BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Remaja
2.1.1 Pengertian Remaja Pengertian dasar dari remaja adalah pemuda, istilah yang digunakan saat ini adalah Adolescense yang berasal dari kata latin yaitu Adolescentia maksudnya adalah masa muda atau masa remaja. Istilah ini mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Sarwono (2011:13) mengemukakan bahwa: “ Salah satu ciri remaja di samping tanda-tanda seksualnya adalah perkembangan psikologis dan pada identifikasi dari kanakkanak menjadi dewasa”. Spranger dalam Makmun (2007:131) menafsirkan bahwa: “masa remaja itu sebagai suatu masa pertumbuhan dengan perubahan struktur kejiwaan yang fundamental ialah kesadaran akan aku, berangsur-angsur menjadi jelasnya tujuan hidup, pertumbuhan ke arah dan ke dalam berbagai lapangan hidup”. Ombar. 2009. Pengertian remaja. http://www.ombar. Net//10/html. Akses 23/06/2010) bahwa “Secara psikologis, remaja adalah suatu usia di mana individu menjadi terintegrasi ke dalam masyarakat dewasa dan masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria”.
2.1.2 Masalah Remaja dan konsekuensinya Beberapa masalah yang dihadapi remaja sehubungan dengan kebutuhan-kebutuhannya adalah: Sunarto dan Hartono (2008:70) 1.
Upaya untuk dapat mengubah sikap dan perilaku kekanak-kanakan menjadi sikap dan perilaku dewasa, tidak semuanya dapat dengan mudah dicapai baik oleh remaja laki-laki maupun perempuan. Pada masa ini remaja menghadapi tugas-tugas dalam perubahan sikap dan perilaku yang besar, sedang di lain pihak harapan ditumpukan pada remaja untuk dapat meletakkan dasar-dasar bagi pembentukkan sikap dan pola perilaku. Kegagalan dalam mengatasi ketidakpuasan ini dapat mengakibatkan menurunnya harga diri, dan akibat lebih lanjut dapat menjadikan remaja bersikap keras dan agresif atau sebaliknya tidak percaya diri, pendiam, atau kurang harga diri.
2.
Seringkali para remaja mengalami kesulitan untuk menerima perubahan-perubahan fisiknya. Hanya sedikit remaja yang merasa puas dengan tubuhnya. Hal ini disebabkan pertumbuhan tubuhnya dirasa kurang serasi. Ketidakserasian proporsi tubuh ini sering menimbulkan kejengkelan, karena ia sulit untuk mendapatkan pakaian yang pantas, juga hal itu tampak pada gerakan atau perilaku yang kelihatannya wagu dan tidak pantas.
3.
Dalam memasuki kehidupan bermasyarakat, remaja yang terlalu mendambakan kemandirian, dalam arti menilai dirinya cukup mampu untuk mengatasi problema kehidupan, kebanyakan akan menghadapi
berbagai masalah, terutama masalah penyesuaian emosional, seperti perilaku over acting, lancang, dan semacamnya.
Kehidupan
bermasyarakat banyak menuntut remaja untuk banyak menyesuaikan diri, namun yang terjadi tidak semuanya selaras. Dalam hal terjadi ketidakselarasan antara pola hidup masyarakat dan perilaku yang menurut para remaja baik, hal ini dapat berakibat kejengkelan. Remaja merasa selalu disalahkan dan akibatnya mereka frustasi dengan tingkah lakunya sendiri. 4.
Berbagai norma dan nilai yang berlaku di dalam hidup bermasyarakat merupakan masalah tersendiri bagi kehidupan remaja, sedang dipihak lain remaja merasa memiliki nilai dan norma kehidupannya yang dirasa lebih sesuai. Dalam hal ini para remaja menghadapi perbedaan nilai dan norma kehidupan. Menghadapi perbedaan norma ini merupakan kesulitan tersendiri bagi kehidupan remaja. Seringkali perbedaan norma yang berlaku dan norma yang dianutnya menimbulkan perilaku yang menyebabkan dirinya dikatakan nakal.
2.2 Kenakalan Remaja 2.2.1 Pengertian Kenakalan Remaja Istilah kenakalan remaja diartikan dari bahasa latin Juvenile dan Delinquent. Kartono, (2010:6) bahwa: “ juvenile delinquency ialah perilaku jahat (dursila), atau kejahatan/kenakalan anak-anak muda: merupakan gejala patologis sosial pada remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian
sosial.
Akibatnya,
mereka
mengembangkan
bentuk
perilaku
yang
menyimpang”. Sarwono (2011:253) menjelaskan bahwa: “Secara keseluruhan, semua tingkah laku yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku dalam masyarakat (norma agama, etika, peraturan sekolah dan keluarga) dapat disebut sebagai perilaku menyimpang. Namun jika penyimpangan itu terjadi terhadap norma-norma hukum pidana barulah disebut kenakalan”. Dalam penelitian ini indikator yang digunakan adalah norma agama, etika, peraturan, sekolah, dan peraturan keluarga. Paradigma kenakalan remaja lebih luas cakupannya dan lebih dalam bobot isinya, kenakalan remaja tersebut meliputi perbuatan-perbuatan yang sering menimbulkan keresahan masyarakat, sekolah maupun keluarga. Menurut Sarwono (2011:256) bahwa: “kenakalan remaja adalah perilaku yang menyimpang dari kebiasaan atau melanggar hukum. Sarwono (2011:258) menjelaskan: ”kenakalan remaja dan beberapa kelainan perilaku remaja yang lain biasanya dikaitkan dengan agresivitas atau aktivitas yang terlalu berlebihan dari remaja. Kenakalan remaja mengacu pada tindakan penjahat yang dilakukan oleh pemuda. Pertama-tama sebab kejahatan dilakukan oleh yang berumur antara lima belas dan dua puluh lima tahun. Kedua, menurut definisi manapun teori pada penyebab kejahatan akan berasal pada masa mudanya, ketika penjahat dewasa terbentuk karena pada saat mereka muda sudah mulai menyerang. Suatu pemuda pelanggar adalah satu berulang-kali melakukan
kejahatan, bagaimanapun pelanggar pemuda ini bisa hampir bisa dipastikan mempunyai mental pelanggar seperti penyakit jiwa, kekacauan tekanan traumatis, melakukan kekacauan. Jawaban. 2010. Kenakalan Remaja. Http://jawaban.blogspot.com/2010/10/.html. Diakses 21 Mei 2012. Tedd Gurr dalam Repository. 2008. Teori Deprivasi relatif. Http://repository.upi.edu/operator/upload.com. Akses 02 Agustus 2012. Meyakini bahwa ketidakpuasan Deprivatif relatif akan melahirkan terjadinya berbagai
aksi
kekerasan
massal,
karena
semakin
besar
intensitas
ketidakpuasan maka semakin besar pula dorongan untuk melakukan kekerasan.
2.3 Faktor-faktor Kenakalan Remaja 2.3.1 Menurut Pandangan Kriminologi Faktor-faktor kenakalan remaja meliputi : 1.
Faktor ketidak harmonisan keluarga Faktor keluarga merupakan faktor utama terjadinya kenakalan remaja, keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk kepribadian seseorang. Adanya kesibukan yang luar biasa yang dialami oleh orang tua sehingga antara anak dan orang tua jarang bertemu dan menyebabkan anak mencari kasih sayang di luar rumah.
1
Faktor lingkungan
Lingkungan tempat tinggal pun memiliki peran yang sangat penting dan merupakan pengaruh terbentuknya karakter dan mental dari siapa saja yang berada di lingkungannya. 2
Adanya rasa solidaritas yang tinggi terhadap sesama teman dan faktor gaya. Adanya rasa solidaritas yang tinggi terhadap sesama teman yang dimiliki oleh kalangan anak muda merupakan satu faktor yang tidak bisa dihindari. Adanya kejanggalan yang terjadi bermula dari rasa saling asah asih dan asuh yang artinya satu tersakiti semuanya merasakan. Naizulfa. 2011. Kenakalan remaja dipandang dari sisi kriminologi. Http:// Naizulfa.blogspot.com/2011/12. Diakses 21 Mei 2012. Faktor-faktor kenakalan juga terjadi karena :
1.
Kurangnya sosialisasi dari orang tua ke anak mengenai nilai-nilai moral dan sosial.
2.
Contoh perilaku yang ditampilkan orang tua (modeling) di rumah terhadap perilaku dan nilai-nilai anti-sosial.
3.
Kurangnya pengawasan terhadap anak (baik aktivitas, pertemanan di sekolah ataupun di luar sekolah, dan lainnya).
4.
Kurangnya disiplin yang diterapkan orang tua pada anak.
5.
Rendahnya kualitas hubungan orang tua-anak.
6.
Tingginya konflik dan perilaku agresif yang terjadi dalam lingkungan keluarga.
7.
Kemiskinan dan kekerasan dalam lingkungan keluarga.
8.
Anak tinggal jauh dari orang tua dan tidak ada pengawasan dari figur otoritas lain.
9.
Perbedaan budaya tempat tinggal anak, misalnya pindah ke kota lain atau lingkungan baru.
10.
Adanya saudara kandung atau tiri yang menggunakan obat-obat terlarang atau melakukan kenakalan remaja. Indra. 2010. Remaja. Http://Indra -love-boom.blogspot.com/p/artikel-.html) Diakses 21 Mei 2012.
2.3.2 Masyarakat dan Budaya Anak remaja sebagai anggota masyarakat selalu mendapat pengaruh dari keadaan masyarakat dan lingkungannya baik langsung maupun tidak langsung. Pengaruh yang dominan adalah akselerasi perubahan sosial yang ditandai dengan peristiwa-peristiwa yang sering mmenimbulkan ketegangan separti persaingan dalam perekonomian, pengangguran, mass media, dan fasilitas rekreasi. Shuterland dalam Kartono (2010:30) menyatakan bahwa: “anak dan para remaja menjadi delinquen disebabkan oleh partisipasinya di tengahtengah suatu lingkungan sosial, yang ide dan tekhnik delinquen tertentu dijadikan sarana yang efisien untuk
mengatasi kesulitan hidupnya”.
“Kenakalan remaja itu tidak pernah berlangsung dalam isolasi yaitu tidak berlangsung sui generis (unik khas satu-satunya dalam jenisnya), dan tidak
berproses dalam ruang vakum, tetapi selalu berlangsung dalam konteks antarpersonal dan sosio-kultural”. Jensen dalam Sarwono (2011:255) bahwa: ”dalam teori Sosial disorganization, kaum positivis pada umumnya lebih mengutamakan faktor budaya, yang menyebabkan kenakalan remaja adalah berkurangnya atau menghilangnya pranata-pranata masyarakat yang selama ini menjaga keseimbangan atau harmoni dalam masyarakat. Orang tua yang sibuk dan guru yang kelebihan beban merupakan penyabab dari berkurangnya fungsi keluarga dan sekolah sebagai pranata kontrol. Merton dalam Sarwono (2011:255) mengemukakan: “dalam teori strain, intinya adalah bahwa tekanan yang besar dalam masyarakat, misalnya kemiskinan, menyebabkan sebagian dari anggota masyarakat yang memilih jalan rebellion melakukan kejahatan atau kenakalan remaja. Tidak adanya media penyalur bakat dan hobi
serta faktor internal yang menyebabkan
pengangguran, juga menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya kenakalan remaja. Jensen dalam Sarwono (2011:255) mengemukakan: “Teori Rational choice mengutamakan faktor individu. Kenakalan yang dilakukannya adalah atas pilihan, interes, motivasi atau kemauannya sendiri. Di indonesia banyak yang percaya teori ini, misalnya kenakalan remaja dianggap sebagai kurang iman. Dalam teori Differential association, kenakalan remaja adalah akibat salah pergaulan, anak-anak nakal karena bergaulnya dengan anak-anak yang nakal juga”.
2.4 Jenis – Jenis dan Bentuk-bentuk Kenakalan Remaja Jenis-jenis kenakalan remaja di antaranya adalah: a.
Penyalahgunaan narkoba,
b.
Seks bebas atau perilaku seksual pra-nikah,
c.
Tawuran antar remaja,
d.
Balapan liar di jalanan dan ugal-ugalan. Justme. 2011. TentangKenakalanRemaja. http://psikonseling. blogspot com/2010/02. Diakses 28 Desember 2011. Jensen dalam Sarwono (2011:256) bahwa: “kenakalan remaja dibagi
menjadi empat jenis yaitu: 1.
Kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain. Seperti perkelahian, pemerkosaan, perampokan, pembunuhan, dan lain-lain.
2.
Kenakalan yang menimbulkan korban materi. Seperti perusakan, pencurian, perampokan, pemerasan.
3.
Kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban dipihak orang lain. Seperti pelacuran, penyalahgunaan obat.
4.
Kenakalan yang melawan status, misalnya mengingkari anak sebagai pelajar dengan cara membolos, mengingkari status orang tua dengan cara minggat dari rumah. Pada usia mereka, perilaku tersebut belum melanggar hukum dalam arti sesungguhnya. Akan tetapi, kalau kelak mereka dewasa pelanggaran status ini dapat mereka lakukan pada atasannya di kantor atau petugas hukum dalam masyarakat. Sehingga itu, sikap tersebut digolongkan menjadi kenakalan.
Adapun bentuk kenakalan remaja dibedakan menjadi : 1.
Kenakalan biasa Bentuk kenakalan remaja ini berupa berbohong, pergi keluar rumah tanpa pamit pada orang tua, keluyuran, berkelahi, dengan teman, membuang sampah sembarangan, membolos sekolah dan lain-lain.
2.
Kenakalan yang menjurus pada tindakan kriminal Kenakalan remaja bentuk ini adalah mencuri, mencopet, menodong, menggugurkan
kandungan,
memperkosa,
membunuh,
berjudi,
menonton dan mengedarkan film porno dan sebagainya. 3.
Kenakalan khusus Kenakalan khusus adalah kenakalan remaja yang diatur dalam Undang-Undang
Pidana
khusus,
seperti
kejahatan
narkotika,
psikotropika, pencucian uang, kejahatan di internet, kejahatan terhadap HAM. Repository USU. pandangan kriminologi terhadap kenakalan remaja. Http//:repository.usu.ac.id/.Chapter II.Pdf. Diakses 22 Mei 2012.
2.5 Pengertian Kriminologi Kriminologi adalah ilmu pengetahuan tentang kejahatan dan penjahat. Kejahatan itu sendiri menurut pandangan psikolog bukan merupakan suatu perbuatan jahat belaka, tapi perbuatan sama seperti orang-orang normal, sedangkan menurut pandangan psikiater merupakan perbuatan seseorang yang berhubungan dengan adanya gangguan jiwa (Ontoerekenbar).
Menurut Kriminolog, kejahatan merupakan orang yang telah diputuskan oleh pengadilan melanggar perundang-undangan atau untuk keperluan ilmu pengetahuan walaupun belum diputuskan oleh pengadilan tetapi telah nyata
melakukan kejahatan. Manshurzikri. 2009. Pengantar
Kriminologi. Http://manshurzikri.wordpress.com.Diakses 28 Desember 2011. Kriminologi yang dikaitkan dengan pengembangan kriminologi di indonesia adalah yang berakar pada sosiologis. Kriminologi sebagai ilmu pengetahuan
ilmiah
tentang
perurusan
sosial
pelanggaran
hukum,
penyimpangan sosial, kenakalan, dan kejahatan. Pola-pola tingkah laku dan sebab musabab terjadinya pola tingkah laku yang termasuk dalam kategori penyimpangan sosial, pelanggar hukum, kenakalan, dan kejahatan yang ditelusuri pada munculnya suatu peristiwa kejahatan, serta kedudukan dan korban kejahatan dalam hukum dan masyarakat, pola reaksi sosial formal, informal, dan non-formal terhadap penjahat, kejahatan, dan korban kejahatan termasuk melakukan penelitian ilmiah terhadap pelanggaran hak-hak asasi manusia, serta usaha Negara dalam mewujudkan hak-hak asasi manusia dan kesejahteraan sosial”. Manshurzikri. 2009. Pengantar Kriminolog Mustofa, mohammad, 2007:14. Http://Manshurzikri.wordPress.com./2009/12/01. Di akses 28 Desember 2011. Santoso dan Zulfa (2011:9) bahwa : “Kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kejahatan. Paul Mudigdo Mulyono dalam Santoso dan Zulfa (2011:12) mendefinisikan: “Kriminologi sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari kejahatan sebagai masalah manusia.
Wood dalam Santoso dan Zulfa (2011:12) bahwa: “Kriminologi meliputi keseluruhan pengetahuan yang diperoleh berdasarkan teori atau pengalaman yang bertalian dengan perbuatan jahat dan penjahat, termasuk di dalamnya reaksi dari masyarakat terhadap perbuatan jahat dan para penjahat.