KARAKTERISTIK MORFOMETRIK DOMBA GARUT YANG DIBERI PERLAKUAN PENCUKURAN DAN DIPELIHARA SECARA SEMI INTENSIF
SKRIPSI REIZA RIZKI RAMADAN PRADANA
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN Reiza Rizki Ramadan P. D14070191. Karakteristik Morfometrik Domba Garut yang Diberi Perlakuan Pencukuran dan Dipelihara secara Semi Intensif. Skripsi. Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Ir. Sri Rahayu, M.Si. Pembimbing Anggota : Ir.Maman Duldjaman, MS Penampilan seekor hewan adalah hasil dari suatu proses pertumbuhan yang berkesinambungan dalam seluruh hidup hewan tersebut. Pertumbuhan atau perkembangan ternak dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Salah satu faktor lingkungan adalah iklim, terutama suhu dan kelembaban. Ketika suhu semakin meningkat maka ternak mendapatkan cekaman panas. Saat ini dunia sedang mengalami peningkatan suhu bumi secara global (global warming). Secara umum akan berpengaruh terhadap performa produksi ternak. Karakteristik morfometrik merupakan salah satu faktor dari performa produksi ternak. Ukuran tubuh (morfometrik) merupakan sifat kuantitatif yang dapat memberikan gambaran secara eksterior seekor ternak. Oleh karena itu, untuk meningkatkan performa ternak diperlukan manajemen yang tepat untuk mengatasinya, salah satunya adalah pencukuran. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan pengaruh pencukuran terhadap karakteristik morfometrik domba garut jantan dan betina yang dipelihara secara semi intensif. Penelitian ini dilaksanakan di Peternakan Domba Indocement, di Desa Tajur, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor dan dilaksanakan selama 10 minggu mulai bulan Agustus sampai Oktober 2010. Dalam penelitian ini digunakan 20 ekor domba garut yang terdiri dari 10 ekor domba jantan dan 10 ekor domba betina yang diberi perlakuan pencukuran sehingga terdapat lima ekor jantan cukur, lima ekor jantan tidak cukur, lima ekor betina cukur dan lima ekor betina tidak cukur. Peubah yang diamati adalah panjang badan, tinggi badan, tinggi panggul, dalam dada, lebar pinggul, lebar dada, lingkar dada, dan panjang pinggul. Pengukuran dilakukan setiap dua minggu sekali. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap pola Faktorial (2x2), faktor A adalah pencukuran (dicukur dan tidak dicukur) dan faktor B adalah jenis kelamin (jantan dan betina) dan terdapat lima ulangan. Data pertumbuhan morfometrik yang diperoleh dianalisis dengan analisis ragam (ANOVA). Jika terdapat perbedaan nyata atau sangat nyata, maka dilanjukan dengan uji Duncan. Laju perkembangan morfometrik di analisis secara deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa perlakuan pencukuran secara umum tidak berpengaruh (P>0,05) terhadap ukuran morfometrik pada akhir penelitian dan pertumbuhannya. Kecuali pada beberapa pertumbuhan morfometrik yakni pertumbuhan panjang badan dan tinggi pinggul berpangaruh nyata (P<0,05) pada perlakuan pencukuran. Pertumbuhan panjang badan dari domba yang dicukur (5,35±1,20 cm) lebih rendah daripada domba yang tidak dicukur (7,00±2,19 cm ). Pertumbuhan tinggi pinggul dari domba yang dicukur (7,00±2,66 cm) lebih tinggi dari pada domba yang tidak dicukur (4,40±1,41 cm). Pada jenis kelamin secara keseluruhan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap ukuran
i
morfometrik pada akhir dan pertumbuhan morfometrik. Sementara itu terdapat interaksi antara jenis kelamin dan pencukuran pada pertumbuhan panjang pinggul. Rataan pertumbuhan panjang pinggul jantan cukur ialah 1,30±0,57 cm berbeda dengan betina cukur 2,88±1,30 cm (P<0,05). Tetapi pertumbuhan jantan cukur tidak berbeda nyata dengan jantan tidak cukur dan betina tidak cukur. Kata–kata kunci : domba garut, morfometrik, pencukuran.
ii
ABSTRACT MORPHOMETRIC CHARACTERISTIC OF GARUT SHEEP TREATED BY SHEARING IN SEMI INTENSIVE SYSTEM Pradana, R. R. R., S. Rahayu, M. Duldjaman
Recently, the temperature of the weather condition in the world increasing (global warming). The increasing of the temperature can be effected to the livestock conditions, such as heat stress. This condition also can be effected to the characteristic morphometric of the animals. This research was conducted for 10 weeks, 20 garut sheeps under 1 year old used, which consists of five males were shaved, five males were not shaved, five females were shaved and five females were not shaved. The result showed the generally treatment of shaved has not significant (P>0,05) for all parameter in the last research and growth morfometric. Except to The growth morfometric of body length, and rump height has significant (P<0,05). The growth of body length, the shearing sheep (5,35±1,20 cm) was lower than not shearing (7,00±2,19 cm). The growth of rump height, the shearing sheep (7,00±2,66 cm) was higher than not shearing (4,40±1,41 cm). There is interaction between shearing treatment and sex. The growth rump leght, the females were shaved (2,88 ±1,30 cm) and males were shaved (1,30±0,57 cm) has significant (P < 0,05). The growth rump leght of female were shaved higher than male were shaved, but the growth rump leght of female were shaved same with the female and male were not shaved. Keywords: garut sheep, morphometric, shearing
iii
KARAKTERISTIK MORFOMETRIK DOMBA GARUT YANG DIBERI PERLAKUAN PENCUKURAN DAN DIPELIHARA SECARA SEMI INTENSIF
REIZA RIZKI RAMADAN PRADANA D14070191
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
iv
Judul : Karakteristik Morfometrik Domba Garut yang Diberi Perlakuan Pencukuran dan Dipelihara secara Semi Intensif. Nama : Reiza Rizki Ramadan Pradana NIM : D14070191
Menyetujui,
Pembimbing Utama,
Ir. Sri Rahayu, M.Si NIP: 19570611 198703 2 001
Pembimbing Anggota,
Ir. Maman Duldjaman, MS. NIP: 19460105 197403 1 001
Mengetahui: Ketua Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M. Agr. Sc NIP: 19591212 198603 1 004
Tanggal Ujian: 13 September 2011
Tanggal Lulus:
v
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tangerang pada tanggal 12 April 1990. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Yudi Santoso dan Sri Wulan Indriati. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 2001 di SD Negeri Setia Mekar 04 Tambun, Bekasi. Pada tahun 2004 penulis menyelesaikan pendidikan lanjutan menengah pertama di SLTP Negeri 1 Tambun Selatan, dan pada tahun 2007 menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 3 Tambun Selatan, Bekasi. Penulis diterima sebagai mahasiswa pada jurusan Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2007. Selama mengikuti pendidikan, penulis penah aktif di lembaga Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Institut Pertanian Bogor (BEM KM IPB), dan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Peternakan IPB.
vi
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas karunia dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan penerus risalahnya hingga akhir zaman. Penulisan skripsi ini dilatar belakangi oleh kondisi lingkungan di Indonesia yang beriklim tropis. Peningkatan suhu dan kelembaban menyebabkan cekaman pada domba, saat domba mengalami cekaman panas maka produktifitas dari ternak akan terganggu, salah satunya adalah
pertumbuhan karakteristik
morfometriknya. Morfometrik merupakan sifat kuantitatif untuk memberikan gambaran eksterior seekor ternak dan mengetahui perbedaan-perbedaan dalam populasi ternak ataupun digunakan dalam seleksi, serta salah satu indikator dalam produksi ternak. Salah satu cara untuk menghindari cekaman panas pada domba yaitu dengan cara pencukuran wol. Hal ini menarik perhatian penulis untuk memberikan informasi pertumbuhan morfometrik domba yang diberi perlakuan pencukuran dan dipelihara secara semi intensif di Peternakan Domba Indocement, Citeureup, Bogor. Penulis memahami bahwa dalam penulisan skripsi ini terdapat banyak kekurangan. Kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi mencapai kebenaran. Semoga semua yang tertuang dalam tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Dramaga, Agustus 2011
Penulis
vii
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN …………………………………………………...
i
ABSTRAK ……………………………………………………...
iii
LEMBAR PERNYATAAN …………………………………….
iv
LEMBAR PENGESAHAN ……………………………………...
v
RIWAYAT HIDUP ……………………………………………...
vi
KATA PENGANTAR …………………………………………...
vii
DAFTAR ISI …………………………………………………….
viii
DAFTAR TABEL ……………………………………………….
x
DFTAR GAMBAR ……………………………………………...
xi
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………….
xii
PENDAHULUAN ……………………………………………….
1
Latar Belakang ………………………………………….. Tujuan ……………………………………………………
1 1
TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………
2
Domba …………………………………………………... Domba Garut ……………………………………………. Pencukuran Bulu Domba ……………………………….. Lingkungan Domba …………………………………….. Pengaturan Suhu dan Kelembaban Udara terhadap Domba …………………………………………………... Morfometrik dan Ukuran Tubuh ……………………….. Pertumbuhan dan Perkembangan ……………………….
2 2 3 4
MATERI DAN METODE ………………………………………
9
Lokasi dan Waktu ………………………………………. Materi …………………………………………………… Ternak …………………………………………… Peralatan ………………………………………… Prosedur …………………………………………………. Rancangan ………………………………………………. Analisis Statistik Deskriptif …………………….. Peubah yang diamati …………………………………….
9 9 9 9 9 10 10 11
HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………….
13
Keadaan umum …………………………………………. Lokasi Penelitian ...……………………………… Kondisi klimat …………….................................. Kondisi Ternak Penelitian .…...…………………
13 13 14 15
4 5 6
viii
Ukuran Morfometrik ……………………………………. Morfometirk Domba Akhir Penelitian ………….. Pertumbuhan Morfometrik Domba ……………... Perkembangan Ukuran Morfometrik .…………………... Panjang Badan ……………………….................. Tinggi Badan ……………………………………. Tinggi Pinggul …………………………………... Lingkar Dada ……………………………………. Dalam Dada ……………………………………... Lebar Dada …………………………………….... Lebar Pinggul …………………………………… Panjang Pinggul …………………………………. Kompilasi Perkembangan Morfometrik ..............
19 19 21 24 24 26 28 29 31 32 33 34 36
KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………….
38
Kesimpulan ……………………………………………… Saran ……………………………………………………..
38 38
UCAPAN TERIMA KASIH …………………………………….
39
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………
40
LAMPIRAN ……………………………………………………..
44
ix
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Rataan Suhu dan Kelembaban Udara ………………………...
14
2. Rataan Morfometrik Domba pada Akhir Penelitian…………..
20
3. Rataan Pertumbuhan Morfometrik Domba Selama Penelitian..
22
x
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Cara Pengukuran Ukuran-ukuran Tubuh ( Hafiz, 2009)……..
12
2. Kandang di Peternakan Domba Indocement ………………...
13
3. Kandang Koloni dan Ternak di dalam Kandang Koloni ........
13
4. Grafik Pertumbuhan Panjang Badan Domba Selama Penelitian……………………………………………………..
25
5. Grafik Pertumbuhan Tinggi Badan Domba Selama Penelitian……………………………………………………..
27
6. Grafik Pertumbuhan Tinggi Panggul Domba Selama Penelitian ……………………………………………….........
28
7. Grafik Pertumbuhan Lingkar Dada Domba Selama Penelitian …………………………………............................
29
8. Grafik Pertumbuhan Dalam Dada Domba Selama Penelitian................................................................................
31
9. Grafik Pertumbuhan Lebar Dada Domba Selama Penelitian...
32
10. Grafik Pertumbuhan Lebar Pinggul Domba Selama Penelitian ……………………………………………...…..
34
11. Grafik Pertumbuhan Panjang Pinggul Domba Selama Penelitian .…………………………………………….........
35
xi
LEMBAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Hasil Analisis Ragam Panjang Badan Domba pada Akhir Penelitian dengan Program Minitab 15 ……………………..
45
2. Hasil Analisis Ragam Tinggi Badan Domba pada Akhir Penelitian dengan Program Minitab 15 …………………………
45
3. Hasil Analisis Ragam Tinggi Pinggul Domba pada Akhir Penelitian dengan Program Minitab 15 ………………………
45
4. Hasil Analisis Ragam Lingkar Dada Domba pada Akhir Penelitian dengan Program Minitab 15 …………………………
46
5. Hasil Analisis Ragam Dalam Dada Domba pada Akhir Penelitian dengan Program Minitab 15 …………………………
46
6. hasil analisis ragam lebar dada domba pada akhir penelitian dengan Program Minitab 15 ……………………………………
46
7. Hasil Analisis Ragam Lebar Pinggul Domba pada Akhir Penelitian dengan Program Minitab 15 …………………………
47
8. Hasil Analisis Ragam Panjang Pinggul Domba pada Akhir Penelitian dengan Program Minitab 15 ………………………..
47
9. Hasil Analisis Ragam Pertumbuhan Panjang Badan Domba dengan Program Minitab 15 …………………………………..
47
10. Hasil Analisis Ragam Pertumbuhan Tinggi Badan Domba dengan Program Minitab 15 …………………………………..
48
11. Hasil Analisis Ragam Pertumbuhan Tinggi Pinggul Domba dengan Program Minitab 15 ……………………………………
48
12. Hasil Analisis Ragam Pertumbuhan Lingkar Dada Domba dengan Program Minitab 15 …………………………………..
48
13. Hasil Analisis Ragam Pertumbuhan Dalam Dada Domba dengan Program Minitab 15 …………………………………………..
49
14. Hasil Analisis Ragam Pertumbuhan Lebar Dada Domba dengan Program Minitab 15 ………………………………………….
49
15.
Hasil Analisis Ragam Pertumbuhan Lebar Pinggul Domba dengan Program Minitab 15 …………………………………..
49
16. Hasil Analisis Ragam Pertumbuhan Panjang Pinggul Domba dengan Program Minitab 15 …………………………………..
50
17. Data Curah Hujan Citeuruep 2010 …………………………….
51
xii
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia termasuk daerah yang beriklim tropis yang memiliki dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Faktor iklim paling berpengaruh terhadap kondisi tubuh domba adalah suhu dan kelembaban (McDowell et al., 1974). Bila suhu dan kelembaban lebih tinggi atau lebih rendah dari keadaan normal maka ternak akan mengalami cekaman (stress). Akibat dari stres ini adalah aktifitas biologis ternak terganggu dan menyebabkan produktivitas ternak akan menurun. Penurunan produktivitas ini terjadi karena ternak lebih banyak mengeluarkan energi untuk menjaga kondisi tubuh pada saat kondisi lingkungan tidak nyaman. Selain itu pertumbuhan dari ternak akan terganggu. Salah satu yang berakibat pada penurunan produktivitas adalah pertumbuhan karakteristik morfometrik. Tomazweska et al. (1993), menyatakan bahwa apabila ternak dihadapkan pada cekaman panas prioritas tingkah laku akan berubah dari kegiatan merumput dan mengkonsumsi pakan menjadi kegiatan untuk menghindari dari kondisi yang tidak menyenangkan. Suhu dan lingkungan yang tinggi kurang
menguntungkan bagi
produktivitas ternak domba. Salah satu cara untuk mengatasi masalah tersebut, maka dilakukan pencukuran wol. Pencukuran wol digunakan untuk mengurangi dampak negatif seperti pengeluaran panas dari dalam tubuh yang akan mengganggu produktifitas dari seekor ternak, selain untuk kebersihan juga dapat membuat ternak nyaman dan menurunkan investasi ektoparasit jika ternak dikandangkan. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan pengaruh pencukuran terhadap karakteristik morfometrik domba garut jantan dan betina yang dipelihara secara semi intensif.
1
TINJAUAN PUSTAKA Domba Bangsa domba secara umum diklasifikasikan berdasarkan atas hal-hal tertentu, diantaranya berdasarkan perbandingan banyak daging atau wol, ada tidaknya tanduk atau berdasarkan asal ternak (Kammlade dan Kammlade, 1955). Domba diklasifikasikan menurut Blakely dan Bade (1992) adalah sebagai berikut: Kingdom
: Animalia
Phylum
: Chordata
Class
: Mammalia
Ordo
: Artiodactyla
Family
: Bovidae
Species
: Ovis aries Domestikasi domba dimulai di daerah Aralo Caspian dan menyebar ke
Iran, lalu ke arah timur yaitu ke anak benua India dan Asia Tenggara, Asia Barat dan bahkan sampai ke Eropa dan Afrika. Pada saat yang bersamaan, terjadi penyebaran domba ke Amerika, Australia, dan beberapa pulau kecil di daerah Oseania (Williamson dan Payne, 1993). Food and Agriculture Organization atau FAO (2004) menyatakan telah ditemukan tiga jenis domba yang berkembang di Indonesia yaitu domba garut, domba ekor tipis dan domba ekor gemuk. Menurut Bradford dan Inounu (1996), secara umum di temukan dua jenis domba di Indonesia yaitu domba ekor gemuk dan domba ekor tipis dengan beberapa variasi di tiap daerah terutama untuk domba ekor tipis. Domba-domba tersebut dapat beradaptasi terhadap iklim tropis. Domba Garut Domba priangan merupakan salah satu jenis domba yang berada di Indonesia dan banyak tersebar di daerah Jawa Barat, terutama di daerah Garut sehingga disebut juga domba garut. Domba garut mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : betina umumnya tidak bertanduk, sedangkan yang jantan bertanduk besar melingkar serta pangkal tanduk kanan dan kiri hampir bersatu. Bentuk badannya tergolong bagus dan yang jantan mempunyai tubuh lebar, besar dan
2
kekar, kaki kokoh, daun telinga berada dibelakang tanduk, telinga rumpung dan mempunyai bulu halus dan panjang (Dinas Peternakan Jawa Barat, 1994). Natasasmita et al. (1986) menyatakan domba garut adalah nama lain yang lebih popular dari domba Priangan. Domba ini mempunyai ciri-ciri berbadan agak besar, lebar dengan leher yang kuat, biasa digunakan sebagai domba aduan, jantan bertanduk besar dangan pangkal tanduk kanan-kiri hampir bersatu, yang betina tidak bertanduk dan bertelinga lebar domba garut juga merupakan salah satu domba yang mempunyai angka produktivitas yang tinggi (Hardjosubroto, 1994). Dinas Peternakan Jawa Barat (2000) menyatakan bahwa rataan sifat-sifat kuantitatif domba garut Jawa barat dewasa jantan memiliki bobot badan 57,74±11,96 kg dan bobot badan betian dewasa adalah 36,89±9,35 kg. Pencukuran Bulu Domba Pencukuran bulu domba merupakan pekerjaan musiman, meskipun pencukuran dapat dilakukan setiap saat. Pencukuran akan kurang baik apabila dilakukan pada musim dingin, kecuali di daerah-daerah yang beriklim lebih panas. Pencukuran dapat dilakukan dengan alat cukur tangan atau dengan mesin. Pencukuran dengan mesin umumnya lebih cepat dan lebih rapat ke kulit sehingga akan dihasilkan wol yang lebih panjang (Soeprijono et al., 1973). Menurut Williamson dan Payne (1978) warna dan ketebalan bulu merupakan mekanisme yang terjadi dalam adaptasi terhadap keadaan iklim. Bulu yang halus dan pendek akan menyebabkan ternak lebih toleran terhadap cuaca yang panas. Selanjutnya dikatakan oleh Yeates et al. (1975) bahwa bulu pendek, warna terang, tekstur halus dan meminimalkan penyerapan panas oleh tubuh ternak. Pencukuran bulu sebenarnya dapat mempengaruhi kondisi domba, terutama hubungannya dengan adaptasinya terhadap lingkungan. Hafez (1968) berpendapat bahwa pencukuran bulu dapat menaikan toleransi panas pada musim dimana suhu lingkungan tinggi, dan sebaliknya berkurang bila musim dingin. Disebutkan lebih lanjut bahwa pada dasarnya bulu berfungsi sebagai pelindung terhadap radiasi panas sinar matahari, sebagai insulator dan sebagai penangkap panas. Oleh karena itu pencukuran bulu dapat mempengaruhi baik keadaan fisiologi maupun produktivitas ternak. Menurut Hafez (1968) mencukur bulu
3
domba dapat menurunkan insulas bulu dan meningkatkan pelepasan panas oleh angin dan meningkatkan kualitas semen pejantan pada musim panas Pencukuran bulu juga biasa dilakukan oleh peternak rakyat untuk tujuan menjaga kebersihan dan kesehatan ternak. Di Jawa Barat biasanya melakukan pencukuran setiap 4-5 bulan sekali (Zulfikli dan Zulfikar,1980). Menurut Tomazweska et al.(1993) pencukuran bulu domba yang dipelihara dalam kandang tertutup tidak mempengaruhi pertumbuhan bobot badan, konsumsi air atau pakan, suhu rectal, kecepatan pernafasan atau denyut nadi. Selanjutnya Tomazweska et al. (1993) menyatakan bahwa pencukuran akan menambah kenyamanan ternak dan penurunan investasi ektoparasit kalau ternak tersebut dikandangkan Lingkungan Domba Ames dan Brink (1977) mendefinisikan lingkungan sebagai faktor eksternal yang mempengaruhi produktifitas ternak. Lingkungan ternak tersebut adalah temperatur ambang, lama penyinaran, bunyi, kontaminan lingkungan, pengganggu fisiologis dan sistem manajemen. Suhu udara yang tinggi dan konstan dapat menghambat metabolisme tubuh, mempengaruhi konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan. Ketinggian tempat juga mempengaruhi iklim, vegetasi tanaman serta kehidupan sosial masyarakatnya. Lebih lanjut Ramdan (2007) menyatakan bahwa peningkatan suhu dan kelembaban lingkungan dapat menyebabkan penurunan terhadap konsumsi pakan sehingga semakin tinggi suhu dan kelembaban udara pada suatu tempat cenderung menurunkan produktivitas ternak, produktivitas terutama pertambahan bobot badan yang lambat disebabkan oleh tidak efisiennya penggunaan energi untuk pertumbuhan, karena sebagian energi tersebut banyak digunakan untuk meningkatkan aktivitas fisiologis diantaranya respirasi. Pengaruh Suhu dan Kelembaban Udara terhadap Domba Menurut Yousef (1982) ternak melakukan adaptasi terhadap suhu yang tinggi dengan respon tingkah laku, respon fisiologis dan respon morfologis. Suhu optimal untuk domba di daerah tropis berkisar antara 24–26 oC. (Kartasudjana, 2001). Keadaan optimal tersebut tidak terjadi di Indonesia karena suhu rataan harian wilayah Indonesia adalah 29 oC pada musim hujan dan 30-32 oC pada
4
musim kemarau. Selanjutnya Yousef (1985) mengatakan bahwa jika suhu lingkungan naik maka tubuh ternak akan melakukan respon fisiologis dengan peningkatan denyut jantung dan laju respirasi. Hal ini menyebabkan panas tubuh akan cepat dialirkan oleh pembuluh darah dan dikeluarkan oleh tubuh melalui konduksi, konveksi maupun radiasi. Morfometrik dan Ukuran Tubuh Morfologi adalah ilmu tentang ukuran ataupun bentuk, yang bersama sifat eksternal termasuk juga warna diartikan secara luas, bahkan hampir disamakan dengan anatomi. Doho (1994) menyatakan bahwa ukuran-ukuran tubuh juga dapat digunakan untuk menggambarkan eksterior hewan sebagai ciri khas suatu bangsa. Menurut Natasasmita (1985) bahwa ukuran-ukuran tubuh ternak dapat digunakan untuk membuat rumus pendugaan bobot badan. Penampilan seekor hewan adalah hasil dari suatu proses pertumbuhan yang berkesinambungan dalam seluruh hidup hewan tersebut. Setiap komponen tubuh mempunyai kecepatan pertumbuhan atau perkembangan yang berbeda-beda karena pengaruh genetik maupun lingkungan (Diwyanto, 1982). Menurut Mulliadi (1996), ukuran permukaan dan bagian tubuh hewan mempunyai banyak kegunaan, karena dapat menaksir bobot badan dan karkas serta memberi gambaran bentuk tubuh hewan sebagai ciri suatu bangsa tertentu. Pengukuran ukuran tubuh dilakukan berdasarkan ukuran yang umum pada ternak, yaitu sifat kuantitatif untuk dapat memberikan gambaran eksterior seekor domba dan mengetahui perbedaan-perbedaan dalam populasi ternak ataupun digunakan dalam seleksi. Pengaruh genetik dan lingkungan menyebabkan timbulnya keragaman pada pengamatan dalam berbagai sifat kuantitatif. Keragaman merupakan suatu sifat populasi yang sangat penting dalam pemuliaan terutama dalam seleksi. Seleksi akan efektif bila terdapat tingkat keragaman yang tinggi (Martojo, 1990). Devendra dan McLeroy (1982) menyatakan bahwa ukuran tubuh dewasa pada domba lokal untuk betina adalah tinggi badan 57 cm, bobot badan 25-35 kg, sedangkan pada jantan tinggi badan mencapai 60 cm dan bobot badan 40-60 kg. Mulliadi (1996) melaporkan bahwa rataan lingkar dada adalah 61,34±5,75 cm pada domba lokal garut 1-5 tahun. Salamahwati (2004) melaporkan bahwa
5
lingkar dada pada jantan tangkas dan pedaging umur kurang dari 1 tahun adalah 54,97±6,73 cm dan 54,30±14,65 cm, sedangkan untuk betina tangkas dan pedaging usia kurang dari 1 tahun lingkar dadanya adalah 53,02±13,19 cm dan 52, 48±11,28 cm. Setiawan (2003) melaporkan bahwa lingkar dada pada betina tangkas dan betina pedaging usia kurang dari 1 tahun adalah 58,64±5,91 cm dan 61,61±4,12 cm. Takaendengan (1998) menyatakan bahwa lingkar dada merupakan bagian tubuh domba yang mengalami pembesaran kearah samping. Nurhayati (2004) menyatakan bahwa lingkar dada mempunyai hubungan yang lebih erat dengan bobot badan dibandingkan dengan panjang badan, tinggi pundak, serta dalam dan lebar dada pada domba priangan jantan tipe pedaging dan tangkas Takaendengan (1998) menyatakan bahwa pertambahan bobot badan seekor hewan, bertambah besar pula hewan tersebut karena bertambahnya bobot badan dan besar badan kearah samping nyata. Mulliadi (1996) melaporkan bahwa rataan panjang badan domba lokal garut pada umur 1-5 tahun adalah 51,83±4,73 cm. Sedangkan Salamahwati (2004) melaporkan rataan panjang badan domba garut jantan tipe tangkas pada umur kurang dari 1 tahun adalah 42,52±12,82 cm dan untuk tipe pedaging panjang badannya adalah 47,91±8,26 cm, sedangkan untuk betina tangkas dan pedaging pada usia kurang dari 1 tahun adalah 44,15±9,88 cm dan 44,19±7,51 cm. Setiawan (2003) melaporkan betina tipe tangkas dan pedaging usia kurang dari 1 tahun panjang badannya adalah 44,44±4,96 cm dan 45,44±3,10 cm. Salamahwati (2004) melaporkan bahwa tinggi pundak dari jantan tipe tangkas dan pedaging pada usia kurang dari 1 tahun adalah 52,07±12,42 cm dan 51,51±8,38 cm. Sedangkan betina tipe tangkas dan pedaging pada usia kurang dari 1 tahun adalah 47,88±13,40 cm dan 48,13±9,33 cm. Setiawan (2003) melaporkan bahwa betina tipe tangkas dan pedaging usia kurang dari 1 tahun memiliki tinggi pundak yaitu 55,52±2,99 cm dan 56,53±1,79 cm. Pertumbuhan dan Perkembangan Kata pertumbuhan dapat diterapkan pada suatu sel, organ, jaringan, seekor ternak maupun populasi. Aberle et al. (2001) menyatakan bahwa pertumbuhan dapat dinilai sebagai peningkatan tinggi, panjang, ukuran lingkar dan bobot yang terjadi pada seekor ternak muda yang sehat serta diberi pakan, minum dan 6
mendapat tempat berlindung yang layak. Peningkatan sedikit saja pada ukuran tubuh akan menyebabkan peningkatan yang proposional dari bobot tubuh karena bobot tubuh merupakan fungsi dari volume. Ensminger (1977) menyatakan bahwa pertumbuhan adalah pertambahan dari urat daging, tulang, organ-organ internal serta bagian lain pada tubuh. Pertumbuhan merupakan hal terpenting pada ternak karena hasil akhir yang diharapkan dari pertumbuhan adalah pertumbuhan bobot hidup per unit waktu (Berg dan Butterfield, 1976). Pertumbuhan mempunyai dua aspek, yaitu : menyangkut peningkatan massa per satuan waktu, dan pertumbuhan yang meliputi perubahan bentuk dan komposisi sebagai akibat dari pertumbuhan differensial komponen-komponen tubuh (Berg dan Butterfield, 1976) Pertumbuhan ternak menunjukan peningkatan ukuran linear, bobot, akumulasi jaringan lemak dan retensi nitrogen dan air. Hafez dan Dyer (1969) menyatakan bahwa konsep pertumbuhan adalah sebagai peningkatan massa dalam waktu yang tidak terbatas secara umum, mula-mula terjadi peningkatan massa tubuh yang cepat kemudian menurun secara perlahan-lahan sampai suatu organisme mencapai fase dewasa. Menurut konsep pertumbuhan, tulang lebih dulu berkembang kemudian disusul oleh otot dan yang terakhir adalah lemak (Berg dan Butterfield, 1976). Pertumbuhan pada semua jenis hewan umumnya sama yaitu pada awalnya berlangsung lambat kemudan semakin lama semakin cepat, akan tetapi pertumbuhan tersebt kembali lambat pada saat ternak itu mendekati kemasakan tubuh. Namun kecepatan pertumbuhan tidak lepas dari faktor genetik dan lingkungan (Hardjosubroto, 1994). Hammond et al. (1976) menyatakan bahwa pada ternak yang sedang tumbuh terdapat dua hal yang terjadi yaitu: (1) pertambahan bobot badan sampai domba mencapai dewasa tubuh yang dinamakan pertumbuhan; (2) perubahan bentuk tubuh dan beberapa fungsi organ menjadi sempurna yang dinamakan perkembangan Ensminger
(1977)
menyatakan
bahwa
ternak
betina
mengalami
pertumbuhan lebih dahulu dibandingkan jantan. Hal ini dikarenakan betina menyiapkan pertumbuhannya pada organ reproduksi. Pertumbuhan akan meningkat bila mendekati pubertas atau kematangan, dan akan berhenti bila telah
7
mencapai kematangan (Taylor dan Thomas, 2004). Setelah mengalami kemasakan pertumbuhan otot dan tulang akan berhenti (Herren. 2000). Pertumbuhan ternak dapat dibedakan menjadi tiga periode, yaitu ovum, periode embrio dan periode fetus. Menurut Black (1983), pada domba periode ovum dimulai saat ovulasi sampai terjadi implantasi; terjadi periode embrio dimulai dari implantasi sampai berbentuk organ-organ utama seperti otak, kepala, jantung, hati dan saluran pencernaan, setelah itu periode fetus berlangsung sejak hari ke-34 masa kebuntingan sampai kelahiran terjadi. Pada pertumbuhan pasca lahir pertumbuhan ternak lambat sekali pada masa parental, kemudian cepat semalama bulan ketiga, keempat dan kelima sebelum menurun kembali pada saat dewasa kelamin Hafez dan Dyer (1969). Pada domba, pertumbuhan pra sapih dipengaruhi oleh genotip, bobot lahir, produksi susu induk, litter size, umur induk, jenis kelamin anak dan umur penyapihan. Pertumbuhan pasca sapih (lepas sapih)sangat ditentukan oleh bangsa, jenis kelamin, mutu pakan yang diberikan, umur dan bobot sapih serta lingkungan misal suhu udara, kondisi kandang, pengendalian parasit dan penyakit lainnya (Aberle et al., 2001). Pada pertumbuhan terdapat dua fase, yaitu: self accelerating phase, pada fase ini kecepatan tumbuh meningkat dan self inhibiting phase yang pada fase ini pertambahan bobot badan per unit waktu turun sampai pertambahan bobot badan tersebut menjadi nol dan dalam keadaan ini bobot badan telah tercapai. Titik antara kedua fase ini disebut titik balik (inlection point) kemasakan tubuh. Namun kecepatan pertumbuhan tidak lepas dari faktor genetik dan lingkungan (Hardjosubroto, 1994). Menurut Berg dan Butterfield (1976) pertumbuhan ternak bergerak kearah belakang (antero posterior) atau bagian depan tumbuh lebih awal. Hafez dan Dyer (1969) menyatakan bahwa pertumbuhan seekor ternak dipengaruhi oleh faktor genetik, faktor lingkungan, terutama manajemen pemeliharaan, jenis pakan, bobot badan dan iklim.
8
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Peternakan Domba Indocement Citeurep. Kabupaten Bogor. Penelitian ini dilakukan selama 10 minggu
mulai
bulan
Agustus sampai bulan Oktober 2010. Materi Ternak Materi penelitian ini adalah domba garut yang berada di peternakan domba PT Indocement sebanyak 20 ekor, yang terdiri dari 10 ekor jantan dan 10 ekor betina. Domba berusia I0 atau dibawah satu tahun. Peralatan Peralatan yang digunakan dalam penelitian adalah timbangan gantung kapasitas 100 kg dengan skala terkecil 0,2 kg, tongkat ukur dengan skala terkecil 0,5 cm, pita ukur dengan skala terkecil 0,1 cm, sliding calliper dengan skala terkecil 0,1 cm, gunting cukur wol, thermohigrometer, dan alat tulis Prosedur Penelitian diawali dengan menyiapkan peralatan di kandang seperti memasang thermohigrometer, pembersihan kandang, serta pengambilan data domba sebelum dilakukan perlakuan. Ternak diberi perlakuan pencukuran dan tidak dicukur. Sehingga didapatkan lima ekor jantan dicukur (JC), lima ekor jantan tidak dicukur (JTC), lima ekor betina yang dicukur (BC), dan lima ekor betina yang tidak dicukur (BTC) Minggu pertama ternak tidak dilakukan pencukuran dan diambil data pertumbuhannya untuk mengetahui pertumbuhan dari domba sebelum dilakukan pencukuran. Pada minggu kedua diambil kembali data pertumbuhannya dan dilakukan pencukuran pada ternak. Pencukuran domba hanya dilakukan satu kali selama penelitian. Pencukuran dimuai dari perut bagian bawah, kemudian keatas, kedepan dan kebelakang sampai daerah kepala dan kaki. Setelah di domba di cukur dilakukan pengukuran kembali. Pengambilan data meliputi, Panjang Badan (PB), Tinggi Badan (TB), Tinggi Pinggul (TPG), Lingkar Dada (LID), Dalam Dada (DD), Lebar Dada (LED), Panjang Pinggul (PPG),Lebar Pinggul (LPG). 9
Pengukuran dilakukan setiap dua minggu sekali, pada pagi hari sebelum ternak diberikan makan. Rancangan Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap pola faktorial 2x2 dan lima ulangan. Faktor A yaitu pencukuran yang terdiri dari cukur dan tidak cukur. Faktor B yaitu jenis kelamin terdiri dari jantan dan betina. Model matematika yang digunakan menurut Steel dan Torrie (1993) adalah: Yijk = µ + Pi + Yj + PYij + € ijk Keterangan : Yijk
: Variabel respon akibat pengaruh Pencukuran ke-I dan taraf kondisi morfologi ke-j pada ulangan ke-k
µ
: Nilai tengah umum
Pi
: Pengaruh Pencukuran level ke-i
Yi
: Pengaruh Jenis kelamin level ke-j
PYij
: Pengaruh interaksi antara pencukuran ke-i dengan jenis kelamin domba ke-j
€ ijk
: Pengaruh galat percobaan dari pencukuran wol ke-i , jenis kelamin domba ke-j dan ulangan ke-k Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam
(Analysis of Variance) berdasarkan Steel dan Torrie (1993). Jika terdapat perbedaan yang nyata atau sangat nyata dilanjutkan dengan uji Duncan. Analisis Statistik Deskriptif Analisis
statistik
deskriptif
digunakan
untuk
menganalisis
laju
perkembangan morfometrik pada tubuh domba. Analisis ini dilakukan dengan menghitung nilai rataan ( ), dan simpangan baku (s). dengan prosedur statistik berikut (Steel dan Torrie, 1993).
10
Keterangan :
= nilai rataan Xi= ukuran ke i dari peubah X n = jumlah contoh yang diambil dari Populasi s = simpangan baku. Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah karakteristik fenotipik yang berkaitan dengan sifat kuantitatif yakni: 1. Panjang Badan (PB) adalah jarak garis lurus dari tepi depan luar tulang Scapula sampai benjolan tulang lapis (tulang duduk/Os ischium), diukur dengan menggunakan tongkat ukur (cm). 2. Tinggi Badan (TB) adalah jarak tertinggi badan sampai alas ternak berdiri, diukur dengan menggunakan tongkat ukur (cm). 3. Tinggi Pinggul (TPG) adalah jarak tertinggi pinggul sampai alas ternak berdiri, diukur dengan menggunakan tongkat ukur (cm). 4. Lingkar Dada (LID) diukur melingkari rongga dada di belakang sendi bahu (Os scapula) menggunakan pita ukur (cm). 5. Dalam Dada (DD) adalah jarak tertinggi antara badan dengan tulang dada, diukur dengan menggunakan tongkat ukur (cm). 6. Lebar Dada (LED) merupakan jarak antara tonjolan sendi bahu (Os scapula) kiri dan kanan, diukur dengan menggunakan sliding calliper (cm). 7. Lebar Pinggul (LPG) merupakan jarak antara tonjolan pinggul kiri dan kanan, diukur dengan menggukan sliding calliper (cm). 8. Panjang Pinggul (PPG) adalah jarak antara penonjolan pinggul bagian atas sampai penonjolan tulang lapis (tulang duduk/Os ischium), diukur dengan menggunakan pita ukur (cm).
11
Gambar 1. Cara Pengukuran Ukuran-Ukuran Tubuh (Hafiz,2009) Keterangan gambar : 1. Panjang Badan (PB) 2. Tinggi Badan (TB) 3. Tinggi Pinggul (TPG) 4. Lingkar Dada(LID)
5. Dalam Dada(DD) 6. Lebar Dada (LED) 7. Lebar Pinggul (LPG) 8. Panjang Pinggul (PPG)
12
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Lokasi Penelitian Peternakan domba Indocement berlokasi di kampung Legok Ratih, Desa Tajur, Kabupaten Bogor adalah sebuah peternakan yang memanfaatkan lahan bekas penambangan bahan semen. Peternakan ini berdiri pada Oktober 2008 bekerja sama dengan Fakultas Peternakan IPB.
Gambar 2. Kandang di Peternakan Domba Indocement. Peternakan domba Indocement memiliki 3 kandang utama dan 1 kandang isolasi. Kandang bertipe kandang panggung. Kandang panggung dicirikan dengan adanya tiang penyanggah sehingga kandang berada diatas tanah (sekitar 0,5–1 m) dan berbentuk panggung. Alas lantai kandang terbuat dari bilah bambu yang dipasang dengan sedikit celah sehingga memudahkan kotoran jatuh kebawah kandang. Kandang ini memiliki lantai kolong yang bersemen dan miring ke arah selokan sehingga memudahkan dalam pembersihan kotoran. Atap kandang bertipe monitor dan berbahan genteng.
Gambar 3. Kandang Koloni dan Ternak di dalam Kandang Koloni.
13
Kondisi Klimat Rataan suhu dan kelembaban lingkungan dari Peternakan Domba Indocement selama sepuluh minggu yang diamati pada dalam kandang dan luar kandang dapat dilihat lebih jelas pada Tabel 1. Tabel 1. Rataan Suhu dan Kelembaban Udara di Lokasi Penelitian Lokasi Dalam Kandang
Luar Kandang
Waktu
Suhu (oC)
Kelembaban (%)
Pagi
25,06 ± 2.27
81,63 ± 12,70
Siang
32,04 ± 3,23
53,00 ± 16,65
Sore
28,55 ± 1,28
69,25 ± 11,25
Pagi
28,49 ± 4,89
73,88 ± 17,59
Siang
40,25 ± 5,02
32,88 ± 11,61
Sore
29,29 ± 2,16
69,88 ± 9,96
Keterangan : pagi (07.30) WIB, siang (13.30) WIB, sore (17.30) WIB
Kondisi cuaca di Peternakan Domba Indocement di dalam kandang lebih rendah dibandingkan dengan diluar kandang baik pagi, siang dan sore. Selain itu kelembaban didalam kandang juga lebih tinggi yaitu 81,63%±12,70%. Kelembaban didalam kandang juga pada pagi hari lebih tinggi dibandingkan dengan siang dan sore hari. Suhu diluar kandang lebih tinggi dibandingkan dengan suhu didalam kandang. Suhu diluar kandang 40,25±5,02 oC. Rataan curah hujan selama penelitian atau selama 10 minggu adalah 22,39 mm/hari. Suhu optimal untuk domba di daerah tropis berkisar antara 24-26 oC (Kartasudjana, 2001). Hal ini menunjukan bahwa suhu diluar kandang peternakan Indocement berada diatas suhu nyaman domba. Suhu siang hari di dalam kandang adalah 32,04±3,23 oC dan di luar kandang adalah 40,25±5,02 oC yang artinya kisaran suhu pada siang hari berada diatas suhu nyaman domba. Ramdan (2007) menyatakan bahwa peningkatan suhu dan kelembaban lingkungan dapat menyebabkan penurunan terhadap konsumsi pakan sehingga semakin tinggi suhu dan kelembaban udara pada suatu tempat cenderung menurunkan produktivitas ternak, terutama pertambahan bobot badan yang lambat disebabkan oleh tidak efisiennya penggunaan energi untuk pertumbuhan, karena sebagian energi tersebut banyak digunakan untuk meningkatkan aktivitas fisiologis diantaranya respirasi.
14
Kondisi Ternak Penelitian Kondisi Fisiologis. Suhu tubuh dapat diukur melalui suhu rektal, karena suhu rektal merupakan indikator yang baik untuk menggambarkan suhu internal tubuh ternak. Suhu rektal juga sebagai parameter yang dapat menunjukkan efek dari cekaman lingkungan terhadap domba. Oktameina (2011) melaporkan suhu tubuh pagi hari, domba yang dicukur
lebih rendah (37,97±0,28 0C) dibandingkan
dengan yang tidak dicukur (38,47±0,31 0C). Pada siang hari suhu tubuh yang dicukur lebih rendah (38,45±0,20 0C) dibandingkan dengan yang tidak dicukur (38,70±0,25 0C). Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat cekaman atau beban panas yang dialamin oleh domba yang tidak dicukur lebih tinggi jika dibandingkan dengan domba yang dicukur. Smith dan Mangkoewidjojo (1988) menyatakan suhu rektal domba di daerah tropis berada pada kisaran 39,2-40 0C. Oktameina (2011) melaporkan bahwa denyut jantung pada sore hari jantan (86,72±6,47 kali/menit) lebih tinggi dibandingkan dengan betina (81,24±4,12 kali/menit). Hal ini disebabkan domba garut jantan bersifat lebih agresif dan sangat kuat dibandingkan dengan betina. Sehingga aktivitas jantan lebih banyak yang menyebabkan denyut jantungnya pun lebih tinggi dibandingkan dengan betina. Denyut jantung domba pada sore hari meningkat seiring dengan peningkatan suhu tubuh, selain itu aktivitas yang dilakukan oleh ternak pada sore lebih tinggi dibandingkan siang ataupun pagi hari. Sore hari ternak dimasukkan ke dalam kandang setelah digembalakan sehingga ternak berlari-larian yang dapat menyebabkan denyut jantung domba berdetak lebih cepat (Oktameina, 2011). Denyut jantung domba 70-80 kali/menit (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Respirasi meliputi semua proses baik fisik maupun kimia, hewan mengadakan pertukaran gas-gas dengan lingkungan sekelilingnya, khususnya gas O2 dan CO2 (Widjajakusuma dan Sikar, 1986). Oktameina (2011) melaporkan bahwa laju respirasi pada pagi hari, domba jantan (24,08±2,78 kali/menit) lebih rendah dibandingkan dengan betina (28,16±2,20 kali/menit). Respirasi domba yang dicukur (24,46±2,90 kali/menit) lebih rendah dibandingkan dengan yang tidak dicukur (27,78±2,69 kali/menit). Hal ini disebabkan pagi hari domba tidak mengalami stres karena suhu lingkungan berada pada kisaran suhu nyaman, sehingga laju respirasi berada pada kisaran normal.
15
Oktameina (2011) melaporkan bahwa pada siang hari laju respirasi pada domba yang dicukur (38,84±6,56 kali/menit) lebih rendah dibandingkan yang tidak dicukur (55,86±8,53 kali/menit). Hal ini disebabkan karena domba yang tidak dicukur memiliki respirasi yang tinggi karena pada saat pelepasan panas tubuh domba yang tidak dicukur akan terhambat maka cara yang lebih tepat untuk pelepasan panas yaitu melalui respirasi. Domba yang dicukur respirasinya lebih rendah karena pada saat pelepasan panas tubuh lebih efisien. Respirasi pada sore hari domba jantan dan betina yang tidak dicukur lebih tinggi dibandingkan dengan domba jantan yang dicukur dan domba betina yang dicukur. Oleh sebab itu domba yang dicukur memiliki laju respirasi yang lebih rendah dibandingkan dengan domba yang tidak dicukur (Oktameina,2011). Domba tropis mempunyai frekuensi laju respirasi berkisar 15-25 hembusan per menit (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Produksi dan Perfoma Ternak. Pertambahan bobot badan merupakan salah satu parameter untuk mengetahui performa ternak. Pertambahan bobot badan yang tinggi sangat diharapkan pada suatu peternakan untuk menghasilkan bobot badan yang tinggi serta keefesienan dalam mencerna pakan. Yunidar (2011) melaporkan bahwa
pertambahan bobot badan harian (PBBH) domba garut jantan yang
dicukur (156±10 g/ekor/hari) lebih tinggi dibandingkan dengan betina yang dicukur (60±14 g/ekor/hari), jantan dan betina yang tidak dicukur (67±17 g/ekor/hari dan 74±20 g/ekor/hari). Pakan yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari konsentrat dan hijauan. Konsentrat yang diberikan merupakan pakan konsentrat komersil, sedangkan hijauan yang diberikan berupa rumput Brachiaria humidicola, air minum diberikan secara ad libitum. Yunidar (2011) melaporkan bahwa rataan konsumsi pakan hijauan segar adalah 1.114,5±83,1 g/ekor/hari, Sedangkan rataan konsumsi pakan konsentrat adalah 198,57±1,18 g/ekor/hari,
Konsumsi pakan
hijauan dan konsentrat adalah sebesar 716,79±40,7 g/ekor/hari. Produksi bulu domba dapat diukur melalui beberapa parameter diantaranya adalah pertumbuhan panjang bulu domba, produksi berat segar bulu domba, dan diameter bulu domba. Ma’ani (2011) melaporkan bahwa rataan pertumbuhan panjang bulu pada domba garut setelah pencukuran adalah
16
0,38±0,03 mm/hari. Rataan diameter bulu domba garut adalah 112,19±11,93 µm, sedangkan rataan produksi berat segar bulu domba garut adalah 0,43±0,02 mg/cm2/hari. Menurut Ensminger (1991) panjang bulu domba sangat bervariasi antara 1-20 inchi pertahun, rata-rata pertumbuhan bulu domba pada domba merino adalah 0,2 mm/hari. Tingkah Laku Ternak. Tingkah laku saat pencukuran merupakan tingkah laku yang dilakukan oleh seekor domba selama pencukuran. Tingkah laku yang sering muncul saat pencukuran adalah tingkah laku agonistik, yaitu mengangkat kepala, menendang dan berusaha untuk berdiri. Tingkah laku agonistik terjadi akibat adanya kulit atau bagian bulu yang terjepit oleh gunting sehingga domba merasa kesakitan dan berusaha untuk melawan. Namun terdapat beberapa domba yang melakukan agonistik meskipun tidak tergunting kulitnya, diduga disebabkan stress atau merasa tertekan akibat penanganan ternak dan posisi berbaring yang kurang nyaman. Ma’ani (2011) melaporkan bahwa hasil pengamatan selama pencukuran menunjukkan frekuensi tingkah laku agonistik pada domba jantan adalah 15,70±5,70 kali/pencukuran, dan pada betina lebih tinggi yaitu sebesar 19,70±4,80 kali/pencukuran. Frekuensi agonistik pada betina saat pencukuran lebih tinggi dibandingkan dengan jantan. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Fraser (1975), yang menyatakan bahwa jantan lebih agresif bila dibandingkan dengan betina. Namun hal ini diduga disebabkan pada domba betina mengalami tingkat stress yang lebih tinggi saat pencukuran, sehingga domba betina menjadi lebih agresif dan menunjukkan tingkah laku agonistik yang lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa setiap ternak memiliki respon yang berbeda terhadap rangsangan yang diberikan. Tingkah laku lain yang muncul selama pencukuran adalah vokalisasi dan membuang kotoran yaitu membuang feses. Tingkah laku vokalisasi sering muncul bersamaan dengan agonistik atau disaat terdapat kulit yang tergunting. Frekuensi tingkah laku vokalisasi pada jantan, dan betina, adalah 1,70±2,30 kali/pencukuran dan 9,50±13,20 kali/pencukuran. Frekuensi tingkah laku vokalisasi pada betina lebih tinggi dibandingkan dengan jantan. Hal ini dapat disebabkan betina lebih stress dibandingkan jantan sehingga frekuensi vokalisasi meningkat. Tingkah laku
17
membuang kotoran jarang dilakukan selama pencukuran yaitu sebanyak 0,70±0,90 kali/pencukuran dan 0,50±0,50 kali/pencukuran masing-masing pada jantan, dan betina. Tingkah laku membuang kotoran yang muncul adalah membuang feses tingkah laku membuang urine tidak muncul selama pencukuran. Pencukuran bulu domba dilakukan untuk memanen bulu atau untuk tujuan kebersihan. Namun pencukuran akan menghilangkan bulu yang menutupi tubuh domba yang memungkinkan adanya perubahan tingkah laku. Rataan tingkah laku agonistik pada jantan adalah 0,62±0,53 kali/10 menit, sedangkan pada betina 0,12±0,17 kali/10 menit. Rataan frekuensi tingkah laku agonistik pada domba betina lebih rendah bila dibandingkan dengan tingkah laku agonistik pada jantan. Hal ini sesuai dengan pendapat Craig (1981), tingkah laku agonistik juga dimiliki oleh hewan betina namun frekuensinya sangat kecil hal ini disebabkan karena hewan betina juga dapat memproduksi hormon androgen yang dihasilkan oleh ovari dan pituitary glan, namun jumlahnya tidak sebanyak yang diproduksi oleh jantan. Tingkah laku agonistik yang muncul adalah menendang kandang dengan kaki, dan menumbukkan kepala pada dinding kandang. Tingkah laku ingestive lain adalah merumput, makan pakan hasil pemotongan atau penyimpanan dan konsentrat. Peningkatan produksi dapat dicapai jika ternak makan dengan agresif sehingga memakan pakan lebih banyak (Ensminger, 2002). Ma’ani (2011) melaporkan bahwa rataan tingkah laku ingestive pada jantan dan betina adalah 6,00±3,53 kali/10 menit dan 8,38±0,53 kali/10 menit. . Tingkah laku ingestive yang sering muncul selama pengamatan adalah tingkah laku ruminasi dan minum. Tingkah laku makan rumput atau konsentrat jarang dijumpai karena pengamatan dilakukan setelah pemberian pakan selesai. Tingkah laku berikutnya adalah tingkah laku membuang kotoran yaitu tingkah laku membuang feses dan urinasi. Ma’ani (2011) melaporkan bahwa rataan tingkah laku membuang kotoran pada domba jantan dan betina adalah 0,12±0,17 kali/ 10 menit dan 0,12±0,18 kali/10 menit. Tingkah laku membuang kotoran yang muncul selama pengamatan adalah mengeluarkan feses dan urin. Hart (1985) menyatakan bahwa tingkah laku membuang kotoran ini dipengaruhi oleh pakan yang dimakan serta karakter fisiologis dari tiap hewan tersebut
18
Tingkah laku lain yang berkaitan dengan pencukuran adalah tingkah laku merawat diri. Ma’ani (2011) melaporkan bahwa rataan frekuensi tingkah laku merawat diri domba garut adalah 3,37±2,65 kali/10 menit, sedangkan frekuensi tingkah laku merawat diri domba betina sebelum dicukur adalah 4,00±1,73 kali/10 menit dan menurun menjadi 0,75±0,96 kali/10 menit. Penurunan frekuensi tingkah laku merawat diri pada betina dapat disebabkan karena dengan adanya pencukuran domba menjadi lebih bersih baik dari kotoran yang menempel pada bulu maupun ektoparasit yang mungkin berkembang pada kulit saat dalam keadaan bulu panjang, sehingga dengan demikian domba akan merasa lebih bersih dan menurunkan frekuensi tingkah laku merawat diri. Tingkah laku lain adalah tingkah laku vokalisasi yaitu tingkah laku mengeluarkan suara. Domba biasanya melakukan vokalisasi disaat mengalami gangguan atau pada saat waktu pemberian pakan tiba. Ma’ani (2011) melaporkan bahwa selama pengamatan dilakukan domba tidak menunjukkan adanya tingkah laku vokalisasi. Hal ini dapat disebabkan karena kenyamanan kandang yang berupa kandang monitor sehingga dengan demikian sirkulasi udara dalam kandang lancar. Selain hal tersebut domba di peternakan ini biasanya melakukan tingkah laku vokalisasi pada saat waktu pemberian konsentrat dan akan digembalakan. Ukuran Morfometrik Ukuran Morfometrik Domba pada Akhir Penelitan Penggukuran ukuran tubuh dilakukan berdasarkan ukuran yang umum pada ternak, yaitu sifat kuantitatif untuk dapat memberikan gambaran eksterior seekor ternak. Rataan morfologi domba garut jantan dan betina yang dicukur dan tidak dicukur pada akhir penelitian disajikan pada Tabel 3. Hasil analisis menunjukkan bahwa rataan morfometrik domba pada akhir penelitian tidak berbeda nyata (P>0,05) pada semua peubah. Rataan panjang badan pada akhir penelitian adalah 56,6±3,58 cm. Salamahwati (2004) melaporkan rataan panjang badan domba garut jantan tipe tangkas pada umur kurang dari 1 tahun adalah 42,52±12,82 cm dan untuk tipe pedaging panjang badannya adalah 47,91±8,26 cm, sedangkan panjang badan
19
betina tangkas dan pedaging pada usia kurang dari 1 tahun adalah 44,15±9,88 cm dan 44,19 ± 7,51 cm. Tabel 3. Rataan Morfometrik Domba pada Akhir Penelitian (10 minggu). Peubah JK Perlakuan Rataan Cukur Tidak Cukur Jantan 57,3 ± 3,70 56,4 ± 4,83 56,85 ± 4,08 PB Betina 55,1 ± 3,89 57,6 ± 1,98 56,35 ± 3,20
TB
TPG
LID
DD
LED
LPG
PPG
Rataan
56,2 ± 3,27
57 ± 3,54
56,6 ± 3,58
Jantan
58,5 ± 2,69
57,2 ± 3,42
57,85 ± 2,98
Betina
58,4 ± 3,64
57,4 ± 2,19
57,9 ± 2,88
Rataan
58,45 ± 3,02
57,3 ± 2,71
57,87 ± 2,86
Jantan
63,1 ± 4,34
58,4 ± 3,78
60,75 ± 4,57
Betina
60,9 ± 4,09
59,7 ± 2,77
60,3 ± 3,36
Rataan
62 ± 4,14
59,05 ± 3,20
60,53 ± 3,91
Jantan
59,2 ± 6,62
58,6 ± 6,62
58,9 ± 4,93
Betina
61,48 ±5,35
61,2 ± 2,28
61,34 ±3,88
Rataan
60,34 ± 4,35
59,9 ± 4,86
60,12 ± 4,50
Jantan
23,4 ± 1,29
23,8 ± 2,59
23,6 ± 1,94
Betina
23,1 ± 1,43
22,6 ± 1,56
22,85 ± 1,43
Rataan
23,25 ± 1,29
23,2 ± 2,11
23,23 ± 1,71
Jantan
14,3 ± 0,57
13,6 ± 1,78
13,95 ± 1,30
Betina
14,1 ± 0,22
14,4 ± 0,55
14,25 ± 0,42
Rataan
14,2 ± 0,42
14 ± 1,31
14,1 ± 0,95
Jantan
12,7 ± 1,92
12,4 ± 1,34
12,55 ± 1,57
Betina
12,6 ± 0,55
14 ± 0,61
13,3 ± 0,91
Rataan
12,65 ± 1,33
13,2 ± 1,30
12,93 ± 1,31
Jantan
18,1 ± 1,08
17,62 ± 1,68
17,86 ± 1,36
Betina
19,38 ± 1,61
18,6 ± 0,89
18,99 ± 1,29
Rataan
18,74 ± 1,46
18,11 ± 1,37
18,43 ± 1,42
Keterangan : PB = Panjang Badan, TB = Tinggi Badan, TPG = Tinggi Pinggul, LID = Lingkar Dada, DD = Dalam Dada, LED = Lebar Dada, LPG = Lebar Pinggul, PPG = panjang Pinggul,
20
Setiawan (2003) melaporkan betina tipe tangkas dan pedaging usia kurang dari 1 tahun panjang badannya adalah 44,44±4,96 cm dan 45,44±3,10 cm. Rataan panjang badan pada akhir penelitian lebih tinggi dibandingkan panjang badan yang dilaporkan Salamahwati (2004) dan Setiawan (2003). Menurut Berg dan Butterfield (1976) pertumbuhan ternak bergerak kearah belakang (antero posterior) atau bagian depan tumbuh lebih awal. Rataan ukuran morfometrik domba pada akhir penelitian pada tinggi badan, tinggi pinggul, lingkar dada, dalam dada, lebar dada, lebar pinggul dan panjang pinggul secara berurutan adalah 57,87±2,86 cm, 60,53±3,91cm, 60,12±4,50 cm, 23,23±1,71 cm, 14,1±0,95 cm, 12,93±1,31 cm, 18,43±1,42cm. Salamahwati (2004) melaporkan bahwa tinggi pundak dari jantan tipe tangkas dan pedaging pada usia kurang dari 1 tahun adalah 52,07±12,42 cm dan 51,51±8,38 cm. Sedangkan betina tipe tangkas dan pedaging pada usia kurang dari 1 tahun adalah 47,88±13,40 cm dan 48,13±9,33 cm. Setiawan (2003) melaporkan bahwa betina tipe tangkas dan pedaging usia kurang dari 1 tahun memiliki tinggi pundak yaitu 55,52±2,99 cm dan 56,53±1,79 cm. Rataan tinggi badan domba yang diberi perlakuan pencukuran lebih tinggi dibandingkan dengan tinggi badan domba yang dilaporkan oleh Salamahwati (2004) dan Setiawan (2003). Pada akhir penelitian perlakuan pencukuran belum tampak mempengaruhi ukuran morfometrik. Hasil ini menunjukan bahwa perlakuan pencukuran dan jenis kelamin tidak mempengaruhi ukuran morfometrik domba pada akhir penelitian. Pertumbuhan Morfometrik Domba Selama Penelitan Penggukuran ukuran tubuh dilakukan berdasarkan ukuran yang umum pada ternak, yaitu sifat kuantitatif untuk dapat memberikan gambaran eksterior seekor ternak. Rataan morfologi domba garut jantan dan betina yang dicukur dan tidak dicukur pada awal penelitian disajikan pada Tabel 4. Hasil analisis menunjukan perlakuan pencukuran secara umum tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap pertumbuhan morfometrik, kecuali pada pertumbuhan panjang badan dan tinggi pinggul perlakuan pencukuran berpengaruh nyata (P<0,05).
21
Tabel 4. Rataan Pertumbuhan Morfometrik Domba Selama Penelitian. Peubah JK Perlakuan Rataan Cukur Tidak Cukur Jantan 6 ± 1,17 6,2 ± 2,59 6,1 ± 1,89 PB Betina 4,7 ± 0,91 7,8 ± 1,60 6,25 ± 2,05
TB
TPG
LID
DD
LED
LPG
PPG
Rataan
5,35 ± 1,20A
7 ± 2,19B
6,18 ± 1,92
Jantan
6,3 ± 1,30
5,4 ± 1,08
5,85 ± 1,23
Betina
6,7 ± 3,53
4,4 ± 1,82
5,55 ± 2,91
Rataan
6,5 ± 2,52
4,9 ± 1,51
5,7 ± 2,18
Jantan
7,6 ± 3,27
4,4 ± 1,52
6 ± 2,93
Betina
6,4 ± 2,07
4,4 ± 1,47
5,4 ± 1,99
Rataan
7 ± 2,66A
4,4 ± 1,41B
5,7 ± 2,46
Jantan
2,5 ± 1
3,6 ± 1,01
3,05 ± 1,11
Betina
5,38 ± 3,83
4,2 ± 1,09
4,79 ± 2,73
Rataan
3,94 ± 3,04
3,9 ± 1,04
3,92 ± 2,21
Jantan
1,5 ± 0,61
4,05± 3,15
2,78 ± 2,53
Betina
2,4 ± 0,42
2,1 ± 1,08
2,25 ± 0,79
Rataan
1,95 ± 0,68
3,08 ± 2,45
2,51 ± 1,84
Jantan
0,9 ± 0,42
1,3 ± 0,27
1,1 ± 0,39
Betina
1,7 ± 0,57
1,3 ± 0,91
1,5 ± 0,75
Rataan
1,3 ± 0,63
1,3 ± 0,63
1,3 ± 0,62
Jantan
1,8 ± 1,56
2,2 ± 0,57
2 ± 1,13
Betina
1,45 ± 0,62
2,4 ± 1,19
1,93 ± 1,03
Rataan
1,63 ± 1,14
2,3 ± 0,89
1,96 ± 1,05
Jantan
1,3 ± 0,57B
2,02 ± 0,59AB
1,66 ± 0,67
Betina
2,88 ± 1,30A
1,88 ± 0,92AB
2,38 ± 1,19
Rataan
2,09 ± 1,26
1,95 ± 0,73
2,02 ± 1,01
Keterangan : PB = Panjang Badan, TB = Tinggi Badan, TPG = Tinggi Pinggul, LID = Lingkar Dada, DD = Dalam Dada, LED = Lebar Dada, LPG = Lebar Pinggul, PPG = panjang Pinggul, Superskrip (A,B) = Pada baris yang sama menyatakan berbeda nyata (P < 0,05),
Pertumbuhan panjang badan dari domba yang dicukur (5,35±1,20 cm) lebih rendah dari pada domba yang tidak dicukur (7±2,19 cm). Pertumbuhan tinggi pinggul dari domba yang dicukur (7±2,66 cm) lebih tinggi dari pada domba
22
yang tidak dicukur (4,4±1,41 cm). Pada jenis kelamin secara umum tidak berpengaruh nyata (P>0,05) pada pertumbuhan morfometrik. Terdapat interaksi antara jenis kelamin dan perlakuan pencukuran yaitu pada panjang pinggul. Rataan pertumbuhan panjang pinggul
jantan cukur dan betina cukur
berbeda (P<0,05) yaitu 1,3±0,57 cm dan 2,88±1,30 cm. Rataan pertumbuhan panjang pinggul jantan cukur tidak berbeda dengan jantan tidak cukur dan betina tidak cukur. Rataan pertumbuhan panjang pinggul betina cukur tidak berbeda dengan jantan tidak cukur dan betina tidak cukur. Hasil analisis menunjukan rataan pertumbuhan tinggi badan, lingkar dada, dalam dada, lebar dada, dan lebar pinggul selama penelitian tidak berbeda nyata (P>0,05). Rataan pertumbuhan tinggi badan, lingkar dada, dalam dada, lebar dada, dan lebar pinggul secara berurutan adalah adalah 5,7±2,18 cm, 3,92±2,21cm, 2,51±1,84 cm, 1,3±0,62 cm, dan 1,96±1,05 cm. Hal ini menunjukan bahwa perlakuan pencukuran tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan morfometik pada tinggi badan, lingkar dada, dalam dada, lebar dada, dan lebar pinggul. Rataan pertumbuhan panjang badan ternak yang tidak dicukur lebih tinggi dibandingkan dengan ternak yang dicukur. Tingkah laku ternak yang diberi perlakuan pencukuran, meningkatkan tingkah laku makan, agonistik, vokalisasi dan membuang kotoran. Sehingga ternak yang dicukur mengeluarkan energi lebih banyak untuk hidup dibandingkan dengan ternak yang tidak dicukur. Hafez dan Dyer (1969) menyatakan bahwa pertumbuhan seekor ternak dipengaruhi olehfaktor genetik, faktor lingkungan, terutama manajemen pemeliharaan, jenis pakan, bobot badan dan iklim. Menurut Berg dan Butterfield (1976) pertumbuhan ternak bergerak kearah belakang (antero posterior) atau bagian depan tumbuh lebih awal. Terdapat interaksi antara perlakuan dan jenis kelamin berbeda nyata (P<0,05) pada pertumbuhan panjang pinggul domba. Perbedaan terjadi pada Jantan cukur dan betina cukur dengan pertambahan 1,3±0,57 cm dan 2,88±1,30 cm. Pertumbuhan betina cukur lebih tinggi dibandingkan dengan jantan cukur. Hasil ini menunjukan bahwa perlakuan pencukuran dan jenis kelamin berpengaruh terhadap pertambahan panjang
pinggul. Ensminger
(1977)
menyatakan bahwa ternak betina mengalami pertumbuhan lebih dahulu
23
dibandingkan jantan. Hal ini dikarenakan betina menyiapkan pertumbuhannya pada organ reproduksi. Pertumbuhan akan meningkat bila mendekati pubertas atau kematangan, dan akan berhenti bila telah mencapai kematangan. (Taylor dan Field, 2004). Setelah mengalami kemasakan pertumbuhan otot dan tulang akan berhenti (Herren, 2000). Pencukuran bulu sebenarnya dapat mempengaruhi kondisi domba, terutama hubungannya dengan adaptasinya terhadap lingkungan. Hafez (1968) berpendapat bahwa pencukuran bulu dapat menaikan toleransi panas pada musim dimana suhu lingkungan tinggi, dan sebaliknya berkurang bila musim dingin. Disebutkan lebih lanjut bahwa pada dasarnya bulu berfungsi sebagai pelindung terhadap radiasi panas sinar matahari, sebagai insulator dan sebagai penangkap panas. Oleh karena itu pencukuran bulu dapat mempengaruhi baik keadaan fisiologi maupun produktivitas ternak. Menurut Baliarti (1984) pencukuran wol tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan bila konsumsi pakan dan minum pada tiap domba adalah sama. Rataa konsumsi pakan dari konsentrat domba selama penelitian ialah sama untuk domba yang dicukur (198,87 gr/ekor/hari) dan tidak dicukur (198,06 gr/ekor/ hari). Jumlah konsentrat yang dikonsumsi ternak yang dicukur lebih banyak dibandingkan dengan ternak yang tidak dicukur. Ada selisih sebesar 0,71gr. Konsumsi rumput selama penelitian rata-rata 1,12 kg/ekor/hari untuk ternak yang dicukur dan 1,08 kg/ekor/hari untuk ternak yang tidak dicukur. Konsumsi rumput ternak yang dicukur juga lebih tinggi dibandingkan dengan ternak yang tidak dicukur. Perkembangan Ukuran Morfometrik Panjang Badan Pertumbuhan panjang badan dari ternak selama penelitian (sepuluh minggu) dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 4. Ukuran morfometrik JC, JTC, BC, dan BTC Pada minggu kenol secara berurutan adalah
49,7±2,33 cm,
47,4±5,14 cm, 49,2±3,49 cm, dan 47,9±1,25 cm. Pada minggu ke 2 dilakukan pencukuran, ukuran morfometrik pada minggu kedua pada JC dan JTC adalah 51,3±3,27 cm, dan 50,2±6,94 cm, sedangkan ukuran morfometrik BC dan BTC adalah 50,4±3,59 cm dan 49,8±1,30 cm. 24
Perkembangan morfometrik panjang badan pada minggu keempat dari JC, JTC, BC, dan BTC secara berurutan adalah 0,95 cm, 1,7 cm, 1,4 cm, dan 3 cm. perkembangan yang terkecil terjadi pada BC yaitu 1,4 cm. Sedangkan perkembangan terbesar terjadi pada BTC yaitu 3cm. Perkembangan panjang badan dari JC dan JTC setelah pencukuran mengalami peningkatan. Pada minggu kedelapan perkembangan panjang badan JC dan JTC mengalami perkembangan terendah selama penelitian yaitu 0,76 cm dan 0,69 cm. Perkembangan panjang badan JC dan JTC kembali meningkat pada minggu ke 10
panjang badan dari JC dan JTC adalah 57,3±3,70 cm dan
56,4±4,83 cm. Hal ini sama terjadi pada BTC, pertumbuhan yang terendah terjadi pada minggu keenam yaitu 1,1 cm. Perkembangan panjang badan setelah minggu keenam hingga minggu kesepuluh meningkat. Perkembangan panjag badan pada minggu kesepuluh merupakan perkembangan ukuran morfometrik tertinggi yaitu 2,1 cm. Panjang badan pada minggu kesepuluh dari BTC ialah 57,6±1,98cm. Perkembangan ukuran panjang badan BC setelah minggu keenam sbesar 1,1 cm.
Gambar 4. Grafik Pertumbuhan Panjang Badan Domba Selama Penelitian . = Jantan cukur (JC); = Jantan tidak dicukur (JTC); = betina yang dicukur (BC); = betina tidak dicukur (BTC).
Pada minggu kedelapan perkembangan ukuran morfometrik JC dan JTC mengalami penurunan tetapi pada BC perkembangannya sama dengan minggu keenam. Pada akhir penelitian ukuran morfometrik panjang badan dari BC adalah
25
55,1 ± 3,89 cm. Menurut Berg dan Butterfield (1976) pertumbuhan ternak bergerak kearah belakang (antero posterior) atau bagian depan tumbuh lebih awal. Salamahwati (2004) melaporkan rataan panjang badan domba garut jantan tipe tangkas pada umur kurang dari 1 tahun adalah 42,52±12,82 cm, dan untuk tipe pedaging panjang badannya adalah 47,91±8,26 cm, sedangkan untuk betina tangkas dan pedaging pada usia kurang dari 1 tahun adalah 44,15±9,88 cm dan 44,19 ± 7,51 cm. Setiawan (2003) melaporkan betina tipe tangkas dan pedaging usia kurang dari 1 tahun panjang badannya adalah 44,44±4,96 cm dan 45,44±3,10 cm. Pertumbuhan panjang badan selama penelitian menunjukan bahwa pertumbuhan domba mengalami pertumbuhan secara linier. Hafez dan dyer (1969) menyatakan bahwa konsep pertumbuhan adalah sebagai peningkatan massa dalam waktu yang tidak terbatas secara umum, mula-mula terjadi peningkatan massa tubuh yang cepat kemudian menurun secara perlahan-lahan sampai suatu organisme mencapai fase dewasa. Tinggi Badan Pertumbuhan tinggi badan dari domba garut jantan dan betina yang dicukur dan tidak dicukur dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 5. Pertumbuhan tinggi badan selama penelitian menunjukan bahwa pertumbuhan domba mengalami pertumbuhan secara linier. Ukuran morfometrik tinggi badan JC, JTC, BC, dan BTC pada minggu kenol secara berurutan adalah
50,02±1,87cm,
50,1±3,54 cm, 49,9±4,67 cm, dan 49,1±5,20 cm. Pada minggu kedua dilakukan pencukuran, ukuran morfometrik pada minggu kedua pada JC dan JTC adalah 52,2±2,86 cm, dan 51,8±3,36 cm, sedangkan ukuran morfometrik BC dan BTC adalah 51,7±4,52 cm dan 53±3,39 cm. Perkembangan morfometrik tinggi badan pada minggu keempat dari JC, JTC, BC dan BTC secara berurutan adalah 3,2 cm, 1 cm, 2,43 cm, dan 1,28 cm. perkembangan yang terkecil terjadi pada JTC yaitu 1,4. Sedangkan perkembangan terbesar terjadi pada JC yaitu 3,2 cm. Perkembangan tinggi badan dari JC dan BC setelah pencukuran mengalami peningkatan. Pada minggu kedelapan perkembangan tinggi badan JC dan BC mengalami perkembangan terendah selama penelitian yaitu 0,65 cm dan 0,8 cm. Perkembangan tinggi badan JC dan BC kembali meningkat pada minggu kesepuluh tinggi badan dari JC dan JTC adalah 58,5±3,65 cm dan 58,4±2,19 cm.
26
Gambar 5.Grafik Pertumbuhan Tinggi Badan Domba Selama Penelitian = Jantan cukur (JC); = Jantan tidak dicukur (JTC); = betina yang dicukur (BC); = betina tidak dicukur (BTC)
Pertumbuhan morfometrik yang terendah BTC terjadi pada minggu keenam yaitu 0,69 cm. Perkembangan tinggi badan setelah minggu keenam hingga minggu kesepuluh meningkat. Tinggi badan pada minggu kesepuluh dari BTC ialah 57,4±1,98 cm. Perkembangan ukuran panjang badan JTC minggu keenam merupakan perkembangan terendah yaitu 0,8 cm. Pada akhir penelitian ukuran morfometrik panjang badan dari JTC adalah 57,2±3,42 cm. Salamahwati (2004) melaporkan betina tipe tangkas dan pedaging pada usia kurang dari 1 tahun adalah 47,88±13,40 cm dan 48,13±9,33 cm. Setiawan (2003) melaporkan bahwa betina tipe tangkas dan pedaging usia kurang dari 1 tahun memiliki tinggi pundak yaitu 55,52±2,99 cm dan 56,53±1,79 cm. Pertumbuhan tinggi badan dari BTC lebih tinggi dibandingkan dengan tinggi badan ternak yang dilaporkan oleh Salamahwati (2004) dan Setiawan (2003). Pada akhir penelitian atau selama sepuluh minggu penelitian rataan tinggi badan JC dan JTC adalah 58,5±2,69 cm dan 57,2±3,42 cm. Salamahwati (2004) melaporkan bahwa tinggi pundak dari jantan tipe tangkas dan pedaging pada usia kurang dari 1 tahun adalah 52,07±12,42 cm dan 51,51±8,38 cm.
27
Tinggi panggul Pertumbuhan tinggi panggul dari domba garut jantan dan betina yang dicukur dan tidak dicukur dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 6. Perkembangan ukuran morfometrik tinggi panggul JC, JTC, BC, dan BTC pada minggu kenol secara berurutan adalah 53,3±2,68 cm, 51,1±3,94 cm, 53,3±4,44 cm, dan 54,2±4,55 cm. Pada minggu kedua dilakukan pencukuran, ukuran morfometrik pada minggu kedua pada JC dan JTC adalah 55,5±2,69 cm, dan 54±4,41 cm, dan ukuran morfometrik BC dan BTC adalah 54,5±4,77 cm dan 53,3±3,96 cm. Perkembangan morfometrik tinggi badan pada minggu keempat setelah pencukuran dari JC, JTC, BC dan BTC secara berurutan adalah 1,98 cm, 1,6 cm, 1,8 cm, dan 0,9 cm. Perkembangan yang terkecil terjadi pada BTC yaitu 0,9 cm. Sedangkan perkembangan terbesar terjadi pada JC yaitu 1,9 cm.
Gambar 6. Grafik Pertumbuhan Tinggi Pinggul Domba Selama Penelitian. = Jantan cukur (JC); = Jantan tidak dicukur (JTC); = betina yang dicukur (BC); = betina tidak dicukur (BTC).
Perkembangan tinggi panggul dari JTC setelah pencukuran meningkat. Pertumbuhan terendah terjadi pada
minggu
kesepuluh yaitu 0,6 cm.
Perkembangan tinggi panggul dari JTC pada minggu kesepuluh lebih rendah dibandingkan dengan perkembangan tinggi panggul pada JC, BC, dan BTC pada
28
waktu yang sama. Pada minggu kesepuluh ukuran morfometrik JTC adalah 58,4±3,78 cm. Perkembangan tinggi badan dari JC dan BC setelah pencukuran mengalami peningkatan. Pada minggu kedelapan perkembangan tinggi badan JC mengalami perkembangan terendah selama penelitian yaitu 1 cm. Sedangkan perkembangan terendah dari BC terjadi pada minggu keenam yaitu 1,3 cm. Perkembangan tinggi badan JC dan BC kembali meningkat pada minggu kesepuluh tinggi badan dari JC dan JTC adalah 63,1±4,34 cm dan 60,9±4,09 cm. Pertumbuhan morfometrik yang terendah BTC terjadi pada minggu keempat yaitu 0,9 cm. Perkembangan tinggi badan setelah minggu keenam hingga minggu kesepuluh meningkat. Tinggi badan pada minggu kesepuluh dari BTC ialah 59,7±2,77 cm. Pada minggu kesepuluh domba yang dicukur memiliki ukuran tinggi panggul yang lebih tinggi dibandingkan dengan domba yang tidak dicukur. Pertumbuhan tinggi panggul pada domba selama penelitian menunjukan peningkatan atau pertumbuhan secara linier. Lingkar Dada Pertumbuhan lingkar dada dari domba garut jantan dan betina yang dicukur dan tidak dicukur dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 7. Rataan pertumbuhan lingkar badan dari JC, JTC, BC, dan BTC. Pada minggu kenol memiliki ukuran lingkar dada yaitu secara berurutan 56,1±2,92 cm, 53,9±5,68 cm, 55,0±2,67 cm, dan 55,6±1,95 cm. Pada minggu kenol atau awal penelitian JC memiliki ukuran lingkar badan lebih besar dibandingkan dengan yang lain. Pada minggu kedua BTC pertumbuhan lingkar dada menjadi lebih besar. Pertumbuhan lingkar dada pada BTC pada minggu keempat yaitu sebesar 1,8 cm selama dua minggu. Pertumbuhan pada BC pada minggu kenol hingga minggu kedelapan pertumbuhannya tidak terlalu besar. Tetapi pada minggu kesepuluh pertumbuhan lingkar dada menjadi lebih cepat dibandingkan dengan ternak yang lainnya. Pertumbuhan yang sama juga terjadi pada JTC bahwa pada minggu kenol hingga minggu kedelapan pertumbuhannya sama. Tetapi pada minggu kesepuluh pertumbuhan lingkar dada menjadi lebih cepat. Ensminger (1977) menyatakan bahwa ternak betina mengalami pertumbuhan lebih dahulu dibandingkan jantan.
29
Hal ini dikarenakan betina menyiapkan pertumbuhannya pada organ reproduksi. Pertumbuhan akan meningkat bila mendekati pubertas atau kematangan, dan akan berhenti bila telah mencapai kematangan ( Taylor dan Field, 2004).
Gambar 7. Grafik Pertumbuhan Lingkar Dada Domba Selama Penelitian. = Jantan cukur (JC); = Jantan tidak dicukur (JTC); = betina yang dicukur (BC); = betina tidak dicukur (BTC).
Pertumbuhan lingkar dada JC pada minggu kenol hingga minggu kesepuluh pertumbuhannya tidak terlalu besar. Sehingga pada minggu kesepuluh JC, JTC, BC, dan BTC memiliki ukuran morfologi lingkar dada yaitu secara berurutan 59,2±3,27 cm, 58,6±6,62cm, 61,48±5,35 cm, 61,2±2,28 cm. Salamahwati (2004) melaporkan bahwa lingkar dada pada jantan tangkas dan pedaging umur kurang dari 1 tahun adalah 54,97±6,73 cm dan 54,30±14,65 cm, sedangkan untuk betina tangkas dan pedaging usia kurang dari 1 tahun lingkar dadanya adalah 53,02±13,19 dan 52,48±11,28 cm. Setiawan (2003) melaporkan bahwa lingkar dada pada betina tangkas dan betina pedaging usia kurang dari 1 tahun adalah 58,64±5,91 cm dan 61,61±4,12 cm. Takaendengan (1998) menyatakan bahwa lingkar dada merupakan bagian tubuh domba yang mengalami pembesaran kearah samping. Nurhayati (2004) menyatakan bahwa lingkar dada mempunyai hubungan yang lebih erat dengan
30
bobot badan dibandingkan dengan panjang badan, tinggi pundak, serta dalam dan lebar dada pada domba priangan jantan tipe pedaging dan tangkas. Takaendengan (1998) menyatakan bahwa pertambahan bobot badan seekor hewan, bertambah besar pula hewan tersebut karena bertambahnya bobot badan dan besar badan kearah samping nyata. Dalam Dada Pertumbuhan dalam dada dari domba garut jantan dan betina yang dicukur dan tidak dicukur dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 8. Pertumbuhan morfometrik dalam dada pada minggu kenol pada JC, JTC, BC dan BTC ialah secara berurutan adalah 20,9±1,78 cm, 18,4±4,88 cm, 19,6±1,56 cm dan 19,5±1,58 cm. Pada minggu kenol
ukuran dalam dada JTC paling rendah
dibandingkan dengan ternak lainnya yaitu 18,4±4,88cm. Pada minggu kedua pertumbuhan dalam dada dari JTC meningkat, peningkatan pertumbuhan dari JTC hingga minggu keempat. Pertumbuhan dalam dada dari JC pada minggu ke nol hingga minggu kedua mengalami pertumbuhan sebesar 1cm dan pertumbuhan lainnya tidak terlalu besar sehingga pertumbuhan dari JC mengalami pertumbuhan yang lambat dibandingkan dengan ternak yang lain.
Gambar 8. Grafik Pertumbuhan Dalam Dada Domba Selama Penelitian. = Jantan cukur (JC); = Jantan tidak dicukur (JTC); = betina yang dicukur (BC); = betina tidak dicukur (BTC).
31
Rataan pertumbuhan dari dalam dada BTC pada minggu pertama adalah 19,5±1,58 cm. Pertumbuhan dalam dada dari BTC pada tiap minggu tidak terlalu besar pertumbuhannya sebesar 0,5 cm. Rataan pertumbuhan pada minggu keenam yang paling tinggi pada BTC yaitu sebesar 0,7 cm. sehingga rataan pertumbuahan dalam dada JC, JTC, BC dan BTC pada minggu kesepuluh adalah 23,4±1,29 cm, 23,8±2,59 cm, 23,1±1,43cm, dan 22,6±1,56 cm. Lebar Dada Pertumbuhan lebar dada dari domba garut jantan dan betina yang dicukur dan tidak dicukur dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 9. Rataan pertumbuhan lebar dada JC, JTC, BC dan BTC pada minggu kenol ialah secara berurutan 12,8±0,57 cm, 12,1±1,75 cm, 11,6±1,14cm, dan 12,5±1,27 cm. Pada minggu kenol, BC memiliki lebar dada yang lebih rendah dibandingkan dengan ternak yang lainnya yaitu 11,6±1,14 cm. Pertumbuhan lebar dada pada minggu kenol hingga minggu keempat mengalami pertumbuhan sebesar 1,8 cm selama empat minggu pada minggu keenam pertumbuhan lebar dada dari BC menjadi melambat yaitu sebesar 0,1 cm.
Gambar 9. Grafik Pertumbuhan Lebar Dada Domba Selama Penelitian. = Jantan cukur (JC); = Jantan tidak dicukur (JTC); = betina yang dicukur (BC); = betina tidak dicukur (BTC).
32
Lebar dada JC pada awal minggu atau minggu kenol ialah 12,8±0,57 cm. Pertumbuhan lebar dada yang tertinggi dari JC adalah pada minggu kedua yaitu sebesar 0,6 cm. Selanjutnya pertumbuhan pada JC sekitar 0,25 cm. Pada JTC lebar dada pada minggu kenol hingga minggu keenam meningkat. Lebar dada pada minggu keenam sebesar 13,0±1,69 cm. Pertumbuhan dari minggu kenol hingga minggu keenam adalah 0,9cm. Minggu kedelapan pertumbuhan lebar dada pada JTC sebesar 0,1 cm, dan meningkat kembali pada minggu kesepuluh yaitu sebesar 0,6 cm. Rataan pertumbuhan lebar dada dari BTC dari minggu kenol hingga minggu kedua sebesar 0,6cm. Pertumbuhan lebar dada BTC kembai melambat pada minggu keempat. Sehingga pada minggu keempat lebar dada BTC adalah 13,2±0,76 cm. Saat minggu keenam pertumbuhan lebar dada dari BTC kembali meningkat sebesar 0,4 cm. Rataan lebar dada JC, JTC, BC dan BTC pada minggu kesepuluh ialah secara berurutan 14,3±0,57 cm, 13,6±1,78 cm, 14,1±0,22 cm, dan 14,4±0,55 cm. Lebar Pinggul Pertumbuhan lebar pinggul dari domba garut jantan dan betina yang dicukur dan tidak dicukur dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 10. Rataan morfometrik lebar pinggul pada minggu kenol BC memiliki lebar pinggul yang lebih rendah dibandingkan dengan ternak lainnya. Rataan lebar pinggul pada JC, JTC, BC, dan BTC secara berurutan ialah 10,3±0,45 cm, 9,9±1,59 cm, 9,8±1,30 cm, dan 10,4±0,89 cm. Pertumbuhan lebar pinggul pada JC pada minggu kesepuluh mengalami pertumbuhan yang tinggi dibandingkan pada minggu lainnya yaitu sebesar 1,1 cm. pada minggu kesepuluh rataan lebar pinggul JC sebesar 12,7 ± 1,92 cm. Lebar pinggul pada JTC tiap minggu meningkat pada minggu kedua pertumbuhannya sebesar 0,3 cm dan terus meningkat hingga 0,9 cm pada minggu kesepuluh. Sehingga pada minggu kesepuluh rataan lebar pinggul dari JTC sebesar 12,4±1,34 cm. Pada minggu kedua lebar pinggul dari BC dan BTC mengalami peningkatan yaitu sebesar 1,35 cm dan 1,2 cm. pertumbuhan BTC dan BC lebih tinggi dibandingkan dengan JC dan JTC. Selanjutnya lebar pinggul dari BTC
33
tumbuh lebih besar dibandingkan dengan BC. Tetapi pertumbuhannya tidak secepat pada minggu kenol. Pada minggu keempat pertumbuhan lebar pinggul hanya 0,2 cm. Sedangkan pada minggu kesepuluh pertumbuhan lebar pinggul mencapai 1 cm. Lebar pinggul pada minggu kesepuluh ialah sebesar 14 ± 0,61 cm.
Gambar 10. Grafik Pertumbuhan Lebar Pinggul Domba Selama Penelitian. = Jantan cukur (JC); = Jantan tidak dicukur (JTC); = betina yang dicukur (BC); = betina tidak dicukur (BTC).
Rataaan pertumbuhan BC mengalami peningkatan hanya pada minggu kedua dan masih mengalami pertumbuhan pada minggu selanjutnya. Pertumbuhan lebar pinggul yang terbesar terjadi pada minggu keenam yaitu sebesar 0,55 cm. sehingga pada minggu kesepuluh lebar pinggul dari BC sebesar 12,6 ± 0,55. Panjang Pinggul Pertumbuhan panjang pinggul dari domba garut jantan dan betina yang dicukur dan tidak dicukur dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 11. Ukuran panjang pinggul pada JC, JTC, BC, dan BTC
pada minggu kenol
secara
berurutan yaitu 16,0±1,0 cm, 14,8± 1,30 cm, 16,2±0,57 cm, 15,88±1,14 cm. Pada 34
minggu kenol panjang pinggul dari JTC adalah yang paling rendah. Pertumbuhan panjang pinggul dari JTC pada tiap minggu mengalami peningkatan. Saat minggu ke dua pertumbuhannya lebih tinggi yaitu sebesar 0,8 cm. Pada minggu ke delapan pertumbuhannya melambat yaitu sebesar 0,26 cm dan kembali meningkat pada minggu kesepuluh sehingga pada akhir penelitian panjang pinggul dari JTC menjadi 17,62±1,68 cm. Panjang pinggul dari JC selama sepuluh minggu mengalami peningkatan. Pada minggu kedua pertumbuhannya merupakan pertumbuhan yang paling besar selama sepuluh minggu yaitu 0,8 cm. Pertumbuhan panjang pinggul dari JC kembali melambat pada minggu kedua. Setelah minggu kedua pertambahan ukuran panjang pinggul meningkat kembali. Selama sepuluh minggu penelitian panjang pinggul dari JC yaitu sebesar 18,1±1,08 cm. Pada BTC pertumbuhan panjang pinggul selama sepuluh minggu tidak banyak pertumbuhan. Pertumbuhan panjang pinggul yang tertinggi terjadi pada minggu kedua yaitu sebesar 0,84 cm. Sedangkan pertumbuhan yang paling rendah selama sepuluh minggu, terjadi pada minggu keenam dan kesepuluh yaitu sebesar 0,4 cm. Pada akhir penelitian panjang pinggul dari BTC ialah 18,6±0,89 cm.
Gambar 11.Grafik Pertumbuhan Panjang Pinggul Domba Selama Penelitian. = Jantan cukur (JC); = Jantan tidak dicukur (JTC); = betina yang dicukur (BC); = betina tidak dicukur (BTC).
35
Panjang pinggul dari BC selama penelitian. Pada minggu kenol panjang pinggul BC ialah yang paling panjang dibandingkan dengan ternak yang lainnya. Pertumbuhan panjang pinggul dari BC meningkat tinggi terjadi pada minggu ke delapan yaitu sebesar 0,84 cm. Pertumbuhan pada minggu kedelapan ini yang terjadi pada BC merupakan pertumbuhan panjang pinggul yang paling tinggi dibandingkan dengan JC, JTC, dan BTC. Selanjutnya pertumbuhan panjang pinggul BC kembali meningkat. Sehingga pada akhir penelitian atau pada minggu kesepuluh panjang pinggul dari BC sebesar 19,38±1,61cm. Ensminger (1977) menyatakan bahwa ternak betina mengalami pertumbuhan lebih dahulu dibandingkan jantan. Hal ini dikarenakan betina menyiapkan pertumbuhannya pada organ reproduksi. Pertumbuhan akan meningkat bila mendekati pubertas atau kematangan, dan akan berhenti bila telah mencapai kematangan. (Taylor dan Field, 2004). Kompilasi Perkembangan Morfometrik. Perkembangan morfometrik domba selama penelitian menunjukan bahwa pada minggu kenol ukuran panjang badan betina cukur dan tidak dicukur berada diantara panjang badan jantan cukur dan tidak cukur. Hal yang sama terjadi pada lingkar badan, dan dalam dada. Perkembangan morfometrik jantan tidak cukur dari minggu kenol hingga pada minggu kesepuluh pada grafik pertumbuhan secara umum berada di bawah jantan cukur, betina cukur dan tidak cukur. Tetapi pada peubah dalam dada, jantan tidak cukur pada minggu kesepuluh perkembanganya berada diatas jantan cukur, betina cukur dan betina tidak cukur. Perkembangan morfometrik pada minggu kedua terdapat perubahan pada ukuran morfometrik betina cukur dan tidak cukur. Saat minggu ke nol ukuran morfometrik betina cukur dan tidak cukur berada diantara jantan cukur dan tidak cukur pada peubah panjang badan, tinggi badan, dan lingkar dada. Pada minggu kedua ukuran morfometrik betina cukur dan tidak cukur meningkat sehingga berada diatas jantan cukur dan tidak cukur. Hal yang sama terjadi pada minggu kedelapan, ukuran morfometrik betina tidak cukur pada lingkar dada semakin meningkat. Tetapi pada tinggi badan betina cukur dan tidak cukur pada minggu ke delapan berada diantara jantan cukur dan tidak cukur, kondisi ini terjadi hingga minggu ke sepuluh.
36
Ukuran morfometrik panjang pinggul pada betina cukur dan tidak cukur dari minggu kenol hingga minggu kesepuluh, ukuran panjang pinggul betina cukur dan tidak cukur berada diatas jantan cukur dan tidak cukur sehingga pada minggu kesepuluh betina tidak cukur memiliki panjang pinggul yang lebih panjang dibandingkan dengan betina cukur, jantan cukur dan jantan tidak cukur. Ukuran lebar pinggul jantan pada minggu ke nol berada diantara betina cukur dan tidak cukur, pada minggu ke dua, ukuran lebar pinggul betina meningkat sehingga lebar pinggul betina cukur dan tidak cukur berada diatas jantan cukur dan tidak cukur. Hal ini terjadi hingga minggu ke sepuluh.
37
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Perlakuan pencukuran secara umum tidak berpengaruh terhadap ukuran morfometrik pada akhir penelitian dan pertumbuhan morfometrik. Kecuali pertumbuhan panjang badan dan tinggi pinggul. Domba garut yang dicukur memiliki pertumbuhan panjang badan yang lebih rendah dibandingkan dengan domba yang tidak dicukur. Perlakuan pencukuran juga berpengaruh terhadap tinggi pinggul. Pertumbuhan tinggi pinggul domba yang dicukur lebih tinggi dibandingkan dengan domba yang tidak dicukur. Pada jenis kelamin secara keseluruhan tidak berpengaruh terhadap ukuran morfometrik pada akhir penelitian dan pertumbuhan morfometrik. Terdapat interaksi antara perlakuan pencukuran dan jenis kelamin terhadap pertumbuhan panjang pinggul yaitu betina cukur dengan jantan cukur. Pertumbuhan jantan cukur berbeda dengan betina cukur, pertumbuhan panjang pinggul jantan dicukur sama dengan jantan dan betina tidak cukur. Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan dalam waktu yang lebih lama untuk melihat pengaruh pencukuran, serta jumlah materi yang lebih banyak.
38
UCAPAN TERIMA KASIH Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT, ar-Rahmaan dan ar-Rohiim, atas segala limpahan nikmat dan karunia-Nya dan hanya dengan pertolongan-Nya skripsi ini dapat terselesaikan. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada kedua orang tua yang telah banyak membantu baik materi, motivasi serta do’a yang tiada henti diberikannya. Juga kepada ibu Ir. Sri Rahayu, M.Si, dan Bapak Ir.Maman Duldjaman, MS. yang telah banyak membantu dalam membimbing dan mengarahkan penyusunan usulan proposal hingga tahap akhir penulisan skripsi ini Ucapan terima kasih Penulis sampaikan pula kepada penguji Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M. Agr. Sc dan Ir. Kukuh Budi Satoto, MS yang telah menguji, mengkritik dan memberikan sumbangan pemikiran serta masukan dalam penulisan skripsi ini. Selanjutnya kepada pak Subhan S.Pt sebagai manager dari Peternakan Domba Indocement yang telah menyediakan tempat penelitian di Peternakan Domba Indocement, anak kandang (kang Elen, kang Leo, kang Macan, kang Anis), Aan dan Maya sebagai teman satu tim penelitian, Walfitri Yani Oktameina atas dukungan spirit dan morilnya kepada Penulis, selanjutnya teman-teman IPTP 44. Semoga Allah memberikan berkah kepada orang-orang yang tersebut di atas. Terakhir Penulis ucapkan terima kasih banyak kepada civitas akademika Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Semoga Skripsi ini bermanfaat bagi yang membacanya.
Bogor, Agustus 2011
Penulis
39
DAFTAR PUSTAKA Aberle, D. E., J. C. Forrest, D. E. Gerrard, E. W. Mills. 2001. Priciples of Meat Science 4th Edit. W.H freeman and company. San Fransisco. Ames, D. R., and D. R. Brink. 1977. Effects of Themperatur on Lamb Performance and Protein Efficiency Ratio. J. Anim. Sci. 44:136-140. Baliarti. E. 1984. Pengaruh pencukuran bulu terhadap pertambahan berat badan dan status fisiologi ternak domba. Laporan Penelitian. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Berg, R. T. & R. M. Butterfield. 1976. New Concepts of Cattle Growth. Sydney University perss, Sydney. Black, J. L. 1983. Implication of Developments in Meat Science, Production and Marketing for Lamb Production System. National Workshop. Orange Agriculture Institute, New South Wales. Blakely, J. & D. H. Bade. 1992. Ilmu Peternakan. Edisi keempat. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Bradford, G. E. & I. Inounu. 1996. Prolific Breeds of Indonesia. In : Mohamed H. Fahmy ( Ed.). Prolific Sheep. CAB International. Cambridge University Press, Cambridge. Craig, J. V. 1981.Domestic Animal Behavior, Englewood cliffs, N.J.: PrenticeHall, Inc. Englewood Cliffs, New Jersey. Devendra, C. & G. B. McLeroy. 1982. Goat and Sheep Production in The Tropics. 1st Edition. Oxford University Press, Oxford. Dinas Peternakan Jawa Barat. 1994. Panduan Klasifikasi Mutu Bibit Ternak Domba Garut. Bandung. Dinas Peternakan Jawa Barat. 2000. Standarisasi Domba Garut. Bandung. http://www.disnak.jabarprov.go.id/data/arsip/standardisasi%20domba%20 garut.pdf. [16 Juli 2010] Diwyanto, K. 1982. Pengamatan fenotip domba priangan serta hubungan antara beberapa ukuran tubuh dengan bobot badan. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Doho, S. R. 1994. Parameter Fenotipik Beberapa Sifat Kualitatif dan Kuantitatif pada Domba Ekor Gemuk. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Ensminger, M. E. 1977. Animal Science. 7th Edition. The Interestate, Printer & Publisher, Inc. Dan Ville. Illionis. Ensminger, M. E. 1991. Animal Science. 9th Ed. Interstate Pointers and Publisher. Illinois Ensminger, M. E. 2002. Sheep and Goat Science. Sixth Edition. Interstate Publisher. Inc. New York.
40
Esmay, M. L. 1982. Principles of Animal Environment. 2nd Ed. Avi Publishing Co. Westport Connecticut. Food and Agriculture Organization (FAO) Corporate Document Repository. 2004. Prolific Sheep In Java .http://www.fao.org/ DOCREP/ 004/ X6517E/ X651 7E04.htm.. [ 15September 2011]. Fraser, F.A. 1975. Farm Animal Behavior. The Macmillan Publishing Company Inc. New York.Hafez, E. S. 1968. Adaptation of Domestic Animal. Lea & febiger. Philadelphia. Hafez, E. S. E. & I. A. Dyer. 1969. Animal Growth and Nutrition. Lea & Febiger. Philadelphia. Hafiz. 2009. Aplikasi Indeks Morfologi dalam Pendugaan Bobot Badan dan Tipe Pada Domba Ekor Gemuk dan Domba Ekor Tipis. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hammond, J., J. L. Mason & T. J. Robinson. 1976. Hammond’s Farm Animal 4th ed. Edward Arnold. London. Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. PT Gramedia Widiasarana. Jakarta. Herren, R. 2000. The Science of Animal Agriculture. Ed 2nd. Delmar Publisher. USA. Kammlade, W. G., Sr. & W. G., Yr. Kammlade. 1955. Sheep Science. Lippicot Co. New York. Kartasudjana, R. 2001. Proses Pemotongan Ternak di RPH. Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. Ma’ani. A. 2011. Tingkah Laku Domba Garut Akibat Pencukuran Serta Produksi Wol pada Status Fisiologis yang Berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Martojo, H. 1990. Peningkatan Mutu Genetik Ternak. Pusat Antar Universitas Bioteknologi Institut Pertanian Bogor, Bogor. McDowell, R. E., R. G. Jones., H. C. Pant., A. Roy., E. J. Siegenthaler & J.R.Stauffer. 1979. Improvement of Livestock Production in Warm Climate. W. Freeman and Co. San Fransisco. Mulliadi, D. 1996. Sifat Fenotipe Domba Priangan di Kabupaten Pandeglang dan Garut. Disertasi. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Natasasmita, A. 1985. Analisa Regresi. Pusat Pengelolahan Data dan Statistik. Institut Pertanian Bogor, Bogor Natasasmita, A., N. Sugana, M. Duldjaman & Amsar. 1986. Penentuan parameter seleksi dan pengarahan metoda pembibitan domba dikalangan petani. Fakultas Peternakan IPB. Bogor. Nurhayati, L. 2004. Penampilan Pertumbuhan Domba Priangan di Kabupaten Garut. Skripsi. Fapet. Institut Pertanian Bogor. Bogor
41
Oktameina, W. Y. 2011. Respon Fisiologis Domba Garut yang Dipelihara secara Semi Intensif dengan Perlakuan Pencukuran di Peternakan PT Indocement. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Ramdan, R. 2007. Fenotipe Domba Lokal di Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan Jonggol. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Salamahwati, S. 2004. Karakteristik fenotip Domba Garut Tipe Tangkas dan Tipe Pedaging di Kabupaten Garut. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Setiawan, I. 2003. Studi Banding Panjang Metatarsus antara Domba Garut Betina Cibuluh dengan Domba Garut Betina Wanaraja. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Smith, J. B. & S. Mangkoewiidjojo. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Steel, R. G. D. & J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika.Terjemahan: Bambang Sumantri. Edisi ke-2. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Soeprijono, P., Poerwanti, Widayat & Jumaeri. 1973. Serat- serat Tekstil. Institut Teknologi Tekstil, Bandung. Taylor, R. E, & T.G. Field. 2004. Scientific Farm Animal Production An Introduction to Animal Science. Ed 8th. Pearson Prentice Hall. Upper Saddle River. New Jersey. Takaendengan, B. J. 1998. Kemajuan Genetik Beberapa Sifat kumulatif Domba Ekor Gemuk. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tomaszewska, M. W., I. M. Mastika, A. Djajanegara, S. Garder, & T. R.Wiradarya. 1993. Produksi Kambing dan Domba di Indonesia. Sebelas Maret University Press, Surakarta. Widjajakusuma, R. & S. H. S. Sikar. 1986. Fisiologi Hewan Jilid II. Kumpulan Materi Kuliah. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Williamson, G. & W. J. A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis.Terjemahan: SGN Djiwa Darmadja. Edisi ke-3. Gajah Mada UniversityPress, Yogyakarta. Yeates, N. T. M., T. N. Edey, & M. K. Hill. 1975. Animal Science, Reproduction, Climate, Meat and Wool, Pergamon Press. Australia. Yousef, M. K. 1982. Animal Production in The Tropic. Pranger Publisher, New York. Yousef, M. K. 1985. Stress Physiology in Livestock, Bosca Raton. Florida. Yunidar. M. 2011. Performa dan Kebersihan Domba Garut dengan Perlakuan Pencukuran dan Pemeliharaan secara Semi Intensif .Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 42
Zulfikli, S. H., & R. S. Zulfikar. 1980. Pengembangan usaha ternak domba di Jawa Barat. Proceeding. Departemen Pertanian. Jakarta.
43
LAMPIRAN
44
Lampiran 1. Hasil Analisis Ragam Panjang Badan Domba pada Akhir Penelitian dengan Program Minitab 15 General Linear Model: panjang badan versus kondisi fisiologis, perlakuan Factor kondisi fisiologis perlakuan
Type fixed fixed
Levels 2 2
Values 1, 2 1, 2
Analysis of Variance for panjang badan, using Adjusted SS for Tests Source kondisi fisiologis perlakuan kondisi fisiologis*perlakuan Error Total
DF 1 1 1 16 19
Seq SS 1.25 3.20 14.45 224.40 243.30
Adj SS 1.25 3.20 14.45 224.40
Adj MS 1.25 3.20 14.45 14.02
F 0.09 0.23 1.03
P 0.769 0.639 0.325
Lampiran 2. Hasil Analisis Ragam Tinggi badan Domba pada Akhir Penelitian dengan Program Minitab 15 General Linear Model: tinggi badan versus kondisi fisiolog, perlakuan_1 Factor kondisi fisiologis_1 perlakuan_1
Type fixed fixed
Levels 2 2
Values 1, 2 1, 2
Analysis of Variance for tinggi badan, using Adjusted SS for Tests Source kondisi fisiologis_1 perlakuan_1 kon.fisiologis_1*perlakuan_1 Error Total
DF 1 1 1 16 19
Seq SS 0.013 6.613 0.113 148.200 154.938
Adj SS 0.013 6.613 0.113 148.200
Adj MS 0.013 6.613 0.113 9.262
F 0.00 0.71 0.01
P 0.971 0.411 0.914
Lampiran 3. Hasil Analisis Ragam Tinggi Pinggul Domba pada Akhir Penelitian dengan Program Minitab 15 General Linear Model: tinggi pangg versus kondisi fisi, perlakuan_2 Factor kondisi fisiologis_2 perlakuan_2
Type fixed fixed
Levels 2 2
Values 1, 2 1, 2
Analysis of Variance for tinggi panggul, using Adjusted SS for Tests Source kondisi fisiologis_2 perlakuan_2 kondisi fisiologis_2*perlakuan_2 Error Total
DF 1 1 1 16 19
Seq SS 1.01 43.51 15.31 230.40 290.24
Adj SS 1.01 43.51 15.31 230.40
Adj MS 1.01 43.51 15.31 14.40
F 0.07 3.02 1.06
P 0.794 0.101 0.318
45
Lampiran 4. Hasil Analisis Ragam Lingkar Dada Domba pada Akhir Penelitian dengan Program Minitab 15 General Linear Model: lingkar dada versus kondisi fisiolog, perlakuan_3 Factor kondisi fisiologis_3 perlakuan_3
Type fixed fixed
Levels 2 2
Values 1, 2 1, 2
Analysis of Variance for lingkar dada, using Adjusted SS for Tests Source kondisi fisiologis_3 perlakuan_3 kondisi fisiologis_3*perlakuan_3 Error Total
DF 1 1 1 16 19
Seq SS 29.77 0.97 0.13 353.33 384.19
Adj SS 29.77 0.97 0.13 353.33
Adj MS 29.77 0.97 0.13 22.08
F 1.35 0.04 0.01
P 0.263 0.837 0.940
Lampiran 5. Hasil Analisis Ragam Dalam Dada Domba pada Akhir Penelitian dengan Program Minitab 15 General Linear Model: dalam dada versus kondisi fisiolog, perlakuan_4 Factor kondisi fisiologis_4 perlakuan_4
Type fixed fixed
Levels 2 2
Values 1, 2 1, 2
Analysis of Variance for dalam dada, using Adjusted SS for Tests Source kondisi fisiologis_4 perlakuan_4 kondisi fisiologis_4*perlakuan_4 Error Total
DF 1 1 1 16 19
Seq SS 2.813 0.012 1.013 51.400 55.237
Adj SS 2.813 0.012 1.013 51.400
Adj MS 2.813 0.012 1.013 3.212
F 0.88 0.00 0.32
P 0.363 0.951 0.582
Lampiran 6. Hasil Analisis Ragam Lebar Dada Domba pada Akhir Penelitian dengan Program Minitab 15 General Linear Model: lebar dada versus kondisi fisiolog, perlakuan_5 Factor kondisi fisiologis_5 perlakuan_5
Type fixed fixed
Levels 2 2
Values 1, 2 1, 2
Analysis of Variance for lebar dada, using Adjusted SS for Tests Source DF kondisi fisiologis_5 1 perlakuan_5 1 kondisi fisiologis_5*perlakuan_5 1 Error 16 Total 19
Seq SS 0.4500 0.2000 1.2500 15.4000 17.3000
Adj SS 0.4500 0.2000 1.2500 15.4000
Adj MS 0.4500 0.2000 1.2500 0.9625
F 0.47 0.21 1.30
P 0.504 0.655 0.271
46
Lampiran 7. Hasil Analisis Ragam Lebar Pinggul Domba Pada Akhir Penelitian dengan Program Minitab 15 General Linear Model: lebar pinggul versus kondisi fisiolog, perlakuan_6 Factor kondisi fisiologis_6 perlakuan_6
Type fixed fixed
Levels 2 2
Values 1, 2 1, 2
Analysis of Variance for lebar pinggul, using Adjusted SS for Tests Source kondisi fisiologis_6 perlakuan_6 kondisi fisiologis_6*perlakuan_6 Error Total
DF 1 1 1 16 19
Seq SS 2.813 1.512 3.613 24.700 32.638
Adj SS 2.813 1.512 3.613 24.700
Adj MS 2.813 1.512 3.613 1.544
F 1.82 0.98 2.34
P 0.196 0.337 0.146
Lampiran 8. Hasil Analisis Ragam Panjang Pinggul Domba pada Akhir Penelitian dengan Program Minitab 15 General Linear Model: panjang ping versus kondisi fisi, perlakuan_7 Factor kondisi fisiologis_7 perlakuan_7
Type fixed fixed
Levels 2 2
Values 1, 2 1, 2
Analysis of Variance for panjang pinggul, using Adjusted SS for Tests Source kondisi fisiologis_7 perlakuan_7 kondisi fisiologis_7*perlakuan_7 Error Total
DF 1 1 1 16 19
Seq SS 6.385 1.985 0.113 29.556 38.038
Adj SS 6.385 1.985 0.113 29.556
Adj MS 6.385 1.985 0.113 1.847
F 3.46 1.07 0.06
P 0.082 0.315 0.808
Lampiran 9. Hasil Analisis Ragam Pertumbuhan Panjang Badan Domba dengan Program Minitab 15 General Linear Model: panjang badan versus kondisi fisiologis, perlakuan Factor kondisi fisiologis perlakuan
Type fixed fixed
Levels 2 2
Values 1, 2 1, 2
Analysis of Variance for panjang badan, using Adjusted SS for Tests Source kondisi fisiologis perlakuan kondisi fisiologis*perlakuan Error Total
DF 1 1 1 16 19
Seq SS 0.112 13.613 10.512 45.900 70.138
Adj SS 0.113 13.613 10.512 45.900
Adj MS 0.113 13.613 10.512 2.869
F 0.04 4.75 3.66
P 0.846 0.045 0.074
47
Lampiran 10. Hasil Analisis Ragam Pertumbuhan Tinggi Badan Domba dengan Program Minitab 15 General Linear Model: tinggi badan versus kondisi fisiolog, perlakuan_1 Factor kondisi fisiologis_1 perlakuan_1
Type fixed fixed
Levels 2 2
Values 1, 2 1, 2
Analysis of Variance for tinggi badan, using Adjusted SS for Tests Source kondisi fisiologis_1 perlakuan_1 kondisi fisiologis_1*perlakuan_1 Error Total
DF 1 1 1 16 19
Seq SS 0.450 12.800 2.450 74.500 90.200
Adj SS 0.450 12.800 2.450 74.500
Adj MS 0.450 12.800 2.450 4.656
F 0.10 2.75 0.53
P 0.760 0.117 0.479
Lampiran 11. Hasil Analisis Ragam Pertumbuhan Tinggi Pinggul Domba dengan Program Minitab 15 General Linear Model: tinggi pangg versus kondisi fisi, perlakuan_2 Factor kondisi fisiologis_2 perlakuan_2
Type fixed fixed
Levels 2 2
Values 1, 2 1, 2
Analysis of Variance for tinggi panggul, using Adjusted SS for Tests Source DF kondisi fisiologis_2 1 perlakuan_2 1 kondisi fisiologis_2*perlakuan_2 1 Error 16 Total 19
Seq SS 1.800 33.800 1.800 77.800 115.200
Adj SS 1.800 33.800 1.800 77.800
Adj MS 1.800 33.800 1.800 4.862
F 0.37 6.95 0.37
P 0.551 0.018 0.551
Lampiran 12. Hasil Analisis Ragam Pertumbuhan Lingkar Dada Domba dengan Program Minitab 15 General Linear Model: lingkar dada versus kondisi fisiolog, perlakuan_3 Factor kondisi fisiologis_3 perlakuan_3
Type fixed fixed
Levels 2 2
Values 1, 2 1, 2
Analysis of Variance for lingkar dada, using Adjusted SS for Tests Source kondisi fisiologis_3 perlakuan_3 kondisi fisiologis_3*perlakuan_3 Error Total
DF 1 1 1 16 19
Seq SS 15.138 0.008 6.498 71.488 93.132
Adj SS 15.138 0.008 6.498 71.488
Adj MS 15.138 0.008 6.498 4.468
F 3.39 0.00 1.45
P 0.084 0.967 0.245
48
Lampiran 13. Hasil Analisis Ragam Pertumbuhan Dalam Dada Domba Dengan Program Minitab 15 General Linear Model: dalam dada versus kondisi fisiolog, perlakuan_4 Factor kondisi fisiologis_4 perlakuan_4
Type fixed fixed
Levels 2 2
Values 1, 2 1, 2
Analysis of Variance for dalam dada, using Adjusted SS for Tests Source kondisi fisiologis_4 perlakuan_4 kondisi fisiologis_4*perlakuan_4 Error Total
DF 1 1 1 16 19
Seq SS 1.378 6.328 10.153 46.700 64.559
Adj SS 1.378 6.328 10.153 46.700
Adj MS 1.378 6.328 10.153 2.919
F 0.47 2.17 3.48
P 0.502 0.160 0.081
Lampiran 14. Hasil Analisis Ragam Pertumbuhan Lebar Dada Domba dengan Program Minitab 15 General Linear Model: lebar dada versus kondisi fisiolog, perlakuan_5 Factor kondisi fisiologis_5 perlakuan_5
Type fixed fixed
Levels 2 2
Values 1, 2 1, 2
Analysis of Variance for lebar dada, using Adjusted SS for Tests Source kondisi fisiologis_5 perlakuan_5 kondisi fisiologis_5*perlakuan_5 Error Total
DF 1 1 1 16 19
Seq SS 0.8000 0.0000 0.8000 5.6000 7.2000
Adj SS 0.8000 0.0000 0.8000 5.6000
Adj MS 0.8000 0.0000 0.8000 0.3500
F 2.29 0.00 2.29
P 0.150 1.000 0.150
Lampiran 15. Hasil Analisis Ragam Pertumbuhan Lebar Pinggul Domba dengan Program Minitab 15 General Linear Model: lebar pinggul versus kondisi fisiolog, perlakuan_6 Factor kondisi fisiologis_6 perlakuan_6
Type fixed fixed
Levels 2 2
Values 1, 2 1, 2
Analysis of Variance for lebar pinggul, using Adjusted SS for Tests Source kondisi fisiologis_6 perlakuan_6 kondisi fisiologis_6*perlakuan_6 Error Total
DF 1 1 1 16 19
Seq SS 0.028 2.278 0.378 18.350 21.034
Adj SS 0.028 2.278 0.378 18.350
Adj MS 0.028 2.278 0.378 1.147
F 0.02 1.99 0.33
P 0.878 0.178 0.574
49
Lampiran 16. Hasil Analisis Ragam Pertumbuhan Panjang Pinggul Domba dengan Program Minitab 15 General Linear Model: panjang ping versus kondisi fisi, perlakuan_7 Factor kondisi fisiologis_7 perlakuan_7
Type fixed fixed
Levels 2 2
Values 1, 2 1, 2
Analysis of Variance for panjang pinggul, using Adjusted SS for Tests Source DF kondisi fisiologis_7 1 perlakuan_7 1 kondisi fisiologis_7*perlakuan_7 1 Error 16 Total 19
Seq SS 2.5920 0.0980 3.6980 12.8640 19.2520
Adj SS 2.5920 0.0980 3.6980 12.8640
Adj MS F 2.5920 3.22 0.0980 0.12 3.6980 4.60 0.8040
P 0.091 0.732 0.048
50
Lampiran 17. Data Curah Hujan Citeureup 2011 TANGGAL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Agustus 38 29 46 39 41 2 32 39 43 19 39 51 48 12 4 18 30 20 19 34 23 32 21 12 18
September 9 16 24 19 16 4 38 42 19 8 31 27 18 34 39 2 31 26 4 3 18 33 24 2 11 0 39 41 46 21
Oktober November Desember 48 31 21 12 49 19 53 47 49 13 1 32 19 34 2 2 29 2 4 3 8 19 13 2 44 16 4 42 19 29 29 31 37 3 27 2 1 43 2 19 21 2 36 18 21 4 6 38 5 26 8 6 18 51 2 49 12 46 2 36 18 46 18 29 38 29 37 11 33 3 32 -
51