Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
PENGARUH PEMBERIAN LEGUMINOSA TERHADAP BOBOT LAHIR DOMBA EKOR GEMUK (DEG) YANG DIPELIHARA SECARA SEMI INTENSIF (Effect of Leguminous Feeding Toward Birth Weight of Fat Tailled Lamb Raised in Semi Intensive System) F.F. MUNIER Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah , Jl. Raya Lasoso 62, Biromaru, Sulawesi Tengah 94364
ABSTRACT Legumes as additive feed for pregnant Fat Tailled Sheep (FTS) ewes could increase birth weight. This research aimed to study the effect of leguminous feeding as feed additive toward birth weight of lamb which were raised in semi intensive management. The research was done in Kawatuna, South Palu sub district, Palu City, Central Sulawesi province in January – October 2003. Total of 20 heads of pregnant Fat Tailled Sheep ewes 1,0 – 1,5 years old were devided one group as farmer model and three groups were fed legumes. Every group consisted of five pregnant Fat Tail Sheep ewes. P0 = without feed additive, P1 = 500 g/head/day of peanut (Arachis hypogaea) by-product, P2 = 500 g/head/day of Gliricidia sepium, P3 = 500 g/head/day of Desmanthus virgatus. Legumes were given to FTS ewes every morning before grazing on pasture from 11:00 – 17:00. Observation of birth weight was done right after given birth of FTS ewes during 10 months. The statistical analysis was done based on Completely Randomized Design (CRD) and it was tested by The Least Significant Different (LSD). Feeding of legumes like peanut by-product, Gliricidia and Desmanthus showed significantly different (P < 0.01) birth weight of male lambs, while female lambs were not significantly different (P > 0.05). The highest average birth weight for female lamb was on P2 followed by P1 and P3, and the lowest was P0 : 2.9, 2.8, 2.7 and 2.6 kg, respectively. Average birth weight for male lamb was on P2, followed by P3 and P1 and the lowest was P0: 3.3, 3.1, 3.0 and 2.8 kg, respectively. Key Words:Leguminous, FTS Lambs, Birth Weight ABSTRAK Pemanfaatan leguminosa sebagai pakan tambahan untuk Domba Ekor Gemuk (DEG) betina bunting dapat meningkatkan bobot lahir anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian leguminosa sebagai pakan tambahan terhadap bobot lahir anak jantan dan betina DEG yang dipelihara secara semi intensif. Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Kawatuna, Kecamatan Palu Selatan, Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah dari bulan Januari – Oktober 2003. Sejumlah 20 ekor DEG betina bunting berumur 1,0 – 1,5 tahun. DEG ini dibagi menjadi satu kelompok pola peternak dan tiga kelompok diberikan pakan tambahan leguminosa. Setiap kelompok terdiri dari lima ekor DEG betina bunting. P0 = tanpa pakan tambahan, P1 = 500 g/ekor/hari brangkasan kacang tanah (Arachis hypogaea), P2 = 500 g/ekor/hari daun gamal (Gliricidia sepium), P3 = 500 g/ekor/hari daun desmanthus (Desmanthus virgatus). Leguminosa ini diberikan pada DEG betina setiap hari sebelum digembalakan. Rumput alam dikonsumsi DEG saat digembalakan di padang penggembalaan mulai pukul 11-00 – 17.00. Pengamatan bobot lahir anak DEG dengan melakukan penimbangan setiap terjadi kelahiran selama 10 bulan. Analisis statistik digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dan diuji dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT). Pemberian pakan tambahan leguminosa berupa brangkasan kacang tanah, gamal dan desmanthus memberikan perbedaan yang nyata (P < 0,01) terhadap rataan bobot lahir anak DEG jantan, sedangkan pada induk DEG yang anak betina tidak memberikan pengaruh nyata (P>0,05). Rataan bobot lahir anak DEG betina tertinggi pada P2, diikuti oleh P1 dan P3, terendah pada P0, masing-masing 2,9 kg, 2,8 kg dan 2,7 kg serta 2,6 kg. Bobot lahir jantan tertinggi pada P2, diikuti oleh P3 dan P1 dan terendah pada P0, masing-masing 3,3 kg, 3,1 kg dan 3,0 kg serta 2,8 kg. Kata Kunci: Leguminosa, Anak Domba Ekor Gemuk (DEG), Bobot Lahir
430
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
PENDAHULUAN Perkembangan populasi domba ekor gemuk (DEG) di wilayah Lembah Palu relatif lambat. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti manajemen pemeliharaan yang umumnya masih bersifat tradisional, mutu genetik rendah akibat perkawinan sedarah (inbreeding), kurang subur (infertil), dan tingginya angka kematian anak. Faktor penyebab lainnya adalah tingginya angka pemotongan DEG yang tidak seimbangan dengan angka kelahiran. Berdasarkan perkembangan data populasi DEG di Sulawesi Tengah selama dua tahun terakhir yakni populasi tahun 2005 sebanyak 5.556 ekor dan tahun 2006 turun menjadi 5.412 ekor, sedangkan angka pemotongan DEG yang tercatat oleh petugas tahun 2005 sebanyak 1.095 ekor dan tahun 2006 naik menjadi 1.350 ekor (SUJANARTO, 2006). Langkah awal untuk meningkatkan populasi DEG dengan menekan terjadinya kematian anak saat dilahirkan dengan melakukan perbaikan manajemen pemeliharaan. Salah satu upaya perbaikan manajemen pemeliharaan adalah pemberian pakan. Pakan yang dikonsumsi DEG sangat mempengaruhi terhadap produktivitasnya. Hal ini cukup beralasan karena kebiasaan peternak menggembalakan DEG di padang penggembalaan rumput alam. DEG yang digembalakan di padang ini tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup pokok dan produksi karena terbatasnya ketersediaan biomasa hijauan pakan dan kandungan nutrisinya rendah. Rataan ketersediaan rumput alam di padang penggembalaan rakyat di wilayah Lembah Palu cukup rendah yakni hanya 1.483,2 kg/ha/tahun (MUNIER, 2003) atau hanya dapat menampung 3 ekor/ha/tahun domba dewasa dengan bobot badan 35 kg, sedangkan leguminosa kurang tersedia di padang penggembalaan ini. Padahal dalam satu kawanan DEG yang umumnya digiring peternak untuk digembalakan berkisar 20-30 ekor. Kondisi ini dapat mengakibatkan terjadinya kompetisi dalam merenggut hijauan pakan yang ada di sekitarnya. DEG yang kuat dalam kawanan akan lebih banyak mengkonsumsi hijauan pakan dibandingkan dengan DEG yang lemah seperti anak, betina muda dan betina muda bunting.
Alternatif untuk memenuhi kekurangan unsur nutrisi terutama protein kasar bagi DEG betina yang sedang bunting dengan pemberian pakan tambahan berupa leguminosa gamal, desmanthus dan brangkasan kacang tanah. Ketiga jenis leguminosa ini cukup tersedia di wilayah Lembah Palu yang belum dimanfaatkan secara optimal oleh para peternak. Pemberian pakan tambahan leguminosa pada DEG betina bunting diharapkan dapat memperbaiki kondisi fisik calon induk dan melahirkan anak yang sehat dengan bobot lahir yang tinggi. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pemberian leguminosa sebagai pakan tambahan terhadap bobot lahir anak jantan dan betina DEG yang dipelihara secara semi intensif. MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan di Kelurahan Kawatuna, Kecamatan Palu Selatan, Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah dari bulan Januari – Oktober 2003. Sejumlah 20 ekor DEG betina bunting berumur 1,0 – 1,5 tahun, dibagi menjadi satu kelompok pola peternak (kontrol) dan tiga kelompok diberikan perlakuan pakan tambahan leguminosa. Setiap kelompok terdiri dari lima ekor DEG betina bunting. P0 = tanpa pakan tambahan (kebiasaan peternak), P1 = 500 g/ekor/hari brangkasan kacang tanah (Arachis hypogaea), P2 = 500 g/ekor/hari daun gamal (Gliricidia sepium), P3 = 500 g/ekor/hari daun desmanthus (Desmanthus virgatus). Brangkasan kacang tanah diberikan dalam bentuk kering, sedangkan gamal dan desmanthus dilayukan (dikeringanginkan) terlebih dahulu sebelum diberikan pada DEG untuk mengurangi kadar air. Brangkasan kacang tanah dan desmantus beserta batangnya dicacah sepanjang 5 cm – 10 cm sebelum diberikan pada DEG, sedangkan daun gamal diberikan dengan tangkai daun. Ketiga jenis leguminosa ini diberikan pada DEG setiap pagi hari sebelum digembalakan sesuai porsi kebutuhan individu DEG. Rumput alam (pakan dasar) dikonsumsi DEG saat digembalakan di padang penggembalaan mulai pukul 11.00 – 17.00. Pengamatan bobot lahir dilakukan dengan penimbangan anak setiap terjadi kelahiran.
431
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
Analisis kandungan nutrisi leguminosa dengan mengambil sisa pakan pada perlakuan, sedangkan rumput alam diambil dari padang penggembalaan tempat DEG merumput. Analisis ini menggunakan metode Proksimat (Proximate Analysis) untuk penentuan kandungan bahan kering, protein kasar dan serat kasar dan dikerjakan pada Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Pertanian, Universitas Tadulako, Palu. Pengamatan bobot lahir anak DEG dengan melakukan penimbangan setiap terjadi kelahiran selama 10 bulan. Analisis data bobot lahir DEG menggunakan Rancangan Acak Lengkap (SASTROSUPADI, 2000) dengan rumus: Yij = µ + Ti + Eij;
i = 1,2,3,....t j = 1,2,3, ....r
dimana: Yij : respon atau nilai pengamatan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ : nilai tengah umum Ti : pengaruh perlakuan ke-i Eij : pengaruh galat percobaan dari perlakuan kei dan ulangan ke-j
Apabila hasil analisis data menunjukkan bahwa pemberian leguminosa pada calon induk DEG berpengaruh nyata terhadap bobot lahir anak, maka dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) dari prosedur SASTROSUPADI, 2000 dengan rumus: _______ BNT = t (db galat) x
√
2S2 Ulangan
dimana: s2 : kuadrat tengah (KT) galat
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi anak DEG yang baru dilahirkan Penampilan (performance) anak DEG yang baru dilahirkan sangat dipengaruhi saat induknya bunting. Induk yang saat bunting mendapatkan perlakuan yang kurang baik seperti tidak diberikan vitamin, tidak dilakukan pengendalian dan pengobatan parasit cacing, tidak diberikan pakan tambahan penguat
432
(konsentrat), dan kekurangan pakan saat merumput di padang penggembalaan akibat terbatasnya ketersediaan hijauan pakan sehingga terjadi kompetisi saat merenggut hijauan pakan. Berdasarkan pengamatan di lapangan DEG jantan dan betina dewasa yang lebih mendominasi merenggut hijauan pakan, sedangkan betina muda dan anak tidak mampu bersaing untuk merenggut hijauan pakan. Khusus betina muda yang sedang bunting akan mengalami kekurangan unsur nutrisi yang dibutuhkan untuk hidup pokok dan perkembangan fetus di dalam kandungannya. Kondisi ini apabila dibiarkan hingga menjelang kelahiran dapat mengakibatkan fisik calon induk menjadi lemah, tidak tersedia air susu induk dan fisik anak saat dilahirkan lemah dan tidak aktif. Permasalahan seperti ini umumnya mengakibatkan kematian pada anak umur 1-3 hari. Namun apabila anak DEG ini bertahan hidup maka perkembangan tubuhnya lambat (kerdil). Hasil pengamatan pada kegiatan penelitian dengan melakukan perbaikan manajemen pemelihaan khususnya pada DEG yang sedang bunting seperti pemberian vitamin kompleks, pengendalian dan pengobatan parasit cacing dan pemberian pakan tambahan (feed additive) berupa leguminosa brangkasan kacang tanah, daun gamal dan daun desmanthus. Perbaikan manajemen pemeliharaan ini meningkatkan penampilan calon induk dan anak. Fisik calon induk DEG membaik ditandai dengan gerakan yang aktif, kemampuan mengkonsumsi hijauan pakan meningkat, menjelang kelahiran anaknya terjadi pembesaran pada ambing dan puting susu (mammary system). Perbaikan manajemen ini disamping memperbaiki penampilan fisik calon induk DEG juga diikuti oleh peningkatan penampilan anak saat dilahirkan. Anak DEG yang baru dilahirkan memiliki bobot lahir yang ideal. Fisik anak DEG baik dan kompak, memperlihatkan gerakan yang aktif bahkan pada hari pertama sesudah kelahiran sudah belajar menyusu (milking), tetapi pada umumnya anak DEG belajar menyusu pada hari ke-2 – 3 setelah dilahirkan. Pada hari ke-3 – 5 setelah lahir fisik anak sudah kuat dan sudah bisa ikut dengan induknya untuk digembalakan.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
Tabel 2. Total konsumsi leguminosa per individu DEG betina bunting berdasarkan kandungan nutrisi
Kandungan nutrisi rumput alam dan leguminosa Kandungan nutrisi rumput alam dan leguminosa yang diberikan pada DEG betina bunting sebagai pakan tambahan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kandungan nutrisi rumput alam dan leguminosa dikonsumsi DEG betina bunting Jenis hijauan pakan
Kandungan nutrisi (%) Bahan kering
Protein kasar
Serat kasar
Rumput alam (P0)
54,2
3,0
13,5
Brangkasan kacang tanah (P1)
88,5
15,1
12,5
Gamal (P2)
90,9
23,5
24,3
Desmanthus (P3)
88,3
16,3
27,1
Dianalisis di Lab. Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Pertanian Universitas Tadulako, Palu, 2003
Konsumsi hijauan pakan harian DEG saat digembalakan di padang penggembalaan umum di wilayah Kelurahan Kawatuna, Kecamatan Palu Selatan, Kota Palu hanya mengkonsumsi pakan dasar berupa rumput alam (native grass). Hasil analisis di laboratorium menunjukkan bahwa kandungan protein kasar rumput alam di padang penggembalaan kota Palu hanya 3,0%. Nilai unsur protein kasar ini sangat rendah dan tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup pokok dan produksi. Pemberian pakan tambahan berupa leguminosa merupakan suatu upaya agar ternak DEG khususnya betina bunting ini dapat memenuhi kebutuhan hidup pokok, perkembangan fetus didalam kandungan dan mempersiapkan untuk memproduksi air susu menjelang melahirkan. Ketiga jenis leguminosa ini cukup tersedia di wilayah Kelurahan Kawatuna dan sekitarnya. Beberapa jenis leguminosa yang tersedia di kelurahan Kawatuna dan sekitarnya, yaitu desmanthus, gamal dan lamtoro, sedangkan limbah pertanian seperti brangkasan kacang tanah, brangkasan jagung dan jerami padi (MUNIER et al., 2002).
Perlakuan
Total dikonsumsi (g) Bahan kering
Protein kasar
Serat kasar
P1
442,5
75,0
62,5
P2
454,5
117,5
121,5
P3
441,5
81,5
135,5
Perlakuan pemberian pakan tambahan leguminosa pada P1, P2 dan P3 masing-masing 500 g/ekor/hari brangkasan kacang tanah, gamal dan desmanthus. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa ketiga jenis leguminosa yang diberikan setiap hari dapat dihabiskan oleh DEG. Hal ini mengindikasikan bahwa ketiga jenis leguminosa ini cukup disukai (palatable) oleh DEG. Disamping itu jumlahnya leguminosa yang diberikan per individu sesuai dengan kebutuhannya untuk menutupi kekurangan protein kasar dari rumput alam yang dikonsumsi saat digembalakan. P0 dalam penelitian ini tidak diberikan pakan tambahan leguminosa hanya mengkonsumsi rumput alam saat digembalakan di padang penggembalaan setiap hari. Bobot lahir Bobot lahir anak DEG sangat dipengaruhi oleh kondisi induknya saat bunting. Calon induk DEG yang mengkonsumsi pakan yang cukup baik dari segi kuantitas maupun kualitas akan melahirkan anak yang sehat dan berbobot lahir yang cukup tinggi. Hasil penimbangan anak DEG saat hari pertama kelahiran menunjukkan bahwa pemberian leguminosa sebagai pakan tambahan dapat meningkatkan bobot lahir anak jantan dan betina. Hal ini dapat lihat pada Tabel 3, dimana ketiga perlakukan pemberian pakan tambahan leguminsa (P1, P2 dan P3) ini menunjukkan bobot lahir yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan bobot lahir anak DEG yang tidak diberikan pakan tambahan. Pada Tabel 3, berdasarkan analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian pakan tambahan leguminosa (P1, P2 dan P3) pada
433
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
induk yang melahirkan anak betina tidak memberikan pengaruh nyata (P > 0,05) terhadap bobot lahir anaknya. Namun secara fisik rataan bobot lahir anak betina tertinggi pada P2 yang diikuti dengan P1 dan P3, bobot lahir terendah pada P0. Pemberian pakan tambahan leguminosa (P1, P2 dan P3) pada induk yang melahirkan anak jantan memberikan pengaruh nyata (P < 0,01) terhadap bobot lahir anaknya. Rataan bobot lahir anak jantan tertinggi pada P2 yang diikuti dengan P3 dan P1, bobot lahir terendah pada P0. Tabel 3. Rataan bobot lahir anak DEG jantan dan betina Perlakuan
Bobot lahir Bobot lahir betina (kg) jantan (kg)
Rataan
2,6
a
P1
2,8
a
P2
2,9a
3,3b
3,1
P3
a
bc
2,9
P0
2,7
a
2,7
ac
2,9
2,8 3,0 3,1
Angka yang diikuti oleh huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan nyata (P < 0,01)
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa bobot lahir anak DEG jantan P1 berbeda sangat (P < 0,01) lebih tinggi dibanding P0 dan P1, sedang dengan P3 tidak berbeda nyata (P > 0,05). Tingginya bobot lahir anak DEG jantan P2 dibandingkan dengan P0, P1 dan P3 karena kebutuhan unsur nutrisi terutama protein kasar melebihi dari standar kebutuhan induk DEG yang direkomendasi oleh peneliti sebelumnya. Menurut KEARL (1982) bahwa kebutuhan protein kasar untuk induk domba adalah 15%, padahal kandungan protein kasar gamal (P2) sebesar 23,5%, berarti masih berkelebihan 8,5% atau 42,5 g/500 g gamal. Brangkasan kacang tanah (P1) dan desmanthus (P3) hanya memiliki kandungan protein kasar 15-16%, hal ini berarti protein kasar yang dikonsumsi induk DEG pada kedua perlakukan ini hanya cukup untuk kebutuhan pokok dan reproduksi tetapi jumlah yang dikonsumsi tidak berlebih. Pada penelitian ini ditemukan bahwa bobot lahir anak DEG jantan lebih tinggi dibandingkan anak betina. Umumnya bobot lahir anak domba berjenis kelamin jantan lebih
434
tinggi dibandingkan dengan berjenis kelamin betina (WIDODO dan HAKIM, 1981). Hal ini juga ditemui pula oleh peneliti sebelumnya. ADIATI et al. (2004) bahwa domba garut yang diberikan rumput lapangan, rumput gajah, daun ubu jalar, daun labu, limbah pertanian dan dedak padi dengan bobot lahir anak jantan 3,25 kg dan anak betina 3,18 kg. KESIMPULAN Pemberian pakan tambahan leguminosa berupa brangkasan kacang tanah, gamal dan desmanthus memberikan perbedaan yang nyata (P < 0,01) terhadap rataan bobot lahir anak DEG jantan, sedangkan pada induk DEG yang anak betina tidak memberikan pengaruh nyata (P > 0,05). Rataan bobot lahir anak DEG betina tertinggi pada P2, diikuti oleh P1 dan P3, terendah pada P0, masing-masing 2,9 kg, 2,8 kg dan 2,7 kg serta 2,6 kg, sedangkan bobot lahir jantan tertinggi pada P2, diikuti oleh P3 dan P1 dan terendah pada P0, masing-masing 3,3 kg, 3,1 kg dan 3,0 kg serta 2,8 kg. UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Saudara Abang (Pengurus Kelompok Peternak Watu N’Jamboko, Kelurahan Kawatuna) dan Aslan Lasenggo AMd. (Teknisi BPTP Sulteng) atas bantuannya dalam pengamatan dan pengumpulan data. DAFTAR PUSTAKA ADIATI, U., A. SUPARYANTO dan S. AMINAH. 2004. Perkembangan anak domba adu hasil inseminasi buatan di Kabupaten Garut. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 4 – 5 Agustus 2004. hlm. 282 – 290. KEARL, L.C. 1982. Nutrient Requirements of Ruminants in Developing Countries. Int’l Feedstuff Inst. Utah Agric. Exp. Sta. USU. Logan Utah, USA. LABORATORIUM NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS TADULAKO, PALU. 2003. Laporan Analisa Proksimat Sampel Hijauan Pakan.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
MUNIER, F.F., D. BULO dan A.N. KAIRUPAN. 2002. Karakteristik pemeliharaan ternak Domba Ekor Gemuk (DEG) di Kelurahan Kawatuna, Kecamatan Palu Selatan, Kota Palu, Sulawesi Tengah. Pros. Ekspose Nasional Penelitian dan Pengembangan Pertanian, “Memacu Pembangunan Agribisnis melalui Optimalisasi Sumber Daya Lahan dan Penerapan Teknologi Spesifik Daerah”. Ujung Pandang, 22 – 23 Oktober 2002. Buku II, Puslitbangtanak, Bogor. hlm. 441 – 448. MUNIER, F.F. 2003. Karakteristik Sistim Pemeliharaan Ternak Ruminansia Kecil di Lembah Palu Sulawesi Tengah. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner di Auditorium Balai Penelitian Veteriner. Bogor, 29 – 30 September 2003. hlm. 327 – 332.
SASTROSUPADI, A. 2000. Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian. Edisi Revisi. Kanisius, Yogyakarta. SUJANARTO. 2006. Kebijakan Strategis Peningkatan Produksi Ternak Ruminansia Melalui Pengembangan Penanganan Pasca Panen. Makalah Seminar dan Lokakarya Peternakan: Peningkatan Kualitas Pasca Panen Ternak Ruminansia Potong Indonesia sebagai Landasan Perkembangan Industri Peternakan Di Indonesia, Palu 29 Juli 2006. Dinas Pertanian Perkebuan dan Peternakan provinsi Sulawesi Tengah. 16 hlm. WIDODO, W. dan L. HAKIM. 1981. Pemuliaan Ternak. Lembaga Penerbitan Universitas Brawijaya Malang, Malang.
DISKUSI Pertanyaan: Bagaimana produksi leguminosa di daerah Sulawesi Tengah, apakah mencukupi saat kemarau? Jawaban: Ketersediaan leguminosa mencukupi saat musim kemarau. Saat panen kacang tanah, brangkasan kacang tanah dikeringkan dan disimpan sampai 6 – 8 bulan. Gamal tersedia sepanjang tahun karena dapat beradaptasi saat kemarau (tetap tersedia) dan merupakan tanaman pagar. Demanthus juga cukup tersedia sebagai tanaman semak potong dan tahan kekeringan.
435