BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1
Landasan Teori
2.1.1 Pengertian Prosedur Prosedur merupakan rangkaian atau langkah-langkah yang dilaksanakan untuk menyelesaikan kegiatan atau aktivitas, sehingga dapat tercapainya tujuan yang diharapkan secara efektif dan efisien, selain itu prosedur juga dapat memudahkan para pekerja dalam menyelesaikan suatu masalah secara terperinci sesuai dengan jangka waktu yang sudah ditentukan sebelumnya. Menurut Azhar (2007: 264) dalam bukunya yang berjudul “Sistem Informasi Akuntansi” menyatakan bahwa prosedur adalah rangkaian aktivitas atau kegiatan yang dilakukan secara berulang-ulang
dengan cara yang sama.
Berdasarkan penelitian ini, prosedur merupakan tahap-tahap kegiatan dalam pelaksanaan kliring pada PT. Bank BPD Bali Kantor Cabang Gianyar. 2.1.2 Pengertian Bank Bank dikenal sebagai lembaga keuangan yang kegiatan utamanya menerima simpanan, giro, tabungan , dan deposito. Kemudian bank juga dikenal sebagai tempat untuk meminjam uang (kredit) bagi masyarakat yang membutuhkannya. Disamping itu bank adalah suatu badan yang tugas utamanya sebagai perantara untuk menyalurkan penawaran dan permintaan kredit pada waktu yang ditentukan.
6
Menurut Undang-Undang Pokok Perbankan No.10 Tahun 1998 , bank merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. 2.1.3 Jenis-Jenis Bank Menurut Kasmir (2010: 20) dalam bukunya yang berjudul “Dasar-Dasar Perbankan” adapun jenis perbankan dewasa ini dapat ditinjau dari beberapa segi, yaitu segi fungsi, kepemilikan, status, dan cara menentukan harga. 1.
Dilihat dari segi fungsinya 1) Bank umum, yaitu bank yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip-prinsip syariah dalam memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. 2) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
2.
Dilihat dari segi kepemilikannya 1) Bank milik pemerintah Bank milik pemerintah merupakan bank yang akte pendiriannya maupun modal bank ini sepenuhnya dimiliki oleh pemerintah, sehingga keuntungannya dimiliki oleh pemerintah pula. Selain itu ada juga bank milik pemerintah daerah yang terdapat di daerah tingkat I dan tingkat II masing-masing provinsi.
7
2) Bank milik swasta nasional. Bank milik swasta nasional merupakan bank yang seluruh atau sebagaian besar sahamnya dimiliki oleh swasta nasional, sehingga keuntungannya menjadi milik swasta pula. 3) Bank milik koperasi Bank milik koperasi merupakan bank yang kepemilikan saham-sahamnya oleh perusahaan yang berbadan hukum koperasi. 4) Bank milik campuran Bank milik campuran merupakan bank yang sahamnya dimiliki oleh pihak asing dan pihak swasta nasional secara mayoritas sahamnya dipegang oleh warga Negara Indonesia. 3.
Dilihat dari segi status 1) Bank devisa Bank devisa merupakan bank yang dapat melaksanakan transaksi ke luar negeri atau yang berhubungan dengan mata uang asing secara keseluruhan. 2) Bank nondevisa Bank nondevisa merupakan bank yang belum mempunyai izin untuk melaksanakn transaksi sebagai bank devisa, sehingga tidak melaksankan transaksi yang berhubungan dengan luar negeri.
4.
Dilihat dari segi cara menentukan harga 1) Bank yang berdasarkan prinsip konvensioanl adalah bank yang dalam mencari keuntungan dan menentukan harga kepada para nasabahnya.
8
2) Bank yang berdasarkan prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank dengan pihak lain untuk menyimpan data. Dari uraian diatas PT. Bank BPD Bali termasuk dalam jenis bank pemerintah daerah karena sebagian saham PT. Bank BPD Bali dimiliki oleh Pemerintah Daerah Provinsi. 2.1.4 Pengertian Kliring Kliring berasal dari istilah kata dalam bahasa inggris “Clearing” sebagai suatu istilah dalam dunia perbankan dan keuangan yang menunjukan suatu aktivitas yang berjalan sejak saat terjadinya kesepakatan tersebut. Kasmir
(2010:
151)
dalam
bukunya
“Dasar-Dasar
Perbankan”,
mendefinisikan kliring sebagai jasa penyelesaian hutang-piutang antar bank dengan cara saling menyerahkan warkat-warkat yang akan dikliringkan di lembaga kliring. Kliring juga dapat diartikan sebagai suatu proses penyelesaian pembukuan dan pembayaran antar bank dengan memindahkan saldo kepada pihak yang berhak. Kliring adalah proses perhitungan, pelunasan, dan pertukaran warkat-warkat kliring antar bank anggota yang dikoordinasi Bank Indonesia. 2.1.5 Jenis-Jenis Kliring Saat penyelenggaraan kliring lokal dilakukan dengan menggunakan 4 (empat) macam sistem kliring, yaitu :
9
1.
Sistem manual Sistem manual adalah sistem penyelenggaraan kliring lokal yang dalam pelaksanaan perhitungan, pembuatan Bilyet Saldo Kliring serta pemilahan warkat dilakukan secara manual oleh setiap peserta kliring.
2.
Sistem Semi Otomasi Sistem semi otomasi yaitu sistem penyelenggaraan kliring lokal yang dalam pelaksanaan perhitungan dan pembuatan Bilyet Saldo Kliring dilakukan secara otomasi, sedangkan pemilahan warkat dilakukan secara manual oleh peserta.
3.
Sistem Otomasi Sistem otomasi yaitu sistem penyelenggaraan kliring lokal yang dalam dan pelaksanaan perhitungan, pembuatan Bilyet Saldo Kliring dan pemilahan warkat dilakukan oleh penyelenggara secara otomasi, perhitungan kliring akan didasarkan pada warkat yang dibuat oleh peserta kliring sesuai dengan warkat yang dikliringkan oleh peserta kliring.
4.
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia, yang selanjutnya disebut SKNBI adalah Sistem Kliring Bank Indonesia yang meliputi kliring debet dan kliring kredit yang penyelesaian akhirnya dilakukan secara nasional.
2.1.6 Peserta Kliring Menurut Lapoliwa dan Kuswandi, (1993: 46) dalam bukunya “Akuntansi Perbankan” peserta kliring dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
10
1. Peserta langsung, yaitu bank-bank yang sudah tercatat sebagai peserta kliring dan dapat memperhitungkan warkatnya secara langsung dalam pertemuan kliring. 2. Peserta tidak langsung, yaitu bank-bank yang belum tercatat sebagai peserta dan yang memperhitungkan warkatnya dengan kantor pusat atau kantor cabang lainnya yang sudah tercatat sebagai peserta kliring. 2.1.7 Warkat Kliring Warkat kliring adalah permintaan nasabah bank untuk penagihan piutangnya berupa uang giral atau pembayaran kewajibannya melalui Lalu Lintas Pembayaran (LPP) Modern dalam suatu lembaga kliring. Menurut Kasmir (2010:152) macam-macam warkat yang dapat dikliringkan adalah sebagai berikut: 1. Cek (cheque) Cek adalah surat perintah tanpa syarat dari nasabah kepada bank yang memelihara rekening giro nasabah tersebut, untuk membayar sejumlah uang kepada pihak yang disebutkan di dalamnya atau kepada pemegang cek tersebut. Pemindahan hak atas cek dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu untuk cek atas nama, pemindahan haknya dapat dilakukan endesement, sedangkan untuk cek atas unjuk, pemindahan haknya hanya dengan memindahkan cek dari tangan ke tangan tanpa membutuhkan adanya endosemen. 1) Syarat Formal Cek Sesuai dengan ketentuan dalam pasal 178 KUHD setiap cek harus memenuhi syarat formal sebagai berikut : (1) Nama “cek” harus termuat dalam teks. (2) Perintah tak bersyarat untuk membayar sejumlah uang tertentu. 11
(3) Nama orang yang harus membayarnya (nama tertarik). (4) Penetapan tempat dimana pembayaran harus dilakukan. (5) Tanggal dan tempat cek ditarik. (6) Tanda tangan orang yang mengeluarkan cek (tanda tangan penarik). 2) Penarikan kembali cek Penarik cek wajib menyediakan dana yang cukup dalam rekeningnya pada bank tertarik mulai dari tanggal penarikan sampai tanggal kadaluarsa kecuali ditarik kembali. 3) Daluarsa Cek Daluarsa cek dihitung setelah lewat waktu 6 (enam) bulan sejak mulai tanggal berakhirnya tenggang waktu pengunjukan adalah 70 (tujuh puluh) hari sejak tanggal penarikan. 2. Bilyet Giro (BG) Bilyet Giro merupakan surat perintah dari nasabah kepada bank yang memelihara rekening giro tersebut, untuk memindah bukukan sejumlah uang dari rekening yang bersangkutan kepada pihak penerima yang disebutkan namanya atau nomor rekening pada bank yang sama atau bank lainnya melalui kliring. 1) Syarat formal Bilyet Giro Sesuai dengan ketentuan pasal 2 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 28/32/KEP/DIR tanggal 4 Juli 1995 tentang Bilyet Giro, ditentukan bahwa Bilyet Giro harus memenuhi syarat formal sebagai berikut : (1) Nama Bilyet Giro dan nomor Bilyet Giro yang bersangkutan. (2) Nama tertarik.
12
(3) Perintah yang jelas dan tanpa syarat untuk memindah bukukan dana atas beban rekening penarik. (4) Nama dan nomor rekening pemegang. (5) Nama bank penerima. (6) Jumlah dana yang dipindahkan baik dalam angka maupun dalam huruf selengkap-lengkapnya. (7) Tempat dan tanggal penarikan. (8) Tanda tangan, nama jelas dan atau dilengkapi dengan cap/stempel dengan persyaratan pembukuan rekening. 2) Pembatalan Bilyet Giro Pembatalan Bilyet Giro hanya dapat dilakukan setelah berakhirnya tenggang waktu penawaran dengan surat pembatalan yang ditujukan kepada bank tertarik dengan menyebutkan nomor Bilyet Giro, tanggal penarikan dan jumlah dana yang dipindahkan. Penarik tidak dapat membatalkan Bilyet Giro selama dalam tenggang waktu penawaran, yaitu : (1) Tenggang waktu penawaran Bilyet Giro adalah 70 (tujuh puluh) hari terhitung sejak tanggal penarikan. (2) Bilyet Giro yang ditawarkan kepada bank sebelum tanggal efektif atau sebelum
tanggal
penarikan
harus
ditolak
oleh
bank,
tanpa
memperhatikan tersedia atau tidaknya dana dalam rekening penarik. (3) Bilyet Giro yang diterima oleh bank setelah berakhirnya tenggang waktu penawaran dapat dilaksanakan perintahnya sepanjang dananya tersedia dan tidak dibatalkan oleh penarik.
13
3) Daluarsa Bilyet Giro Daluarsa Bilyet Giro dihitung setelah lewat waktu 6 (enam) bulan terhitung mulai tanggal berakhirnya tenggang waktu penawaran. 3. Wesel Bank Untuk Transfer Yaitu wesel yang diterbitkan oleh bank khusus untuk sarana transfer. 4. Surat Bukti Penerimaan Transfer dari Luar Kota Yaitu surat bukti penerimaan transfer dari luar kota yang dapat ditagih kepada bank penerima dana transfer melalui kliring lokal. 5. Lalu Lintas Giro (LLG) / Nota Kredit Yaitu warkat yang digunakan untuk menyampaikan dana pada bank lain untuk untung bank atau nasabah yang menyampaikan warkat tersebut. 6. Nota Debet Yaitu warkat yang digunakan untuk menagih dana pada bank lain untuk untung bank atau nasabah yang menyampaikan warkat tersebut. Syarat-syarat warkat yang dapat dikliringkan adalah : 1. Dinyatakan dalam mata uang rupiah. 2. Telah dapat ditagih pada saat dikliringkan. 3. Telah jatuh tempo pada saat dikliringkan. 4. Telah dibubuhi cap atau stempel kliring. Warkat kliring terdiri dari dua jenis, yaitu : 1. Warkat debet kliring Warkat debet adalah warkat-warkat penagihan piutang uang giral (cek, bilyet giro, wesel, draft L/C, promes nota, dan lain-lain) yang disetorkan nasabah
14
kepada bank peserta kliring untuk ditagihkan kepada bank penerbitnya. Dalam warkat debit kliring dibedakan menjadi 2 macam, yakni : 1) Warkat debet masuk (incoming clearing) Adalah warkat uang giral dari bank bersangkutan yang diterima bank lain. 2) Warkat debit keluar (outgoing clearing) Adalah warkat uang giral dari bank lainnya yang disetorkan pada bank untuk ditagih kepada bank penerbitnya. 2. Warkat kredit kliring Warkat kredit adalah warkat-warkat perintah pembayaran yang diberikan nasabah kepada bank untuk membayar kewajibannya melalui kliring bank lainnya. Warkat kredit terdiri dari 2 jenis, yaitu : 1) Warkat kredit masuk (incoming clearing) Adalah warkat kredit kliring yang diterima (masuk) dari bank peserta kliring lainnya. 2) Warkat kredit keluar (outgoing clearing) Adalah warkat kredit yang diterima suatu bank untuk dibayar melalui kliring kepada bank lainnya. Warkat-warkat yang bukan kliring : 1. Warkat-warkat yang belum memenuhi syarat-syarat warkat kliring. 2. Penyetor warkat kepada penyelenggara untuk keperluan penyelesaian saldo negative atau saldo debet. 3. Penyetoran warkat kepada penyelenggara untuk pelaksanaan transfer dalam rangka pelimpahan likuidasi dari suatu peserta kepada kantor-kantor cabangnya yang lain. 15
4. Penyetoran-penyetoran lain yang ditetapkan Bank Indonesia sebagai lembaga kliring berdasarkan kebutuhan. 2.1.8 Tolakan Kliring Warkat-warkat yang dikliringkan tidak semuanya tertagih, bahkan setiap transaksi kliring terdapat beberapa warkat yang ditolak pembayarannya. Ada beberapa lasan penolakan kliring dalam kliring masuk sebagai mana yang tercantum dalam PBI No. 7/18//PBI/2005 tanggal 22 Juli 2005 tentang Sistem Kliring Nasional sebagaimana telah diubah terakhir dengan PBI No. 12/5/2010 tanggal 12 Maret 2010 (PBI SKNBI). Alasan-alasan tersebut meliputi : 1. Saldo Rekening Giro atau Rekening Khusus tidak cukup. 2. Rekening Giro atau Rekening Khusus telah ditutup. 3. Unsur Cek/ syarat formal Bilyet Giro tidak dipenuhi, yaitu tidak terdapat penyebutan tempat dan tanggal penarikan. 4. Unsur Cek tidak dipenuhi, yaitu tidak terdapat tanda tangan Penarik. 5. Syarat formal Bilyet Giro tidak dipenuhi, yaitu tidak terdapat nama dan nomor Rekening Giro Pemegang. 6. Syarat formal Bilyet Giro tidak dipenuhi, yaitu tidak terdapat nama Bank Penerima. 7. Syarat formal Bilyet Giro tidak dipenuhi, yaitu tidak terdapat jumlah dana yang dipindahbukukan baik dalam angka maupun dalam huruf selengkaplengkapnya. 8. Syarat formal Bilyet Giro tidak dipenuhi, yaitu tidak terdapat tanda tangan, nama jelas dan/atau dilengkapi dengan cap/stempel.
16
9. Bilyet Giro diunjukkan sebelum tanggal penarikan atau sebelum tanggal efektif, atau tanggal efektif dicantumkan dalam tenggang waktu pengunjukkan. 10. Cek dan/atau Bilyet Giro dibatalkan oleh Penarik setelah berakhirnya tenggang waktu pengunjukkan berdasarkan surat pembatalan dari Penarik. 11. Cek dan/atau Bilyet Giro sudah daluarsa. 12. Perubahan
teks/perintah
yang
tertulis
pada
Bilyet
Giro
tidak
ditandatangani oleh Penarik. 13. Tanda tangan tidak cocok dengan spesimen. 14. Bank Penagih bukan merupakan Bank penerima yang disebut dalam Cek Silang Khusus atau Bilyet Giro sebagai Bank penerima Dana. 15. Cek dan/atau Bilyet Giro diblokir pembayarannya oleh Penarik karena hilang atau dicuri (harus dilampiri dengan surat keterangan dari kepolisian). 16. Cek dan/atau Bilyet Giro diblokir pembayarannya oleh instansi yang berwenang karena diduga terkait dengan tindak pidana yang dilakukan oleh penarik (harus dilampiri dengan surat pemblokiran dari instansi yang berwenang). 17. Rekening Giro diblkir oleh instansi yang berwenang (harus dilampiri dengan surat pemblokiran dari instansi yang berwenang). 18. Perintah dalam DKE Debet tidak sesuai dengan perintah dalam Warkat Debet yang bersangkutan. 19. Penerimaan DKE Debet tidak disertai dengan penerimaan fisik Warkat Debet.
17
20. Cek dan/atau Bilyet Giro diduga palsu/dimanipulasi. 21. Warkat Debet yang diterima oleh Bank Tertarik bukan ditujukan untuk bank Tertarik. 22. Tidak ada Endosemen pada Cek atas nama yang dialihkan pada pihak lain. 23. Nota Debet tidak sesuai dengan ketentuan dan/atau perjanjian yang mendasarinya. 2.1.9 Mekanisme Kliring Menurut Muhammad dan Suwiknyo (2009: 190) bahwa dalam proses kliring terdiri dari 2 tahapan, yaitu: 1.
Kliring Debet 1) Kliring Penyerahan Kliring penyerahan adalah bagian dari suatu siklus kliring guna memperhitungkan warkat DKE yang disampaikan oleh peserta. Kegiatan yang harus dilakukan dalam kliring penyerahan adalah: -
Menyediakan prefund.
-
Menerima warkat.
-
Memeriksa dan verifikasi warkat.
-
Membuat laporan keuangan.
-
Membuat kartu batch, encode dan DKE.
-
Memberikan stempel kliring dan membubuhkan tanda tangan.
-
Mengirim DKE dan warkat kliring ke Penyelenggara Kliring Lokal (PKL).
18
2) Kliring Pengembalian Kliring
pengembalian
adalah
bagian
dari
siklus
kliring
guna
memperhitungkan warkat dan ketentuan Bank Indonesia atau karena tidak sesuai dengan tujuan dan persyaratan penerbitannya. Kegiatan yang dilaksanakan dalam kliring pengembalian atau retur pada umumnya adalah: -
Menyediakan prefund.
-
Menerima warkat.
-
Memeriksa dan verivikasi warkat.
-
Membuat Surat Keterangan Penolakan (SKP), surat peringatan atau surat pemberitahuan.
2.
-
Memasukan data ke Terminal Peserta Kliring (TPK).
-
Membuat kartu batch dan encode.
-
Membuat DKE.
-
Memberikan stempel kliring dan membubuhkan tanda tangan.
-
Mengirim warkat dan DKE.
Kliring Kredit 1) Kliring kredit keluar Yaitu kegiatan kliring yang digunakan untuk transfer kredit ke bank lain sebagai penerima. Kegiatan dalam kliring kredit keluar di bank yang bersangkutan meliputi: -
Menerima form setoran kliring kredit.
-
Pemeriksaan dan verivikasi form setoran.
-
Mengirim ke unit Penyelenggara Kliring Nasional (PKN)
19
2) Kliring kredit masuk Yaitu kegiatan kliring yang digunakan untuk melakukan transfer kredit dari bank lain sebagai penarik kepada bank penerima. Kegiatan kliring kredit masuk di bank yang bersangkutan meliputi: -
Mendownload data.
-
Approval data.
-
Melakukan tindak lanjut pembukuan rekening.
2.1.10 Jadwal Kliring Menurut PBI No. 7/18//PBI/2005 tanggal 22 Juli 2005 tentang Sistem Kliring Nasional sebagaimana telah diubah terakhir dengan PBI No. 12/5/2010 tanggal 12 Maret 2010 (PBI SKNBI). Jadwal kliring yang telah ditetapkan Bank Indonesia selaku penyelenggara kliring adalah sebagai berikut : 1. Kliring Kredit 1) Jam operasional Penyelenggara Kliring Kredit ditetapkan secara nasional oleh Penyelenggara Kliring Nasional (PKN). 2) Kegiatan operasional Penyelenggaran Kliring Kredit dimulai pada pukul 08.15 WIB sampai dengan pukul 15.30 WIB. 2. Kliring Debet 1) Jam operasional Penyelenggara Kliring debet ditetapka secara lokal per wilayah kliring oleh Penyelenggara Kliring Lokal (PKL). 2) Seluruh kegiatan kliring debet, yaitu kliring penyerahan dan pengembalian diselesaikan pada hari itu juga. 3. Batas waktu operasional penyelenggaraan kliring debet ditetapkan oleh PKN yaitu pukul 15.30 WIB. 20
2.1.11 Pengendalian Intern Sistem pengendalian intern merupakan struktur organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek penelitian dan keandalan data akuntansi, mendorong efisiensi dan mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen (Mulyadi, 2001: 163). Menurut Mulyadi (2008: 164) unsur pokok sistem pengendalian intern adalah: 1. Struktur organisasi yang memisahkan tanggung jawab fungsional secara tegas. 2. Sistem
wewenang
dan
prosedur
pencatatan
yang
memberikan
perlindungan yang cukup terhadap kekayaan , utang, pendapatan dan biaya. 3. Praktek yang sehat dalam melaksanakan tugas dan fungsi setiap unit organisasi. 4. Karyawan yang mutunya sesuai dengan tanggung jawabnya.
21