BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengertian disiplin kerja Hasibuan (2009:193) menyatakan bahwa disiplin kerja adalah sikap dan perilaku seorang karyawan yang diwujudkan dalam bentuk kesediaan seorang karyawan dengan penuh kesadaran, dan ketulusikhlasan atau dengan paksaan untuk memenuhi dan melaksanakan seluruh peraturan dan kebijaksanaan perusahaan di dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagai upaya memberi sumbangan semaksimal mungkin dalam pencapaian tujuan perusahaan. Kedisiplinan merupakan fungsi operatif MSDM yang terpenting karena semakin baik disiplin kerja karyawan, semakin tinggi prestasi kerja yang dapat dicapainya. Tanpa disiplin karyawan yang baik, sulit bagi organisasi perusahaan mencapai hasil yang optimal. Disiplin kerja merupakan kemampuan seseorang untuk secara teratur, tekun secara terus-menerus dan bekerja sesuai dengan aturanaturan yang berlaku dengan tidak melanggar aturan-aturan yang sudah ditetapkan. Menurut Sedarmayanti (2010:221), disiplin merupakan suatu sikap mental yang tercermin dalam perbuatan tingkah laku perorangan, kelompok, atau masyarakat berupa kepatuhan atau ketaatan terhadap peraturan, ketentuan, etika, norma dan kaidah yang berlaku.
16
Berdasarkan beberapa pendapat yang dinyatakan, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan disiplin kerja adalah suatu sikap, perilaku, dan perbuatan yang diwujudkan dalam bentuk kesediaan karyawan dengan penuh kesadaran, dan ketulusiklasan, atau dengan paksaan melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab yang sesuai dengan peraturan dari perusahaan baik tertulis maupun tidak tertulis. 2.1.2 Tipe-tipe dari disiplin kerja Menurut Keke (2005:10), disiplin yang baik mencerminkan besarnya rasa tanggung jawab seseorang terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Hal ini mendorong gairah kerja, semangat kerja, dan mendukung terwujudnya tujuan organisasi, karyawan dan masyarakat. Dengan demikian disiplin merupakan hal yang sangat penting dalam upaya meningkatkan kinerja organisasi atau perusahaan. Dengan kata lain ketidak disiplinan individu dapat merusak kinerja organisasi atau perusahaan Perilaku disiplin karyawan merupakan sesuatu yang tidak muncul dengan sendirinya, tetapi perlu dibentuk. Oleh karena itu, pembentukan perilaku disiplin kerja, menurut Commings (Muhaimin 2004:6) dapat dilakukan melalui dua cara,yaitu. 1) Preventive dicipline Preventive diciplinemerupakan tindakan yang diambil untuk mendorong para pekerja mengikuti atau mematuhi norma-norma dan aturan-aturan sehingga. 2) Corrective discipline
17
Corrective disciplinemerupakan suatu tindakan yang mengikuti pelanggaran dari aturan-aturan, hal tersebut mencoba untuk mengecilkan pelanggaran lebih lanjut sehingga diharapkan untuk prilaku dimasa mendatang dapat mematuhi norma-norma peraturan. Disiplin dapat menimbulkan keinginan dan kesadaran untuk menaati peraturan organisasi dan norma sosial. Namun tetap pengawasan terhadap pelaksanaan disiplin tersebut perlu dilakukan. Disiplin kerja adalah persepsi SDM terhadap sikap pribadi SDM dalam hal ketertiban dan keteraturan diri yang dimiliki oleh SDM itu sendiri dalam bekerja di lingkungannya tanpa ada pelanggaran-pelanggaran
yang
merugikan
dirinya,
orang
lain,
atau
lingkungannya.Pada dasarnya, tujuan semua disiplin adalah agar seseorang dapat bertingkah laku sesuai dengan apa yang disetujui oleh perusahaan. 2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi disiplin Martoyo (2007:165) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi dsiplin kerja adalah sebagai berikut. 1) Motivasi adalah kondisi mental yang mendorong dilakukannya suatu tindakan dan memberikan kekuatan yang mengarah kepada pencapaian kebutuhan, memberi kepuasan atau mengurangi ketidakseimbangan. 2) Pendidikan dan pelatihan (diklat) adalah sesuatu proses kegiatan dari suatu perusahaan yang bertujuan untuk memperbaiki dan mengembangkan sikap dan perilaku, keterampilan dan pengetahuan serta kecerdasan SDM sesuai dengan keinginan dari perusahaan yang bersangkutan.
18
3) Kepemimpinan adalah suatu proses untuk mempengaruhi orang lain utnuk memahami dan setuju dengan apa yang perlu dilakukan dan bagaimana tugas tersebut dilakukan secara efektif serta proses untuk memfasilitasi upaya individu dan kolektif untuk mencapai tujuan bersama. 4) Kesejahteraan adalah tingkat kesejahteraan yang memakai yang diberikan oleh perusahaan akan sangat berati dan bermanfaat untk memenuhi kebutuhan fisik dan mental karyawan beserta keluarganya sehingga pemberian kesejahteraan mampu menciptakan ketenangan, semangat kerja, dedikasi serta meningkatkan disiplin kerja terhadap perusahaan. 5) Penegakan disiplin adalah kegiatan manajemen untuk menjalankan standar-standar organisasi yang salah satunya dapat dilakukan dengan penegakan disiplin dengan memberikan sanksi-sanksi bagi pelanggaran disiplin dalam perusahaan. 2.1.4 Indikator disiplin kerja Menurut Hasibuan (2009:194) indikator yang menentukan tingkat kedisiplinan karyawan di dalam bekerja diantaranya. 1) Tujuan dan kemampuan Indikator ini ikut menentukan tingkat kedisiplinan karyawan. Tujuan yang akan dicapai harus jelas ditetapkan secara ideal serta cukup menantang bagi kemampuan karyawan. Hal ini berarti bahwa tujuan (pekerjaan) yang dibebankan kepada karyawan harus sesuai dengan kemampuan karyawan bersangkutan.
19
2) Teladan pimpinan Indikator ini sangat berperan dalam menentukan kedisiplinan karyawan karena pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh para bawahan. 3) Balas jasa Indikator ini ikut menentukan kedisipinan karyawan karena balas jasa akan memberikan
kepuasan
dan
kecintaan
karyawan
terhadap
perusahaan/pekerjaannya. 4) Keadilan Keadilan ikut mendorong terwujudnya disiplin karyawan, karena ego dan sifat manusia yang selalu merasa dirinya penting dan ingin diperlakukan sama dengan manusia lainnya. 5) Waskat (pengawasan melekat) Tindakan nyata yang paling efektif dalam mewujudkan kedisiplinan karyawan perusahaan. 6) Sanksi hukum Sanksi hukum berperan penting dalam memelihara kedisiplinan karyawan, dengan sanksi semakin berat karyawan akan semakin takut melanggar peraturan-peraturan perusahaan, sikap, dan perilaku indispliner karyawan akan berkurang. 7) Ketegasan Ketegasan
pimpinan
dalam
melakukan
tindakan
akan
menentukan
kedisplinan karyawan perusahaan. Pimpinan yang berani bertindak tegas
20
menerapkan hukuman bagi karyawan yang indisipliner akan disegani dan diakui kepemimpinannya oleh bawahan. 8) Hubungan kemanusiaan Hubungan kemanusiaan yang harmonis di antara sesama karyawan ikut menciptakan kedisplinan yang baik bagi perusahaan. 2.1.5 Pengertian Motivasi Sedarmayanti (2010:233) menyatakan bahwa motivasi merupakan kesediaan mengeluarkan tingkat upaya tinggi ke arah tujuan organisasi yang dikondisikan
oleh
individual.Sedangkan,
kemampuan Handoko
upaya
itu
(2008:251)
untuk
memenuhi
menyatakan
bahwa
kebutuhan motivasi
merupakan kegiatan yang mengakibatkan, menyalurkan dan memelihara perilaku manusia. Ardana,dkk (2012:193) menyatakan yang dimaksud dengan motivasi adalah kekuatan yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu tindakan atau tidak pada hakekatnya ada secara internal dan eksternal yang dapat positif atau negatif untuk mengarahkan sangat bergantung kepada ketangguhan sang manajer. Berdasarkan definisi diatas maka dapat dikatakan bahwa motivasi adalah sesuatu yang dapat mengarahkan kepada sebuah tujuan atau dorongan demi tercapainya tujuan dengan melakukan tindakan-tindakan. 2.1.6 Jenis-jenis Motivasi Menurut Intan (2004:57) motivasi dibagi menjadi dua bagian, sebagai berikut.
21
1) Diri sendiri (internal) adalah cita-cita yang diharapkan seseorang individu, pengalaman yang dialami sebelumnya dan kepribadian yang terdapat dalam diri individu itu sendiri. 2) Dari luar (Eksternal) adalahbiasanya berhubungan dengan lingkungan sekitar individunya seperti suasana kerja yang dirasakannya, kebijakan dari pimpinan, dan hubungan kerja yang dialami oleh seorang individu. 2.1.7 Prinsip motivasi Menurut Ardana, dkk (2012:199) Prinsip dasar atau pedoman untuk analisis masalah motivasi antara lain. 1) Perilaku berganjaran cenderung akan diulangi. 2) Faktor motivasi yang dipergunakan harus diyakini yang bersangkutan. 3) Memberi ganjaran atas perilaku yang diinginkan adalah motivasi yang lebih efektif daripada menghukum perilaku yang tidak dikehendaki. 4) Perilaku tertentu lebih “reinforced” apabila ganjaran atau hukuman bersifat segera dibandingkan dengan yang ditunda. 5) Nilai motivasional dari ganjaran atau hukuman yang diantisipasi akan lebih tinggi bila sudah pasti akan terjadi dibandingkan dengan yang masih bersifat kemungkinan. 6) Nilai motivasional dari ganjaran atau hukuman akan lebih tinggi bagi yang berakibat pribadi dibandingkan dengan yang organisasional. 2.1.8 Pengertian Komunikasi Ardana, dkk. (2009:57) menyatakan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian pesan dari satu sumber berita kepada penerima melalui saluran
22
tertentu dengan tujuan untuk mendapatkan tanggapan dari penerima. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi dari seseorang kepada orang lain sehingga menimbulkan interaksi antara kedua belah pihak untuk dapat saling mengerti dalam mencapai suatu tujuan. Menurut Tohardi (2002:351), komunikasi didefinisikan sebagai berikut. (1) Komunikasi dapat dipandang sebagai suatu proses penyampaian informasi. (2) Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan dari seseorang kepada orang lain. (3) Komunikasi diartikan sebagai proses penciptaan arti terhadap gagasan atau ide yang disampaikan. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat dinyatakan, bahwa komunikasi adalah sebuah proses dua arah dalam penyampaian informasi atau pesan-pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan tujuan dapat saling mengerti dan memahami. 2.1.9 Fungsi Komunikasi Menurut Ardana,dkk (2009:57), komunikasi menjalankan empat fungsi utama dalam suatu kelompok atau organisasi, sebagai berikut. 1) Pengendalian (kontrol, pengawasan) Komunikasi bertindak untuk mengendalikan perilaku anggota dengan beberapa cara. Setiap organisasi mempunyai hierarki wewenang dan garis panduan formal yang harus dipatuhi karyawan.
23
2) Motivator Komunikasi membantu perkembangan motivasi dengan menjelaskan kepada para karyawan apa yang harus dilakukan, seberapa baik mereka bekerja, dan apa yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kinerja yang di bawah standar. 3) Pengungkapan Emosional Bagi banyak karyawan, kelompok kerja mereka merupakan sumber pertama untuk interaksi sosial. Komunikasi yang terjadi dalam kelompok tersebut merupakan
mekanismef
undamental
dengan
mana
anggota-anggota
menunjukkan kekecewaan dan rasa puas mereka. 4) Memberikan informasi Komunikasi memberikan informasi yang diperlukan individu dan kelompok untuk mengambil keputusan dengan meneruskan data guna mengenali dan menilai pilihan-pilihan alternatif. 2.1.10 Proses komunikasi Komunikasi dapat dibayangkan sebagai suatu proses atau aliran. Sebelum komunikasi dapat terjadi, perlu diungkapkan suatu maksud sebagai pesan untuk disampaikan. Ardana,dkk (2009:57), menggambarkan proses komunikasi sebagai berikut. Gambar 2.1 Proses Komunikasi Siapa
Mengatakan apa
Dengan cara apa
Kepada siapa
Pesan
Medium
Penerima
Komunikator
Umpan Balik
Sumber : Ardana,dkk(2009:57)
Dengan akibat apa
24
Proses komunikasi sangat berkaitan dengan bagimana komunikasi itu berlangsung yang diawali dengan siapa menyampaikan apa, dengan cara apa atau melalui apa, kepada siapa dan berakibat apa. 2.1.11 Jenis-jenis komunikasi Jenis-jenis komunikasi menurut Ardana, dkk. (2009:59), ada bermacammacam paradigma atau cara pandang yang dapat dipakai untuk membedakan berbagai bentuk komunikasi, sebagai berikut. 1) Dari aspek lingkup organisasi maka ada. (1) komunikasi intern, yaitu komunikasi yang terjadi antara pihak pihak internal. (2) komunikasi ekstern, yaitu komunikasi antara suatu organisasi dengan pihak eksternal/pihak lain. 2) Dari aspek tingkatan organisasi maka ada. (1) komunikasi vertikal, yaitu komunikasi yang berlangsung antara atasan dengan bawahan, (2) komunikasi horizontal, yaitu komunikasi yang terjadi diantara pejabat yang selevel/sederajat. 3) Dari aspek sudut arahnya maka akan ada. (1) komunikasi searah, yaitu komunikasi yang ditandai dengan adanya satu pihak yang aktif yaitu pengirim/penyampai informasi, sedangkan pihak lainnya pasif dan menerima, (2) komunikasi dua arah, yaitu komunikasi yang ditandai peran aktif kedua belah pihak, baik pemberi ataupun penerima informasi.
25
4) Dari aspek aliran komunikasi dalam organisasi maka akan ada. (1) komunikasi dari atas ke bawah, yaitu komunikasi yang mengalir dari manajer ke bawah atau ke para karyawan, (2) komunikasi dari bawah ke atas, yaitu komunikasi yang mengalir ke atas yakni dari karyawan ke manajer, (3) komunikasi horizontal/lateral, yaitu komunikasi yang terjadi di antara semua karyawan ditingkatan organisasi yang sama, (4) komunikasi diagonal, yaitu komunikasi antara orang-orang yang mempunyai hirarki berbeda dan tidak memiliki hubungan wewenang secara langsung. 5) Dari aspek media atau alat yang digunakan maka ada. (1) komunikasi visual, yaitu komunikasi yang memakai alat tertentu untuk mengirim pesan yang dapat ditangkap oleh mata, (2) komunikasi audial visual, yaitu: komunikasi yang menggunakan alat tertentu yang dapat ditangkap oleh telinga, (3) komunikasi audio visual, yaitu komunikasi yang memakai alat tertentu yang pesannya ditangkap oleh mata dan telinga secara bersamaan. 6) Dari aspek cara menyampaikan maka ada. (1) komunikasi verbal, yaitu komunikasi yang pesan-pesannya disampaikan dengan memakai kata kata yang dapat dimengerti baik lisan maupun tulisan,
26
(2) komunikasi non verbal/komunikasi tanpa kata, yaitu komunikasi yang pesan-pesannya disampaikan melalui simbol, isyarat atau perilaku tertentu. 7) Dari aspek strategi atau teknik maka ada. (1) komunikasi koersif, yaitu komunikasi yang dengan cara memaksa agar komunikan mau menerima pesan yang disampaikan, (2) komunikasi persuasif, yaitu komunikasi dengan melibatkan aspek psikologis komunikan, sehingga ia tidak saja menerima, menyetujui tetapi mau melaksanakannya dalam bentuk kegiatan atau tindakan sebagaimana yang dikehendaki oleh si komunikator. 8) Dari aspek jaminan di mana komunikasi mengalir maka ada. (1) komunikasi informal, yaitu komunikasi yang tidak resmi sumber dan maksudnya, (2) komunikasi formal, yaitu komunikasi yang berkaitan dengan tugas dan mengikuti rantai wewenang. 9) Dari aspek manajerial, komunikasi itu mencakup komunikasi interpersonal yaitu komunikasi antara dua orang atau lebih, dan komunikasi organisasi yaitu semua pola, jaringan, dan sistem komunikasi dalam suatu organisasi. 2.1.12 Hambatan-Hambatan Terhadap Komunikasi yang Efektif Menurut Ardana,dkk (2009:62) terhadap komunikasi yang efektif adalah sebagai berikut.
27
1) Penyaringan Informasi Komunikator cenderung memanipulasi informasi supaya lebih dapat diterima dengan baik oleh komunikan/penerima. Minat pribadi dan persepsi mengenai apa yang menurut komunikator penting bagi penerima sangat mempengaruhi penyaringan dan hasilnya. 2) Persepsi yang Selektif Penerima dalam proses komuniksi menyeleksi apa yang mereka terima berdasarkan
kebutuhan,
motivasi,
latar
belakang
pengalaman,
dan
karakteristik pribadi lainnya. 3) Emosional Bagaimana perasaan komunikan saat ia menerima pesan akan mempengaruhi interpretasinya
mengenai
pesan
tersebut.
Pesan
yang
sama
akan
diintepretasikan berbeda pada keadaan marah atau emosi netral. 4) Bahasa Kata-kata yang sama dapat berarti berbeda untuk orang yang tidak sama. Usia, pendidikan,
dan
budaya
merupakan
tiga
variabel
yang
biasanya
mempengaruhi bahasa yang digunakan dan arti yang diberikan kepada katakata. 5) Kurang Perhatian Kesalahpahaman terjadi karena orang tidak membaca dengan benar suatu pesan atau informasi, baik dalam bentuk pengumuman, artikel, atau tidak mendengar percakapan orang dengan baik
28
6) Faktor Hello Effect Faktor HelloEffect terjadi apabila si komunikator adalah orang yang disenangi atau dihormati, maka audiens atau penerima langsung akan mempercayai apa yang dikatakan, walaupun belum tentu benar atau sebaliknya. 7) Perilaku Defensif Ketika seseorang merasa terancam, maka ia cenderung bereaksi dengan cara mengurangi kemampuannya untuk saling pengertian. Yakni, ia menjadi defensif terlibat dalam perilaku seperti secara verbal menyerang orang lain, memberi jawaban kasar, berperilaku seperti penilai, dan mempertanyakan motif orang lain. 8) Kebanjiran Informasi Ketika
informasi
diterima
melampaui
kapasitas
pemrosesan
karena
menbanjirnya informasi (e-mail, telepon, faks, notula rapat, bacaan) akan ada kecederungan untuk membuang, mengabaikan, melewatkan atau dilupakan atau menunda pemrosesannya sampai situasi kebanjiran informasi selesai. 2.1.13 Pengertian kompetensi Spencer (2006:3) menyatakan bahwa kompetensi adalah bagian yang ada pada kepribadian seseorang dan dapat memprediksikan tingkah laku dan performansi secara luas pada semua situasi dan job tasks. Kompetensi merupakan sekelompok perilaku yang spesifik, dapat dilihat dan dapat diverifikasi, yang secara
reliabel
dan
logis
dapat
dikelompokkan
bersama
serta
sudah
diidentifikasikan sebagai hal-hal yang berpengaruh besar terhadap keberhasilan pekerjaan, sedangkan pengertian kompetensi di dalam ilmu manajemen adalah
29
bahwa manajemen seharusnya mementingkan kemampuan dalam argumentasi secara efektif dan efisien, manajemen harus mementingkan analisa kemampuan karyawan sekarang dibandingkan dengan kemampuan karyawan yang akan datang di dalam organisasi (Eko dkk, 2006:43). Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat dinyatakan, bahwa apabila pekerjaan yang dibebankan kepada seorang karyawan sesuai dengan kemampuan karyawan yang bersangkutan maka dia akan bekerja sungguh-sungguh, tetapi bila pekerjaan itu di luar kemampuannya, maka kesungguhan dan kedisiplinannya rendah. 2.1.14 Karakteristik kompetensi Menurut Spencer (2006:7) kriteria kompetensi sebagai berikut. 1) Komitmen
pada
organisasi
yaitu
kompetensi
seseorang
untuk
menyamakan perilakunya dengan kebutuhan, prioritas, dan tujuan dari organisasi tempatnya berada. 2) Keinginan berprestasi kompetensi yaitu seseorang untuk bekerja dengan baik sehingga mampu melalui standar. Standar ini dapat berupa hasil kerjanya di masa lalu, ukuran yang ditetapkan perusahaan, keberhasilan oranglain, sesuatu yang menantang atau bahkan sesuatu yang belum pernah dicapai orang lain. 3) Melayani kompetensi seseorang untuk membantu dan melayani pengguna jasa atau produk yang dihasilkannya untuk menemukan dan memenuhi kebutuhan mereka.
30
4) Kerjasama kompetensi dimana untuk melakukan kerjasama dengan sesama, menjadi bagian dari tim. Keanggotaan tim tidak harus secara formal namun bisa jadi berasal dari berbagai fungsi dan tingkatan dimana terjadi komunikasi satu sama lainnya untuk menyelesaikan masalah. 5) Proaktif kompetensi dimana seseorang untuk melakukan lebih dari yang diperlukan (proaktif), mengambil inisiatif, dan untuk mendapat lebih banyak informasi. Ini dilakukannya untuk meningkatkan keberhasilan, mencegah timbulanya permasalahan atau menciptakan peluang. 6) Memimpin yaitu dimana kompetensi untuk mengambil peranan selaku pemimpin kelompok atau tim untuk kemajuan instansi. Ini meliputi juga kompetensi seseorang untuk menggunakan otoritas dan wewenang jabatan yang dimilikinya secara proposional dan efektif. 7) Kompentensi untuk selalu mengerjakan sesuatu tepat pada waktu yang telah ditentukan. Kompetensi pribadi juga memiliki faktor-faktor yang menyinggung di dalam skill negatif yang dimiliki apabila kompetensi tersebut tidak dapat dikendalikan atau berjalan dengan kurang tepat yaitu: munculnya perasaan dan implikasinya, benci terhadap alat yang akan dikuasai, maupun oranglain disekitarnya, timbulnya rasa gelisah, ragu-ragu, tidak tepat pendirian atau ambigu, frustasi dan cepat marah 2.1.15 Pengertian lingkungan kerja fisik Lewa (2005:130) menyatakan bahwa lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam
31
menjalankan tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Meskipun lingkungan kerja tidak melaksanakan proses produksi dalam suatu perusahaan, namun lingkungan kerja mempunyai pengaruh langsung terhadap para karyawan yangmelaksanakan proses produksi tersebut. Sedarmayanti (2009:26) menyatakan bahwa lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan berbentuk fisik yang terdapat di sekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi karyawan baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Lingkungan kerja fisik dapat dibagi dalam dua katagori, sebagai berikut. (1) Lingkungan kerja yang langsung berhubungan dengan karyawan (seperti: pusat kerja, kursi, meja dan sebagainya). (2) Lingkungan perantara atau lingkungan umum (seperti: rumah, kantor, pabrik, sekolah, sistem jalan raya, dan lain-lain). Berdasarkan pengertian diatas, maka lingkungan kerja dapat dikatakan sebagai segala sesuatu yang ada di sekitar karyawan pada saat bekerja, baik yang berbentuk fisik ataupun non fisik, langsung atau tidak langsung, yang dapat mempengaruhi dirinya dan pekerjaannya saat bekerja. 2.1.16 Indikator lingkungan kerja Sutrisno (2010:118) menyatakan bahwa yang mengidentifikasikan lingkungan kerja yaitu, tempat bekerja, fasilitas, dan alat bantu pekerjaan, kebersihan, pencahayaan, ketenangan, termasuk hubungan kerja antara orangorang yang ada di tempat tersebut. Lingkingan kerja yang baik dan bersih, mendapat pencahayaan yang cukup, bebas dari kebisingan dan gangguan, jelas
32
akan memotivasi tersendiri bagi karyawan untuk melakukan pekerjaan dengan baik. Sedarmayanti
(2009:28)
menyebutkan
beberapa
indikator
terkait
lingkungan kerja fisik, yaitu sebagai berikut. 1) Penerangan/cahaya di tempat kerja Cahaya atau penerangan sangat besar menfaatnya bagi pegawainya guna mendapat keselamatan dan kelancaran kerja. Oleh sebab itu perlu diperhatikan adanya penerangan (cahaya) yang terang tetapi tidak menyilaukan. Cahaya yang kurang jelas, sehinggapekerjaan akan lambat, banyak mengalami kesalahan dan pada akhirnya menyebabkan kurang efisien dalam melaksanakan pekerjaan, sehingga tujuan organisasi sulit dicapai. 2) Temperatur/suhu udara di tempat kerja Dalam keadaan normal, tiap anggota tubuh manusia mempunyai temperatur yang berbeda. Tubuh manusia selalu berusaha untuk mempertahankan keadaan normal, dengan suatu sistem tubuh yang sempurna sehingga dapat menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di luar tubuh. 3) Kelembaban di tempat kerja Kelembaban adalah banyaknya air yang terkandung dalam udara, biasa dinyatakan dalam persentase. Kelembaban ini berhubungan atau dipengaruhi oleh temperature udara dan secara bersama-sama antara temperatur, kelembaban, kecepatan udara bergerak, dan
33
radiasi panas dari udara tersebut akan mempengaruhi keadaan tubuh manusia pada saat menerima atau melepaskan panas dari tubuhnya. 4) Sirkulasi udara di tempat kerja Oksigen merupakan gas yang dibutuhkan oleh mahluk hidup untuk menjaga kelangsungan hidup, yaitu untuk proses metabolisme. Udara di sekitar dikatakan kotor apabila kadar oksigen dalam udara tersebut telah berkurang dan telah bercampur dengan gas atau bau-bauan yang berbahaya bagi kesehatan tubuh. Sumber utama adanya udara segar adalah adanya tanaman di sekitar tempat kerja. Tanaman merupakan penghasil oksigen yang dibutuhkan olah manusia. Dengan cukupnya oksigen di sekitar tempat kerja, ditambah dengan pengaruh secara psikologis akibat adanya tanaman di sekitar tempat kerja, keduanya akan memberikan kesejukan dan kesegaran pada jasmani. Rasa sejuk dan segar selama bekerja akan membantu mempercepat pemulihan tubuh akibat lelah setelah bekerja. 5) Kebisingan di tempat kerja Salah satu polusi yang cukup menyibukkan para pakar untuk mengatasinya
adalah
kebisingan,
yaitu
bunyi
yang
tidak
dikehendaki oleh telinga. Tidak dikehendaki, karena terutama dalam jangka
panjang bunyi
tersebut
dapat
mengganggu
ketenangan bekerja, merusak pendengaran, dan menimbulkan
34
kesalahan komunikasi, bahkan menurut penelitian, kebisingan yang serius
bisa
membutuhkan
menyebabkan konsentrasi,
kematian. maka
Karena
pekerjaan
bising
hendaknya
suara
dihindarkan agar pelaksanaan pekerjaan dapat dilakukan dengan efisien sehingga produktivitas kerja meningkat. 6) Bau tidak sedap di tempat kerja Adanya bau-bauan di sekitar tempat kerja dapat dianggap sebagai pencemaran, karena dapat menganggu konsentrasi bekerja, dan bau-bauan yang terjadi terus menerus dapat mempengaruhi kepekaan penciuman. Pemakaian air condition yang tepat merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk menghilangkan bau-bauan yang menganggu di sekitar tempat kerja. 7) Dekorasi di tempat kerja Dekorasi ada hubungannya dengan tata warna yang baik, karena itu dekorasi tidak hanya berkaitan dengan hasil ruang kerja saja tetapi berkaitan juga dengan cara mengatur tata letak, tata warna, perlengkapan, dan lainnya untuk bekerja. 8) Musik di tempat kerja Menurut para pakar, musik yang nadanya lembut sesuai dengan suasana, waktu dan tempat dapat membangkitkan dan merangsang karyawan untuk bekerja, oleh karena itu lagu-lagu perlu dipilih dengan selektif untuk dikumandangkan di tempat kerja tidak
35
sesuai dengan musik yang diperdengarkan di tempat kerja akan mengganggu konsentrasi kerja. 9) Keamanan di tempat kerja Guna menjaga tempat dan kondisi lingkungan kerja tetap dalam keadaan aman maka perlu diperhatikan keberadaannya. Salah satu upaya untuk menjaga keamanan di tempat kerja dapat memanfaatkan tenaga Satuan Petugas Keamanan (SATPAM). Dari
uraian
bahwakompetensi,
yang motivasi,
telah
disampaikan,
komunikasi,
dan
maka
dapat
lingkingan
diketahui
kerja
fisik
mempengaruhi disiplin kerja karyawan. Semakin baik kompetensi, komunikasi, dan lingkungan fisik serta tingkat motivasi yang tinggi dari segala aspek, maka akan semakin tinggi pula tingkat disiplin kerja karyawan yang berarti semakin tinggi pula tingkat keberhasilan perusahaan atau organisasi 2.2 Pembahasa Hasil Penelitian Sebelumnya 1)
Setiari (2007) dengan judul penelitian ”Faktor-faktor yang Berkontribusi Terhadap Disiplin Dosen Dalam Proses Belajar Mengajar di Universitas Warmadewa Denpasar”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada atau tidak faktor kompensasi, kepemimpinan, lingkungan kerja fisik, hubungan kerja, pengawasan, kompetensi dan sanksi berkontribusi terhadap disiplin dosen dalam proses belajar mengajar di Universitas Warmadewa Denpasar. Alat analisis yang digunakan untuk mengolah data adalah analisis faktor dengan menggunakan 215 responden. Metode pengumpulan data dengan observasi interview dengan kuesioner dan wawancara yang
36
mendalam. Hasil analisis menunjukkan dari 7 faktor yang diteliti, 5 faktor yang berkontribusi terhadap disiplin dosen dalam proses belajar mengajar. Faktor-faktor
tersebut
adalah
kompensasi,
pengawasan,
kompetensi,
hubungan, dan kepemimpinan. Dua faktor lainnya yang tidak berkontribusi adalah lingkungan kerja fisik dan fakor yang berkontribusi dominan adalah kompetensi. Perbedaan dalam penelitian ini adalah jumlah faktor yang diteliti, waktu serta tempat penelitian. Persamaannya adalah teknik analisis serta faktor disiplin kerja. 2)
Risadianta (2006) dengan judul “Pengaruh Kepemimpinan dan Komunikasi terhadap Disiplin kerja pegawai pada PT. (PERSERO) Angkasa Pura I Bandar Udara Ngurah Rai Tuban”. Teknik analisis yang digunakan yaitu teknik analisis linier berganda dan regresi serempak (F-test) serta analisis regresi parsial (t-test). Berdasarkan perhitungan hasil persamaan regresinya yaitu Y=5,940 + 0,428X1 + 0,544X2. Sedangkan dari analisis uji regresinya yaitu t-test diperoleh thitung sebesar 4,905 untuk X1 dan 6,392 untuk X2. Nilai ttabel 1,671 maka nilai thitung X1 dan X2 lebih besar dari nilai ttabel. Hal ini berarti kepemimpinan dan komunikasi secara parsial berpengaruh signifikan terhadap disiplin kerja pegawai pada PT. (PERSERO) Angkasa Pura I Bandar Udara Ngurah Rai Tuban. Perbedaan pada penelitian ini adalah teknik analisi data, dan waktu serta tempat penelitian. Persamaannya adalah sama-sama meniliti variabel komunikasi.
3)
Aji
(2008)
dengan
judul
penelitian
“Analisis
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi disiplin kerja karyawan pada PT. Astra Internasional tbk-
37
Honda
cabang
Denpasar.
Pengujian
atas
variabel-variabel
tersebut
menggunakan analisis kuantitatif regresi linear berganda, uji asumsi klasik, uji regresi serempak (F-test), dan uji regresi parsial (t-test). Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa faktor motivasi, diklat, kepemimpinan, kompensasi, dan penegakan disiplin memiliki pengaruh yang nyata secara bersama-sama terhadap disiplin kerja karyawan PT. Astra Internasional tbkHonda cabang Denpasar sebesar 50,700% sedangkan factor yang paling dominan yang berpengaruh terhadap disiplin kerja karyawan adalah kompensasi yaitu 10,956%. Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang adalah sama-sama membahas SDM khususnya disiplin kerja. Perbedaannya tempat, jumlah responden, dan dimensi waktu yang berbeda. 4)
Intan (2004) dengan judul penelitian “ Upaya Pemberdayaan Karyawan : Suatu Pendekatan Untuk Menumbuhkan Motivasi Kerja Interistik “. Tujuan dari
penelitian
ini
adalah
mengidentifikasi
elemen-elemen
untuk
memberdayakan sumber daya manusia yang ada dalam sebuah perusahaan sebagai suatu pradigma manajemen nontradisional, sehingga diharapkan dapat meningkatkan motivasi kerja interistik. Persamaannya dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti variabel motivasi karyawan. 5)
Keke (2005) dengan judul “Kompensasi Kerja, Disiplin Kerja Guru dan Kinerja Guru SMP Kristen BPK Penabur Jakarta”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kompensasi kerja dan disiplin kerja secara sendirisendiri maupun bersama-sama berhubungan dengan kinerja guru SMP Kristen BPK Penabur Jakarta, hasil pengujian ini memperlihatkan adanya
38
hubungan yang berbanding lurus antara kompensasi kerja dengan kinerja guru, yang berarti semakin baik dan tinggi kompensasi kerja guru, maka semakin meningkat pula kinerjanya, kemudian disimpulkan pula bahwa adanya hubungan parsial antara kompensasi kerja dengan kinerja guru yang dikontrol oleh disiplin kerja guru ternyata tidak signifikan. Berdasarkan hasil uji hipotesis, menunjukkan bahwa hubungan antara disiplin kerja guru dengan kinerjanya di semua SMP Kristen Penabur Jakarta dapat dibuktikan berdasarkan hasil penelitian. Meningkatnya disiplin kerja guru dapat mendorong dan berdampak positif terhadap kinerjanya. Mendapatkan kinerja yang tinggi diperlukan pemberian kompensasi yang tinggi pula. Perbedaan dalam penelitian ini adalah jumlah faktor yang digunakan, teknik analisis data, dan waktu serta tempat penelitian. Persamaannya adalah sama-sama meneliti faktor disiplin kerja. 6)
Lewa dan Subowa (2005) dengan judul penelitian “Pengaruh Kepemimpinan, Lingkungan kerja fisik dan Kompensasi Terhadap Kinerja Karyawan di PT. Pertamina (Persero) Daerah Operasi Hulu Jawa Bagian Barat, Cirebon”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara empiris pengaruh factor kepemimninan, lingkungan kerja fisik dan kompensasi terhadap kinerja karyawan baik secara bersama-sama maupun secara parsial di PT. Pertamina (Persero) Daerah Operasi Hulu Jawa Bagian Barat, Cirebon. Populasi penelitian ini adalah karyawan perusahaan tersebut sebanyak 60 orang tanpa menggunakan sampel. Alat analisis data yang digunakan dalam pengujian hipotesis adalah analisis regresi barganda, analisis korelasi berganda dan
39
analisis korelasi parsial. Hasil dari penelitian dapat disimpulkan bahwa secara bersama-sama variable bebas mempunyai pengaruh terhadap kinerja karyawan. Dari ketiga variabel independen tersebut variable kompensasi mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap kinerja karyawan. Perbedaan dalam penelitian ini adalah jumlah faktor yang digunakan, teknik analisis data, dan waktu serta tempat penelitian. Persamaannya adalah sama-sama meneliti variabel lingkungan keja fisik dan variabel kompensasi karyawan. 7)
Muhaimin (2004) dengan judul “Hubungan Antara Kepuasan Kerja Dengan Disiplin Kerja Karyawan Operator Shawing Computer Bagian Produksi Pada PT Primarindo Asia Infrastruktur Tbk Di Bandung”. Penelitian ini menggunakan dua alat ukur. Data kepuasan kerja diperoleh melalui skala kepuasan kerja dan data Disiplin kerja diperoleh dengan Skala Disiplin Kerja. Data tersebut diolah menggunakan uji korelasional dengan menggunakan koefisien korelasi Rank Sperman. Hasil penelitiannya terdapat hubungan positif yang signifikan antara kepuasan kerja karyawan dengan disiplin kerja karyawan pada bagian shawing di PT Primarindo Asia Infrastucture Tbk Bandung. Semakin tinggi kepuasan kerja karyawan, maka semakin baik disiplin kerja karyawan. Begitu juga sebaliknya. Perbedaan dalam penelitian ini adalah faktor yang digunakan, teknik analisis, waktu serta tempat penelitian. Persamaannya adalah sama-sama meneliti tentang variabel disiplin kerja.
8)
Prelow (2006) dengan judul penelitian “Competence, Self-esteem, and Coping Efficacy as Mediators of Ecological Risk and Depresisve Symptoms
40
in Urban African American and European American Youth”. Tujuan penelitian ini adalah untuk memeriksa apakah diri system proses (yaitu,kompetensi, selfesteem, dan mengatasi efikasi) di mediasi hubungan antara ekologi risiko dan gejala depresi dan untuk menentukan jika jalur bervariasi antar etnis/ras kelompok. Hasil melibatkan harga diri sebagai mediator diduga dampak risiko ekologis pada gejala depresi untuk kedua Afrika Amerika dan Eropa Amerika pemuda. Bukti pendukung kompetensi sebagai mediator yang signifikan dan relasi antara risiko ekologis dan gejala depresi kurang menarik. Temuan menunjukkan kesamaan substansial dalam jalur antara risiko ekologis dan gejala depresi seluruh kaum muda Amerika Afrika dan Eropa Amerika. Perbedaan dalam penelitian ini adalah jumlah faktor yang digunakan, teknik analisis data, dan waktu serta tempat penelitian. Persamaannya adalah sama-sama meneliti variabel kompetensi karyawan. 9)
Eko, dkk (2006) yang berjudul ” Perancangan Penilaian Kinerja Karyawan Berdasarkan Kompetensi Spencer dengan Metode Analytical Hierarchy Process”. Penelitian ini menggambarkan sistem penilaian kinerja karyawan yang dilakukan di Dinas Pekerjaan Umum Kota Probolinggo, khususnya Sub Dinas Pengairan untuk karyawan level bawah (karyawan kontrak). Selama ini pemberian insentif di Sub Dinas tersebut tidak didasarkan atas kinerja karyawan
tetapi
atas
dasar
kebersamaan/
gotong
royong.
Untuk
meningkatkannya dirancang sistem penilaian kinerja karyawan berbasis kompetensi, khususnya kompetensi Spencer. Penilaian kinerja karyawan
41
meliputi penentuan kompetensi umum untuk sistem penilaian kinerja karyawan, penentuan model pembobotan kompetensi, penentuan penilai dan metode penilaian serta penyebaran dan pengumpulan kuisioner. Selanjutnya Penentuan
Kompetensi
untuk
Sistem
Penilaian
Kinerja
Karyawan
menggunakan dimensi-dimensi evaluasi yang menekankan pengukuran kinerja yang didasarkan atas kompetensi Spencer yang dibandingkan dengan Competencies
for
Executive
Leadership
Development
(Departemen
Permukiman dan Prasarana Wilayah) dan Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3), adapun
persamaan dengan penelitian ini adalah pada
variabel bebasnya yaitu kompetensi, serta variabel terikatnya merupakan kriteria daripada variabel kompetensi dalam penelitian ini, dan sedangkan perbedaannya terdapat pada waktu, tempat, dan jumlah sampel yang digunakan. 10) Baumeister and Vohs (2007) dengan judul penelitian “Self-Regulation, Ego Depletion, and Motivation”. Tulisan ini mengkaji peran motivasi dalam konteks kekuatan, atau terbatas sumber daya, model control diri dalam beberapa domain. Mengorbankan satu keinginan untk mengejar lain yang lebih sulit ketika baru mulai respon sangat termotivasi, sebuah gagasan yang menyoroti perjuangan antara mendesak dan hambatan. Penurunan sumber daya ego dapat sementara diatasi dengan kuat motivasi namun, deplesi ego bukan semata-mata kehilangan motivasi, baru saja percobaan menunjukkan bahwa sumber daya regulasi berakar di toko-toko energi fisik. Motivasi konflik, khususnya bentrokan antara motif egois dan perilaku yang
42
mempromosikan penerima sosial, mengatur panggung untuk kebutuhan swaregulasi dan keadaan dimana deplesi ego adalah yang paling mungkin. Perbedaan dalam penelitian ini adalah jumlah faktor yang digunakan, teknik analisis data, dan waktu serta tempat penelitian. Persamaannya adalah samasama meneliti variabel motivasi karyawan. 11) Cheney (2007) dengan judul penelitian “Organizational Communication Comes Out”. Penelitian ini mempelajari cara di mana para sarjana komunikasi organisasi telah terlibat isu-isu kontemporer tentang keadilan social dan ekonomi. Organisasi (atau manajemen) komunikasi adalah dengan sekarang menjadi mapan dalam bidang yang lebih besar studi komunikasi, yang menampilkan semua hal yang vak perlu mengklaim status bahwa: sebuah domain relatif di definisikan perhatian, beberapa konsep kunci, sebuah array dari karya-karya klasik, narasi lebih atau kurang umum jurnal sendiri, pembangunan dan outlet buku, divisi besar asosiasi professional, dan beberapa
generasi
ulama.
Campuran
intelektual
studi
komunikasi
memungkinkan untuk wawasan yang lebih besar ke banyak masalah yang dihadapi orang sebagai individu dan dalam kelompok, tetapi tidak seperti yang berorientasi pada isu-isu social yang menekan seperti juga beberapa segmen dari masyarakat intelektual sosiologi, ilmu politik, atau psikologi. Persamaannya dengan penelitian ini adalah pada variabel komunikasi, sedangkan perbedaannya terdapat pada waktu, tempat, dan jumlah sampel yang digunakan.
43
12) Khomeiran (2007) dengan judul penelitian “Competence Development Among Nurse: The Process of Constant Interaction”. Pentingnya kompetensi untuk praktek keperawatan adalah motivasi untuk penelitian ini, yang dieksplorasi pengalaman perawat dalam mengembangkan kompetensi mereka saat mereka meju melelui karier mereka. Sesuai dengan metode grounded theory, pengumpulan data dan analisis data dilakukan secara bersamaan dengan menggunakan metode komparatif konstan. Data menunjukkan bahwa perawat mengembangkan kompetensi melalui proses berulang yang disebut “proses interaksi yang konstan”. Ini proses lima tahap yang ditemukan menjadi dinamis, kompleks antar pribadi berlangsung antara perawat dan dunia sekitarnya. Persamaannya dengan penelitian ini adalah pada variabel kompetensi, sedangkan perbedaannya terdapat pada waktu, tempat, dan jumlah sampel yang digunakan. 13) Cole (2008) dengan judul penelitian “Consistensi in Employee Discipline: an Empricial Exploration”. Penelitian ini berusaha untuk mengeksplorasi kejadian dan keparahan dari inkonsistensi dalam penerapan tindakan disipliner antara supervisor, mengingat insiden disiplin yang sama. Konsistensi merupakan aspek penting dari keadilan procedural dalam tindakan disiplin, tetapi telah mendapat perhatian sedikit empiris. Empat scenario disiplin karyawan di tugaskan secara acak untuk 130 kehidupan nyata atasan karyawan, yang memainkan peran scenario. Ada konsistensi sedikit antara supervisor dalam keputusan mereka mengenai tindakan disiplin. Secara keseluruhan, memiliki diskusi informal dengan karyawan
44
adalah respon yang paling umum. Hanya ketika instruksi khusus untuk memberlakukan peringatan lisan atau tertulis yang disediakan tidak supervisor yang paling bergerak di luar sebuah diskusi informal. Persamaannya dengan penelitian ini adalah pada faktor disiplin kerja, sedangkan perbedaannya terdapat pada waktu, tempat, dan jumlah sampel yang digunakan. 14) Siwantara (2009) dengan judul “Pengaruh Kompetensi Profesional dan Motivasi Kerja serta Iklim Organisasi terhadap Disiplin Kerja dan Kinerja Dosen Politeknik Negeri Bali”. Penelitian ini ingin menggambarkan pengaruh dari kompetensi professional dan motivasi kerja serta iklim organisasi terhadap disiplin dan kinerja dosen Politeknik Negeri Bali, dengan teknik analisis SEM, semua variable tersebut berpengaruh signifikan terhadap variable disiplin kerja dan kinerja. Persamaannya dengan penelitian ini adalah pada faktor disiplin kerja, sedangkan perbedaannya terdapat pada waktu, tempat, dan jumlah sampel yang digunakan. 15) Gilley (2009) dengan judul penelitian “Organizational Change: Motivation, Communication, and Leadership Effectiveness” menyatakan penelitian menunjukkan bahwa berbagai faktor berdampak pada efektivitas seorang pemimpin. Penelitian ini membahas perilaku yang terkait dengan efektivitas kepemimpinan dalam mendorong perubahan. Temuan mengkonfirmasi penelitian sebelumnya yang mengidentifikasi keterampilan perubahan efektivitas, sedangkan mengisolasi perilaku pimpinan tertentu yang dianggap paling berharga untuk mengubah dengan melaksanakan motivasi dan
45
komunikasi. Perbedaan penelitian ini adalah jumlah faktor yang diteliti, waktu dan lokasi penelitian. Persamaannya adalah pada variabel motivasi dan komunikasi. 16) Branham (2010) dengan judul penelitian “The Role of Discipline in LeadingSafety
Performance”.
Penelitian
ini
menyatakan
bahwa
Kompleksitas mencoba untuk mengontrol variabilitas semua faktor dan peristiwa yang meningkatkan paparan cedera karyawan. Hasil keamanan yang buruk, frustasi, dan para pemimpin sering beralih ke strategi penegakan hukum sebagai metode “cepat memperbaiki” untuk memperbaiki. Seiring berjalannya waktu, pengalaman dan data telah membuktikan bahwa penekanan lebih pada penegakan dan disiplin untuk keamanan benar-benar dapat memiliki efek yang merugikan pada budaya organisasi, sehingga benarbenar menghambat daripada mencapai hasil upaya peningkatan keselamatan berkelanjutan. Bila fokus utama untuk meningkatkan keselamatan hasil menjadi penekanan yang berlebihan pada disiplin, karyawan melepaskan diri dan pemimpin organisasi cenderung menjadi terisolasi dari apa yang sebenarnya terjadi di lapangan. Untuk pendekatan yang lebih efektif yang mengarah pada hasil positif, pemimpin harus berfokus pada motivasi dan melibatkan semua tenaga kerja untuk berpartisipasi aktif dalam bidang pembinaan umpan balik positif dan konstruktif konstan mengenai kinerja keselamatan dan kondisi. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada lokasi dan waktu penelitian. Persamaanya adalah sama-sama meneliti faktor disiplin kerja karyawan.
46