7
TINJAUAN PUSTAKA Perilaku Konsumen Solomon (2002), menyebutkan bahwa perilaku konsumen merupakan ilmu yang dipelajari untuk mengetahui proses yang dilakukan individu atau kelompok untuk menyeleksi, membeli atau menggunakan dan mengkonsumsi produk, pelayanan, ide atau pengalaman sehingga dapat memuaskan kebutuhan dan keinginan. Menurut Hawkins, Best dan Coney (2001), perilaku konsumen adalah studi yang mempelajari tentang individu, kelompok atau organisasi dan proses untuk menyeleksi, menjamin, menggunakan, dan mengkonsumsi produk, pelayanan, dan pengalaman atau ide untuk memuaskan kebutuhan dan dampak prosesnya terdapat pada konsumen dan masyarakat. Sumarwan (2002), mengatakan bahwa perilaku konsumen adalah semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan, menghabiskan produk atau jasa setelah melakukan hal-hal diatas atau kegiatan mengevaluasi. Menurut Engel, Blackwell, dan Miniard (1994), perilaku konsumen adalah tindakan konsumen yang langsung terlibat dalam upaya, mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului tindakan tersebut. Solomon (1999) menyatakan bahwa perilaku konsumen merupakan studi mengenai proses yang terlibat ketika individu atau kelompok memilih, membeli, menggunakan, atau menghabiskan produk, jasa, ide, atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan. Kotler (1997), menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen dalam membeli/mengkonsumsi produk antara lain adalah faktor budaya, sosial, pribadi (perbedaan individu), dan psikologis. Tingginya tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi dirinya dalam proses keputusan konsumen untuk mengkonsumsi suatu produk dan jasa. Tingkat pendidikan yang semakin tinggi akan meningkatkan daya beli (Assael 1998). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan konsumen, maka konsumen akan semakin menyadari dan mengerti tentang pentingnya mengurangi konsumsi beras, sehingga konsumen dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan lebih berpeluang untuk mengkonsumsi berbagai jenis makanan pokok lainnya untuk memenuhi kebutuhan pangan. Salah satu bentuk perilaku
8
konsumen yang sering dilakukan oleh sebagian besar masyarakat yaitu, perilaku mengkonsumsi bahan makanan pokok salah satunya adalah beras. Konsumsi beras dipilih sebagai makanan pokok karena sumber daya alam lingkungan mendukung penyediaan beras dalam jumlah yang cukup, mudah dan cepat pengelolahannya, memberikan kenikmatan pada saat menyantapnya dan aman dari segi kesehatan (Haryadi 2008). Kebiasaan konsumsi beras biasanya terjadi karena adanya faktor budaya, dimana nilai, pemikiran, simbol yang mempengaruhi perilaku, sikap, kepercayaan, dan kebiasaan seseorang dan masyarakat (Sumarwan 2002). Nilai Konsumen Nilai merupakan salah satu unsur budaya. Budaya merupakan salah satu hal yang dapat mempengaruhi keputusan pembelian pada konsumen. Konsumen merupakan makhluk sosial, yaitu makhluk yang hidup bersama dengan orang lain dan berinteraksi dengan sesamanya. Konsumen saling berinteraksi satu sama lain, saling mempengaruhi dalam membentuk perilaku, kebiasaan, sikap, kepercayaan dan nilai-nilai yang dianggap penting (Sumarwan 2002). Sikap dan tindakan individu dalam suatu masyarakat dalam beberapa hal yang berkaitan dengan nilai, keyakinan aturan dan norma akan menimbulkan sikap dan tindakan yang cenderung homogen. Artinya, jika setiap individu mengacu pada nilai, keyakinan, aturan dan norma kelompok, maka sikap dan perilaku mereka akan cenderung seragam (Sutisna 2001). Dari budaya itulah nilai terbentuk. Nilai adalah kepercayaan atau segala sesuatu yang dianggap penting oleh seseorang atau masyarakat. Nilai bisa berarti sebuah kepercayaan tentang suatu hal, namun nilai bukan hanya kepercayaan. Dalam berperilaku seseorang diarahkan oleh nilai yang sesuai dengan budayanya. Nilai biasanya berlangsung lama dan sulit berubah. Nilai akan membentuk sikap seseorang, yang kemudian melalui sikap akan mempengaruhi perilaku seseorang (Sumarwan 2002). Nilai menjadi kriteria yang dipegang oleh individu dalam memilih dan memutuskan sesuatu (Homer & Kahle 1988 diacu dalam De Groot & Steg 2006). Nilai memberi arah pada sikap, keyakinan dan tingkah laku seseorang, serta memberi pedoman untuk memilih tingkah laku yang diinginkan pada setiap individu. Karenanya nilai berpengaruh pada tingkah laku sebagai dampak dari pembentukan sikap dan keyakinan, sehingga dapat dikatakan bahwa nilai
9
merupakan faktor penentu dalam berbagai tingkah laku sosial (Rokeach 1973 & Danandjaja 1985 diacu dalam Ndraha 2005). Nilai hanya dapat dipahami jika dikaitkan dengan sikap dan tingkah laku dalam sebuah model metodologis (Soebijanta 1988, diacu dalam Ndraha 2005)
Nilai
Sikap
Tingkah laku
Gambar 1. Model Metodologis Nilai (Sobijanto 1988)
Rokeach (1973) diacu dalam De Groot & Steg (2006), mengatakan nilai sebagai keyakinan, nilai memiliki aspek kognitif yaitu meliputi pemikiran individu tentang apa yang diinginkan, afektif yaitu dapat menjelaskan perasaan individu atau kelompok, dimana individu atau kelompok tersebut memiliki emosi terhadap apa yang diinginkan dan tingkah laku yaitu nilai merupakan variabel yang berpengaruh dalam mengarahkan tingkah laku yang ditampilkan. Nilai dapat dijadikan kriteria penting bagi setiap individu dalam malakukan evaluasi dan membuat keputusan (Homer & Kahle 1988 diacu dalam De Groot & Steg 2006). Engel, Blackwell dan Miniard (1994), menjelaskan bahwa nilai merupakan kepercayaan (dengan komponen kognitif, afektif, dan tingkah laku) mengenai apa yang harusnya dikerjakan seseorang (tetapi tidak selalu dikerjakan), baik mengenai tujuan (keadaan akhir atau elemen terminal) dan cara berperilaku (komponen instrumental) untuk mencapai tujuan. Nilai pribadi biasanya diukur sebagai instrumental atau terminal. Nilai instrumental adalah tindakan-tindakan yang dilakukan untuk mencapai nilai-nilai terminal, sedangkan nilai terminal merupakan hasil akhir yang ingin dicapai dan dapat diaplikasikan di berbagai budaya/sistem nilai (Kasali 2005). Rokeach (1973), diacu dalam Solomon (2002) menyatakan bahwa nilainilai instrumental adalah tindakan-tindakan atau cara-cara yang dilakukan untuk mencapai nilai terminal tersebut dan merupakan perilaku ideal, yang termasuk jenis nilai instrumental yaitu ambisius, berpikiran luas, mampu melakukan sesuatu, ceria, bersih, berani, pemaaf, cepat kaki ringan tangan, jujur, berimajinasi, independen, intelektual, logis, pecinta, patuh, bertanggung jawab, sopan, dan pengendalian diri, sedangkan yang termasuk pada nilai-nilai terminal yaitu hidup yang menyenangkan, hidup yang bergairah, pencapaian prestasi, dunia yang damai, dunia yang indah, persamaan hak, rasa aman keluarga, kebahagian, kebebasan, keseimbangan diri, cinta yang dewasa, keamanan
10
nasional, keselamatan, harga diri, bersenang-senang, pengakuan sosial, persahabatan sejati, dan bijaksana. Rokeach (1973), diacu dalam De Groot dan Steg (2006) menyatakan bahwa ciri-ciri nilai terdiri dari lima komponen yaitu: (1) Nilai yang menetap, karena nilai merupakan sesuatu yang awalnya diajarkan secara terpisah dari nilai yang lain sebagai sesuatu yang bersifat mutlak, (2) nilai sebagai keyakinan yang mendasari individu untuk bertindak sesuai keinginannya, (3) nilai mengacu pada cara bertindak atau kondisi akhir yang ingin dicapai, (4) nilai sebagai pilihan yang didasarkan pada keinginan, dan (5) Nilai merupakan konsepsi dari sesuatu yang dikehendaki secara personal ataupun sosial, sedangkan Kadarwati (1998), menyatakan bahwa ada tiga fungsi nilai yaitu: (1) Nilai sebagai suatu standar yang mengarahkan tingkah laku, (2) Nilai berfungsi sebagai pemecahan masalah dan pengambilan keputusan, dan (3) Nilai sebagai motivasi dalam mencapai tujuan tertentu Untuk mengetahui nilai yang dianut setiap individu dalam hubungannya dengan perilaku konsumen diperlukan alat ukur yang bisa digunakan untuk mengukur nilai tersebut. Penelitian ini menggunakan alat ukur The List Of Value (LOV). Alat ukur/instrument nilai ini dikembangkan oleh Lynn R. Kahle pada tahun 1983 (kasali 2005). Skala LOV disediakan untuk penelitian masyarakat, sehingga tingkat keabsahan dan reliabilitasnya dapat dinilai (Mowen dan Minor 2002). Skala LOV yang berhasil disusun oleh Kahle (1983), diacu dalam Mowen & Minor (2002) berfokus pada tiga orientasi: 1). Nilai internal merupakan jenis nilai yang muncul dari dalam diri sendiri, yang termasuk nilai internal adalah pemenuhan diri, kegembiraan, pencapaian prestasi, dan harga diri. 2). Nilai eksternal merupakan jenis nilai yang berfokus pada dunia luar, nilai tersebut terbentuk karena adanya pengaruh dari lingkungan yang termasuk nilai eksternal adalah
rasa
kebersamaan,
dihormati,
dan
rasa
aman.
3).
Nilai
interpersonal/mengukur orientasi antar pribadi merupakan jenis nilai yang terbentuk dari dalam diri sendiri dan adanya pengaruh dari lingkungan yang termasuk nilai interpersonal adalah kesenangan hidup dan kehangatan hubungan dengan orang lain. LOV memfokuskan
mendefinisikan pada
dimensi
konsumen nilai
dengan
internal,
tiga
nilai
dimensinya
eksternal,
dan
yang nilai
interpersonal/antarpribadi secara baik. Individu yang menganut tiga dimensi nilai
11
tersebut akan memberikan pengaruh terhadap perilaku konsumsi. Pengaruh tersebut membentuk sebuah kesadaran akan manfaat yang diperoleh setelah mengkonsumsi
barang
tersebut.
Sebagai
contoh,
sebuah
studi
baru
mengungkapkan bahwa orang dengan penekanan pada nilai-nilai internal akan berusaha mengendalikan hidup mereka. Keinginan untuk mengendalikan ini memperluas keputusan konsumen seperti dimana mereka akan makan dan dimana mereka akan berbelanja, serta diekspresikan sebagai kebutuhan untuk memeperoleh gizi yang baik dengan membeli makanan alami. Sebaliknya mereka yang berorientasi eksternal cenderung menghindari makanan alami, yang mungkin disebabkan oleh keinginan untuk menyesuaikan diri dengan preferensi masyarakat lebih luas. Riset skala LOV menyatakan bahwa nilai yang dianut setiap individu akan mempengaruhi sikap, dan kemudian dari sikap tersebut akan mempengaruhi perilaku konsumsinya (Mowen & Minor 2002). Sikap Konsumen Schiffman dan Kanuk (2004), menyatakan bahwa sikap merupakan kecenderungan
yang
dipelajari
dalam
berperilaku
dengan
cara
yang
menyenangkan atau tidak menyenangkan terhadap suatu objek tertentu, sedangkan Hawkins, Best, dan Coney (2001), menjelaskan bahwa sikap memiliki tiga aspek yang dinyatakan dalam model konsistensi komponen, yaitu: aspek kognitif/pengetahuan, aspek afektif, dan aspek konatif. 1. Aspek pengetahuan merupakan kepercayaan konsumen terhadap suatu produk. 2. Aspek afektif, merupakan perasaan atau reaksi emosional terhadap objek. 3. Aspek konatif, merupakan kecenderungan seseorang dalam merespon beberapa
ragam
pada
objek
atau
aktivitas.
Komponen
konatif
memberikan kecenderungan respon atau maksud untuk berperilaku. Pernyataan yang sama pun disampaikan oleh Suryani (2008) yang menyebutkan bahwa sikap terbentuk melalui tiga komponen atau yang sering dikenal
sebagai
model
ABC
yang
artinya
sikap
mengandung
aspek
Affective/perasaan, Behavior/keinginan berprilaku, dan Cognitive/pengetahuan Aspek Kognitif (Pengetahuan) Schiffman dan Kanuk (2004) mendefinisikan pengetahuan seseorang sebagai pengetahuan dan persepsi yang diperoleh berdasarkan kombinasi dari
12
pengalaman langsung terhadap suatu objek dan informasi yang berkaitan dari berbagai sumber, sedangkan Solomon (1999), mendefinisikan pengetahuan sebagai kepercayaan konsumen terhadap suatu objek. Mowen
dan
Minor
(2002),
menyatakan
bahwa
ada
tiga
jenis
pengetahuan, yaitu (1) Pengetahuan objektif merupakan pengetahuan mengenai informasi tentang kelas produk dimana konsumen telah menyimpannya dalam memori jangka panjang. (2) Pengetahuan subjektif adalah persepsi konsumen tentang apa atau seberapa banyak pengetahuan konsumen mengenai kelas produknya, dan (3) Pengetahuan lainnya merupakan pemahaman tentang seberapa banyak pengetahuan konsumen terhadap suatu produk. Antara pengetahuan objektif dan pengetahuan subjektif tidak berkolerasi satu sama lain. Para
ahli
psikologi
kognitif
dalam
Sumarwan
(2002),
membagi
pengetahuan menjadi dua, yaitu pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedur. Pengetahuan deklaratif adalah fakta subjektif yang diketahui oleh seseorang. sedangkan pengetahuan prosedur adalah pengetahuan mengenai bahan-bahan yang akan digunakan. Suryani
(2008)
menjelaskan
bahwa
komponen
kognitif
biasanya
dipengaruhi oleh pengalaman individu, pengamatan langsung serta informasi yang diperoleh mengenai objek sikap. Aspek Afektif Afektif adalah ungkapan perasaan konsumen terhadap suatu objek, apakah konsumen menyukai atau tidak menyukai objek tersebut. Afektif konsumen merupakan faktor penting yang akan mempengaruhi keputusan konsumen, karena afektif sangat terkait dengan konsep kepercayaan dan perilaku Sumarwan (2002). Peter dan Olson (1999) mendefinisikan afektif sebagai evaluasi keseluruhan seseorang terhadap sebuah konsep. Hal yang sama, disampaikan oleh Schiffman dan Kanuk (2004) mendefinisikan afektif sebagai emosi atau perasaan konsumen mengenai produk atau merek tertentu. Emosi dan perasaan mencakup penilaian seseorang terhadap suatu objek secara langsung dan menyeluruh. Afektif merupakan gabungan dari motivasi, emosi, persepsi, dan proses kognitif dengan perhatian kepada beberapa aspek yang terdapat di lingkungan. Hal ini adalah kecenderungan belajar untuk merespon rangsangan yang diharapkan maupun tidak dengan memberikan perhatian kepada objek tersebut (Hawkins, Best & Coney 2001)
13
Konatif (Maksud Berperilaku) Konatif
adalah
sikap
yang
menggambarkan
kecenderungan
dari
seseorang untuk melakukan tindakan tertentu yang berkaitan dengan objek sikap (produk atau merek tertentu). Konatif bisa juga meliputi perilaku yang sesungguhnya terjadi Sumarwan (2002). Sedangkan Schiffman dan Kanuk (2004)
mendefinisikan
komponen
konatif
sebagai
kemungkinan
atau
kecenderungan yang akan dilakukan seseorang melalui tindakan khusus atau berperilaku dengan cara tertentu terhadap objek sikap tertentu. Dalam riset pemasaran dan konsumen, komponen konatif sering dianggap sebagai pernyataan maksud konsumen untuk membeli/berperilaku. Sumarwan (2002) menjelaskan bahwa ada empat fungsi sikap yaitu: 1. Fungsi Utilitarian Seseorang menyatakan sikapnya terhadap suatu objek atau produk karena ingin memperoleh manfaat dari produk tersebut atau menghindari resiko dari produk. Sikap ini berfungsi mengarahkan perilaku untuk mendapatkan penguatan positif atau menghindari resiko, karena itu sikap berperan seperti Operant conditioning. 2. Fungsi mempertahankan Ego Sikap berfungsi untuk melindungi seseorang dari keraguan yang muncul dari dalam dirinya sendiri atau dari faktor luar yang mungkin menjadi ancaman bagi dirinya. Sikap tersebut berfungsi untuk meningkatkan rasa aman dari ancaman yang datang dan menghilangkan keraguan yang ada dalam diri konsumen. Sikap akan menimbulkan kepercayaan diri yang lebih baik untuk meningkatkan citra diri dan mengatasi ancaman dari luar. 3. Fungsi Ekspresi nilai Sikap ini berfungsi untuk menyatakan nilai-nilai, gaya hidup dan identitas sosial dari seseorang. Sikap akan menggambarkan minat, hobi, kegiatan, dan opini dari seorang konsumen. 4. Fungsi pengetahuan Keingintahuan adalah salah satu sifat konsumen yang penting, keingintahuan tersebut merupakan kebutuhan konsumen. Konsumen perlu tahu produk terlebih dahulu sebelum ia menyukai kemudian membeli produk tersebut. Pengetahuan yang baik mengenai suatu produk sering kali mendorong seseorang untuk menyukai produk tersebut.
14
Karena sikap positif terhadap suatu produk seringkali mencerminkan pengetahuan konsumen terhadap suatu produk. Konsumsi Beras Pola konsumsi pangan pokok ditentukan dari sumbangan energi dari masing-masing pangan pokok terhadap total energi dari konsumsi pangan pokok. Berdasarkan sumbangan energi tersebut pola konsumsi pangan pokok lebih dari satu jenis seperti beras dengan umbi-umbian atau beras dengan umbi-umbian dan jagung (Muttaqin 2008). Lubis (2005) menyebutkan bahwa konsumsi pangan pokok Indonesia yang paling banyak adalah beras, kemudian jagung, terigu, ubi jalar, dan ubi kayu. Sebagian besar penduduk dibeberapa negara Asia Tenggara sangat menggantungkan hidupnya pada beras yang ditanak menjadi nasi sebagai makanan pokok (Haryadi 2008). Menurut Khimaidi (1997) makanan pokok adalah makanan yang dalam sehari-hari mengambil porsi terbesar dalam hidangan dan merupakan sumber energi terbesar, sedangkan pangan pokok utama adalah pangan yang dikonsumsi oleh sebagian besar penduduk serta dalam situasi normal tidak dapat diganti oleh jenis komoditas lain Beras menjadi pangan pokok utama tidak hanya karena tingkat konsumsinya yang tinggi tetapi juga sumbangannya terhadap pemenuhan kebutuhan gizi. Kebutuhan konsumsi protein juga lebih dari 40 persen disumbang dari konsumsi beras Harianto (2001), diacu dalam Muttaqin (2008). Hasil Penelitian Terdahulu Penelitian-penelitian terkait dengan nilai dan sikap konsumen terhadap perilaku konsumsi, termasuk perilaku konsumsi terhadap pangan telah banyak dilakukan. Terdapat beberapa penelitian yang berkaitan dengan perilaku konsumsi pangan yaitu. Penelitian yang dilakukan oleh Hasnu dan Humayun (2009), yang berjudul “An Analisysis of Consumer Values, Needs and Behavior for Liquid Milk in Hazara, Pakistan”. Penelitian ini merupakan studi mengenai analisis nilai konsumen,
kebutuhan,
perilaku
pembelian
dan
konsumsi
susu
cair.
Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dengan contoh sebanyak 100 konsumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tipe nilai yang ada pada teori LOV memiliki peranan penting bagi responden dalam hal
15
keputusan pembelian susu cair, selain itu responden memiliki tingkat kesadaran yang cukup tinggi akan kebutuhan konsumsi pangannya. Sebagian besar responden menyatakan bahwa kesadaran akan kesehatan berada pada peringkat pertama atau menjadi perioritas utama dalam hal keputusan pembelian dan jenis pangan yang akan dikonsumsinya, kemudian kesadaran akan rasa menjadi peringkat kedua setelah kesadaran akan kesehatan, dan kesadaran akan lingkungan menjadi peringkat terakhir dalam diri responden. Dengan menggunakan uji korelasi, penelitian ini juga menunjukkan adanya hubungan yang positif signifikan antara nilai-nilai konsumen dengan kebutuhan. Penelitian yang dilakukan oleh Tampubolon (2001), yang berjudul “Analisis Sikap Konsumen berdasarkan List Of Value dalam Melakukan Pembelian Produk Sepatu Jenis High Fashion PT Sepatu Bata TBK di DKI Jakarta. Pada penelitian ini pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dengan contoh sebanyak 200 konsumen dari lima wilayah gerai sepatu high fashion di DKI Jakarta yang berbeda. Pada penelitian ini dengan menggunakan uji ANOVA menunjukkan bahwa terdapat tiga nilai dari List Of Value bervariasi secara signifikan diantara kelompok konsumen. Kemudian nilainilai dari List Of Value tidak memiliki hubungan dengan karakteristik konsumen, yaitu jenis kelamin, pendidikan, dan kelas sosial-ekonomi. Selanjutnya analisis terhadap pertimbangan konsumen berdasarkan List of Value, dalam melakukan pembelian sepatu high fashion menghasilkan lima faktor yang dominan yang dilakukan oleh konsumen dalam melakukan pembelian sepatu high fashion. Penelitian yang dilakukan oleh Syifa (2010), mengenai nilai yang dianut konsumen dalam perilaku pembelian buah-buahan yang diikuti oleh kesadaran tanggung jawab dan norma personal dalam membeli buah lokal. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dengan contoh sebanyak 162 mahasiswa IPB Darmaga. Pada penelitian ini dengan menggunakan uji korelasi Pearson menunjukan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara nilai dengan kesadaran berperilaku dan tanggung jawab, terdapat hubungan yang nyata dan positif pada kesadaran berperilaku dengan tanggung jawab dan norma personal. Terdapat hubungan yang nyata dan positif antara norma personal dan perilaku kebiasaan. Sehingga terdapat kecenderungan bahwa dengan peningkatan nilai, kesadaran berperilaku, tanggung jawab, dan norma personal akan mendorong peningkatan pembelian buah lokal.
16
Penelitian yang dilakukan oleh Parhati (2011) yang berjudul “Analisis Perilaku dan Konsumsi Buah di perdesaan dan perkotaan”. Menunjukan bahwa pengetahuan konsumen yang berbeda wilayah, tentu saja akan memiliki tingkat pengetahuan yang berbeda pula sehingga dapat berpengaruh pada perilaku konsumsinya. Pada penelitian ini dengan menggunakan uji beda independent ttes, terdapat perbedaan yang signifikan antara frekuensi pembelian dan konsumsi buah di perdesaan dan perkotaan. Selain itu, terdapat perbedaan yang signifikan antara jumlah pembelian dan konsumsi buah di perdesaan dan perkotaan. Penelitian yang dilakukan oleh Sari (2010) berjudul ”Analisis Sikap dan Perilaku Penghematan Listrik pada Sektor Rumah Tangga di Kota Bogor”. Penelitian ini merupakan studi
mengenai analisis
sikap
dan perilaku
penghematan listrik pada sektor rumahtangga di Kota Bogor. Hasil uji korelasi antarvariabel menunjukkan bahwa aspek kognitif, afektif, dan konatif, terdapat satu variabel yang memiliki hubungan nyata terhadap perilaku penghematan listrik, yaitu aspek kognitif (r=0,290). Aspek kognitif penghematan listrik juga berhubungan nyata positif dengan aspek afektif penghematan listrik (r=0,201). Variabel aspek afektif selanjutnya berhubungan nyata dengan aspek konatif penghematan listrik (r=0,289). Aspek konatif contoh tidak berhubungan nyata dengan perilaku penghematan listrik, jadi penelitian ini menunjukkan bahwa variabel sikap yang memiliki hubungan dengan perilaku pengurangan konsumsi beras hanya aspek kognitif saja.