Performa Induk Domba Lokal.......................................................................... Afiz Zulfahmi PERFORMA INDUK DOMBA LOKAL YANG DIPELIHARA SECARA SEMI INTENSIF DI KECAMATAN PAMANUKAN KABUPATEN SUBANG PERFORMANCE OF LOCAL EWES UNDER SEMI INTENSIF SYSTEM IN SUBDISTRICT PAMANUKAN SUBANG REGENCY Afiz Zulfahmi*, Diky Ramdani**, An An Nurmeidiansyah** Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Jalan Raya Bandung – Sumedang KM 21 Sumedang 45363 *Alumni Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Tahun 2016 **Staf Pengajar Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran e-mail :
[email protected]
ABSTRAK Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang pemeliharaannnya relatif mudah dan cukup menguntungkan. Usaha peternakan domba di Indonesia masih didominasi oleh peternakan tradisional, terutama di daerah Pantura yang sistem pemeliharaannya menggunakan pola semi intensif. Domba yang dipelihara digembalakan di areal persawahan pada pagi hingga sore hari dan dikandangkan pada malam hari. Penelitian mengenai performa induk Domba Lokal telah dilakukan di Kecamatan Pamanukan Kabupaten Subang pada Tanggal 6 - 15 Juni 2016. Jumlah ternak yang diamati sebanyak 30 ekor induk Domba Lokal yang berumur 2 – 3 tahun. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui gambaran performa induk Domba Lokal yang berumur 2 – 3 tahun yang dipelihara secara semi intensif di Kecamatan Pamanukan Kabupaten Subang. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey dengan teknik pengambilan sampel secara haphazard sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa induk Domba Lokal di Kecamatan Pamanukan Kabupaten Subang memiliki warna bulu dominan putih, dominan tidak bertanduk dan memiliki sifat kuantitatif: bobot badan 32,35 ± 5,63 kg, panjang badan 53,21 ± 2,85 cm, lingkar dada 75,64 ± 5,68 cm, lebar dada 15,66 ± 1,44 cm, dalam dada 27,17 ± 2,05, dan tinggi pundak 59,45 ± 3,84 cm. Kata Kunci: Domba Lokal, Performa, Sistem Pemeliharaan
ABSTRACT Sheep are small ruminants that relatively easy to be handled and sheep farming is quite profitable. Sheep farming in Indonesia is dominated by traditional farmers. Sheep grazing system using a semi-intensive pattern grazed in paddy fields in the morning until late afternoon and housed at night is mostly applied in the area of Pantura. Research on performance of local ewes in the traditional farms around rice field ecosystem has been done in Pamanukan Subdistrict, Subang Regency on 6 - 15 June 2016. Ewes observered were Local Ewes aged weaning up 2 to 3 years and unpregnant. The purpose of the research was to know the performance of local ewes aged weaning up 2 to 3 years under semi intensif system in Pamanukan Subdistrict, Subang Regency. Survey method was used in this study and haphazard sampling was used as sample taking method. The results showed that the Local ewes in Pamanukan Subdistrict, Subang Regency were dominated by white colour of wools and no horns while the results of quantitative characteristic were for body weight 32,35 ± 5,63
Performa Induk Domba Lokal.......................................................................... Afiz Zulfahmi kg, body length 53,21 ± 2,85 cm, chest circumference 75,64 ± 5,68 cm, chest width 15,66 ± 1,44 cm, in-chest width 27,17 ± 2,05, and shoulders height 59,45 ± 3,84 cm. Keywords: Local Ewes, Performance, Farming Systems.
PENDAHULUAN Domba merupakan salah satu ternak ruminansia kecil yang memiliki potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan sudah sangat umum dibudidayakan di masyarakat. Indonesia memiliki bermacam macam jenis Domba Lokal dengan masing masing karakteristik khas yang tidak dimiliki oleh daerah lain, diantaranya adalah Domba Ekor Gemuk, Domba Ekor Tipis, Domba Priangan, Domba Batur dan jenis lainnya. Pada Tahun 2014 populasi domba di Indonesia mencapai 16.091.838 ekor, sedangkan populasi domba di Jawa Barat mencapai 10.612.726 ekor atau 65,95% populasi nasional (Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2014). Tingginya jumlah populasi domba di Jawa Barat diikuti pula dengan tingginya populasi domba di Kabupaten Subang yang pada Tahun 2014 yang mencapai 244.431 ekor terdiri atas 153.788 ekor domba betina, dan 90.643 ekor domba jantan, sedangkan populasi domba di Kecamatan Pamanukan mencapai 8.992 ekor yang terdiri atas 5.968 ekor domba betina, dan 3.024 ekor domba jantan (Dinas Peternakan Kabupaten Subang, 2014). Berdasarkan data statistik tersebut, dapat dilihat bahwa ketertarikan masyarakat Jawa Barat khususnya Kabupaten Subang terhadap domba cukup tinggi, hal ini diharapkan dapat diimbangi dengan performa domba yang baik. Dalam perkembangannya, pemeliharaan domba di wilayah Jawa Barat mengarah pada sasaran utama, yaitu sebagai domba pedaging. Produktivitas domba perlu diperhatikan dan ditingkatkan agar tujuan sebagai ternak penghasil daging dapat dicapai dengan baik. Produktivitas ternak yang baik dapat dinilai melalui performa eksterior ternak tersebut. Pengukuran produktivitas ternak dapat didasarkan pada penilaian prestasi ternak dengan memperhatikan ukuran parameter tubuh ternak sebagai dasar penilaian petumbuhan dan perkembangan ternak, cara pengukuran parameter tubuh hingga saat ini masih didasarkan pada ukuran ukuran tubuh yang merupakan korelasi dari pertumbuhan dan perkembangan ternak. Performa ternak dapat dijadikan sebagai dasar utama dalam melakukan seleksi domba. Tujuan seleksi dalam populasi adalah meningkatnya rataan dalam suatu sifat ke arah yang lebih baik dan diikuti oleh peningkatan keseragaman atau penurunan simpangan baku.
Performa Induk Domba Lokal.......................................................................... Afiz Zulfahmi Identifikasi sifat kualitatif dan kuantitatif dapat dijadikan sebagai dasar seleksi, serta dapat digunakan untuk standarisasi induk Domba Lokal yang berumur 2 – 3 tahun sebagai dasar acuan jaminan mutu produksi yang sesuai dengan permintaan konsumen. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Performa Induk Domba Lokal yang Dipelihara Secara Semi Intensif di Kecamatan Pamanukan Kabupaten Subang.
OBJEK DAN METODE PENELITIAN 1. Objek Penelitian Objek penelitian yang digunakan adalah Domba Lokal betina dewasa berumur 2–3 tahun, serta tidak dalam keadaan bunting. Domba yang diteliti adalah induk Domba Lokal yang dipelihara pada peternakan rakyat di Kec. Pamanukan, Kab. Subang.
2. Metode Penelitian a. Prosedur Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah survey. Cara pengambilan data dilakukan menggunakan metode haphazard sampling (sampling insidental) yaitu dengan cara observasi dan pengukuran langsung terhadap domba lokal betina dewasa yang sesuai dengan kriteria (Sugiyono, 2012). Penentuan jumlah objek penelitian dengan mengambil sejumlah Domba Lokal betina dewasa yang dianggap dapat merepresentasikan populasi domba betina dewasa pada kecamatan tersebut. Penentuan lokasi penelitian berdasarkan ekosistem di wilayah tersebut yang umumnya berupa persawahan. Kecamatan Pamanukan dipilih sebagai lokasi penelitian, karena memiliki jumlah populasi domba tebanyak dan ekosistem yang sesuai dengan kriteria yang diinginkan
3. Peubah yang diamati a. Sifat Kualitatif yang muncul 1.
Warna bulu dominan
Dilakukan pengamatan terhadap warna bulu yang terlihat dominan pada individu ternak yaitu warna bulu yang mencapai ≥50% dari tubuh domba, 2. Jenis keberadaan tanduk Terbagi atas tiga kelompok, yaitu bertanduk, tidak bertanduk, dan muser yaitu benjolan tanduk kecil yang tertutupi bulu dengan benjolan tidak lebih dari satu cm dari kulit kepala (Heriyadi, 2012).
Performa Induk Domba Lokal.......................................................................... Afiz Zulfahmi b. Sifat Kuantitatif 1.
Bobot Badan (BB)
Ditimbang menggunakan timbangan gantung digital dalam satuan kg. 2. Panjang Badan (PB) Jarak garis lurus dari tepi tulang processus spinosus bagian vertebra torakalis tertinggi sampai benjolan tulang tapis (tulang duduk atau os ischium), diukur menggunakan tongkat ukur satuan dalam cm. 3. Lingkar Dada (LD) Diukur melingkar rongga dada di belakang sendi bahu (os scapula) menggunakan pita ukur satuan dalam cm. 4. Lebar Dada (LeD) Jarak antara penonjolan sendi bahu (os scapula) kiri dan kanan, diukur menggunakan tongkat ukur satuan dalam cm. 5. Dalam Dada (DD) Jarak antara titik tertinggi pundak dan tulang dada, diukur menggunakan tongkat ukur satuan dalam cm. 6. Tinggi Pundak (TP) merupakan jarak tertinggi pundak sampai tanah, diukur menggunakan tongkat ukur satuan dalam cm.. 4. Analisis Statistik Hasil penelitian akan dijelaskan secara deskriptif. Data yang terkumpul selanjutnya dianalisis melalui analisis statistika deskriptif (Sudjana, 2005). Analisis statistika deskriptif terdiri dari: 1. Nilai Minimum Nilai minimum adalah data terkecil dari sampel. 2. Nilai Maksimum Nilai maksimum adalah data terbesar dari sampel. 3. Rata rata / Mean (
=
Performa Induk Domba Lokal.......................................................................... Afiz Zulfahmi
Keterangan: = Jumlah dari semua harga x. n
= Banyaknya data sampel.
4. Simpangan Baku (S)
S= Keterangan: n
= Banyak data sampel = Rata rata populasi = Bilangan dari satu peubah
5. Rentang Rentang suatu himpunan bilangan peubah adalah selisih antara bilangan bilangan terbesar dan terkecil dalam himpunan 6. Koefisien Variasi Koefisien variasi adalah nilai persentase simpangan baku dibagi dengan rata – rata populasi sampel.
KV =
x 100%
Keterangan : S
= Simpangan baku = Rata rata populasi
Populasi masih dianggap seragam jika memiliki nilai koefisien variasi di bawah 15% (Nasution, 1985).
Performa Induk Domba Lokal.......................................................................... Afiz Zulfahmi HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Keadaan Umum Wilayah Penelitian Kabupaten Subang terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Utara pada koordinat 107º31’ 107º54’ Bujur Timur dan 6º11’ - 6º49’ Lintang Selatan. Kabupaten Subang meliputi wilayah seluas 205.176,95 ha (2.051,769 km²). Kecamatan Pamanukan adalah salah satu Kecamatan di Kabupaten Subang yang terdiri atas Sembilan desa, yaitu Desa Bongas, Desa Lengkongjaya, Desa Mulyasari, Desa Mundusari, Desa Pamanukan, Desa Pamanukan Hilir, Desa Pamanukan Sebrang, Desa Rancahilir, dan Desa Rancasari yang umumnya berupa hamparan sawah. Pertumbuhan populasi domba di Kabupaten Subang terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, walaupun jumlah kenaikannya tidak terlalu besar. Kenaikan jumlah populasi domba yang terjadi di Kabupaten Subang menggambarkan bahwa daya dukung lahan, kultur budaya, dan sumber daya manusia peternak di Kabupaten ini cukup baik untuk mengembangkan usaha peternakan domba di Kabupaten ini
2. Sifat Kualitatif yang Muncul a. Warna Bulu Dominan Warna bulu adalah merupakan sifat kualitatif yang paling mudah dilihat yang diturunkan oleh tetuanya. Warna bulu ini juga merupakan salah satu sifat yang menjadi bahan pertimbangan peternak dalam memilih domba. Hal ini terkait dengan tingkat kesukaan konsumen domba. Warna bulu dominan yang muncul diantaranya warna dominan putih, warna dominan coklat, warna dominan hitam, dan campuran dua warna atau lebih. Berikut adalah besar frekuensi warna bulu dominan yang tampak di lapangan menyangkut warna bulu dominan induk Domba Lokal umur 2 – 3 tahun di Kecamatan Pamanukan Kabupaten Subang Tabel 1. Tabel 1. Warna Bulu Dominan Induk Domba :Lokal Umur 2-3 Tahun No Warna Bulu Dominan Jumlah Persentase (ekor) (%) 1 Dominan Putih 23 76,67 2 Dominan Coklat 2 6,67 3 Dominan Hitam 3 10 4 Campuran dua warna atau lebih 2 6,67 b. Jenis Keberadaan Tanduk Berdasarkan jenis keberadaan tanduk yang merupakan sifat yang dapat di amati oleh kasat mata dan rabaan pada bagian atas kepala domba jenis keberadaan tanduk pada induk
Performa Induk Domba Lokal.......................................................................... Afiz Zulfahmi domba betina yang di amati dapat dibagi ke dalam tiga kategori diantaranya ialah bertanduk yaitu induk domba yang memiliki tanduk lebih dari satu cm, muser yaitu domba yang memiliki benjolan tanduk kecil yang tertutupi bulu dan berukuran tidak lebih dari satu cm, dan tidak bertanduk yaitu induk domba lokal yang tidak terdapat benjolan pada bagian kepalanya. Berikut adalah frekuensi jenis keberadaan tanduk yang dapat di amati di lapangan pada Tabel 2 . Tabel 2. Jenis Keberadaan Tanduk Induk Domba Lokal Umur 2-3 Tahun No Jenis Keberadaan Tanduk Jumlah Presentase (ekor) (%) 1 Bertanduk 3 10 2 Muser 4 13,33 3 Tidak Bertanduk 23 76,67 Berdasarkan paparan data tersebut dapat ditarik preposisi jenis keberadaan tanduk yang paling banyak di temui secara berturut-turut adalah tidak bertanduk dengan presentase sebesar 76,67%, muser dengan presentase 13,33%, dan bertanduk dengan presentase sebesar 10%. Domba Lokal tidak bertanduk banyak dirtemukan di lokasi penelitian dibandingkan muser dan bertanduk . Hal ini sejalan dengan pendapat Johannson dan Rendel (1996) yang disitasi oleh Indrijani, dkk. (2006) bahwa sifat tidak bertanduk diketahui sebagai gen dominan sedangkan sifat bertanduk adalah resesif. Gen resesif pada domba jantan akan memunculkan tanduk, tetapi gen resesif pada domba betina pertumbuhan tanduk memungkinkan terhenti atau mengalami hambatan sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh (Turner dan Young 1969 yang disitasi oleh Mulliadi 1996) bahwa pertumbuhan tanduk dipengaruhi oleh faktor genetik, juga dipengaruhi oleh aktivitas hormon testosterone.
3. Sifat Kuantitatif yang Muncul a. Bobot Badan Bobot badan hingga saat ini masih menjadi parameter utama dalam mempertimbangkan produktivitas ternak hal ini dikarenakan bobot badan berhubungan erat dengan persentase karkas sehingga dapat menunjukkan nilai suatu ternak (Cole 1974 disitasi oleh Heriyadi, dkk., 2016). Pola pemeliharaan yang baik dan perkawinan yang terkontrol dapat menyebabkan penurunan kualitas genetik yang baik dan pertumbuhan bobot badan yang baik pula.
Performa Induk Domba Lokal.......................................................................... Afiz Zulfahmi Bobot badan induk Domba Lokal yang berumur 2-3 tahun yang ditemukan saat penelitian dilakukan berjumlah 30 ekor. Data hasil perhitungan statistika dekriptif mengenai bobot badan induk Domba Lokal umur 2-3 tahun dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Bobot Badan Induk Domba Lokal 2-3 Tahun No Nilai 1 Jumlah sampel 2 Maksimum (kg) 3 Minimum (kg) 4 Rentang (kg) 5 Rata-rata (kg) 6 Simpangan Baku (kg) 7 Koefisien Variasi (%)
Hasil 30 42.7 18.55 24.15 32.36 5.63 17.41
b. Panjang Badan Panjang badan merupakan salah satu ukuran tubuh yang sangat mempengaruhi performa ternak terutama terhadap bobot badan, karena jika bobot badan besar maka akan memiliki ukuran tubuh yang besar (Heriyadi, 2016) Panjang badan merupakan ukuran yang dapat digunakan untuk menduga bobot badan. Panjang badan menunjukkan kapasitas badan yang besar sehingga mempengaruhi kualitas karkas. Panjang badan menunjukkan kapasitas, kekuatan dan kemampuan konsumsi pakan, badan harus berbentuk kotak, lurus berisi, seimbang, rusuk yang dalam dan lebar serta ukuran panjang yang sesuai umur (Ensminger, 2002). Panjang badan induk Domba Lokal yang berumur 2 – 3 tahun di Kecamatan Pamanukan Kabupaten Subang dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Panjang Badan Induk Domba Lokal 2-3 Tahun No Nilai Hasil 1 Jumlah sampel 30 2 Maksimum (cm) 58.2 3 Minimum (cm) 46.5 4 Rentang (cm) 11.7 5 Rata-rata (cm) 53.21 6 Simpangan Baku (cm) 2.85 7 Koefisien Variasi (%) 5.36 c. Lingkar Dada Hasil penelitian lingkar dada induk Domba Lokal umur 2 – 3 tahun pada Kecamatan Pamanukan Kabupaten Subang disajikan pada Tabel 5.
Performa Induk Domba Lokal.......................................................................... Afiz Zulfahmi Tabel 5. Lingkar Dada Induk Domba Lokal 2-3 Tahun No Nilai 1 Jumlah sampel 2 Maksimum (cm) 3 Minimum (cm) 4 Rentang (cm) 5 Rata-rata (cm) 6 Simpangan Baku (cm) 7 Koefisien Variasi (%)
Hasil 30 85.2 63.5 21.7 75.64 5.68 7.51
Rata-rata lingkar dada induk Domba Lokal umur 2-3 tahun di Kecamatan Pamanukan Kabupaten Subang sebesar 75,64 ± 5,67, dengan nilai koefisien variasi 7,5% . Ukuran lingkar dada maksimum induk domba priangan umur 2-3 tahun yang ditemui di lapangan sebesar 85,2 cm dan lingkar dada minimum induk Domba Lokal umur 2 – 3 tahun yang ditemui dilapangan adalah 63,5 cm, serta rentang antara data maksimum dan minimum sampel adalah 21,7 cm. Berdasarkan koefisien variasi yang diperoleh, lingkar dada induk Domba Lokal di Kecamatan Pamanukan Kabupaten Subang dapat dianggap seragam, sebagaimana sejalan dengan pendapat Nasution (1985), bahwa populasi masih dianggap seragam jika memiliki nilai koefisien variasi di bawah 15%. Hasil tersebut tidak berbeda jauh dengan Standardisasi Domba Priangan yang di tulis Heriyadi dan Nurmeidiansyah (2016) dimana rataan lingkar dada Domba Priangan di Jawa Barat berumur 2 sampai 4 tahun adalah 73,5 ± 5,97 cm. Lingkar dada mempunyai nilai korelasi terbesar dengan ukuran-ukuran tubuh lainnya pada semua tingkat umur (Dwiyanto, 1984). Meningkatnya ukuran lingkar dada akan diikuti dengan meningkatnya bobot badan. Lingkar dada dengan bentuk sempurna baik untuk bagian depan rusuk sampai bahu dengan dada yang lebar menunjukkan organ respirasi yang besar, dada harus dalam dan lebar serta bagian belakang siku memiliki bentuk lingkaran penuh (Devendra dan Mcleroy, 1992). d.
Lebar Dada Lebar dada menggambarkan pertumbuhan tulang bahu dan rongga dada. Ukuran lebar
dada yang lebar dapat menunjukkan organ respirasi yang besar, semakin besar ukuran lebar dada maka semakin besar ukuran organ respirasi ternak itu. Hasil penelitian ukuran lebar dada induk Domba Lokal umur 2 – 3 tahun pada Kecamatan Pamanukan Kabupaten Subang disajikan pada Tabel 6.
.
Performa Induk Domba Lokal.......................................................................... Afiz Zulfahmi Tabel 6. Ukuran Lebar Dada Induk Domba Lokal 2-3 Tahun No Nilai Hasil 1 Jumlah sampel 30 2 Maksimum (cm) 19.1 3 Minimum (cm) 13.2 4 Rentang (cm) 5.9 5 Rata-rata (cm) 15.66 6 Simpangan Baku (cm) 1.44 7 Koefisien Variasi (%) 9.18 Rata-rata lebar dada induk Domba Lokal umur 2-3 tahun di Kecamatan Pamanukan Kabupaten Subang sebesar 15,66 ± 1,43, dengan nilai koefisien variasi 9,18%. Ukuran lebar dada maksimum induk domba priangan umur 2-3 tahun yang ditemui di lapangan sebesar 19,1 cm dan lebar dada minimum induk Domba Priangan umur 2 – 3 tahun yang ditemui dilapangan adalah 13,2 cm, serta rentang antara data maksimum dan minimum sampel adalah 5,9 cm. Berdasarkan koefisien variasi yang diperoleh, lebar dada induk Domba Priangan di Kecamatan Pamanukan Kabupaten Subang dapat dianggap seragam, sebagaimana sejalan dengan pendapat Nasution (1985), bahwa populasi masih dianggap seragam jika memiliki nilai koefisien variasi di bawah 15%. Lebar dada memiliki keterkaitan terhadap perkembangan otot yang ada di sekitar dada, sehingga menunjukkan pertambahan ukuran dada ke samping secara nyata. Keadaan wilayah yang memiliki ketersediaan pakan yang baik dan berkualitas, dalam jenis bentuk pakan hijauan atau pun bahan pakan pengganti menjadi salah satu penunjang pertambahan ukuran lebar dada pada domba. Atmaja, dkk (2012) menyatakan pertumbuhan tulang dada dipengaruhi oleh perkembangan organ-organ dalam dan perlekatan daging pada tulang bahu dan dada yang menekan kapasitas tubuh. e.
Dalam Dada Pengukuran dalam dada dilakukan dengan mengukur panjang jarak antara titik pundak
tertinggi sampai tulang dada. Hasil penelitian ukuran dalam dada induk Domba Lokal umur 2 – 3 tahun pada Kecamatan Pamanukan Kabupaten Subang disajikan pada Tabel 7.
Performa Induk Domba Lokal.......................................................................... Afiz Zulfahmi Tabel 7. Ukuran Lebar Dada Induk Domba Lokal 2-3 Tahun. No 1 2 3 4 5 6 7
Nilai Jumlah sampel Maksimum (cm) Minimum (cm) Rentang (cm) Rata-rata (cm) Simpangan Baku (cm) Koefisien Variasi (%)
Hasil 30 31 23.3 7.7 27.17 2.06 7.57
Rata-rata dalam dada induk Domba Priangan umur 2-3 tahun di Kecamatan Pamanukan Kabupaten Subang sebesar 27,17 ± 2,05, dengan nilai koefisien variasi 7,56% . Ukuran dalam dada maksimum induk domba priangan umur 2-3 tahun yang ditemui di lapangan sebesar 31 cm dan dalam dada minimum induk Domba Priangan umur 2 – 3 tahun yang ditemui dilapangan adalah 23,3 cm, serta rentang antara data maksimum dan minimum sampel adalah 7,7 cm. Berdasarkan koefisien variasi yang diperoleh, ukuran dalam dada induk Domba Priangan di Kecamatan Pamanukan Kabupaten Subang dapat dianggap seragam, sebagaimana sejalan dengan pendapat Nasution (1985), bahwa populasi masih dianggap seragam jika memiliki nilai koefisien variasi di bawah 15%. Besaran ukuran dalam dada erat kaitannya dengan pertumbuhan tulang dada yang dipengaruhi oleh perkembangan organ-organ dalam dan perlekatan daging pada tulang bahu dan dada yang menekan kapasitas tubuh ternak. f.
Tinggi Pundak Tinggi pundak merupakan salah satu parameter yang cukup penting dalam melakukan
penilaian terhadap performa dan potensi genetik ternak. Hasil penelitian ukuran tinggi pundak induk Domba Lokal umur 2 – 3 tahun pada Kecamatan Pamanukan Kabupaten Subang disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Ukuran Tinggi Pundak Induk Domba Lokal 2-3 Tahun. No 1 2 3 4 5 6 7
Nilai Jumlah sampel Maksimum (cm) Minimum (cm) Rentang (cm) Rata-rata (cm) Simpangan Baku (cm) Koefisien Variasi (%)
Hasil 30 69 52.4 16.6 59.45 3.84 6.47
Performa Induk Domba Lokal.......................................................................... Afiz Zulfahmi Berdasarkan hasil pengumpulan data di lapangan yang menyangkut tinggi pundak induk Domba Lokal umur 2-3 tahun, terungkap bahwa rentang tinggi pundak induk Domba Lokal umur 2-3 tahun adalah 52,4 – 69 cm, dengan rata-rata tinggi pundak 59,44 ± 3,84 cm (Tabel 8), Nilai sesuai dan tidak terpaut jauh bila dibandingkan dengan standardisasi rataan tinggi pundak Domba Priangan berumur 2 sampai 4 tahun di Jawa Barat yang memiliki nilai 61,2 ± 4,17 cm (Heriyadi dan Nurmeidiansyah, 2016). Koefisien variasi yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah 6,468%, hal ini menunjukkan bahwa ukuran tinggi pundak induk Domba Lokal umur 2-3 tahun di Kecamatan Pamanukan Kabupaten Subang dianggap seragam, seperti yang dikemukakan Nasution (1985), bahwa populasi dianggap seragam jika memiliki nilai koefisien variasi dibawah 15%. Tinggi pundak merupakan salah satu ukuran tubuh domba yang dapat dijadikan penentu besar atau kecilnya domba tersebut. Domba yang memiliki bentuk tubuh lebih besar akan memiliki bentuk tubuh yang lebih besar juga (Fajemilehin dan Salako, 2008). Ukuran tubuh sangat berpengaruh pada domba, ukuran tubuh dapat dijadikan sebagai identitas dari domba itu sendiri. Perubahan pada ukuran tubuh mungkin saja terjadi, hal ini karena Domba mengalami pertumbuhan dan perkembangan pada tubuhnya. Walaupun domba memiliki genetik yang unggul, apabila tidak ditunjang dengan faktor lingkungan yang mendukung maka tidak akan menampilkan performa yang maksimum. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa warna bulu dominan terbanyak di Kecamatan Pamanukan Kabupaten Subang adalah warna putih dominan dengan presentase sebesar 76,67%, selanjutnya warna bulu dominan hitam, coklat, dan campuran dua warna atau lebih. Berdasarkan jenis keberadaan tanduknya di dapati bahwa induk Domba Lokal di Kecamatan Pamanukan Kabupaten Subang ini dominan tidak bertanduk dengan presentase sebesar 76,67%. Berdasarkan sifat kuantitatif yang diamati di lapangan dapat disimpulkan bahwa bobot badan induk Domba Lokal umur 2 -3 tahun di Kecamatan Pamanukan Kabupaten Subang rata-rata 32,36 ± 5,63 kg, dengan rataan panjang badan 53,21 ± 2,85 cm, rata-rata lingkar dada 75,64 ± 5,68, rataan lebar dada 15,66 ± 1,44, rataan dalam dada 27,17 ± 2,06, serta rataan tinggi pundak induk Domba Lokal umur 2-3 tahun di Kecamatan Pamanukan Kabupaten Subang adalah 59,45±3,85 cm,
Performa Induk Domba Lokal.......................................................................... Afiz Zulfahmi
SARAN Data yang diperoleh dapat digunakan sebagai bahan tambahan untuk rumusan standardisai performa induk Domba Lokal umur 2-3 tahun. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada pembimbing utama, Diky Ramdani, S.Pt., M.Anim.St., Ph.D., dan pembimbing anggota, An An Nurmeidiansyah S, S.Pt., M.P yang telah meluangkan waktu dan pemikirannya untuk membimbing. DAFTAR PUSTAKA Atmaja, D. S., Kurnianto, E., dan Sutiyono, B. 2012. Ukuran-Ukuran Tubuh Domba Betina Beranak Tunggal dan Kembar di Kecamatan Bawen dan Jambu Kabupaten Semarang. Animal Agricultural eJournal Undip. 1(1) Hal. 123-133. Badan Pusat Statistik Kabupaten Subang. 2013. Jumlah Rumah Tangga dan Penduduk Menurut Kecamatan di Kabupaten Subang Akhir Tahun 2013. https://subangkab.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/5. diakses pada 29 Agustus 2016 pukul 19.05 W.I.B. Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Subang. 2016. Persentase Penduduk 10 Tahun ke atas menurut jenis kelamin dan lapangan usaha utama di Kabupaten Subang 2015. http://www.subang.go.id/RLPPD%20KAB.%20SUBANG%202015.pdf. Diakses pada 29 Agusrus 2016 pukul 19.30 W.I.B. Blakely, J. Dan D.H Blade. 1998. Ilmu Peternakan Edisi Keempat. Terjemahan; Srigando B, Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Devendra, C. dan G. B. Mc Leroy. 1992. Goat and Sheep Production in The Tropics. Intermediate tropical Agriculture Series. Longman. London dan New York. Hal 154 – 156. Dinas Peternakan Kabupaten Subang. 2014. Statistika Peternakan 2014. Dinas Peternakan Kabupaten Subang, Jawa Barat. Direktorat Jenderal Peternakan. 2014. Statistika Peternakan 2014. Direktorat Jenderal Peternakan Departemen Pertanian RI, Jakarta. Dwiyanto, K. dan I. Inounu. 2001. Ketersediaan Teknologi Dalam Pengembangan Ruminansia Kecil. Makalah pada seminar Domba kambing di IPB, 22 September 2001. ___________., H. Martojo dan Siswandi. 1984. Pengamatan Ukuran Permukaan Tubuh Domba di Kabupaten Garut serta Hubungannya dengan Bobot Badan. Proceeding Pertemuan Ilmiah Penelitian Ruminansia Kecil. Bogor. ___________. 1982. Pengamatan Fenotip Domba Priangan serta Hubungan Antara Beberapa Ukuran Tubuh dengan Bobot Badan. Thesis. Pascasarjana. IPB. Bogor.
Performa Induk Domba Lokal.......................................................................... Afiz Zulfahmi Ensminger. 2002. Sheep and Goat Science. 6th Edition. Interstate Printers and Publisher, Inc. New York. Fajemilehin O.K.S., A.E. Salako. 2008. Body Measurentment Characteristic of The West African Dwarf (WAD) Goat in Decidious Forest Zone of Soutwestern Nigeria, Africa. J. Biotech. 7 (14) Hal 2521-2526. Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak Di Lapangan. Grasindo. Yogyakarta. Heriyadi, D, A. Nurmeidiansyah. 2016. Standardisasi Mutu Bibit Domba Priangan. Kerjasama Penelitian antara Dinas Peternakan Jawa Barat dan Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran. Bandung. __________. 2012. Pernak – Pernik dan Senarai Domba Garut. Unpad Press. Bandung. __________. 2012. Ilmu Produksi Domba, dan Kambing. Laboratorium Produksi Ternak Potong Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran. Bandung. Hal 24 -25. __________. D., A. Anang., D. C. Budinuryanto dan M. H. Hadiana. 2002. Standardisasi Mutu Bibit Domba Garut. Kerjasama Dinas Peternakan Propinsi Jawa Barat Dengan Penelitian Universitas Padjajaran. Bandung. Hal III- 44. Indrijani, H., Sukmasari, A.H., dan Handiwirawan, E. 2006. Prosiding Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia. Puslitbang Peternakan. Bogor. Martojo H. 1992. Peningkatan Mutu Genetik Ternak. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Drektorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Mason, I.L 1980. Sheep In Java Tropical Sheep. FAO. Animal Production and Health Series Paper. Mulliadi, D. 1996. Sifat Fenotipik Domba Priangan di Kabupatn Pandeglang dan Garut. Disertasi. Pasca Sarjana IPB. Bogor. Hal 5-20. Mulyaningsih, N. 1990. Domba Garut sebagai sumber plasma nutfah. Plasma Nutfah Hewan Indonesia. Komisi Pelestarian Plasma Nutfah Nasional. Bogor. Hal 42-49. Nasution, A. H dan Barizi. 1985. Metode Statistika untuk Penarikan Kesimpulan. Gramedia. Jakarta Noor, R. R. 2004. Genetika Ternak. Penebar Swadaya. Jakarta.. Parakkasi, A. 1995. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. Piper, L. Ruvinsky, A. 2005. The Genetics of Sheep. CAB. International. Pond, W.G., D.C. Church., & K.R. Pond. 1995. Basics Animal Nutrition and Feeding. 4th Edition. John Wiley and Sons Press. New York. Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Edisi ke-6. Penerbit Tarsito. Bandung. Sugiyono. 2012. Statistika untuk Penelitian. Cetakan ke-21. Alfabeta. Bandung. Susilorini, E. T. 2008. Budi Daya 22 Ternak Potensial. Penebar Swadaya, Jakarta Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Performa Induk Domba Lokal.......................................................................... Afiz Zulfahmi Soetanto, 1994. Peran Mikroba Rumen pada Ternak Ruminansia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta Tillman, A.D. H, Hartadi, S, Reksohadiprojo, S, Prawirokusumo, S, Lebdoesoekojo. 1991. Ilmu Makanan Ternak dasar. Fakultas Peternakan Unversitas Gadjah Mada. Jogjakarta. Hal 345. Tomaszewska, W.M., I. M. Mastika, Andi D., Susan G., Tantan R.W., 1993. Produksi Domba dan Kambing di Indonesia. Sebelas Maret University Press.Jakarta. Hal 4. Triwulaningsih, E., P. Sitorus., Batubara, dan K. Suradisastra. 1981. Performance Domba Garut. Buletin BPT. Bogor. Hal 1 – 6. Warwick, E.J., J.M. Astuti, dan W. Hardjosubroto. 1995. Pemuliaan Ternak. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Yan Offer dan Robert. 1996. Effect of Ammonia Concentration in Rumen Microbial Protein Production In Vitro. Br. J. Nutr. Yayan Rismayanti, 2010. Petunjuk Teknis Budidaya Ternak Domba. Kementerian Pertanian. Bandung. Hal 1.