BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Perilaku 1. Pengertian Menurut Skinner (1938) dalam buku Notoatmodjo (2003, p.114) seorang ahli perilaku mengatakan bahwa perilaku merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan respon. Sedang menurut Chaplin (2002) perilaku dalam arti luas adalah segala sesuatu yang dialami seseorang sedangkan dalam arti sempit adalah reaksi yang dapat diamati secara umum atau objektif. Perilaku adalah reaksi terhadap stimulus yang dapat bersifat sederhana atau kompleks, yaitu bahwa stimulus dapat menimbulkan lebih dari satu respon atau sebaliknya (Azwar, 2003). Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku adalah reaksi yang dapat diamati secara umum atau objektif, merupakan hasil hubungan antara perorangan (stimulus) dan respon yang bersifat sederhana atau kompleks. 2. Bentuk Perilaku Menurut Irwanto (2003) bentuk perilaku dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu : a. Bentuk pasif adalah respon internal, yaitu tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain (perilaku tidak kasat mata), misalnya berfikir, tanggapan, motivasi dan lain-lain.
8
9
b. Bentuk aktif (perilaku kasat mata), adalah jika perilaku tersebut jelas dapat
diobservasi
secara
langsung.
Misal:
makan,
menangis,
mempraktikkan dan lain-lain. 3. Strategi Perubahan Perilaku Menurut Notoatmodjo (2003) terdapat beberapa bagian untuk memperoleh perubahan perilaku oleh WHO dikelompokkan menjadi tiga yaitu: a. Menggunakan kekuatan, kekuasaan atau dorongan Perubahan perilaku dipaksakan kepada sasaran sehingga ia melakukan sesuai harapan, dapat ditempuh dengan peraturan atau perundangundangan yang harus dipatuhi oleh masyarakat. Hasil cepat tetapi belum tentu berlangsung lama karena perubahan tidak disadari oleh kesadaran sendiri. b. Pemberian informasi Dengan
diberikan
informasi
maka
meningkatkan
pengetahuan
masyarakat tentang sesuatu sehingga akan menimbulkan kesadaran mereka
dan
menyebabkan
orang
berperilaku
sesuai
dengan
pengetahuan yang dimilikinya. Perubahan ini memakan waktu yang lama tetapi hasil yang diperoleh bersifat langsung karena disadari oleh kesadaran mereka sendiri. c. Diskusi dan Partisipasi Cara ini sebagai peningkatan cara kedua, dimana dalam memberikan informasi tidak bersifat searah saja, tetapi dua arah. Hal ini berarti
10
masyarakat yang diterimanya. Dengan demikian pengetahuan yang diperoleh mendalam dan mantap. Ini membutuhkan waktu yang lebih lama dari cara yang pertama. Dari pengamatan dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang disadari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak disadari pengetahuan. Penelitian Rogers (1974) dalam buku Notoatmodjo (2003, p.121) mengungkapkan bahwa sebelum orang menghadapi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut mengalami proses yang berurutan, yakni : 1) Awareness (kesadaran), yakni: orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu. 2) Interst, yakni orang mulai tertarik pada stimulus. 3) Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya). 4) Trial, orang yang mulai mencoba berperilaku baru. 5) Adaption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan kesadaran dan sikap stimulusnya. 4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Menurut Notoatmodjo (2003, p.120) faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku dibedakan menjadi dua yaitu: a. Faktor Intern mencakup pengetahuan, kecerdasan, persepsi, emosi, motivasi dan sebagainya yang berfungsi untuk mengolah rangsangan dari luar.
11
b. Faktor Ekstern, meliputi lingkungan sekitar, baik fisik maupun non fisik, seperti : iklim, manusia, sosial ekonomi, kebudayaan dan sebagainya. Dapat disimpulkan bahwa perilaku adalah tindakan seseorang akibat adanya rangsangan dari luar yang merupakan resultante dari berbagai macam aspek internal maupun eksternal. Menurut Gunarta (2003), pengetahuan tentang pemahaman arah sikap dan perilaku kelompok tersebut. Pengetahuan ibu akan mempengaruhi perilaku ibu dalam imunisasi terhadap bayinya. Selain pengetahuan imunisasi ibu, perilaku juga dipengaruhi oleh pengalaman, sosial ekonomi, fasilitas (sarana dan jarak pelayanan), budaya, paritas (jumlah anak) dan sebagainya. Tetapi diantara faktor-faktor terbut untuk terbentuknya perilaku yang langgeng adalah perilaku yang disadari oleh pengetahuan dan kesadaran (Notoatmodjo, 2003, p.122). Hubungan yang dipengaruhi pengetahuan terhadap perilaku menurut Green (1980) dalam buku Notoatmodjo (2003, p.164) perilaku ditentukan atau terbentuk dari tiga faktor : a. Faktor predisposisi (predisposing factor) yaitu terwujud dalam pengetahuan,
sikap
kepercaan,
keyakinan,
nilai-nilai
dan
sebagainya. b. Faktor pendukung (enabling factor) yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedianya fasilitas atau sarana kesehatan, misalnya Puskesmas, obat-obatan, jamban dan sebagainya.
12
c. Faktor pendorong (reinforcing factor) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas yang lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat. Uraian diatas dapat digambarkan sebagai berikut: B = f(PF,EF,RF)
Keterangan: B = Behavior PF = Predisposing factor EF = Enabling factor RF = Reinforcing factor f = fungsi Disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Disamping itu ketersediaan fasilitas, sikap dan perilaku petugas kesehatan terhadap kesehatan juga mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku (Notoatmodjo, 2003, p.165). Kar dalam buku Notoatmodjo (2003, p.166) mencoba menganalisis perilaku kesehatan dengan bertitik tolak bahwa perilaku itu merupakan fungsi dari: a. Niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau perawatan kesehatanya (behavior intention)
13
b. Dukungan sosial dari masyarakat sekitarnya (social support) c. Adanya atau tidak adanya informasi tentang kesehatan atau fasilitas kesehatan (eccessibility of information) d. Otonomi pribadi yang bersangkutan dalam hal ini mengambil tindakan atau keputusan (personal otonomy) e. Situasi yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak (action situation) Uraian diatas dapat dirumuskan sebagai berikut: B = f(BI,SS,AL,PA,AS)
Keterangan: B = Behavior f = Fungsi BI = Behavior intention SS = Social support AI = Accessebility of information PA = Personal Autonomi AS = Action situation Dukungan dari masyarakat sekitarnya, ada atau tidaknya informasi tentang kesehatan, kebebasan, dari individu untuk mengambil keputusan
bertindak
stimulasi
yang
memungkinkan
berperilaku/bertindak atau tidak berperilaku atau bertindak.
ia
14
B. Pengetahuan 1. Pengertian Menurut
Notoatmodjo
(2003,
p.121)
pengetahuan
adalah
merupakan hasil dari tahu, dan hal ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap sesuatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia yaitu indra penglihatan, pendengaran, penciuman, raba, dan rasa. Sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui mata, telinga, pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu dari manusia terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seseorang untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. Pengetahuan menurut Irwanto (2003) adalah sebagai segala sesuatunya yang diketahui atau segala sesuatu yang berkenaan dengan mata pelajaran. Berdasarkan definisi-definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan merupakan hasil tahu dan terjadi setelah orang tersebut melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu dan dapat berkenaan dengan mata pelajaran. 2. Tingkat Pengetahuan Tingkat pengetahuan adalah tingkat seberapa dalam responden dapat
menghadapi
mendalami,
memperdalam
perhatian
seperti
sebagaimana manusia menyelesaikan masalah tentang konsep-konsep baru. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting bagi terbentuknya
15
tindakan seseorang. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2003, p.122). Untuk mengukur tingkat pengetahuan seseorang secara rinci terdiri dari enam tingkatan (Notoatmodjo, 2003, p.122): a. Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang telah dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyabutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya. b. Memahami (Comprehension) Memahami
diartikan
sebagai
suatu
kemampuan
untuk
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. c. Aplikasi (Aplikation) Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebadai pengguna hukum-hukum, rumus-rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi lain.
16
d. Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam satu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. e. Sintesis (Synthesis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. f. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penelitian terhadap sesuatu materi atau objek. Penelitian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang ada. 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan: a. Tingkat Pendidikan Pendidikan adalah upaya untuk memberikan pengetahuan sehingga terjadi perubahan perilaku positif meningkat, sehingga diharapkan tingkat pendidikan yang tinggi akan meningkat pula wawasan
pengetahuannya
dan
semakin
mudah
menerima
pengembangan pengetahuan. Pendidikan akan menghasilkan banyak perubahan seperti pengetahuan, sikap dan perbuatan (Soekanto, 2002). Menurut UU RI 20 tahun 2003, ditinjau dari sudut tingkatannya jalur pendidikan terdiri dari :
17
1) Pendidikan Dasar : a) SD / MI b) SMP / MTS 2) Pendidikan Menengah : a) SMU dan Kejuruan b) Madrasah Aliyah 3) Pendidikan Tinggi : a) Akademi b) Institut c) Sekolah Tinggi d) Universitas b. Sosial Ekonomi Tingkat kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan sosial ekonomi mempengaruhi tingkat pengetahuan dan perilaku seseorang
dibidang
kesehatan,
sehubungan
dengan
kesempatan
memperoleh informasi karena adanya fasilitas atau media informasi (Azwar, 2003, p.143). Menurut Soekanto (2002, p.88) semakin tinggi tingkat pendapatan manusia maka semakin tinggi keinginan manusia untuk dapat memperoleh informasi melalui media yang lebih tinggi. c. Pekerjaan Pekerjaan merupakan variabel yang sulit digolongkan namun berguna bukan saja sebagai dasar demografi, tetapi juga sebagai suatu metode untuk melakukan sosial ekonomi (Soekanto, 2002, p.89).
18
d. Pengalaman Pengalaman diartikan sebagai sumber belajar sekalipun banyak orang yang berpendapat bahwa pengalaman itu lebih luas daripada sumber belajar. Pengalaman artinya berdasarkan pada pikiran yang kritis akan tetapi pengalaman belum tentu teratur dan bertujuan. Pengalaman-pengalaman yang disusun secara sistematis oleh otak maka hasilnya adalah ilmu pengetahuan (Soekanto, 2002, p.90). Semua pengalaman pribadi dapat merupakan sumber kebenaran pengetahuan namun perlu diperhatikan disini bahwa tidak semua pengalaman pribadi dapat menuntun seseorang untuk menarik kesimpulan dangan benar, untuk dapat menarik kesimpulan dan pengalaman dengan benar diperlukan berfikir kritis dan logis (Notoatmodjo, 2003, p.121). e. Umur Umur berpengaruh dalam meningkatkan pengetahuan, karena kemampuan
mental
yang
diperlukan
untuk
mempelajari
dan
menyesuaikan dari pada situasi-situasi baru, seperti mengingat hal-hal yang dulu pernah dipelajari, penalaran analog dan berfikir kreatif, mencapai puncaknya dalam usia dua puluhan (Hurlock, 1993 dalam Suyani, 2003). Usia reproduksi wanita di golongkan menjadi dua yaitu usia reproduksi sehat dan usia reproduksi tidak sehat. Usia reproduksi sehat yaitu mulai dari umur 20 tahun sampai 35 tahun. Sedangkan usia
19
reptoduksi tidak sehat yaitu umur kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun (Manuaba, 1998, p.14).
C. Imunisasi 1. Pengertian Imunisasi Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga apabila kelak ia terpajan antigen yang serupa tidak terjadi penyakit (Ranuh, 2008, p.10). Imunisasi adalah suatu usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak terhadap penyakit tertentu sehingga tidak terserang penyakit tersebut dan apabila terserang penyakit tersebut tidak berakibat fatal (Depkes RI, 2005, p.5). Imunisasi merupakan suatu usaha untuk menimbulkan atau meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit (Proverawati dan andhini, 2010, p.1). Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa imunisasi adalah upaya memberikan kekebalan pada bayi, anak maupun orang dewasa untuk meningkatkan kekebalan secara aktif suatu antigen sehingga tidak terkena penyakit, walaupun kemudian mendapat infeksi maka tidak berakibat fatal.
20
2. Tujuan Imunisasi Tujuan dari pemberian imunisasi (Ranuh, 2008, p.10) yaitu untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang, dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat. 3. Manfaat Imunisasi Manfaat imunisasi menurut (Proverawati dan Andhini, 2010, p5): a. Untuk anak: mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan kemungkinan cacat atau kematian. b. Untuk keluarga: menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit. c. Untuk negara: memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara. 4. Imunisasi Campak a. Vaksin campak adalah mengandung virus campak hidup yang telah dilemahkan. Imunisasi diberikan untuk mendapatkan kekebalan terhadap
penyakit campak secara aktif (Ranuh, 2008, p.174).
Pemberian imunisasi campak diberikan mulai anak umur 9 bulan karena bayi lahir telah mendapat kekebalan terhadap penyakit campak dari ibunya ketika dalam kandungan, makin bertambah umur bayi makin berkurang sampai usia 9 bulan. Upaya akselerasi dengan memberikan imunisasi pada anak 9 bulan sampai 5 tahun di daerah kumuh perkotaan atau daerah kantung cakupan (Ranuh, 2008, p.174).
21
b. Indikasi Untuk memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit campak (Depkes RI, 2005, p.14). c. Kemasan 1) 1 box vaksin terdiri dari 10 vial. 2) 1 vial berisi 10 dosis. 3) 1 box pelarut berisi 10 ampul @ 5 ml. 4) Vaksin ini berbentuk beku kering (Depkes RI, 2005, p.14). d. Cara Pemberian dan Dosis Pemberian vaksin campak hanya diberikan satu kali, dapat dilakukan pada umur 9-11 bulan, dengan dosis 0,5 CC. Sebelum disuntikkan, vaksin campak terlebih dahulu dilarutkan dengan pelarut steril yang telah tersedia yang berisi 5 ml cairan pelarut. Kemudian disuntikkan pada lengan kiri atas secara subkutan (Proverawati dan andhini, 2010, p.53). e. Efek Samping Hingga 15% pasien dapat mengalami demam ringan dan kemerahan selama 3 hari yang dapat terjadi 8-12 hari setelah vaksinasi (Depkes RI, 2005, p.14) f. Kontraindikasi Individu yang mengidap penyakit immune deficiency atau individu yang diduga menderita gangguan respon imun karena leukemia, lhimpoma (Depkes RI, 2005, p.14).
22
D. Campak 1. Pengertian Penyakit campak adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus campak (measles) yang sangat menular pada anak-anak, ditandai dengan panas, batuk, pilek, konjungtivitis, dan ditemukan spesifik enantem (koplik’s spot), diikuti dengan erupsi makulopapular yang menyeluruh (Ranuh, 2008, p.171). 2. Penyebab Penyakit campak disebabkan oleh virus campak (Ranuh, 2008 : 171). Virus campak virus yang tergolong dalam family Paramixovirus, yaitu genus virus morbili yang terdapat dalam secret nasofaring dan darah selama prodormal sampai 24 jam setelah timbul bercak-bercak (Erfandi, 2008). 3. Patofisiologi Penularan terjadi secara droplet dan kontak virus ini melalui saluran pernafasan dan masuk ke sistem retikulo endothelial, berkembang biak dan selanjutnya menyebar ke seluruh tubuh. Hal tersebut akan menimbulkan gejala pada saluran pernafasan, saluran cerna, konjungtiva dan disusul dengan gejala patoknomi berupa bercak koplik dan ruam kulit. Antibodi yang terbentuk berperan dalam timbulnya ruam pada kulit dan netralisasi virus dalam sirkulasi. Mekanisme imunologi seluler juga ikut berperan dalam eliminasi virus (Erfandi, 2008).
23
4. Tanda dan Gejala Gejala awal penyakit ini adalah demam, bercak kemerahan, batuk, pilek, mata merah. Selanjutnya timbul ruam pada muka dan leher, kemudian menyebar ke tubuh dan tangan serta kaki. Komplikasi campak adalah diare hebat, peradangan pada telinga dan infeksi saluran nafas (pnemonial) (Depkes RI, 2005, p.5). Gejala klinis penyakit campak (Proverawati dan Andhini, 2010, p.51): a. Panas meningkat dan mencapai puncaknya pada hari ke 4-5 pada saat ruam keluar. b. Coriza yang terjadi sukar dibedakan dengan common cold yang berat. Dan membaik pada saat panas menurun. c. Conjuncttivitis ditandai dengan mata merah pada konjungtiva disertai dengan peradangan. d. Cough merupakan akibat peradangan pada epitel saluran nafas. e. Munculnya bercak umumnya pada sekitar 2 hari sebelum munculnya ruam (hari ke 3-4) dan cepat hilang setelah beberapa jam atau hari. f. Ruam monopapuler semula berwarna kemerahan. 5. Pencegahan Vaksin campak merupakan bagian dari imunisasi rutin pada anakanak. Vaksin biasanya diberikan dalam bentuk kombinasi dengan gondongan dan campak Jerman (vaksin MMR/mumps, measles, rubella), disuntikkan pada otot paha atau lengan atas. Jika hanya mengandung
24
campak, vaksin diberikan pada umur 9 bulan. Dalam bentuk MMR, dosis pertama diberikan pada usia 12-15 bulan, dosis kedua diberikan pada usia 4-6 tahun. Selain itu penderita juga harus disarankan untuk istirahat minimal 10 hari dan makan makanan yang bergizi agar kekebalan tubuh meningkat (ensiklopedia, 2010). 6. Pengobatan Pengobatan campak dilakukan dengan mengobati gejala yang timbul. Demam yang terjadi akan ditangani dengan obat penurun demam. Jika anak mengalami diare maka diberi obat untuk mengatasi diarenya. Batuk akan diatasi dengan mengobati batuknya. Semua gejala yang muncul harus diobati karena jika tidak, maka campak bisa berbahaya. Dampaknya bisa bermacam-macam, bahkan bisa terjadi komplikasi. Perlu diketahui, penyakit campak dikategorikan sebagai penyakit campak ringan dan yang berat. Disebut ringan, bila setelah 1-2 hari pengobatan, gejala-gejala yang timbul membaik. Disebut berat bila pengobatan yang diberikan sudah tak mempan karena mungkin sudah ada komplikasi (Evie, 2009).
25
E. Kerangka Teori Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dipaparkan kerangka penelitian dari penelitian ini adalah:
Faktor predisposisi (predisposing factor): a. Pengetahuan b. Sikap c. Kepercayaan d. Norma sosial
Faktor pendukung (enabling factor): a. Sarana prasarana b. Sumber daya
Perilaku mengimunisasikan campak
Faktor pendorong (reinforcing factor): a. Lingkungan sosial b. Tokoh masyarakat c. Tokoh organisasi
Gambar 2.1. Kerangka Teori Sumber : Modifikasi Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2003)
26
F. Kerangka Konsep Berdasarkan kerangka teori yang ada, maka kerangka konsep dapat di gambarkan sebagai berikut : Variabel bebas (Indepanden)
Variabel terikat (Dependen)
Pengetahuan ibu tentang
Perilaku ibu
imunisasi campak
mengimunisasikan campak pada bayi
Gambar 2.2. Kerangka konsep
G. Hipotesis Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi campak dengan perilaku ibu mengimunisasikan campak pada bayi di Desa Gembleng Mulyo Kecamatan Pancur Kabupaten Rembang tahun 2010.