BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Media Kata media berasal dari bahasa Latin yaitu Medius yang secara harafiah berarti tengah, perantara atau pengantar. Namun pengertian media dalam proses pembelajaran cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, fotografis atau elektronik untuk menangkap, memproses dan menyusun kembali informasi visual atau verbal (www.apadefinisinya.blogspot.com 09/10/2010). Menurut pendapat Gerlach & Ely, jika dipahami secara garis besar media adalah sesuatu yang berkenaan dengan manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi, yang menyebabkan seseorang mampu memperoleh pengetahuan,
keterampilan,
atau
sikap
(www.edukasi.kompasiana.com
12/10/2010). Menurut Wright (dalam Severin, Tankard, 2005:386), media memiliki 3 fungsi, yaitu : 1. Pengawasan/surveillance, yaitu memberi informasi dan menyediakan berita. 2. Korelasi/correlation, dimana fungsi yang kedua adalah seleksi dan interpretasi tentang lingkungan. 3. Penyampaian warisan sosial/Transmission of the Social Heritage yang merupakan suatu fungsi dimana media menyampaikan informasi, nilai dan norma dari satu generasi ke generasi berikutnya atau dari anggota masyarakat ke kaum pendatang. 10
Universitas Sumatera Utara
Wright juga menambahkan satu fungsi lagi yang diperoleh dengan adanya media, yaitu hiburan yang dimaksudkan untuk memberi waktu istirahat dari setiap hari dan untuk mengisi waktu luang. Berbagai penggunaan dan pemuasan terhadap media dapat dikelompokkan ke dalam 4 tujuan, yaitu: 1. Pengetahuan. Seseorang menggunakan media massa untuk mengetahui sesuatu atau memperoleh informasi tentang sesuatu. Hasil survei menunjukkan alasan orang menggunakan media antara lain: saya ingin mengetahui apa yang dikerjakan pemerintah, saya ingin mengetahui apa yang terjadi di dunia, saya ingin mengetahui apa yang dilakukan para politisi. 2. Hiburan. Kebutuhan dasar lainnya pada manusia adalah hiburan dan orang mencari hiburan salah satunya melalui media massa. Hiburan dapat diperoleh melalui beberapa bentuk, yaitu: stimulasi atau pencarian untuk mengurangi rasa bosan atau melepaskan diri dari kegiatan rutin, relaksasi atau santai yang merupakan bentuk pelarian dari tekanan masalah, pelepasan emosi dari perasaan dan energi terpendam. 3. Kepentingan sosial. Kebutuhan ini diperoleh melalui pembicaraan atau diskusi tentang sebuah program TV, film terbaru dan lain-lain. Isi media menjadi bahan pembicaraan yang hangat. Media memberikan kesamaan landasan untuk membicarakan masalah sosial.
11
Universitas Sumatera Utara
4. Pelarian. Orang menggunakan media massa untuk mengisi rintangan antara mereka dengan oranng lain atau untuk menghindari aktivitas lain (Morrissan, 2008:27). Peran media massa dalam kehidupan sosial terutama dalam masyarakat modern tidak ada yang menyangkal, menurut Mcquail dalam bukunya Mass Communication Theories ada 6 perspektif dalam hal melihat peran media, yaitu: 1. Melihat media sebagai massa window on event and experience. Media dipandang sebagai jendela yang memungkinkan khalayak melihat apa yang sedang terjadi di luar sana. Atau media merupakan sarana belajar untuk mengetahui berbagai peristiwa. 2. Media juga sering dianggap sebagai a mirror of event in society and the world, implying a faithful reflection. Media sebagai cermin berbagai peristiwa yang
ada
di masyarakat dan dunia,yang
merefleksikan apa adanya. Karena para pengelola media sering merasa tidak bersalah jika isi media penuh dengan kekerasan, konflik, pornografi dan berbagai keburukan lain, karena menurut mereka faktanya demikian, media hanya sebagai refleksi fakta, terlepas dari suka atau tidak suka. Padahal sesungguhnya angle arah dan framing dari isi yang dianggap sebagai cermin realitas tersebut diputuskan oleh para profesional media, dan khalayak tidak sepenuhnya bebas untuk mengetahi apa yang mereka inginkan. 3. Memandang media sebagai filter atau gatekeeper yang menyeleksi berbagai hal untuk
diberi perhatian atau tidak. Media senantiasa
memilih isu, informasi atau bentuk konten lain berdasar standar para 12
Universitas Sumatera Utara
pengelolanya. Disini khalayak dipilihkan oleh media tentang apa-apa yang layak diketahui dan diperhatikan. 4. Media massa acap kali pula dipandang sebagai guide, penunjuk jalan atau interpreteur yang menerjemahkan dan menunjukka n arah atas berbagai ketidakpastian atau alternatif yang beragam. 5. Melihat media massa sebagai forum untuk mempresentasikan berbagai informasi dan ide-ide kepada khalayak, sehingga memungkinkan terjadinya tanggapan atau umpan balik. 6. Media sebagai interlocutor, yang tidak hanya sebagai tempat berlalu lalangnya
informasi,
tetapi
juga
partner
komunikasi
yang
memungkinkan terjadinya komunikasi interaktif (McQuail, 2000:66). Transnasional merupakan sesuatu yang berkenaan dengan perluasan atau keluar dari batas-batas negara. Dalam hal ini media transnasional berarti yang mencakup informasi dan tayangan asing baik yang diperoleh lewat bacaan atau majalah, TV, film, internet dan game online yang merupakan adaptasi dari teknologi asing. Pada intinya semua itu menunjukkan peran media dalam kehidupan sosial bukan hanya sekedar sarana diversion atau pelepas ketegangan atau hiburan, tetapi isi dan informasi yang disajikan mempunyai peran yang signifikan dalam proses sosial. Isi media massa merupakan konsumsi otak bagi penggunanya sehingga apa yang ada di media massa akan mempengaruhi realitas subjektif interaksi sosial. Gambaran realitas yang dibentuk dari isi media massa inilah yang nantinya mendasari respon dan sikap khalayak terhadap berbagai objek sosial. Informasi
13
Universitas Sumatera Utara
yang salah dari media massa akan memunculkan gambaran yang salah pula terhadap objek sosial tersebut.
2.2. Globalisasi Media Pada era globalisasi dan modernisasi yang sedang berjalan saat ini, banyak terjadi perubahan-perubahan, baik dalam segi ekonomi, politik, teknologi maupun sosial budaya. Dengan sendirinya segala perubahan tersebut akan berpengaruh terhadap kehidupan individu. Perubahan yang begitu cepat memberikan konsekwensi bagi individu untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungan yang makin lama makin meningkat. Demikian juga dengan keadaan di Indonesia dimana hal tersebut dapat dilihat dari adanya perubahan nilai-nilai sosial budaya. (Agustiani, 2006: 1). Dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat modern khusus di bidang informasi, dunia seakan sudah menyatu, menjadi transparan tanpa mengenal batas negara. Kondisi yang demikian berdampak pada seluruh aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dan dapat mempengaruhi pola pikir, pola sikap dan pola tindak masyarakat. Salah satu hasil dari perubahan sosial ialah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi atau yang lazim disebut dengan era globalisasi sangat berpengaruh pada kehidupan masyarakat Indonesia dan sudah menjadi realita sehari-hari. Tujuan utama perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah perubahan kehidupan masa depan manusia yang lebih baik, mudah, murah, cepat dan aman.
14
Universitas Sumatera Utara
Perkembangan iptek terutama kemajuan teknologi informasi dalam hal ini media transnasional yang mencakup informasi dan tayangan asing baik yang diperoleh lewat bacaan atau majalah, TV, film, internet dan game online diyakini sangat menunjang setiap orang mencapai tujuan hidupnya secara singkat serta mendapatkan
informasi
secara
mudah
baik
legal
maupun
ilegal
(www.buletinlibang.dephan.go.id 22/09/2010). Media transnasional yang paling mempengaruhi penyampaian informasi terhadap penggunanya ialah internet dan TV yang dalam hal ini lebih mampu menjangkau informasi-informasi maupun tayangan-tayangan asing dengan objek gambar dan gerak. Lebih jelasnya transnasional memiliki pengertian yang berkenaan dengan perluasan atau keluar dari batas-batas negara. Perkembangan media TV yang tanpa kontrol di Indonesia semakin menguatkan kesan tidak adanya pemahaman strategis dari pemerintah. Potensi-potensi lembaga-lembaga media yang bersinggungan langsung dengan masyarakat, diserahkan kepada pasar. Ketiadaan pemahaman ini juga lebih membuktikan bahwa secara langsung maupun tidak langsung, pemerintah turut serta dalam proses terjadinya degradasi berbangsa dan bernegara (Wirodono, 2006:159). Kenyataan bahwa media TV memberikan pengaruh penting dalam menyebarkan nilai-nilai kebebasan dan kesetaraan tidaklah dapat dinafikan. Namun, hal tersebut adalah watak dasar dari interaksi dalam kehidupan ini. Di luar watak dasar tersebut, aspek informasi dan komunikasi bisa menjadi bumerang. Dalam hal ini, media TV di Indonesia, berpengaruh besar terhadap tumbuhnya nilai-nilai hedonistik di masyarakat. Bertambahnya gaya hidup baru,
15
Universitas Sumatera Utara
ragam konsumsi dan pola pikir yang seragam telah merasuki perubahan yang terjadi dalam hidup kemasyarakatan kita (Wirodono, 2006:160). Satu hal lagi hasil dari globalisasi media yang tidak dipungkiri yaitu internet memang membawa begitu banyak kemudahan kepada penggunanya. Beragam akses terhadap informasi dan hiburan dari berbagai penjuru dunia dapat dilakukan melalui satu pintu saja. Internet juga dapat menembus batas dimensi kehidupan para penggunanya, waktu dan bahkan ruang sehingga internet dapat diakses oleh siapapun tanpa mengenal usia, kapanpun dan dimanapun. Hanya dengan fasilitas search engine/situs pencari informasi, pengguna internet dapat menemukan banyak sekali alternative dan pilihan informasi yang diperlukan dengan mengetikkan kata kunci di form yang disediakan. Namun, dibalik kemudahannya tersebut kehadiran internet juga dapat membawa sisi buruk bagi penggunanya karena setiap fenomena yang ada dan terjadi di dunia, tentunya akan memberikan nilai positif dan negatif. Yang paling nyata dan merusak adalah itemitem asusila yang tak bermoral yang dengan mudah dapat diakses dijaringan internet (www.palimpsest.fisip.unair.ac.id 27/09/2010). Melalui penjelasan mengenai media dan perkembangannya dewasa ini tentunya dapat dilihat bahwa media informasi mengambil tempat yang benarbenar membawa pengaruh bagi kehidupan sosial masyarakat yang pada akhirnya mampu menciptakan maupun mengubah pola dan tingkah laku masyarakat itu sendiri. Di satu sisi ketidakmampuan masyarakat dalam hal ini khusus kepada remaja untuk memfilter informasi yang mereka peroleh dari keberadaan media transnasional membawa kekhawatiran kita pada imbas yang mungkin dialami
16
Universitas Sumatera Utara
dalam menjalankan fungsi sosial remaja saat ini dan sampai sejauh mana pengaruh media berperan dalam menciptakan dan merubah perilaku para remaja.
2.3. Remaja dan Perkembangannya 2.3.1. Pengertian Remaja Masa remaja menurut Mappiare, berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria. Rentang usia remaja ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu usia 12/13 tahun atau sampai dengan 17/18 tahun adalah remaja awal, dan usia 17/18 tahun sampai dengan 21/22 tahun adalah remaja akhir. Remaja, yang dalam bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari bahasa Latin adolescere yang artinya “tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan”. Bangsa primitif dan orang-orang purbakala memandang masa puber dan masa remaja tidak berbeda dengan periode lain dalam rentang kehidupan. Anak dianggap sudah dewasa apabila sudah mampu mengadakan reproduksi (Ali, Asrori, 2004:9). Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa, meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa (Gunarsa dalam Agustiani, 2006:26). Dengan demikian masa remaja meliputi pertumbuhan, perkembangan, kematangan dan perubahan yang berlangsung secara berbeda dari masa-masa sebelumnya. Masa remaja merupakan masa transisi atau masa peralihan dari masa anak menuju masa dewasa. Pada masa ini individu mengalami berbagai perubahan, baik fisik maupun psikis. Perubahan yang tampak jelas adalah perubahan fisik, dimana tubuh berkembang pesat sehingga mencapai bentuk tubuh orang dewasa 17
Universitas Sumatera Utara
yang disertai pula dengan berkembangnya kapasitas reproduktif. Selain itu remaja juga berubah secara kognitif dan mulai mampu berpikir abstrak seperti orang dewasa. Pada periode ini pula remaja mulai melepaskan diri secara emosional dari orang tua dalam rangka menjalankan peran sosialnya yang baru sebagai orang dewasa (Clarke-Stewart & Friedman, 1987;Ingersoll, 1989 dalam Agustiani 2006:28).
2.3.2. Pengertian Perkembangan Remaja Dalam mempelajari perkembangan manusia dan mahluk-mahluk lain pada umumnya kita harus membedakan dua hal yaitu proses pematangan dan proses belajar. Selain itu masih ada hal ketiga yang mempengaruhi perkembangan manusia yaitu pembawaan atau bakat. Pematangan berarti proses pertumbuhan yang menyangkut penyempurnaan fungsi-fungsi tubuh sehingga mengakibatkan perubahan-perubahan dalam perilaku, terlepas ada atau tidak ada proses belajar (Purwanto, 1999:23). Perkembangan mengacu kepada perubahan karakteristik yang khas dari gejala-gejala psikologis ke arah yang lebih maju. Para ahli psikologi pada umumnya menunjuk pada pengertian perkembangan sebagai suatu proses perubahan yang bersifat progresif dan menyebabkan tercapainya kemampuan dan karakteristik baru dalam hal ini berupa kematangan sebagai hasil dari perubahan dan
kesiapan
struktur
biologis.
Perkembangan
berkaitan
erat
dengan
pertumbuhan. Berkat adanya pertumbuhan maka pada saatnya anak akan mencapai kematangan. Perbedaan antara pertumbuhan dan kematangan, pertumbuhan menunjukkan perubahan biologis yang bersifat kuantitatif seperti 18
Universitas Sumatera Utara
bertambahnya berat dan tinggi badan dan sempurna susunan tulang dan jaringan saraf. Sedangkan kematangan menunjukkan perubahan biologis yang bersifat kualitatif yang sulit untuk diukur. Pertumbuhan dan kematangan merupakan proses yang saling berkaitan yang berasal dari dalam diri seorang anak. Tetapi hal ini tidak berarti bahwa faktor lingkungan tidak memegang peranan. Pertumbuhan dan kematangan dapat dipercepat dengan adanya rangsangan-rangsangan dari lingkungan dalam batasbatas tertentu (Ali, Asrori, 2004:11).
2.3.3. Tugas Perkembangan Remaja Pada setiap tahapan perkembangan manusia terdapat tugas-tugas tertentu yang berasal dari harapan masyarakat yang harus dipenuhi oleh individu, dan ini sering disebut tugas-tugas perkembangan. Keberhasilan atau kegagalan dalam melaksanakan
tugas
perkembangan
pada
periode
usia
tertentu
akan
mempengaruhi berhasil atau tidaknya seseorang dalam menjalankan tugas perkembangan pada periode usia selanjutnya (Agustiani, 2006:37). Pada masa remaja terdapat pula tugas-tugas perkembangan tertentu yang harus dipenuhi oleh individu. Pada akhir masa remaja ini, diharapkan tugas-tugas tersebut telah terpenuhi sehingga individu siap memasuki masa dewasa dengan peran-peran dan tugas-tugas barunya sebagai orang dewasa. Pikunas (dalam Agustiani, 2006:37) mengemukakan beberapa tugas perkembangan yang penting pada tahap pertengahan dan akhir masa remaja, yaitu: 1. Menerima bentuk tubuh orang dewasa yang dimiliki dan hal-hal yang berkaitan dengan fisiknya. 19
Universitas Sumatera Utara
2. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan figur-figur otoritas. 3. Mengembangkan ketrampilan dalam komunikasi interpersonal, belajar membina relasi dengan teman sebaya dan orang dewasa, baik secara individu maupun dalam kelompok. 4. Menemukan model untuk identifikasi. 5. Menerima diri sendiri dan mengandalkan kemampuan dan sumbersumber yang ada pada dirinya. 6. Memperkuat kontrol diri berdasarkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang ada. 7. Meninggalkan bentuk-bentuk reaksi dan penyesuaian yang kekanakkanakan. Berdasarkan
tugas-tugas
tersebut,
tampak
secara
umum
tugas
perkembangan masa remaja berkaitan dengan diri sendiri dan juga dengan lingkungan sosial yang dihadapinya. Semua perubahan yang terjadi pada remaja dalam masa ini menuntut individu untuk melakukan penyesuaian diri. Dengan bertambahnya usia, lingkungan sosial yang dihadapi akan semakin luas. Lingkungan menuntut individu untuk bertingkah laku dengan cara tertentu sesuai dengan norma yang ada pada lingkungan. Akan tetapi juga tidak jarang lingkungan membawa pengaruh yang buruk bagi perkembangan serta perubahan remaja. Maka yang berperan keras pada masa ini ialah kontrol diri (Agustiani, 2006:37).
20
Universitas Sumatera Utara
2.3.4 Karakteristik Nilai, Moral dan Sikap Remaja Salah satu karakteristik remaja yang sangat menonjol berkaitan dengan nilai adalah bahwa remaja sudah sangat merasakan pentingnya tata nilai dan mengembangkan nilai-nilai baru yang sangat diperlukan sebagai pedoman, pegangan atau petunjuk dalam mencari jalannya sendiri untuk menumbuhkan identitas diri menuju kepribadian yang semakin matang (Sarwono dalam Ali, Asrori, 2004:145). Pembentukan nilai-nilai baru dilakukan dengan cara identifikasi dan imitasi terhadap tokoh atau model tertentu atau bisa saja mengembangkannya sendiri (Ali, Asrori, 2004:145). Moralitas adalah keadaan nilai-nilai moral dalam hubungan dengan kelompok sosial. Karakteristik yang menonjol dalam perkembangan moral remaja adalah sesuai dengan tingkat perkembangan kognisi yang mulai mencapai tahapan berpikir operasional formal yaitu mulai mampu berpikir abstrak dan mampu memecahkan masalah-masalah yang bersifat hipotesis maka pemikiran remaja terhadap suatu permasalahan tidak lagi hanya terikat pada waktu, tempat dan situasi, tetapi juga pada sumber moral yang menjadi dasar hidup mereka (Gunarsa dalam Ali, Asrori, 2004:145). Perkembangan moral merupakan salah satu segi yang penting dalam membentuk identitas diri, membentuk dan menyusun sifat-sifat yang tetap dalam segala perkembangan dan perubahan. Apabila kita lihat tingkah laku pada umur tertentu, maka akan terlihat: 1. Pada anak sekolah tingkah lakunya sesuai dengan peraturan yang berlaku. Perbuatannya dikaitkan dengan ancaman hukuman atau hadiah yang diperoleh. 21
Universitas Sumatera Utara
2. Pada anak yang meningkat remaja ada keinginan untuk menjalankan peraturan yang berlaku dalam kelompok sosialnya. 3. Pada remaja kecenderungan mereka membentuk prinsip yang otonom. Prinsip yang berlaku pada mereka sendiri walaupun tidak sesuai dengan kelompoknya (Gunarsa dalam Ali, Asrori, 2004:95). Tingkat perkembangan fisik dan psikis yang dicapai remaja berpengaruh pada perubahan sikap dan perilakunya. Perubahan sikap yang cukup menyolok dan ditempatkan sebagai salah satu karakter remaja adalah sikap menentang nilainilai dasar hidup orangtua dan orang dewasa lainnya. Gejala sikap menentang pada remaja hanya bersifat sementara dan akan berubah serta berkembang ke arah moralitas yang lebih matang dan mandiri (Gunarsa dalam Ali, Asrori, 2004:146).
2.4. Perilaku Menyimpang Remaja 2.4.1. Konsep Perilaku Menyimpang Perilaku menyimpang pada dasarnya memiliki banyak pengertian tergantung penyimpangan yang dilakukan dalam hal-hal tertentu. Penyimpangan perilaku remaja terkadang juga identik dengan kenakalan. Perbuatan-perbuatan yang melanggar norma dan mengganggu kenyamanan orang lain dan tentunya perilaku yang melanggar hukum adalah merupakan bentuk dari penyimpangan. Secara umum perilaku menyimpang dapat diartikan sebagai tingkah laku yang melanggar atau bertentangan dengan aturan normatif dan pengertian normatif maupun dari harapan-harapan lingkungan sosial yang bersangkutan (Sadli, 1983:35).
22
Universitas Sumatera Utara
Di dalam kehidupan masyarakat terdapat sistem-sietem nilai maupun norma-norma sosial yang merupakan standar-standar sosial yang dijadikan sebagai ukuran-ukuran apakah suatu perilaku baik dari individu maupun kelompok di dalam masyarakat, terjadi penyimpangan dari realitas sosial yang terwujud. Tingkah laku menyimpang (deviant behavior) merupakan suatu masalah sosial dalam arti kesulitan-kesulitan individual, tingkah laku atau tindakantindakan ’abnormal’, salah penampilan dalam peranan sosial, serta anggapananggapan mengenai identitas-identitas menyimpang seperti dalam
kejahatan,
sakit mental, penampilan orangtua yang tidak wajar, dan sebagainya. Penyimpangan tingkah laku seseorang bila mampu mempengaruhi banyak orang merupakan gejala timbulnya masalah sosial, karena masalah ini mengundang perhatian banyak anggota masyarakat di tempat penyimpangan sosial itu terjadi (Nurdin, 1990:54). Secara keseluruhan, semua tingkah laku yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku dalam masyarakat baik norma agama, etika, peraturan sekolah, keluarga dan lain-lain dapat disebut sebagai perilaku menyimpang (Sarwono, 2000:197). Berdasarkan penjelasan diatas maka dipilih konsep perilaku menyimpang adalah tindakan ataupun tingkah laku seseorang yang menyimpang dari aturanaturan normatif yang merupakan standar-standar sosial yang dijadikan sebagai ukuran-ukuran apakah suatu perilaku baik dari individu maupun kelompok di dalam masyarakat.
23
Universitas Sumatera Utara
2.4.2 Penyebab Perilaku Menyimpang Terjadinya perilaku menyimpang haruslah dilihat dari situasi dan kondisi masyarakat yang ada. Setiap individu memiliki latar belakang kehidupan yang berbeda maka hal tersebut akan menyebabkan terbentuknya pola-pola perilaku yang berlainan. Tidak semua individu mampu mengidentifikasi diri dengan nilai dan norma yang berlaku di dalam masyarakat. Hal ini berarti gagalnya proses sosialisasi sehingga cenderung menerapkan pola-pola perilaku yang salah dan menyimpang.
Adapun
faktor-faktor
penyebab
timbulnya
perilaku
yang
menyimpang adalah sebagai berikut: 1. Perbedaan status (kesenjangan) sosial antara si kaya dan si miskin yang sangat mencolok mengakibatkan timbulnya rasa iri dan dengki sehingga terjadilah tindak korupsi, manipulasi, dan kolusi. 2. Banyaknya pemuda putus sekolah (drop out) dan pengangguran. Mereka yang tidak mempunyai keahlian tidak mungkin bisa bekerja di perkantoran, padahal mereka membutuhkan sandang, pangan, dan tempat tinggal. Akhirnya, mereka mengambil jalan pintas dengan menjadi pengamen atau pengemis jalanan. 3. Kebutuhan ekonomi untuk serba berkecukupan, tanpa harus bersusah payah bekerja, mengakibatkan seseorang mengambil jalan pintas dengan cara mencuri, merampok, menodong, dan lain-lain. 4. Keluarga yang berantakan (broken home) dapat menyebabkan adanya penyimpangan sosial. Sebagai pelampiasan, mereka melakukan kegiatan-kegiatan yang sifatnya negatif seperti berjudi, narkoba, miras, terjun ke dalam kompleks prostitusi. 24
Universitas Sumatera Utara
5. Pengaruh media massa seperti adanya berita dan gambar-gambar serta siaran TV yang menyajikan tentang tayangan tindak kekerasan dan kriminalitas (www.lazamboangatimes.com 18/10/2010). Sementara itu menurut Wilnes dalam bukunya Punishment and Reformation sebab-sebab penyimpangan/kejahatan dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut: 1. Faktor subjektif, yaitu faktor yang berasal dari seseorang itu sendiri (sifat pembawaan yang dibawa sejak lahir). 2. Faktor objektif, yaitu faktor yang berasal dari luar (lingkungan). Berikut diuraikan beberapa penyebab terjadinya penyimpangan seorang individu dari faktor objektif: a. Ketidaksanggupan menyerap norma-norma kebudayaan. Seseorang yang tidak sanggup menyerap norma-norma kebudayaan ke dalam kepribadiannya, ia tidak dapat membedakan hal yang pantas dan tidak pantas. Keadaan itu terjadi akibat proses sosialisasi yang tidak sempurna, misalnya seseorang tumbuh dalam keluarga yang retak (broken home). Apabila kedua orangtuanya tidak bisa mendidik anaknya dengan sempurna maka anak itu tidak akan mengetahui hak dan kewajibannya sebagai anggota keluarga. b. Proses belajar yang menyimpang. Seseorang yang melakukan tindakan yang menyimpang karena seringnya membaca atau melihat tayangan tentang perilaku menyimpang. Hal itu merupakan bentuk perilaku menyimpang yang disebabkan karena proses belajar yang menyimpang. 25
Universitas Sumatera Utara
c. Ketegangan antara kebudayaan dan struktur sosial. Terjadinya ketegangan
antara
kebudayaan
dan
struktur
sosial
dapat
mengakibatkan perilaku menyimpang. Hal itu terjadi jika dalam upaya mencapai suatu tujuan seseorang tidak memperoleh peluang, sehingga ia mengupayakan peluang itu sendiri, maka terjadilah perilaku menyimpang. d. Ikatan sosial yang berlainan.setiap orang umumnya berhubungan dengan beberapa kelompok. Jika pergaulan itu mempunyai polapola perilaku yang menyimpang, maka kemungkinan ia juga akan mencontoh pola-pola perilaku menyimpang. e. Akibat
proses
sosialisasi
nilai-nilai
sub-kebudayaan
yang
menyimpang. Seringnya media massa menampilkan berita atau tayangan
tentang
tindak
kejahatan (perilaku
menyimpang)
menyebabkan anak secara tidak sengaja menganggap bahwa perilaku menyimpang adalah sesuatu yang wajar. Hal inilah yang dikatakan sebagai proses belajar dari sub-kebudayaan yang menyimpang, sehingga terjadi proses sosialisasi nilai-nilai subkebudayaan menyimpang pada diri seseorang yang menganggap perilaku
menyimpang
merupakan
sesuatu
yang
wajar
(www.wikipedia.org/wiki 07/11/2010). Healy Broner (dalam Kartono, 1992:26) mengemukakan bahwa perilaku menyimpang penyebabnya bersifat sosiogenis. Misalnya oleh kekuatan kultural dan disorganisasi sosial kota-kota besar dimana terjadi perkembangan yang sangat pesat. Pertambahan penduduk yang pesat menjadikan daerah perkotaan juga cepat 26
Universitas Sumatera Utara
berubah. Kondisi perkotaan yang memiliki ciri-ciri khas tertentu akan memunculkan perilaku yang menyimpang pada remaja. Jadi perilaku menyimpang tidak semata-mata muncul akibat pengaruh lingkungan keluarga saja, tetapi juga konteks kultur seseorang. Munculnya perilaku menyimpang remaja pada dasarnya terpupuk dari keadaan lingkungan yang juga tidak sehat.
2.5. Usaha Kesejahteraan Sosial 2.5.1 Pengertian Kesejahteraan Sosial James Midgley (dalam Huda, 2009:72) mendefinisikan kesejahteraan sosial sebagai suatu kondisi yang harus memenuhi tiga syarat utama: (1) ketika masalah sosial dapat dimanage dengan baik; (2) ketika kebutuhan terpenuhi; (3) ketika peluang-peluang sosial terbuka secara maksimal. Pengertian lain juga dapat dikembangkan dari hasil Pre-Conference Working for the 15th International Conference of Social Welfare (Sulistiati dalam Huda, 2009:73) yakni kesejahteraan sosial adalah keseluruhan usaha social yang terorganisir dan mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat berdasarkan konteks sosialnya. Di dalamnya tercakup pula unsur kebijakan dan pelayanan dalam arti luas yang terkait dengan berbagai kehidupan dalam masyarakat, seperti pendapatan, perumahan, kesehatan, rekreasi budaya, dan lain sebagainya. Secara yuridis konsepsional, pengertian kesejahteraan sosial termuat dalam UU Kesejahteraan Sosial No.11 Tahun 2009 tentang ketentuan-ketentuan pokok kesejahteraan sosial sosial, pasal 1 ayat 1 adalah sebagai berikut :
27
Universitas Sumatera Utara
“ Kesejahteraan Sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya “.
2.5.2. Tujuan Pekerjaan Sosial dan Peran Pekerja Sosial dalam Penanganan Penyimpangan Perilaku Pada awalnya, sebagaimana yang telah ditegaskan oleh The National Association of Social Workers (NASW) pekerjaan sosial mempunyai 4 tujuan utama. Namun belakangan, The Council on Social Work Education menambah 2 tujuan pekerjaan sosial menjadi 6 poin penting. Pertama, meningkatkan kapasitas masyarakat untuk menyelesaikan masalahnya, menanggulangi dan secara efektif dapat menjalankan fungsi sosialnya. Seseorang yang sedang mengalami masalah, seringkali tidak memiliki kesadaran bahwa dirinya memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Pekerja sosial berperan dalam mengidentifikasi kekuatan klien dan mendorongnya untuk dapat melakukan perubahan pada kehidupannya. Kesadaran tentang kekuatan yang ada pada diri klien inilah yang menimbulkan suatu nilai terkenal yang dijunjung tinggi dalam pekerjaan sosial, yakni self-determination (keputusan oleh diri sendiri). Pekerja sosial dalam konteks ini dapat berperan sebagai konselor, pendidik, penyedia layanan atau perubah perilaku. Kedua, menghubungkan klien dengan jaringan sumber yang dibutuhkan. Ibarat memancing, dalam konteks memberdayakan masyarakat, jika dahulu mungkin cukup memberikan kailnya saja. Dengan memberikan pelatihan skill tertentu (misalnya kewirausahaan) kepada rakyat miskin mungkin sudah cukup 28
Universitas Sumatera Utara
menyelesaikan problem kemiskinan. Namun, kail saja kini rasanya tidak cukup. Sebab, bagaimana mungkin bisa memancing padahal “kolam”nya saja tidak tersedia, atau klien merasa kebingungan di “kolam” mana ia akan melemparkan kailnya. Dalam hal ini pekerja sosial berfungsi strategis dalam advokasi sosial maupun menghubungkan klien kepada jaringan-jaringan sumber yang dibutuhkan seorang klien untuk dapat berkembang dan mencapai tujuan kehidupannya. Menjadi broker atau pialang sosial adalah suatu peran yang strategis yang dapat dimainkan oleh pekerja sosial untuk mencapai tujuan ini. Ketiga,
meningkatkan
kinerja
lembaga-lembaga
sosial
dalam
pelayanannya agar berjalan secara efektif. Pekerja sosial berperan dalam menjamin agar lembaga-lembaga sosial dapat memberikan pelayanan kepada klien secara merata dan efektif. Langkah ini dilakukan karena lembaga-lembaga sosial dianggap sebagai salah satu peranti untuk mencapai tujuan-tujuan dari disiplin ilmu pekerjaan sosial. Peran-peran yang dapat dilakukan pekerja sosial antara lain, pengembang program, supervisor, koordinator ataupun konsultan. Sebagai pengembang program pekerja sosial dapat mendorong atau merancang program sosial untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Sebagai supervisor pekerja sosial dapat meningkatkan kinerja pelayanan lembaga sosial melalui supervisi yang dilakukan terhadap staf-stafnya. Sedangkan, dalam konteks koordinator, pekerja sosial dapat meningkatkan sistem pelayanan dengan meningkatkan komunikasi dan koordinasi antara sumber-sumber pelayanan kemanusiaan. Memandu lembaga sosial dalam meningkatkan kualitas pelayanan dapat diperankan oleh pekerja sosial sebagai konsultan.
29
Universitas Sumatera Utara
Keempat, mendorong terciptanya keadilan sosial melalui pengembangan kebijakan sosial yang berpihak. Di sinilah pekerjaan sosial memiliki kaitan yang sangat erat dengan kesejahteraan sosial maupun dengan kebijakan sosial. Yang pertama sebagai tujuan akhirnya sedang kedua sebagai salah satu alat untuk mencapainya. Keduanya berada dalam wilayah kajian pekerjaan sosial. Pekerja sosial dapat berperan sebagai perencana (planner) atau pengembang kebijakan (policy developer). Kelima, memberdayakan kelompok-kelompok rentan dan mendorong kesejahteraan sosial maupun ekonomi. Kelompok rentan yang dimaksud seperti orang lanjut usia (lansia), kaum perempuan, gay, lesbian, orang yang cacat fisik maupun mental, orang pengidap HIV/AIDS (ODHA) dan kelompok marjinal lainnya. Lazimnya, kelompok masyarakat seperti ini sangat rentan terhadap pengabaian hak-haknya
secara memadai. Selain hak-hak
keadilan dan
kesejahteraan sosial diperlukan juga upaya untuk memberikan perlindungan kepada mereka untuk memperoleh hak-hak keadilan secara ekonomi. Misalnya, peluang untuk memperoleh pekerjaan atau pelayanan kesehatan. Sebab tidak jarang kelompok rentan seperti ini kurang mendapat perhatian dalam hal hakhaknya secara ekonomi. Terakhir,
mengembangkan
dan
melakukan uji
ketrampilan
atau
pengetahuan profesional. Pekerjaan sosial diharapkan memiliki dasar-dasar ketrampilan dan pengetahuan yang mencukupi dalam praktiknya. Sehingga perlu ada upaya pengembangan maupun uji kelayakan terhadap pekerja sosial sendiri. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar praktek pekerjaan sosial yang dilakukan
30
Universitas Sumatera Utara
tidak menyimpang dan sesuai dengan norma dan etika yang berlaku dalam masyarakat (Huda, 2009:15-17).
2.6. Hipotesis Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini dapat diartikan sebagai jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian sampai terbukti benar melalui data yang dikumpulkan (Nawawi, 1998 : 43). Hipotesis itu bisa ditolak (H-) dan bisa juga diterima (H+), atau bisa juga tidak mempengaruhi sama sekali terhadap penelitian yang dilakukan. Hipotesa tidak diterima dan tidak pula ditolak dan biasa disebut sebagai hipotesa nol (Ho). Adapun hipotesis dari penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : Ha :
Terdapat pengaruh antara media transnasional terhadap penyimpangan perilaku remaja di Kelurahan Helvetia Tengah Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan.
Ho :
Tidak
terdapat
pengaruh
antara
media
transnasional
terhadap
penyimpangan perilaku remaja di Kelurahan Helvetia Tengah Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan. . 2.7. Kerangka Pemikiran Salah satu hasil dari perubahan sosial ialah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) atau yang lazim disebut dengan era globalisasi sangat berpengaruh pada kehidupan masyarakat Indonesia dan sudah menjadi realita sehari-hari. Tujuan utama perkembangan iptek adalah perubahan kehidupan masa depan manusia yang lebih baik, mudah, murah, cepat dan aman. 31
Universitas Sumatera Utara
Dengan perkembangan iptek yang sangat modern khusus dibidang teknologi informasi dunia seakan sudah menyatu, menjadi transparan tanpa mengenal batas negara. Kondisi yang demikian berdampak pada seluruh aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dan dapat mempengaruhi pola pikir, pola sikap dan pola tindak masyarakat. Perkembangan iptek terutama kemajuan teknologi informasi dalam hal ini media transnasional yang mencakup informasi dan tayangan asing serta sangat menunjang setiap orang mencapai tujuan hidupnya secara singkat serta mendapatkan informasi secara mudah baik legal maupun ilegal. Media yang berorientasi anak muda merupakan fenomena yang cukup baru dan sangat berkembang saat ini. Sudah dianggap pasti bahwa remaja saat ini dapat memperoleh informasi, hiburan bahka pengetahuan lewat media dalam bentuk tayangan TV, film dan lewat situs-situs yang ditemukan dalam internet. Bertolak dari besarnya peran media informasi dalam mempengaruhi pemikiran penggunanya tentulah perkembangan media massa di Indonesia saat ini dan masa datang harus dipikirkan lagi. Apalagi menghadapi globalisasi media yang tak terelakkan lagi. Bagitu pula dengan membanjirnya program-program tayangan asing serta produk-produk rekaman yang sekarang ini peredarannya tidak lagi terbendung. Globalisai media yang dapat dilihat dari tayangan TV, radio, majalah, buku, film, vcd dan yang terutama kini lewat internet sedikit banyak akan berdampak pada perilaku dan pola kehidupan masyarakat khususnya pada saat ini ialah remaja. Masa remaja merupakan suatu keadaan yang masih labil dan mudah terpengaruh serta memiliki kontrol yang lemah. Remaja merupakan salah satu 32
Universitas Sumatera Utara
kelompok yang rentan terbawa arus perubahan. Secara sosiologis remaja pada umumnya sangat rentan terhadap pengaruh-pengaruh eksternal. Jika pengaruh eksternal tersebut membawa dampak yang positif maka positif pula perilaku remaja dan sebaliknya jika membawa dampak yang negatif maka hal ini pulalah yang kelak menyebabkan perilaku yang menyimpang bahkan sampai kepada timbulnya kenakalan remaja. Dengan demikian sedikit saja remaja menerima informasi yang salah bisa saja berakibat kepada perilaku dan gaya hidupnya. Maka dengan mengacu pada paparan diatas peneliti tertarik untuk mengetahui pengaruh media transnasional terhadap penyimpangan perilaku remaja di Kelurahan Helvetia Tengah Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan. Selanjutnya untuk melihat interaksi di antara variabel dengan fenomena yang ditimbulkan dapat digambarkan dalam bentuk bagan alir pikir sebagai berikut:
33
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1 Bagan Alir Pemikiran MEDIA TRANSNASIONAL 1.
Internet
2.
TV (tayangan dan film asing)
3.
Media Cetak
4.
Game Online
REMAJA KELURAHAN HELVETIA TENGAH KECAMATAN MEDAN HELVETIA KOTA MEDAN
PENYIMPANGAN PERILAKU, meliputi: 1. Berbohong 2. Membolos 3. Mencuri 4. Seks bebas 5.
Penggunaan narkotika
34
Universitas Sumatera Utara
2.8. Definisi Konsep dan Definisi Operasional 2.8.1. Definisi Konsep Konsep merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial (Singarimbun, 1991:33). Dalam hal ini definisi konsep bertujuan untuk merumuskan dan mendefinisikan istilah-istilah yang digunakan secara mendasar agar tercipta suatu persamaan persepsi dan menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan tujuan penelitian ini, maka disusun definisi konsep sebagai berikut: 1. Pengaruh adalah suatu akibat yang ditimbulkan oleh suatu keadaan atau kondisi, dalam hal ini dilihat bagaimana pengaruh media transnasional terhadap perilaku remaja di Kelurahan Helvetia Tengah Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan. 2. Media adalah alat atau sarana komunikasi seperti koran, majalah, radio, TV, film, poster, spanduk yang terletak diantara dua pihak. 3. Perilaku menyimpang adalah tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan yang bertentangan dengan aturan-aturan normatif. 4. Remaja ialah suatu keadaan dimana individu mulai dewasa; sudah sampai umur untuk kawin; bukan kanak-kanak lagi.
2.8.2. Definisi Operasional Definisi operasional adalah penjabaran lebih lanjut tentang konsep, dan keterikatan konsep yang telah diterangkan. Definisi operasional merupakan 35
Universitas Sumatera Utara
petunjuk bagaimana suatu variabel diukur, dengan membaca definisi operasional dalam suatu penelitian, seorang peneliti akan tahu bagaimana suatu variabel sehingga dapat mengetahui baik buruknya pengukuran tersebut (Singarimbun, 1991:49). Defenisi operasional dalam penelitian ini adalah: A. Variabel Bebas (Independent Variable) Variabel bebas (X) adalah segala gejala, faktor, atau unsur yang menentukan atau mempengaruhi munculnya variabel kedua yang disebut sebagai variabel terikat. Tanpa variabel ini maka variabel berubah sehingga akan muncul variabel terikat yang berbeda atau yang lain atau bahkan sama sekali tidak ada yang muncul (Nawawi, 1998 : 57). Variabel bebas (X) dalam penelitian ini adalah Media Transnasional, yang terdiri dari beberapa jenis yaitu: a. Internet b. TV (tayangan dan film asing baik berupa VCD, DVD, Video record/berdurasi) c. Media cetak d. Game Online Media Transnasional (X) memiliki 2 indikator, sebagai berikut: 1. Lamanya penggunaan media informasi dalam sehari 2. Tujuan penggunaan Media, sebagai: a. Hiburan b. Informasi, tren c. Tugas sekolah, pengetahuan 36
Universitas Sumatera Utara
B. Variabel Terikat (Dependent Variable) Variabel terikat (Y) adalah sejumlah gejala atau faktor maupun unsur yang ada atau muncul dipengaruhi atau ditentukan adanya variabel bebas dan bukan karena adanya variabel lain (Nawawi, 1998 : 57). Variabel terikat (Y) dalam penelitian ini adalah penyimpangan perilaku dengan indikator sebagai berikut: 1. Berbohong Apa penyebab timbulnya kebohongan remaja dan sejauh mana penggunaan media transnasional membuat remaja sering berbohong kepada keluarga, guru bahkan mungkin teman-temannya. 2. Membolos Sejauh mana pengaruh penggunaan media transnasional terhadap tingkat kehadiran remaja di sekolah. 3. Mencuri Bagaimana media transnasional dapat mempengaruhi niat remaja untuk mengambil barang yang bukan miliknya tanpa ijin dan seberapa sering remaja melakukan perbuatan tersebut. 4. Seks bebas Sejauh mana pengaruh media transnasional terhadap perilaku seks remaja dan apakah berpengaruh terhadap aktivitas seks dengan kata lain melakukan seks bebas. 5. Penggunaan narkotika Seberapa besar pengaruh media transnasional terhadap kecenderungan remaja menggunakan bahkan kecanduan narkotika. 37
Universitas Sumatera Utara