BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1.
Pengertian Kepemimpinan Kepemimpinan menurut Yuki (2005) adalah proses mempengaruhi orang
untuk memahami dan setuju dengan apa yang perlu dilakukan dan bagaimana tugas itu dilakukan secara efektif, serta proses untuk menfasilitasi upaya individu dan kolektif untuk mencapai tujuan bersama. Menurut Robins (2006), kepemimpinan merupakan kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok ke arah tercapainya suatu tujuan. Pengertian kepemimpinan secara luas meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Selain itu kepemimpinan juga mempengaruhi interpretasi mengenai peristiwa-peristiwa para pengikutnya, pengorganisasian dan aktivitas-aktivitas untuk mencapai sasaran, memelihara hubungan kerja sama dan kerja kelompok, perolehan dukungan dan kerja sama dari orang-orang di luar kelompok atau organisasi (Riwai, 2004). Lebih lanjut Locander et al., (2002) menjelaskan bahwa
kepemimpinan
mengandung
makna
seorang
pemimpin
yang
mempengaruhi orang yang dipimpinnya, dimana hubungan antara pemimpin dengan yang dipimpin adalah bersifat saling menguntungkan kedua belah pihak. Lok (2001) memandang kepemimpinan sebagai sebuah proses mempengaruhi aktivitas suatu organisasi dalam upaya menetapkan dan mencapai tujuan.
7
8
Kepemimpinan juga dikatakan sebagai proses mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas-aktivitas yang ada hubungannya dengan pekerjaan para anggota kelompok (Rivai, 2004). Lebih lanjut dijelaskan ada tiga implikasi penting yang terkandung dalam bidang kepemimpinan yaitu: 1) Kepemimpinan itu melibatkan orang lain baik bawahan maupun pengikut. 2) Kepemimpinan melibatkan pendistribusian kekuasaan antara pemimpin dan anggota kelompok secara seimbang karena anggota kelompok bukanlah tanpa daya. 3) Adanya kemampuan untuk menggunakan bentuk kekuasaan yang berbeda untuk mempengaruhi tingkah laku pengikutnya melalui berbagai cara. Pemimpin dalam organisasi memegang peranan yang sangat sentral dalam pencapaian tujuan dari berbagai sasaran yang ditetapkan sebelum (Siagian, 1997). Perilaku kepemimpinan memiliki kecenderungan pada dua hal yaitu konsiderasi atau hubungan dengan bawahan dan struktur organisasi atau hasil yang dicapai. Kecenderungan kepemimpinan menggambarkan hubungan yang akrab dengan bawahan misalnya bersikap ramah, membantu dan membelah kepentingan bawahan, bersedia menerima konsultasi bawahan dan memberikan kesejahteraan. Kecenderungan seorang pemimpin memberikan batasan antara peranan pemimpin dan bawahan dalam mencapai tujuan,memberikan instruksi pelaksanaan tugas (kapan, bagaimana dan hasil apa yang akan dicapai). Suatu gaya kepemimpinan
9
atau manajer dalam organisasi merupakan penggambaran langka kerja bagi karyawan yang ada di bawahnya. Kepemimpinan adalah proses yang digunakan oleh pemimpin untuk mengarahkan organisasi dan pemberian contoh perilaku terhadap para pengikut (anak buah). Sedangkan gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang dipergunakan oleh seseorang pada saat mencoba mempengaruhi perilaku orang lain atau bawahan. Pemimpin tidak dapat menggunakan gaya kepemimpinan yang sama dalam memimpin bawahannya, namun harus disesuaikan dengan karakterkarakter tingkat kemampuan dalam tugas setiap bawahannya (Mas’ud, 2004). Pemimpin
yang
efektif
dalam
menerapkan
gaya
tertentu
dalam
kepemimpinannya terlebih dahulu harus memahami siapa bawahan yang dipimpinnya, mengerti kekuatan dan kelemahan bawahannya
dan mengerti
bagaimana cara memanfaatkan kekuatan bawahan untuk mengibangi kelemahan yang mereka miliki. Istilah gaya adalah cara yang dipergunakan pimpinan dalam mempengaruhi para pengikutnya (Mitha, 2001; 87). Gaya kepemimpinan merupakan cara pimpinan untuk mempengaruhi orang lain atau bawahannya sedemikian rupa sehingga orang tersebut mau melakukan kehendak pemimpin untuk mencapai tujuan organisasi meskipun secara pribadi hal tersebut mungkin tidak disenangi (Luthans, 2001:575). Menurut Fleishman dan Peters, (1962), gaya kepemimpinan merupakan pola perilaku konsisten yang diterapkan pemimpin dengan melalui orang lain seperti yang dipersepsikan orang lain. Sedangkan Mulyadi dan Veithzal Rivai (2009) menerangkan bahwa gaya kepemimpinan
10
merupakan pola perilaku dan strategi yang disukai dan sering diterapkan oleh seorang pemimpin dalam rangka mencapai sasaran organisasi Terdapat tiga jenis perilaku kepemimpinan yang berbeda di antara para manajer yaitu : perilaku berorientasi pada tugas (task oriented behavior, perilaku yang
berorientasi
pada
hubungan
(relationship
kepemimpinan partisipatif (Siagian, 2002:83).
oriented
behavior
dan
Sedangkan menurut Hasibuan
(2005) terdapat tiga macam gaya kepemimpinan yaitu: 1) Kepemimpinan otoriter, adalah jika kekuasaan atau wewenang, sebagian besar mutltat tetap berada pada pimpinan atau kalau pimpinan itu menganut system
sentralisasi wewenang. Pengambilan keputusan dan
kebijakana hanya ditetapkan sendiri oleh pemimpin, bawahan tidak diikutsertakan untuk memberikan saran, ide dan pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan. Falsafah pimpinan ialah “bawahan adalah untuk pemimpin/atasan”. Bawahan hanya bertugas sebagai pelaksana keputusan yang telah ditetapkan pimpinan. Pemimpin menganggap dirinya orang yang paling berkuasa,paling pintar dan paling cakap. Pengarahan bawahan dilakukan dengan memberikan hukuman
serta
pengawasan
dilakukan
instruksi perintah, ancaman secara
ketat.
Orientasi
kepemimpinan difokuskan hanya untuk peningkatan produktivitas kerja karyawan dengan memperhatikan perasaan dan kesejahteraan bawahan. Pimpinan menganut system manajemen tertutup (closed manajemen), kurang menginformasikan keadaan perusahaan pada bawahannya.
11
2) Kepemimpinan partisipatif, adalah apabila kepemimpinannya dilakukan dengan cara persuasive, menciptakan kerja sama serasi,menumbuhkan loyalitas dan partisipasi para bawahan agar merasa ikut memili perusahaan. Falsafah pemimpin ialah “ Pemimpin adalah untuk bawahan”. Bawahan harus bepartisipasi memberikan saran, ide dan pertimbangan pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan. Keputusan tetap dilakukan pimpinan dengan mempertimbangkan saran dan ide yang diberikan bawahannya. Pemimpin menganut system manajemen terbuka (open manajemen) dan desentralisasi wewenang. Pemimpin dengan gaya partisipatif akan mendorong kemampuan bawahan mengambil keputusan. Dengan demikian, pemimpin akan selalu membina bawahan untuk menerima tanggung jawab yang lebih besar. 3) Kepemimpinan delegatif, apabila seorang pemimpin mendelegasikan wewenang kepada bawahan dengan agak lengkap. Dengan demikian, bawahan dapat mengambil keputusan dan kebijakan dengan bebas atau leluasa dalam melaksanakan pekerjaannya. Pemimpin tidak peduli cara bawahan
mengambil
keputusan
dan
mengerjakan
pekerjaannya,
sepenuhnya diserahkan kepada bawahan. Di sini pimpinan menyerahkan tanggung jawab atas pelaksanaan pekerjaan kepada bawahan dalam arti pimpinan menginginkan agar para bawahan bisa mengendalikan diri mereka sendiri dalam menyelesaikan pekerjaan tersebut.
Bawahan
dituntut memiliki kematangan dalam pekerjaan (kemampuan) dan
12
kematangan melakukan sesuatu yang berdasarkan
pengetahuan dan
ketrampilan. 4) Initiating structur (struktur inisiatif) merupakan gaya kepemimpinan yang menunjukkan bahwa pemimpin mengorganisasikan dan mendefinisikan hubungan dalam kelompok, cenderung membangun pola dan saluran komunikasi yang jelas, menjelaskan cara mengerjakan tugas yang benar. Teori kepemimpinan perilaku (behavior) mengatakan bahwa gaya kepemimpinan seorang manajer akan berpengaruh langsung terhadap efektivitas kelompok kerja ( Kreitner dan Kinicki, 2005:302). Gaya kepemimpinan yang tepat akan dapat menimbulkan motivasi seseorang untuk berprestasi dan sukses atau tidaknya karyawan dalam prestasi kerja dapat dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan atasannya (Hardini, 2001 dalam Suranta 2002).
2.2. Motivasi Motivasi adalah usaha atau kegiatan seorang manajer untuk dapat menimbulkan atau meningkatkan semangat kegairahan kerja para pekerja atau karyawannya (Nitisemito, 1989:121). Jones dan George (2008:519) memberi difinisi motivasi menggambarkan bagaimana para pekerja
berperilaku dalam
melaksanakan pekerjaannya (Jones dan George (2008:519). Berdasarkan pengertian motivasi di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah keinginan yang menggerakkan atau mendorong sesorang untuk berbuat sesuatu. Selanjutnya dikemukakan beberapa teori tentang motivasi.
13
2.2.1. Teori Maslow Maslow mencetuskan teori hierarki kebutuhan, bahwa hierarki kebutuhan sesungguhnya dapat digunakan untuk mendeteksi motivasi manusia. Ada dua asumsi yang merupakan dasar dari teorinya, yakni kebutuhan seseorang bergantung pada apa yang telah dipunyainya, dan kebutuhan merupakan hierarki dilihat dari pentingnya. Maslow (1970) membagi kebutuhan manusia ke dalam lima kategori kebutuhan, yaitu kebutuhan fisiologis ( physiological needs), kebuthan rasa aman ( safety needs ), kebutuhan kasih sayang (belongingness and love needs ), kebutuhan akan aktualisasi diri ( need for self actualization ) dan kebutuhan akan rasa harga diri ( esteem need ). 1) Kebutuhan fisiologis ( physiological needs), kebutuhan yang paling rendah adalah kebutuhan fisiologi. Apabila kebutuhan ini belum terpenuhi, manusia akan terus
berusaha memenuhinya sehingga
kebutuhan yang lain berada pada tingkat yang lebih rendah. Sebaliknya, apabila kebutuhan fisiologi telah terpenuhi maka kebutuhan berikutnya akan menjadi kebutuhan yang paling tinggi. Kebutuhan ini memerlukan pemenuhan yang paling mendesak, misalnya kebutuhan akan makanan, minuman,air dan udara. 2) Kebuthan rasa aman ( safety needs ) Kebutuhan tingkat kedua ini adalah
kebutuhan yang mendorong individu untuk memperoleh
ketentraman , kepastian dan keraturan darikeadaan lingkungan misalnya kebutuhan akan pakaian , tempat tinggal dan perlindungan atas tindakan yang sewenang-wenang.
14
3) Kebutuhan Kasih Sayang ( belongingness and love needs). Kebutuhan ini mendorong individu untuk mengadakan hubungan afektif atau ikatan emosional dengan individu lain, baik dengan sesama jenis maupun yang dengan berlainan jenis, di lingkungan keluarga ataupun di masyarakat , misalnya rasa disayangi, diterima dan dibutuhkan orang lain. 4) Kebutuhan akan rasa harga diri (esteem needs): Kebutuhan ini terdiri dari dua bagian. Bagian pertama adalah penghormatan atau penghargaan dari diri sendiri, dan bagian yang kedua adalah penghargaan dari orang lain.Misalnya hasrat untuk memperoleh kekuatan
pribadi dan
penghargaan atas apa-apa yang dilakukannya. 5) Kebutuhan akan aktualisasi diri (need for self actualization). Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang paling tinggi dan akan muncul apabila kebutuhan yang ada di bawahannya sudah terpenuhi dengan baik misalnya seorang pemusik menciptakan komposisi musik atau seseorang ilmuwan menemukan suatu teori yang berguna bagi kehidupan. 2.2.2. Teori McCelland Teori McCelland memusatkan pada suatu kebutuhan, yakni kebutuhan berprestasi. McCelland mengatakan bahwa manusia pada hakikatnya mempunyai kemampuan untuk berprestasi di atas kemampuan orang lain. Selanjutnya McCeland mengatakan bahwa setiap orang mempunyai keinginan untuk melakukan karya yang berprestasi atau yang lebih baik dari karya orang lain. Dalam pada itu, McCeland mengatakan ada tiga kebutuhan manusia, yakni 1)kebutuhan untuk berprestasi, 2) kebutuhan untuk berafiliasi, 3 kebutuhan
15
kekuasaan. Ketiga kebutuhan ini terbukti merupakan unsur-unsur yang amat penting dalam menentukan prestasi seseorang pekerja (Mulyasa, 2001; 123).
2.2.3. Teori Alderfer Teori Aldefer sesungguhnya merupakan perluasan lebih lanjut dari teori Maslow. Alferder membedakan tiga kelompok kebutuhan yaitu 1). Kebutuhan akan keberadaan (existensi), 2) Kebutuhan berhubungan (relatedness, 3) kebutuhan untuk bertumbuh (growth need). Kebutuhan keberadaan hampir sama dengan kebutuhan fisik dari Maslow. Kebutuhan berhubungan, kira-kira sama artinya dengan kebutuhan sosial dari Maslow .Menurut Alferder kebutuhankebutuhan tingkat bawah tidak harus dipenuhi terlebih dahulu. Dapat saja kebutuhan tingkat atas timbul terlebih dahulu tanpa harus dipenuhi kebutuhan tingkat bawah.
2.2.4. Teori X dan teori Y Teori ini dikembangkan
oleh McGregor. Menurut Gregor cirri-ciri
organisasi tradisinal pada dasarnya bertolak dari asumsi mengenai sifat dan motivasi manusia. Lebih lanjut Gregor mengungkapkan
bahwa teori X
menganggap sebagian besar manusia lebih suka diperintah dan tidak tertarik akan rasa tanggung jawab serta masih bersifat anak-anak. Orang-orang yang tergolong teori X pada hakikatnya tidak suka bekerja, berkemampuan kecil untuk mengatasi masalah-masalah organisasi, dan hanya membutuhkan motivasi fisiologis saja.. Oleh karena itu, perlu diawasi secara ketat. Teori X memiliki kelemahannya. Karena itu Gregor memberikan alternatif, yaitu teori Y. Teory Y merupakan
16
kebalikan teori X. Teori Y menganggap manusia suka bekerja , dapat mengontrol diri sendiri dan mempunyai kemampuan untuk berkreativitas. Oleh karena itu, orang semacam itu tidak perlu diawasi secara ketat.. Berdasarkan uraian-urain tentang motivasi di atas dapat disimpulkan bahwa kebutuhan-kebutuhan manusia terbagi ke dalam dua jenis kebutuhan , yaitu primer (yang bersifat fisiologi) dan sekunder (yang bersifat sosio-psikologis. Motif manusia timbul berdasarkan kebutuhan hidup tersebut. Dengan demikian motif sangat berpengaruh terhadap tingkah laku seseorang. Berdasarkan teori motivasi sebagaimana diuraikan di atas , terdapat beberapa prinsip yang dapat diterapkan untuk memotivasi pegawai agar mau dan mampu meningkatkan kinerjanya, di antaranya pegawai akan bekerja lebih giat apabila kegiatan yang dilakukannya menarik dan menyenangkan. Siagian (2004 ; 132) menyebutkan motivasi adalah daya pendorong yang mengakibatkan sesorang anggota organisasi mau dan rela untuk menggerahkan kemampuan dalam bentuk keahlian atau keterampilan, tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai
kegiatan
yang
menjadi
tanggung
jawabnya
dan
menunaikan
kewajibannya, dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang telah ditentukan sebelumnya. Mangkunegara (2005;195) menyebutkan motivasi adalah
reaksi
yang
timbul dari dalam diri seseorang sebagai dorongan karena adanya rangsangan dari luar yang mempengaruhi untuk memenuhi tujuan tertentu (Suranta, 2002). Menurut Mangkunegara (2005 ; 197) motivasi merupakan kondisi yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan, dan memelihara perilaku yang
17
berhubungan
dengan
lingungan
kerja. Sementara Zainun (1990 ; 201)
menjelaskan motivasi adalah proses atau faktor yang mendorong orang untuk bertindak atau berperilaku dengan cara tertentu, dengan dasar manusia mudah
diberikan
motivasi
karena
jika
kebutuhannya
terpenuhi
maka
seseorang akan mempunyai motivasi yang tinggi untuk menyelesaikan tugastugas yang diberikan. Bentuk atau factor-faktor motivasi yang dapat digunakan agar karyawan memiliki semangat dan gairah dalam bekerja antara lain (Alex,1980) : 1) Gaji yang cukup 2) Memperhatikan kebutuhan rohani 3) Menciptakan suasana santai 4) Harga diri perlu mendapat perhatian 5) Beri kesempatan mereka untuk maju 6) Rasa aman mengahadapi masa depan perlu diperhatikan 7) Usaha para karyawan untuk mempuyai legalitas 8) Sesekali karyawan perlu diajak berunding. 9) Pembinaan insentif yang terarah. 10) Fasilitas yang menyenagkan. Ada dua jenis motivasi seseorang yaitu yang berasal dari dalam diri dan dari luar diri yang berdasarkan teori Herzberg menyebutkan terdapat dua faktor yang mendorong karyawan termotivasi dalam berkerja, yaitu faktor intrinsik dan factor ekstrinsik. Faktor Intrinsik (motivator factors) merupakan daya dorong yang timbul dari dalam diri masing-masing seperti adanya rasa tanggung jawab,
18
prestasi yang diraih, pengakuan orang alin, pekerjaan itu sendiri, kemungkinan pengembangan, kemajuan dan faktor yang kedua adalah factor ekstrinsik (hygiene factors) merupakan daya dorong yang datang dari luar diri seseorang seperti gaji, kebijakan dan administrasi, kondisi kerja, hubungan kerja, prosedur perusahaan dan status (Manullang, 2001 ; 204). Terdapat dua jenis motivasi yang perlu diketahui oleh manajer untuk memotivasi bawahannya yang menurut Hasibuan (1999: 99) yaitu : 1) Motivasi Positif (insentif motivasi) yaitu dengan memberikan hadiah kepada mereka yang berprestasi baik. Dengan motivasi positif ini semangat kerja bawahan akan meningkat karena manusia pada umumnya senang menerima yang baik-baik saja. Motivasi positif efektif untuk jangka panjang, sedang motivasi negative efektif untuk jangka pendek saja. Tetapi manajer harus konsisten dan adil dalam menerapkannya. 2) Motivasi Negatif (insentif negatif) yaitu dengan memberikan hukuman kepada mereka yang pekerjaannya kurang baik (prestasi rendah). Dengan motivasi negatif ini semangat kerja bawahan dalam jangka waktu pendek akan meningkat karena mereka takut di hukum. Tetapi untuk jangka waktu panjang dapat berakibat kurang baik. Dalam praktek kedua jenis motivasi diatas sering digunakan oleh manajer suatu perusahaan.
2.3.
Kinerja Pegawai Secara etimologi, kinerja berasal dari kata prestasi kerja (performance).
Sebagaimana dikemukakan oleh Mangkunegara (2005 ; 243), istilah kinerja berasal dari kata prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang
19
yaitu hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Kinerja menurut Rivai dan Sagala (2011) merupakan suatu istilah secara umum yang digunakan untuk sebagian atau seluruh tindakan atau aktivitas dari suatu organisasi pada suatu periode dengan referensi pada sejumlah standar seperti biaya-biaya masa lalu atau yang diproyeksikan dengan dasar efisiensi, pertanggunjawaban atau akuntabilitas manajemen dan semacamnya. Wirawan (2009) menyebutkan kinerja adalah keluaran yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau indikator-indikator suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu tertentu, sedangkan menurut Gibson et at., (1996) kinerja karyawan merupakan suatu ukuran yang dapat digunakan untuk menetapkan perbandingan antara hasil pelaksanaan tugas, tanggung jawab yang diberikan oleh organisasi pada periode tertentu dan relatif dapat digunakan untuk mengukur prestasi kerja atau kinerja organisasi. Menurut Wirawan (2009 ; 279) secara umum dimensi kinerja dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu: hasil kerja, perilaku kerja dan sifat pribadi yang berhubungan dengan pekerjaan. 1) Hasil kerja, merupakan keluaran kerja dalam bentuk barang dan jasa yang dapat dihitung dan diukur kuantitas dan kualitasnya. Pengukuran kinerja melalui hasil kerja
pekerja
Drucker melalui teori Manajement
sejalan dengan pendapat
Peter
by Objectives (MBO). Seorang
20
pekerja dinilai melalui hasil kerjanya baik secara kuantitatif maupun kualitatif. 2) Perilaku Kerja. Karyawan yang berada di tempat kerja memiliki dua perilaku, yaitu perilaku pribadi
dan perilaku kerja. Perilaku pribadi
merupakan perilaku yang tidak berhubungan dengan pekerjaan, misalnya : cara berjalan, cara berbicara dan sebagainya. Perilaku kerja merupakan perilaku pekerja yang berhubungan dengan pekerjaan, misalnya:kerja keras, ramah, disiplin dan sebagainya. Perilaku kerja dicantumkan dalam standar kinerja, prosedur kerja, kode etika dan peraturan organisasi. Perilaku kerja dapat dikelompokkan menjadi perilaku kerja umum dan khusus. Perilaku kerja umum merupakan perilaku yang diperlukan semua jenis pekerjaan, misalnya: loyal pada organisasi, disiplin dan bekerja keras. Perilaku kerja khusus diperlukan untuk pekerjaan tertentu, misalnya: Satpam tugas dan tidak banyak bicara, penjual jasa dituntu ramah dan selalu ceria ketika melayani
pelanggan. Sistem
evaluasi
kinerja yang menggunakan pendekatan perilaku kerja di antaranya model behaviorally observation scale (BOS) dan Behavior Expectation Scale (BES). 3) Sifat pribadi yang ada hubungannya dengan pekerjaan. Seseorang memiliki banyak sifat pribadi yang dibawa sejak lahir dan diperoleh ketika dewasa dari pengalaman dan dari pekerjaan. Sifat pribadi yang dinilai hanyalah sifat pribadi yang berhubungan dengan pekerjaan, misalnya penampilan, sikap terhadap pekerjaan, jujur, cerdas dan
21
sebagainya. Misalnya, seorang pramusaji di restoran
dituntut untuk
memiliki sifat pribadi bersih, wangi, ramah, pandai bergaul dan periang. Penyusunan evaluasi menggunakan sifat pribadi muda dan universal, karena hanya menentukan indicator sifat
pribadi dan deskripsi level
kinerja dalam bentuk kata sifat dan angka. Kinerja pekerja merupakan kombinasi dari hasil kerja, perilaku kerja dan sifat pribadi yang ada hubungannya dengan pekerjaan. Hasil kerja harus dicapai dengan berperilaku tertentu sesuai standard dan tidak boleh sekehendak hati pekerja. Demikian juga untuk mencapai hasil tertentu diperlukan sifat pribadi tertentu. Kombinasi ketiga dimensi kinerja bila dinyatakan dalam persentase untuk jenis pekerjaan yang satu
berbeda dengan jenis pekerjaan yang lain.
Misalnya untuk pekerja pabrik rokok persentase hasil kerja 80%, perilaku kerja 15% dan sifat pribadi yang berhubungan dengan pekerjaan 5%. Kinerja manajer sumber daya manusia untuk hasil kerja 15%, perilau kerja 60% dan sifat pribadi yang berhubungan dengan pekerjaan 25%. Ada juga yang mengkombinasikan antara hasil kerja dengan perilaku kerja , karena sifat pribadi yang berhubungan dengan pekerjaan dimaksudkkan ke dalam dimensi perilaku kerja. Menurut Mangkunegara (2009 ; 289) mengatakan bahwa dalam rangka peningkatan kinerja pegawai, terdapat tujuh langkah yang dapat dilakukan yaitu sebagai berikut: 1) Mengetahui adanya kekurangan dalam kinerja. 2) Mengenal kekurangan dan tingkat keseriusan.
22
3) Mengidentifikasikan
hal-hal yang mungkin menjadi
penyebab
kekurangan, baik yang berhubungan dengan system maupun yang berhubungan dengan pegawai itu sendiri. 4) Mengembangkan rencana tindakan untuk menanggulangi penyebab kekurangan tersebut. 5) Melakukan rencana tindakan tersebut. 6) Melakukan evaluasi apakah masalah tersebut sudah teratasi atau belum. 7) Mulai dari awal apabila perlu. 2.4. Keterkaitan Antara Variable Kepemimpinan, Motivasi Dan Kinerja Karyawan Keterhubungan antara variable kepemimpinan, motivasi dan kinerja karyawan telah banyak diteliti oleh para peneleliti. Faktor kepemimpinan merupakan variable yang memberikan pengaruh kinerja dan dapat meningkatkan kinerja karyawan (Abbas dan Yaqoob, 2009). Riyadi (2011) dalam penelitiannya menemukan adanya hubungan yang positif dan signifikan antara gaya kepemimpinan terhadap kinerja karyawan. Cahyono, (2012) menemukan adanya pengaruh yang signifikan antara gaya kepemimpinan dan kinerja dosen serta karyawan universitas. Hasbullah ( 2010) menemukan adanya hubungan langsung antara gaya kepemimpinan terhadap kinerja karyawan. Hasil yang sama juga ditemukan dalam penelitian yang dilakukan oleh Putra, (2011). Hubungan
motivasi terhadap kinerja karyawan juga telah diteliti oleh
Saputra, (2010) yang mendapatkan adanya pengaruh yang signifikan antara Motivasi dan kinerja karyawan. Riyadi (2011) dalam penelitiannya menemukan
23
adanya hubungan yang positif dan signifikan antara motivasi terhadap kinerja karyawan. Susanti dan Baskoro (2009) menemukan bawah motivasi dan kepemimpinan ditemukan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap disiplin kerja dan kinerja karyawan PLN Semarang. Motivasi ditemukan memiliki peran yang penting terhadap kinerja karyawan industry di Pakistan (Zameer, 2014). Cahyono, (2012) menemukan adanya pengaruh yang signifikan antara motivasi dan kinerja dosen serta karyawan universitas. Selanjutnya, Hasbullah, (2010) menemukan adanya hubungan langsung antara kepemimpinan terhadap kinerja karyawan. Hasil yang sama juga ditemukan dalam penelitian yang dilakukan oleh Putra, (2011). Hubungan antara gaya kepemimpinan dan motivasi secara bersamasama berpengaruh terhadap kinerja telah dilakukan oleh Hasbullah (2010), menemukan adanya hubungan secara bersama-sama antara gaya kepemimpinan dan motivasi terhadap kinerja karyawan.