BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Belajar dan Pembelajaran 2.1.1 Pengertian Belajar dan Pembelajaran Belajar adalah proses atau usaha yang dilakukan tiap individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku baik dalam bentuk pengetahuan, keterampilan maupun sikap dan nilai yang positif sebagai pengalaman untuk mendapatkan sejumlah kesan dari bahan yang telah dipelajari. Kegiatan belajar tersebut ada yang dilakukan di sekolah, di rumah, dan di tempat lain seperti di museum, di laboratorium, di hutan dan dimana saja. Menurut Daryanto (2010), pengertian belajar secara psikologis merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan – perubahan tersebut akan nyata pada seluruh aspek tingkah laku. Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Jadi belajar hanya dialami oleh siswa itu sendiri, dan siswa juga sebagai faktor penentu terjadi atau tidaknya proses belajar. Proses belajar itu dapat terjadi jika siswa mampu memperoleh sesuatu yang ada di lingkungan sekitarnya atau keadaan alam Berdasarkan pendapat yang telah diuraikan di atas maka dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu kegiatan yang berproses untuk membangun suatu gagasan atau pengetahuan serta mendapatkan perubahan dalam dirinya melalui pengalaman belajarnya secara kognitif, afektif, maupun psikomotorik sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2002), prinsip-prinsip belajar yaitu:
7
8
1) Perhatian dan Motivasi Perhatian mempunyai peranan yang sangat penting dalam kegiatan belajar. Dari kajian teori belajar pengolahan informasi terungkap bahwa, tanpa adanya perhatian tak mungkin terjadi belajar. Perhatian terhadap pelajaran akan timbul pada siswa apabila bahan pelajaran sesuai dengan kebutuhannya. Apabila bahan pelajaran itu dirasakan sebagai sesuatu yang dibutuhkan, atau diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, maka akan membangkitkan motivasi siswa untuk mempelajarinya. Apabila perhatian alami ini tidak ada maka siswa perlu dibangkitkan perhatiannya. Motivasi dipandang sebagai dorongan mental yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku manusia, termasuk perilaku belajar. Dalam motivasi terkandung adanya keinginan yang mengaktifkan, menggerakkan, meyalurkan dan mengarahkan sikap dan perilaku individu belajar. Ada tiga komponen utama dalam motivasi yaitu kebutuhan, dorongan dan tujuan. Kebutuhan bila individu merasa ada kesetimbangan antara apa yang ia miliki dan yang ia harapkan. Dorongan merupakan kekuatan mental yang berorientasi pada pemenuhan harapan atau pencapaiana tujuan. Dorongan yang berorientasi pada tujuan tersebut merupakan inti motivasi. Sedangkan tujuan adalah hal yang ingin dicapai oleh seorang individu. Tujuan tersebut mengarahkan pada perilaku dalam hal ini perilaku belajar (Dimyati dan Mudjiono, 2009). Menurut Slameto (2003) selain adanya motivasi dalam menunjang pembelajaran maka penting dalam minat belajar. adapun indikator minat belajar Mempunyai kecendrungan yang teteap untuk memperhatikan dan mengenang sesuatu yang dipelajari secara terus menerus.
9
1. Ada rasa suka dan senang pada sesuatu yang diminati. 2. Memperoleh suatu kebanggan dan kepuasan pada sesuatu yang diminati. 3. Lebih menyukai suatu hal yang mejadi minatnya daripada yang lainnya. 4. Dimanifestasikan melalui partisipasi pada aktivitas dan kegiatan 2) Keaktifan Menurut teori kognitif, belajar menunjukkan adanya jiwa yang sedang aktif, jiwa mengolah informasi yang diterima, tidak sekedar menyimpannya saja tanpa mengadakan transformasi. Menurut teori ini anak memiliki sifat aktif, konstruktif, dan mampu merencanakan sesuatu. Anak mampu untuk mencari, menemukan, dan menggunakan pengetahuan yang telah diperolehnya. Dalam proses belajarmengajar anak mampu mengidentifikasi, merumuskan masalah, mencari dan menemukan fakta, menganalisis, menafsirkan, serta menarik kesimpulan. Aktivitas belajar merupakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh siswa yang berhubungan dengan materi pembelajaran. Tidak ada belajar jika tidak tidak ada aktivitas. Tanpa aktivitas, proses proses belajar tidak mungkin berlangsung dengan baik. Mengaktifkan siswa pada dasarnya adalah cara atau usaha untuk mengoptimalkan kegiatan belajar siswa dalam proses pembelajaran (Sudjana, 2010). Indikator keaktifan dapat dilihat dalam hal berikut: 1. Turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya 2. Terlibat dalam pemecahan masalah 3. Bertanya kepada siswa lain atau kepada guru apabila tidak memahami persoalan yang dihadapinya.
10
4. Berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah. 5. Melaksanakan diskusi kelompok 6. Menilai kemampuan dirinya dan hasil yang diperolehnya 7. Melatih diri dalam memecahkan soal atau masalah 8. Kesempatan menggunakan atau menerapkan apa yang telah diperolehnya dalam menyelesaikan tugas atau persoalan yang dihadapinya. Jadi, keaktifan adalah aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar yang tidak hanya melibatkan kemampuan fisik tetapi juga non fisik. 3) Keterlibatan Langsung/Berpengalaman Keterlibatan siswa di dalam belajar jangan diartikan keterlibatan fisik semata, namun lebih dari itu terutama adalah keterlibatan mental emosional, keterlibatan dengan kegiatan kognitif dalam pencapaian dan perolehan pengetahuan, dalam penghayatan dan internalisasi nilai-nilai dalam pembentukkan sikap dan nilai, serta pada saat mengadakan latihan-latihan dalam pembentukkan keterampilan. 4) Pengulangan Prinsip belajar yang menekankan perlunya pengulangan yang paling tua adalah yang dikemukakan oleh teori psikologi daya. Menurut teori ini, belajar adalah melatih daya-daya yang ada pada manusia yang terdiri atas daya mengamat, menanggap, mengingat, mengkhayal, merasakan, berpikir, dan sebagainya. Dengan mengadakan pengulangan maka daya-daya tersebut akan berkembang. Seperti halnya pisau yang selalu diasah akan menjadi tajam, maka
11
daya-daya yang dilatih dengan mengadakan pengulangan-pengulangan akan menjadi sempurna. 5) Tantangan Bahan belajar baru, banyak mengandung masalah yang perlu dipecahkan. Hal ini akan membuat siswa tertantang untuk mempelajarinya. Pelajaran semacam ini memberi kesempatan pada siswa untuk menemukan konsep-konsep, prinsipprinsip, dan generalisasi tersebut. Bahan belajar yang diolah secara tuntas oleh guru, lalu siswa tinggal menelan saja mengakibatkan rasa kurang menarik bagi siswa. 6) Balikan dan Penguatan Prinsip belajar yang berkaitan dengan balikan dan penguatan terutama ditekankan oleh teori belajar operant conditioning dari B.F. Skinner. Kunci dari teori belajar ini adalah law of effect-nya Thorndike. Siswa akan lebih bersemangat apabila mengetahui dan mendapatkan hasil yang baik. Hasil yang baik akan menjadi balikan yang menyenangkan dan berpengaruh baik bagi usaha belajar selanjutnya. Namun dorongan belajar itu menurut B.F. Skiner tidak saja melalui penguatan yang menyenangkan tetapi juga yang tidak menyenangkan, atau dengan kata lain penguatan positif maupun negatif dapat memperkuat belajar. 7) Perbedaan Individual Perbedaan individual ini berpengaruh pada cara dan hasil belajar siswa. Karenanya, perbedaan individu perlu diperhatikan oleh guru dalam upaya pembelajaran. Sistem pendidikan klasikal yang dilakukan di sekolah kurang memperhatikan
masalah
perbedaan
individual,
umumnya
pelaksanaan
12
pembelajaran di kelas melihat siswa sebagai individu dengan kemampuan ratarata, kebiasaan yang kurang lebih sama, demikian pula dengan pengetahuannya. Pembelajaran merupakan proses interaksi siswa dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Tujuan pembelajaran agar menghasilkan perubahan perilaku atau kompetensi pada siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran. Pembelajaran mengandung makna adanya kegiatan mengajar dan belajar, di mana pihak yang mengajar adalah guru dan yang belajar adalah siswa yang berorientasi pada kegiatan mengajarkan materi yang berorientasi pada pengembangan pengetahuan, sikap, dan keterampilan siswa sebagai sasaran pembelajaran. Dalam proses pembelajaran akan terkait berbagai komponen lainnya, seperti media, kurikulum, dan fasilitas pembelajaran. Proses aktivitas pembelajaran harus melibatkan seluruh aspek psikologis siswa, baik jasmani maupun rohani, sehingga akselerasi perubahan perilakunya dapat terjadi secara cepat, tepat, mudah dan benar, baik berkaitan dengan aspek kognitif, afektif maupun psikomotor (Hanafiah dan Suhana, 2009). Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak dapat di pisahkan satu sama lain. Belajar menunjukkan apa yang dilakukan seseorang sebagai subjek yang menerima pelajaran (siswa), sedangkan mengajar menunjukkan pada apa yang harus dilakukan guru sebagai pengajar.
13
2.2
Teori-Teori Belajar
1. Teori Belajar Kontruktivistik Menurut teori kontruktivistik ini, satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan dalam proses ini, dengan memberi kesempatan siswa untuk menemukan atau menerapkan ide – ide mereka sendiri dan mengajar siswa menjadi sadar atau secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi siswa anak tangga yang membawa siswa kepemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri yang harus memanjat anak tangga tersebut (Trianto, 2009) Menurut Warsita (2008) Implementasi teori konstruktivisme dalam kegiatan pembelajaran, dimana belajar merupakan proses pemaknaan informasi baru, oleh karena itu siswa perlu: a) didorong munculnya diskusi pengetahuan yang dipelajari; b) berpikir divergent bukan hanya satu jawaban benar; c) berbagai jenis luapan berpikir atau aktivitas belajar; dan d) gunakan informasi pada situasi baru. Berdasarkan pandangan kontruktivisme dalam proses pembelajaran IPA seyogyanya disediakan serangkaian pengalaman berupa kegiatan nyata yang rasional atau dapat dimengerti siswa dan memungkinkan terjadinya interaksi sosial. Dengan kata lain saat proses belajar berlangsung siswa harus terlibat secara langsung dengan kegiatan nyata. 2. Teori Belajar Kognitif Teori perkembangan Piaget mewakili konstruktivisme, yang memandang perkembangan kognitif sebagai suatu proses dimana anak secara aktif
14
membangun sistem makna dan pemahaman realitas melalui pengalaman – pengalaman dan interaksi – interaksi mereka. Tahap Sensorimotor
Praoperasional
Operasi konkret
Operasi formal
Tabel 2.1 Tahap-tahap perkembangan kognitif Piaget Perkiraan usia Kemampuan-kemampuan Utama Lahir sampai 2 tahun Terbentuknya konsep “kepermanenan objek” dan kemajuan gradual dari perilaku reflektif ke perilaku yang mengarah kepada tujuan. 2 sampai 7 tahun Perkembagan kemampuan menggunakan simbolsimbol untuk menyatakan objek-objek dunia. Pemikiran masih egosentris dan sentrasi. 7 sampai 11 tahun Perbaikan dalam kemampuan untuk berpikir secara logis. Kemampuan-kemampuan baru termasuk penggunaan operasi-operasi yang dapat balik. Pemikiran tidak lagi sntrasi tetapi desentrasi dan pemecahan masalah tidak begitu dibatasi oleh keegosentrisan. 11 tahun sampai dewasa Pemikiran abstrak dan murni simbolis mungkin dilakukan. Masalah-masalah dapat dipecahkan melalui penggunaan eksperimentasi sistematis.
(Trianto, 2009).
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah saat guru memperkenalkan informasi yang melibatkan siswa menggunakan konsep-konsep, memberikan waktu yang cukup untuk menemukan ide-ide dengan menggunakan pola-pola berpikir formal (Trianto, 2009). Guru dituntut dapat mengembangkan dengan kecakapan kognitif siswa dalam memecahkan masalah dengan pengetahuan yang dimilikinya dan keyakinan. Adapun indikator aspek kognitif menurut Hanfiah dan Suhana (2009) mencakup: 1. Ingatan atau pengetahuan (knowledge) 2. Pemahaman (comprehension) 3. Penerapan (application) 4. Analisis (analysis) 5. Sintesis (synthesis) 6. Penilaian (evaluation)
15
2.3 Proses dan Hasil Belajar 2.3.1 Pengertian Proses dan Hasil Belajar Proses belajar terjadi melalui banyak cara baik disengaja maupun tidak disengaja sepanjang waktu dan menuju pada suatu perubahan pada diri pembelajar. Perubahan yang dimaksud adalah perubahan perilaku tetap berupa pengetahuan, pemahaman, kebiasaan dan keterampilan yang baru diperoleh individu sedangkan pengalaman merupakan interaksi antara individu dengan lingkungan sebagai sumber belajarnya (Trianto, 2009). Menurut Rustaman (2001), proses pembelajaran adalah proses yang mana di dalamnya terjadi kegiatan interaksi antara guru-siswa dan komunikasi timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan belajar. Dalam proses pembelajaran, guru dan siswa merupakan dua komponen yang tidak dapat dipisahkan. Antara dua komponen tersebut harus terjalin interaksi yang saling menunjang agar hasil belajar siswa dapat tercapai secara optimal. Dalam proses pembelajaran meliputi kegiatan dari membuka sampai menutup pembelajaran. Dalam kegiatan pembelajaran meliputi: (1) kegiatan awal, yaitu melakukan apersepsi, menyampaikan tujuan pembelajaran dan bila dianggap perlu memberikan pretest, (2) kegiatan inti, yaitu kegiatan utama yang dilakukan oleh guru dalam memberikan pengalaman belajar, melalui berbagai strategi dan metode yang dianggap sesuai dengan tujuan dan materi yang akan disampaikan, (3) kegiatan akhir, yaitu menyimpulkan kegiatan pembelajaran dan pemberian tugas. Setelah itu barulah bisa didapatkan hasil belajar. Hasil
belajar
merupakan
tujuan
akhir
dilaksanakannya
kegiatan
pembelajaran di sekolah. Hasil belajar dapat ditingkatkan melalui usaha sadar
16
yang dilakukan secara sistematis mengarah kepada perubahan yang positif yang kemudian disebut dengan proses belajar. Akhir dari proses belajar adalah perolehan suatu hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa di kelas terkumpul dalam himpunan hasil belajar kelas. Semua hasil belajar tersebut merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar di akhiri dengan proses evaluasi hasil belajar, sedangkan dari sisi siswa hasil belajar merupakan puncak proses belajar (Dimyati dan Mudjiono, 2013). Menurut Sudjana (2010), hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar. Untuk mengetahui hasil belajar seseorang dapat dilakukan dengan melakukan tes dan pengukuran. Tes dan pengukuran memerlukan alat sebagai pengumpul data yang disebut dengan instrumen penilaian hasil belajar. Penilaian atau evaluasi bertujuan untuk mengukur hasil belajar yang diharapkan dari siswa setelah melakukan kegiatan tertentu. Penilaian hasil belajar tidak saja merupakan sesuatu yang sifatnya kualitas yang harus dimiliki siswa dalam jangka waktu tertentu tapi dapat juga berupa proses atau cara yang harus dikuasai siswa sepanjang kegiatan pembelajaran. Hasil belajar akan memperlihatkan terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang dapat diamati dan diukur melalui perubahan sikap dan keterampilan. Perubahan tersebut dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya. Maka hasil belajar dapat dilihat dari aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa haruslah diperhatikan, agar siswa yang belajar berhasil sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Menurut
17
Daryanto (2010), faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa banyak jenisnya, tetapi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu: a. Faktor internal Faktor internal yaitu faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar, faktor internal terdiri dari: faktor jasmaniah (kesehatan dan cacat tubuh), faktor psikologis (inteligensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan kesiapan), dan faktor kelelahan. b. Faktor eksternal Faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar individu. Faktor eksternal terdiri dari: (1) faktor keluarga (cara orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan); (2) faktor sekolah (metode mengajar guru, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar belajar diatas ukuran, keadaan gedung, metode belajar dan tugas rumah); (3) faktor masyarakat (kegiatan siswa dalam masyarakat, media massa, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat). Berdasarkan uraian di atas, pengertian hasil belajar dapat disimpulkan sebagai perubahan perilaku secara positif serta kemampuan yang dimiliki siswa dari suatu interaksi tindak belajar dan mengajar yang berupa hasil belajar intelektual, strategi kognitif, sikap dan nilai, inovasi verbal, serta hasil belajar motorik. Perubahan tersebut dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya.
18
2.3.2 Hubungan Proses dan Hasil Belajar Proses belajar adalah tahapan perubahan perilaku kognitif afektif dan psikomotorik yang terjadi dalam diri seseorang. Perubahan tersebut dinilai positif jika berorientasi kearah yang maju dari pada keadaan sebelumnya. Proses pembelajaran adalah proses yang mana di dalamnya terjadi kegiatan interaksi antara guru-siswa dan komunikasi timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan belajar. Hasil
belajar
merupakan
tujuan
akhir
dilaksanakannya
kegiatan
pembelajaran di sekolah. Hasil belajar dapat ditingkatkan melalui usaha sadar yang dilakukan secara sistematis mengarah kepada perubahan yang positif yang kemudian disebut dengan proses belajar. Akhir dari proses belajar adalah perolehan suatu hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa di kelas terkumpul dalam himpunan hasil belajar kelas. Semua hasil belajar tersebut merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar di akhiri dengan proses evaluasi hasil belajar, sedangkan dari sisi siswa, hasil belajar merupakan puncak proses belajar (Dimyati dan Mudjiono, 2013). Seorang yang belajar belum dapat dikatakan berhasil sebelum diadakan penilaian. Dengan penilaian hasil belajar, dapat diketahui sejauh mana keberhasilan atau kemampuan siswa dalam memahami dan menguasai konsep serta prinsip dari bahan ajar yang diberikan serta untuk melihat ketuntasan belajar siswa.
19
2.4
Karakteristik IPA terhadap pembelajaran Dalam pembelajrab IPA peserta didik diarahkan untuk membandingkan
hasil prediksi peserta didik dengan teori melalui eksperimen dengan menggunakan metode ilmiah. Pendidikan IPA disekolah diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitarnya, serta prospek pengembangan lebih lanjut menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari yang didasarkan pada metode ilmiah. Pembelajran IPA menekankan pada pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar didik mampu memahami alam sekitar melalui proses mencari tahu dan berbuat yang disebut dengan proses penyelidikan (enquiry skills) yang meliputi mengamati, mengukur, menggolongkan, mengajukan pertanyaan, menyusun hipotesis,
merencanakan
eksperimen
untuk
menjawab
pertanyaan,
mengklasifikasikan, mengolah dan menganalisis data, menerapkan ide
pada
situasi baru, menggunakan peralatan sederhana serta mengkomunikasikan informasi dalam berbagai cara yaitu dengan gambar, lisan, tulisan dan sebagainya. Proses pembelajaran IPA menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri daqn berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Secara umum IPA di SMP/MTs
meliputi bidang kajian energi dan
perubahannya, bumi antariksa, mahluk hidup dan proses kehidupan serta materi dan sifatnya yang sebenarnya sangat berperan dalam membantu peserta didik untuk memahami fenonema alam. IPA merupakan pengetahuan ilmiah yaitu
20
pengetahuan yang telah mengalami uji kebenaran melalui metode ilmiah dengan ciri; objektif, metodik, sistematis, dan universal. Hakikatnya IPA meliputi empat unsur utama yaitu sikap, proses, produk dan aplikasi. Dalam proses pembelajaran IPA keempat unsur diharapkan dapat muncul, sehingga peserta didik dapat mengalamai proses pembelajaran secara utuh, memahami fenomena alam melalui kegiatan pemecahan masalah, metode ilmiah dan meniru cara ilmuan bekerja dalam menemukan fakta baru. Melalui pembelajaran IPA terpadu, diharapkan siswa dapat membangun pengetahuannya melalui cara kerja ilmiah, bekerjasama dalam kelompok, belajar berinteraksi dan berkomunikasi serta bersikap ilmiah.
2.5 Model Group Investigation (GI) 2.5.1 Pengertian Model Cooperative Learning tipe Group Investigation Menurut Aunurrahman (2009), model pembelajaran dapat diartikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu. Model juga berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para guru untuk merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran. Selain itu, model pembelajaran juga dapat dimaknai sebagai perangkat rencana atau pola yang dapat dipergunakan untuk merancang bahan-bahan pembelajaran serta membimbing aktivitas pembelajaran dikelas atau di tempattempat lain yang melaksanakan aktivitas-aktivitas pembelajaran. Untuk memilih model yang tepat, maka perlu diperhatikan relevansinya dengan pencapaian tujuan pengajaran.
21
Cooperative learning atau pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivisme. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran (Isjoni, 2010). Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan cara belajar siswa menuju belajar lebih baik, sikap tolongmenolong dalam beberapa perilaku sosial. Model pembelajaran kooperatif mengutamakan kerja sama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Ciri-ciri model pembelajaran kooperatif sebagai berikut: 1. Siswa dalam kelompok secara kooperatif menyelesaikan materi belajar sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai. 2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan yang berbeda-beda, baik tingkat kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan gender. 3. Penghargaan lebih menekankan pada kelompok daripada masing-masing individu.
22
Adapun indikator Peran guru dalam pelaksanaan cooperative learning adalah sebagai berikut : 1. Fasilitator, 2. mediator 3. director-motivator 4. dan evaluator. Sebagai fasilitator guru harus memiliki sikap-sikap sebagai berikut : 1) mampu menciptakan suasana kelas yang nyaman dan menyenangkan, 2) membantu dan mendorong siswa untuk mengungkapkan dan menjelaskan keinginan dan pembicaraannya baik secara individual maupun kelompok, 3) membantu kegiatan-kegiatan dan menyediakan umber atau peralatan serta membantu kelancaran belajar mereka, 4) membina siswa agar setiap orang merupakan sumber yang bermanfaat bagi yang lainnya, dan 5)menjelaskan tujuan kegiatan pada kelompok dan mengatur penyebaran dalam bertukar pendapat. Sebagai mediator, guru berperan sebagai penghubung dalam menjembatani mengaitkan materi pembelajaran yang sedang dibahas melalui cooperative learning. Disamping itu, guru juga berperan dalam menyediakan sarana pembelajaran agar suasana belajar tidak monoton dan membosankan. Sebagai director-motivator, guru juga berperan dalam membimbing serta mengarahkan jalannya diskusi, membantu kelancaran diskusi tapi tidak memberikan jawaban. Sebagai evaluator, guru berperan dalam menilai kegiatan belajar mengajar yang sedang berlangsung. Penilaian ini tidak hanya pada hasil, tapi mlebih ditekankan pada proses pembelajaran (Isjoni, 2014)
23
Dalam pembelajaran kooperatif tidak hanya mempelajari materi saja, tetapi siswa
juga
harus
mempelajari
keterampilan-keterampilan
kooperatif.
Keterampilan kooperatif ini berfungsi untuk melancarkan hubungan kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat dibangun dengan membangun tugas anggota kelompok selama kegiatan.adapun indikator keterampilan kooperatif
menurut
Lungdren (1994) adalah sebagai berikut : 1. Menggunakan kesepakatan 2. Menghargai kontribusi 3. Berada dalam tugas 4. Mengungkapkan ketidaksetujuan dengan cara yang dapat diterima 5. Bertanya 6. Membuat ringkasan Tujuan yang paling penting dari pembelajaran kooperatif adalah untuk memberikan para siswa pengetahuan, konsep, kemampuan, dan pemahaman yang mereka butuhkan supaya bisa menjadi anggota masyarakat yang bahagia dan memberikan kontribusi (Slavin, 2008). Group Investigation merupakan
salah satu bentuk model pembelajaran
kooperatif yang menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia, misalnya dari buku pelajaran atau siswa dapat mencari melalui internet. Siswa dilibatkan sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Tipe ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok. Model Group
24
Investigation dapat melatih siswa untuk menumbuhkan kemampuan berfikir mandiri. Keterlibatan siswa secara aktif dapat terlihat mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran. Model GI adalah salah satu tipe dari model cooperative learning. Model ini berbasis pada penemuan (discovery/inquiry) melalui proses ilmiah dan kerjasama siswa. Model GI banyak diterapkan dalam pembelajaran IPA untuk meningkatkan keterampilan proses, berpikir kritis dan membentuk sikap kerjasama dan saling menghargai (Asyhar, 2014). Menurut Depdiknas (2005) pada pembelajaran ini guru seyogyanya mengarahkan, membantu para siswa menemukan informasi, dan berperan sebagai salah satu sumber belajar, yang mampu menciptakan lingkungan sosial yang dicirikan oleh lingkungan demokrasi dan proses ilmiah.
2.5.2 Langkah-Langkah Model Cooperative Learning tipe Group Investigation Tabel berikut menunjukkan langkah model Group Investigation yang memiliki enam langkah pembelajaran, yaitu: Fase Fase I
Fase II
Fase III
Fase IV
Tabel 2.2 Langkah Model Pembelajaran Group Investigation Langkah Kegiatan Identifikasi Setelah dikelompokkan, siswa mengidentfikasi masalah dengan masalah mengajukan berbagai pertanyaan yang relavan dengan materi. Disini guru harus mampu memotivasi dan merangsang siswa untuk mengajukan berbagai pertanyaan. Dari pertanyaan yang diajukan, masing-masing kelompok memilih salah satu tema disukai. Perencanaan Tiap kelompok diberi kesempatan untuk menyiapkan rencana Investigasi investigasi, dan membagi tugas anggota misalnya menyiapkan alat dan bahan, menetapkan target capaian dan waktu kegiatan, dan lain-lain. Pelaksanaan Setiap kelompok melakukan eksperimen/kegiatan investigasi Investigasi untuk mengumpulkan data dan informasi. Selama melakukan kegiatan eksperimen atau investigasi, siswa melakukan pengamatan dan menatanya. Analisis Data Setiap kelompok siswa menganalisis dan mendiskusikan data dan informasi yang telah dikumpulkan. Kemudian data tersebut ditafsirkan berdasarkan pada kecendrungan data. Setiap anggota
25
kelompok harus terlibat dalam diskusi. Guru berperan sebagai faslitator , mengamati dan membuat catatan. Dari hasil diskusi dibuat kesimpulan untuk dipresentasikan dalam diskusi kelas. Fase V Presentasi Hasil Kemudian, masing-masung kelompok diberikan kesempatanuntuk menyajikan hasil investigasi. Selama presentasi guru mencatat aktivitas siswa. Fase VI Evaluasi dan Guru melakukan evaluasi dan membahas hasil kerja siswa, dan pemberian memberikan penghargaan kepada kelompok yang berhasil. Lalu penghargaan menutup pelajaran. Enam langkah pembelajaran model Group Investigation menurut Asyhar, (2014)
2.5.3 Kelebihan dan Kelemahan Model Cooperative Learning tipe Group Investigation. Menurut Setiawan (2006) terdapat beberapa kelebihan dari pembelajaran GI, yaitu sebagai berikut: 1. Secara pribadi a. Dalam proses belajarnya dapat bekerja secara bebas b. Memberi semangat untuk berinisiatif, kreatif, dan aktif c. Rasa percaya diri dapat lebih meningkat d. Dapat belajar untuk memecahkan atau menangani suatu masalah 2. Secara sosial/kelompok a. Meningkatkan belajar bekerja sama b. Belajar berkomunikasi baik dengan teman sendiri maupun guru c. Belajar berkomunikasi yang baik secara sistematis d. Belajar menghargai pendapat orang lain e. Meningkatkan partisipasi dalam membuat suatu keputusan Sedangkan untuk kekurangan dari penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation: 1. Sedikitnya materi yang tersampaikan pada satu kali pertemuan 2. Sulitnya memberikan penilaian secara personal
26
3. Tidak semua topik cocok dengan model pembelajaran group investigation (GI). Model pembelajaran GI cocok diterapkan pada suatu topik yang menuntut siswa untuk memahami suatu bahasan dari pengalaman yang dialami sendiri.
2.6 Zat Aditif 2.6.1 Definisi Zat Aditif Menurut Permenkes (2012), zat aditif atau Bahan Tambahan Pangan (BTP) didefinisikan sebagai bahan yang ditambahkan pada suatu produk pangan dengan tujuan tertentu. 2.6.2 Fungsi Zat Aditif Penambahan zat aditif ke dalam suatu bahan pangan (makanan atau minuman) adalah memiliki beberapa tujuan. Menurut Permenkes Nomor 033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan (BTP), zat aditif pangan terdiri atas 22 golongan berdasarkan fungsinya. Pada Buku ini hanya akan dibahas 5 (lima) golongan zat aditif, yaitu sebagai pengawet, pemanis, pewarna, penyedap dan antioksidan. (1) Sebagai zat pengawet Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan (BTP), zat pengawet adalah bahan tambahan pangan
yang dapat mencegah atau menghambat fermentasi,
pengasaman atau penguraian dan perusakan lainnya terhadap pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Makanan mengandung zat-zat gizi seperti protein, karbohidrat, lemak, vitamin, mineral dan air. Makanan yang tidak disterilkan akan mengandung bakteri atau terkontaminasi oleh jamur. Bakteri dalam makanan masih
27
diperbolehkan dalam jumlah tertentu dan bukan merupakan bakteri patogen. Bakteri patogen adalah bakteri yang dapat menimbulkan penyakit, seperti sakit perut, muntah-muntah atau diare. Zat gizi dalam makanan akan dimakan oleh mikroorganisme sehingga jika disimpan terlalu lama pada makanan akan dimakan oleh mikroorganisme sehingga jika disimpan terlalu lama pada makanan akan menimbulkan perubahan rasa dan bentuk, seperti basi, berlendir, keluar gas dan tumbuh jamur atau belatung. Makanan seperti ini tidak aman untuk disantap. Untuk menghambat pertumbuhan bakteri/ jamur dan menjaga zat gizi dalam makanan maka perlu ditambahkan zat pengawet. (2) Sebagai zat antioksidan Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan (BTP),antioksidan adalah bahan tambahan makanan yang dapat mencegah atau menghambat oksidasi. Jika Anda menyimpan makanan yang terbuat dari kacang tanah dalam keadaan terbuka maka lama-kelamaan kacang tersebut akan terasa tengik. Tahukah Anda mengapa hal itu bisa terjadi? Dalam makanan yang mengandung minyak atau lemak, adanya oksigen akan menyebabkan terjadinya reaksi oksidasi antara minyak/ lemak dan molekul-molekul oksigen. Reaksi oksidasi itulah yan membuat kacang menjadi tengik. Tabel 2.3 komponen dan sumber zat antioksidan Komponen Sumber Vitamin C Buah-buahan dan sayuran Vitamin E Padi-padian, kacang-kacangan dan minyak. Oenin Anggur(wine) Cyanidin Buah anggur, raspberri, strawberri Delphinidin Kulit buah aubergine Quercertin Bawang, kulit buah apel, buah Kaempferol Berri, buah anggur, tea dan brokoli leek dan teh Sumber : Rice-evans et al. 1997
28
Antioksidan adalah bahan tambahan yang digunakan untuk melindungi komponen-komponen makanan yang bersifat tidak jenuh (mempunyai ikatan rangkap), terutama lemak dan minyak. Meskipun demikian antioksidan dapat pula digunakan untuk melindungi komponen lain seperti vitamin dan pigmen, yang juga banyak mengandung ikatan rangkap di dalam strukturnya. (3) Sebagai zat pewarna Secara teknis, bahan pewarna adalah zat pewarna (dye), pigmen atau senyawa yang dapat menampilkan warna tertentu jika ditambahkan atau digunakan dalam makanan, obat, kosmetik atau tubuh manusia. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan (BTP), pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan. Tomat dan cabai akan terlihat menarik jika berwarna merah, soto ayam akan menarik jika berwarna kuning. Sirup strwanberry juga akan terlihat lebih menyeg\arkan jika berwaran merah. Oleh karena itu untuk membuat makanan terlihat lebih menarik maka pada pembuatan saus tomat digunakan tomat yang berwarna merah, pada pembuatan sambal cabai digunakan cabai segar yang berwarna merah dan untuk soto ayam digunakan kunyit untuk memberikan warna kuning. Sayangnya, bahanbahan tersebut harganya mahal dan earnanya kurang cemerlang sehingga diperlukan penambahan zat pewarna. Zat pewarna yang diizinkan digunakan dalam makanan diklasifikasikan menjadi 2 (dua) macam, yaitu pewarna buatan (sintetik) dan pewarna alami. Bahan pewarna buatan adalah zat pewarna yang dibuat atau disintetis melalui suatu proses industri. Pewarna buatan perlu disertifikasi oleh pihak yang
29
berwenang sebelum dapat digunakan. Saat ini, berbagai jenis dan merek zat pewarna buatan telah beredar di pasaran dan digunakan secara luas dalam berbagai produk makanan. Pewarna buatan memiliki kelebihan yaitu zat warnanya lebih kuat dibandingkan pewarna alami. Sehingga, penggunaannya dipandang lebih efektif karena cukup digunakan dalam konsentrasi rendah. Bahan pewarna alami adalah zat pewarna yang tersedia secara alami di alam sekitar tanpa diproses melalui reaksi kimiawi apapun. Pewarna alami dapat ditemukan pada daun, buah, bunga dan bagian tanaman lainnya, serta hewan, yang dapat diisolasi melalui proses ekstraksi atau pemisahan. Warna merupakan salah satu sifat yang sangat penting pada makanan karena dapat menimbulkan minat dan menambah selera makan. Beberapa alasan penambahan bahan pewarna dalam makanan adalah: a) Mengurangi atau mencegah hilangnya warna makanan yang disebakan oleh adanya paparan sinar matahari, suhu yang ekstrem, kelembaban, dan kondisi penyimpanan. b) Memperbaiki perubahan warna bahan makanan yang terjadi secara alami. c) Memperkuat warna yang secara alami sudah ada. d) Memperkuat identitas makanan dengan warna. e) Melindungi flavor dan vitamin yang dapat dipengaruhi oleh sinar matahari selama penyimpanan. f) Memberikan penampilan makanan sesuai keinginan konsumen. Menurut Winarno (1997) ada lima faktor yang dapat menyebabkan suatu bahan berwarna yaitu :
30
a) Pigmen yang secara alami terdapat pada hewan maupun tanaman. b) Reaksi karamelisasi yang menghasilkan warna coklat. c) Reaksi Maillard yang dapat menghasilkan warna gelap. d) Reaksi oksidasi. e) Penambahan zat warna baik zat warna alami (pigmen) maupun sintetik. Dalam proses pengolahan pangan, perubahan yang paling umum terjadi adalah penggantian atom magnesium oleh atom hidrogen yang membentuk feofitin. Hal itu ditandai dengan perubahan warna dari hijau menjadi coklat olive yang suram. Mioglobin dan hemoglobin ialah zat warna merah pada daging yang tersusun oleh protein globin dan heme yang mempunyai inti berupa zat besi. Heme merupakan senyawa yang terdiri dari dua bagian, yaitu atom zat besi dan suatu cincin plana yang besar yaitu porfirin. Porfirin tersusun oleh empat cincin pirol yang dihubungkan satu dengan lainnya oleh jembtan meten. Heme juga disebut feroprotoporfirin. Baik hemoglobin maupun mioglobin memiliki manfaat serupa, yaitu berfungsi dalam transfor oksigen untuk keperluan metabolisme. Karotenoid merupakan kelompok pigmen berwarna kuning, oranye, dan merah oranye yang terlarut dalam lipida (minyak). Bahan tersebut berasal dari hewan maupun tanaman. Misalnya fukoxanthin yang terdapat pada lumut; lutein, violaxanthin, dan neoxanthin pada dedaunan; likopen pada tomat; kapsanthin pada cabe merah; biksin pada annatto; caroten pada wortel; dan astazanthin pada lobster. Anthosianin dan anthoxanthin tergolong pigmen yang disebut flavonoid. Pigmen tersebut pada umumnya larut dalam air. Anthosianin tersusun oleh sebuah
31
aglikon berupa anthosianidin yang teresterifikasi dengan molekul gula, bisa satu atau lebih. Gula yang sering ditemukan adalah glukosa, ramnosa, galaktosa, xilosa dan arabinosa. Anthosianin yang mengandung satu molekul gula disebut monosida, dua gula disebut diosida dan tiga gula disebut triosida. Sedikitnya ada enam jenis anthosianidin yang sering terdapat di alam dan penting manfaatnya untuk makanan, yaitu pelargonidin, sianidin, delfinidin, peonidin, petunidin dan malvinidin. Semua anthosianidin merupakan derivatif dari struktur dasar kation flavilium. Pada molekul flavilium terjadi subsitusi dengan molekul OH dan Ome untuk membentuk anthosianidin. Warna pigmen anthosianin merah, biru, dan violet. Pigmen tersebut biasanya terdapat pada bunga- buah-buahan dan sayursayuran. Warna pigmen dipengaruhi oleh konsentrasi pigmen, dan pH. Pada konsentrasi yang encer, anthosianin berwarna biru, sebaliknya pada konsentrasi pekat berwarna merah dan konsentrasi biasa berwarna ungu. Pada pH rendah, pigmen anthosianin berwarna merah dan pada pH tinggi berubah menjadi violet, lalu menjadi biru. Bahan pewarna buatan dapat dibuat di pabrik. Ragamnya lebih banyak dan dapat dibuat dalam jumlah yang besar. Bahan pewarna sintetik yang diizinkan penggunaannya dalam makanan adalah : a) Pewarna merah : amaranth, karmoisin, ponceau 4R, eritrosin, allaura red b) Pewarna hijau : hijau FCF, dan hijau S. c) Pewarna kuning : tartrazin, kuning FCF, kuning kuinolin. d) Pewarna cokelat : cokelat HT, dan cokelat FK.
32
Dalam kemasan makanan terkadang tidak dituliskan nama pewarnanya, tetapi hanya nomor pewarna (Color Index yang disingkat CI), seperti tartrazin dengan nomor CI 19140 dan karmoisin dengan nomor CI 14720. (4) Sebagai penyedap rasa Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan (BTP), penyedap rasa dan aroma, penguat rasa adalah bahan tambahan makanan yang dapat memberikan, menambahkan atau mempertegas rasa dan aroma. Banyak sekali orang yang gemar makan mie bakso, coba gambarkan kenapa mie bakso banyak disukai masyarakat? Rasa yang nikmat dari masakan akan membuat makanan lebih digemari. Rasa dari makanan terpadu dari rasa asin, manis, asam dan gurih. Rasa gurih biasanya diperoleh dari daging yang mengandung protein atau dari kacangkacangan yang mengandung lemak. Untuk meningkatkan rasa pada makanan maka ditambahkan zat penyedap rasa (flavor enhancher). Memang tidak bisa dipungkiri, kelezatan suatu hidangan dapat menambah gairah
untuk
mengkonsumsi.
Berbagai
cara
pun
dilakukan
untuk
menghasilkannya. Salah satu di antaranya dengan menambahkan sedikit bahan penyedap rasa instan. Namun perlu diperhatikan, bahan apa yang kita tambahkan? Dari semua zat penting dalam makanan, glutamate merupakan salah satu komponen utama yang memberikan rasa lezat pada makanan. Monosodium glutamate adalah zat penambah rasa pada makananyang dibuat dari hasil fermentasi zat tepung dan tetes dari gula beet atau gula tebu. Ketika MSG ditambahkan pada makanan, dia memberikan fungsi yang sama seperti Glutamate yaitu memberikan rasa sedap pada makanan.
33
MSG sendiri terdiri dari air, sodium dan glutamate. Kandungan sodium pada MSG tidak tinggi, hanya satu sampai tiga persen sodium. Sedangkan sodium pada garam dapur jumlahnya lebih banyak. Perbandingan jumlah sodium pada MSG dan garam dapur adalah (13% : 40%). Selain menggunakan bahan makanan yang bermutu baik dan masih segar, kita dapat menggunakan bahan-bahan lain seperti kecap, terasi, saos ikan, saos tomat dan keju untuk menimbulkan rasa gurih di dalam makanan. Namun demikian, bahan-bahan lain tersebut juga menimbulkan rasa lain selain rasa gurih, seperti rasa asin, rasa ikan, rasa tomat dan rasa keju. Sedangkan MSG hanya menimbulkan hanya rasa gurih. Karena bahan baku MSG terbuat dari bahan baku yang alami, yaitu dari tetes tebu, sudah barang tentu MSG sangat aman di konsumsi oleh manusia. Malahan banyak negara yang Sumberdaya Manusianya hebat, seperti Jepang, Cina, Korea, Taiwan dan lainnya, justru mereka mengkonsumsi MSG yang jumlahnya jauh lebih tinggi dari penduduk Indonesia. Pemerintah Amerika mengakui keamanan MSG dan memasukannya dalam daftar GRAS (Generally Recognized as Safe). Asam glutamat merupakan salah satu dari 20 asam amino yang terdapat pada protein dan MSG merupakan garam sodium atau natrium dari asam glutamate. MSG memberikan rasa gurih dan nikmat pada berbagai macam masakan. Penambahan MSG ini membuat masakan seperti daging, sayur, sup terasa lebih nikmat dan gurih. MSG dijual dalam bentuk murni, misalnya dengan merek dagang Sasa, Aji-no-moto, Miwon, Mi-Pung, Indo-moto, Inti-moto dan lain-lain. Dan dalam bentuk campuran dengan bahan-bahan lain seperti Masako, Royco, Lezzaa, Sajiku, Mama Suka.
34
Banyak produk makanan siap saji, makanan beku maupun makanan kaleng juga mengandung MSG. Selain lada dan garam, botol berlabel penyedap rasa yang mengandung MSG juga dapat dengan mudah ditemukan di rak bumbu dapur dan di atas meja restoran. MSG tidak hanya digunakan di dalam masakan Cina, tetapi juga di dalam masakan Indonesia dan masakan lainnya. Glutamat baik yang terkandung di dalam makanan maupun yang terkandung pada MSG berguna bagi tubuh sebagai sumber energi dan dapat merangsang sekresi lambung untuk proses pencernaan yang baik. Keluarga asam alfa ketoglutarat terdiri dari asam glutamat, proline, lysine dan arginine. Asam alfa Ketoglutarat melalui aminasi reduktif bisa menjadi asam glutamat atau melalui transaminasi menjadi Lysine. Selanjutnya asam glutamat melalui siklisasi spontan bisa menjadi Proline atau melalui asetilasi menjadi Arginine. Terbentuknya asam alfa Ketoglutarat dan asam glutamat bisa menjadi bolak-balik sesuai kebutuhan badan. Kadar MSG yang diperlukan untuk membuat rasa gurih pada masakan biasanya sekitar 0,2 % sampai 0,8 %. Karena MSG bersifat self limiting, penggunaan MSG yang berlebihan pada masakan tidak diperlukan, karena kelebihan menggunakan MSG akan mengganggu cita rasa makanan itu sendiri, dengan kata lain, makanan menjadi tidak enak. Sama halnya dengan garam dapur atau gula, orang akan menggunakan gula atau garam dapur menurut seleranya dan akan membatasi penggunaanya apabila terlalu manis atau terlalu asin. (5) Sebagai zat pemanis Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan (BTP), pemanis buatan adalah
35
bahan tambahan makanan yang dapat menyebabkan rasa manis pada makanan, yang tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi. Pernahkah Anda minum kopi tanpa gula? Atau pernahkah Anda membuat bubur kacang tanpa ditambahkan gula? Rasa manis merupakan komponen dasar, seperti rasa asin dan rasa asam. Supaya sirup, selai, dan kecap terasa manis maka pada proses pembuatannya ditambahkan zat pemanis. Bahan pemanis buatan digunakan orang untuk menjalani program diet atau untuk penderita penyakit diabetes melitus (penderita kencing manis). Pemanis buatan atau disebut dengan pemanis sintetik ini dianggap tidak mengandung kalori(non-kalori). Bahan pemanis sintetik yang biasa digunakan dalam makanan adalah natrium siklamat, sakarin, aspartam, dan acesulfam K. Tabel 2.4 zat pemanis dan tingkat kemanisannya Nama pemanis Tingkat kemanisannya (dibanding sukrosa) Siklamat 50 Sakarin 500 Aspartam 200 Acesulfam 200 Sumber : http:// kaskus.co.id
Sakarin tidak dipergunakan lagi karena selain memberikan rasa pahit, sakarin juga bersifat karsinogenik. Adapun siklamat paling banyak dipergunakan karena murah, aman, dan mendekati rasa gula.Untuk aspartam dan acesulfam rasanya mendekati rasa gula dan tingkat kemanisannya tinggi, tetapi harganya cukup mahal. Berikut tingkat kemanisan pemanis buatan atau pemanis sintetik dibanding dengan gula putih (sukrosa). (6) Zat aditif makanan lainnya Zat aditif makanan lainnya, seperti zat pengental, zat pengemulsi, zat pemutih tepung dan zat pengharum (esens) sering ditambahkan kedalam makanan.
36
Zat pengental makanan yang dipergunakan adalah tepung (tapioca, jagung, dan gandum) dan umumnya yang sudah dimodifikasi (modified starch). Zat pengental lainnya adalah agar-agar, pectin, carboxy methyl cellulose (CMC), dan xanthan gum. Zat pengemulsi makanan digunkana untuk mencampurkan minyak dengan air seperti pada pembuatan mayones, contohnya telur, lesitin, dan polisorbat. Zat pemutih tepung digunakan agar bakpau dan kue kelihatan putih segar, contohnya Vitamin C, dan aseton peroksida. Zat pengharum (esens) makanan yang banyak digunakan adalah senyawa golongan ester, seperti etil butirat(aroma nenas), amil asetat(aroma pisang), dan oktil asetat (aroma jeruk). Vanila merupakan salah satu zat pengharum yang sering dipakai dalam pembuatan kue dan es krim.
2.6.3 Jenis Zat Aditif Berdasarkan jenisnya, zat aditif pada makanan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu zat aditif alami dan zat aditif buatan (sintetik). Apa beda kedua jenis zat aditif tersebut? Silahkan dibaca penjelasan berikut ini. (1) Zat aditif alami Pada awalnya zat-zat aditif tersebut berasal dari bahan tumbuhtumbuhan yang selanjutnya disebut zat aditif alami. Umumnya zat aditif alami tidak menimbulkan efek samping yang membahayakan kesehatan manusia. Contoh: Daun salam, daun pandan, kunyit, jahe, gula, aren, dan asam.
37
(2) Zat aditif buatan (sintetik) Zat yang dibuat dengan serangkaian proses kimia. Zat yang dilakukan dari proses kimia jika dikonsumsi secara berlebihan akan menimbulkan efek negatif bagi kesehatan tubuh. Contoh: ciki-ciki, minuman berwarna.
2.6.4 Penggunaan Zat Aditif Bahayakah jika kita menggunakan bahan kimia dalam makanan? Bahanbahan kimia alami dipergunakan dalam makanan sejak dulu. Tujuannya untuk mengawetkan, memberi warna, memberi rasa gurih, dan memberi rasa manis pada makanan. Bahan-bahan kimia alami umumnya tidak membahayakan kesehatan. Bahan pengawet alami yang sering digunkaan dalam pembuatan makanan adalah garam, gula dan asam cuka. Garam digunakan untuk membuat telur asin, ikan asin, tauco, dan kecap. Sayuran direndam dalam asam cuka supaya dapat bertahan lama. Gula digunkan dalam pembuatan kecap, sirup dan manisan dari buahbuahan. Pada pembuatan kecap dan sirup berfungsi sebgaai bahan pengaet jika kadar gula yang digunakan lebih dari 65%. Kelemahan penggunaan bahan pengawet alami adalah jumlah penggunaannya harus banyak. Penggunaan yang berlebihan akan mempengaruhi rasa makanan itu. Untuk menjaga agar rasa makanan tetap enak maka pengawet alami seperti garam, gula dan asam cuka harus digunakan bersama-sama sehingga bahan pengawet tersebut dapat saling melengkapi dan rasa makanan tetap enak. Jika Anda mengupas buah-buahan seperti apel, rendamlah apel itu dalam air jeruk.nipis. Mengapa harus jeruk nipis? Karena jeruk nipis mengandung antioksidan alami yaitu vitamin C (asam askorbat). Adapun untuk mencegah agar
38
minyak goring tidak cepat tengik maka dapat ditambahkan vitamin E (tokoferol). Teh juga mengandung zat antioksidan alami. Kebiasaan meminum the setiap hari dapat membuat tubuhmu lebih sehat dan lebih tahan terhadap penyakit. Anda pasti pernah memakan nasi kuning atau soto ayam. Pernahkah Anda bertanya kepada ibumu, dari mana asal warna kuning pada makanan itu? Warna kuning berasal dari bumbu masakan yang disebut kunyit. Selain dapat member warna kuning yang segar, kunyit juga dapat menghilangkan bau amis pada daging ayam, sapi, dan ikan. Bahan pewarna alami lain yang sering digunakan misalnya daun suji dan daun pandan untuk warna hijau, cabai, bit, paprika dan tomat untuk warna merah, serta gula merah dan caramel untuk warna cokelat. Sayangnya, bahan pewarna alami menghasilkan warna yang kurang cemerlang dan penggunaannya terbatas untuk beberapa jenis makanan saja. Namun, dengan adanya ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin berkembang, kelemahan-kelemahan itu dapat diatasi. Misalnya, ada teknologi pertanian dan pengolahan setelah masa panen dapat menghasilkan produk pertanian yang warnanya lebih cemerlang. Perpaduan rasa manis, asin, dan asam akan memberikan rasa sedap dalam masakan. Rasa gurih dalam masakan berasal dari bahan yang mengandung protein, seperti daging, ikan dan kacang-kacangan . Air santan kelapa atau susu sapi juga merupakan penyedap rasa alami pada makanan. Pernahkah Anda makan soto bangdung atau sop buntut? Kuah soto bandung dan sop buntut akan terasa gurih walaupun tidak ditambahkan bumbu penyedap rasa. Tahukah Anda darimana rasa gurih itu muncul? Rasa gurih tersebut berasal dari kadu hasil rebusan daging sapi atau daging ayam. Rasa gurih alami juga akan
39
muncul dari hasil fermentasi kedelai, seperti tauco dan kecap. Pada proses fermentasi kedelai ini akan dihasilkan senyawa asam glutamat alami yang dapat memberikan rasa gurih. Bahan pemanis alami yang sering dan banyak digunakan adalah gule tebu (gila putih/gula pasir), gula merah (gula kelapa/gula aren), dan madu. Gula memberikan rasa manis karena mengandung senyawa sukrosa. Gula cair yang dibuat dari fermentasi ubi, singkong, atau jagung juga termasuk gula alami yang sering digunakan. Gula cair ini mengandung senyawa glukosa atau fruktosa. Gula cair yang mengandung glukosa dapat dikeringkan menjadi gula bubuk yang banyak dipakai untuk pembuat biscuit dan permen. Penggunaan bahan aktif alami sangat terbatas, hanya untuk beberapa jenis makanan. Selain itu, untuk mendapatkan warna yang lebih menarik diperlukan pewarna alami yang cukup banyak. Makin banyakbahan yang digunakan, makin besar pula biaya yang harus dikeluarkan. Oleh karena itu, industri-industri makanan tidak dapat menggunakan zat aditif alami untuk produksi dalam jumlah besar. Para ilmuan akhirnya dapat memecahkan masalah ini. Mereka menemukan berbagai bahan sintetik yang dapat digunkana dalam makanan yang dikemas. Zat makanan buatan apa saja yang biasanya digunakan dalam makanan dan minuman hasil industri? Anda dapat melihatnya pada kemasan pembungkusnya. Perhatikan contoh pada gambar kemasan berikut: Penggunaan zat aditif buatan pada makanan dan minuman diatur oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (Badan POM) . Seperti halnya zat aditif alami, zat aditif buatan dapat digolongkan menjadi pengawet, pewarna, antioksidan, penyedap rasa, dan pemanis.
40
Proses pengawetan adalah upaya menghambat kerusakan pangan dari kerusakan yang disebabkan oleh mikroba pembusuk yang mungkin memproduksi racun atau toksin. Tujuan pengawetan yaitu menghambat atau mencegah terjadinya
kerusakan,
mempertahankan
mutu,
menghindarkan
terjadinya
keracunan dan mempermudah penanganan dan penyimpanan. Daya keawetan pangan berbeda untuk setiap jenisnya. contohnya telur yang diawetkan dapat bertahan 1-2 bulan; daging yang dibekukan dapat awet 6-9 bulan; ikan asin sekitar enam bulan; apel segar yang disimpan dengan kontrol atmosfer (dalam ruang pendingin atau refrigerator/chiller pada temperatur 6-10 °C) dapat awet sekitar 3 bulan. Secara umum metoda pengawetan dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu: (a) Penambahan pengawet; (b) Pemanasan; (c) Pendinginan, (d) Penambahan garam atau gula. a) Dengan Pengawet Kondisi lingkungan yang beriklim tropis dan kelembaban udara yang tinggi memungkinkan untuk tumbuhnya mikroba perusak makanan. Sesuai dengan peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor 033 Tahun 2012 terdapat 28 jenis pengawet yang diijinkan untuk ditambahkan ke dalam makanan dan minuman. Jenis pengawet yang diizinkan digunakan dalam pangan terdiri dari asam asetat, kalsium asetat, natrium asetat, asam benzoat dan garamnya (kalium benzoat, kalsium benzoat, dan natrium benzoat), asam propionat dan garamnya (kalium propionat, kalsium propionat, dan natrium propionat), asam sorbat dan garamnya (kalium sorbat, kalsium sorbat, dan natrium sorbat), belerang dioksida
41
dan garam sulfit (kalium bisulfit, kalium metabisulfit, kalium sulfit, kalsium bisulfit, natrium bisulfit, natrium metabisulfit, dan natrium sulfit), phidroksibenzoat (etil phidroksibenzoat, metil p-hidroksibenzoat, dan sebagainya. Kajian keamanan bahan pengawet mengacu kepada sumber lembagalembaga
yang berwenang dan dapat dipertanggungjawabkan seperti Codex
Alimentarius Commssion (CAC), Joint FAO/WHO Expert Committe on Food Additives (JECFA), Badan POM RI, US Food and Drug Adminsitration, Food Standard Australian and New Zealand (FSANZ) dan European Foods Safety Authority (EFSA). Bahan pengawet yang biasanya digunakan dalam makanan adalah : 1) Asam benzoat (biasanya dipakai dalam bentuk garamnya, yaitu natrium benzoat), dipakai sebagai zat pengawet dalam saos tomat, sambal, kecap, sirup, selai, minuman ringan, sari buah, acar kalengan dan bumbu siap pakai. 2) Asam sorbet (biasanya dipakai dalam bentuk garamnya, yaitu kalium sorbet), dipakai sebagai zat pengawet dalam keju, margarine, selai dan sari buah. 3) Asam propionate (biasanya dipakai dalam bentuk garamnya, yaitu natrium propionate), dipakai sebagai zat pengawet pada roti dan keju. 4) Natrium nitrit (NaNO2) dan Natrium nitrat (NaNO3), digunakan untuk mengawetkan daging. Sebagian besar bahan makanan tidak dapat disimpan lama, karena segera basi dan membusuk. Proses pembusukan disebabkan oleh mikroorganisme seperti jamur, bakteri dan ragi untuk memperpanjang daya simpan makanan maka dlakukanlah berbagai usaha pengawetan seperti :
42
a). Dengan Pemanasan Proses pengawetan dengan teknik pemanasan dapat dilakukan dengan beberapa cara, seperti pasteurisasi, sterilisasi, pengalengan, dan pengalengan. Pasteurisasi merupakan proses pemanasan yang dapat membunuh atau memusnahkan sebagian tetapi tidak semua mikroba yang ada pada pangan dengan menggunakan suhu di bawah 100°C. Pemanasan dilakukan dengan uap air, air panas, panas kering dan arus listrik. Sterilisasi adalah cara pengawetan dengan pemanasan produk pada temperatur sangat tinggi. Produk disterilisasikan dengan menggunakan Ultra High Temperatur (UHT). Disini, produk dilewatkan pemanas sampai suhu mencapai 141 °C selama ± 3 detik dan langsung didinginkan kembali sampai suhu kamar. Pengalengan adalah proses pemanasan pangan menggunakan wadah berupa botol, kaleng atau kemasan fleksibel. Proses terdiri dari persiapan bahan, pemblansiran, pengisian bahan, “exhausting” atau pengusiran oksigen, penutupan kemasan dan sterilisasi menggunakan gabungan cara pemanasan dan pH (keasaman) pangan. Menurut pH, pangan dapat digolongkan menjadi pangan berasam rendah (pH > 4,5), pangan asam (pH 4,0-4,5) dan pangan berasam tinggi (pH < 4,0). Suhu pemanasan bervariasi tergantung jenis pangan. Reaksi enzimatik dapat dicegah karena pembekuan menghambat pemadatan air lebih cepat. Pengeringan adalah proses pengawetan dengan cara mengurangi kadar air bagi kehidupan mikroba sangat minim sehingga tidak memungkinkan bagi mikroba untuk tumbuh. Ketersediaan air atau aktivitas air untuk pertumbuhan mikroba berperan dalam pengawetan pangan.
43
b) Dengan Pembekuan Teknik pembekuan dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu: penyimpanan, pembekuan, dan pengeringan. Penyimpanan pada suhu dingin dimaksudkan untuk menghambat reaksi enzimatis dan pertumbuhan mikroba pada bahan makanan. Cara penyimpanan ini biasanya digunakan untuk telur, daging, ikan/kerang/ udang, sayuran dan buah-buahan. Suhu yang digunakan berkisar 0 – 5°C. Cara lain adalah dengan proses pembekuan. Dengan cara ini, bahan pangan dapat awet lebih lama. Laju pembekuan bisa diatur tergantung pada cara pembekuan (cepat atau lambat); suhu pembekuan; dan sirkulasi udara dingin atau refrigerant. Pengawetan juga bisa dilakukan dengan cara pengeringan, yaitu dengan cara mengurangi kadar air bagi pada bahan makanan untuk menghambat pertumbuhan mikroba. Dengan menekan kadar air seminimal mungking, mikroba akan sulit untuk tumbuh dan berkembang. c) Dengan Garam, Gula dan Asam Sejarah nenek moyang kita ternyata telah mempraktekkan proses pengawetan dengan menggunakan garam dapur (NaCl) dan pengasapan. Pernahkan Anda makan ikan asin atau ikan salai? Di samping dimaksudkan untuk mengawetkan ikan, pemberian garam dan pengasapan juga memberikan rasa dan aroma yang khas. Sensasi yang dirasakan seringkali merangsang selera makan dengan ikan asin. Kadar garam yang digunakan berkisar 6 sampai 20 persen. Istilah penggaraman dikenal juga sebagai fermentasi garam atau pengasinan.
44
Kalian juga tentu sudah pernah makan manisan buah. Pengawetan dengan gula atau sering disebut dengan manisan biasa dilakukan untuk buah-buahan dan susu. Kadar gula berkisar 30 sampai 40 persen. Biasanya dikombinasikan dengan asam seperti asam cuka, asam sitrat, asam asetat dan asam laktat. Asam mampu mencegah pertumbuhan mikroba dengan cara menurunkan pH keasaman sehingga menyebabkan rusaknya dinding sel. Kadar asam bervariasi tergantung jenis pangan, misal “pickles”/ asinan sekitar 25 sampai 30 persen.
2.6.5 Regulasi Zat Aditif Makanan Penggunaan aditif dalam pengolahan makanan harus memperhatikan ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemegang otoritas tentang cara-cara penggunaannya. Hal ini penting, karena apabila salah dalam menggunakannya, maka bisa berakibat fatal terhadap konsumen. Di lndonesia, setidak-tidaknya terdapat 7 jenis peraturan perundang-undangan yang mengatur atau yang berkaitan dengan zat aditif dalam makanan, yaitu: 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan, dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah). 3. Undang-Undang Nomor 033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan (BTP).
45
4. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 Tentang Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen. 5. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan. 6. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 4 Tahun 2006 Tentang Distribus dan pengawasan Bahan Berbahaya. Dalam skala internasional, pengaturan tentang penggunaan zat aditif dikeluarkan oleh Joint Expert Comitte on Food Additive (JECFA), suatu komite internasional yang terdiri para pakar zat aditif makanan di bawah pengelolaan badan dunia FAO-WHO. Beberapa ketentuan yang telah dikeluarkan adalah: (a) ADI (Acceptable Daily Intake) Penentuan nilai ADI dilakukan dengan menjumlah bahan (dalam satuan mg/kg berat badan) yang aman dikonsumsi orang dan dikonsumsi tidak menimbulkan gangguan kesehatan, dampak atau resiko keracunan. Berdasarkan penelitian pada toksikologi hewan percobaan diketahui nilai ADI dalam dosis tanpa dampak. Akan tetapi penerapannya pada manusia berbeda, yakni menggynakan faktor angka keamanan tertentu, yaitu 100: ADI =
Keterangan: Dosis tanpa dampak diperoleh dari hasil penelitian Nilai ADI suatu aditif makanan tidak berlaku mutlak, artinya dapat berubah atau diperbaiki sewaktu-waktu mengikuti informasi hasil penelitian baru yang mendukung.
46
(b) Batas Maksimal Penggunaan (BMP) Batas maksimal penggunaan (BMP) suatu zat aditif makanan ditentukan berdasarkan nilai ADI dengan cara mengalikan jumlah makanan yang mengandung aditif makanan dengan berat badan konsumen dewasa (dalam satuan kg) dibagi konsumsi makanan (dalam satuan g). BMP
X 1000 (mg/kg)
dimana: B adalah berat badan (kg) dan K konsumsi makanan (g) Catatan : untuk menghitung batas maksimal penggunaan yang umum, dipakai berat badan rata-rata orang dewasa yaittu 60 kg.
2.6.6 Dampak Negatif Penggunaan Zat Aditif Meskipun penambahan zat aditif pada bahan makanan atau minuman dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas produk. Namun, kalau dikonsumsi dalam jumlah berlebihan dapat memberikan dampak negatif terhadap kesehatan, terutama untuk zat aditif sintetis. Beberapa zat aditif memberikan dampak positif bagi manusia, misalnya iodin yang ditambahkan dalam garam dapur dapat mencegah penyakit gondok. Umumnya zat aditif alami tidak memberikan dampak negatif terhadap tubuh asalkan digunakan dalam takaran yang benar. Ketika Anda membeli makanan/minuman dalam kemasan, Anda harus memeriksa apakah pada kemasan itu tercantum nomor registrasi atau tidak. Makanan yang teregistrasi di Badan POM artinya penggunaan zat aditifnya telah terdaftar, baik jenis maupun jumlahnya. Penyalahgunaan bahan kimia yang bukan zat aditif makanan, banyak digunakan untuk makanan atau jajanan yang tidak terdaftar dan dapat dikonsumsi
47
langsung, seperti pada mie, bakso, daging ayam, lontong, dan kerupuk. Bahan kimia berbahaya sering disalahgunakan itu adalah pewarna tekstil, boraks dan formalin. (a) Pewarna tekstil Beberapa zat pewarna tekstil, seperti rhodamine B (merah cerah) dan methanil yellow (kuning) sering disalahgunakan dalam produk makanan dan minuman. Karena kedua zat pewarna ini bukan untuk makanan, maka jika dikonsumsi, akan melekat kuat dalam jaringan tubuh, terutama pada ginjal. Zat pewarna tekstil mengandung logam berat yang sangat erbahaya seperti arsen (As), timbal (Pb) dan raksa (Hg). Akibatnya, jika logamlogam berat ini masuk ke tubuh, ginjal akan membengkak. Di samping itu, pewarna tekstil bersifat sangat karsinogenik (menyebabkan penyakit kanker). Dari hasil penelitian yang dilakukan pada tikus diperoleh hasil sebagai berikut: a) Bulu tikus menjadi kasar, kulitnya bewarna dan pertumbuhannya terhambat. b) Air mata dan air seni tikus dapat berflourensensi jika dikenai sinar matahari dan beberapa tikus mati pada minggu ke-8 dan ke-10. Pewarna rhodamine B banyak digunakan pada terasi merah, kerupuk merah dan sirup merah terang. Pewarna methanil yellow banyak dipergunakan untuk mie, dan buah-buahan supaya kelihatin lebih matang. Kedua zat pewarna ini, rhomidamine B dan methanil yellow bersifat sangat stabil tidak terpengaruh suhu tinggi, sehingga setelah makanannya digorengpun warnanya akan tetap terang.
48
(b)Boraks Boraks adalah nama dagang dari bahan kimia natrium tetraborat dekahidrat dengan rumus molekul (Na2B4O7·10H2O) dan massa molekul 201,219. Boraks berbentuk kristal lunak berwarna putih dan mudah larut dalam air. Bila dilarutkan dalam air, boraks akan terurai menjadi natrium hidroksida serta asam borat. Baik boraks maupun asam borat memiliki sifat antiseptik, dan biasa digunakan dalam industri farmasi sebagai ramuan obat-obatan, misalnya dalam salep, bedak, larutan kompres, obat oles mulut dan obat pencuci mata. Secara lokal boraks dikenal sebagai 'bleng' berbentuk larutan atau padatan/kristal. Boraks juga digunakan pada industri pembuatan keramik dan pembuatan kaca. Istilah boraks sangat populer karena penyalahgunaannya dalam bahan makanan. Beberapa waktu yang lalu, boraks ditemukan dalam beberapa makanan sehari-hari seperti mie basah, bakso, kerupuk, dan lontong. Penggunaan boraks dalam makanan dimaksudkan untuk membuat makanan lebih menarik, lezat, awet dan juga ekonomis, sehingga dapat menghasilkan keuntungan yang sebesarbesarnya. Mie yang menggunakan boraks dapat bertahan hingga tiga hari, sedangkan pada kerupuk yang menggunakan boraks akan mekar dengan baik ketika digoreng. Terlebih untuk membeli atau mendapatkan boraks sendiri sangat mudah dan harganya relatif murah. Penggunaan boraks pada makanan sudah sejak lama dilakukan, diantaranya,: 1. Kerupuk gendar (kulit). Dari berbagai sumber yang dihimpun, kerupuk gendar dianggap sebagai cikal bakal dikenal dan digunakannya boraks pada makanan. Orang jawa biasa menyebut kerupuk gendar dengan karak atau lempeng. Air
49
bleng (pijer) yang dipakai dalam pembuatan karak atau gendar ini adalah boraks dalam bentuk tidak murni. Dahulu, pembuatan bakmi pabrik dan macaroni juga memakai asam boraks murni buatan industri farmasi. 2. Bakso. Beberapa tahun lalu masyarakat dihebohkan dengan bakso yang mengandung boraks. Padahal adanya bakso boraks sudah ada sejak lama. Yang baru diketahui beberapa tahun ini adalah bahaya dari makanan yang mengandung boraks. Masyarakat sendiri juga baru mengenal boraks dan bahayanya dari pemberitaan yang tersebar luas. 3. Mie basah. Jenis makanan di pasaran yang paling banyak ditemukan mengandung boraks dengan alasan agar enak, warnanya menarik dan tahan lama. 4. Jajanan seperti 'Lontong' 5. Tahu. Sebagai pengawet dan membuat tahu tidak gampak rusak dan bisa tahan lama. Seringkali pedagang memberikan pengawet berupa boraks. Boraks merupakan bahan kimia yang berbahaya karena dapat terakumulasi dalam tubuh. Gejala keracunan boraks adalah muntahmuntah, diare, dan bahkan menimbulkan kematian. Dalam jangka waktu yang lama boraks dapat menyebabkan kerusakan hati, kerusakan ginjal, dan merusak syaraf serta tulang belakang. Boraks juga dapat menimbulkan efek racun pada manusia, tetapi mekanisme toksisitasnya berbeda dengan formalin. Toksisitas boraks yang terkandung di dalam makanan tidak langsung dirasakan oleh konsumen. Boraks yang terdapat dalam makanan akan diserap oleh tubuh dan disimpan secara kumulatif dalam hati, otak, atau testis (buah zakar), sehingga dosis boraks dalam tubuh menjadi
50
tinggi. Pada dosis cukup tinggi, boraks dalam tubuh akan menyebabkan timbulnya gejala pusingpusing, muntah, mencret, dan kram perut. Bagi anak kecil dan bayi, bila dosis dalam tubuhnya mencapai 5 gram atau lebih, akan menyebabkan kematian. Pada orang dewasa, kematian akan terjadi jika dosisnya telah mencapai 10 - 20 g atau lebih. Lalu, bagaimana cara mudah untuk mengetagui adanya boraks dalam makanan atau minuman? Anda dapat menggunakan bahan kunyit, alat parut, saringan, tisu, piring, pipet tetes dan papan nama. Caranya, boraks dan makanan/ jajanan ringan dihancurkan dan diletakkan di atas kertas tisu. Kunyit diparut, dan diambil airnya untuk diteteskan pada sampel masing-masing 2 (dua) tetes. Kemudian amati perubahan warna pada sampel makanan setelah ditetesi dengan air kunyit tadi. Perubahan warna pada boraks sebagai kontrol. a) Jika sampel makanan mengalami perubahan warna berarti diduga mengandung boraks. b) Jika sampel makanan tidak mengalami perubahan warna berarti tidak mengandung boraks. Catatan : Bahan makanan yang berubah warna menjadi merah kecoklatan setelah ditetesi air kunyit diduga mengandung boraks. (c) Formalin Formalin adalah larutan formaldehida (metanal) dalam air dengan konsentrasi atau kadar 37%. Formalin tak berwarna, mudah larut dalam air, mudah menguap, dan mempunyai bau khas yang tajam. Formalin biasa digunakan
51
sebagai bahan perekat untuk kayu lapis, campuran plastik, dan disinfektan untuk peralatan rumah sakit, serta untuk pengawet mayat. Beberapa waktu yang lalu ditemukan beberapa bahan makanan mengandung formalin, seperti mie basah, ikan, bakso dan lain-lain. Penggunaan formalin dalam makanan
jelas
merupakan
penyalahgunaan
karena
berdampak
terhadap
masyarakat. Formalin adalah bahan beracundan berbahaya bagi kesehatan manusia. Jika kandungannya dalam tubuh tinggi, akan bereaksi secara kimia dengan hampir semua zat di dalam sel sehingga menekan fungsi sel dan menyebabkan kematian sel yang menyebabkan keracunan pada tubuh. Selain itu, kandungan formalin yang tinggi dalam tubuh juga menyebabkan iritasi lambung, alergi, bersifat karsinogenik (menyebabkan kanker) dan bersifat mutagen (menyebabkan perubahan fungsi sel/jaringan), serta orang yang mengonsumsinya akan muntah, diare bercampur darah, kencing bercampur darah, dan kematian yang disebabkan adanya kegagalan peredaran darah. Dampak negatif penggunaan formalin dalam makanan adalah berupa efek langsung terlihat, seperti iritasi, alergi, kemerahan, mata berair, mual, muntah, rasa terbakar, sakit perut dan pusing. Ada juga effek tak langsung terlihat, melainkan baru tampak dalam jangka panjang misalnya terjadi iritasi, mata berair, gangguan pada pencernaan, hati, ginjal, pankreas, system saraf pusat, gagal ginjal, menstruasi serta diduga bersifat karsinogen (menyebabkan kanker). Bagaimana mengenali produk pangan yang mengandung formalin? Secara sederhana bisa dilakukan dengan mengamati beberapa ciri. Walaupun tidak terlampau khas, namun dapat membantu kita untuk membedakan pangan berformalin dan tanpa formalin. Ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut:
52
a. Tahu, bentuknya sangat bagus, kenyal tapi tidak padat, tidak mudah hancur dan awet sampai 3 hari pada suhu kamar dan bisa tahan 15 hari dalam kulkas, bau agak menyengat, aroma kedelai sudah tak nyala lagi; b. Bakso, teksturnya sangat kenyal, awet, setidaknya pada suhu kamar bisa tahan sampai 5 hari; c. Ikan, warna putih bersih, kenyal, insangnya berwarna merah tua dan bukan merah segar, awet pada suhu kamar sampai beberapa hari dan tidak mudah busuk, tidak terasa bau amis ikan; d. Ikan asin, ikan berwarna bersih cerah, tidak berbau khas ikan, awet sampai lebih dari 1 bulan pada suhu kamar, tidak mudah hancur, tidak dihinggapi lalat; e. Mie basah, bau sedikit menyengat, mie tampak mengkilat seperti berminyak, tidak mudah putus, dan tidak lengket, awet sampai dua hari dalam suhu kamar, dan bertahan lebih dari 15 hari pada suhu lemari es. f. Ayam potong, berwarna putih bersih, teksturnya kencang, tidak disukai lalat, tidak mudah busuk atau awet dalam beberapa hari; Sekarang Anda sudah tahu ciri-ciri makanan berformalin, untuk itu perlu lebih berhati–hati dalam memilih produk pangan. Bila ragu, tidak usah dibeli, tingkatkan pengetahuan secara terus-menerus dengan membaca buku, internet, melalui seminar, televisi, radio, koran, leaflet, booket, dan poster.
2.6.7 Pencegahan Bahaya Zat Aditif Keberadaan zat aditif dalam bahan makanan ternyata menimbulkan dampak buruk terutama terhadap kesehatan manusia. Dalam jangka waktu pendek, menengah dan lama, keberadaan zat aditif dalam makanan dapat menimbulkan
53
berbagai dampak negative pada tubuh manusia. Beberapa dampak negative itu, antara lain: menimbulkan alergi, kanker hati, sesak napas, bengkak, kerusakan otak, kelaianan hati, bahkan kelaianan kromosom dan masih banyak lagi dampak negative zat aditif terhadap kesehatan manusia baik yang sudah diketahui maupun yang belum diketahui. Dalam postingan kali ini bang wahhid tidak akan membahas mengenai dampak negative, namun akan menunjukkan cara untuk meminimalisir dampak negative zat aditif dalam makanan terhadap kesehatan. Adakah cara meminimalisasi dampak negatif zat aditif? Beberapa cara yang dapat kita lakukan untuk meminimalisir dampak negative zat aditif adalah sebagai berikut: (1) Cara Internal Maksud cara internal berarti cara ini ditempuh dari diri kita sendiri. Beberapa cara internal yang bisa kita lakukan antara lain: Mengurangi konsumsi makanan siap saji (fast food/makanan instan) Meningkatkan konsumsi buahbuahan, sayuran dan vitamin. Beberapa vitamin diduga mengandung zat anti karsinogen. Beberapa vitamin dimaksud antara lain: Vitamin A, C, E (banyak terdapatdalam sayur dan buah); asam folat terdapat dalam brokoli, bayam dan asparagus; betakaroten, vitamin B 3 (niasin), vitamin D dalam bentuk aktif (1.25hidroksi) terdapat dalam mentega, susu, kuning telur, hati, beras dan ikan segar. Member pengertian kepada anggota keluarga tentang bahaya zat aditif, mengawasi, mengontrol pemberian dan penggunaan uang jajan dan membiasakan membawa bekal makanan sehat dari rumah ketika berpicnik, bersekolah.
54
(2) Cara Eksternal Cara eksternal maksudnya adalah “institusi” di luar diri kita, seperti produsen makanan, penjual makanan, lembaga pemerintah maupun lembaga non pemerintah (LSM, Ulama, tokoh pemerhati masalah kesehatan, dll). Cara eksternal yang bisa ditempuh antara lain: Produsen, harus memiliki kesadaran akan tanggung jawab terhadap penggunaan zat aditif pada bahan pangan yang mereka produksi, memberikan informasi yang jelas komposisi bahan aditif yang ditambahkan pada produknya. Dan harus diingat “jangan hanya berpusat kepada keuntungan financial semata“. Ingat apa yang terbaik untuk dimakan kita dan keluarga kita, itulah yang terbaik juga untuk dimakan oleh orang lain. Pemerintah, melakukan pengawasan ketat dan menindak secara tegas produsen yang terbukti secara nyata melakukan pelanggaran terhadap aturan pemberian zat aditif dalam produk makanan. Melakukan kampanye akan pentingnya memperhatikan apa yang dimakan dan yang tidak sebaiknya dimakan. Non pemerintah, membantu pemerintah dalam mengawasi produk-produk ahan makanan yang beredar di pasaran, memberikan penyuluhan akan pentingnya makanan sehat bagi tubuh manusia. Dari kedua cara tersebut di atas, cara kedua lah yang menurut saya paling efektif. Sebab masyarakat dalam hal ini sebagai konsumen tidak bisa berbuat banyak. Dalam arti, kalau yag beredar di pasaran kebanyakan makan yang mengandung zat aditif maka mereka tidak punya pilihan lain. Dan demikian sebaliknya
55
2.7
Kerangka Berfikir Belajar lebih ditekankan pada proses kegiatannya dan proses belajar lebih
ditekankan pada hasil belajar yang dicapai oleh subjek belajar atau siswa. Hasil atau prestasi belajar subjek belajar atau peserta didik dipakai sebagai ukuran untuk mengetahui sejauh mana peserta didik dapat menguasai bahan pelajaran yang sudah dipelajari. Hasil belajar siswa pada hakikatnya merupakan perubahan tingkah laku setelah melalui proses belajar mengajar. Tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian luas mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotorik. Penilaian dan pengukuran hasil belajar dilakukan dengan menggunakan tes hasil belajar, terutama hasil belajar kognitif berkenaan dengan penguasaan bahan pengajaran sesuai dengan tujuan pendidikan dan pengajaran. Siswa dituntut untuk tidak hanya memahami materi pelajaran tetapi juga dituntut untuk dapat mengaplikasikan materi pelajaran tersebut dalam kehidupan seharihari. Pada umumnya siswa lebih cenderung belajar dengan cara hafalan daripada secara aktif mencari untuk membangun pemahaman mereka sendiri terhadap konsep pembelajaran IPA. Dalam pembelajaran IPA khususnya pada materi zat aditif terdapat berbagai konsep-konsep penting yang harus dikuasai oleh siswa sangat berkaitan dalam kehidupan sehari-hari, akan tetapi pada kenyataannya siswa masih bingung dalam belajar IPA khusus nya pada materi zat aditif hal ini di karenakan selama ini siswa hanya mempelajari zat aditif dengan cara menghafal dan membacanya tanpa memahami dan mengulangnya kembali. Padahal, siswa dapat menggunakan konsep-konsep tersebut untuk memecahkan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari misalnya siswa dapat mengidentifikasi makanan yang mengandung
56
bahan kimia berbahaya. Tujuan penilaian proses belajar-mengajar pada hakikatnya adalah untuk mengetahui kegiatan belajar mengajar, terutama efesiensi, keefektifan, dan produktivitas dalam mencapai tujuan pengajaran. Untuk dapat mewujudkan pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa dan pembelajaran yang dapat melibatkan siswa untuk saling berbagi pengetahuan sesama siswa yang satu dengan siswa yang lainnya, maka hal tersebut dapat diterapkan dengan pengadaan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation. Dalam model pembelajaran kooperatif tipe ini, siswa berinteraksi dengan saling belajar dan membelajarkan untuk mencapai tujuan bersama. Model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation merupakan salah satu bentuk model pembelajaran kooperatif yang menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia, misalnya dari buku pelajaran atau siswa dapat mencari melalui internet. Siswa dilibatkan sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Tipe ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok. Model Group Investigation dapat melatih siswa untuk menumbuhkan kemampuan berfikir mandiri. Keterlibatan siswa secara aktif dapat terlihat mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran. Di sini guru lebih berperan sebagai konselor, konsultan, sumber kritik yang konstruktif. Peran tersebut ditampilkan dalam proses pemecahan masalah, pengelolaan kelas, dan pemaknaan perseorangan.
57
Model pembelajaran ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman terhadap konsep dengan mendiskusikan permasalahan yang diberikan dalam kelompoknya dan setiap siswa dalam kelompok tersebut di tuntut untuk dapat memahami permasalahan
yang didiskusikan bersama teman-teman satu
kelompoknya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bahria (2012), bahwa proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajran kooperatif tipe group investigation pada mata pelajaran biologi dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VII A SMP Negeri 8 Muaro Jambi. Begitupula dengan penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2012), bahwa
proses dan hasil belajar pada kelas
eksperimen yang diajarkan dengan menggunakan model Group Investigation lebih tinggi daripada kelas kontrol yang diajarkan dengan menggunakan metode ceramah pada materi bahan kimia di SMP. Model pembelajaran Group Investigation ini membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan mereka. Dengan model pembelajaran in di harapkan proses belajar siswa menjadi baik dan hasil belajar siswa meningkat sehingga lebih bermakna bagi siswa.
2.8
Hipotesis Penelitian Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat pengaruh model pembelajaran
kooperatif tipe Group Investigation terhadap proses dan hasil belajar zat aditif siswa kelas VIII Mts Negeri Sijenjang kota Jambi.