritrosit normal pada domba berkisar antara 8-13 juta/mm³ (Essential of Veterinary Hematologi) dan 9-13 juta/mm3 (Soeharsono dkk., 2010). Hemoglobin merupakan protein yang terdapat dalam sel darah merah atau eritrosit, yang memberi warna merah pada darah. Hemoglobin terdiri atas zat besi yang merupakan pembawa oksigen. Kadar hemoglobin dapat dipengaruhi antara lain umur, jenis kelamin, cuaca. Kadar hemoglobin normal pada domba sekitar 11-13 g/100 ml (Soeharsono dkk., 2010). Hematokrit merupakan proporsi sel-sel darah dibandingkan plasmanya. Pada hewan nilai hematokrit normal sebanding dengan jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin. Berdasarkan The Merck Veterinary Manual (Soeharsono dkk., 2010), pada domba nilai hematokrit normal berkisar antara 27-37%. Jika jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin berubah, maka persentase
jumlah hematokrit juga ikut berubah. Hal ini dapat dipengaruhi oleh stres yang dialami pada saat transportasi. Retikulosit adalah sel darah merah (eritrosit) muda atau belum matang yang terdapat dalam sirkulasi. Sel ini dapat dikeluarkan dari tempat pembuatannya sebelum diferensiasi sempurna, misalnya dalam keadaan stres, sehingga sel darah merah mengandung RNA tidak sempurna dan sel ini diberi nama retikulosit walaupun mungkin sudah mempunyai inti (Murray, 2005; Soeharsono dkk., 2010). Pada domba yang sehat retikulosit tidak tampak pada darah (Dellman and Brown, 1989; Murray, 2005). Stres transportasi yang dialami ternak dapat dilihat salah satunya dengan terjadi peningkatan kadar RNA retikulosit dalam darah dan perubahan status hematologisnya, antara lain perubahan jumlah eritrosit, nilai hematokrit, dan kadar hemoglobin.
METODE Penelitian ini menggunakan 20 ekor Domba Ekor Gemuk Jantan kisaran umur satu tahun dengan bobot badan sekitar 15-25 kg dan berasal dari Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur. Metode penelitian menggunakan studi kasus dan data diolah secara deskriptif analitik dengan analisis menggunakan uji-t berpasangan. Pengambilan sampel darah dilakukan sehari sebelum transportasi dan segera setelah transportasi. Sampel darah diambil untuk diukur jumlah eritrosit, nilai hematokrit, kadar hemoglobin, dan kadar RNA retikulosit. Ternak diangkut dengan menggunakan truk tertutup jenis colt diesel yang terdiri dari 3 lantai dengan kapasitas angkut 135 ekor, ternak ditempatkan pada posisi duduk secara acak. Lama perjalanan ± 28 jam menempuh jarak ± 861 Km dimulai pukul 17.00. Selama transportasi ternak diberi makan satu kali, dan diistirahatkan lima kali atau setiap ada pos ternak.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Transportasi terhadap Status Hematologis Hasil penelitian menunjukkan bahwa ternak dapat diindikasikan mengalami stres yang ditunjukkan dengan peningkatan RNA retikulosit dan perubahan jumlah eritrosit, nilai hematokrit, dan kadar hemoglobin (Tabel 1). Berdasarkan hasil analisis terdapat perbedaan yang nyata (P < 0,05) antara sebelum dan setelah transportasi.
Tabel 1. Rataan Jumlah Eritrosit, Nilai Hematokrit, Kadar Hemoglobin, dan Kadar RNA Retikulosit Sebelum dan Setelah Transportasi Peubah Eritrosit (juta/mm3) Hematokrit (%) Hemoglobin (g/100 ml) RNA Retikulosit (%)
Transportasi Sebelum Setelah Sebelum Setelah Sebelum Setelah Sebelum Setelah
Rataan 6,459 8,471 26,94 28,87 13,13 12,47 2,72 5,18
Peningkatan jumlah eritrosit dapat disebabkan karena kondisi lingkungan domba berada pada kondisi yang lebih nyaman (22-25⁰C) dari lingkungan awalnya (27-34⁰C), sehingga meningkatkan konsumsi pakan dan kebutuhan energinya. Menurut Guyton dan Hall (1997), kenaikan jumlah eritrosit setelah mengalami transportasi dapat disebabkan karena domba mengalami peningkatan kecepatan metabolisme sel diseluruh tubuh dan meningkatnya kebutuhan energi yang mengakibatkan bertambahnya kebutuhan oksigen sehingga terjadi percepatan eritropoiesis pada sumsum tulang. Hematokrit merupakan proporsi sel-sel darah dibandingkan plasmanya, sehingga peningkatan hematokrit sejalan dengan peningkatan eritrosit. Apabila eritrosit meningkat maka nilai hematokrit juga akan ikut meningkat, dan sebaliknya. Menurut Swenson (1970), ketika hewan ketakutan, maka epinephrine meningkatkan kontraksi limpa, sehingga sel darah merah pada sirkulasi darah menjadi sangat kuat dan akhirnya meningkatkan nilai hematokrit.
Jumlah eritrosit meningkat sejalan dengan meningkatnya kebutuhan energi, maka asam amino pembentuk Hb lebih diutamakan untuk sintesis energi, sehingga Hb mengalami penurunan. Menurut Sporer dkk. (2008) dan Rahardja (2010), tekanan stres mengakibatkan produksi
glucocorticoid
terutama
cortisol
yang
memacu
peningkatan
terjadinya
glukoneogenesis. Diketahui bahwa glukoneogenesis merupakan jalur pembentukan glukosa dari prekursor-prekursor non karbohidrat (asam-asam amino dan asam-asam lemak). Dapat dipastikan bahwa ketika stres transportasi, pemanfaatan asam-asam amino memasuki jalur siklus Krebs menjadi meningkat. Terkait dengan sintesis hemoglobin (Sturkie, 1976; Guyton, 1996; dan Andi Mushawwir, 2005),
maka tampak bahwa ketika laju glukoneogenesis
meningkat untuk pemenuhan energi, asam-asam amino pembentuk Hb (terutama glisin dan metheonin) lebih diutamakan masuk ke dalam jalur siklus Krebs untuk sintesis energi yang menyebabkan laju pembentukan Hb mengalami penurunan. Peningkatan RNA retikulosit dalam darah menandakan bahwa ternak menglami stres. Stres transportasi yang tinggi akan berpengaruh terhadap proses metabolisme di dalam tubuh, antara lain menurunnya retensi nitrogen, meningkatnya ekskresi natrium serta menurunnya glukosa dan protein plasma. Pada keadaan ini, jumlah retikulosit meningkat karena sumsum tulang mengompensasi penurunan eritrosit dengan meningkatkan jumlah eritrosit muda baru di dalam sirkulasi (Murray, 2009).
KESIMPULAN Ternak yang telah mengalami transportasi (dari Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur menuju Kota Bandung, Jawa Barat) dapat diindikasikan mengalami stres yang ditunjukkan dengan adanya peningkatan kadar RNA retikulosit (dari 2,72% menjadi 5,18%) dan perubahan jumlah eritrosit (dari 6,459 juta/mm3 menjadi 8,471 juta/mm3), nilai hematokrit (dari 26,94% menjadi 28,87%), dan kadar haemoglobin (dari 13,13 g/100 ml menjadi 12,47 g/100 ml).
UCAPAN TERIMAKASIH Ir. Hj. An An Yulianti, M.S.; Andi Mushawwir, S.Pt., MP.; Seluruh civitas akademika FAPET UNPAD; PT. Agro Indo Berkah; PT. Agro Jaya Mulya; Rido Fajar Martha; M. Ocky Reza R.; Bambang Suharto, SE.; Ir. Atje Robiah; Zemmeina Annisa.
DAFTAR PUSTAKA Andi Mushawwir. 2005. Kondisi Hematologik Ayam Ras Pedaging dengan Pemanas Induk Buatan yang Berbeda serta Pemberian Ransum yang Mengandung Level Zat Besi (Fe), Tesis. Program Pascasarjana, Universitas Padjadjaran, Bandung. Dellmann H. D. and E. M. Brown. 1989. Buku Teks Histologi Veteriner. Penerjemah : R. Hartono. UI Press, Jakarta. Guyton, A.C. 1991. Fisiologi Kedokteran, Edisi ke-3. Penerjemah A. Dharma. CV. EGC, Jakarta. . 1996. Fisiologi Kedokteran, Edisi ke-7. Penerjemah: K. A. Tengadi, R. Tandean, R. M. Moetedjo, B. Rahardja, dan M. Mawi. CV. EGC, Jakarta. . 1997. Fisiologi Kedokteran, Edisi ke-9. Penerjemah Irawati Setiawan, dkk. CV. EGC, Jakarta. Murray, R.K., D.K. Granner and V. W. Rodwell. 2009. Biokimia Harper, Edisi ke-27. CV. ECG, Jakarta. Rahardja, D. P. 2010. Ilmu Lingkungan Ternak. Penerbit Masagena, Makassar. Soeharsono, A. Mushawwir, E. Hernawan, L. Adriani, K. A. Kamil. 2010. Fisiologi Ternak: Fenomena dan Nomena Dasar, Fungsi, dan Interaksi Organ pada Hewan. Widya Padjadjaran, Bandung. Sporer, PKRB., S. D. Weber, J. L. Burton, B. Earley and M. A. Crowe. 2008. Transportation of young beef bulls alters circulating physiological parameters that may be effective biomarkers of stress. J. Anim. Sci. 86:1325-1334. Sturkie, P.D., P. Griminger, 1976. Blood : Physical Characteristics, Formed, Elements, Hemoglobin, and Coagulation in Avian Physiology. Thirt Edition. Springer Verlag, New York. Swenson, M. J. 1970. Dukes Physiology of Domestic Animals, 8th Ed. Comstock Publishing Associates a Division of Cornell University Press. Ithaca. London. Ujang Suryadi, dkk. 2010. Strategi Eliminasi Stres Transportasi pada Sapi Potong Menggunakan Kromium Organik. UNPAD Press, Bandung.