BAB II LANDASAN TEORI
A. STRES KERJA 1. Pengertian Stres Kerja Stres (Gibson, dkk., 2000) adalah kata yang berasal dari Bahasa Latin, yaitu ‘stringere’, yang memiliki arti keluar dari kesukaan (draw tight). Definisi ini menjelaskan sebuah kondisi susah atau penderitaan yang menunjukkan paksaan, tekanan, ketegangan atau usaha yang kuat, diutamakan ditunjukkan pada individual, organ individual atau kekuatan mental seseorang. Stres juga didefinisikan sebagai interaksi antara stimulus dan respons. Stres sebagai stimulus adalah kekuatan atau dorongan terhadap individu yang menimbulkan reaksi ketegangan atau menimbulkan perubahan-perubahan fisik individu. Stres sebagai respons yaitu respons individu baik respons yang bersifat fisiologik,psikologik terhadap stresor yang berasal dari lingkungan (Gibson,dkk.,2000), sehingga Gibson, dkk (2000) merumuskan definisi kerja mengenai stres dan mendefinisikan stres sebagai suatu tanggapan adaptif ditengahi oleh perbedaan individual dan/atau proses psikologis, yaitu suatu konsekuensi dari setiap kegiatan (lingkungan), situasi, atau kejadian eksternal yang membebani
tuntutan
psikologis
atau
fisik
yang
berlebihan
pada
seseorang
(Gibson,dkk.,2000). Beehr dan Newman (dalam Rice, 1999) yang mendefinisikan stres kerja sebagai tuntutan pekerjaan yang berlebihan melebihi kemampuan pekerja meliputi interaksi antara kondisi pekerjaan dengan sikap individu yang mengubah kondisi normal dan fungsi psikologis pekerja sehingga menyebabkan orang merasa sakit, tidak nyaman atau tegang karena pekerjaan, tempat kerja atau situasi kerja yang tertentu.
Universitas Sumatera Utara
Stress kerja adalah suatu respon adaptif, dihubungkan oleh karakteristik dan atau proses psikologi individu yang merupakan suatu konsekuensi dari setiap tindakan eksternal, situasi atau peristiwa yang menempatkan tuntutan psikologis dan atau fisik khusus pada seseorang (Ivancevich dan Matteson, 1980). Selanjutnya David Hager dan Linda C (1999) menyatakan stres sebagai suatu keadaan ketegangan fisik atau mental atau kondisi yang menyebabkan ketegangan. Menurut David (1990), stres adalah respon otomatis dari tubuh, termasuk pikiran sampai pada perubahan- perubahan, tantangan- tantangan, dan tuntutan lain yang kita temui dalam setiap bagian kehidupan sehari- hari. Stres dapat juga berarti respon fisiologi, psikologi dan perilaku dari seseorang dalam upaya untuk menyesuaikan dari tekanan baik secara internal maupun eksternal (Laurentius Panggabean, 2003). Definisi mengenai stres kemudian ditambahkan pula oleh International Department of Labour dalam bukunya yang berjudul Stress and Fatigue (1998) yang mendefinisikan stres dalam istilah interaksi antara seseorang dengan lingkungannya dan kesadaran pada ketidakmampuannya untuk mengatasi tuntutan tersebut yang terealisasi pada individu disertai dengan respons emosional. Stres kerja oleh Riggio (2003) didefinisikan sebagai interaksi antara seseorang dan situasi lingkungan atau stresor yang mengancam atau menantang sehingga menimbulkan reaksi pada fisiologis maupun psikologis pekerja. Kemudian Rice (1999) mempunyai definisi senada mengenai stres kerja menambahkan bahwa stres kerja yang terjadi pada individu meliputi gangguan psikologis, fisiologis, perilaku, dan gangguan pada organisasi. Stres timbul sebagai dampak dari hubungan antara individu dengan lingkungannya yang dinilai oleh individu sebagai sesuatu yang mengganggu atau melebihi kapasitas dan membahayakan kelangsungan hidupnya (Folkman, 1984).
Universitas Sumatera Utara
Baum (dalam Taylor, 2006) yang menyatakan bahwa stres adalah pengalaman emosional negatif yang disertai dengan perubahan biochemical, fisiologis, kognitif, dan perubahan tingkah laku yang dapat diukur dan secara langsung berubah atau terakomodasi karena adanya situasi yang menekan (stressful event). Rice (1999), penulis buku Stress and Health, seseorang dapat dikategorikan mengalami stres kerja jika stres yang dialami melibatkan juga pihak organisasi atau perusahaan tempat individu bekerja, namun penyebabnya tidak hanya di dalam perusahaan karena masalah rumah tangga yang terbawa ke pekerjaan dan masalah pekerjaan yang terbawa ke rumah dapat juga menjadi stres kerja. Rice (1999) mengatakan bahwa stres kerja dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang bersifat eksternal, misalnya definisi mengenai stres kerja yang difokuskan oleh Lee dan Ashlorth pada keistimewaan karakteristik pekerjaan yang mengancam pekerja (dalam Rice, 1999). Spears (2008) mendefinisikan stres kerja sebagai reaksi seseorang terhadap tekanan yang berlebihan atau tuntutan di tempat kerja yang bersifat merugikan. Seyle (dalam Riggio, 2003) menambahkan definisi stres kerja sebagai kurangnya ‘kesesuaian’ antara kemampuan dan keahlian seseorang dengan tuntutan pekerjaan maupun lingkungannya di tempat kerja. Begitu pula dengan Brousseau dan Prince (dalam Rahayu, 2000) mengatakan bahwa stres kerja juga dipandang sebagai kondisi psikologik yang tidak menyenangkan yang timbul karena karyawan merasa terancam dalam bekerja. Perasaan terancam ini disebabkan hasil persepsi dan penilaian karyawan yang menunjukkan ada ketidakseimbangan atau ketidaksesuaian antara karakteristik tuntuntan-tuntutan pekerjaan dengan kemampuan dan kepribadian karyawan. Definisi senada dikemukakan oleh Beehr dan Franz (dikutip Bambang Tarupolo, 2002) menambahkan bahwa stres kerja adalah respons penyesuaian terhadap situasi eksternal dalam perkerjaan yang menyebabkan penyimpangan secara fisik, psikologis,dan perilaku
Universitas Sumatera Utara
pada orang-orang yang berpartisipasi dalam organisasi (dalam Rice,1999). Shinn (dalam Rahayu, 2000) mempunyai pendapat senada mengenai stres kerja dengan mengatakan bahwa stress kerja adalah kondisi lingkungan kerja yang bersifat negatif yang dihadapi oleh karyawan dan menimbulkan respons karyawan terhadap kondisi tersebut, baik respons yang bersifat patologik maupun fisiologik, namun timbul atau tidaknya stres kerja ini tergantung persepsi serta reaksi individu terhadap kondisi tersebut. Wilford (dalam Fraser,1992) mengatakan bahwa stres kerja terjadi bila terdapat penyimpangan dari kondisi-kondisi optimum yang tidak dapat dengan mudah diperbaiki sehingga mengakibatkan suatu ketidakseimbangan antara tuntutan kerja dan kemampuan pekerjaannya. Stres kerja adalah hasil dari interaksi karyawan dan lingkungan kerja yang dipandang sebagai ancaman terhadap kemampuan dirinya untuk menyesuaikan diri, dikarenakan ancaman itu menggangu keseimbangan fisiologis dan psikologis. Dengan demikian stres kerja dalam penelitian ini adalah suatu proses yang menyebabkan orang merasa sakit, tidak nyaman atau tegang karena pekerjaan, tempat kerja atau situasi kerja tertentu serta reaksi seseorang secara psikologi, fisiologi, maupun perilaku bila seseorang mengalami ketidakseimbangan antara tuntutan yang dihadapi dengan kemampuannya untuk memenuhi tuntutan tersebut dalam jangka waktu tertentu.
2. ASPEK STRES KERJA Stres kerja dikategorikan dalam beberapa aspek-aspek stres kerja oleh Beehr dan Newman (dalam Rice, 1999) meliputi: a. Aspek fisiologis bahwa stres kerja sering ditunjukkan pada simptoms fisiologis. Penelitian dan fakta oleh ahli-ahli kesehatan dan kedokteran menunjukkan bahwa stres kerja dapat mengubah metabolisme tubuh, menaikkan detak jantung, mengubah cara bernafas,
Universitas Sumatera Utara
menyebabkan sakit kepala, dan serangan jantung. Beberapa yang teridentifikasi sebagai simptoms fisiologis adalah: 1. Meningkatnya detak jantung, tekanan darah,dan risiko potensial terkena gangguan kardiovaskuler. 2. Mudah lelah fisik 3. Kepala pusing, sakit kepala 4. Ketegangan otot 5. Gangguan pernapasan, termasuk akibat dari sering marah (jengkel). 6. Sulit tidur, gangguan tidur 7. Sering berkeringat, telapak tangan berkeringat
b. Aspek psikologis, stres kerja dan gangguan gangguan psikologis adalah hubungan yang erat dalam kondisi kerja. Simptoms yang terjadi pada aspek psikologis akibat dari stres adalah : 1. Kecemasan, ketegangan 2. Mudah marah, sensitif dan jengkel 3. Kebingungan, gelisah 4. Depresi, mengalami ketertekanan perasaan 5. Kebosanan 6. Tidak puas terhadap pekerjaan 7. Menurunnya fungsi intelektual 8. Kehilangan konsentrasi. 9. Hilangnya kreativitas. 10. Tidak bergairah untuk bekerja 11. Merasa tidak berdaya
Universitas Sumatera Utara
12. Merasa gagal 13. Mudah lupa 14. Rasa percaya diri menurun
c. Aspek tingkah laku (behavioral). Pada aspek ini stres kerja pada karyawan ditunjukkan melalui tingkah laku mereka. Beberapa symptoms perilaku pada aspek tingkah laku adalah: 1. Penundaan, menghindari pekerjaan,dan absensi. 2. Menurunnya performansi dan produktivitas. 3. Makan secara berlebihan / hilang 4. Tindakan berlebihan 5. Menurunnya hubungan dengan teman dan keluarga. 6. Tidak berminat berhubungan dengan orang lain.
Cox (dalam Gibson, dkk., 2000) juga mengemukakan situasi yang menekan pada pekerja dapat menimbulkan respons pada subjek, perilaku, kognitif, fisiologis maupun organisasi, yaitu: a. Respons pada subjek, meliputi kecemasan, agresi, acuh, kebosanan, depresi, keletihan, frustrasi, kehilangan kesabaran, rendah diri, gugup,dan merasa kesepian. b. Respons pada perilaku, meliputi kecenderungan mendapat kecelakaan, alkoholik, penyalahgunaan obat-obatan, emosi yang tiba-tiba meledak, makan berlebihan, merokok berlebihan, perilaku yang mengikuti kata hati, dan tertawa gugup. c. Respons pada kognitif, meliputi ketidakmampuan mengambil keputusan yang jelas, konsentrasi yang buruk, rentang perhatian yang pendek, sangat peka tehadap kritik,dan rintangan mental.
Universitas Sumatera Utara
d. Respons pada fisiologis, misalnya meningkatnya kadar gula, meningkatnya denyut jantung dan tekanan darah, kekeringan di mulut, berkeringat, membesarnya pupil mata,dan tubuh panas dingin.
3. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STRES KERJA Menurut Ivancevich dan Matteson (1980), penyebab stress yang diakibatkan oleh peran seseorang dalam menjalani suatu profesi tertentu. seperti: kelebihan beban kerja, tanggung jawab atas orang lain, perkembangan karier, kurangnya kohesi kelompok, dukungan kelompok yang tidak memadai, struktur dan iklim organisasi, wilayah dalam organisasi, karakteristik tugas, pengaruh kepemimpinan. Selanjutnya menurut Barone et.al (1984) terdapat tujuh sumber stress yang dijadikan instrumen pada penelitian-penelitian stress sebelumnya. Ketujuh sumber stress tersebut adalah lingkungan (enviroment), pribadi (personal), konsekuensi manusia (human concequences), organisasional (organizational), adaptif (adaptive), proses (process), dan waktu (time). Menurut Gibson dkk (1996), penyebab stres kerja ada 4 yaitu : 1. Lingkungan fisik Penyebab stres kerja dari lingkungan fisik berupa cahaya, suara, suhu,musik dan udara terpolusi. 2. Individual Tekanan individual sebagai penyebab stres kerja terdiri dari: (a) Konflik peran Stressor atau penyebab stres yang meningkat ketika seseorang menerima pesan- pesan yang tidak cocok berkenaan dengan perilaku peran yang sesuai.
Universitas Sumatera Utara
Misalnya adanya tekanan untuk bergaul dengan baik bersama orang- orang yang tidak cocok. (b) Peran ganda Untuk dapat bekerja dengan baik, para pekerja memerlukan informasi tertentu mengenai apakah mereka diharapkan berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Peran ganda adalah tidak adanya pengertian dari seseorang tentang hak, hak khusus dan kewajiban- kewajiban dalam mengerjakan suatu pekerjaan.
(c) Beban kerja berlebih Ada dua tipe beban berlebih yaitu kuantitatif dan kualitatif. Memiliki terlalu banyak sesuatu untuk dikerjakan atau tidak cukup waktu untuk menyelesaikan suatu pekerjaan merupakan beban berlebih yang bersifat kuantitatif. Beban berlebih kualitatif terjadi jika individu merasa tidak memiliki kemampuan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan mereka atau standar penampilan yang dituntut terlalu tinggi. (d) Tidak adanya kontrol Suatu stresor besar yang dialami banyak pekerja adalah tidak adanya pengendalian atas suatu situasi. Sehingga langkah kerja, urutan kerja, pengambilan keputusan, waktu yang tepat, penetapan standar kualitas dan kendali jadwal merupakan hal yang penting. (e) Tanggung jawab Setiap macam tanggung jawab bisa menjadi beban bagi beberapa orang, namun tipe yang berbeda menunjukkan fungsi yang berbeda sebagai stresor. (f) Kondisi kerja
Universitas Sumatera Utara
3. Kelompok Keefektifan setiap organisasi dipengaruhi oleh sifat hubungan diantara kelompok. Karakteristik kelompok menjadi stresor yang kuat bagi beberapa individu. Ketidakpercayaan dari mitra pekerja secara positif berkaitan dengan peran ganda yang tinggi, yang membawa pada kesenjangan komunikasi diantara orang- orang dan kepuasan kerja yang rendah. Atau dengan kata lain adanya hubungan yang buruk dengan kawan, atasan, dan bawahan.
4. Organisasional Adanya desain struktur organisasi yang jelek, politik yang jelek dan tidak adanya kebijakan khusus.
Selanjutnya sumber stres kerja menurut Carry Cooper (dikutip Jacinta F, 2002) ada 4 yaitu: 1. Kondisi pekerjaan, meliputi (a) Kondisi kerja yang buruk berpotensi menjadi penyebab karyawan mudah jatuh sakit, jika ruangan tidak nyaman, panas, sirkulasi udara kurang memadahi, ruangan kerja terlalu padat, lingkungan kerja kurang bersih, berisik, tentu besar pengaruhnya pada kenyamanan kerja karyawan. (b) Overload. Overload dapat dibedakan secara kuantitatif dan kualitatif. Dikatakan overload secara kuantitatif jika banyaknya pekerjaan yang ditargetkan melebihi kapasitas karyawan tersebut. Akibatnya karyawan tersebut mudah lelah dan berada dalam tegangan tinggi. Overload secara kualitatif bila pekerjaan tersebut sangat kompleks dan sulit sehingga menyita kemampuan karyawan.
Universitas Sumatera Utara
(c) Deprivational stres. Kondisi pekerjaan tidak lagi menantang, atau tidak lagi menarik bagi karyawan. Biasanya keluhan yang muncul adalah kebosanan, ketidakpuasan, atau pekerjaan tersebut kurang mengandung unsur sosial (kurangnya komunikasi sosial). (d) Pekerjaan beresiko tinggi. Pekerjaan yang beresiko tinggi atau berbahaya bagi keselamatan, seperti pekerjaan di pertambangan minyak lepas pantai, tentara, dan sebagainya.
2. Konflik peran. Stres karena ketidakjelasan peran dalam bekerja dan tidak tahu yang diharapkan oleh manajemen. Akibatnya sering muncul ketidakpuasan kerja, ketegangan,
menurunnya
prestasi
hingga
ahirnya
timbul
keinginan
untuk
meninggalkan pekerjaan. Para wanita yang bekerja mengalami stress lebih tinggi dibandingkan dengan pria. Masalahnya wanita bekerja ini menghadapi konflik peran sebagai wanita karir sekaligus ibu rumah tangga.
3. Pengembangan karir. Setiap orang pasti punya harapan ketika mulai bekerja di suatu perusahaan atau organisasi. Namun cita- cita dan perkembangan karir banyak sekali yang tidak terlaksana.
4. Struktur organisasi . Gambaran perusahaan yang diwarnai dengan struktur organisasi yang tidak jelas, kurangnya kejelasan mengenai jabatan, peran, wewenang dan tanggung jawab,
Universitas Sumatera Utara
aturan main yang terlalu kaku atau tidak jelas, iklim politik perusahaan yang tidak jelas serta minimnya keterlibatan atasan membuat karyawan menjadi stres.
Sarafino (dikutip Bart Smet, 1994) membagi penyebab stres kerja menjadi 4 yaitu 1) Lingkungan fisik yang terlalu menekan seperti kebisingan, temperatur atau panas yang terlalu tinggi, udara yang lembab, penerangan di kantor yang kurang terang. 2) Kurangnya kontrol yang dirasakan 3) Kurangnya hubungan interpersonal 4) Kurangnya pengakuan terhadap kemajuan kerja. Para pekerja akan merasa stres bila mereka tidak mendapatkan promosi yang selayaknya mereka terima.
Robbins (1998) mengidentifikasikan tiga perangkat faktor, meliputi lingkungan (environmental), organisasional (organizational), dan individual yang bertindak sebagai sumber potensial dari stres. Stres bergantung pada perbedaan individual seperti pengalaman kerja dan kepribadian. Gejalanya dapat muncul sebagai keluaran atau hasil fisiologis, psikologis, dan perilaku dan tergambar pada model bagan dibawah ini ( Robbin, 1998). Penjelasan mengenai faktor-faktor yang dapat mengakibatkan stres kerja menurut Robbin (1998) adalah sebagai berikut: 1. Faktor Lingkungan (Environmental factors). Lingkungan kerja tidak hanya memberikan pengaruh terhadap desain struktur organisasi, namun juga pada stress yang terjadi antara pekerja dan organisasinya. Faktor lingkungan yang berpengaruh meliputi ketidakpastian politik (political uncertainty), situasi ekonomi yang tidak menentu, yaitu akibat perubahan dunia bisnis yang meningkatkan kecemasan pegawai akan kelangsungan pekerjaannya dan ketidakpastian
Universitas Sumatera Utara
teknologi (technological uncertainty) yang menuntut pekerja untuk selalu memperbaharui kemampuan mereka dalam mengoperasikan alat-alat teknologi.
2. Faktor Organisasional (Organizational factors). Tekanan dan tuntutan yang dilakukan untuk menghindari error dan menyelesaikan pekerjaan dalam waktu yang terbatas, pekerjaan yang berlebihan, tuntutan yang berlebihan pada pekerjaan, pimpinan yang tidak perhatian,dan rekan kerja yang tidak nyaman adalah beberapa contoh hal yang mempengaruhi ada tidaknya stresor yang menyebabkan stres kerja ( Robbin, 1998). Robbin juga menambahkan faktor-faktor organisasi dikategorikan sebagai berikut : a.
Tuntutan pekerjaan (task demands). Faktor ini berhubungan dengan pekerjaan, meliputi desain dari pekerjaan tersebut (autonomi, variasi pekerjaan, struktur organisasi, kepemimpinan organisasi, dan iklim organisasi).
b.
Tuntutan peran (role demands). Faktor ini berhubungan dengan tekanan yang ada pada lingkungan kerja yang dirasakan pekerja akibat dari peran yang dimainkan dalam organisasinya. Konflik peran menyebabkan ekspektasi yang berpotensi membuat pekerja mengalami kesulitan untuk berbaur dengan lingkungan sosial dan merasa puas dengan pekerjaannya. Peran yang berlebihan (role overload) juga mempengaruhi tingkat stress kerja. Peran yang berlebihan juga yang merupakan situasi yang dirasakan pekerja ketika mereka diminta bekerja melebihi batas waktu yang disepakati. Faktor peran yang juga dapat menyebabkan stres kerja adalah ambiguitas peran (role ambiguity) yaitu ketika pekerja merasa pekerjaan tidak tergambar dan dimengerti dengan jelas dan pekerja tidak mengetahui secara pasti apa yang dikerjakan.
Universitas Sumatera Utara
c.
Tuntutan interpersonal (interpersonal demand) adalah faktor yang mempengaruhi stres yang berasal dari pekerja lain. Kurangnya dukungan sosial dari kolega dan rendahnya hubungan interpersonal dapat menyebabkan stres kerja, terutama pada pekerja yang membutuhkan kebutuhan sosial yang tinggi.
d.
Struktur organisasi, yaitu faktor yang menjelaskan perbedaan level pada organisasi, derajat aturan dan regulasi dan cara keputusan akan dibuat. Aturan yang berlebihan dan kurangnya partisipasi dalam pengambilan keputusan dapat menyebabkan stres kerja bagi karyawan
e.
Kepemimpinan organisasi memberikan gaya manajemen pada organisasi. Beberapa pihak didalamnya dapat membuat iklim organisasi yang melibatkan ketegangan, ketakutan dan kecemasan.
3.
Faktor individual. Secara umum individu bekerja dalam 40 sampai 50 jam dalam seminggu. Pengalaman dan masalah yang dihadapi individu di luar jam kerja dapat mempengaruhi efektivitas pekerjaan. Faktor-faktor individual, misalnya masalah keluarga, masalah ekonomi dan keperibadian individu dapat menjadi sumber stres kerja.
4. GEJALA STRES Gejala- gejala stres kerja dapat berupa letih dan lelah, kecewa, perasaan tidak berdaya, gangguan tidur, kegelisahan, ketegangan, kecemasan, cepat marah, kehilangan rasa percaya diri, perasaan kesepian atau keterasingan, makan terlalu sedikit, mudah tersinggung, berdebar- debar dan sulit berkonsentrasi (Bambang Tarupolo, 2002). Menurut Ashar Sunyoto (2001) gejala- gejala stres di tempat kerja sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1) Tanda- tanda suasana hati (mood ) Berupa menjadi overexcited, cemas, merasa tidak pasti, sulit tidur malam hari, menjadi mudah bingung dan lupa, menjadi sangat tidak enak dan gelisah, menjadi gugup. 2) Tanda- tanda otot kerangka (musculoskeletal) Berupa jari- jari dan tangan gemetar, tidak dapat duduk diam atau berdiri di tempat, mengembangkan tic (gerakan tidak sengaja), kepala mulai sakit, merasa otot menjadi tegang atau kaku, menggagap ketika bicara, leher menjadi kaku. 3) Tanda- tanda organ- organ dalam badan (viseral) Berupa perut terganggu, merasa jantung berdebar, banyak keringat, tangan berkeringat, merasa kepala ringan atau akan pingsan, mengalami kedinginan, wajah menjadi panas, mulut menjadi kering, mendengar bunyi berdering dalam kuping.
Carry Cooper dan Alison Straw (1995) membagi gejala stres kerja menjadi tiga yaitu 1) Gejala fisik Gejala stres menyangkut fisik bisa mencakup: nafas memburu, mulut dan kerongkongan kering, tangan lembab, merasa panas, otot tegang, pencernaan terganggu, mencret- mencret, sembelit, letih yang tak beralasan, sakit kepala, salah urat, gelisah.
2) Gejala- gejala dalam wujud perilaku Banyak gejala stres yang menjelma dalam wujud perilaku, mencakup: (a) Perasaan, berupa: bingung, cemas, dan sedih, jengkel, salah paham, tak berdaya, tak mampu berbuat apa- apa, gelisah, gagal, tak menarik, kehilangan semangat. (b) Kesulitan dalam: berkonsentrasi, berfikir jernih, membuat keputusan. (c) Hilangnya: kreatifitas, gairah dalam penampilan, minat terhadap orang lain.
Universitas Sumatera Utara
3) Gejala- gejala di tempat kerja Sebagian besar waktu bagi pekerja berada di tempat kerja, dan jika dalam keadaan stres , gejala- gejala dapat mempengaruhi kita di tempat kerja, antara lain: (a) Kepuasan kerja rendah (b) Kinerja yang menurun (c) Semangat dan energi hilang (d) Komunikasi tidak lancar (e) Pengambilan keputusan jelek (f) Kreatifitas dan inovasi berkurang (g) Bergulat pada tugas- tugas yang tidak produktif.
5. DAMPAK STRES KERJA Stres kerja tidak hanya berpengaruh pada individu, namun juga terhadap biaya organisasi dan industri. Begitu besar dampak dari stres kerja, oleh para ahli perilaku organisasi telah dinyatakan sebagai agen penyebab dari berbagai masalah fisik, mental, bahkan output organisasi (Yun Iswanto, 1999 dan Gabriel & Marjo, 2001). Menurut Gibson dkk (1996:363), dampak dari stres kerja banyak dan bervariasi. Dampak positif dari stres kerja diantaranya motifasi pribadi, rangsangan untuk bekerja lebih keras, dan meningkatnya inspirasi hidup yang lebih baik. Meskipun demikian, banyak efek yang mengganggu dan secara potensial berbahaya. Cox membagi menjadi 5 kategori efek dari stres kerja yaitu 1)
Subyektif berupa kekhawatiran atau ketakutan, agresi, apatis, rasa bosan, depresi, keletihan, frustasi, kehilangan kendali emosi, penghargaan diri yang rendah, gugup, kesepian.
Universitas Sumatera Utara
2) Perilaku berupa mudah mendapat kecelakaan, kecanduan alkohol, penyalahgunaan obat, luapan emosional, makan atau merokok secara berlebihan, perilaku impulsif, tertawa gugup. 3) Kognitif berupa ketidakmampuan untuk membuat keputusan yang masuk akal, daya konsentrasi rendah, kurang perhatian, sangat sensitiv terhadap kritik, hambatan mental. 4) Fisiologis berupa kandungan glukosa darah meningkat, denyut jantung dan tekanan darah meningkat, mulut kering, berkeringat, bola mata melebar, panas, dan dingin. 5) Organisasi berupa angka absensi, omset, produktivitas rendah, terasing, dari mitra kerja, komitmen organisasi dan loyalitas berkurang.
Selain efek tersebut terdapat juga efek stres yang lain yaitu perilaku tidak produktif dan menarik diri seperti lekas marah, kecanduan alkohol, penyalahgunaan obat, dan tindakan legal (hukum) secara khusus mengganggu dalam bentuk hilangnya produktivitas. Menurut Bambang Tarupolo (2002:18), tenaga kerja yang tidak mampu bereaksi secara baik terhadap stres yang dialami, kesehatan jiwanya akan tergangu dan karenanya kualitas hidup dan produktivitasnya menjadi rendah. Karyawan tersebut akan menunjukkan: (a) Sering mengeluh sakit dan berobat (b) Malas dan sering mangkir (c) Sering membuat kesalahan dalam pekerjaan dan cenderung mengalami kecelakaan kerja (d) Sering marah dan tidak mampu menyesuaikan diri dengan baik (e) Tidak peduli dengan lingkungan, bingung dan pelupa (f) Cara pandang yang negatif dan rasa permusuhan (g) Terlibat penyalahgunaan narkoba (h) Terlibat tindak sabotase di lingkungan kerja.
Universitas Sumatera Utara
Stres kerja dapat mengakibatkan hal- hal sebagai berikut: a.
Penyakit fisik yang diinduksi oleh stres yaitu penyakit jantung koroner, hipertensi, gangguan menstruasi, gangguan pencernaan, mual, muntah, dan sebagainya.
b.
Kecelakaan kerja: terutama pada pekerjaan yang menuntut kinerja yang tinggi, bekerja bergiliran (shift), penyalahgunaan zat aditif
c.
Absen: pegawai yang sulit menyelesaikan pekerjaan sebab tidak hadir karena pilek, sakit kepala.
d.
Lesu kerja: pegawai kehilangan motivasi bekerja
e.
Gangguan jiwa: mulai dari gangguan yang mempunyai efek yang ringan dalam kehidupan sehari- hari sampai pada gangguan yang mengakibatkan ketidakmampuan yang berat.Gangguan jiwa ringan seperti mudah gugup, tegang, marah- marah, mudah tersinggung, kurang berkonsentrasi, apatis dan depresi. Perubahan perilaku berupa kurang partisipasi dalam pekerjaan, mudah bertengkar, terlalu mudah mengambil resiko. Gangguan yang lebih jelas lagi dapat berupa depresi, gangguan cemas (Laurentius Panggabean, 2003:2).
Menurut Jacinta (2002), stres kerja dapat juga mengakibatkan hal- hal sebagai berikut: 1) Dampak terhadap perusahaan yaitu (a) Terjadinya kekacauan, hambatan baik dalam manajemen maupun operasional kerja (b) Mengganggu kenormalan aktivitas kerja (c) Menurunnya tingkat produktivitas (d) Menurunkan pemasukan dan keuntungan perusahaan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Randall Schuller, stress yang dihadapi tenaga kerja berhubungan dengan penurunan prestasi kerja, peningkatan ketidakhadiran kerja dan
Universitas Sumatera Utara
kecenderungan mengalami kecelakaan. Demikian pula jika banyak diantara tenaga kerja di dalam organisasi atau perusahaan mengalami stres kerja, maka produktivitas dan kesehatan organisasi itu akan terganggu.
2) Dampak terhadap individu. Munculnya masalah- masalah yang berhubungan dengan: (a) Kesehatan Banyak penelitian yang menemukan adanya akibat-akibat stress terhadap kesehatan seperti jantung, gangguan pencernaan, darah tinggi, maag, alergi, dan beberapa penyakit lainnya. (b) Psikologis Stres berkepanjangan akan menyebabkan ketegangan dan kekuatiran yang terus menerus yang disebut stres kronis. Stres kronis sifatnya menggerigoti dan menghancurkan tubuh, pikiran dan seluruh kehidupan penderitanya secara perlahan- lahan. (c) Interaksi interpersonal Orang yang sedang stres akan lebih sensitif dibandingkan orang yang tidak dalam kondisi stres. Oleh karena itu sering salah persepsi dalam membaca dan mengartikan suatu keadaan, pendapat dan penilaian, kritik, nasehat, bahkan perilaku orang lain. Orang stres sering mengaitkan segala sesuatu dengan dirinya. Pada tingkat stres yang berat, orang bisa menjadi depresi, kehilangan rasa percaya diri dan harga diri.
B. Musik 1. Pengertian Musik
Universitas Sumatera Utara
Menurut ahli perkamusan (lexicographer) musik ialah: ”Ilmu dan seni dari kombinasi ritmis nada-nada, vokal maupun instrumental, yang melibatkan melodi dan harmoni untuk mengekspresikan apa saja yang memungkinkan, namun khususnya bersifat emosional (dalam Mutaqqin,2008). Jamalus (1988) berpendapat bahwa musik adalah suatu hasil karya seni bunyi dalam bentuk lagu atau komposisi musik yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penciptanya melalui unsur-unsur musik yaitu irama, melodi, harmoni, bentuk dan struktur lagu dan ekspresi sebagai satu kesatuan. Rina (2003) berpendapat bahwa musik merupakan salah satu cabang kesenian yang pengungkapannya dilakukan melalui suara atau bunyibunyian. Kemudian Prier (1991) berpendapat bahwa musik merupakan curahan kekuatan tenaga penggambaran yang berasal dari gerakan rasa dalam suatu rentetan suara (melodi) yang berirama. Selanjutnya Romain Rolland berpendapat bahwa musik adalah suatu janji keabadian. Goethe berpendapat bahwa musik mengangkat dan memuliakan apa saja yang diekspresikannya. Mendelssohn meyakini bahwa musik dapat mencapai suatu wilayah yang kata-kata tidak sanggup mengikutinya, dan Tchaikovsky berkata bahwa musik adalah ilham yang menurunkan kepada kita keindahan yang tiada taranya. Herbert Spencer, seorang filsuf Inggris mempertimbangkan musik sebagai seni murni tertinggi yang terhormat. Musik adalah logika bunyi yang tidak seperti sebuah buku teks atau sebuah pendapat. Ia merupakan suatu susunan vitalitas, suatu mimpi yang kaya akan bunyi, yang terorganisasi dan terkristalisasi. Dengan demikian musik adalah ilmu dan seni yang mengungkapkan perasaan dan pikiran penciptanya yang melibatkan melodi dan harmoni serta irama, baik dalam bentuk karya vokal maupun instrumental.
Universitas Sumatera Utara
2. Musik Instrumental Musik instrumental adalah suatu komposisi atau rekaman musik tanpa lirik atau vokal yang dihasilkan melalui alat musik. Pada lagu populer, musik instrumental menggunakan sedikit unsur suara manusia, seperti jazz, musik elektronika, dan sejumlah besar musik klasik Eropa. Pada musik komersial, beberapa lagu pada suatu album mungkin berupa instrumental yang merupakan salinan sama persis dari lagu dalam album tersebut, tanpa adanya unsur vokal (wikipedia, copyright @2010. www google.com). Dengan demikian musik yang dimaksud dengan musik instrumental adalah rekaman musik tanpa lirik yang hanya dihasilkan melalui instrumen alat musik. Menurut Suyatno (dalam Sunyoto, 2001) musik pengiring kerja sebaiknya jangan bertempo terlalu lambat (slow) tetapi juga jangan terlalu cepat. Musik bernada meriah diperdengarkan secara singkat pada awal hari, permulaan kerja untuk membangkitkan gairah, dan diperdengarkan juga pada akhir hari. Pada umumnya jenis musik ringan yang dimainkan dengan instrumen saja (instrumentalia) dapat digunakan sebagai pengiring kerja (Sunyoto, 2001). 3. Elemen-elemen Musik Element musik merupakan komponen yang luas, terdiri dari ritme, melodi, harmoni, dan warna . Beberapa penulis juga mengikut sertakan textur dan bentuk sebagai elemen musik . Elemen musik diantaranya (dalam Budi Linggono,2008) : •
Rhythm ( ritme) merupakan istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan qualitas temporal (durasi ) daripada suara .
•
Melody ( Melodi ) merupakan turunan dari pitches , melodi tidak dapat dipisahkan dari ritme.
•
Harmony ( Harmoni ) merupakan resultan dari gabungan simultan dari dua atau lebih suara musik.
Universitas Sumatera Utara
•
Color ( Warna ) merupakan istilah yang digunakn untuk mengidentifikasi kualitas suara yang diproduksi oleh suara maupun instrumen musik .
•
Texture ( textur ) menunjuk pada disposisi terhadap pitch dan timbre , dan merupakan dimensi horizontal dan vertikal dari suara .
•
Form ( Bentuk ) merupakan arsitektur dari suara ,peletakan dan penyelangan dari event-event musik , merupakan desain suara terhadap waktu . Dengan demikian elemen musik terdiri dari ritme, melodi, harmoni, warna, tekstur, dan bentuk.
4. Jenis-Jenis Alat Musik Berdasarkan klasifikasi Mahlion, Sachsdan V. Hornbostel, alat musik dibagi menjadi 5 golongan ,yaitu : •
Idiofon merupakan alat musik yang sumber bunyinya berasal dari badan alat musik itu sendiri .
•
Aerofon merupakan alat musik yang sumber bunyinya berasal dari udara yang berada didalam alat musik.
•
Membrafon merupakan alat musik yang sumber bunyinya berasal dari selaput tipis , ataupun kulit.
•
Kardofon merupakan alat musik yang sumber bunyinya berasal dari dawai yang ditegangkan.
•
Elektrofon merupakan alat musik yang ragam bunyi , ataupun penguat bunyinya dibantu , ataupun disebabkan adanya daya listrik . Dengan demikian alat musik dapat digolongkan menjadi 5 antara lain Idiofon,
Aerofon, Membrafon, Kardofon dan Elektrofon.
Universitas Sumatera Utara
5. Metode Aktivitas Musik Berikut beberapa contoh umum teknik yang digunakan dalam aktivitas musik melalui (Djohan,2009) : a. Bernyanyi untuk membantu klien yang mengalami gangguan perkembangan artikulasi pada keterampilan bahasa, irama, dan kontrol pernafasan. b. Bermain musik membantu pengembangan dan koordinasi kemampuan motorik. c. Gerak ritmis digunakan untuk mengembangkan jangkauan fisiologis, menggabungkan mobilitas/ketangkasan/kekuatan, keseimbangan, koordinasi, konsistensi, pola-pola pernafasan, dan relaksasi otot. d. Mendengarkan musik dapat mengembangkan keterampilan kognisi, seperti memori dan konsentrasi. Musik dapat menstimuli respon relaksasi, motivasi, imajinasi, dan memori.
Berdasarkan pernyataan diatas ada 4 aktivitas musik yang biasa dilakukan manusia antara lain bernyanyi, bermain musik, bergerak dan mendengarkan musik. Dimana dengan mendengarkan musik dapat menstimuli respon relaksasi, motivasi, imajinasi dan memori.
6. Manfaat Musik
1. Musik sebagai Hiburan Aristoteles, filsuf Yunani yang lahir di Stagira pada tahun 384 SM, mengatakan bahwa musik mempunyai kemampuan untuk mendamaikan hati yang gundah. Sehubungan dengan itu musik memiliki efek terapi yang rekreatif dan lebih jauh lagi dapat menumbuhkan jiwa patriotisme. Peneliti dari Science University of Tokyo menunjukkan bahwa musik dapat
Universitas Sumatera Utara
membantu
menurunkan tingkat stres dan gelisah. Penelitian menunjukkan bahwa
mendengarkan musik klasik adalah cara terbaik untuk membantu mengatasi depresi. Sloboda (2001), menemukan bahwa musik berkaitan erat dengan perubahan suasana hati dan dapat menghasilkan ketenangan. Alasan yang paling sering digunakan seseorang untuk mendengarkan musik adalah kesenangan, maka rasa senang sebagai salah satu pengalaman emosi yang paling sering dialami dalam kaitannya dengan musik (Juslin & Laukka, 2004).
2. Musik dan Terapi Kesehatan Muttaqin (2008) mengatakan bahwa musik dapat berfungsi sebagai alat terapi kesehatan. Ketika seseorang mendengarkan musik, gelombang listrik yang ada di otaknya dapat diperlambat atau dipercepat dan pada saat yang sama kinerja sistem tubuh pun mengalami
perubahan.
Bahkan,
musik
mampu
mengatur
hormon-hormon
yang
mempengaruhi stres seseorang, serta mampu meningkatkan daya ingat. Musik dan kesehatan memiliki kaitan erat, dan tidak diragukan bahwa dengan mendengarkan musik kesukaannya seseorang akan mampu terbawa ke dalam suasana hati yang baik dalam waktu singkat. Pengalaman terapi musik adalah sesuatu yang kompleks meliputi kenyataan subjektif serta hubungan intra dan interpersonal yang multi-tahap antara klien, musik, dan terapis musik (Amir,1991). Haines (1989) banyak meneliti pengaruh terapi musik terhadap rasa harga diri pada remaja yang mengalami gangguan emosional.
3. Musik dan Kecerdasan Musik memiliki pengaruh terhadap peningkatan kecerdasan manusia. Salah satu istilah untuk sebuah efek yang bisa dihasilkan sebuah musik yang memiliki kemampuan
Universitas Sumatera Utara
untuk meningkatkan intelegensia seseorang, yaitu Efek Mendengarkan Musik Mozart (Muttaqin, 2008). Irvine, penelitian dari Universitas California, tentang ”Musik dan Kecerdasan”, menunjukan ada hubungan kausal antara musik dan aspek inteligensi. Selanjutnya penelitian menunjukkan bahwa musik dapat memberikan rangsangan-rangsangan untuk segala aspek perkembangan secara koqnitif dan kecerdasan emosional (Roger Sperry, 1992).
4. Musik dan Kepribadian Musik diyakini dapat meningkatkan motivasi seseorang. Motivasi adalah hal yang hanya bisa dilahirkan dengan perasaan dan suasana hati tertentu. Apabila ada motivasi, semangat pun akan muncul dan segala kegiatan bisa dilakukan. Gallahue mengatakan bahwa kemampuan-kemampuan dalam mengkomunikasikan suatu emosi yang dirasakan oleh manusia dan secara tidak langsung ikut mempengaruhi kondisi psikologis yang dirasakan oleh individu yang mendengarkan musik makin dioptimalkan melalui stimulus dengan memperdengarkan musik. Selanjutnya DeNora (1997) dalam penelitiannya menunjukan bahwa musik merupakan sarana untuk menata dan meningkatkan kualitas diri baik pada aspek kognitif, emosi dan fisik. Dengan demikian, mendengarkan musik dapat memberikan manfaat bagi individu seperti musik sebagai hiburan, terapi kesehatan, kecerdasan serta kepribadian.
7. Musik Pengiring Kerja Suyatno (dalam Sunyoto, 2001) berpendapat bahwa musik pengiring kerja harus dipandu oleh pertimbangan sebagai berikut: 1. musik dalam bekerja harus menciptakan suasana akustik yang menghasilkan efek menguntungkan pada pikiran.
Universitas Sumatera Utara
2. musik akan bernilai sekali pada pekerja tangan pada pekerjaan repetitif dan pekerjaan lain yang hanya memerlukan sedikit kegiatan mental. 3. musik tidak akan bernilai tinggi jika ada suara atau bunyi lain yang cukup keras. 4. musik bernada meriah diperdengarkan secara sinkat pada awal hari, permulaan kerja, untuk membangkitkan gairah, diperdengarkan juga pada akhir hari, dan empat kali masing-masing selama setengah jam diperdengarkan musik ringan di tengah hari. 5. tempo musik jangan terlalu lambat (slow) tetapi juga jangan terlalu cepat. Irama yang lambat bisa menidurkan sedang irama yang cepat bisa mengganggu dan menciptakan ketergesaan.
Dengan demikian musik mempunyai banyak manfaat terhadap individu. Penggunaan musik sebagai pengiring kerja dapat mempengaruhi motivasi karyawan, sehingga karyawan bekerja dengan perasaan senang, bekerja lebih keras, tidak banyak absen, dan kurang merasa lelah pada akhir kerja.
C. Pengaruh Musik Instrumental Terhadap Stres kerja Karyawan
Musik bersifat terapeutik artinya dapat menyembuhkan. Salah satu alasannya karena musik menghasilkan rangsangan ritmis yang kemudian ditangkap melalui organ pendengaran dan diolah di dalam sistem saraf tubuh dan kelenjar pada otak yang selanjutnya mereorganisasi interpretasi bunyi ke dalam rtime internal pendengarnya. Ritme internal ini mempengaruhi metabolisme tubuh manusia sehingga prosesnya berlangsung dengan lebih baik. Dengan metabolisme yang lebih baik, tubuh akan mampu membangun sistem kekebalan yang lebih baik, dan dengan sistem kekebalan yang lebih baik tubuh menjadi lebih tangguh terhadap kemungkinan serangan penyakit (Satiadarma, 2001).
Universitas Sumatera Utara
Musik bermanfaat untuk memberikan rasa nyaman, menurunkan stres, kecemasan dan kegelisahan, melepaskan tekanan emosional yang dialami, meningkatkan kontrol diri dan perasaan berharga. Tujuan tersebut dapat dicapai melalui berbagai kegiatan yang dapat dilakukan dalam terapi musik, seperti menyanyi, bermain musik, mendengarkan musik, menyaksikan video musik, menulis lagu atau aransemen musik, dan berdiskusi tentang musik (Lindberg, 1997). Musik
membantu
orang-orang
yang
memiliki
masalah
emosional
dalam
mengeluarkan perasaan mereka, membuat perubahan positif dengan suasana hati, membantu memecahkan masalah, dan memperbaiki konflik. Metode yang digunakan dalam terapi musik adalah ; be rnyanyi, bermain musik, gerakan ritmis dan mendengarkan musik (Djohan, 2005). Gallahue mengatakan bahwa kemampuan-kemampuan dalam mengkomunikasikan suatu emosi yang dirasakan oleh manusia dan secara tidak langsung ikut mempengaruhi kondisi psikologis yang dirasakan oleh individu yang mendengarkan musik makin dioptimalkan melalui stimulus dengan memperdengarkan musik. Selanjutnya DeNora (1997) dalam penelitiannya menunjukan bahwa musik merupakan sarana untuk menata dan meningkatkan kualitas diri baik pada aspek kognitif, emosi dan fisik. Sloboda (2001), menemukan bahwa musik berkaitan erat dengan perubahan suasana hati dan dapat menghasilkan ketenangan. Alasan yang paling sering digunakan seseorang untuk mendengarkan musik adalah kesenangan, maka rasa senang sebagai salah satu pengalaman emosi yang paling sering dialami dalam kaitannya dengan musik (Juslin & Laukka, 2004). Irvine, penelitian dari Universitas California, tentang ”Musik dan Kecerdasan”, menunjukan ada hubungan kausal antara musik dan aspek inteligensi. Selanjutnya penelitian menunjukkan bahwa musik dapat memberikan rangsangan-rangsangan untuk segala aspek perkembangan secara koqnitif dan kecerdasan emosional (Roger Sperry, 1992).
Universitas Sumatera Utara
Pada umumnya para karyawan bekerja dengan perasaan senang, bekerja lebih keras, tidak banyak absen, dan kurang merasa lelah pada akhir hari kerja (Sunyoto, 2001). Musik bernada meriah diperdengarkan secara singkat pada awal hari, permulaan kerja untuk membangkitkan gairah, dan diperdengarkan juga pada akhir hari. Pada umumnya jenis musik ringan yang dimainkan dengan instrumen saja (instrumentalia) dapat digunakan sebagai pengiring kerja (Sunyoto, 2001). Dalam salah satu penelitian di College of Notre Dame, Belmont, California (Satiadarma, 1990) menggunakan stimulus suara (bunyi, musik) untuk mengetahui dampak suara terhadap kondisi stres dan rileks yang dialami seseorang. Hasil penelitian tersebut mengalami penurunan secara berarti (signifikan). Hasil penelitian ini menunjukkan betapa besar dan pentingnya peran stimulus suara dalam mempengaruhi ketegangan atau kondisi rileks pada diri seseorang. Selain itu, penelitian di Indonesia yang dilakukan oleh Regina dan Prabowo tahun 2007 mengenai tritmen meta music untuk menurunkan stres dengan metoda mendengarkan musik pada mahasiswa yang berusia 19-24 tahun, hasilnya menunjukkan adanya perbedaan yang signifkian terhadapa stres sebelum dan sesudah perlakuan. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa meta musik dapat digunakan dalam menurunkan stres pada karyawan. Dengan demikian berdasarkan keseluruhan hal diatas maka sangat penting memperhatikan penggunaan musik sebagai salah satu cara untuk meningkatkan motivasi kerja karyawannya. Dengan adanya penggunaan musik dalam lingkungan kerja maka diharapkan para karyawan akan bekerja dengan perasaan senang, bekerja lebih keras, tidak banyak absen, dan mengurangi kelelahan diakhir kerja serta mempunyai komitmen yang kuat terhadap organisasi.
D. Hipotesis
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan teori yang telah dipaparkan sebelumnya, maka hipotesis pada penelitian ini adalah: ada pengaruh musik instrumental terhadap penurunan stres kerja karyawan.
Universitas Sumatera Utara