BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Televisi sebagai Media Massa 2.1.1 Pengertian Televisi Televisi adalah media komunikasi yang mentransmisikan gambar dan suara. Selain itu televisi juga merupakan media yang tidak hanya meyampaikan informasi tetapi juga membentuk sikap pemirsa, baik ke arah positive maupun negative, di sengaja maupun tidak di sengaja. Pemirsa adalah sasaran komunikasi melalui siaran televisi yang heterogen dimana masing-masing mempunyai kerangka acuan yang berbeda satu sama lain. Mereka berbeda bukan saja dalam usia dan jenis kelamin, tetapi juga dalam latar belakang sosial dan kebudayaan, sehingga pada gilirannya bebeda pula dalam pekerjaan, pandangan hidup, agama, dan kepercayaan, pendidikan, cita-cita, keinginan, kesenangan, dan lain sebagainya7. Televisi merupakan media audio visual yang mampumerebut 90% saluran masuknya pesan - pesan atau informasi ke dalam jiwa manusia yaitu lewat mata dan telinga. Dwyer (1988) dalam Andik (2008) mengatakan televisi mampu untuk membuat orang mengingat 50% dari apa yang mereka lihat dan dengar dari tayangan televisi wlaupun hanya sekali ditayangkan. Secara umum orang akan mengingat 85% dari apa yang mereka lihat dari televisi, setelah 3 jam kemudian dan 65% setelah 3 hari kemudian.
7
Onong Uchjana Effendy. Televisi Siaran: Teori dan Praktek. Mandar Maju. Bandung:1993, hal 22
8
9
Televisi juga merupakan salah satu perangkat (alat tehnis) yang digunakan dalam komunikasi massa. Pesan-pesan yang disampaikan ditujukan untuk khlayak umum, sehingga siapa saja bisa menyaksikan apa yang ditayangkan oleh televisi tersebut8. Televisi adalah alat komunikasi massa yang digunakan dalam proses komunikasi. Dengan ciri - ciri berlangsung satu arah, komunikator melembaga, pesan bersifat umum, sasarannya menimbulkan keserempakan dan komunikan yang heterogen9. Televisi merupakan suatu sistem komunikasi yang menggunakan suatu rangkaian gambar elektronk yang dipancarkan secara cepat, beruntun, dan diiringi unsur audio 10. Istilah televisi berasal dari kata tele yang berarti jauh dan visi yang berarti penglihatan. Segi jauhnya ditransmisikan dengan prinsip-prinsip radio sedangkan segi penglihatannya diwujudkan dengan prinsip-prinsip kamera sehingga menjadi gambar, baik dalam bentuk gambar hidup atau bergerak (moving picture) maupun gambar diam (still picture)11. Kehadiran televisi dapat menjadi hiburan di setiap rumah. Sebagai sumber hiburan, keberadaan televisi sanggup mengambil waktu seseorang untuk melihat dan mendengarkan acara - acara yang sedang berlangsung. Bahkan kehadirannya di tengah - tengah keluarga mampu membuat televisi sebagai anggota baru satu keluarga.
8
Ruedi Hofman. Dasar-Dasar Apresiasi Program Televisi. Grasindo. Jakarta:1999, hal 60 Ibid hal. 24 10 Sutisno P.C.S. Pedoman Praktis Penulisan Skenario Televisi dan Video. Grasindo. Jakarta:1993, hal. 1 11 Onong Uchjana Effendy. Ilmu Komunikasi Dalam Teori dan Praktek. Remaja Rosda Karya. Hal. 22 9
10
Pengiriman isi pesan melalui media televisi harus benar-benar menguasai sifat - sifat fisik dan massa dari media massa itu sendiri. Dengan memahami sifat individu yang dipakai maka proses komunikasi akan berjalan dengan efisien dan efektif sehingga kemungkinan pesan itu sampai kepada massa pun akan semakin besar. Dalam penyampaian isi pesannya, media televisi memiliki sifat - sifat yaitu publisitas, periodesitas, universalitas, aktualitas dan kontinuitas. Isi pesan media massa televisi berasal dari sumber resmi tentang suatu isu yang terjadi dalam masyarakat. Pendapat sumber resmi ini, apabila sudah ditayangkan akan menimbulkan pendapat umum. Televisi sebagai salah satu sarana komunikasi massa memiliki ciri-ciri sebagai berikut :12 a. Informasi disampaikan kepada komunikan melalui proses pemancaran atau transmisi. b. Isi pesan audiovisual artinya dapat didengar dn dilihat pada waktu bersamaan c. Sifatnya periodic atau tidak dapat diulang. d. Sifatnya transitory (hanya meneruskan). Pesan - pesan yang diterima hanya dapat dilihat dan didengar secara sekilas. e. Serentak dan global. f. Meniadakan jarak dan waktu.
12
JB Wahyudi. Komunikasi Jurnalistik dalam Wawan Kusnadi, Komunikasi Massa Sebuah Analisis Media Televisi. PT. Rineka Cipta. Jakarta:1996, Hal 8-9
11
g. Dapat menyajikan peristiwa atau pendapat yang sedang terjadi, secara langsung atau orisinil dan tunda (rekaman). h. Bahasa yang digunakan formal dan non formal (bahasa tutur). i. Kalimat singkat, padat, jelas dan sederhana. j. Tujuan akhir dari penyampaian pesan untuk menghibur, mendidik, kontrol sosial, dan menghubungkan atau sebagai bahan informasi.
2.1.2 Kelebihan dan Kekurangan Media Televisi Televisi dianggap sebagai media yang mampu menyiarkan informasi secara memuaskan. Hal ini disebabkan faktor yang terdapat pada media massa televisi yakni: a. Immediacy, menyangkut pengertian langsung dan dekat, yakni peristiwa disiarkan oleh stasiun dapat dilihat dan didengar oleh pemirsa pada saat peristiw tersebut berlangsung. b. Realism mengandung makna kenyataan, ini berarti bahwa stasiun televisi menyiarkan informasinya audio visual dengan perantara mikrofon dan kamera apa adanya sesuai kenyataan.13 Dibalik keunggulan televisi, ada juga kelemahan antara lain : a. Kecenderungan televisi untuk menempatkan khalayaknya sebagai obyek yang pasif sebagai obyek yang pasif sebagai penerima pesan.
13
Onong Uchjana Effendy. Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi. Erlangga. 1998, Hal. 21
12
b. Mendorong proses alih nilai dan pengetahuan yang cepat. Hal ini terjadi tanpa mempertimbangkan perbedaan tingkat perkembangan budaya dan peradaban yang ada di wilayah jangkauannya. c. Sifatnya sangat terbuka dan menjadikannya sulit dikontrol dampak negatifnya. d. Pergerakan
teknologi
penyiaran
yang
begitu
cepat
mendahului
perkembangan masyarakat dan budaya khalayak. Hal ini pada gilirannya melahirkan pro kontra tentang implikasi cultural televisi. e. Kecenderungan para pengelola televisi yang memanfatkan kelebihankelebihan televisi dan lebih berorientasi pada pertimbangan komersial sehingga mengesampingkan faktor pendidikan. 2.2 Program Hiburan Televisi Pengaruh program hiburan Televisi terhadap Kesehatan Sosial Masyarakat Indonesia, televisi sebagai media massa dalam komunikasi massa tidak terlepas dari dampak yang terjadi di masyarakat. Pengaruh - pengaruh televisi bisa berarti sebagai efek komunikasi massa. Donald K. Robert (Schramm dan Roberts: 1977) menyatakan bahwa efek ini hanyalah perubahan perilaku masyarakat setelah merekam pesan media massa. Berarti fokusnya pada pesan yang dibawa media. Beda halnya dengan McLuhan yang berpendapat bahwa efek yang timbul adalah medianya itu sendiri. “The medium is the message”. Media massa sendiri adalah pesan jadi yang mempengaruhi kita bukanlah pesan yang disampaikan media melainkan medianya itu sendiri. Namun tetap saja bahwa kehadiran media massa baik itu fisiknya maupun isinya membawa pengaruh atau efek bagi
13
masyarakat. Efek-efek tersebut disebutkan oleh Steven H. Chaffee dalam lima poin yaitu efek ekonomis, efek sosial, efek pada penjadwalan kegiatan, efek pada penyaluran/penghilangan perasaan tertentu dan efek perasaan orang terhadap media. Berdasarkan teori uses and gratification, perbedaan motif dalam konsumsi media massa juga menyebabkan kita bereaksi pada media massa secara berbeda pula. Teori ini setidaknya menjelaskan bahwa masyarakat kebanyakan menggunakan media massa sebagai pemuas kebutuhan. Karena sifatnya hanya memenuhi keinginan nafsu tanpa disertai pemikiran yang mendalam, pengaruhpengaruh mediapun mudah masuk ke dalam pikiran masyarakat. Seperti yang penulis ungkapkan pada sebelumnya, televisi baik bila berfungsi sebagai media komunikasi, informasi, budaya dan pendidikan. Namun televisi menjadi sesuatu yang kontroversial ketika dihadapkan pada kepentingan bisnis yang berpengaruh buruk bagi masyarakat. Acara atau program yang ditayangkan televisi punya pengaruh baik dan tidak baik bagi pemirsa. Berbagai persepsi dan perspektif akan muncul pada diri masyarakat setelah menonton sebuah acara televisi. Banyak riset yang dilakukan di banyak negara menemukan pengaruh buruk televisi terhadap kesehatan sosial masyarakat. Indonesia sebagai negara yang berkembang, mempunyai arus komunikasi yang seakan tak terbatas keluar masuk ke dan dari masyarakat. Pengaruh negaranegara maju seperti Eropa dan Amerika juga turut serta di dalamnya. Informasi dan komunikasi tersebut sampai ke masyarakat melalui televisi. Tayangan televisi
14
pun semakin berani dengan hadir 24 jam non stop. Dapat dipastikan apa yang telah dibawa oleh pesan televisi baik yang positif maupun negatif terserap lebih dari setengahnya oleh masyarakat kita. 1. Pengaruh positif televisi bagi masyarakat Kembali ke fungsi utama televisi yaitu sebagai media komunikasi dan informasi. Televisi sejatinya hadir untuk menghibur, mendidik, dan mengarahkan pemirsa ke arah yang baik. Beberapa sisi positif televisi adalah sebagai berikut: a. Televisi sebagai penghibur pemirsa Sejatinya, televisi merupakan salah satu media massa yang berfungsi sebagai penghibur. Dalam diri manusia terdapat ID, ego dan super ego yang mendorong manusia untuk memenuhi kebutuhannya termasuk kebutuhan akan hiburan. Kehadiran program-program televisi yang menghibur sangat diperlukan untuk melepas stress sejenak setelah seharian bekerja atau belajar. Setidaknya hiburan itu dapat me-refresh otak dari permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam sehari. Bagi masyarakat Indonesia sendiri arti kebersamaan sangat penting. Dengan adanya televisi, kebersamaan itu bisa diwujudkan dengan menonton program hiburan televisi yang ‘sehat’ secara bersama. Mereka bisa tertawa bersama, bercanda bersama mengomentari apa yang ada dalam tayangan dan ini sangat baik untuk kesehatan sosial masyarakat Indonesia. Program televisi seperti acara komedi, sinetron dan film yang menghibur sangat dinanti masyarakat kita.
15
b. Televisi sebagai media informasi, pengetahuan dan pendidikan Prilaku manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah faktor sosiogenesis. Rasa ingin tahu merupakan salah satu motif sosiogenesis yang ada dalam diri manusia dan mempengaruhi tingkah laku mereka. Televisi sebagai media massa juga memiliki fungsi sebagai media penyampai informasi. Program televisi seperti news, infotainment, bahkan talk show mampu memberikan informasi yang sekiranya diperlukan oleh pemirsa televisi. Indonesia sebagai Negara yang sedang berkembang, informasi dari berbagai belahan dunia sangat dibutuhkan oleh masyarakat kita. secara tidak langsung informasi itu dapat meningkatkan intelektual masyarakat sehingga mampu meningkatkan potensi sumber daya manusia Indonesia itu sendiri. Dengan hadirnya televisi dunia seakan semakin sempit. Berbagai berita criminal, politik, sosial dan budaya dari dalam maupun luar negeri bisa sampai ke masyarakat dengan mudah. Informasi tersebut bahkan bisa disaksikan langsung oleh pemirsa melalui tayangan live. Selain memberi informasi, televisi juga bisa bermanfaat sebagai sarana edukasi bagi pemirsa khususnya para pelajar dan anak-anak yang sedang dalam tahap perkembangan. Acara kuis, program bimbingan rohani, talk show pendidikan atau bidang pengetahuan lain sangat berguna bagi masyarakat kita. Bagi sebagian orang yang memiliki pola belajar audio visual, menonton televisi bisa dijadikan sebagai alternatif pembelajaran. Tentunya program televisi itu haruslah benar-benar mendidik dan tidak ada unsur – unsur di dalamnya yang dapat merugikan pemirsa.
16
c. Televisi sebagai media aksi social masyarakat Seperti yang disebutkan dalam point b, sisi positif dari televisi yaitu sebagai media informasi. Berbagai macam informasi disampaikan televisi melalui program news, talk show, reality show, infotainment salah satunya menyangkut berita sosial. Keadaan sosial dari seluruh Indonesia dapat diketahui pemirsa di rumah. Kemiskinan, kelaparan penderitaan saudara-saudara kita di televisi seakan bisa kita rasakan walau posisi kita secara nyata berjauhan. Ini membuktikan bahwa televisi juga bisa berguna untuk menggugah kesadaran sosial masyarakat. Ketika bencana tsunami terjadi di Aceh pada desember 2006 banyak stasiun-stasiun yang menayangkan kejadian tersebut. Pemirsa yang menyaksikan kejadian tersebut secara tidak langsung melalui televisi pasti akan tergugah hatinya untuk ikut merasakan kepedihan yang dirasakan masyarakat Aceh yang terkena dampak dari tsunami. Sebagian besar bahkan semua stasiun televisi Indonesia, dalam iklan baris maupun iklan full screen mengajak pemirsa untuk ikut berpartisipasi dalam program bantuan yang akan diberikan kepada korban tsunami di Aceh. Dari contoh tersebut dapat kita simpulkan bahwa televisi juga berpengaruh positif terhadap kesehatan sosial masyarakat Indonesia.
17
2. Pengaruh buruk televisi bagi masyarakat Sebagai masyarakat komunikasi dan masyarakat sosial, manusia tidak mungkin hidup sendiri. Baik dan buruk pasti berdampingan. Seperti halnya televisi, pengaruh baik bagi masyarakat memang banyak ditemukan tetapi tidak sedikit pula pengaruh buruk televisi bagi masyarakat kita. apalagi di zaman sekarang ini di mana dunia bisnis seakan menjadi nomer satu di jagat raya terutama di Indonesia. Money oriented merasuk di seluruh lapisan masyarakat. Prinsip
ekonomi
‘meraih
keuntungan
sebesar-besarnya
dengan
pengorbanan sekecil-kecilnya’ seakan diagung-agungkan oleh pebisnis dalam negeri kita. Tidak dapat dipungkiri televisi juga menjadi salah satu ladang meraup keuntungan rupiah sebanyak-banyaknya oleh pemilik dan para investornya. Jika sudah menyangkut masalah ekonomi, apalagi yang menjadi fokus adalah uang, maka segala cara akan dilakukan untuk mencapainya. Dalam bisnis televisi, hal tersebut dapat dicapai dengan membuat program atau acara yang menarik banyak pemirsa sehingga banyak iklan yang akan bekerja sama. Untuk dapat menarik pemisa sebanyak-banyaknya tidaklah mudah, survey langsung ke masyarakat sangat perlu dilakukan sebagai tes apakah program itu akan berhasil atau tidak. Survey bisa dilakukan secara besar - besaran yang mengahabiskan banyak uang atau hanya cukup mensurvey beberapa kelompok kecil saja. Namun kembali pada prinsip ekonomi yang mengajarkan kita untuk pelit tapi dapat banyak, hal itu tidak munkin dilakukan.
18
Maka sebagai jalan pintas, para insan televisi membuat program ringan yang sekiranya mencerminkan kehidupan masyarakat sehingga bisa menarik penonton. Karena dibuat dengan latar belakang uang maka segala peraturan dan kode etik penyiaranpun dikesampingkan. Padahal kode etik itu setidaknya melindungi masyarakat dari program yang merugikan mereka sendiri. Pengaruh-pengaruh buruk televisi bagi masyarakat Indonesia adalah sebagai berikut: a. Televisi merusak moral dan budaya masyarakat Jika kita perhatikan akhir-akhir ini di televisi Indonesia banyak ditayangkan sinetron, film televisi (FTV) maupun drama mini seri yang menceritakan kehidupan percintaan dan perebutan harta. Di SCTV misalnya, entah pagi, siang atau malam, ditayangkan FTV remaja yang menampilkan kehidupan anak SMA dengan baju abu-abu putih minim yang menujukkan bahwa mereka modis dan mengikuti tren yang sedang booming. Diceritakan juga hubungan cinta segitiga antara cowok cakep, cewek kaya yang cantik dan modis, dan cewek biasa saja. Dalam cerita itu si cowok menyukai cewek biasa saja tetapi si cewek kaya tidak terima karena dia menyukai si cowok tersebut. Akhirnya segala cara dilakukan untuk memisahkan mereka termasuk melukai si cewek biasa. Hal ini secara tidak langsung mempengaruhi pemikiran remaja kita bahwa masa remaja lebih asyik diisi dengan keglamoran, shopping, percintaan, persaingan yang tidak sehat serta hal-hal negatif lainnya dan menjauhkan mereka dari tugasnya sebagai pelajar dan generasi bangsa ini.
19
Semakin mereka sering menonton sinetron atau FTV seperti itu, semakin terikat mereka dengan ceritanya dan melupakan siapa mereka sebenarnya sehingga mereka tidak percaya diri menjadi dirinya sendiri. Sebagai generasi penerus bangsa, sejatinya mereka mempersiapkan masa depan dengan belajar dan bersikap yang baik. Lain sinetron, lain iklan, lain pula dampaknya. Iklan rokok meskipun sudah dikamuflase sedemikian rupa, tetap saja masyarakat kita termasuk remaja bahkan anak-anak tertarik untuk mencobanya. Menurut banyak riset yang sudah dilakukan oleh banyak pihak, rokok sangat berbahaya bagi tubuh manusia dalam jangka waktu panjang. Tetapi sangat kuatnya pengaruh iklan rokok di televisi, masyarakat kita tetap menggunakannya. Padahal dari segi moral, orang yang merokok cenderung lebih agresif sehingga pikiranya mudah terangsang ke hal-hal negatif. Tidak heran makin banyak pengguna narkoba, pelaku sek bebas, pemerkosa, perampok, pencuri dan tindak kejahatan lainnya di temukan di tengah masyarakat saat ini. Tidak hanya remaja, orang dewasapun bisa terpengaruh buruk oleh tayangan televisi. Kehidupan mewah yang sering tampil di televisi membuat sebagian orang iri. Mereka menghalalkan segala cara untuk menjadi seperti yang ada di TV. Jika keinginan itu tidak terwujud, bisa saja mereka stres dan gila bahkan ada yang nekad bunuh diri karena tidak kuatnya menghadapi kemiskinan mereka. Televisi juga membentuk budaya malas. Banyak orang yang rela duduk berjam-jam lamanya hanya karena menonton tayangan favoritnya. Para remaja,
20
orang tua, anak - anak tidak laki-laki saja tetapi juga perempuan rela bergadang demi tayangan langsung sepak bola klub - klub besar Eropa. Remaja putri rela membolos demi menyaksikan penampilan actor atau aktris favoritnya di televisi. Anak-anak kehilangan jam tidur siangnya karena menonton kartun siang. Ibu-ibu lupa menyiapkan makan siang karena sudah terpaku di depan acara infotainment. Semua itu bentuk - bentuk kemalasan yang dibentuk oleh televisi. Terlalu sering menonton televisi menyebabkan kinektisitas berkurang sehingga berakibat pada kegemukan. Selain itu kualitas kerja kita juga turun. Sungguh potret sosial masyarakat yang tidak sehat. Jika hal seperti ini terus-terusan dibiarkan maka masa depan bangsa perlu dipertanyakan akan seperti apa. Tidak hanya itu, arus globalisasi dan westernisasi juga melaju deras lewat televisi. Budaya barat yang identik dengan kebebasan dalam segala hal tanpa toleransi sesama sudah merasuki pemikiran masyarakat Indonesia. Banyak pengaruh yang dibawa globalisasi barat ke Negara ini namun entah kenapa banyak pengaruh negatif yang diserap masyarakat dari pada pengaruh positifnya. Mungkin karena kelihaian Barat dalam mengkamuflasekan budayanya atau karena ketidaksiapan bangsa Indonesia menghadapi perubahan yang cepat. Banyak budaya ketimuran yang sopan mulai tergeser. Seni - seni tradisional bangsa sudah tidak berkibar lagi di seluruh negeri diganti dengan seni seni barat yang terkesan bebas, erotis dan realis sekali. Jika yang terjadi di Negara Indonesia kita tercinta seperti ini, bukan tidak mungkin moral dan budaya asli masyarakat Indonesia untuk beberapa tahun ke depan akan benar-benar luntur. Dan televisi patut dipersalahkan dalam hal ini.
21
b. Televisi menyita banyak waktu yang berharga Jika kita kembali pada masa 10 sampai 20 tahun yang lalu, televisi hanya dimiliki oleh kalangan tertentu saja. Stasiun televisi juga masih sedikit. Mungkin televisi pada zaman nenek kita hanya ada satu channel yaitu TVRI. Program acaranyapun masih sedikit dan masih dalam taraf wajar - wajar saja. Tapi lihat di zaman sekarang. Televisi dipunyai hampir tiap keluarga bahkan ada keluarga yang melengkapi tiap kamar dengan satu televisi. Banyak stasiun televisi swasta nasional maupun lokal berdiri dengan menyuguhkan banyak program yang makin bervariatif. Acaranyapun tidak tanggung-tanggung, 24 jam non stop. Sinetron-sinetron tayang setiap hari dan menjamur dalam sehari mulai pagi, siang, sore, malam bahkan tengah malampun sinetron masih tayang di salah satu televisi swasta nasional. Coba kita ingat masa kecil kita, sinetron hanya tayang satu kali dalam seminggu. Itupun masih jarang. Semua itu menyebabkan pemirsa makin di manjakan sehingga makin betah melototi televisi berjam - jam dalam sehari. Jika dulu kebanyakan orang hanya menonton satu jam acara saja, tetapi sekarang program-program unggulan televisi ditayangkan secara estafet sehingga pemirsa mampu menghabiskan lima sampai enam jam bahkan ada yang 10 jam non stop hanya menonton televisi saja. Coba bayangkan berapa banyak waktu berharga dalam sehari yang sudah terbuang. Remaja yang seharusnya belajar jam tujuh malam berpaling ke sinetron televisi. Ibu - ibu yang harus ke pasar pagi-pagi rela menundanya demi satu acara
22
gossip.
Anak-anak
malas
ke
sekolah
karena
harus
menonton
kartun
kesayangannya. Yang lebih parah lagi, banyak di antara masyarakat Indonesia melalaikan ibadahnya karena tertancap pada saluran televisi favoritnya. Sungguh potret kehidupan sosial yang tidak sehat dan televisi adalah penyebabnya. c. Televisi merusak perkembangan otak manusia Program acara yang bervariatif, makin memisahkan segmen-segmen konsumennya menimbulkan banyak pengaruh. Meskipun acara televisi sudah dipisah menurut segmen-segmennya, tetap saja tayangannya masih bisa dinikmati banyak kalangan umur. Acara kartun misalnya, memiliki banyak segmen yaitu dari anak-anak, remaja bahkan dewasapun masih ada yang menonton program yang satu ini. Kartun yang sejatinya untuk anak-anak kini didesain sedemikian rupa untuk konsumsi dewasa sehingga anak-anak yang merasa itu tontonannya pun ikut menontonnya. Padahal pesan yang disampaikan banyak mengandung unsur kekerasan. Hal ini menyebabkan otak mereka terangsang untuk membentuk pribadi yang mengedepankan kekerasan dalam menghadapi masalah. Tidak hanya itu, kekerasan yang mereka tontonpun bisa mereka praktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Berkelahi sesama teman menjadi sesuatu yang biasa. Jika kita ingat di pertengahan tahun 2007 kemarin, sebuah tayangan kekerasan orang dewasa yaitu Smack Down tayang di salah satu televisi swasta nasional Indonesia dan mengakibatkan anak-anak terpengaruh. Merekapun
23
mempraktekkannya sesama teman, beradu otot sampai-sampai memakan korban jiwa. Tidak hanya anak-anak, remaja, dan orang dewasa saja yang terkena dampak buruk televisi, bayi di bawah umur lima tahunpun juga terkena dampaknya. Menurut sebuah penelitian di Amerika, banyak para orang tua yang sibuk sehingga menitipkan bayinya pada seorang baby sitter. Namun para baby sitter itu dibekali pesan dari majikannya untuk menaruh bayinya di depan televisi dengan anggapan agar saraf sensorik dan motoriknya berkembang. Hal itu memang sedikit benar, tetapi yang dikhawatirkan di sini yaitu perkembangan seperti apa yang ditangkap si bayi tersebut. Menurut salah satu pakar menyebutkan bahwa menonton televisi terlalu dini bagi bayi menyebabkan proses wiring yaitu penyambungan sel - sel otak menjadi tidak sempurna. Ketika lahir, bayi memiliki 10 milyar sel otak yang belum terhubung. Sel-sel tersebut membutuhkan stimuli untuk salng terkait (wiring) agar bisa berfungsi. Proses wiring dapat optimal dengan memberikan pada si bayi makanan yang bergizi, stimuli gerakan, obrolan serta bunyi-bunyian tertentu. Sementara itu, bayi yang sudah mononton televisi terlalu dini tidak mendapatkan pengalaman-pengalaman empiric tersebut, yang ada malah pengaruh-pengaruh yang terekam dalam proses wiring akan dibawa mereka sampai dewasa. Jika masih bayi sudah mendapat pengaruh yang tidak baik, bagaimana mereka setelah dewasa? Inilah yang menjadi faktor buruknya kesehatan sosial masyarakat saat ini.
24
Melihat banyaknya pengaruh buruk pertelevisian Indonesia saat ini bagi kesehatan sosial masyarakat kita, pemerintah hendaknya mulai berlaku tegas kepada para pemilik acara televisi agar tidak berakibat fatal pada perkembangan peradaban masyarakat Indonesia sendiri.
2.2.1 Program Televisi Menurut Morissan (2008:208)14 Kata ‘program’ berasal dari bahasa Inggris programme atau program yang berarti acara atau rencana. Program adalah segala hal yang ditampilkan stasiun penyiaran untuk memenuhi kebutuhan audiensnya, program atau acara yang disajikan adalah factor yang membuat audien tertarik untuk mengikuti siaran yang dipancarkan stasiun penyiaran terutama televisi. Program dapat disamakan atau dianalogikan dengan produk atau barang (goods) atau pelayanan (services) yang dijual kepada pihak lain, dalam hal ini terdapat suatu rumusan dalam dunia penyiaran yaitu program yang baik akan mendapatkan pendengar atau penonton yang lebih besar, sedangkan acara yang buruk tidak akan mendapatkan pendengar atau penonton.
2.3 Program Drama Televisi Menurut Morissan (2008:213)15 kata drama berasal dari bahasa Yunani dran yang berarti bertindak atau berbuat (action). Program drama adalah pertunjukan (show) yang menyajikan cerita mengenai kehidupan atau karakter 14 15
Morissan M.A. Manajemen Media Penyiaran. Kencana. Jakarta:2008, hal 199 Ibid
25
seseorang atau beberapa orang (tokoh) yang diperankan oleh pemain (artis) yang melibatkan konflik dan emosi. Suatu drama akan mengikuti kehidupan atau petualangan para tokohnya. Program televisi yang termasuk drama adalah sinetron (sinema elektronik) dan film. 2.3.1 Jenis – Jenis Drama Adapun jenis – jenis drama yaitu :16 a. Drama Tragedi Drama yang ceritanya berakhir dengan kekecewaan, kesedihan atau duka lara kematian. b. Drama Komedi Drama yang menciptakan kelucu-lucun dengan dialog dan gerak laku lucu. c. Drama Misteri Drama yang menceritakan seputar kasus pembunuhan, berkaitan dengan roh halus atau berkaitan dengan unsure gaib. d. Drama Laga (Action) Drama yang banyak menampilkan adegan perkelahian atau pertempuran. e. MeloDrama Drama yang cenderung terkesan mendayu – dayu dan mendrmatisir kesedihaan. f. Drama Sejarah Drama yang menampilkan kisah sejarah masa lalu, baik tokoh maupun peristiwanya.
16
Elizabeth Lutter. Kunci Sukses Menulis Skenario.Grasindo. Jakarta:2004, hal 35
26
2.3.2 Drama Seri / Perfilman India Industry film India sering kali disebut sebagai Bollywood, untuk menganalogikannya dengan Hollywood, industry film raksasa di Amerika. Sesungguhnya, Bollywood adalah salah satu unsur penting yang membentuk seluruh struktur industry perfilman India. Ia menunjuk kepada terminology film film berbahasa Hindi, bahasa nasional India17.
Sinema India dewasa ini merupakan ini industri film terbesar di dunia dalam hal jumlah film dan telah menghasilkan sekitar 27.000 film dan ribuan film dokumentasi pendek. Setelah memantapkan dirinya sebagai industri yang patut diakui, industri film India telah membuat banyak kemajuan di hampir semua bidang, seperti infrastruktur ritel, pembiayaan, pemasaran dan distribusi. Dengan penyebaran besar India diaspora dan pertumbuhan brand India, telah membuat terobosan di pasar internasional. Bahkan, pada masa lalu, ekspor film India lebih tinggi daripadapenjualan domestik. Industri ini telah membuat kemajuan dalam 4 aspek globalisasi, yaitu, barang/jasa, modal, teknologi dan people. Di masa depan untuk mendapatkan pangsa pasar yang besar dan menyaingi Hollywood dalam soal keuangan, industri ini perlu diberitakan dukungan peluang dan modal, terutama dalam pemasaran internasional dan distribusi18.
17
India: Bangkitnya Raksasa Baru Asia. Jakarta : Kompas Media Nusantara, 2007 Diakses pada tanggal 30 September 2014 pukul 12.25 wib dari http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2013/06/19/bollywood-perkembangan-dan-tantangan-di-tingkatglobal-570287.html 18
27
2.4 Studi Resepsi
Studi Resepsi adalah studi yang berfokus pada bagaimana individu individu memaknai pesan - pesan yang disampaikan media. Analisis resepsi memiliki sejumlah kesamaan dengan penelitian uses and gratification namun lebih menekankan pada pendekatan etnografi pada saat observasi partisipan atau in-depth interview. Jensen mengatakan salah satu pikiran utama dalam reception analysis adalah para informan dari penelitian itu sendiri, untuk membangun sebuah laporan penelitian yang valid dari resepsi tersebut, penggunaan, dan pengaruh kuat dari media, harus menjadi analisa yang menganalisis baik informan maupun isi dari penelitian yang dilakukan.
Analisis resepsi telah dibangun sejak awal hingga pertengahan tahun 1980an. Analisis resepsi mengumpulkan data-data tersebut dan penerimanya adalah elemen pelengkap dari satu wilayah penyelidikan yang ditujukan untuk aspek-aspek yang saling tidak berhubungan maupun aspek-aspek komunikasi sosial. Pada intinya, “Analisis Resepsi berpendapat bahwa tidak akan pernah ada pengaruh tanpa makna.”.
“Analisis Resepsi adalah metode yang merujuk pada sebuah komparasi antara analisis tekstual wacana media dan wacana khalayak, yang hasil interpretasinya merujuk pada konteks, seperti cultural setting dan context atas isi media lain”. “Khalayak dilihat sebagai bagian dari interpretive communitive yang selalu aktif dalam mempersepsi pesan dan memproduksi makna, tidak hanya
28
sekedar menjadi individu pasif yang hanya menerima saja makna yang diproduksi oleh media massa”. 19
Disebutkan sebelumnya bahwa analisis resepsi memiliki kesamaan dengan penelitian uses and gratification, hal ini dapat dijelaskan dari sejarah munculnya analisis resepsi itu sendiri. Dalam tradisi studi audience, setidaknya pernah berkembang beberapa varian di antarannya disebut secara berurutan berdasar perjalanan
sejarah
lahirnya: effect
research,
uses
and
gratification research, literary criticism, cultural studies, reception analysis.
Reception analysis bisa dikatakan sebagai perspektif baru dalam aspek wacana
dan
sosial
dari
teori
komunikasi.
Sebagai
respon terhadap tradisi scientific dalam ilmu sosial, reception analysis menandask an bahwa studi tentang pengalaman dan dampak media, apakah itu kuantitatif atau kualitatif, seharusnya didasarkan pada teori representasi dan wacana serta tidak sekedar menggunakan operasionalisasi seperti penggunaan skala dan kategori semantik.
Sebaliknya, sebagai respon terhadap studi teks humansitik, reception analysis menyarankan baik audience maupun konteks komunikasi massa perlu dilihat sebagai suatu spesifik sosial tersendiri dan menjadi objek analisis empiris. Perpaduan dari kedua pendekatan (sosial dan perspektif diskursif) itulah yang kemudian melahirkan konsep produksi sosial terhadap makna (the social production of meaning). Analisis resepsi kemudian menjadi pendekatan tersendiri 19
Fairclough, Norman. 1995. Media Discourse. (St. Martin’s Press Inc).
29
yang mencoba mengkaji secara mendalam bagaimana proses-proses aktual melalui mana wacana media diasimilasikan dengan berbagai wacana dan praktik kultural audiensnya.
Pemanfaatan teori reception analysis sebagai pendukung dalam kajian terhadap khalayak sesungguhnya hendak menempatkan khalayak tidak semata pasif namun dilihat sebagai agen kultural (cultural agent) yang memiliki kuasa tersendiri dalam hal menghasilkan makna dari berbagai wacana yang ditawarkan media. Makna yang diusung media lalu bisa bersifat terbuka atau polysemic dan bahkan bisa ditanggapi secara oposisif oleh khalayak.
Adalah David Morley yang pada tahun 1980 mempublikasikan Studi of the Nationawide Audience kemudian dikenal sebagai pakar yang mempraktikkan analisis resepsi secara mendalam. Pertanyaan pokok studi Morley tersebut adalah mengetahui bagaimana individu menginterpretasikan suatu muatan program acara televisi dilihat dalam kaitannya dengan latar belakang sosio kultural pemirsanya.
Dalam tulisannya yang dimuat dalam Cultural Transformation : The Politics of Resistence, Morley mengemukakan tiga posisi hipotetis di dalam mana pembaca teks (program acara) kemungkinan mengadopsi:20
20
Tri Nugroho Adi. 2012. Mengkaji Khalayak Media Dengan Metode Penelitian Resepsi. ActadiurnA:vol 8 no. 1.
30
1. Dominant (atau ‘hegemonic’) reading
Pembaca sejalan dengan kode-kode program (yang didalamnya terkandung nilai-nilai,sikap,keyakinan dan asumsi) dan secara penuh menerima makna yang disodorkan dan dikehendaki oleh si pembuat program.
2. Negotiated reading
Pembaca dalam batas-batas tertentu sejalan dengan kode-kode program dan pada dasarnya menerima makna yang disodorkan oleh si pembuat program namun memodifikasikannya sedemikian rupa sehingga mencerminkan posisi dan minat-minat pribadinya.
3. Oppositional (‘counter hegemonic’) reading
Pembaca tidak sejalan dengan kode-kode program dan menolak makna atau pembacaan yang disodorkan, dan kemudian menentukan frame alternatif sendiri di dalam menginterpretasikan pesan/program.
Kajian resepsi sebagaimana dilakukan oleh Morley di atas melandaskan diri pada pemikiran Stuart Hall, sekarang adalah Profesor Sosiologi di Open University, dan merupakan tokoh utama dalam sejarah kebangkitan politik Kiri di Inggris di tahun 1960-an dan 1970-an.
31
Hall sendiri mengikuti gagasan Althusser dan berpendapat bahwa media muncul sebagai refleksi atas realitas di mana media itu terlebih dahulu mengkonstruksikannya.21
2.5 Khalayak Aktif
Konsep khalayak aktif (active audience) pada mulanya berangkat dari Stuart
Hall
dalam
tradisi cultural
studies ketika
mengintrodusir
model
komunikasi encoding/decoding, yang kemudian dikenal juga dengan semiotik. Ini berisi gagasan tentang proses komunikasi di mana gagasan/idea di-encode dalam pesan, dikirim dan diterima untuk di-decode, yang bisa jadi ide yang dikirimkan tadi tidak difahami secara identik dengan yang mengirim, karena makna tidaklah ada dalam pesan, melainkan bahwa pemaknaan ditentukan oleh faktor seperti konteks, tujuan, ideologi, kepentingan atau bahkan juga media yang digunakan.
Di situlah muncul bahwa khalayak tidaklah pasif, tapi aktif karena berhak menentukan sendiri makna dan refleksi pengalamannya terhadap teks yang dikonsumsinya.
Croteau & Hoynes (2003: 266-269) menjelaskan bahwa konsep khalayak yang aktif dan selektif ini merupakan langkah maju dalam mempercayai bahwa manusia itu pada dasarnya memiliki inteligensi dan otonom, sehingga selayaknya memang mereka memiliki kekuasaan (power) dan agency dalam menggunakan media. Selanjutnya, masih menurut Croteau & Hoynes, keaktifan khalayak ini 21 Diakses pada tanggal 8 April 2015 pukul 12.23 wib dari https://paksanto.wordpress.com/2010/05/08/activeaudience/
32
tidak hanya sebatas pada proses menginterpretasikan pesan media, namun juga dalam memanfaatkan pesan itu secara sosial; termasuk dalam penggunaannya.
Konsep khalayak yang aktif dalam menggunakan media ini dikenal dengan teori uses and gratificatio. Pertanyaan dasar yang diajukan teori ini, yang menunjukkan karakter aktif khalayak, adalah ‘why do people use media and what do they use them for?’. Pertanyaan semacam ini mengandung gagasan dasar bahwa sebenarnya khalayak mengerti apa isi media, dan media mana yang menurut mereka bisa gunakan untuk memenuhi kebutuhannya. Ini semua sebenarnya merupakan penjelasan lebih lanjut tentang mantra uses and gratification: not what do media do to the people, but what do people do media. Tampak bahwa pada statemen pertama, khalayak dianggap pasif karena hanya dilihat sebagai obyek dampak media (baik ketika dampak itu dianggap kuat maupun terbatas). Sedang pada statemen kedua, jelas khalayak dianggap aktif, karena merekalah sebenarnya yang menentukan apakah akan mengkonsumsi media ataukah tidak.
Hanya saja, khalayak aktif lebih dianggap sebagai “article of faith” ketimbang dicoba dibuktikan secara empiris. Salah satu yang membuat sulit untuk melakukan riset empiris ini disebabkan karena konsep khalayak aktif memiliki jangkauan makna yang terlalu luas. Namun demikian, topologi khalayak aktif dalam uses and gratification berhasil dirumuskan berdasar dua dimensi. Pertama berupa dimensi orientasi khalayak yang bersifat kualitatif dan memiliki tiga level, yaitu selektivitas, keterlibatan dan kegunaan. Dimensi kedua adalah waktu yang
33
mencakup aktivitas yang terjadi sebelum, sedang dan setelah terpaan media terjadi.22
2.6 Komunitas
Di jaman sekarang ini banyak sekali komunitas-komunitas atau organisasi yang dibentuk dengan maksud untuk mencapai tujuan yang sebelumnya telah disepakati. Bukan hanya di kehidupan dunia nyata saja komunitas dapat di bentuk, tapi di jaman yang serba instan dan canggih ini kumunitas dapat dibentuk di dunia maya atau internet dengan maksud yang sama yaitu untuk mencapai tujuan. Komunitas dibentuk untuk mencapai target atau suatu tujuan yang telah di sepakati sebelumnya sehingga komunitas yang terbentuk tetap pada jalur yang telah di tetapkan agar tujuan dapat tercapai.
Komunitas adalah kelompok sosial yang berasal dari beberapa organisme yang saling berinteraksi di dalam daerah tertentu dan saling bebagi lingkungan. Biasanya mempunyai ketertarikan dan habitat yang sama.23
Atau definisi Komunitas yang lainya adalah sebuah kelompok yang menunjukkan adanya kesamaan kriteria sosial sebagai ciri khas keanggotaannya, misalnya seperti: kesamaan profesi, kesamaan tempat tinggal, kesamaan kegemaran dan lain sebagainya. Seperti contohnya: kelompok petani, karyawan pabrik, kelompok warga, kelompok suporter sepak bola dan lain sebagainya. 22
Diakses pada tanggal 8 April 2015 pukul 13.38 wib dari https://paksanto.wordpress.com/2010/05/08/active-audience/ 23 Diakses pada tanggal 30 July 2015 pukul 14.32 wib dari http://www.pengertianku.net/2015/05/pengertiankomunitas-dan-menurut-para-ahli.html
34
Tujuan dibentuknya komunitas yaitu untuk dapat saling membantu satu sama lain dalam menghasilkan sesuatu, sesuatu tersebut adalah tujuan yang telah di tentukan sebelumnya. Adapun beberapa manfaat dari komunitas, diantaranya seperti di bawah ini: 1. Misalnya kita membentuk komunitas bisnis, didalam komunitas kita akan
mendapatkan info mengenai bisnis. Atau contoh lainnya kita membentuk komunitas otomotif, disanapun kita akan mendapatkan berbagai macam informasi mengenai otomotif. 2. Dapat menjalankan program dengan arah yang sama dan dapat saling
memberikan informasi ter-update satu sama-lain. 3. Lalu dapat menjalin hubungan yang baik dengan orang-orang yang
memiliki pemikiran dan tujuan yang sama. 4. Bisa mengetahui dan mewaspadai terhadap program maupun tawaran yang
sifatnya meniipu. Misalnya kita menjalankan suatu bisnis di internet karena dunia maya dapat dijadikan lahan bisnis, dan di sana juga banyak orang yang mencoba untuk melakukan peniipuan. Dengan berkomunitas atau saling berinteraksi kita dapat saling memperingati dan membagi pengalaman. Perlu diketahui bahwa suatu komunitas tidak akan berjalan dengan baik jika anggotanya tidak dapat mematuhi pada ketentuan-ketentuan komunitas itu sendiri, dan tidak berinteraksi satu sama lain, jadi dalam komunitas harus mematuhi ketentuan-ketentuan yang ada dan harus saling berinteraksi.
35
Yang perlu di pertimbangkan dan diperhatikan jika hendak membentuk suatu komunitas, yaitu : 1. Harus mengumpulkan anggota yang antusias serta benar-benar dapat diandalkan – karena yang namanya komunitas harus ada anggotanya dan anggotanya harus dapat diandalkan untuk mencapai tujuan. 2.
Menentukan media yang sesuai dengan tujuan yang akan dicapai – komunitas jaman sekarang tidak cukup dengan bertatap muka saja, dengan menggunakan media bertatap muka tentunya membutuhkan tempat dimana pertemuan dapat diadakan, jadi keterbatasan waktu dan ruang lingkup serta perencanaan kegiatan membutuhkan banyak persiapan, disinilah gunanya internet dengan menggunakan internet atau media sosial anggota komunitas dapat saling berinteraksi seperti dengan membuat group, forum dan lain-lain sehingga tujuan akan cepat tercapai.
3. Merencanakan program-program serta menyiapkan sumber daya – Tentunya membentuk suatu komunitas harus juga membuat program, jangan hanya membuat komunitas atas dasar semangat dan kemauan saja. Dengan program-program yang dibuat tujuan dari komunitas dapat dengan cepat tercapainya dan jangan lupa sediakan juga sumber daya untuk mendukung program tersebut.