BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Defenisi Kemampuan Kemampuan sama dengan kata kesanggupan atau kecakapan. Dengan bahasa yang lebih terperinci, kemampuan dapat diartikan sebagai kesanggupan individu untuk melakukan pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Menurut Spencer dan Spencer (dalam Andri F. dan Mega Teguh, 2012 : 3) bahwa kemampuan adalah karakteristik yang menonjol dari seorang individu yang berhubungan dengan kinerja efektif dana atau superior dalam suatu pekerjaan atau situasi. Definisi yang hampir sama juga diungkapkan R. M. Guion (dalam Uno, 2008 : 8) bahwa kemampuan adalah karakteristik yang menonjol bagi seseorang dan mengindikasikan cara-cara berperilaku atau berfikir dalam segala situasi dan berlangsung terus dalam periode waktu yang lama. Menurut Vroom (dalam As’ad, 1987 : 9) bahwa kemampuan adalah atribut non motivasional yang dimiliki oleh individu untuk melaksanakan tugas, atau merupakan suatu potensi untuk melakukan sesuatu. Kemampuan ditentukan oleh tiga hal, yaitu : (a) kondisi sensoris dan kognitif, (b) pengetahuan tentang cara merespon yang benar, (c) kemampuan untuk melaksanakan respon tersebut. Pendapat ini menyimpulkan bahwa kemampuan merupakan proses respon, dari menerima respon, memilah, dan menilai, serta melakukan tindakan yang sudah dipilih sebagai alternatif untuk merespon sesuatu. Bila seseorang memahami kondisi kerjanya kurang mendukung bagi terlaksananya tugas, maka ia akan membuat beberapa pilihan tindakan yang ditujukan untuk mengatasi masalah tersebut, selanjutnya melaksanakan apa yang
sudah menjadi pilihannya. Seperti yang dikemukakan oleh Samanrova (dalam Pouji, 2009 : 6) bahwa kekuatan mental dibutuhkan saat menghadapi persoalanpersoalan yang sulit dan menantang, saat menghadapi persoalan baru dan memerlukan perhatian. Dari beberapa definisi yang telah dijelaskan di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan merupakan kecakapan, kesanggupan, serta kapasitas seseorang dalam menyelesaikan suatu pertanyaan serta kemahiran secara teknis atau manajerial. 2.2 Laju Reaksi Laju menyatakan besarnya perubahan yang terjadi dalam satu satuan waktu. Dalam reaksi kimia, salah satu laju reaksi dipengaruhi oleh konsentrasi. Konsentrasi pereaksi semakin lama semakin berkurang dan hasil reaksi semakin lama semakin bertambah. Laju reaksi dapat dinyatakan dengan berbagai cara, seperti perubahan volum, perubahan massa, atau perubahan warna. Untuk sistem homogen, cara yang umum digunakan untuk menentukan laju reaksi adalah laju pengurangan konsentrasi molar pereaksi atau laju pertambahan konsentrasi molar produk dalam satu satuan waktu. Reaksi: mR
nP, maka persamaan pengurangan dan pertambahan
konsentrasi molar sama dengan v 2N2O5(g) + 4NO2(g)
[ R ] [ P ] atau v . Contoh reaksi: t t
O2(g), maka laju reaksi dapat dinyatakan sebagai laju
pengurangan konsentrasi molar N2O5 atau laju pertambahan konsentrasi molar NO2 atau laju pertambahan konsentrasi molar O2. sesuai dengan koefisien reaksinya, laju pembentukan O2 adalah setengah dari laju peruaraian N2O5 atau
seperempat dari laju pembentukan NO2. oleh karena itu laju reaksi dinyatakan sebagai 1/koefisien dari laju masing-masing komponen. Dimana secara umum persamaan reaksi: pA + qB mC + nD. Untuk megetahui laju reaksinya maka digunakan persamaan V = k [A]x[B]y. Dengan (V) menyatakan laju Reaksi, (k) tetapan laju reaksi, ([ ]) konsentrasi zat, (X) orde atau tingkat reaksi terhadap A, (Y) orde atau tingkat reaksi terhadap B. dan (x + y) adalah orde atau tingkat reaksi keseluruhan. Laju reaksi ditentukan malalui percobaan, yaitu dengan mengukur banyaknya pereaksi yang dihabiskan atau banyaknya produk yang dihasilkan pada selang waktu tertentu. Contoh: laju reaksi antara Magnesium dengan larutan HCl dapat ditentukan dengan mengukur jumlah salah satu produknya, yaitu gas hidrogen. Reaksinya sebagai berikut: Mg(s) + 2HCl(aq) MgCl2(aq) + H2(g), sepotong pita magnesium ditempatkan pada satu sisi dari labu bersekat, sedangkan sisi lainnya diisi dengan larutan HCl. setelah siring terpasang, labu dimiringkan sehingga kedua zat pereaksi bercampur. Bersamaan dengan itu stopwacth dihidupkan. Gas hidrogen terbentuk akan mengisi siring. Volumnya dapat dicatat tiap interval waktu tertentu, misalnya selang 1 menit. Tidak ada aturan khusus mengenai interval waktu untuk mencatat data laju reaksi, tetapi hal itu bergantung pada cepat lambatnya reaksi. untuk reaksi yang berlangsung lambat dapat digunakan interval waktu yang lebih panjang. sebagai aturan sederhana interval waktu yang dipilih sebaiknya tidak menghabiskan lebih dari 5% pereaksi.
2.2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi Laju reaksi dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu: Luas permukaan sentuhan/Ukuran partikel, Konsentrasi, Suhu serta Katalis. Pengaruh dari beberapa faktor tesebut dapat dijelaskan sebagai berikut: (a) Luas permukaan sentuhan/ Ukuran partikel Luas permukaan sentuhan antara zat-zat yang bereaksi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi bagi campuran pereaksi yang heterogen, misalnya zat padat dengan larutan. Reaksi kimia dapat berlangsung jika molekul-molekul, atom-atom, atau ion-ion dari zat-zat pereaksi terlebih dahulu bertumbukan. Hal ini terjadi jika antara zat-zat yang akan bereaksi terjadi kontak. Luas permukaan mempercepat laju reaksi karena semakin luas permukaan zat, semakin banyak bagian zat yang saling bertumbukan dan semakin besar peluang adanya tumbukan efektif menghasilkan perubahan. Semakin luas permukaan zat, semakin kecil ukuran partikel zat. Jadi semakin kecil ukuran partikel zat, reaksi pun akan semakin cepat. Pada sistem heterogen, laju reaksi dipengaruhi oleh luas permukaan sentuhan pereaksi. Untuk pereaksi yang berwujud padat makin diperkecil ukuran partikel, makin besar jumlah luas permukaan sentuhannya makin cepa reaksi berlangsung. Dalam kehidupan seharihari pengaruh luas permukaan sentuhan pereaksi dapat ditunjukkan bahwa kayu yang dipotong-potong kecil lebih cepat rusak dari pada kayu balokan. (b) Konsentrasi Konsentrasi mempengaruhi laju reaksi, karena banyaknya partikel memungkinkan lebih banyak tumbukan, dan itu membuka peluang semakin
banyak tumbukan efektif yang menghasilkan perubahan. Hubungan kuantitatif perubahan konsentrasi dengan laju reaksi tidak dapat ditetapkan dari persamaan reaksi, tetapi harus melalui percobaan. Dalam penetapan laju reaksi ditetapkan yang menjadi patokan adalah laju perubahan konsentrasi reaktan. (c) Suhu Pada umumnya reaksi akan berlangsung lebih cepat bila suhu dinaikkan. Dengan menaikkan suhu maka energi kinetik molekul-molekul zat yang bereaksi akan bertambah sehingga akan lebih banyak molekul yang memiliki energi sama atau lebih besar dari Ea. Dengan demikian lebih banyak molekul yang dapat mencapai keadaan transisi atau dengan kata lain kecepatan reaksi menjadi lebih besar. Kenaikan suhu dapat mempercepat laju reaksi karena dengan naiknya suhu energi kinetik partikel zat-zat meningkat sehingga memungkinkan semakn banyaknya tumbukan efektif yang menghasilkan perubahan. Hubungan Kuntitatif perubahan suhu terhadap laju reaksi dapat ditetapkan dari suatu percobaan, misalnya diperoleh data pada tabel berikut: Tabel 1: Data Percobaan Suhu (C)
Laju reaksi (M/detik)
10
0,3
20
0,6
30
1,2
40
2,4
T
Vt
Dari data diperoleh hubungan bahwa setiap kenaikan suhu 10 C, maka laju mengalami kenaikan 2 kali semula, maka secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut: V t V 0 . 2
t t0 10
Dimana (Vt) merupakan laju reaksi pada suhu akhir (t) sedangkan Vo menyatakan laju reaksi pada suhu awal (t0). (d) Katalis Katalis adalah suatu zat yang mempercepat laju reaksi kimia pada suhu tertentu, tanpa mengalami perubahan atau terpakai oleh reaksi itu sendiri. Katalisator adalah zat yang ditambahkan ke dalam suatu reaksi yang mempunyai tujuan memperbesar kecepatan reaksi. Katalis terkadang ikut terlibat dalam reaksi tetapi tidak mengalami perubahan kimiawi yang permanen, dengan kata lain pada akhir reaksi katalis akan dijumpai kembali dalam bentuk dan jumlah yang sama seperti sebelum reaksi. Fungsi katalis adalah memperbesar kecepatan reaksinya (mempercepat reaksi) dengan jalan memperkecil energi pengaktifan suatu reaksi dan dibentuknya tahap-tahap reaksi yang baru. Dengan menurunnya energi pengaktifan maka pada suhu yang sama reaksi dapat berlangsung lebih cepat. Suatu katalis berperan dalam reaksi tapi bukan sebagai pereaksi ataupun produk. Katalis memungkinkan reaksi berlangsung lebih cepat atau memungkinkan reaksi pada suhu lebih rendah akibat perubahan yang dipicunya terhadap pereaksi. Katalis menyediakan suatu jalur pilihan dengan energi aktivasi yang lebih rendah. Katalis mengurangi energi yang dibutuhkan untuk berlangsungnya reaksi. 2.2.2 Orde Reaksi Pangkat perubahan konsentrasi terhadap perubahan laju disebut orde reaksi. Ada tiga orde reaksi yaitu reaksi berorde 0, dimana tidak terjadi perubahan laju reaksi berapapun perubahan konsentrasi pereaksi. Reaksi berorde 1, dimana
perubahan konsentrasi pereaksi 2 kali menyebabkan laju reaksi lebih cepat 2 kali. Serta reaksi berorde 2, dimana laju perubahan konsentrasi pereaksi 2 kali menyebabkan laju reaksi lebih cepat 4 kali. Grafik hubungan perubahan konsentrasi terhadap laju reaksi dapat dilihat pada Gambar berikut: Laju reaksi
Konsentrasi Gambar 1. Reaksi Orde 0 Laju reaksi
Konsentrasi Gambar 2. Reaksi Orde 1
Laju reaksi
Konsentrasi Gambar 3. Reaksi Orde 2
Secara umum persamaan reaksinya: A + B C dapat dirumuskan dengan persamaan laju reaksi sebagai berikut: V = k [A]m [B]n. Dengan (k) merupakan tetapan laju reaksi, (m) orde reaksi untuk A, (n) orde reaksi untuk B. Sehingga Orde reaksi total sama dengan m + n. 2.2.3 Teori Tumbukan Tumbukan yang menghasilkan zat baru adalah tumbukan efektif. Tumbukan efektif dapat dicapai apabila terpenuhi hal-hal sebagai berikut: (a) Molekul-molekul memiliki energi yang cukup agar dapat mulai bereaksi dengan memutuskan ikatan kimia lawan, dan molekul itu sendiri ikatan kimianya akan putus karena tumbukan dari molekul lain lawan. Energi yang diperlukan ini dinamakan energi aktivasi (Ea), yaitu sejumlah energi minimum yang diperlukan oleh suatu zat untuk memulai reaksi. (b) Posisi tumbukan harus tepat mengenai sasaran, sehingga ikatan kimia lawan dan molekul itu sendiri dapat putus. Jadi putusnya ikatan kimia memerlukan 2 hal penting, yaitu tumbukan dengan Ea dan posisi yang tepat. Walaupun energi cukup, namun jika posisinya tidak tepat, tidak semua energi mengenai ikatan, sehingga terjadi pemborosan energi. Sebaliknya walaupun posisinya tepat mengenai sasaran, namun jika energi molekul belum mencapai Ea, tumbukannya akan pelan, sehingga gaya tarik pada ikatan kimia tidak dapat diputus. Tidaklah setiap tumbukan menghasilkan reaksi, melainkan hanya tumbukan antar partikel yang memiliki energi cukup serta arah tumbukan yang
tepat. Jadi laju reaksi akan bergantung pada tiga hal berikut: (a) frekuensi tumbukan, (b) frekuensi tumbukan yang melibatkan partikel dengan energi cukup, (c) frekuensi partikel dengan energi cukup yang bertumbukan dengan arah yang tepat. 2.3 Kajian Penelitian yang Relevan Untuk mendukung penelitian ini, berikut dikemukakan hasil penelitian terdahulu yang berhubungan dengan penenlitian ini. Menurut Muhammad Nazar (2009 : 1) mengemukakan bahwa dari hasil penelitian diperoleh persentase siswa yang mengalami miskonsepsi pada setiap konsep. Salah satunya miskonsepsi yang dialami siswa untuk konsep pengaruh luas permukaan terhadap laju reaksi adalah sebesar 13,16%. siswa mengira bahwa bahan yang berbentuk serbuk memiliki luas permukaan lebih kecil sehingga reaksi lebih cepat berlangsung. Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa siswa sering salah dalam memahami pengaruh katalis dan suhu terhadap laju reaksi terutama mereka sering tertukar dalam memahami antara energi kinetik reaktan dan energi aktivasi reaktan. Data di atas senada dengan temuan Sinaga (dalam Muhammad Nazar, 2009 : 3) dimana hampir setengah dari jumlah siswa mengalami miskonsepsi pada konsep pengaruh katalis terhadap laju reaksi. Dalam hal pengaruh penambahan katalis terhadap laju reaksi, sebagian besar siswa memahami bahwa penambahan katalis dapat menaikkan energi aktivasi reaktan sehingga reaksi lebih cepat berlangsung.
Pada penelitian ini, peneliti menemukan bahwa kemampuan rat-rata siswa dalam menyelesaikan soal hitungan pokok bahasan laju reaksi sangat rendah yaitu sebanyak 32,12%. Berdasarkan data-data pendukung diatas maka peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa sebagian besar siswa kurang memahami konsep laju reaksi dengan baik dan benar, sehingga pemahaman konsep dan aplikatifnya pun terdapat banyak kekeliruan dan kesalahpahaman. 2.4 Kerangka Berpikir Kimia merupakan cabang ilmu yang paling penting dan dianggap sebagai pelajaran yang sulit untuk siswa oleh guru kimia, peneliti, dan pendidik pada umumnya. Banyak konsep-konsep dari kimia itu sendiri yang sangat bertentangan dengan apa yang diperoleh oleh siswa tersebut. Contohnya, pada materi Laju Reaksi yaitu cabang kimia yang membahas tentang perubahan suatu pereaksi (reaktan) menjadi hasil reaksi (produk), yang dinyatakan dengan persamaan reaksi. Di dalam laju reaksi sebagian besar peserta didik sulit memahami bagaimana suatu reaksi dikatakan dapat berlangsung dengan cepat, dan kemudian mengetahui kondisi yang bagaimana suatu reaksi dapat dipercepat agar hasil yang dapat diperoleh sebanyak-banyaknya. Laju Reaksi banyak berisi tentang konsepkonsep yang bersifat abstrak sehingga sulit dipahami oleh siswa. Oleh karena itu dilakukan penelitian tentang kajian kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal hitungan pokok bahasan laju reaksi kimia untuk mengetahui bagaimanakah
kemampuan siswa SMA Negeri 1 Paguyaman dalam menyelesaikan soal hitungan pokok bahasan laju reaksi kimia.